• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Dan Kecukupan Nutrien Hijauan Pakan Ternak Pada Kambing Pe Di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Dan Kecukupan Nutrien Hijauan Pakan Ternak Pada Kambing Pe Di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI DAN KECUKUPAN NUTRIEN HIJAUAN PAKAN

TERNAK PADA KAMBING PE DI KECAMATAN LASUSUA

KABUPATEN KOLAKA UTARA

NURLAHA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi dan Kecukupan Nutrien Hijauan Pakan Pada Kambing PE di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

Nurlaha

(4)

RINGKASAN

NURLAHA. Potensi dan Kecukupan Nutrien Hijauan Pakan Ternak pada Kambing PE di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara. Dibimbing oleh LUKI ABDULLAH, dan DIDID DIAPARI.

Pakan merupakan bahan makanan yang mengandung sejumlah nutrien yang dibutuhkan oleh seekor ternak untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan sehingga jumlah asupan nutrien dan kecukupannya perlu diperhatikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui potensi dan keragaman jenis pakan serta mengevaluasi kecukupan nutrisi ternak kambing di Desa Totalang Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan menggambarkan keadaan umum dan karakteristik peternak, pola penyediaan pakan ternak, analisis vegetasi hijauan makanan ternak serta tingkat kecukupan asupan nutrien pada kambing PE.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan ternak sebagian besar dilakukan oleh peternak pada usia produktif yakni pada umur 15-55 tahun (81.25%) sebagai usaha sambilan dengan tingkat pendidikan tertinggi SMA (43.75%) dan pengalaman beternak berkisar antara 1-5 tahun (68.75%). Jenis pekerjaan utama yang dilakukan adalah pekebun (100%). Rata-rata kepemilikan ternak 1-6 ekor (87.50%) dengan status kepemilikan sendiri (68.75%). Jenis

pakan yang dominan diberikan adalah Gliricidia sp (95.98%), Pennisetum

purpureum (1.79%), Erytrina subumbrans (Hassk) (1.34%) dan Ficus variegata

Blume (0.89%). Jika dilihat dari komposisi nutrisinya, Gliricidia sp

memperlihatkan nilai PK yang lebih tinggi (16.82%) dibandingkan Pennisetum

purpureum (15.43%), Ficus variegata Blume (13.61%) dan Erytrina subumbrans

(Hassk) (9.33%). Penggunaan Gliricidia sp sebanyak 100% dilakukan oleh

56,25% peternak. Sementara pemberian kombinasi Gliricidia sp dengan

Pennisetum purpureum dilakukan oleh peternak sebesar 18.75%. Pemberian

kombinasi Gliricidia sp dengan Erytrina subumbrans (Hassk.) dan kombinasi

Gliricidia sp dengan Ficus variegata Blume dilakukan peternak dengan jumlah yang sama yakni sebesar 12.5%.

Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa jenis pakan yang

digunakan oleh peternak di Desa Totallang antara lain : Gliricidia sp dengan porsi

dominan (95.98%), Pennisetum purpureum, Erytrina subumbrans (Hassk.) dan

Ficus variegata Blume dengan porsi terbatas. Jenis hijauan pakan yang paling dominan di kebun lada berproduksi adalah jenis rumput Cyperus kyllingia Endl Sedangkan di kebun lada tidak berproduksi adalah rumput Digitaria setigera roth

dengan keragaman jenis masing-masing 16 dan 12 spesis.Konsumsi BK dan TDN

kambing PE di Desa Totalang sebagian besar telah memenuhi kebutuhan ternaknya (62.5% dan 75%) dan sisanya masih di bawah standar Kearl (1982) (37.5% dan 25%). Konsumsi PK secara keseluruhan (100%) telah mencukupi kebutuhan kambing PE sesuai standar kearl (1982).

(5)

v

SUMMARY

NURLAHA. Forage-based Nutrien Sufficiency for Etawah Crossbred Goat in Lasusua District of North Kolaka. Supervised by LUKI ABDULLAH, and DIDID DIAPARI.

This study aims to identify the potential and diversity of types of feed as well as evaluating the nutritional adequacy for Etawah Crossbred (EC) goats in the village Totalang Lasusua District of North Kolaka. The method used is descriptive analysis method to describe the general situation and the characteristics of the farmer, the pattern of provision of fodder, vegetation analysis of forage and nutrien adequacy of EC goats.

The results showed that mostly of farmers maintenance their livestock in the productive age 15-55 years (81.25%) as a sideline business with the highest level of high school education (43.75%) and farming experience ranging from 1-5 years (68.75%). The main type work of them that is planters (100%). Average livestock ownership 1-6 head (87.50%) with its own ownership status (68.75%).

The dominant forage fed to animals were Gliricidia sp (95.98%) and other forage

were fed in limited portion such as : Pennisetum purpureum (1.79%), Erytrina subumbrans (Hassk) (1.34%) and Ficus variegata Blume (0.89%). Gliricidia

contributed protein in ration up to 16.12%. About 56.25% of farmer fed animal

with 100% Gliricidia sp, while 18.75% of farmer used Gliricidia sp in

combination with Erytrina subumbrans (Hassk) and 12.5% of them fed EC goats

with combination of Gliricidia and Erytrina subumbrans (Hassk) or and Ficus variegata Blume.

It was conclused that forage fed by goat were gliricidia as dominan forage

(95.98%), Pennisetum purpureum, Erytrina subumbrans (Hassk.) and Ficus

variegata Blume in limited portion. The type dominant forage in the pepper garden which production is Cyperus kyllingia Endl while in the pepper garden which not production is Digitaria setigera roth with the value of diversity resperctively 3 and 2.34. About 62.5% and 75% farmer in Totallang fed their goat with sufficient DMI and TDN, as well as 100% of goat were sufficient in CP according to Kearl (1982).

(6)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun, 2015

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

vii

POTENSI DAN KECUKUPAN NUTRIEN HIJAUAN PAKAN

TERNAK PADA KAMBING PE DI KECAMATAN LASUSUA

KABUPATEN KOLAKA UTARA

NURLAHA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Potensi dan Kecukupan Nutrien Hijauan Pakan Pada Kambing PE di Kecamatan

Lasusua Kabupaten Kolaka Utara ini dapat diselesaikan. Bagian dari Tesis ini

telah dipublikasi pada Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI) Volume 20 Nomor 1

April 2015 dengan judul “Kecukupan Asupan Nutrien Asal Hijauan Pakan

Kambing PE di Desa Totallang-Kolaka Utara”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Luki Abdullah, MScAgr, Bapak Dr Ir Didid Diapari,MSi dan Bapak Dr Ir Darobin Lubis, MSc (Alm) selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, waktu dan pikiran dengan penuh kesabaran dan keikhlasan selama penulis mengikuti pendidikan S2. Kepada Ibu Dr Ir Lilis Khotijah, MSi, selaku penguji dari luar komisi pada ujian tesis, terimakasih atas sarannya sehingga tesis ini menjadi lebih baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr), Dekan Fakultas Peternakan (Prof Dr Ir Luki Abdullah, MScAgr), Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan (Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS MSc) atas bimbingan dan bantuannya dalam kelancaran penyelesaian studi. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf, dosen, teknisi dan teman-teman yang telah banyak memberikan motivasi, masukan dan saran selama penulisan tesis dan penyelesaian studi.

Ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua (Najamuddin (Alm) dan Hj. Intang), bapak dan ibu mertua (Ir Alimin Midi dan Sitti Aliyah) serta kakak-kakak dan adik-adikku atas segala doa, dukungan dan motivasinya. Ucapan terimakasih terspesial penulis sampaikan kepada Istri tercinta (Nur Santy Asminaya, SPt MSi) atas motivasi, pengertian, kesabaran dan kasih sayangnya selama penulis menempuh pendidikan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan bahan referensi dalam bidang pertanian dan peternakan

Bogor, April 2015

Nurlaha

(11)

xi

Analisis Pola Penyediaan Pakan ... 3

Analisis Kandungan Nutrien Pakan ... 3

Analisis Vegetasi ... 4

Analisis Kecukupan Nutrien ... 5

Analisis Kecernaan dan Fermentabilitas Bahan Pakan ... 5

Analisis Data ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

Keadaan Umum Wilayah Kecamatan Lasusua ... 7

Keadaan Umum Peternakan ... 8

Populasi dan Struktur Ternak ... 8

Karakteristik Peternak ... 8

Pola penyediaan Pakan Kambing di Desa Totalang ... 9

Jenis Pakan dan Komposisi Nutrien ... 9

Persentase Penggunaan Pakan ... 11

Potensi Glirisidia sp (Gamal) ... 12

Komposisi Botani Hijauan Pakan di Desa Totalang ... 13

Keragaman Jenis Hijauan Pakan di Desa Totalang ... 15

Analisis Keanekaragaman Hijauan Pakan di Desa Totalang ... 16

Tingkat Kecukupan Nutrien Kambing PE di Desa Totallang ... 17

Bahan Kering (BK) ... 17

Protein Kasar (PK) ... 18

Konsumsi TDN ... 19

Persentase Kecernaan & Fermentabilitas Bahan Pakan Kambing PE20 Hubungan antara Tingkat Pendidikan, Umur dan Pengalaman Beternak dengan Kecukupan Nutrisi Ternak ... 22

SIMPULAN ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

LAMPIRAN ... 30

(12)

DAFTAR TABEL

1 Populasi dan struktur kambing PE di desa Totallang ... 8

2 Profil peternak di desa Totallang ... 9

3 Jenis dan persentase pemberian pakan pada kambing PE di desa Totallang ... 10

4 Komposisi nutrien pakan pada kambing PE yang digunakan peternak di desa Totallang ... 10

5 Persentase penggunaan pakan dan kandungan protein pakan pada kambing PE di desa Totallang ... 12

6 Produksi gliricidia sp pada kebun tanaman lada di desa Totallang yang berpotensi sebagai pakan ternak ... 13

7 Komposisi botani hijauan di kebun lada berproduksi ... 14

8 Komposisi botani hijauan pakan di kebun lada tidak berproduksi ... 15

9 Keragaman jenis hijauan pakan di kebun lada berproduksi ... 15

10 Keragaman jenis hijauan pakan di kebun lada tidak berproduksi ... 16

11 Analisis keanekaragaman hijauan pakan di desa Totalang ... 16

12 Konsumsi BK kambing PE berdasarkan bobot badan pada peternak di desa Totallang ... 18

13 Konsumsi PK kambing PE berdasarkan bobot badan pada peternak di desa Totallang ... 19

14 Konsumsi TDN kambing PE berdasarkan bobot badan pada peternak di desa Totallang ... 20

15 Kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), NH3, VFA total pakan kambing PE yang diberikan peternak di desa Totallang ... 21

16 Hubungan tingkat pendidikan, umur dan lama beternak dengan konsumsi bahan kering ransum pada kambing PE di desa Totallang ... 23

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian ... 3

2 Desain petak pengamatan (20x20 m); a, b, c, d dan e adalah plot pengamatan 2x2 m. ... 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner peternak ... 30

2 Potensi dan pola pemberian pakan kambing PE ... 32

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan adalah bahan makanan yang dimakan dan tidak membahayakan bagi tubuh ternak. Pakan menyediakan nutrien yang penting untuk hidup, produksi dan reproduksi. Dalam manajemen budidaya ternak khususnya ruminansia, pakan merupakan kebutuhan tertinggi sehingga perlu mendapat perhatian dalam penyediaannya baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pada peternakan tradisional, umumnya peternak menyediakan pakan utama bagi ternak ruminansia berupa Hijauan Pakan Ternak (HPT). HPT merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman yang terdiri dari daun-daunan atau kadang masih bercampur dengan batang, ranting serta bunganya, yang umumnya berasal dari

tanaman sebangsa rumput (graminae), kacang-kacangan (leguminosae), limbah

pertanian atau hijauan dari tumbuhan lain (Hadi et al. 2011).

HPT sebagai bahan pakan sumber serat mutlak diperlukan sepanjang tahun

dalam sistem produksi ternak ruminansia (Abdullah et al. 2005). Namun,

ketersediaan pakan terkadang menjadi kendala utama khususnya di negara berkembang karena supply HPT baik dari segi kualitas maupun kuantitas selalu

mengalami kelangkaan dan berfluktuasi sepanjang tahun (Ajayi et al. 2005).

Kondisi tersebut juga tercermin di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya Kabupaten Kolaka Utara provinsi Sulawesi Tenggara.

Data Distannak Kabupaten Kolaka Utara (2013) menunjukkan bahwa populasi kambing cenderung mengalami peningkatan selama 5 tahun terakhir yakni 2 777 ekor pada tahun 2007 menjadi 3 229 ekor pada tahun 2012. Salah satu wilayah yang memiliki populasi terbanyak adalah kecamatan Lasusua dengan jumlah populasi ternak kambing tahun 2012 yaitu 407 ekor. Peningkatan populasi ternak tersebut belum ditunjang dengan pola pemeliharaan yang baik terutama pemberian pakan. Pemberian pakan dilakukan dalam jumlah yang terbatas (sekali sehari yakni pada sore hari setelah peternak pulang dari berkebun). Dengan cara demikian, kemungkinan asupan nutrien yang dibutuhkan oleh ternak belum terpenuhi secara optimal

HPT yang digunakan peternak umumnya berasal dari hasil tanaman pakan yang dipanen sendiri, tepi jalan, pematang sawah, tepi hutan, lapangan, kebun dan sisa hasil pertanian. HPT tersebut digunakan sebagai sumber utama pakan ternak kambing di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara. Akan tetapi, porsi pemberian dan kualitasnya belum diketahui sehingga perlu dilakukan pengkajian untuk mengetahui tingkat kecukupan dan asupan nutrien pada ternak, sehingga kebutuhan HPT pada ternak dapat diprediksi di masa yang akan datang sesuai dengan perkembangan populasi ternak.

