• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : Desi Evitasari (STIKes YPIB Majalengka) ABSTRAK. : Gizi Buruk, Gizi Kurang, Anak Baru Sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh : Desi Evitasari (STIKes YPIB Majalengka) ABSTRAK. : Gizi Buruk, Gizi Kurang, Anak Baru Sekolah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GIZI BURUK

DAN KURANG PADA ANAK BARU SEKOLAH DI SDN WILAYAH

BONGAS WETAN KECAMATAN SUMBERJAYA KABUPATEN

MAJALENGKA TAHUN 2018

Oleh : Desi Evitasari

(STIKes YPIB Majalengka)

ABSTRAK

Usia anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Masih terdapat anak di SDN wilayah Bongas Wetan yang berstatus gizi kurus sebanyak 19 anak (25,33%) dan berstatus gizi sangat kurus sebanyak 7 anak (9,33%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gizi buruk dan kurang pada anak baru sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018.

Jenis penelitian menggunakan penelitian analitik desain case control. Jumlah sampelnya sebanyak 52 anak terdiri dari sampel kasus yaitu anak yang mengalami gizi kurang dan buruk sebanyak 26 orang dan sampel kontrol yang tidak mengalami gizi kurang dan buruk sebanyak 26 orang. Analisis datanya meliputi analisis univariat dengan distribusi frekuensi dan analisis bivariatnya menggunakan uji chi square dan OR.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Proporsi anak yang mengalami gizi buruk dan kurang lebih banyak terdapat pada ibu berpengetahuan kurang baik (65,4%), pada ibu berpendidikan rendah (73,1%) dan pada ibu yang bekerja (50,0%). Ada hubungan pengetahuan ibu ( value = 0,012 dan OR = 4,25), pendidikan ibu ( value = 0,005 dan OR = 5,12) dan pekerjaan ibu ( value = 0,008 dan OR = 5,50) dengan gizi buruk dan kurang pada anak baru sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018.

Bagi pihak sekolah perlu bekerja sama dengan petugas kesehatan mengadakan penyuluhan kepada orang tua dengan cara yang lebih menarik agar mudah dipahami dan dimengerti seperti menggunakan leaflet atau dengan cara demonstrasi tentang contoh sajian makanan untuk anak baru sekolah. Bagi ibu atau orang tua agar memperhatikan pola makan pada anaknya dan memastikan anak mendapatkan makanan yang bergizi dan seimbang serta agar lebih aktif mengakses informasi dari berbagai media.

(2)

PENDAHULUAN

Usia anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Saat ini masih terdapat perbedaan dalam penentuan usia anak. Menurut Undang-Undang no 20 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan World Health Organization (WHO) yang dikatakan masuk usia anak adalah sebelum usia 18 tahun dan yang belum menikah. Batas usia anak ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial, perkembangan anak, dan karakteristik kesehatannya. Usia anak sekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja, awal usia dewasa hingga mencapai tahap proses perkembangan sudah lengkap (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2017).

Anak usia sekolah baik tingkat pra sekolah, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah menengah Atas adalah suatu masa usia anak yang sangat berbeda dengan usia dewasa. Di dalam periode ini didapatkan banyak permasalahan kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak di kemudian hari. Masalah kesehatan tersebut meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan, gangguan perilaku dan gangguan belajar. Permasalahan kesehatan tersebut pada umumnya akan menghambat pencapaian prestasi pada peserta didik di sekolah. Sayangnya permasalahan tersebut kurang begitu diperhatikan baik oleh orang tua atau para klinisi serta profesional kesehatan lainnya (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, 2016).

Salah permasalahan kesehatan pada anak adalah masalah gangguan gizi. Masalah gizi pada anak usia baru sekolah perlu mendapatkan perhatian, hal ini karena pada saat anak masuk terhadap

mengikuti proses pendidikan di tingkat sekolah dasar. Bahkan untuk masuk SD, saat ini baik dari segi umur dan mungkin di beberapa sekolah tertentu melakukan testing terhadap calon peserta didiknya. Maka dari itu, peran keluarga dalam hal ini untuk memperhatikan kondisi anak menjadi penting. Gizi yang baik akan menghasilkan anak-anak yang lebih siap menghadapi lingkungan baru (Supariasa, 2015).

