• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBAIKAN PAKAN TERNAK KAMBING PADA PERKEBUNAN KAKAO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBAIKAN PAKAN TERNAK KAMBING PADA PERKEBUNAN KAKAO"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERBAIKAN PAKAN TERNAK KAMBING PADA

PERKEBUNAN KAKAO

(Fodder Improvement for Goats in Cocoa Plantation)

SYAMSU BAHAR

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar

ABSTRACT

A feeding trial fodder improvement for goats was conducted at Wonosari sub village, Kamanre village, Kamanre sub district, Luwu district, South Sulawesi. The aim of this trial for increasing efficiency and effectivity of goats production and the outcome was expected one package fodder technology of goats in cocoa plantation. The trial was commenced January 2005 till December 2005. This experiment involve farmers devided into 2 treatments of fodder with improved feeding and treatment without improved feeding. The result showed that treatment with improved feeding suplementation increase goats consume 3,46 % on live weight based, live weight per day 88,6 g/head/day and fodder conversion 8.87. Compared without improved feeding consume 2,79% on live weight based, live weight per day 15.7 g/head and fodder conversion 35,2.

Key Words: Fodder, Goats, Cocoa Plantation

ABSTRAK

Suatu kajian perbaikan pakan ternak kambing pada perkebunan kakao telah dilakukan di Dusun Wonosari, Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Waktu pelaksanaan termasuk persiapan berlangsung dari bulan Januari 2005 sampai dengan Desember 2005. Tujuan pengkajian adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha ternak kambing pada perkebunan kakao dan keluaran yang diharapkan adalah satu paket teknologi pakan ternak kambing pada perkebunan kakao. Pengkajian ini melibatkan petani koperator yang diintroduksi dengan perbaikan pakan ternak kambing dan tanpa perbaikan pakan sebagai kontrol. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa dengan perbaikan pakan ternak kambing yaitu pemberian pakan blok suplemen berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan rata-rata sebesar 3,46% terhadap bobot hidup ternak, pertambahan bobot hidup harian sebesar 88,6 g/ekor/hari dan konversi pakan adalah 8,87, sedangkan tanpa perbaikan pakan menunjukkan konsumsi pakan rata-rata sebesar 2.79% terhadap bobot hidup ternak, pertambahan bobot hidup harian sebesar 15,7 g/ekor/hari dan konversi pakan adalah 35,2.

Kata Kunci: Pakan, Kambing, Perkebunan kakao

PENDAHULUAN

Pengembangan usaha ternak kambing pada lahan perkebunan kakao memungkinkan untuk dilakukan. Potensi biomasa tanaman kakao berupa daun-daun pangkasannya dan kulit buah kakao (cangkang/ pod) merupakan pakan ternak kambing. Tanaman pelindung/ naungan seperti tanaman gamal (Gliricidia sepium) dan tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala) juga merupakan pakan yang bergizi.Disamping

itu dapat pula diintroduksi berbagai jenis rumput unggul sebagai pakan.

Ternak kambing merupakan salah satu penunjang pendapatan petani di pedesaan. Sistim pemeliharaan ternak umumnya secara tradisionil yakni pemberian pakan kurang memenuhi standar gizi yang dianjurkan. Skala pemilikan masih kecil yaitu 2-5 ekor per petani (SETIADI, 2003). Untuk meningkatkan pendapatan yang berorientasi agribisnis maka diperlukan peningkatan produktivitas melalui

(2)

peningkatan tipologi usaha yang semula berupa usaha sambilan menjadi cabang usaha dengan perbaikan tatalaksana pemeliharaan dan efisiensi usaha.

Populasi ternak kambing di Sulawesi Selatan 475.178 ekor (ANONIMUS, 1998). Usaha peternakan kambing sebagian besar berupa peternakan rakyat yang berskala kecil dengan teknologi produksi yang rendah dan masih bersifat subsisten. Ciri usaha peternakan rakyat antara lain: 1). Sistem pemeliharaan yang didominasi oleh usaha sambilan yang tidak dilandasi motif ekonomi sepenuhnya; 2). Peranan ternak kambing sebagai sumber pupuk kandang belum dimanfaatkan secara optimal; 3). Pola pemberian pakan yang belum memperhatikan nilai gizi sesuai kebutuhan ternak; dan 4). Usaha perbaikan mutu belum banyak dilakukan (RAHMAT et al., 1998; WIRDATETI, et al., 1994).

