• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KECOCOKAN LAHAN PULAU DAN PESISIR UNTUK PENENTUAN WISATA ALAM (Studi Kasus Gugus P.Pari DKI) Oleh: Sutowijoyo, BDK Surabaya ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KECOCOKAN LAHAN PULAU DAN PESISIR UNTUK PENENTUAN WISATA ALAM (Studi Kasus Gugus P.Pari DKI) Oleh: Sutowijoyo, BDK Surabaya ABSTRACT"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KECOCOKAN LAHAN PULAU DAN PESISIR UNTUK PENENTUAN WISATA ALAM

(Studi Kasus Gugus P.Pari DKI) Oleh: Sutowijoyo, BDK Surabaya

ABSTRACT

The aim of the study was to know the ability and availability of the coastal area in Pari Island as a coastal tourism place. The methodology of this study was explorative descriptive in three steps; clarification, scoring and availability. There were ten parameters within the area availability of coastal tourism in Pari Island. Seven parameters in good and three parameters in medium criteria. Keyword: coastal ability, coastal availability

(2)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara kepulaluan yang memiliki panjang garis pantai ± 81.000 km dan di sepanjang pesisirnya dapat dijumpai beraneka macam ekosistem alami seperti mangrove, terumbu karang, delta, estuarine dan sebagainya (Sugiarto dan Poulin, 1981). Ekosistem alami maupun setelah ada perpaduan dengan daya cipta manusia mempunyai daya tarik untuk dilihat dan dikunjungi, ini disebut sumber wisata alam. Seperti halnya Negara-negara tropis lainnya Indonesia memiliki potensi alam cukup besar. Di Indonesia wisata alam merupakan asset yang potensial dalam menarik wisatawan domestic maupun manca Negara. Namun selama ini sumber-sumber wisata alam yang dikunjungi hanya terbatas pada daerah-daerah yang sudah dikenal dan mudah dijangkau seperti : Pulau Seribu, Pulau Bali dan Pulau Lombok. Daerah-daerah lain seperti Kawasan Indonesia Timur memiliki potensi besar, baik kualitas maupun kuantitasnya, mengenai sumberdaya wisata alami. Permasalahannya adalah belum dikelola secara professional, padahal obyek-obyek tersebut diminati oleh wisatawan. Hal ini dapat dibuktikan dengan data kunjungan wisata alam yang mencapai 87 % dari total kunjungan wisatawan domestic dan 61,4 % dari total kunjungan wisatawan mancanegara (BPRIP, dalam Sunarto, 1989).

Usaha pemerintah dalam pengembangan kepariwisataan pada dasarnya ingin menjadikan wilayah Indonesia dengan keindahan alamnya sebagai daerah tujuan wisata. Salah satu jalan yang ditempuh guna peningkatan arus wisatawan sekaligus pemerataan arus wisata ke seluruh nusantara adalah meningkatkan pengelolaan suatu pengembangan obyek-obyek wisata di luar Bali, Yogyakarta dan DKI Jakarta.

Aktivitas kepariwisataan di suatu daerah tergantung dari sumber-sumber wisata/rekreasional yang ada di daerah tersebut. Inventarisasi dan penelitian sumber daya wisata di samping dapat dilakukan secara terrestrial dengan observasi dan pengukuran langsung di lapangan, juga dapat dilakukan dengan teknik penginderaan jauh. Penelitian yang menggunakan citra penginderaan jauh sebagai sumber data, sedang pelaksanaannya menggunakan teknik interprestasi. Citra penginderaan jauh sangat bermanfaat dalam mengamati medan maupun analisis keruangan termasuk agihan sumber daya wisata alam. Pendekataan

(3)

keruangan dapat dilakukan dengan baik melalui citra penginderaan jauh ini, mengingat hubungan antar obyek dapat diamati dengan jelas. Agihan sumber-sumber wisata alam dapat diidentifikasi melalui citra dan foto udara. Hal ini didapatkan pada pengamatan parameter-parameter yang menentukan dan berkaitan dengan obyek dalam hal ini sumber daya wisata alam.

Citra penginderaan jauh merupakan gambaran obyek muka bumi, sehingga data dan informasi obyek dapat diperoleh tanpa kontak langsung dengan obyek tersebut (Hermanto, 1997). Informasi obyek didapat dengan cara interpretasi dan identifikasi. Pada penelitian ini digunakan citra Landsat-5 TM tahun 1994 dan Landsat 7 ETM tahun 2001 dengan maksud untuk memperoleh informasi daerah penelitian secara global.

Foto udara yang digunakan adalalh jenis pankromatik hitam putih skala 1 : 100.000 tahun 1982 dan foto udara jenis inframerah hitam putih skala 1 : 10.000 tahun 1984. Foto udara skala kecil diperlukan untuk mengenali unit-unit bentuk lalhan pesisir dan sumber-sumber wisata alam secara umum. Foto udara infra merah yang digunakan adalah skala besar, yaitu 1 : 10.000, kenampakan sumber-sumber wisata alam di sekitar pantai dapat dikaji dengan baik sehingga dapat memberikan gambaran dalam pengembangan kepariwisataan di daerah penelitian.

Gambaran daerah penelitian dapat digambarkan dalam pemetaan dari wilayah gugus Pulau Pari yang digambarkan sebagai berikut :

(4)

Pesisir Pulau Pari memiliki potensi untuk dikembangkan, disamping pengembangan obyek-obyek wisata yang ada juga memungkinkan penambahan obyek-obyek wisata sehingga kegiatan pariwisata lebih bervariasi. Permasalahan yang dihadapi adalah potensi sumber-sumber wisata alam maupun potensi kemampuan lahan untuk menunjang sarana kepariwisataan di Pulau Pari belum sepenuhnya diketahui. Untuk maksud ini perlu dikaji dan diinventarisasi kemampuan lahannya untuk pengembangan sarana kegiatan wisata dan jenis wisata apa yang dapat dikembangkan.

Potensi sumber daya wisata alam Gugusan Pulau Pari belum keseluruhannya diketahui secara seksama, guna kepentingan pengembangan perlu dilakukan inventarisasi dan evaluasi mendasarkan pada : Kemampuan lahan untuk pengembangan sarana kegiatan wisata alam, tipe sumber-sumber wisata alam belum semuanya diketahui secara tepat. Perlu dilakukan kajian obyek-obyek wisata alam untuk mengetahui potensinya.

Dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana kemampuan dan kecocokan lahan Pulau Pari untuk wisata alam melalui foto udara dan Citra Landsat-TM, serta bagaimana menentukan kemampuan lahan untuk sumber-sumber wisata alam. Adapun tujuannya adalah mengetahui kemampuan dan kecocokan lahan untuk wisata alam melalui foto udara dan Citra Landsat-TM. Menentukan kemampuan lahan untuk sumber-sumber wisata alam.

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah gambaran tentang kemampuan lahan Pulau Pari untuk pengembangan wisata alam. Sebagai rujukan untuk pemerintah DKI untuk pengembangan wisata alamnya. Karena keterbatasan peneiti, maka kami hanya mengambil beberapa batasan yaitu, obyek penelitian adalah Pulau Pari dan Pulau Tikus yang merupakan komplek gugus Pulau Pari. Parameter yang digunakan untuk menilai kecocokan lahan pulau dan pesisir untuk penentuan wisata alam terdiri dari 10 jenis yaitu : Fun Beach (wisata pantai), Snorkling (snorkling), Swimming (renang), Scubadiving (menyelam), Fishing (memancing), Surfing (selancar), Boating (berperahu), Cannoing (kanno), Deep Sea Scenery (panorama bawah laut), Vegetasion (vegetasi).