(14)

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengidentifikasi dan mengetahui keragaman dan potensi hijauan makanan

ternak (produksi dan kualitas) yang diberikan pada kambing oleh peternak di Desa Totalang Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara

2. Mengevaluasi kecukupan nutrisi ternak kambing di wilayah tersebut

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September 2013 di Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Sampel hijauan yang diperoleh kemudian dianalisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Oktober-November 2013.

Materi

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian lapangan antara lain timbangan digital (skala 1 kg), timbangan pakan (skala 14 kg), timbangan bobot badan (skala

100 kg) dan disk mill. Peralatan yang digunakan untuk analisa laboratorium antara

lain timbangan analitik, oven 60 oC dan 105 oC, erlenmeyer, gelas ukur, hot plate, labu takar, spatula, bulb, gegep, cawan porselen, desikator, pipet volumetrik, buret, labu kjehdahl, seperangkat alat destilasi dan kamera digital.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sampel pakan (Gliricidia, Erytrina subumbrans (Hassk), Ficus variegata Blume, Pennisetum purpureum) untuk penentuan kualitas pakan.

Metode

Prosedur Penelitian

(15)

3

kambing meliputi jenis pakan, jumlah pemberian, komposisi nutrien dan persentase penggunaan pakan. Tingkat kecukupan nutrien diketahui melalui

perbandingan antara konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total

digestible nutrien (TDN) hasil penelitian dengan standar Kearl (1982).

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari kuisioner, wawancara langsung dengan peternak sebagai responden, pengamatan dan pengukuran pada ternak dan pakan yang menjadi fokus penelitian sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Kolaka Utara.

Analisis Pola Penyediaan Pakan

Analisis pola penyediaan pakan ternak digunakan untuk mengetahui pola pemberian pakan kambing PE oleh peternak di desa Totallang meliputi jenis pakan, persentase penggunaan pakan, konsumsi pakan (Bahan Kering (BK),

Protein Kasar (PK) dan Total Digestible Nutrien (TDN)) dan bobot badan

kambing. Jenis dan persentase HPT yang diberikan diketahui melalui pemisahan HPT dan penimbangan pada masing-masing jenis HPT yang telah disediakan oleh peternak sebelum diberikan pada ternak. Pemisahan HPT tersebut dilakukan untuk mengetahui porsi jenis rumput, legum dan daun yang diberikan. Jumlah sampel pakan yang dikoleksi untuk pengukuran kualitas pakan sebesar 1 000 gram per masing-masing jenis pakan.

Analisis Kandungan Nutrien Pakan

Kandungan nutrien dari semua jenis pakan yang digunakan pada penelitian ini dianalisis menggunakan metode analisis proksimat (AOAC 2005) dan Van Soest (1985).

(16)

Analisis Vegetasi

Teknik pengambilan data dilakukan dengan metode Istomo dan Kusmana (1997) yaitu metode analisis vegetasi tumbuhan bawah dengan dibuatnya petak pengamatan berukuran 20x20 m, dibuat 5 plot berukuran 2x2 m di dalam petak pengamatan. Desain petak pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambaran komposisi jenis tumbuhan sebagai hijauan pakan ternak dilakukan perhitungan terhadap parameter yang meliputi indeks nilai penting, indeks dominasi, indeks keragaman jenis, indeks kesamaan komunitas, indeks kekayaan jenis dan indeks kemerataan jenis.

Indeks Nilai Penting (INP)

INP dihitung pada tingkat tumbuhan bawah dengan rumus INP=KR+FR. Menurut Sorianegara dan Indrawan (1998) rumus yang digunakan dalam analisis vegetasi adalah sebagai berikut :

(17)

5

Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)

H’ = -

∑ [ ln ]

Indeks Kesamaan Komunitas (IS)

IS = x 100%

Indeks Kekayaan Jenis (R1)

R1 =

Indeks Kemerataan Jenis (E)

E =

Analisis Kecukupan Nutrien

Analisis kecukupan nutrien diketahui melalui pengukuran tingkat konsumsi dan kecernaan nutrien pakan berdasarkan bobot badan ternak. Pengukuran konsumsi pakan dilakukan dengan cara menghitung selisih antara pakan yang diberikan dengan sisa pakan keesokan harinya. Pengukuran dilakukan selama empat minggu. Penimbangan bobot badan kambing dilakukan dengan cara menimbang masing-masing kambing penelitian menggunakan timbangan duduk. Penimbangan bobot badan ternak dilakukan hanya sekali selama proses pengambilan data.

Analisis Kecernaan dan Fermentabilitas Bahan Pakan

Pengambilan Inokulum

Inokulum merupakan cairan rumen yang mengandung mikroba yang hidup di dalam rumen ruminansia dan berfungsi sebagai pendegradasi pakan yang dikonsumsi ternak. Cairan rumen yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari ternak kambing yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) di Empang. Tahap pengambilan cairan rumen adalah pertama-tama termos diisi dengan air

panas kira-kira mencapai suhu 39oC kemudian dibawa ke RPH Empang. Air di

dalam termos tidak boleh dibuang hingga cairan rumen didapatkan dengan suhu

dipertahankan pada 39oC. setelah perut rumen dipilih, dinding rumen dirobek

dengan pisau kemudian isi rumen diperas dengan menggunakan kain dan dimasukkan ke dalam termos yang baru saja dikeluarkan air panasnya, setelah itu termos ditutup agar suhunya tetap terjaga. Kemudian cairan rumen yang berada di dalam termos tersebut dibawa ke Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan

segera dialiri CO2, setelah itu dilakukan fermentasi in vitro dengan menggunakan

alat rumen tiruan.

(18)

Fermentasi In Vitro

Metode ini diawali dengan pencernaan fermentatif, yaitu 0.5 gram sampel pakan penelitian dimasukkan ke dalam tabung fermentor kemudian ditambahkan

40 ml larutan McDougall dan 10 ml cairan rumen, dimasukkan ke dalam shaker

bath dengan suhu 39oC (Tilley and Terry, 1963). Setelah itu cairan rumen dialiri

gas CO2 selama 30 detik kemudian ditutup dengan karet berventilasi dan

difermentasi selama 4 jam, kemudian tutup karet tabung fermentor dibuka dan

diteteskan 2-3 tetes HgCl2 untuk membunuh mikroba. Tabung fermentor

dimasukkan ke dalam sentrifuge dengan kecepatan 3 000 rpm selama 10 menit. Substrat akan terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan supernatant yang bening berada di bagian atas. Endapan tersebut diambil untuk melakukan analisis koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organic (KCBO) sedangkan

supernatan diambil untuk melakukan analisis NH3 dan VFA.