Langkah antisipatif terhadap kondisi tersebut, Balai Pengkajian Teknologi Sulawesi Selatan dalam tugas dan peranannya perlu melakukan pola usaha pembinaan melalui pengembangan sistem usahatani ternak kambing pada lahan perkebunan kakao. Dalam rangkaian pengkajian ini juga dikaji mengenai pengembangan ternak kambing. Pakan ternak di daerah tropika umumnya berkualitas rendah. Hal ini ditandai dengan rendahnya kualitas protein dan tingginya kandungan serat pada hijauan pakan. Pemberian hijauan sebagai makanan pokok untuk ternak kambing belum menunjukkan tingkat produktivitas ternak yang maksimum, sehingga penambahan makanan tertentu yang berkualitas lebih baik perlu dilakukan agar kebutuhan zat makanan bergizi dapat terpenuhi.

Daun-daun leguminosa lebih mudah dicerna oleh ternak dan kandungan proteinnya lebih tinggi yakni rata-rata 26%. Pemberian daun leguminosa sebagai pakan ternak sudah lama dikenal oleh petani hanya belum merata pada pemeliharaan ternak yang intensif. Menurut SOEDONO et al. (1993) bahwa limbah pertanian yang disuplementasi dengan daun-daun leguminosa akan menunjukkan peningkatan pertumbuhan ternak kambing. Penambahan daun lamtoro sebanyak 1 kg/ekor/hari pada pakan dasar ternak akan meningkatkan bobot badan ternak 44 g/ekor/hari dan memperbaiki efisiensi pakan (SEMALI dan MATHIUS, 1993),

sedangkan Menurut RANGKUTI et al. (1993) bahwa penambahan daun gamal 900 g/ekor/hari pada pakan dasar akan menunjukkan peningkatan bobot badan kambing 28 g/ekor/hari serta efisiensi pakan akan lebih baik.

Dalam usahatani kakao, basis lahan ada pada tanaman kakao, sedangkan ternak kambing dapat diintroduksi pada lahan yang sama. Menurut YUSDJA et al. (2000) bahwa sub sektor peternakan merupakan non land

base artinya tidak selamanya memerlukan

lahan khusus kecuali untuk penggembalaan. Model usaha tani terpadu sudah dilakukan di beberapa daerah antara lain di Lampung (PRABOWO, 2003).

Tanaman leguminosa biasanya ditanam oleh petani untuk pelindung atau sebagai pagar sekaligus untuk pakan ternak. Tanaman leguminosa yang digunakan sebagai sumber pakan ternak antara lain Sesbania grandiflora (turi), Gliricidia maculata (gamal), Leucaena

leucocephala (lamtoro gung) (BAHAR et al., 1992a; 1992b). Adapun berbagai tanaman leguminosa introduksi yang telah diperkenalkan di beberapa negara Asia Tenggara termasuk di Indonesia antara lain

Desmodium cinerea, Arachis pintoi, Stylosanthes guianensis (HORNE dan STUR, 1999). Menurut SIREGAR (1984) bahwa kegunaan lain tanaman leguminosa adalah sebagai penguat teras dan penahan erosi sekaligus sebagai sumber pakan hijauan.

Dasar pertimbangan dilakukannya pengkajian ini adalah ternak kambing mampu berkembang dengan cepat karena memiliki sifat reproduksi yang baik terutama anak yang dilahirkan per induk mencapai 2 – 3 ekor dengan masa kebuntingan antara 148 – 152 hari dengan umur kawin pertama 9 – 12 bulan (LIWA, 1994; SUBANDRYO, 1994; TIESNAMURTI

dan TRIWULANINGSIH, 1994). Ternak kambing tidak memerlukan lahan yang luas apabila pemeliharaan intensif (dikandangkan) dan mampu memberi nilai tambah usahatani, mudah pemeliharaannya, mampu beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan dan cepat memberikan hasil (pendapatan tunai). Besarnya keterlibatan tenaga kerja keluarga petani dalam pemeliharaan ternak kambing dapat dilihat dari curahan waktu 2,2 jam per hari (WAHYUNI, 1994).