(5)

KAJIAN TEORI Satuan Pemetaan Lahan

Bentuk lahan merupakan kenampakan medan yang dibentuk oleh proses-proses alami yang memiliki karakteristik fisikal dan visual tertentu dimanapun bentuklalhan tersebut ditemukan (WAY, dalam ZUIDAM dan CONCELADO, 1979). Bentuk lahan ini mencerminkan : topografi, struktur batuan, jenis batuan, proses dan waktu. Suatu daerah yang memiliki kesamaan topografi, struktur batuan, jenis batuan, proses geomorfologi dan waktu berlangsungnya proses akan memiliki bentuklahan sama. Pemetaan kenampakan karakteristik lahan sangat diperlukan dalam penelitian evaluasi kemampuan lahan untuk mendapatkan respon tertentu terthadap setiap persyaratan penggunaan lahan yang dipertimbangkan (FAO, 1978).

Dasar pemetaan lahan dalam penelitian ini adalah satuan bentuk lahan, dimana suatu daerah yang memiliki suatu kesamaan topografi, material dan proses merupakan batas satuan pemetaan lahan.

Gambar 1. Wilayah Penelitian Kompleks Gugus Pulau Pari

Geomorfologi

Kajian geomorfologi di Gugus Pulau Pari mencakup karakteristik bentuk lahan, morfometri, proses geomorfologi yang bekerja material penyusun dan tutupan lahan. Proses tektonik yang terjadi pada perairan gugus Pulau Pari

(6)

berdampak pada material penyusun dasar perairan maupun daratan pulau. Hasil prosesini dapat berupa batuan kompak, yaitu batuan dasar penysusun gugus Pulau Pari maupun batuan lepas rombakan dari proses eksternal yang bekerja di sekitarnya. Batu gamping terumbu dan pasir hasil rombakan berupa batuan dasar, yang terletak di atas lembah-lembah terbenam yang menyebar di laut jawa hingga selat malaka merupakam penyusun utama batuan dasar daerah ini. Hal ini terjadi karena proses tektonik yang mengakibatkan gerak naik di gugus Pulau Pari.

Sedimen dasar relative masih labil sehingga mudah terangkat atau teraduk oleh energi gelombang atau tekanan arus. Mineral-mineral yang umum dijumpai adalah kalsit, kuarsa, magnesit dan gypsum sedang dolomite serta plagioklas juga ditemukan walaupun tidak melimpah. Pada unit morfologi di beberapa lokasi tumbuh berbagai jenis terumbu karang, rumput laut dan mangrove.

Pulau Tikus terletak dalam posisi paling terbuka dari pengeruh mmusim barat, karena posisinya berda paling barat dari rataan terumbu karang. Pada musim timeur agak terlindung oleh P. Burung yang berada di sebelah timurnya. Pulau ini tersusun oleh pasir berbagai ukuran dari hasil rombakan dan pelapukan batuan gamping koral yang banyak mengandung cangkang kerang dan gastropoda. Kemiringan lereng tergolong landai (3% - 5 %) dengan ketinggian antara 2 – 3 m dari muka air laut dan memiliki drainase baik, namun tidak ditemukan air tawar di sini. Pada tahun 19971 P. Tikus masih berupa gudus, belum berbentuk pulau, namun tahun 1994 sudah terbentuk pulau dengan luas 0,659 Ha dan tampak adanya gosong, pada sisi timur pulau juga kelihatan adanya tombolo yang menghubungkannya kelak akan menyatu dengan pulau tikus. Pada tahun 2001 pulau ini bertambah luas menjadi 1,191 Ha gosong di sisi timur pulau sudah mulai bergabung dengan P.Tikus. Sedangkan pada tahun 2003, P.Tikus bertambah luas lagi menjadi 1,349 Ha dan di sisi timur tampak adanya terumbu karang mati, terutama pada saat air laut menuju turut.

Oseanografis

Arus pasang di perairan Gugus Pulau Pari sampai pulau Peniki berasal dari arah timur menuju barat dengan kecepatan antara 30 – 40 cm/s di kedalaman 2,5 m - 5 m, arus menuju barat laut dan makin ke arah selatan seirama dengan

(7)

meningkanya kedalaman yaitu 60 m, kecepatan arus berkisar antara 40 – 60 cm/s saat mendekati pasang. Saat mendekati pasang kecepatan arus melemah hingga 5 – 15 cm/s dengan arah barat sampai barat daya pada kedalaman 5 – 10 m. Sedangkan kedalaman 2,5 m arus menuju tenggara dengan kecepatan 40 cm/s, hal ini dimungkinkan akibat pengaruh angin pada musim barat.

Perairan Gugus Pulau Pari memiliki kisaran salinitas antara 31,43 0/00

sampai 31,75 0/00, saat air laut pasang dan 30,25 0/00 sampai 31,08 0/00 saat air laut

surut. Nilai besaran salinitas seperini ini masih tergolong normal untuk berbagai kehidupan biota laut. Sedangkan sempitnya kadar salinitas, diduga berhubungan erat dengan adanya pengaruh arus musim barat. Pada musim barat kondisi pengairan sangat dipengaruhi oleh massa dari laut Jawa yang sebelumnya mendapat masukan oleh massa air dari daratan Sumatera dan Kalimantan.

Suhu temperature air permukaan perairan Gugus Pari pada saat air pasang berkisar antara 28,03 0 C sampai 29,30 0c dan pada saat surut berkisar antara 29,20-30 0c. hal ini disebabkan adanya pengaruh gerak massa air laud an intensitas radiasi matahari.

Kecerahan air laut di perairan dalam Tubir dengan kedalaman 2,5 m- 5m saat pasang berkisar 1,25 m- 4,60 m dan saat surut berkisar 0,80 m- 3,10 m. sedangkan di luar Tubir, kedalaman 10 m – 15 m tingkat kecerahan cukup tinggi, mencapai 7,50 m-13,25 m. kondisi seperti ini dimungkinkan karena tingginya intensitas penyinaran matahari dan cerahnya kondisi cuaca saat pengamatan.

Kadar oksigen terlarut di perairan Gugus Pulau Pari berkisar antara 1, 12 – 8,67 ppm. Hasil pengukuran kadar oksigen ini berbeda pada bulan-bulan tertentu. Pada bulan Juli 1999 berkisar antara 4,5-7,3 ppm pada saat air pasang dan 4,05-7,1 ppm pada saar air surut yang bertepatan dengan musim timur. Bulan Oktober yang mewakili musim peralihan, rata-rata oksigen terlarut antara 4,73-8,67 ppm saat air pasang dan 4,5-7,1 ppm saat air surut. Sedangkan pada musim timur, yaitu bulan Februaru kadar ogksigen terlarut 1,12-8,34ppm saat air pasang dan 6.81-7,85 ppm saat air surut. Dari sini terlihat bahwa pada musim Timur dan peralihan saat air surut oksigen terlarut cenderung lebih rendah disbanding saat air pasang.