Masalah kesehatan anak yang menjadi prioritas WHO adalah masalah kekurangan gizi pada anak. Menurut laporan WHO, jumlah anak di dunia yang mengalami kekurangan gizi pada tahun 2014 mencapai 104 juta anak, dan keadaan kurang gizi menjadi penyebab sepertiga dari seluruh penyebab kematian anak di seluruh dunia. Pada tahun 2015 melaporkan bahwa prevalensi kekurusan pada anak di dunia sekitar 14,3% dengan jumlah anak yang mengalami kekurusan sebanyak 95,2 juta anak (WHO, 2016).

Masalah gizi pada anak sekolah dasar saat ini masih cukup tinggi, dengan data Riskesdas 2013 didapatkan status gizi umur 5-12 tahun (menurut IMT/U) di Indonesia, yaitu prevalensi kurus adalah 11,2%, terdiri dari 4% persen sangat kurus dan 7,2% kurus. Sedangkan masalah kegemukan pada anak di Indonesia masih tinggi dengan prevalensi 18,8%, terdiri dari gemuk 10,8% dan sangat gemuk (obesitas) 8,8 %, di mana prevalensi pendek yaitu 30,7% di antaranya 12,3% sangat pendek dan 18,4% pendek. Sedangkan pada tahun 2016, jumlah anak di Indonesia yang mengalami gizi kurus sebesar 8,9% dan sangat kurus sebesar 3,7% (Kementerian Kesehatan RI, 2017).

Prevalensi anak di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2015 yang mengalami gizi kurus sebesar 5,7% dan yang sangat kurus sebesar 1,8%. Sementara pada

(3)

kurus sebesar 5,9% dan yang sangat kurus sebesar 1,6%. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi anak dengan gizi kurus dan sangat kurus di Provinsi Jawa Barat tahun 2015-2016 tidak mengalami penurunan yang besar (Dinas Propinsi Jawa Barat, 2017).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka pada tahun 2016, tercatat jumlah Siswa Kelas 1 SD dan setingkat sebanyak 26.053 anak. Jumlah anak yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 19.009 anak (72,96%), yang bergizi baik sebanyak 17.689 orang (93,05%), gizi kurang sebanyak 1.214 orang (6,38%) dan yang gizi buruk sebanyak 106 orang (0,55%). Sumberjaya merupakan salah satu puskesmas yang program UKS-nya aktif atau berjalan baik adapun jumlah anak di UPTD Puskesmas Sumberjaya yang mendapatkan pelayanan sebesar 90,35% lebih rendah dibanding dengan UPTD Ligung sebesar 100% (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2017).

Berdasarkan Data UPTD Puskesmas Sumberjaya pada tahun 2016, diketahui bahwa jumlah murid kelas 1 SD dan setingkat sebanyak 961 anak dan yang dilakukan pengukuran status gizi sebanyak 833 anak. Dari 833 anak dilaporkan sebanyak 606 anak (72,75%) berstatus gizi normal, 17 anak (2,04%) berstatus gizi lebih, 12 anak (1,44%) berstatus obesitas, 151 anak (18,13%) berstatus gizi kurus dan 47 anak (5,64%) berstatus gizi sangat kurus (UPTD Puskesmas Sumberjaya, 2017).

Gizi pada anak baru sekolah, penting untuk diperhatikan karena jika anak baru sekolah mengalami gangguan gizi dapat mengakibatkan anak sulit beradaptasi, mengikuti kegatan belajar dan bahkan yang lebih buruknya dapat menyebabkan anak sering sakit dan bahkan kematian (Marimbi, 2013). Status gizi sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah

status demografi yang meliputi pendapatan keluarga, pekerjaan serta pendidikan ibu. Tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi, dimana ibu dengan pendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang bergizi dibandingkan dengan ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Pemenuhan kebutuhan gizi melalui karakteristik sosioekonomi berupa pendapatan dan pekerjaan juga mempengaruhi. Hal tersebut terlihat dimana apabila pemenuhan kebutuhan semakin tinggi maka status gizi anak pun juga semakin baik (Djola, 2014).