(3)

Pada perkebunan kakao rakyat, daun pangkasan tanaman dan kulit buah kakao (cangkang/ pod) serta hijauan tanaman pelindung/ naungan yaitu gamal (Gliricidia

sepium) dan lamtoro (Leucaena leucocephala)

dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak kambing (PRABOWO, 2003). Kulit buah kakao selalu tersedia mengingat cara panen yang dilakukan hampir sepanjang tahun. Sementara itu dengan interval dan cara pemangkasan yang benar diperoleh daun-daun hasil pangkasan tanaman kakao dan tanaman pelindung. Kandungan gizi kulit buah kakao terutama kandungan protein kasar yaitu 8,5% (WONG et

al., 1986 dalam SUTIKNO, 1997).

METODOLOGI

Pengkajian ini dilakukan di Dusun Wonosari, Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan yang termasuk kawasan pengembangan tanaman kakao. Keadaan umum Kabupaten Luwu adalah daerah ini memiliki agroekosistem lahan kering dataran rendah beriklim basah. Curah hujan 1.500 – 2.700 mm per tahun, curah hujan terendah pada bulan September dan Oktober. Tipe iklim menurut Smith-Ferguson adalah termasuk Tipe A (amat basah) dan Tipe B (basah). Luas komoditas perkebunan kakao saat ini mencapai 27.796 ha atau 43,75% dari luas komoditas perkebunan lainnya.

Pada daerah tersebut yang berbasis utama komoditas perkebunan kakao dapat dilakukan introduksi ternak kambing. Beberapa kecamatan telah diintroduksi ternak kambing oleh Dinas Pertanian & Peternakan Kabupaten Luwu. Adapun kegiatan yang dilakukan di Dusun Wonosari, Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre oleh BPTP Sulawesi Selatan melakukan pengkajian optimalisasi sistem usahatani ternak kambing pada perkebunan kakao. Jangka waktu pelaksanaan pengkajian termasuk persiapan dimulai Januari 2005 s/d Desember 2005.

Percobaan perbaikan pakan terhadap 20 ekor kambing betina muda dan 2 ekor jantan dewasa yaitu perlakuan A berupa biomasa tanaman kakao yaitu kulit buah kakao yang diolah dalam bentuk pakan blok suplemen. Komposisi bahan pakan blok adalah tetes

(molase) 45%, dedak padi 24%, kulit buah kakao 20%, garam 5%, urea 3% dan mineral mix 3%. Selain pemberian pakan blok suplemen, ternak kambing juga diberi pakan daun-daunan yaitu daun gamal dan daun kakao. Ternak kambing dikandangkan secara kolektif dan tiap ternak dipisahkan oleh sekat per individu. Perlakuan B (kontrol) adalah pemberian pakan hanya daun-daunan saja. Untuk memudahkan dalam pengamatan maka diberi tanda berupa nomor yang dikalungkan pada leher ternak. Peubah-peubah yang diukur adalah:

a. Konsumsi pakan = jumlah pakan yang diberikan dikurangi jumlah pakan yang tersisa. (g berat kering bahan pakan per

ekor per hari)

b. Persentase bobot hidup = konsumsi pakan dibagi bobot hidup x 100 (kg konsumsi

pakan per kg ratan bobot hidup x 100 %)

c. Bobot awal = penimbangan ternak di awal pengkajian (kg bobot hidup awal)

d. Bobot akhir = penimbangan ternak di akhir pengkajian (kg bobot hidup akhir)

e. Pertambahan bobot hidup = bobot hidup akhir dikurangi bobot hidup awal (kg) f. Rataan bobot hidup = jumlah hasil

penimbangan bobot hidup per 2 minggu dibagi frekwensi penimbangan (kg)

g. Pertambahan bobot hidup harian = bobot hidup akhir dikurangi bobot hidup awal dibagi jumlah hari dalam periode pengamatan (g pertambahan bobot hidup

per ekor per hari)

h. Konversi pakan = konsumsi pakan dibagi pertambahan bobot hidup harian (g

konsumsi pakan per pertambahan bobot hidup harian)

Data pengukuran peubah-peubah dianalisis dengan menggunakan Uji ”t” (SOEMARTONO, 1982). Adapun analisis pendapatan dihitung dengan menggunakan revenue cost ratio (nisbah R/C) yaitu membandingkan antara total penerimaan dibagi seluruh biaya produksi yang digunakan dalam suatu proses produksi. Analisa kualitatif hijauan pakan meliputi analisa proksimat menggunakan metode AOAC (1995).