(8)

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penyusunan klasifikasi kemampuan lahan pulau dan pesisir untuk pengembangan wisata alam di daerah penelitian, digunakan metode observasi dengan menggunakan unit lahan sebagai suatu pengamatan terkecil dan sekaligus sebagai satuan pemetaan. Daerah pesisir yang dimaksud pada penelitian ini adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Batas darat meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, yang dicirikan oleh jenis vegetasi yang khas. Batas pesisir kea rah laut mencakup bagian/batas terluar dari paparan benua yang dicirikan adanya pengaruh alami yang terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar. Sumber data diperolleh dari hasil interpretasi citra penginderaan jauh dan dilengkapi dengan uji lapangan. Sedangkan manipulalsi data dilakukan secara manual dan analisis computer. Pada uraian berikut ini dikemukakan mengenai bahan yang digunakan, alat yang digunakan, jalannya penelitian dan kesulitan-kesulitan yang timbul dan pemecahannya dalam penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif eksploratif yaitu penelitian kualitatif yang berusaha menggali potensi lahan dan pesisir Pulau Pari dan kompleks gugus Pulau Pari untuk penentuan wisata alam. Pelaksanaan penelitian pada tanggal 16 sampai dengan 19 Juli 2009.

Bahan Yang Digunakan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Foto udara pankromatik hitam putih digunakan untuk pemetaan tutupan lahan bentuklahan, potensi kemampuan lahan untuk pengembangan wisata dan potensi sumber-sumber wisata alam.

2. Foto udara inframerah hitam putih digunakan untuk interpretasi sumber-sumber wisata alam, disamping itu juga untuk melengkapi unit lahan yang tidak terekam dalam foto udara pankromatik.

3. Citra Lamdsat-5 TM (Thematic Mapper) dan Citra Landsat-7 ETM digunakan untuk pemetaan tutupan lahan, beberapa unit lahan yang tidak tergambar dari

(9)

foto udara terekam oleh citra landsat ini seperti terumbu karang dan endapan sedimen

Bahan Pendukung Yang Digunakan

Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah : 1. Peta topografi skala 1 : 10.000

2. Peta geologi skala 1 : 10.000 dibuat oleh Verbeeck dan Van den Boss Tahun 1898.

3. Peta bathimetri skala 1 : 25.000 dibuat oleh DISHIDROS TNI AL

Peta topografi skala 1:10.000 terutama diperlukan untuk orientasi posisi daerah penelitian. Disamping hal tersebut digunakan untuk mempersiapkan peta dasar, sebagai kerangka pemasukan data dari hasil interpretasi citra penginderaan jauh. Dalam pemetaan perlu ditentukan titik-titik ikat dimana titik-titik ini nampak jelas baik pada citra maupun pada peta topografi. Dari peta topografi ini diambil nama-nama geografi, kontur ketinggian dianalisis menjadi peta klas lereng dengan cara mengkonversikan menjadi data kemiringan lereng. Peta geologi digunakan sebagai referensi dalam interpretasi citra dan dalam hal ini mengenai deliniasi bentuklahan dan penyebaran jenis batuan di permukaan daerah penelitian. Sedangkan peta bathimetri diperlukan sebagai referensi dalam interpretasi bathimetri di Gugus Pulau Pari.

Alat Yang Digunakan

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi 5 bagian yaitu :

1. Alat tulis dan gambar 2. Alat pengamatan foto udara 3. Pengamatan citra digital

4. Peralatan cek lapangan serta dokumentasi.

Alat tulis dan gambar; Peralatan ini digunakan untuk membuat laporan, mencatat. Echo Sounder digunakan untuk cek kedalaman perairan pesisir, sedangkan GPS (Global Positioning System) diperlukan untuk cek lokasi sampling.

(10)

Prosedur Pemetaan

Di dalam penelitian ini pemetaan klas kemampuan lahan mengacu pada prosedur :

a. Deliniasi perbatasan unit lahan sesuai dengan hasil overlay bentuklahan, lereng dan penggunaan lahan;

b. Sistem klasifikasi untuk menentukan peringkat klas kemampuan lahan untuk wisata alam dan meneentukan symbol subklas/obyek wisata yang mendiskripsikan tipe aktivitas wisata alam;

Sebanyak empat symbol, satu symbol numeric yang menunjukkan klas dan tiga symbol alphabetic yang menunjukkan subklas wisata alam; Contoh : 1 – ABB. Artinya : Lahan berkemampuan utamanya pantai dan prioitas kedua untuk boating dan peninjauan kehidupan pantai.

Sistem klasifikasi digunakan untuk menggambarkan kemampuan lahan untuk kegiatan wisata alam.

Ada dua tipe klasifikasi yaitu :

a. Klasifikasi lahan untuk pengembangan sarana wisata alam

b. Klasifikasi subklas sumber yang menggambarkan tipe sumber-sumber wisata alam.

Pembobotan kemampuan lahan ditentukan dengan notasi angka romawi, sedangkan untuk subklas sumber wisata alam digunakan notasi huruf. Pada setiap unit lahan diadakan penilaian kemampuan lahan untuk pengembangan wisata alam. Pada penelitian ini digunakan metode pembobotan (‘skor’) pada masing-masing variable, sedangkan rentang skor ditentukan oleh jenis variabel sehingga ada perbedaan pada masing-masing variabel tersebut.

Untuk mendapatkan peringkat klas kemampuan lahan maka semua variabel dinilai/skor selanjutnya dilakukan penjumlahan dan akan diperoleh total skor tertinggi dan terendah. Total skor tertinggi dikurangi jumlah variabel yang dinilai dibagi dengan jumlah klas maka diperoleh interval klas kemampuan lahan untuk pengembangan wisata alam.

(11)

Klasifikasi Kemampuan Lahan Untuk Pengembangan Sarana Wisata Alam Pada penelitian ini penilaian klas kemampuan lahan pada masing-masing klas ditentukan dengan pembobotan dari variable yang digunakan sebagai berikut: Tabel 3.1 Klas dan Kriteria Bentuk Lahan

Harkat Klas Keterangan

4 Sangat baik Dataran alluvial

3 Baik Gisik, rataan terumbu

2 Sedang Bentuk lahan denudasional terkikis sedang

1 kurang Bentuk lahan denudasional terkikis kuat, tebing terjal

Sumber : Suryadi (1995) Dan Modifikasi

Tabel 3.2 Klas dan Kriteria Penutup Lahan Untuk Bangunan Sarana Wisata

Harkat Klas Keterangan

4 Sangat baik Lahan terbuka dan timbunan pantai

3 Baik Lahan pertanian/perkebunan

2 Sedang Lahan terbangun

1 kurang Hutan

Sumber : Suryadi (1995) Dan Modifikasi

Tabel 3.3 Klas dan Kriteria Ketersediaan Air Permukaan

Harkat Klas Keterangan

4 Sangat baik 50

3 Baik 300 - 50

2 Sedang 100 - 300

1 kurang < 100

Sumber : Suryadi (1995) Dan Modifikasi

Tabel 3.4 Klas dan Kriteria Kemiringan Lereng Dan Besar Sudut Lereng Harkat Klas K r i t e r i a