Desa yang dijadikan tempat penelitian adalah Desa Bongas Wetan. Alasan penelitian ini dilakukan di Desa Bongas Wetan karena berdasarkan data UPTD Puskesmas Sumberjaya, Desa Bongas Wetan termasuk salah satu desa dengan jumlah anak yang mengalami gizi kurus cukup banyak. SD yang ada di Desa Bongas Wetan yaitu SDN Bongas Wetan 1, SDN Bongas Wetan 2 dan SDN Bongas Wetan 3. Jumlah murid keseluruhan dari ketiga sekolah tersebut sebanyak 79 anak dan yang mengikuti pengukuran status gizi sebanyak 75 anak. Dari 75 anak yang diukur dilaporkan sebanyak 44 anak (58,67%) berstatus gizi normal, 2 anak (2,67%) berstatus gizi lebih, 3 anak (4,00%) berstatus obesitas, 19 anak (25,33%) berstatus gizi kurus dan 7 anak (9,33%) berstatus gizi sangat kurus. Angka gizi sangat kurus ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan Desa Bongas Kulon dimana jumlah anak dengan gizi sangat kurus sebanyak 2 orang (2,22%) dari jumlah anak yang diukur sebanyak 90 anak.

Hasil studi pendahuluan di SDN wilayah Bongas Wetan yaitu terhadap 10 ibu di SDN Bongas Wetan 1, 10 ibu di SDN Bongas Wetan 2 dan 10 ibu di SDN Bongas Wetan 3. Dari ketiga SDN tersebut yang banyak ditemukan kasus anak dengan gizi kurus dan sangat kurus terdapat di SDN Bongas Wetan 1 yaitu

(4)

sebanyak 3 orang (30%). Dari 10 ibu yang ada di SDN Bongas Wetan 1 diketahui bahwa pendidikan ibu lulusan SD-SMP sebanyak 6 orang (60%) dan yang SMA sebanyak 4 orang (40%). Ibu yang bekerja sebanyak 7 orang (70%) dan yang tidak bekerja sebanyak 3 orang (30%). Ibu yang tidak mengetahui tentang gizi anak baru sekolah sebanyak 8 orang (80%) dan yang mengetahui tentang gizi anak baru sekolah sebanyak 2 orang (20%).

Menurut hasil penelitian Arlovi (2016) mengenai hubungan faktor sosiodemografi terhadap status gizi anak SD Negeri 1 Pringsewu Selatan menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu (p-value < 0,001), jenis pekerjaan (p-value < 0,001), dan tingkat pendapatan keluarga (p-value <

0,001) dengan status gizi pada anak. Sedangkan penelitian Suharsa (2014) menunjukkan bahwa variabel yang memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi anak usia SD adalah konsumsi energi total, konsumsi lemak, frekuensi jajan, frekuensi konsumsi fast food, kebiasaan ngemil saat menonton TV, antara aktivitas fisik, lamanya nonton TV, lamanya tidur, tingkat pendidikan orangtua, status bekerja ibu, pengetahuan gizi ibu.

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gizi Buruk dan Kurang Pada Anak Baru Sekolah di SDN Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018.”

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan atau desain case control. Jumlah sampelnya sebanyak 52 orang yang terdiri dari sampel kasus adalah anak yang mengalami gizi kurang

dan buruk sebanyak 26 orang dan sampel kontrol adalah anak yang tidak mengalami gizi kurang dan buruk sebanyak 26 orang. Waktu Penelitian 19 April – 8 Mei tahun 2018. Analisis datanya menggunakan distribusi proporsi dan uji chi square.

HASIL PENELITIAN 1. Analisis Univariat

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi berdasarkan Pengetahuan Ibu di SDN

Wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018

No Pengetahuan Ibu

Gizi Buruk dan

Kurang pada Anak Baru Sekolah

Jumlah Ya (Kasus) Tidak (Kontrol) n % n % n % 1 Kurang baik 17 65,4 8 30,8 25 48,1 2 Baik 9 34,6 18 69,2 27 51,9 Jumlah 26 100 26 100 52 100

(5)

Berdasarkan tabel 4.1, diketahui bahwa proporsi anak yang mengalami gizi buruk dan kurang dengan ibu berpengetahuan kurang baik sebanyak 17 orang (65,4%), sementara proporsi anak yang tidak mengalami gizi buruk dan kurang dengan ibu berpengetahuan kurang

baik sebanyak 8 orang (30,8%). Perbedaan proporsi ini dimungkinkan pengetahuan ibu berhubungan dengan gizi buruk dan kurang pada anak baru sekolah di SDN Wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018.