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN Amoniasi kulit buah kakao

Kulit buah kakao adalah biomasa yang merupakan produk samping dari prosesing biji kakao yang dapat digunakan sebagai substitusi pakan ternak kambing. Adapun potensinya dari sebanyak 810.837 ton buah kakao dapat diperoleh 567.318 ton kulit buah atau ± 70% (SUTIKNO, 1997). Namun demikian ada faktor pembatas kulit buah kakao ini untuk dijadikan pakan ternak yaitu kualitas pakan rendah ditandai kandungan serat kasar dan lignin yang tinggi. Untuk mengatasi bahan pakan yang berserat kasar tinggi ini maka secara kimiawi perlakuan zat alkali dengan pemberian urea (amoniasi). Amoniasi bertujuan untuk memecahkan ikatan ligno-selulosa yang sukar tercerna dalam rumen ternak. Kandungan nitrogen dari urea juga digunakan oleh mikroba rumen.

Pakan blok suplemen

Pakan blok suplemen terdiri dari bahan berupa kulit buah kakao dicampur dengan beberapa produk samping yaitu tetes (molase), dedak, garam, urea dan mineral digunakan sebagai bahan pembuatan pakan blok suplemen. Pemberian pakan blok suplemen untuk ternak kambing sangat membantu dalam hal peningkatan konsumsi pakan dan pertumbuhan ternak serta memperbaiki konversi pakan yaitu perbandingan konsumsi pakan dengan pertambahan bobot hidup harian. Susunan formula dan biaya pembuatan pakan blok suplemen disajikan pada Tabel 1. Untuk membuat sebuah pakan blok suplemen yang beratnya 2.000 g diperlukan biaya bahan sebesar Rp. 1.932.

Komposisi nutrisi bahan pakan (Tabel 2). menunjukkan nutrisi kulit buah kakao (p) masih rendah namun dengan perlakuan amoniasi (q) menjadi lebih baik yang ditandai dengan meningkatnya protein kasar dan menurunnya serat kasar. Meskipun limbah biji pecah/rusak mengandung protein lebih tinggi (r) produk samping tersebut kurang mendapat perhatian karena jumlah yang diperoleh dari prosesing kakao sangat sedikit. Adapun pakan blok suplemen (s) menunjukkan nutrisi yang

paling baik karena selain terdiri dari kulit buah kakao juga dicampur dengan produk samping lainnya yaitu tetes (molase), dedak, garam, urea dan mineral mix.

Tabel 1. Susunan formula bahan pakan blok suplemen

Bahan dan uraian biaya Komponen

a b c d Tetes (molase) 45 900 1.500 675 Dedak padi 24 480 830 199 Kulit buah kakao 20 400 500 100

Garam 5 100 500 25

Urea 3 60 1.100 33

Mineral mix 3 60 30.000 300 100% 2.000 g Rp. 1.932 a = %, tiap komponen bahan

b = gram, masing-masing bahan c = Rp., per kg harga bahan (Tahun 2005) d = Rp., untuk biaya 1 buah blok suplemen

Tabel 2. Komposisi nutrisi bahan pakan

Pakan (% terhadap bahan kering) Uraian p q r s Protein kasar 6,06 6,56 10,94 12,88 Lemak 0,42 0,57 11,21 3,08 Serat kasar 41,32 25,34 10,62 11,33 Abu 8,63 11,61 8,86 11,67 Ca 0,68 0,66 0,39 1,28 P 0,11 0,20 0,28 0,78

p = kulit buah kakao q = kulit buah kakao amoniasi r = limbah biji kakao pecah/rusak s = pakan blok suplemen yang sudah jadi

Pertumbuhan ternak kambing

Ternak kambing dalam pengkajian ini adalah kambing betina muda. Kategori ternak kambing betina muda adalah ternak yang berumur 8 – 12 bulan. Peubah yang diukur adalah konsumsi pakan berdasarkan berat

kering bahan pakan (bukan bahan kering).