Analisis Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik(KCBO) Endapan hasil fermentasi in vitro ditambahkan 50 ml larutan pepsin HCl 0,2% kemudian diinkubasi kembali selama 48 jam tanpa tutup karet. Sisa

pencernaan disaring dengan kertas saring Whatman no 41 (yang sudah diketahui

bobotnya) dengan bantuan pompa vakum. Endapan yang ada dikertas saring

dimasukkan ke dalam cawan porselen, setelah itu dimasukkan ke dalam oven 105o

C selama 24 jam, kemudian cawan porselen dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam eksikator lalu ditimbang untuk mengetahui kadar bahan keringnya. Selanjutnya bahan dalam cawan diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada

suhu 450-600oC, kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar bahan organiknya.

Sebagai blanko digunakan cairan rumen dan larutan MCDougall tanpa sampel. Tingkat kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) selanjurnya dihitung menggunakan rumus berikut : (Tilley and Terry (1963).

% KCBK = BK sampel (g)–(BK residu (g) – BK blanko (g)) X 100%

BK sampel

% KCBO = BO sampel (g)–(BO residu (g) – BO blanko (g)) X 100%

BO sampel

Analisis NH3.

Konsentrasi NH3 diukur dengan menggunakan teknik Mikrodifusi Conway

(Conway, 1958). Bibir cawan Conway dan tutupnya diolesi dengan vaselin,

supernatant yang berasal dari proses fermentasi diambil 1 ml kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway. Larutan Na2CO3 jenuh

sebanyak 1 ml ditempatkan pada salah satu ujung cawan Conway bersebelahan

dengan supernatant (tidak boleh dicampur). Larutan asam borat berindikator

sebanyak 1 ml ditempatkan dibagian lengan cawan Conway. Cawan Conway yang

sudah diolesi vaselin ditutup rapat hingga kedap udara, larutan Na2CO3 dicampur

dengan supernatant hingga merata dengan cara menggoyang-goyangkan dan memiringkan cawan tersebut. Setelah itu dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar, kemudian suhu kamar dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan

H2SO4 0.005 N sampai terjadi perubahan warna biru menjadi merah. Konsentrasi

(19)

7

N NH3 (mM) =

Ml H2SO4 x N H2SO4 x 1 000 Sampel (g) x BK sampel

Analisis VFA (VFA Total).

Konsentrasi VFA diukur degan menggunakan teknik destilasi uap (Steam

destilation) (General Laboratory Procedure, 1966). Sebanyak 5 ml supernatant

(berasal dari tabung yang sama dengan supernatant untuk analisa NH3)

dimasukkan ke dalam tabung destilasi, lalu ditambahkan 1 ml H2SO4 15%.

Dinding tabung dibilas dengan aquadest dan secepatnya ditutup dengan sumbat karet yang telah dihubungkan dengan pipa destilasi berdiameter ± 0.5 cm. kemudian ujung pipa yang lain dihubungkan dengan alat pendingin Leibig. Tabung destilasi dimasukkan ke dalam labu didih yang telah berisi air mendidih tanpa menyentuh permukaan air tersebut. Uap air panas akan mendesak VFA dan akan terkondensasi di dalam pendingin. Hasil destilasi ditampung dengan labu Erlenmeyer 500 ml yang telah diisi 5 ml NaOH 0.5 N. Proses destilasi selesai pada saat jumlah destilat yang tertampung mencapai 300 ml. Destilat yang tertampung ditambah indicator PP (Phenol Pthalein) sebanyak 2-3 tetes, lalu dititrasi dengan HCl 0.5 N sampai terjadi perubahan warna dari merah jambu menjadi tidak berwarna (bening). Perhitungan produksi VFA total adalah sebagai berikut :

VFA total = (volume titran blanko – volume titran sampel) x N HCl x 1000/5 ml

sampel (g) x BK sampel

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan keadaan umum, potensi dan tingkat kecukupan nutrien ternak yang diketahui dengan melihat pola penyedian dan pemberian pakan pada kambing PE yang digunakan oleh peternak di Desa Totallang Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara. Tingkat kecukupan nutrien yang diperoleh pada hasil penelitian akan dibandingkan dengan standar Kearl (1982).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wilayah Kecamatan Lasusua

Daerah Kecamatan Lasusua merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Kolaka Utara terletak di bagian utara yaitu melintang dari Utara ke

Selatan kira-kira 3°30’ LS - 3°40’0’ LS dan membujur dari Barat ke Timur antara

(20)

dibudidayakan oleh petani di Desa Totallang. Akan tetapi, hanya tanaman lada yang memberikan kontribusi terbesar dalam penyediaan HPT di Desa tersebut

karena tanaman lada umumnya ditegakkan pada pohon Gliricidia sp.

Keadaan Umum Peternakan

Populasi dan Struktur Ternak

Desa Totalang Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara memiliki ternak kambing PE sebanyak 62 ekor yang terdiri dari ternak dewasa 36 ekor, dara 16 ekor dan anak 10 ekor. Rataan bobot badan ternak dewasa, dara dan anak masing-masing berkisar antara 31.33-48.00; 10.00-18.00 dan 1.50-8.00 kg. Data tersebut diperoleh dari semua peternak yang memelihara kambing di daerah tersebut yakni 16 orang peternak, sebagaimana terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Populasi dan struktur kambing PE di desa Totallang

Peternak Jumlah

Ternak

Status Ternak (ekor) Rataan Bobot Ternak (kg)

Dewasa Dara Anak Dewasa Dara Anak

(21)

9

tertinggi berkisar antara 1-5 tahun sebesar 68.75% dan terendah selama >6 tahun yakni sebesar 31.25%.

Tabel 2. Profil peternak di desa Totallang

Parameter Jumlah Persentase (%)

Umur Peternak

Jumlah kepemilikan ternak tertinggi sebesar 1-6 ekor dengan persentase 87.50% dan terendah >7 ekor dengan persentase 12.50%. Status kepemilikan sendiri sebesar 68.75% dan gaduhan sebesar 31.25%.

Pola penyediaan Pakan Kambing di Desa Totalang

Jenis Pakan dan Komposisi Nutrien

Jenis pakan dan komposisi nutrien yang digunakan pada peternakan kambing PE di desa Totalang disajikakan pada Tabel 3 dan 4. Jenis pakan

kambing PE yang dominan diberikan oleh peternak adalah Gliricidia sp (95.98%)

kemudian disusul oleh Pennisetum purpureum (1.79%), Erytrina subumbrans

(Hassk.) (1.34%) dan Ficus variegata Blume (0.89%). Pemberian Gliricidia sp

dengan porsi yang sangat besar oleh peternak disebabkan karena jumlah produksi

(22)

menjalar bagi tanaman lada. Sementara porsi Pennisetum purpureum, Erytrina subumbrans (Hassk.) dan Ficus variegata Blume diberikan ketika peternak tidak sempat ke kebun lada.