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi berdasarkan Pendidikan Ibu di SDN Wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018

No Pendidikan Ibu

Gizi Buruk dan

Kurang pada Anak Baru Sekolah

Jumlah Ya (Kasus) Tidak (Kontrol) n % n % N % 1 Rendah 19 73,1 9 34,6 28 53,8 2 Menengah 7 26,9 17 65,4 24 46,2 3 Tinggi 0 0 0 0 0 0 Jumlah 26 100 26 100 52 100

Berdasarkan tabel 4.2, diketahui bahwa proporsi anak yang mengalami gizi buruk dan kurang dengan ibu berpendidikan rendah sebanyak 19 orang (73,1%), sementara proporsi anak yang tidak mengalami gizi buruk dan kurang dengan ibu berpendidikan rendah

sebanyak 9 orang (34,6%). Perbedaan proporsi ini dimungkinkan pendidikan ibu berhubungan dengan gizi buruk dan kurang pada anak baru sekolah di SDN Wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018.

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi berdasarkan Pekerjaan Ibu di SDN Wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018

No Pekerjaan Ibu

Gizi Buruk dan

Kurang pada Anak Baru Sekolah

Jumlah Ya (Kasus) Tidak (Kontrol) n % n % N % 1 Bekerja 13 50,0 4 15,4 17 32,7 2 Tidak bekerja 13 50,0 22 84,6 35 67,3 Jumlah 26 100 26 100 52 100

Berdasarkan tabel 4.3, diketahui bahwa proporsi anak yang mengalami gizi buruk dan kurang dengan ibu yang

bekerja sebanyak 13 orang (50,0%), sementara proporsi anak yang tidak mengalami gizi buruk dan kurang dengan

(6)

ibu yang bekerja sebanyak 4 orang (15,4%). Perbedaan proporsi ini dimungkinkan pekerjaan ibu berhubungan dengan gizi buruk dan kurang pada anak

baru sekolah di SDN Wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018.

2. Analisis Bivariat

Tabel 4.4 Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Gizi Buruk dan Kurang pada Anak Baru Sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya

Kabupaten Majalengka Tahun 2018

No Pengetahuan Ibu

Gizi Buruk dan Kurang pada Anak Baru

Sekolah Jumlah  value OR 95% CI Ya (Kasus) Tidak (Kontrol) n % n % n % 0,012 4.25 (1,332-13,562) 1 Kurang baik 17 65,4 8 30,8 25 48,1 2 Baik 9 34,6 18 69,2 27 51,9 Jumlah 26 100 26 100 52 100

Berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh  value = 0,012 (< 0,05) dan OR = 4,25 (95%CI: 1,332-13,562) sehingga hipotesis nol ditolak yang berarti ada hubungan pengetahuan ibu dengan gizi buruk dan kurang pada anak baru sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten

Majalengka Tahun 2018. Berdasarkan nilai OR, ibu yang berpengetahuan tentang gizinya kurang baik berpeluang 4,25 kali lebih besar anak baru sekolahnya mengalami gizi buruk/kurang dibanding ibu yang berpengetahuan tentang gizinya baik.

Tabel 4.5 Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Gizi Buruk dan Kurang pada Anak Baru Sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya

Kabupaten Majalengka Tahun 2018

No Pendidikan Ibu

Gizi Buruk dan Kurang pada Anak Baru

Sekolah Jumlah  value OR 95% CI Ya (Kasus) Tidak (Kontrol) n % n % N % 0,005 5.12 (1,568-16,765) 1 Rendah 19 73,1 9 34,6 28 53,8 2 Menengah 7 26,9 17 65,4 24 46,2 3 Tinggi 0 0 0 0 0 0 Jumlah 26 100 26 100 52 100

(7)

Berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh  value = 0,005 (< 0,05) dan OR = 5,12 (95%CI: 1,568-16,765) sehingga hipotesis nol ditolak yang berarti ada hubungan pendidikan ibu dengan gizi buruk dan kurang pada anak baru sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan

Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018. Berdasarkan nilai OR, ibu yang berpendidikan rendah berpeluang 5,12 kali lebih besar anak baru sekolahnya mengalami gizi buruk/kurang dibanding ibu yang berpendidikan tinggi.