(5)

petani koperator menerapkan perbaikan pakan kambing menunjukkan ternak mampu mengkonsumsi pakan sebanyak 785,7 g per ekor per hari. Bila dihitung berdasarkan bobot hidup ternak berarti mampu mengkonsumsi pakan sebanyak 3,46% dari bobot hidup. Dibandingkan dengan konsumsi pakan pada perlakuan B (kontrol) menunjukkan konsumsi pakan kambing sebanyak 552,5 g per ekor per hari atau konsumsi pakan berdasarkan bobot hidup ternak adalah 2,79%.

Tingginya konsumsi pakan pada perlakuan A memberi dampak pada pertambahan bobot hidup sebesar 6,2 kg dalam 70 hari atau pertambahan bobot hidup harian sebesar 88,6 g/ekor/hari. Dibanding pertambahan bobot hidup pada perlakuan B (kontrol) lebih kecil yaitu 1,1 kg dalam waktu yang sama yaitu 70 hari atau pertambahan bobot hidup harian 15,7 g/ekor/hari. Menurut MARTAWIDJAJA et al. (1999) bahwa pertambahan bobot hidup ternak erat kaitannya dengan konsumsi pakan.

Perlakuan A juga menunjukkan konversi pakan yang lebih baik yaitu 35,2 dibanding perlakuan B (kontrol) yaitu 11,1. Adapun yang dimaksud dengan konversi pakan yaitu jumlah pakan yang dikonsumsi per hari dibagi pertambahan bobot hidup harian. Menurut MARTAWIDJAJA et al. (1998) bahwa konversi pakan dipengaruhi oleh kualitas pakan, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi

dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak.

Berdasarkan hasil uji beda nyata ”t” terhadap peubah-peubah yang diukur yaitu konsumsi pakan, % bobot hidup, pertambahan bobot hidup, pertambahan bobot hidup harian dan koversi pakan menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95%.

Adapun mengenai performans kambing betina muda selama pertumbuhan yaitu perubahan bobot hidup dapat dilihat pada Gambar 1 dan hasil pengukuran lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak. sebagaimana pada Gambar 2.

Menurut MATHIUS et al. (2002) bahwa pertambahan bobot hidup harian lebih dipengaruhi oleh protein yang dikonsumsi dibanding mengkonsumsi energi. Makin tinggi taraf kandungan protein yang dikonsumsi oleh ternak kambing maka makin besar pula responnya terhadap pertambahan bobot hidup harian. Selanjutnya dikemukakan bahwa pertambahan bobot hidup harian kambing muda dengan perlakuan pakan energi rendah dan protein tinggi adalah 123,2 g, sedangkan dengan perlakuan energi tinggi dan protein rendah hanya 45,0 g. Hal ini dapat dimengerti karena fase pertumbuhan ternak lebih membutuhkan protein dibanding energi dengan catatan bahwa energi bukan merupakan faktor pembatas.

Tabel 3. Konsumsi pakan, Bobot Hidup dan Konversi Pakan kambing betina muda (8 – 12 bulan) Perlakuan Uraian

A B (kontrol)

Konsumsi pakan:

Berat kering bahan (g/ekor/hari) 785,7 552,5

% BH (kg kons./kg rataan BH x 100) 3,46 2,79

Bobot Hidup (BH)

Awal (kg) 19,70 19,20

Akhir (kg) 25,90 20,30

Pertambahan Bobot Hidup (kg) 6,20 1,10

Rataan Bobot Hidup (kg) 22,40 19,70

PBHH (g/ekor/hari) 88,6 15,7

Konversi Pakan (g kons/g PBHH) 8,87 35,2

(6)

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 kg bobot awal minggu ke 2 minggu ke 4 minggu ke 6 minggu ke 8 minggu ke 10 Perlakuan A Perlakuan B (kontrol)