Tabel 3. Jenis dan persentase pemberian pakan pada kambing PE di desa Totallang

No Jenis Pakan Pemberian Pakan (%)

1 Gamal (Gliricidia sp) 95.98

2 Dadap serep (Erytrina subumbrans (Hassk.)) 1.34

3 Nyawai (Ficus variegata Blume) 0.89

4 Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) 1.79

Jumlah 100.00

Tabel 4. Komposisi nutrien pakan pada kambing PE yang digunakan peternak di desa Totallang

Keterangan : NDF : Neutral detergent fiber; ADF : Acid detergent fiber;TDN : Total Digestible Nutrien

* : Rumus % TDN domba/kambing (Hartadi et al. 2005) = 37.937 – 1.018 (SK) –

4.886 (LK) + 0.173 (Beta-N) + 1.042 (PK) + 0.015 (SK)2 – 0.058 (LK)2 + 0.008 (SK) (Beta-N) + 0.119 (LK) (Beta-N) + 0.038 (LK) (PK) + 0.003 (LK)2 (PK)

Jika dilihat dari komposisi nutriennya (Tabel 4), Gliricidia sp

memperlihatkan nilai PK yang lebih tinggi (16.82%) dibandingkan Erytrina

subumbrans (Hassk.) (15.43%), Pennisetum purpureum (13.61%) dan Ficus variegata Blume (9.33%). Hal tersebut menunjukkan bahwa Gliricidia sp

memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan ketiga jenis pakan yang lain.

Namun nilai PK Gliricidia sp pada penelitian ini cenderung memperlihatkan nilai

yang lebih rendah dibandingkan dengan beberapa penelitian lain yakni 17.3% (Herbert et al. 2005); 18.61% (Eniolorunda et al. 2008); 23.70% (Hadi et al. 2011); 17.93-19.64% (Mayasari et al. 2012); 23% (Trisnadewi et al. 2013) dan 23,24% (Chisowa & Mwenya 2013) tetapi lebih tinggi dari penelitian Jokthan (2013) yakni 13.26%. Perbedaan nilai tersebut disebabkan oleh umur potong tanaman, musim, lokasi pengambilan sampel, jenis tanah dan tingkat pemupukan.

Kandungan SK Gliricidia sp pada penelitian ini (24.57%) cenderung

memperlihatkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian

Mayasari et al. (2012) yakni 41.46-45.65%. SK dibutuhkan oleh kambing untuk

(23)

11

bagi hidup pokok, pertumbuhan, laktasi dan reproduksi kambing melalui

degradasi oleh mikroba rumen (Lu et al. 2005).

Peran SK sebagai sumber energi sangat erat kaitannya dengan proporsi penyusun komponen serat seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Komponen tersebut digambarkan dalam kandungan ADF dan NDF pakan. ADF merupakan komponen penyusun dinding sel yang tidak terlarut dalam pelarut detergent asam yang terdiri dari selulosa, lignin dan silika (Van Soest 1994). Komponen penyusun ADF berikatan kuat dengan lignin sehingga sukar ditembus oleh mikroba rumen (Wina & Toharmat 2010). Pada penelitian ini kandungan ADF

Ficus variegata Blume : 49.22% cenderung lebih rendah dibandingkan Erytrina subumbrans (Hassk.) (56.10%), Gliricidia (57.22%) dan Pennisetum purpureum

(67.03%). Nilai tersebut menunjukkan bahwa Ficus variegata Blume lebih mudah

dicerna dibandingkan ketiga jenis pakan lainnya.

Zulkarnaini (2009) menyatakan bahwa kecernaan ADF akan lebih rendah dibanding kecernaan NDF karena ADF memliki fraksi yang lebih sukar dicerna sedangkan NDF memiliki fraksi yang lebih mudah dicerna di dalam rumen. Hasil analisis menunjukkan bahwa keempat jenis hijauan pakan yang dikonsumsi oleh kambing PE di Desa Totallang memperlihatkan nilai NDF yang lebih tinggi dibandingkan nilai ADF-nya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan nutrien yang mudah dicerna lebih tinggi dalam keempat pakan tersebut dibandingkan dengan kandungan nutrien yang tidak mudah tercerna.

Lu et al. (2005) menjelaskan bahwa kandungan ADF sebesar 18% akan menghasilkan konsumsi bahan kering tertinggi dan menurun pada kandungan

ADF lebih dari 18%. Konsumsi bahan kering dan karbohidrat bukan serat (non-fi

ber carbohydrate, NFC) menurun secara linier dengan peningkatan kandungan

NDF pakan (Zhao et al. 2011) karena peningkatan konsumsi fraksi serat akan

meningkatkan aktivitas mengunyah (Lu et al. 2005).

Persentase Penggunaan Pakan

Persentase penggunaan pakan dan kandungan protein pakan pada kambing PE di desa Totallang disajikan pada Tabel 5. Pada Tabel tersebut terlihat bahwa

persentase penggunaan Gliricidia sp sebagai pakan kambing PE berkisar antara

89.38-100%. Penggunaan Gliricidia sp sebanyak 100% dilakukan oleh 56.25%

peternak. Sementara kombinasi pemberian Gliricidia sp dengan Pennisetum

purpureum dilakukan oleh peternak sebesar 18.75%. Pemberian kombinasi

Gliricidia sp dengan Erytrina subumbrans (Hassk.) dan kombinasi Gliricidia sp

dengan Ficus variegata Blume diberikan oleh peternak dalam jumlah yang sama

yakni sebesar 12.5%. Pemberian tersebut dilakukan oleh peternak setempat karena

ketersediaan Gliricidia sp cukup melimpah. Pemberian tersebut secara

keseluruhan dilakukan dalam bentuk segar tanpa dilayukan terlebih dahulu

meskipun Gliricidia sp mengandung beberapa zat antinutrisi. Zat anti nutrisi yang

(24)

Tabel 5. Persentase penggunaan pakan dan kandungan protein pakan pada

Tanaman Gliricidia sp mengandung zat antinutrisi, ternak tidak

menunjukkan gejala klinis keracunan ataupun gangguan kesehatan lainnya ketika diberikan dalam keadaan segar selama pemberian pakan tersebut. Menurut Bawala et al. (2006) Gliricidia sp dapat dikonsumsi oleh ternak dalam jumlah yang sangat besar tanpa mengganggu performa ternak. Performa ternak yang lebih baik juga diperlihatkan pada kambing West African Dwarf yang diberi 100%

Gliricidia sp dibandingkan kambing yang diberi 0, 25, 50 dan 75% Gliricidia sp

dalam ransum (Eniolorunda et al. 2008).

Potensi Glirisidia sp (Gamal)

Gliricidia sp merupakan leguminosa pohon dari family Fabaceae yang

mudah tumbuh di daerah tropis maupun sub tropis dengan suhu optimal 22-30oC

dan curah hujan 800 - 2 300 mm. Gliricidia sp mampu beradaptasi dengan baik pada tanah masam, liat, basah dan berkapur melalui stek atau persemaian biji hingga mencapai 10-15 m dan mudah tumbuh kembali setelah terbakar. Umumnya digunakan sebagai pagar hidup, kayu bakar, arang, stabilitas tanah,

obat (Rao et al. 2011), pupuk hijau (Renuka and Wijesundara 2013), insektisida,

nemasidal, antibakterial (Nazli et al. 2008), antimikrobial (Nazli et al. 2011) dan pakan ternak. Kuantitas dan kualitasnya bervariasi tergantung dari manajemen pemangkasan. Frekwensi pemangkasan yang paling baik 2-4 bulan (Kabi &

Lutakome 2013) dan 6-12 minggu di daerah tropis lembab (Edwards et al. 2012).