Kemiringan lereng Besar sudut lereng

5 Sangat baik Datar 0 - 7 %

4 Baik Landai – agak miring 8 - 15 % 3 Sedang Miring – agak terjal 16 - 25 %

2 Jelek Terjal 26 - 45 %

1 Sangat jelek Terjal – sangat terjal > 45 % Sumber : Zuidam Dan Concelado (1979) Dan Modifikasi

(12)

Tabel 3.5 Klas dan Kriteria Kedalaman Batu Padu

Harkat Klas Kriteria

5 Sangat baik Kedalaman batu padu < 50 cm 4 Baik Kedalaman batu padu 50 - 100 cm 3 Sedang Kedalaman batu padu 100 - 150 cm 2 Jelek Kedalaman batu padu 150 - 200 cm 1 Sangat jelek Kedalaman batu padu > 200 cm Sumber : Zuidam Dan Concelado (1979)

Tabel 3.6 Klas dan Kriteria Tingkat Pelapukan Batuan

Harkat Klas Kriteria

5 Sangat baik Segar, tidak nampak tanda pelapukan, batu sesegar Kristal, beberapa diskontinuitas kadang-kadang tenoda

4 Baik Lapuk ringan, pelapukan hanya terjadi pada diskontinuitas terbuka yang menimbulkan perubahan warna dapat mencapai 1 cm dari permukaan diskontinuitas

3 Sedang Lapuk sedang, sebagian besar batuan berubah warna, sebelum lapuk (kecuali batu sedimen yang tersemen dengan baik), diskontinuitas ternoda/terisi batuan lapuk

2 Jelek Lapuk kuat, pelapukan meluas ke seluruh massa batuan, sebagian massa lapuk, batu tidak mengkilat, seluruh batu berubah warna, mudah digali dengan palu geologi

1 Sangat jelek Lapuk, seluh batu berubah warna dan lapuk, kenampakan luas seperti tanah

Sumber : Bieniawski (1973) Dalam Pangluar Dan Nugroho (1980) Tabel 3.7 Material Permukaan

Harkat Klas Kriteria

5 Sangat baik Gravel dan tanah-tanah bergravel 4 Baik Pasir dan tanah-tanah berpasir

3 Sedang Debu dan lempung (0,002 – 0,06 mm) 2 Jelek Debu dan lempung (< 0,002 mm) 1 Sangat jelek Tanah-tanah organic dan batuan induk Sumber : Suharsono (1983) Modifikasi Dari Rengers (1981)

(13)

Tabel 3.8 Klas dan Kriteria Tingkat Erosi

Harkat Klas Kriteria

5 Sangat baik Tidak ada kenampakan erosi

4 Baik Kenampakan erosi ringan

3 Sedang Kenampakan erosi sedang

2 Jelek Kenampakan erosi berat

1 Sangat jelek Kenampakan erosi sangat berat Sumber : Zuidam Dan Concelado (1979)

Tabel 3.9 Klasifikasi Drainase Permukaan

Harkat Klas Kriteria

5 Sangat baik Lahan selalu kering dengan drainase sangat baik tidak pernah tergenang

4 Baik Lahan dengan drainase baik, sekalipun habis turun hujan, tanpa genangan

3 Sedang Lahan dengan drainase agak baik dengan sedikit terpengaruh oleh air tanah dangkal dan banjir 2 Jelek Lahan dengan sedikit masalah drainase tergenang

sementara setelah turun hujan atau naiknya air tanah

1 Sangat jelek Lahan selalu tergenang Sumber : Suharsono (1983) Modifikasi Dari Rengers (1981) Tabel 3.10 Klasifikasi Kedalaman Air Tanah

Harkat Klas Kriteria

5 Sangat baik Kedalaman muka air tanah > 3,5 m 4 Baik Kedalaman muka air tanah 3,5 - 2,5 m 3 Sedang Kedalaman muka air tanah 2,5 - 1,5 m 2 Jelek Kedalaman muka air tanah 1,5 - 0,5 m 1 Sangat jelek Kedalaman muka air tanah < 0,5 m Sumber : Matula (1981) Dan Rib (1975) dengan modifikasi

Tabel 3.11 Permasalahan Akses

Harkat Klas Kriteria

6 Sangat ringan Tidak masalah untuk pengembangan wisata 5 Ringan Sedikit masalah utuk pengembangan wisata 4 Agak ringan Ada masalah ringan untuk pengembangan wisata 3 Sedang Ada beberapa masalah untuk pengembangan wisata 2 Agak bermasalah Ada masalah berat untuk pengembangan wisata 1 Sangat bermasalah Ada masalah sangat berat untuk pengembangan

wisata

Sumber : Ministry Of Planning And Development Goverment Of Trinidad And Tobago (1974)

(14)

Tabel 3.12 Klasifikasi Kualitas Air Laut

Harkat Klas Kriteria

6 Sangat baik Jernih, tanpa polusi

5 Baik Jernih, tanpa resiko kesehatan

4 sedang Agak keruh, tanpa resiko kesehatan 3 Agak jelek Keruh, tanpa resiko kesehatan

2 jelek Sedikit polusi

1 Sangat jelek Ada polusi

Sumber : Ministry Of Planning And Development Goverment Of Trinidad And Tobago (1974)

Tabel 3.13 Klasifikasi Resiko Khusus

Harkat Klas Kriteria

6 Ringan sekali Tidak ada bahaya arus, gelombang < 0,25 m 5 Agak ringan Tidak ada bahaya arus, gelombang 0,25 - 0,50 m 4 Ringan Tidak ada bahaya arus, gelombang 0,50 - 0,75 m 3 Agak bahaya Kadang-kadang ada bahaya arus, gelombang 0,75

- 1,50 m

2 Bahaya Sering terjadi bahaya arus, gelombang 1,5 - 2,0 m 1 Sangat bahaya Selalu terjadi bahaya arus, gelombang ≥ 2,0 m Sumber : Ministry Of Planning And Development Goverment Of Trinidad And

Tobago (1974)

Tabel 3.14 Klasifikasi Gradient Pantai Basah Untuk Sarana Wisata Air

Harkat Klas Criteria

6 Sangat baik 5 - 8 % 5 Baik 2 - 5 % dan 8 - 10 % 4 Agak baik 10 - 12 % 3 Sedang < 2 % dan 10 - 12 % 2 Jelek 12 - 15 % 1 Sangat jelek > 15 %

Sumber : Ministry Of Planning And Development Goverment Of Trinidad And Tobago (1974)

Tabel 3.15 Klasifikasi Material Pantai Untuk Sarana Wisata Air

Harkat Klas Kriteria

6 Sangat baik Ukuran butir 0,25 - 0,50 mm 5 Baik Ukuran butir 0,50 - 4,00 mm 4 Agak baik Ukuran butir 4,00 - 64,00 mm 3 Sedang Ukuran butir 64,00 - 256,00 mm 2 Jelek Ukuran butir > 256 mm dan < 0,25 mm 1 Sangat jelek Bolder batuan tajam

Sumber : Ministry Of Planning And Development Goverment Of Trinidad And Tobago (1974)

(15)

Tabel 3.16 Klasifikasi Areal Pengembangan/Backshore

Harkat Klas Kriteria

6 Sangat baik Banyak bolder, luas > 25 ha 5 Baik Tertutup tanah tipis, luas 15 - 25 ha 4 Agak baik Batuan ekstensif, luas 10 - 15 ha 3 Sedang Dune tidak stabil, luas 5 - 10 ha 2 Agak jelek < 50 % tertutup krikil, bolder, luas < 5 ha 1 Sangat jelek > 50 % tertutup krikil, bolder, luas < 5 ha Sumber : Ministry Of Planning And Development Goverment Of Trinidad And

Tobago (1974)

Total skor tertinggi 83, skor terendah 16, jumlah klas yang digunakan sebagai penilaian 7, maka diperoleh rentang skor : (83-16) : 7 = 9,5 (dibulatkan menjadi 9) maka nilai diperoleh 7 klas kemampuan lahan.