Gambar 1. Perubahan bobot hidup kambing per 2 minggu

55 57 59 61 63 65 67 69 71 73 75 cm ukur awal minggu ke 2 minggu ke 4 minggu ke 6 minggu ke 8 minggu ke 10 Lingkar dada Panjang badan Tinggi pundak

Gambar 2. Perubahan lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak kambing betina muda per 2 minggu pada perlakuan A

Pada pengkajian ini telah dilakukan tatalaksana perkawinan ternak yang diharapkan adanya peningkatan produktivitas ternak yang ditandai dengan efisiensi reproduksi. Menurut SETIADI et al. (1997) bahwa dengan efisiensi

reproduksi induk dapat memperpendek selang beranak. Laju kebuntingan induk pada birahi pertama setelah beranak adalah 50% (sekitar

56 hari setelah beranak), sedangkan laju kebuntingan induk pada birahi kedua adalah 67% (lebih dari 56 hari setelah beranak) dan pada birahi ketiga 75% (lebih panjang lagi dari 56 hari).

Hal ini berarti mengawinkan induk pada birahi pertama setelah beranak dapat meningkatkan efisiensi reproduksi yakni dapat

(7)

memperpendek selang beranak, namun laju kebuntingan rendah yakni 50%. Sebaliknya selang beranak lebih panjang pada birahi kedua dan ketiga tetapi laju kebuntingan lebih tinggi yakni 67% dan 75%. Oleh karena itu untuk perbaikan tatalaksana perkawinan adalah persingkat selang beranak dari 11 – 12 bulan menjadi 7 – 8 bulan. Mengawinkan induk pada birahi kedua akan memperbaiki laju pertumbuhan anak pra sapih, bobot sapih dan produktivitas induk. Menurut SUTAMA et al.

dalam HASTONO (2003) bahwa pertambahan bobot hidup harian anak kambing lepas sapih yang masih bersama dengan induknya menunjukkan bobot anak jantan 104 g dan bobot anak betina 77,9 g.

Analisis pendapatan

Analisis pendapatan usaha ternak kambing sangat diperlukan untuk mengetahui, apakah usaha ternak yang dilakukan itu menguntungkan. Dalam suatu usaha memerlukan biaya sebagai pengadaan input yang dapat dinilai dengan rupiah. Dalam proses produksi diharapkan memperoleh hasil yang dapat dikonversikan dengan harga komoditas pada waktu dan tempat tertentu

(RAMADHAN, 2003). Hasil analisis pendapatan usaha ternak kambing dan kakao di Dusun Wonosari, Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu disajikan pada Tabel 4.

Upaya untuk mencapai pendapatan dan tingkat R/C yang maksimal khususnya pada petani koperator maka nilai ternak harus ditingkatkan. Mengingat pemeliharaan ternak kambing baru berjalan selama 3 bulan maka nilai ternak yang diperoleh masih rendah. Bila pemeliharaan sudah mencapai satu siklus produksi ternak maka nilai ternak akan lebih nyata sehingga penerimaan akan lebih besar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Perbaikan pakan ternak kambing pada perkebunan kakao dapat meningkatkan konsumsi pakan rata-rata sebesar 3,46% terhadap bobot hidup ternak, pertambahan bobot hidup harian 88,6 g/ekor/hari dan konversi pakan adalah 8,87, sedangkan tanpa perbaikan pakan menunjukkan konsumsi pakan sebesar 2,79% terhadap bobot hidup ternak, pertambahan bobot hidup harian 15,7 g/ekor/hari dan konversi pakan adalah 35,2.

Tabel 4. Analisis pendapatan usaha ternak kambing dan kakao

Uraian Perlakuan A Perlakuan B

Input (Rp) Bibit ternak 636.363 446.750 Pakan suplemen 5.796 0 Pupuk 664.928 813.000 Pestisida 72.182 78.666 Tenaga kerja 2.515.079 3.276.666 Penyusutan alat 76.666 34.666 Jumlah input 3.971.014 4.669.748 Penerimaan (Rp) Produksi kakao 7.224.392 7.337.500

Nilai bobot ternak 135.346 24.013

Pupuk kandang 18.000 0

Jumlah penerimaan 7.377.738 7.361.513

Pendapatan 3.406.724 2.691.765

R/C 1,85 1,57

(8)

Sebagai saran adalah perlu dipertahankan talaksana perbaikan pakan dan pengaturan tatalaksana produksi dan reproduksi ternak kambing.