(25)

13

Di desa Totallang, peternak menanam Gliricidia sp sebagai induk semang

tanaman lada sekaligus sebagai pakan kambing PE. Berdasarkan hasil penelitian

diketahui bahwa Produksi hijauan berdasarkan cuplikan pohon pemangkasan

adalah sebesar 7 025.9 g/pohon dengan Produksi Gliricidia sp 9 274.2

kg/ha/panen atau dengan kata lain Produksi Gliricidia sp dalam setahun

diperkirakan dapat mencapai 37 096.8 kg/Ha/tahun (Tabel 6). Jika Hijauan yang dapat dimanfaatkan dan dimakan oleh ternak sebesar 55.8% dari total produksi

Gliricidia sp dalam setahun maka ketersediaan Gliricidia sp yang dapat dikonsumsi oleh ternak sebesar 20 403.2 kg/Ha/tahun. Apabila seekor kambing

dewasa mampu mengkonsumsi 4.5 kg Gliricidia sp per hari maka kebutuhan

Gliricidia sp per tahun sebesar 1 602.0 kg. Dengan demikian, kapasitas tampung kambing pada kebun Lada di desa Totallang sebesar 1.8 ST/Ha/tahun atau 12.7

ekor/Ha/tahun. Jumlah tersebut cukup besar mengingat tanaman Gliricidia sp

hanya sebagai tanaman sampingan pada perkebunan lada. Saat ini, jumlah ternak kambing yang ada di wilayah tersebut sebanyak 62 ekor sehingga lahan

perkebunanan lada untuk mensuplay tanaman Gliricidia sp yang dibutuhkan

hanya seluas 5 Ha, sedangkan luas lahan kebun lada yang ada di desa totallang sekitar 37 Ha. Dengan Demikian masih ada sekitar 32 Ha lahan perkebunan lada yang dapat digunakan sebagai sumber HPT bagi ternak kambing di desa Totallang.

Tabel 6. Produksi gliricidia sp pada kebun tanaman lada di desa Totallang yang

berpotensi sebagai pakan ternak

No. Komponen (satuan) Produksi

1 Produksi hijauan berdasarkan cuplikan pohon pemangkasan

(g/pohon) 7 025.9

2 Produksi hijauan (kg/Ha/panen) 9 274.2

3 Perkiraan Produksi hijauan dalam setahun (kg/Ha) 37 096.8

4 Perkiraan Hijauan yang dapat dimanfaatkan dan dimakan oleh

ternak 55,8% 20 403.2

5 Perkiraan Kebutuhan konsumsi ternak kambing per ekor (kg/hr) 4.5

6 Kebutuhan ternak pertahun (kg) 1 602.0

7 Perkiraan Kapasitas tampung kebun Lada (ST/Ha/tahun) 1.8

Pemberian Gliricida sp sebagai pakan utama ternak kambing di Desa

Totallang cukup beralasan karena ternyata Gliricidia sp dapat dikonsumsi oleh ternak dalam jumlah yang sangat besar tanpa mengganggu performa ternak

(Bawala et al. 2006). Pemberiannya dapat dilakukan dengan cara dilayukan (Kabi

& Lutakome 2013) hay (Babayemi & Bamikole, 2006) silase (Martinele et al,

2014), blok multi nutrien dan pellet sebagai agen stabilisasi (Aye et al. 2013) dan

suplementasi protein(Kikelomo 2014).

Komposisi Botani Hijauan Pakan di Desa Totalang

Analisis komposisi botani hijauan pakan di desa Totalang dilakukan di dua tempat yaitu di kebun berproduksi (Tabel 7) dan tidak berproduksi (Tabel 8)

(26)

Hijauan pakan di sekitar kebun berproduksi di Desa Totalang (Tabel 7) didominasi oleh rumput diantaranya Cyperus kyllingia Endl (17.54%), Sporobolus berteroanus (9.65%), Pycreus latespicatus (7.60%), Eleusine indica (7.09%),

Digitaria setigera roth (5.92%), Paspalum conjugatum (5.85%), Brachiaria subquadipara (5.04%), Cleome rutidosperma (3.80%), Cyperus trinervis (3.65%),

Digitaria ciliaris (2.93%), Cynodon dactylon (0.88%), dan Cyperus sphacelatus

(0.73%). Cyperus Sp umumnya terdapat di daerah berpasir, daerah sekitar gurun,

daerah kering yang ekstrim dan dipinggir pantai (Vare and Kukkonen 2005).

Menurut Ugiansky (2010), jenis Paspalum Sp. umumnya ditemukan tumbuh di

daerah berumput dan bukaan kayu pada daerah dataran rendah, lembab, tanah

berpasir dan sepanjang rawa payau. Digitaria Sp. umumnya ditemukan di daerah

padang rumput, lembab dataran rendah, tempat basah, tempat kering, berpasir,

tanaman hortikultura dan pertanian (Uva et al. 2010). Brachiaria Sp umumnya

ditemukan pada tempat-tempat sampah, lahan pertanian, hutan terbuka, padang rumput, pinggir jalan, hutan lembab, pesisir, tepi rawa, di sepanjang anak sungai, sungai tergenang musiman dan saluran sungai (Ghazanfar et al. 2001). Eleusine Indica merupakan jenis tanaman yang tahan kekeringan dan herbisida digolongkan sebagai gulma pada tanaman budidaya dan lapangan golf, dapat tumbuh dengan subuh di tanah padat dan di bawah sinar matahari penuh (Ivens 1989).

Tabel 7. Komposisi botani hijauan di kebun lada berproduksi

Ranking Nama Latin % Tiap Jenis

1 Cyperus kyllingia Endl 17.54

2 Oldenlandia carimbosa 11.26

3 Orlandia costata 13.89

4 Sporobolu berteroanus 9.65

5 Pycreus latespicatus 7.60

6 Eleusine indica 7.09

7 Digitaria setigera roth 5.92

8 Paspalum conjugatum 5.85

9 Brachiaria subquadipara 5.04

10 Cleome rutidosperma 3.80

11 Cyperus trinervis 3.65

12 Ilysanthes 2.93

13 Digitaria ciliaris 2.93

14 Ageratum sonizoides 1.24

15 Cynodon dactylon 0.88

16 Cyperus sphacelatus 0.73

Hijauan yang mendominasi di kebun lada yang tidak berproduksi

(Tabel 8) diantaranya Digitaria setigera roth (29.24%), Eragrotis amabilis

(16.48%), Imperata cylindrica (12.15%), Brachiaria subquadipara (11.01%),

Echinochloa colona (6.45%), Digitaria a longiflora (5.77%), Digitaria ciliaris

(1.89%) dan Paspalum conjugatum (1.67%). Digitaria sp. merupakan spesies yang

(27)

15

Imperata cylindrica (L.) P. Beauv atau dikenal alang-alang merupakan spesies yang mempunyai batang berupa rizoma yang tumbuh menjalar di dalam tanah sehingga membentuk akar dan tunas. Spesies ini banyak tumbuh di areal persawahan yang merugikan tanaman padi. Selain itu, Imperata cylindrica (L.) P. Beauv memiliki senyawa alelopati yang dapat menekan pertumbuhan tanaman lainnya dalam satu areal (Sastroutomo 1990).