Tabel 3.17 Klas Kemampuan Lahan Pesisir untuk Penyediaan Sarana Wisata Alam

Harkat Nilai Kriteria

I > 73 Sangat tinggi

II 64 - 73 Tinggi

III 55 - 64 Agak tinggi

IV 46 - 55 Sedang

V 37 - 46 Agak rendah

VI 28 - 37 Rendah

VII 16 - 28 Sangat rendah

Pembobotan Sumber-Sumber Wisata Alam

Sumber-sumber wisata alam yang dinilai pada penelitian ini adalah : 1. Vegetasi (E)

2. Fun Beach (I)

3. Panorama Bawah Laut (N) 4. Snorkling (O) 5. Swimming (P) 6. Boating (Q) 7. Selancar (S) 8. Kanno (T) 9. Pemancingan (U) 10. Scuba Diving (V)

(16)

Subklas sumber yang menggambarkan tipe sumber-sumber wisata alam juga diklasifikasikakn dengan pembobotan pada masing-masing sumber dan variabel yang dinilai dan dituangkan dalam tabel berikut ini.

Subklas Vegetasi (E)

Tabel 3.36 Klasifikasi Kelimpahan Rumput Laut Nilai Kelas Keterangan

3 Baik Sangat melimpah, tutupan rumput laut 60 – 100 % 2 Sedang Melimpah, tutupan rumput laut 20 – 60 %

1 Kurang Kurang melimpah, tutupan rumput laut < 20 % Tabel 3.37 Klasifikasi Kelimpahan Seagrass

Nilai Kelas Keterangan

3 Baik Sangat melimpah, tutupan sea gres 60 – 100 % 2 Sedang Melimpah, tutupan sea gres 20 – 60 %

1 Kurang Kurang melimpah, tutupan sea gres < 20 % Tabel 3.38 Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove

Nilai kelas Keterangan

3 Baik > 300 pohon/ha

2 Sedang 200 – 300 pohon/ha

1 Kurang < 200 pohon/ha

Tabel 3.39 Total Subklas Vegetasi (E) Nilai Klas

6 – 9 Baik 4 – 6 Sedang < 4 Kurang

Sumber : Sorensen 1984 dan Modifikasi Subklas Fun Beach (I)

Tabel 3.46 Klasifikasi Material Dasar Pantai

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Pasir, pasir kerikil, kerikil

2 Sedang Pasir, pasir kerikil, krikil, lumpur 1 Kurang Lumpur, kerikil, bolder

Tabel 3.47 Klasifikasi Kedalaman Air Nilai kelas Keterangan

3 Baik 0,5 m – 1,5 m

2 Sedang 1 m – 2 m

(17)

Tabel 3.48 Klasifikasi Kualitas Air Nilai Kelas Keterangan

3 Baik Tanpa polusi

2 Sedang Tanpa resiko kesehatan

1 Kurang Polusi

Tabel 3.49 Klasifikasi Kelandaian Pantai Basah Nilai kelas Keterangan

3 Baik 2 – 3 %

2 Sedang 8 – 15 %

1 Kurang > 15 %

Tabel 3.50 Klasifikasi Areal Pantai Basah Nilai kelas Keterangan 3 Baik > 10 Ha

2 Sedang 5 – 10 Ha

1 Kurang < 5 Ha

Tabel 3.51 Total Nilai Subklas Fun Beach (I) Nilai Klas

12 – 15 Baik 8 – 12 Sedang < 8 Kurang

Sumber : Ministry Of Planning And Development Government Of Tridad And Tobago 1974

Subklas Panorama Bawah Laut (N)

Tabel 3.68 Klasifikasi Kehidupan Bawah Laut Nilai kelas Keterangan

3 Baik Aneka jenis karang dan ikan hias 2 Sedang Ada karang dan ikan hias

1 Kurang Tidak ada karang

Tabel 3.69 Klasifikasi Tutupan Terumbu Karang Nilai kelas Keterangan

3 Baik Tutupan terumbu karang > 80 % 2 Sedang Tutupan terumbu karang 50 – 80 % 1 Kurang Tutupan terumbu karang < 50 % Tabel 3.70 Klasifikasi Gelombang

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Gelombang < 0,25 m 2 Sedang Gelombang 0,25 – 0,50 m 1 Kurang Gelombang > 0,50 m

(18)

Tabel 3.71 Klasifikasi Kondisi Arus Nilai Kelas Keterangan

3 Baik Kecepatan arus < 5 cm/detik 2 Sedang Kecepatan arus 5 – 25 cm/detik 1 Kurang Kecepatan arus > 25 cm/detik Tabel 3.72 Klasifikasi Kecerahan Air Laut

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kecerahan air laut > 20 m 2 Sedang Kecerahan air laut 10 – 20 m 1 Kurang Kecerahan air laut < 10 m Tabel 3.73 Klasifikasi Pencemaran Air Laut Nilai Kelas Keterangan

3 Baik Tidak ada pencemaran

2 Sedang Pencemaran tidak membahayakan 1 Kurang Tercemar dan membahayakan Tabel 3.74 Total Subklas Panorama Bawah Laut (N) Nilai Klas

15 – 18 Baik 12 – 15 Sedang < 12 Kurang

Sumber : SUTARNA 1989 dan BSDL 1992 Subklas Snorkling (O)

Tabel 3.75 Klasifikasi Kualitas Air Nilai Kelas Keterangan

3 Baik Tidak ada zat pencemar 2 Sedang Sedikit ada zat pencemar 1 Kurang Ada zat pencemar

Tabel 3.76 Klasifikasi Kedalaman Air

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kedalaman 5 – 20 m

2 Sedang Kedalaman 2 – 25 m

1 Kurang Kedalaman > 25 m

Tabel 3.77 Klasifikasi Kecerahan Air Laut

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kecerahan > 20 m

2 Sedang Kecerahan 10 – 20 m

(19)

Tabel 3.78 Klasifikasi Suhu Air Nilai Kelas Keterangan 3 Baik Suhu 27 – 32o c 2 Sedang Suhu 20 – 27o c 1 Kurang Suhu < 28o c, > 32o c Tabel 3.79 Klasifikasi Salinitas Air Laut Nilai Kelas Keterangan