DAFTAR PUSTAKA

ANONIMUS. 1998. Statistik Peternakan Sulawesi Selatan. Dinas Peternakan. Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. 17th

Edition. Association of Official Analytical Chemist. Washington, D.C.

BAHAR,S.,M.E.SIREGAR,D.BULO dan R.SALAM. 1992b. Penampilan pertumbuhan beberapa jenis tanaman pakan pada lahan marginal di Sulawesi Selatan. J. Ilmiah Penelitian Ternak Gowa. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa. Balitbang Pertanian. 1(2): 67 – 70.

BAHAR,S.,R.RACHMAN,D.BULO dan R.SALAM. 1992a. Produksi dan kualitas hijauan lamtoro (Leucaena leucocephala) dan rumput benggala (Panicum maximum) dengan dan tanpa pemupukan pada lahan marginal. Pros. Seminar Pertemuan Pengolahan Hasil Penelitian Peternakan di Sulawesi Selatan. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa. Balitbang. hlm. 62 – 68.

HASTONO. 2003. Kinerja produksi kambing PE. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 – 30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 91 – 94.

HORNE, P.M. and W.W. STUR. 1999. Developing Forage Technologies with Smallholders Farmers. How to select the best varieties to offer farmers in South East Asia. ACIAR and CIAT. ACIAR Monograph No. 62. 80 pp. LIWA, A.M. 1994. Korelasi umur dan berat induk

dengan berat lahir dan tipe anak kambing PE yang dipelihara secara efektif. J. Ilmiah Penelitian Ternak Gowa. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa. 3(2): 26 – 29.

MARTAWIDJAJA,M.,B.SETIADI dan S.S. SITORUS. 1998. Pengaruh penambahan tetes dalam ransum terhadap produktivitas kambing kacang. JITV 3(3): 149 – 153.

MARTAWIDJAJA,M.,B.SETIADI dan S.S. SITORUS. 1999. Pengaruh tingkat protein-energi ransum terhadap kinerja produksi kambing kacang muda. JITV 4(3): 167 – 172.

MATHIUS,I-W.,I.B.GAGA dan I.K.SUTAMA. 2002. Kebutuhan kambing PE jantan muda akan energi dan protein kasar: Konsumsi, Kecernaan, Ketersediaan dan Pemanfaatan nutrien. JITV 7(2): 99 – 109.

PRABOWO,A.,SOERACHMAN,B.SUDARYANTO.,N.D. SURETNO, H. SURYANTO., T. SUNARTI, A. MARYANTO, T. KUSNANTO dan KISWANTO. 2003. Kajian sistem usahatani ternak kambing pada perkebunan kakao rakyat di Lampung. Makalah pada Sarasehan Potensi Ternak Kambing dan Prospek Agribisnis Peternakan. Bengkulu, 9 September 2003.

RAKHMAT,NASRULLAH,R.HARYANI,M.AZIS dan L. TOLENG. 1998. Kajian teknologi inseminasi buatan pada kambing PE di Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Penelitian BPTP Kendari/ IP2TP Makassar.

RAMADHAN,A.S. 2003. Manajemen usahatani dan perusahaan pertanian. Makalah Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. 34 hlm. RANGKUTI,M., I-W.MATHIUS dan J.E. VAN EYS.

1993. Penggunaan Gliricidia maculata oleh ruminansia kecil: Konsumsi, Kecernaan dan Performans. Kumpulan Beberapa Hasil Penelitian Bagi Pengembangan Sub Sektor Peternakan. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa.

SEMALI, A. dan I-W. MATHIUS. 1993. Pengaruh penambahan daun lamtoro pada ransum domba terhadap konsumsi dan daya cerna ransum. Kumpulan Beberapa Hasil Penelitian Bagi Pengembangan Sub Sektor Peternakan. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa.

SETIADI,B. 2003. Alternatif konsep pembibitan dan pengembangan usaha ternak kambing. Makalah pada Sarasehan Potensi Ternak Kambing dan Prospek Agribisnis Peternakan. Bengkulu, 9 September 2003.