Tabel 4.6 Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Gizi Buruk dan Kurang pada Anak Baru Sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya

Kabupaten Majalengka Tahun 2018

No Pekerjaan Ibu

Gizi Buruk dan Kurang pada Anak Baru

Sekolah Jumlah  value OR 95% CI Ya (Kasus) Tidak (Kontrol) n % n % N % 0,008 5.50 (1,478-20,461) 1 Bekerja 13 50,0 4 15,4 17 32,7 2 Tidak bekerja 13 50,0 22 84,6 35 67,3 Jumlah 26 100 26 100 52 100

Berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh  value = 0,008 (< 0,05) dan OR = 5,50 (95%CI: 1,478-20,461) sehingga hipotesis nol ditolak yang berarti ada hubungan pekerjaan ibu dengan gizi buruk dan kurang pada anak baru sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan

Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018. Berdasarkan nilai OR, ibu yang bekerja berpeluang 5,50 kali lebih besar anak baru sekolahnya mengalami gizi buruk/kurang dibanding ibu yang tidak bekerja.

PEMBAHASAN

Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Gizi Buruk dan Kurang pada Anak Baru Sekolah

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan pengetahuan ibu dengan gizi buruk dan kurang pada anak baru sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018 dengan  value = 0,012 dan OR = 4,25. Berdasarkan nilai OR, ibu yang berpengetahuan tentang gizinya kurang baik berpeluang 4,25 kali lebih besar anak baru sekolahnya mengalami gizi buruk/kurang dibanding ibu yang berpengetahuan tentang gizinya baik.

Adanya hubungan hal ini dapat dimengerti bahwa dengan adanya pengetahuan ibu menjadi tahu pola makan yang baik untuk anaknya sehingga kebutuhan gizi anaknya dapat terpenuhi.

Hasil penelitian ini dapat mendukung teori bahwa pengetahuan tentang gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap konsumsi makanan bagi keluarga. Ibu harus memiliki pengetahuan tentang gizi baik diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal (Sudiaoetama, 2013). Menurut Susianto

(8)

(2014) seorang ibu rumah tangga harus memiliki pengetahuan dalam menyusun dan menilai hidangan yang memenuhi syarat gizi, agar balita yang akan mengkonsumsinya tertarik serta pertumbuhan dan perkembangannya baik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori bahwa pengetahuan orang tua terutama pengetahuan ibu dapat mempengaruhi gizi anak. Hal ini karena ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan makanan kepada anak, bahkan dari sejak lahir hingga anak-anak dewasa. Ibu mempunyai kedekatan emosional yang sangat erat dengan anak, karena ibu yang sering hadir dan mendampingi anak termasuk kebiasaan makanan yang diberikan. Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi tentunya akan berusaha memberikan makanan yang terbaik kepada anak-anaknya (Sutomo dan Anggraeni, 2014). Pengetahuan gizi dan kesehatan orang tua, khususnya ibu merupakan salah satu penyebab kekurangan gizi pada anak. Di pedesaan makanan banyak dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan kebudayaan. Terdapat pantangan makan pada balita misalnya anak tidak diberikan ikan karena bisa mendapatkan cacingan, kacang-kacangan tidak diberikan karena dapat menyebabkan sakit perut dan kembung (Ernawati, 2014).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anggoro (2014) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi anak usia sekolah dasar kelas rendah di SDN Jatian 03 Kecamatan Pakusari Kabupaten Jember dengan nilai Odd Ratio (OR) sebesar 8,000. Juga sejalan dengan hasil penelitian Semito (2014) di Kabupaten Cilacap menunjukkan bahwa pengetahuan berhubungan dengan status gizi .

Adanya hubungan hal ini menguatkan bahwa pengetahuan

mencegah gizi kurang/buruk pada anak baru sekolah. Maka dari itu bagi petugas kesehatan perlu memberikan informasi dan penyuluhan kepada orang tua tentang gizi anak baru sekolah dan tentang jenis-jenis makanan yang cocok buat anak baru sekolah dan bagi ibu agar lebih aktif mencari informasi dari media tentang pola makan yang benar dan jenis-jenis makanan yang sehat serta ibu harus mengontrol jajanan anaknya.