3 Baik Salinitas 30 – 39 o/oo

2 Sedang Salinitas 28 – 30 o/oo

1 Kurang Salinitas < 28 o/oo dan > 34 o/oo

Tabel 3.80 Klasifikasi Kadar Oksigen Nilai kelas Keterangan

3 Baik 5 – 7 ppm

2 Sedang 4 – 5 ppm

1 Kurang < 4 ppm Tabel 3.81 Klasifikasi Terumbu Karang Nilai kelas Keterangan

3 Baik Beraneka jenis terumbu karang 2 Sedang Terdapat terumbu karang 1 Kurang Tidak ada terumbu karang Tabel 3.82 Total Nilai Subklas Snorkling (O) Nilai Klas 17 – 21 Baik 13 – 17 Sedang < 13 Kurang Sumber : BSDL 1992 Subklas Swimming (P)

Tabel 3.83 Klasifikasi kwalitas air

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Tanpa zat pencemar

2 Sedang Tanpa resiko kesehatan

1 Kurang Agak tercemar

Tabel 3.84 Klasifikasi kedalaman air

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kedalaman air > 1 – 5 m

2 Sedang Kedalaman air 2 – 10 m

(20)

Tabel 3.85 Klasifikasi kecerahan air laut

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kecerahan > 20 m

2 Sedang Kecerahan 10 – 20 m

1 Kurang Kecerahan < 10 m

Tabel 3.86 Klasifikasi suhu air

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Suhu 27 – 32oc

2 Sedang Suhu 20 – 27oc

1 Kurang Suhu < 20 oc, > 32oc Tabel 3.87 Klasifikasi tutupan terumbu karang

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Tutupan terumbu karang > 50 % 2 Sedang Tutupan terumbu karang 10 – 50 % 1 Kurang Tutupan terumbu karang < 10 % Tabel 3.88 Total Nilai Subklas Swimming (P)

Nilai Klas 12 – 15 Baik 8 – 12 Sedang < 8 Kurang

Sumber : Ministry Of Planning And Development Government Of Tridad And Tobago 1974

Subklas Boating (Q) Tabel 3.89 Klasifikasi arus

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kecepatan arus < 5 cm/detik 2 Sedang Kecepatan arus 5 – 20 cm/detik 1 Kurang Kecepatan arus > 20 cm/detik Tabel 3.90 Klasifikasi gelombang

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Tinggi gelombang < 0,25 m 2 Sedang Tinggi gelombang 0,25 – 0,50 m 1 Kurang Gelombang > 0,50 m

(21)

Tabel 3.91 Klasifikasi kecerahan air laut Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kecerahan air > 20 m 2 Sedang Kecerahan air 10 – 20 m 1 Kurang Kecerahan air < 10 m Tabel 3.92 Klasifikasi kedalaman air laut Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kedalaman air > 5 – 20 m 2 Sedang Kedalaman air 5 – 25 m 1 Kurang Kedalaman air < 2 m, > 25 m Tabel 3.93 Total Nilai Subklas Boating (Q)

Nilai Klas 9 – 12 Baik 6 – 9 Sedang 4 – 6 Kurang

Sumber : Sorensen 1984 Dan Bsdl 1993 Subklas Sky (R)

Tabel 3.94 Klasifikasi Gelombang Nilai kelas Keterangan

3 Baik Tinggi gelombang > 0,50 m 2 Sedang Tinggi gelombang 0,25 – 0,50 m 1 Kurang Tinggi gelombang < 0,25 m Tabel 3.95 Klasifikasi Kecepatan Angin

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kecepatan angin 15 – 20 knot 2 Sedang Kecepatan angin 10 – 15 knot

1 Kurang Kecepatan angin < 10 knot, > 20 knot Tabel 3.96 Klasififkasi Kecerahan Air Laut

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kecerahan > 20 m

2 Sedang Kecerahan 10 - 20 m

1 Kurang Kecerahan < 10 m

Tabel 3.97 Klasifikasi Kecepatan Arus

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kecepatan arus < 5 cm/detik 2 Sedang Kecepatan arus 5 – 20 cm/detik 1 Kurang Kecepatan arus > 20 cm/detik

(22)

Tabel 3.98 Klasifikasi Kedalaman Air Laut

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kedalaman air > 5 – 20 m

2 Sedang Kedalaman air 2 – 25 m

1 Kurang Kedalaman air < 2 m, > 25 m Tabel 3.99 Total Nilai Subklas Sky (R)

Nilai Klas 12 – 15 Baik 9 – 12 Sedang 5 – 8 Kurang Sumber : Sorensen 1984 Subklas Selancar (S)

Tabel 3.100 Klasifikasi Kecepatan Angin Nilai kelas Keterangan

3 Baik Keceptan angin 10 – 20 knot/jam 2 Sedang Kecepatan angin 5 – 15 knot/jam

1 Kurang Kecepatan angin < 5 knot/jam dan > 20 knot/jam Tabel 3.101 Klasifikasi Gelombang Laut

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Tinggi gelombang < 0,25 m 2 Sedang Tinggi gelombang 0,25 – o,50 m 1 Kurang Tinggi gelombang > 0,50 m Tabel 3.102 Klasifikasi Arus

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kecepatan arus < 5 cm/detik 2 Sedang Kecepatan arus 5 – 20 cm/detik 1 Kurang Kecepatan arus > 20 cm/detik Tabel 3.103 Klasifikasi Kecerahan Air Laut

Nilai kelas Keterangan 3 Baik Kecerahan > 20 m 2 Sedang Kecerahan 10 – 20 m 1 Kurang Kecerahan < 10 m Tabel 3.104 Total Nilai Subklas Selancar (S) Nilai Klas

9 – 12 Baik 6 – 9 Sedang 4 – 6 Kurang Sumber : Sorensen 1984

(23)

Subklas Kanno (T)

Tabel 3.105 Klasifikasi Arus

Nilai Kelas Keterangan

3 Baik Kecepatan arus < 5 cm/detik 2 Sedang Kecepatan arus 5 – 20 cm/detik 1 Kurang Kecepatan arus > 20 cm/detik Tabel 3.106 Klasifikasi Gelombang

Nilai Kelas Keterangan

3 Baik Tinggi gelombang < 0,25 m 2 Sedang Tinggi gelombang 0,25 – o,50 m 1 Kurang Tinggi gelombang > 0,50 m Tabel 3.107 Klasifikasi Kecepatan Angin

Nilai Kelas Keterangan

3 Baik Keceptan angin < 5 knot/jam 2 Sedang Kecepatan angin 5 – 15 knot/jam 1 Kurang Kecepatan angin > 15 knot/jam Tabel 3.107 Klasifikasi Kedalaman Air

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kedalaman air 5 – 20 m

2 Sedang Kedalaman air 2 – 5 m

1 Kurang Kedalaman air < 1 m Tabel 3.108 Total Nilai Subklas Kanno (T)

Nilai Klas 9 – 12 Baik 6 – 9 Sedang 4 – 6 Kurang

Sumber : SORENSEN 1984 Subklas Pemancingan (U)

Tabel 3.109 Klasifikasi Populasi Ikan

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Banyak terumbu karang, mangrove, muara sungai 2 Sedang Terdapat terumbu karang, mangrove, muara sungai 1 Kurang Tidak ada terumbu karang, mangrove, muara

sungai Tabel 3.110 Klasifikasi Kemiringan Lereng

Nilai kelas Keterangan

3 Baik kemiringan > 15 %

2 Sedang Kemiringan 8 – 15 %

(24)