SETIADI,B.,I-K.SUTAma dan I-G.M.BUDIARSANA. 1997. Efisiensi reproduksi dan produksi kambing PE pada berbagai tatalaksana perkawinan. JITV 2(4): 233 – 236.

SIREGAR,M.E. 1984. Peran tanaman pakan rumput dan leguminosa untuk pengembangan peternakan serta pengawetan tanah dan air. Wartazoa 1(3): 55 – 59.

SOEDONO,H.HARTADI,J.SUTRISNO dan R.UTOMO. 1993. Penggunaan limbah pertanian dengan suplementasi daun leguminosa lamtoro dalam ransum untuk pertumbuhan kambing. Kumpulan Beberapa Hasil Penelitian Bagi Pengembangan Sub Sektor Peternakan. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa.

(9)

SOEMARTONO. 1982. Pola Percobaan. Yayasan Pembina Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

SUBANDRYO,B.SETIADI dan K.DIWYANTO. 1994. Hasil penelitian pemuliaan ternak domba dan aplikasi untuk wilayah padat penduduk di Jawa (Suatu konsep usaha ternak skala kecil sebagai basis industri peternakan di daerah padat penduduk). Makalah Pertemuan Nasional Pengelolaan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian. Semarang, 8-9 Februari 1994.

SUTIKNO,A.I. 1997. Pod coklat untuk pakan ternak ruminansia. Wartazoa 6(2): 38 – 43.

TIESNAMURTI, B. dan E. TRIWULANINGSIH. 1994. Kemampuan sapih induk kambing Peranakan Etawah. Makalah Pertemuan Nasional Pengelolaan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian. Semarang, 8 – 9 Februari 1994.

WAHYUNI, S. 1994. Sumberdaya wanita dan peranannya dalam usaha ternak ruminansia kecil. Makalah Pertemuan Nasional Pengelolaan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian. Semarang, 8 – 9 Februari 1994. WIRDATETI,B.,P.NAIOLA dan A.H.WAWO. 1994.

Peningkatan produktivitas usaha ternak di lahan kering Desa Pulutan, Kabupaten Gunung Kidul dan Desa Gambir manis, Kabupaten Wonogiri. Makalah Pertemuan Nasional Pengelolaan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian. Semarang, 8 – 9 Februari 1994.

YUSDJA,Y.,NYAK ILHAM,WAHYUNING,VALERIANA dan Z.MUTTAQIN. 2000. Review dan Outlook Pengembangan Agribisnis Peternakan. Makalah Seminar Nasional Perspektif Pembangunan dan Kehutanan Tahun 2001 ke Depan. Bogor 9 – 10 Nopember 2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Gambar

Gambar 1. Perubahan bobot hidup kambing per 2 minggu

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data dilakukan secara diskriptif dengan fokus ke atas pola belanjawan, amalan penelitian, penilaian perbelanjaan dan perancangan kewangan secara konsisten

Di dalam Lambang Daerah terdapat Gunung/Pulau, melambangkan Daerah Kepulauan bahwa Kabupaten Halmahera Timur merupakan wilayah Provinsi Maluku Utara dengan jumlah gunung

Pengaplikasian Beauveria bassiana dilakukan dengan menggunakan sprayer dengan cara disemprotkan pada tanaman padi saat 7 hari setelah tanaman diinfestasi hama wereng batang

anisopliae yang diaplikasikan secara disemprot menunjukkan efektifitas yang rendah terhadap nimfa wereng coklat, sedangkan yang diaplikasikan di sekitar perakaran

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tentang “Pengaruh Pelatihan Pemberian Makan pada Bayi dan Anak terhadap Pengetahuan Kader di Wilayah Puskesmas Klaten

Dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh selebriti endorser (X 1 ) dan desain produk ( X 2 ) berpengaruh secara simultan dan secar parsial

Berdasarkan latar belakang penelitian dan landasan teori yang dikemukakan, maka hipotesis sementara penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara motivasi dan kompetensi

Gambar 15 Perbandingan pengaruh variasi jarak terhadap nilai BCIs Dari tabel dan gambar diatas terlihat bahwa pada penurunan yang sama semakin semakin dekat jarak