Hubungan Pendidikan Ibu dengan Gizi Buruk dan Kurang pada Anak Baru Sekolah

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan pendidikan ibu dengan gizi buruk dan kurang pada anak baru sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018 dengan  value = 0,005 dan OR = 5,12. Berdasarkan nilai OR, ibu yang berpendidikan rendah berpeluang 5,12 kali lebih besar anak baru sekolahnya mengalami gizi buruk/kurang dibanding ibu yang berpendidikan tinggi. Adanya hubungan hal ini dapat dipahami bahwa semakin tinggi pendidikan ibu maka tingkat kedewasaan dan tanggung jawab terhadap hidup sehat bagi anaknya akan diusahakan untuk dipenuhi agar anaknya tumbuh dengan normal. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang menjadi tidak memperhatikan terhadap program kesehatan, sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi. Walaupun ada sarana yang baik belum tentu mereka tahu menggunakannya. Mereka tidak akan memperhatikan terhadap informasi yang ada karena tidak ada rasa ingin tahu (Nursalam, 2013).

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku

(9)

dalam kesehatan dan gizi. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan formal yang tinggi dapat mempunyai pengetahuan gizi yang tinggi pula (Melinda, 2013). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Arlovi (2016) di SD Negeri 1 Pringsewu Selatan menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu (p-value < 0,001) dengan status gizi pada anak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lingga (2014), menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi kurang di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan gizi kurang/buruk pada anak baru sekolah, maka dari itu pihak sekolah perlu mengadakan kerja sama dengan petugas kesehatan untuk mengadakan penyuluhan kepada orang tua anak baru sekolah tentang gizi kurang/buruk pada anak baru sekolah, pencegahan serta penanganannya dengan metode yang lebih menarik agar mudah dimengerti dan dipahami.

Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Gizi Buruk dan Kurang pada Anak Baru Sekolah

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan pekerjaan ibu dengan gizi buruk dan kurang pada anak baru sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018 dengan value = 0,008 dan OR = 5,50. Berdasarkan nilai OR, ibu yang bekerja berpeluang 5,50 kali lebih besar anak baru sekolahnya mengalami gizi buruk/kurang dibanding ibu yang tidak bekerja. Adanya hubungan hal ini dapat dimengerti yaitu ibu yang sibuk bekerja akan sulit mengatur waktu di rumah sehingga kebutuhan gizi anaknya akan terbengkalai, sebaliknya ibu yang banyak waktu akan mudah untuk mengatur pola makan untuk anaknya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori bahwa pekerjaan ibu berkaitan dengan kesibukan ibu untuk mengurus anak-anaknya. Ibu yang bekerja mempunyai waktu yang sempit untuk anak-anaknya sehingga kurang memperhatikan kebutuhan anak. Pekerjaan ibu berkaitan dengan gizi anak, hal ini karena ibu yang bekerja terlalu sibuk sehingga melupakan kepentingan dan kebutuhan anak akan gizi yang dibutuhkan pada perkembangannya (Djola, 2015).

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori bahwa pekerjaan dapat dibedakan menjadi dua, ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja. Ibu yang tidak bekerja artinya ibu hanya sebagai ibu rumah tangga saja sedangkan ibu yang bekerja bisa sebagai Pegawai Negeri Sipil, karyawan, guru dan lain sebagainya. Pekerjaan di satu sisi mendatangkan penghasilan yang cukup. Namun dari sisi pekerjaan, waktu ibu memperhatikan keadaan di rumahnya sangat sedikit sehingga tidak jarang harus memanggil pembantu rumah untuk mengurusi pekerjaan rumah bahkan mengurusi anaknya. Kondisi inilah yang menyebabkan anak menjadi kurang diperhatikan dan kemungkinan besar anak mengalami gangguan gizi jika ibu tidak memantau dengan baik (Arlovi, 2016).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Novitasari (2014) mengenai faktor-faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di RSUP dr. Kariadi Semarang menyatakan bahwa pendapatan berhubungan dengan kejadian gizi buruk pada balita dan juga hasil penelitian Patodo (2014) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa Kota Manado. Demikian juga dengan hasil penelitian Arlovi (2016) menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis pekerjaan (p-value < 0,001) dengan status gizi pada anak.