Tabel 3.111 Klasifikasi Kemudahan Mencapai Lokasi

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Dapat dijangkau tanpa kesulitan dari darat dan laut 2 Sedang Dapat dijangkau sedikit kesulitan dari darat dan

laut

1 Kurang Hanya dapat dicapai dari laut Tabel 3.112 Total Nilai Subklas Pemancingan (U)

Nilai Klas 9 – 12 Baik 6 – 9 Sedang 4 – 6 Kurang

Sumber : Ministry Of Planning And Development Government Of Tridad And Tobago 1974

Subklas Scuba Diving (V) Tabel 3.113 Klasifikasi Arus

Nilai Kelas Keterangan

3 Baik Kecepatan arus < 5 cm/detik 2 Sedang Kecepatan arus 5 – 20 cm/detik 1 Kurang Kecepatan arus > 20 cm/detik Tabel 3.114 Klasifikasi Gelombang

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Tinggi gelombang < 0,25 m 2 Sedang Tinggi gelombang 0,25 – o,50 m 1 Kurang Tinggi gelombang > 0,50 m Tabel 3.115 Klasifikasi Kwalitas Air

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Tanpa zat pencemar

2 Sedang Tanpa resiko kesehatan

1 Kurang Agak tercemar

Tabel 3.116 Klasifikasi kedalaman air

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Kedalaman air > 5 – 20 m

2 Sedang Kedalaman air 2 – 25 m

(25)

Tabel 3.117 Klasifikasi panorama bawah laut

Nilai kelas Keterangan

3 Baik Beraneka jenis terumbu karang

2 Sedang Terdapat terumbu karang

1 Kurang Tidak ada terumbu karang

Tabel 3.118 Total Nilai Subklas Scuba Diving (V) Nilai Klas

12 – 15 Baik 8 – 12 Sedang < 8 Kurang

Sumber : Ministry Of Planning And Development Government Of Tridad And Tobago 1974

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data menggunakan teknik deskriptif kualitatif dengan tahapan sebagai berikut:

1. Klasifikasi data

a. Scoring sesuai dengan 10 jenis parameter kecocokan lahan untuk penentuan wisata alam sebagai berikut: Fun Beach, snorkeling, Swimming, Scubadiving, Fishing, Surfing, Boating, Caonoing, Panorama, Bawah laut, Vegetasi

2. Penentuan lahan sebagai wisata alam.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Dari klasifikasi data hasil observasi diperoleh scoring sebagai berikut: 1. Fun beach (I)

a. Materi dasar : 3 b. Kedalaman air : 3 c. Kualitas air : 3 d. Kelandaian pantai : 3 e. Areal pantai basah : 3

(26)

2. Snorkling (O) a. Kualitas air : 2 b. Kedalaman air : 3 c. Kecerahan : 2 d. Suhu air (280) : 3 e. Salinitas (31,2/mil) : 3 f. Kadar oksigen (4,5-7,3 ppm): 3 g. Terumbu karang : 3 Total : 19 (baik) 3. Swimming (P) a. Kualitas air : 2 b. Kedalaman air : 1 c. Kecerahan : 2 d. Suhu air : 3 e. Tutupan terumbu karang: 3

Total : 11 (sedang) 4. Scuba diving (V) a. Kecepatan arus (10-20 cm/s): 2 b. Geombang (0,25-0,3) : 2 c. Kualitas air : 2 d. Kedalaman air : 2 e. Panorama : 3 Total : 11 (sedang) 5. Fishing (U)

a. Populasi ikan (terumbu karang dan mangrove): 3 b. Kemiringan (400 = 20%) : 3

c. Akses: 3 Total: 9 (baik) 6. Surfing (S)

a. Kecepatan angin (syarat 10-20 km/jam): 3 b. Gelombang: 1

(27)

d. Kecerahan: 2

Total: 8 (sedang/tidak bisa) 7. Boating (Q) a. Arus: 2 b. Gelombang: 3 c. Kecerahan: 2 d. Kedalaman: 2 Total: 9 (baik) 8. Canoing (T) a. Arus: 2 b. Gelombang: 3

c. Kecepatan angin (14,5 knot/jam): 2 d. Kedalaman air: 2

Total: 9 (baik) 9. Deep Sea Scenery (N)

a. Kehidupan bawah laut: 3

b. Tutupan terumbu karang (>80%): 3 c. Gelombang: 2 d. Arus (5-20 cm/s): 2 e. Kecerahan (16 m): 3 f. Pencemaran: 2 Total: 15 (baik) 10. Vegetasi (E) e. Rumput laut: 3 f. Seagrass: 3 g. Mangrove: 1 Total: 7 (baik) Pembahasan

Dari hasil scoring parameter kecocokan lahan dan pesisir di kepulauan Pari dapat diperoleh hasil bahwa wilayah tersebut dapat digunakan sebagai potensi pengembangan wisata. Beberapa parameter tersebut adalah:

(28)

1. Fun Beach (Rekreasi Pantai)

Potensi wisata pantainya baik dan sangat memenuhi standar. Hal ini berarti untuk pengembangan wisata bahari keluarga yang menjanjikan.

2. Snorkling

Indahnya panorama bawah laut membuat wilayah gugusan pulau Pari sangat menarik dan baik untuk pengembangan wisata.

3. Swimming (Renang)

Di areal pantai, dapat dijadikan tempat berenang yang baik. Sedangkan laut lepasnya kurang baik atau sedang saja. Hal ini karena kedalaman laut cukup besar sehingga kurang cocok untuk wisata swimming.

4. Scuba Diving (Menyelam)

Pengembangan wisata ini kurang baik karena kurang memenuhi syarat parameternya. Hal ini disebabkan karena adanya pencemaran air yang terjadi sehingga mengurangi kualitas air tersebut.

5. Fishing (Mancing)

Untuk pengembangan wisata pemancingan di Gugus Pulau Pari sangat baik karena memiliki keanekaragaman ikan laut yang mempesona.

6. Surfing (Selancar)

Untuk arena selancar diperlukan tinggi gelombang laut dan kecepatan angin yang lebih besar. Hal ini kurang dimiliki oleh gugusan pulau Pari sehingga termasuk kategori sedang.

7. Boating (Berperahu)

Sebagai arena wisata tersebut, wilayah ini memiliki ombak yang sedang dan kecepatan angin yang cukup. Ini berarti baik dan cocok untuk pengembangan wisata boating

8. Canoing (Berperahu Kano)

Wilayah tersebut sangat cocok untuk areal wisata, karea ketinggian ombaknya dan kecepatan arusnya sedang. Sehingga sangat baik untuk wisata kano.

9. Surfing (Panorama Bawah Laut)

Keanekaragaman terumbu karang di bawah laut lepas sangat indah dan cocok untuk pengembangan wisata ini.

(29)

10. Vegetasi

Keanekaragaman hayati yang tumbuh di kepulauan Pari sangat menarik dan cocok sebagai pengembangan wisata vegetasi pantai.