Tabel 8. Komposisi botani hijauan pakan di kebun lada tidak berproduksi

Rangking Nama latin % Tiap Jenis

1 Digitaria setigera roth 29.24

2 Eragrotis amabilis 16.48

3 Imperata cylindrica 12.15

4 Brachiaria subquadipara 11.01

5 Ageratum sonizoides 7.97

6 Echinochloa colona 6.45

7 Digitaria a longiflora 5.77

8 Cleome rutidosperma 3.04

9 Nephrolepis cordifolia 3.04

10 Digitaria ciliaris 1.89

11 Paspalum conjugatum 1.67

12 Mimosa pudica 1.29

Keragaman Jenis Hijauan Pakan di Desa Totalang

Keragaman jenis hijauan Pakan di ukur pada dua tempat yaitu kebun berproduksi (Tabel 9) dan kebun tidak berproduksi (Tabel 10).

Tabel 9. Keragaman jenis hijauan pakan di kebun lada berproduksi

Nama Latin Jumlah Individu KR FR INP

Cyperus kyllingia Endl 128.00 10.43 7.50 17.93

Oldenlandia carimbosa 111.00 9.05 5.00 14.05

Orlandia costata 110.00 8.96 5.00 13.96

Sporobolu berteroanus 99.00 8.07 7.50 15.57

Pycreus latespicatus 94.00 7.66 7.50 15.16

Eleusine indica 88.00 7.17 10.00 17.17

Paspalum conjugatum 87.00 7.09 5.00 12.09

Brachiaria subquadipara 80.00 6.52 5.00 11.52

Ilysanthes 79.00 6.44 5.00 11.44

Keterangan : KR = Kerapatan Relatif; FR = Frekuensi Relatif; INP = Indeks Nilai Penting

(28)

Tabel 9, Jenis hijauan pakan yang paling dominan di kebun lada berproduksi adalah jenis rumput Cyperus kyllingia Endl 10.43% dengan indeks nilai penting (INP) tertinggi yaitu 17.93% dan jenis kodominannya adalah jenis rumput Cyperus sphacelatus (2.44%) dengan INP sebesar 4.94%. Hasil analisis vegetasi di kebun lada tidak berproduksi (Tabel 10) yang paling dominan adalah rumput Digitaria setigera roth dan kodominannya adalah Paspalum conjugatum dengan nilai INP masing-masing sebesar 30.15% dan 5.01%.

Tabel 10. Keragaman jenis hijauan pakan di kebun lada tidak berproduksi

Nama Latin Jumlah Individu KR FR INP

Digitaria setigera roth 261.00 18.72 11.43 30.15

Eragrotis amabilis 212.00 15.21 14.29 29.49

Imperata cylindrica 185.00 13.27 1.43 24.70

Brachiaria subquadipara 127.00 9.11 8.57 17.68

Ageratum sonizoides 118.00 8.46 14.29 22.75

Echinochloa colona 115.00 8.25 5.71 13.96

Digitaria a longiflora 114.00 8.18 5.71 13.89

Cleome rutidosperma 75.00 5.38 5.71 11.09

Nephrolepis cordifolia 74.00 5.31 14.29 19.59

Digitaria ciliaris 53.00 3.80 2.86 6.66

Paspalum conjugatum 30.00 2.15 2.86 5.01

Mimosa pudica 30.00 2.15 2.86 5.01

Keterangan : KR = Kerapatan Relatif; FR = Frekuensi Relatif; INP = Indeks Nilai Penting

Analisis Keanekaragaman Hijauan Pakan di Desa Totalang

Keanekaragaman jenis hijauan pakan terdiri dari dua komponen yaitu

jumlah spesies yang menunjukkan pada kekayaan jenis (richness) dan kelimpahan

jenis yang mengarah pada kemerataan jenis (evenness) (Mcnaughton dan Wolf

1990). Analisis keanekaragaman hijauan pakan di Desa Totalang disajikan pada Tabel 11 berikut :

Tabel 11. Analisis keanekaragaman hijauan pakan di desa Totalang

Tempat H' R1 E IS (%)

Kebun Berproduksi 3.00 1.55 0.90

35.71

Tidak Berproduksi 2.34 1.80 0.89

Keterangan : H’ = Nilai Indeks Keanekaragaman jenis; R1 = Indeks kekayaan jenis; E = Indeks kemerataan jenis; IS = Indeks kesamaan jenis

Menurut Magurran (1988), nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) diklasifikasikan tiga tingkatan yaitu rendah jika H’<2.0, sedang jika 2.0≤H’<3.0, tinggi jika H’≥3.0. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai

keanekaragaman jenis di kebun lada berproduksi sebesar 3.0. Nilai tersebut tergolong tinggi jika dibandingkan dengan kebun lada tidak berproduksi yang mempunyai nilai keanekaragaman sedang yaitu 2.34. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelimpahan jenis hijauan pakan di kebun lada yang berproduksi lebih besar dibandingkan di kebun lada tidak berproduksi karena jenis tumbuhan yang ada di kebun lada berproduksi lebih banyak daripada di kebun lada tidak berproduksi.

(29)

17

menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong rendah, R1 = 3.5-5.0 menunjukkan kekayaan jenis sedang, dan R1>5.0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong tinggi. Berdasarkan pengklasifikasian tersebut maka kekayaan jenis hijauan pakan di kebun lada berproduksi dan kebun lada tidak berproduksi tergolong rendah dengan indeks kekayaan jenis (R1) pada kebun lada berproduksi (1.55) dan pada kebun lada tidak berproduksi (1.80). Perbedaan nilai tersebut dipengaruhi oleh jumlah jenis yang ditemukan yaitu di kebun lada berproduksi sebanyak 16 jenis dan di kebun lada tidak berproduksi sebanyak 12 jenis.

Nilai indeks kemerataan jenis (E) diklasifikasikan menjadi tiga menurut Magurran (1988) yaitu E<0.3 (kemerataan jenis rendah), E=0.3-0.6 (kemerataan jenis sedang), dan E>0.6 (kemerataan jenis tinggi). Pada penelitian ini, nilai E di kebun lada berproduksi sebesar 0.90 dan pada kebun lada tidak berproduksi sebesar 0.89. Kedua tempat ini mempunyai nilai indeks kemerataan jenis yang tinggi karena mempunyai nilai E>0.6. Kemerataan jenis menunjukkan distribusi kelimpahan jenis hijauan secara merata pada banyaknya individu yang ada. Indeks dominansi hijauan di kebun lada berproduksi yaitu 0.07 dan di kebun lada tidak berproduksi yaitu 0.11. Nilai tersebut menunjukkan bahwa indeks dominansi baik di kebun lada berproduksi maupun kebun lada tidak berproduksi tergolong rendah karena nilai dari keduanya tidak sama dengan satu atau mendekati satu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jenis hijauan di kebun lada berproduksi dan di kebun lada tidak berproduksi menyebar pada banyak jenis. Hasil perhitungan indeks kesamaan jenis (IS) yang diperoleh pada kedua komunitas yaitu 35.71%. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas hijauan pada kedua tempat dianggap berbeda karena nilai IS<75% (Istomo dan Kusmana 1997).