(10)

Meskipun ibu sibuk bekerja, sebaiknya ibu meluangkan waktu untuk mengatur pola makan pada anaknya dan dapat dibantu oleh anggota keluarga lain atau pembantu rumah tangga sehingga kebutuhan gizi anak tetap dapat terpenuhi. Maka dari itu petugas kesehatan perlu memberikan penyuluhan dan solusi kepada ibu yang sibuk bekerja dengan

membuat jadwal dan dibantu oleh anggota keluarga lain yang ada di rumah atau oleh pembantu rumah tangga ibu untuk memberikan makanan yang bergizi pada anak dan bagi ibu perlu berkonsultasi dengan petugas kesehatan ketika mengalami kendala untuk mengatur pola makan pada anaknya.

KESIMPULAN

1. Proporsi anak yang mengalami gizi buruk dan kurang dengan ibu berpengetahuan kurang baik (65,4%) lebih tinggi dibanding proporsi anak yang mengalami gizi baik dengan ibu berpengetahuan kurang baik (30,8%). 2. Proporsi anak yang mengalami gizi

buruk dan kurang dengan ibu berpendidikan rendah (73,1%) lebih tinggi dibanding proporsi anak yang mengalami gizi baik dengan ibu berpendidikan rendah (34,6%). 3. Proporsi anak yang mengalami gizi

buruk dan kurang dengan ibu yang bekerja (50,0%) lebih tinggi dibanding proporsi anak yang mengalami gizi baik dengan ibu yang bekerja (15,4%).

4. Ada hubungan pengetahuan ibu dengan gizi buruk dan kurang pada

anak baru sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018 dengan  value = 0,012 dan OR = 4,25.

5. Ada hubungan pendidikan ibu dengan gizi buruk dan kurang pada anak baru sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018 dengan  value = 0,005 dan OR = 5,12.

6. Ada hubungan pekerjaan ibu dengan gizi buruk dan kurang pada anak baru sekolah di SDN wilayah Bongas Wetan Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka Tahun 2018 dengan  value = 0,008 dan OR = 5,50.

SARAN

1. Bagi UPTD Puskesmas Sumberjaya Petugas kesehatan perlu mengadakan kegiatan pernyuluhan kepada orang tua anak baru sekolah di wilayah kerjanya tentang pola makan yang baik, jenis-jenis makanan yang bergizi dan seimbang serta memberikan keterampilan stimulasi dini tumbuh kembang anak, serta bekerja sama dengan pihak sekolah untuk mengadakan penyuluhan secara berkala.

2. Bagi STIKes YPIB Majalengka Penelitian ini agar dijadikan tambahan

dapat memberikan referensi bagi mahasiswa kebidanan yang ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gizi buruk dan kurang pada anak baru sekolah. 3. Bagi Keluarga / Ibu

Ibu atau keluarga sebaiknya meluangkan waktu untuk memperhatikan kebutuhan gizi anak dengan cara mengatur pola makan dan memilih makanan yang bergizi dan dapat dibantu oleh anggota keluarga lain atau pembantu rumah tangga sehingga kebutuhan gizi anak tetap

(11)

menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan pada anak, mengontrol jajanan anak, serta aktif mengakses berbagai informasi dari media tentang gizi pada anak.

4. Bagi Peneliti Lain

Untuk peneliti yang akan datang penelitian ini dapat dikembangan dengan mengkaji variabel lain yang tidak diteliti dan menambah subyek penelitiannya.

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, D. V. T. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah Dasar Kelas Rendah Di Sdn Jatian 03 Kecamatan Pakusari Kabupaten Jember. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.

Arikunto, S. 2014. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arisman. 2014. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: Buku. Kedokteran EGC. Arlovi, N. 2016. Hubungan Faktor

Sosiodemografi Terhadap Status Gizi Anak SD Negeri 1 Pringsewu Selatan. digilib.unila.ac.id, diakses tanggal 20 Desember 2017.

Azwar, S. 2014. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty.