Sepuluh parameter tersebut menunjukkan adanya tingkat kecocokan skor baik ada tujuh item dan skor sedang tiga item. Berarti lahan dan pesisir pulau Pari cocok unuk pengembangan wisata bahari.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan 10 jenis scoring parameter kecocokan lahan untuk penentuan wisata alam diperoleh gambaran, ada tujuh parameter dinyatakan memenuhi criteria baik dan tiga parameter dinyatakan memenuhi criteria sedang.

Saran

1. Pemerintah perlu menindaklanjuti hasil penelitian ini untuk menjadikan gugusan Pulau Pari sebagai salah satu objek wisata.

(30)

DAFTAR REFERENSI

Adipandang.Y. 2004. Perubahan Unit-Unit Morfologi Terumbu Karang Kompleks Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Thesis Universitas Indonesia. Jakarta

Anugerah Nontji 2004. Upaya Anak Bangsa dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Lestari Terumbu Karang. COREMAP-P2O LIPI. Jakarta Balitbang Sumberdaya Laut, 1992. Laporan Proyek Penelitian dan

Pengembangan Sumberdaya Laut Perairan Nusantara Bagian Timur. Tahun Anggaran 1991/1992. Ed. Hermanto. LIPI Ambon

Balitbang Sumberdaya Laut, 1993. Laporan Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut Perairan Nusantara Bagian Timur. Tahun Anggaran 1991/1992. Ed. Hermanto. LIPI Ambon

Bird, Eric. C. F. 1970. Coast. An Introduction To Systematic Geomorphology. The MIT. Press, Massachusets

Departemen Pariwisata Pos Dan Telekomunikasi, 1992. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Maluku. Laporan Akhir Buku Analisis dan Rencana PT. Asama Wisata Consulting Eng. Jakarta

Departemen Pariwisata Pos Dan Telekomunikasi, 2002. Pariwisata Pos dan Telekomunikasi dalam Angka. Jakarta

Estes. R. 1985. Remote Singsing Fundamentals. In : The Suevaillant Science Remote Singsing of The Environment. R. K. Holz : Ed Jhon Wiley and Sons, New York

Hermanto. B. 1991. Analisis Geomorfologi Untuk Evaluasi Kemampuan Lahan di Kawasan Pesisir Kepulauan Aru, Maluku Tenggara. Dalam : Perairan Maluku Tenggara Vol. 1. BALITBANG Sumberdaya Laut LIPI. Ambon Hermanto. B. 1997. Aplikasi Teknik Pengindraan Jauh Untuk Kajian Potensi

Wisata Alam Daerah Pesisir Pulau Ambon, Maluku. Thesis Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Hermanto. B. dan Yeti D. 2006. Evalusi Potensi Sumberdaya Alam Laut Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu. UPT LPKSDMO Pulau Pari. P2O LIPI. Jakarta

Kannet. J. P. 1975. Marine Geology. Prentice-Hall. Inc. Engle Wood Cliffs, London

Kantor Negara Kependudukan Dan Lingkungan Hidup. 1984. Bahan Penyusun RPP Baku Mutu Air Laut Untuk Mandi, Renang, Biota Laut dan Budidaya Laut. Hasil Lokakarya Baku Mutu Air Laut. Bogor

(31)

Liliesand, t. M. and Kiefer R. W. 1987. Remote Singsing and Image Interpretation. JohnWiley and Sons. New York

Malingreau, J. P. and Cristian R, 1982. A Landcover Landuse Classification for Indonesia. Puspic-UGM BAKOSURTANAL. Yogyakarta

Michael O’donoghue,1979. Gemmes Ef Minerauk Editions Ahass, a, Paris

Ministry Of Planning And Development Government Of Trinidad And Tobago, 1974. Land Capability Classification for Recreation. Trinidad. Anatobago. Pangular dan Nugroho, 1980. Batuan, Batu dan Tanah, Beberapa Klasifikasi

dalam Geologi Teknik. Kertas Kerja dalam Pertemuan Ilmiah Tahun IX. Ikatan Ahli Geologi Indonesia. Yogyakarta

PUSLITBANG OSEANOLOGI – LIPI 1996. Pengenalan Jenis – Jenis Rumput Laut Indonesia. Ed. W. S. Atmaja, A. Kadi, Sulistijo, Rahmaniar Satari. Jakarta.

SMITH. S. L. J. 1983. Recreation Geography. Longman. London

SORENSEN. J. C. 1984. Institutional Arrangement for Management of Coastal Resources in Columbia. Research Planning Institute Inc. Columbia. USA SOEMODIHARDJO,S.dkk, 1992. Oseanologi di Indonesia, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Oseanologi LIPI, Jakarta.

SUMMERFIELD, M. A. 1991. Global Geomorphology. Pra. By Longman Singapore Pub. (Pte). Ltd. Prt. Singapore

SUNARTO 1989. Prospek Kepariwisataan Pantai Sadeng Gunung Kidul, Ditinjau dari Aspek Geomorfologi. Fakultas Geografi, UGM, Yogyakarta SURATMAN WORO and TUKIDAL. Y, 1988. Geomorphologycal Analisis for

Assement of Coastal Recreation Site in Coastal Area of Trisik Kulon Progo, Yogyakarta. The Indonesian Journal of Geography. Vol. 18

SURYADI, M. 1995. Aplikasi Foto Udara Infra Merah Berwarna Semu Untuk Kajian Pengembangan Kepariwisataan di Kecamatan Tejakup, Kabupaten Bulekeng Bali. Thesis Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

US ARMY COASTAL ENGINEERING RESEARCH CENTER, 1975. Shore Protection Manual. Government Printing Officer. Washington DC, USA UPT LPKSDMO PULAU PARI, 2008. Laporan Proyek Penelitian Evaluasi

Status Ekositem dan Sumberdaya Hayati Laut di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Tahun Anggaran 2007/2008. P20 LIPI. Jakarta

Gambar

Foto udara yang digunakan adalalh jenis pankromatik hitam putih skala 1 :  100.000 tahun 1982 dan foto udara jenis inframerah hitam putih skala 1 : 10.000  tahun  1984
Gambar 1. Wilayah Penelitian Kompleks Gugus Pulau Pari
Tabel 3.1 Klas dan Kriteria Bentuk Lahan
Tabel 3.8 Klas dan Kriteria Tingkat Erosi
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kelebihan metode analisis SVD dalam menyelesaikan sistem persamaan linear yaitu, solusi dari sistem persamaan linear tetap dapat dicari meskipun sistem persamaan

Pada penelitian kali ini, dapat dilihat bahwa, sikap seorang user dalam menggunakan suatu aplikasi pada pekerjaannya hanya dipengaruhi oleh dari manfaat aplikasi (PU) tersebut

Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD) Terkecil dan Terbesar Simulasi satu (1) perKecamatan Kabupaten Dairi Tahun 2010 .... Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini. © Desi Ermayani 2016

Bahkan, dengan peran pemerintah yang sangat dominan, badan perwakilan rakyat dan partai politik tidak berfungsi dengan baik dan lebih merupakan alat

Dari data diatas menunjukkan bahwa komunikasi pegawai pada MNK Provinsi Lampung berada dalam kategori baik, hal ini dapat dilihat dengan rata-rata persentase penilaian pada

Nilai-F yang lebih kecil dari nilai-F untuk masuk (nilai-p yang lebih besar dari nilai untuk masuk) memberikan kesimpulan peubah penjelas tersebut tidak nyata sehingga