Beck. 2014. Ilmu Gizi dan Diet, Hubungannya dengan Penyakit-penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Departemen Pendidikan Nasional. 2015. Tingkat Pendidikan Secara Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka. 2017. Profil Kesehatan Kabupaten Majalengka tahun 2016. Majalengka: Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Bandung: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Djola, R. 2015. Hubungan Antara Tingkat

Pendapatan Keluarga dan Pola Asuh dengan Status Gizi Balita di Desa Bongkudai Kecamatan Modayag. eprints.ums.ac.id, diakses tanggal 23 Desember 2017.

Ernawati. 2014. Mendeteksi Gizi Buruk Pada Balita Detecting Malnutrition In Toddlers. http://litbang.patikab.go.id/. Diakses tanggal 10 Maret 2015. Gunawan. 2017. Asuhan Kebidanan Pada

Anak Balita. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2017. Status Gizi pada Anak Sekolah. www.idai.or.id, diakses tanggal 26 Desember 2017.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Pelaksanaan SDIDTK di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

(12)

__________. 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak. 2016. Profil Anak Indonesia 2015. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Khamzah, S. N. 2014. Segudang Keajaiban ASI yang harus Anda Ketahui. Yogjakarta : FlashBooks.

Kristiyanasari, A. W. 2015. Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika. Marimbi, H. 2013. Tumbuh Kembang,

Status Gizi dan Imunisasi dasar Pada Balita. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika.

Maulana, 2013. Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Melinda, 2013. Asuhan pada Ibu Hamil

dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Nuha Medika.

Notoadmodjo, S. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Notoadmodjo, S. 2014. Promosi

Kesehatan dan Perilaku Kesehtan. Jakarta: Rineka Cipta. Novitasari. 2014. Hubungan Faktor

Resiko dengan Kejadian Gizi Buruk pada Balita yang Dirawat di RSUP dr. Kariadi Semarang. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta. www.usu.ac.id, diakses tanggal 27 Desember 2017.

Nurheti, Y. 2014. Keajaiban ASI-Makanan Terbaik untuk Kesehatan. Kecerdasan, dan Kelincahan Si Kecil. Yogyakarta: CV Jaya.

Prawirohardjo, S. 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

Puskesmas Sumberjaya. 2017. Data Gizi Anak Usia Sekolah. Majalengka: Puskesmas Sumberjaya

Ranuh, N. 2015. Pedoman Gizi Anak dan Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi

Soetjiningsih. 2014. Perkembangan Anak dan Permasalahannya dalam Buku Ajar Ilmu Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Sagungseto.

Sudiaoetama. 2013. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat.

Supariasa. 2015. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Susianto. 2013. The Miracle of Vegan.

Jakarta: Qanita.

Sutomo dan Anggraeni, 2014. Asuhan Kebidanan pada Anak Balita. Yogyakarta: Nuha Medika. WHO, 2016. Morbidity and Mortality.

WHO.

Wulandari dan Handayani. 2015. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta: Penerbit Gosyen Publishing.

Yuliarti. 2014. Keajaiban ASI untuk Anak. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Referensi

Dokumen terkait

Melihat dari kebutuhan mebel – meja kerja yang memiliki fungsi ganda pada kalangan masyarakat saat ini sangat tepat untuk dijadikan target pasar atau sasaran dari rancangan meja

Upaya untuk melakukan perbaikan terhadap produktivitas kerja dengan pendekatan ergonomic dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan perancangan fasilitas

Pertanian organik juga menawarkan manfaat berikut: Melindungi jutaan petani dan pekerja pertanian di seluruh dunia dari racun pestisida serta bahaya lain yang berhubungan,

berbicara untuk menyampaikan maklumat tentang sesuatu perkara daripada pelbagai sumber dengan tepat menggunakan ayat yang mengandungi frasa yang sesuai secara bertatasusila;

Maka dari itu, penulis menganggap perlu untuk meneliti pengembangan tes hasil belajar di sekolah yang dipilih, SMK Negeri 2 Tulungagung dalam bidang evaluasi,

(1) Analisis faktor-faktor penentu keberhasilan pelaksanaan proyek perumahan berdasarkan biaya, mutu, dan waktu, (a) faktor penentu keberhasilan pelaksanaan proyek

Quraish Shihab tentang mukjizat, ia mengatakan bahwa mukjizat sebagaimana yang didefinisikan oleh para ulama, ialah peristiwa “luar biasa” yang terjadi dari

Tojo Una-Una´ Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut ³$SDNDK dengan penerapan media alat peraga