Tingkat Kecukupan Nutrien Kambing PE di Desa Totallang

Bahan Kering (BK)

Konsumsi BK pada kambing PE di desa Totalllang berkisar antara 741.95-1 324.28 g/ekor/hari (Tabel 741.95-12). Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kebutuhan konsumsi BK ternak yang melebihi standar Kearl (1982) hanya sekitar 62.5% yakni 935.28-1 324.28 g/ekor/hari sedangkan sisanya sebesar 37.5% masih belum memenuhi standar Kearl (1982) yakni 741.19-834.98 g/ekor/hari.

Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan nilai konsumsi BK berdasarkan bobot badan yang lebih rendah (1.55-3.72% BB) dibandingkan Ajayi

et al. (2005) (6.17% BB) dengan pemberian 20% Gliricidia sp, dan Assaolu et al.

(2012) dengan pemberian 250 g Gliricidia sp. Perbedaan tersebut disebabkan oleh

penggunaan Gliricidia sp yang lebih tinggi pada penelitian ini (89.38-100%). Hal

tersebut menunjukkan pemberian Gliricidia sp sebagai pakan utama dapat

menurunkan tingkat konsumsi BK pada kambing. Gliricidia sp merupakan

tanaman jenis legume yang berfungsi sebagai sumber protein pakan (Ondiek et al.

2000). Oleh karena itu, penggunaan Gliricidia sp sebagai suplementasi pakan

cenderung lebih baik dibandingkan sebagai pakan utama karena suplementasi

Gliricidia sp dapat meningkatkan konsumsi BK pada kambing PE (Smith et al.

1995; Abdulrazak et al. 1997; Aderinola et al. 2008). Peningkatan konsumsi BK

(30)

pakan sebesar 15-30% (Abdulrazak et al. 1997), 20-30% (Smith et al. 1995), 50%

Keterangan : BB = Bobot Badan; BK = Bahan Kering; Std : Standar deviasi

Rendahnya konsumsi BK pada penelitian ini juga disebabkan oleh pola penyediaan pakan yang dilakukan oleh peternak di desa tersebut. Pemberian pakan pada kambing hanya dilakukan sehari sekali yakni pada sore hari. Pemberian pakan tersebut dilakukan oleh 15 dari 16 orang peternak setelah pulang dari kebun lada sedangkan sisanya (1 orang peternak) memberikan pakan dua kali sehari yakni pada pagi dan sore hari.

Konsumsi BK pakan dipengaruhi oleh bobot badan, temperatur lingkungan, dan karakteristik pakan yang meliputi kecernaan, palatabilitas, dan keseimbangan nutrien dalam ransum (Arora 1995) laju pencernaan bahan pakan dalam saluran pencernaan, laju pengeluaran sisa pakan yang dikonsumsi (Tillman

et al. 1998). Banyak sedikitnya konsumsi nutrien tergantung pada jumlah BK pakan yang dikonsumsi oleh ternak dan kandungan nutrien dalam pakan yang diberikan (Utomo dan Soejono 1999)

Protein Kasar (PK)

(31)

19

penelitian ini telah melebihi kebutuhan kambing PE sebesar 29.91-123.32 g/ekor/hari. Jika dilihat dari kandungan protein ransum yang diberikan, kandungan protein gliricidia yang dikonsumsi kambing PE pada penelitian ini berkisar antara 16.41-16.82%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas protein pakan yang diberikan cenderung lebih baik dan dapat memenuhi kebutuhan protein kambing PE.

Nilai protein pakan berkorelasi positif dengan konsumsi BK, BO (Bahan Organik), dan energi (Putra dan Puger 1995). Konsumsi PK dipengaruhi oleh

konsumsi BK dan kandungan PK pakan (Purbowati et al. 2007) sehingga

meskipun nilai konsumsi BK rendah pada penelitian ini, nilai konsumsi PK-nya tetap tinggi karena kandungan PK pakan tinggi. Kamal (1997) menyatakan bahwa banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi besarnya nutrien lain yang dikonsumsi, sehingga semakin banyak pakan yang dikonsumsi akan meningkatkan konsumsi nutrien lain yang ada dalam pakan.

Tabel 13. Konsumsi PK kambing PE berdasarkan bobot badan pada peternak di

Keterangan : BB = Bobot Badan; BK = Bahan Kering; Std : Standar deviasi

Konsumsi TDN

(32)

energi bagi ternak, sehingga jika konsumsi TDN berada pada level cukup, maka kebutuhan energipun cukup bagi ternak. Sementara itu, sebagian kecil peternak (25%) memberikan pakan dengan porsi yang lebih rendah 2.66-142.90 g/ekor/hari dari standar kebutuhan TDN pakan menurut Kearl (1982). Rendahnya nilai konsumsi TDN tersebut disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi BK pakan. Konsumsi BK yang rendah menyebabkan rendahnya konsumsi energi. Jumlah konsumsi energi merupakan kombinasi antara konsumsi dengan kandungan energi ransum. Konsumsi energi meningkat sejalan dengan peningkatan kandungan energi pakan (Lallo 1996). Peningkatan daya cerna pakan atau nilai TDN dapat ditingkatkan melalui penyediaan pakan yang seimbang dengan kandungan nutrien yang cukup bagi ternak. Pemberian pakan sumber protein dan energi, dengan jumlah tertentu akan dapat mendukung pertumbuhan dan aktivitas mikroba di dalam rumen secara efektif dan akhirnya dapat meningkatkan daya cerna serta penampilan temak (Sudana 1984).

Tabel 14. Konsumsi TDN kambing PE berdasarkan bobot badan pada peternak di desa Totallang

Keterangan : BB = Bobot Badan; BK = Bahan Kering; Std : Standar deviasi

(...) = nilai dalam kurung menunjukkan defisiensi konsumsi TDN pada kambing PE

Persentase Kecernaan dan Fermentabilitas Bahan Pakan Kambing PE

Hasil analisis in vitro Kambing PE berupa Kecernaan Bahan Kering

(KCBK), Kecernaan Bahan Organik (KCBO), NH3, VFA total pakan kambing PE

di desa Totalang disajikan pada Tabel 15.

Kecernaan Bahan Pakan pada Kambing PE

(33)

21

kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO). Nilai tersebut dijadikan indikator tingkat kemudahan pakan didegradasi oleh mikroba rumen dan

dicerna oleh enzim pencernaan di pascarumen (Tanuwiria et al. 2006). Pada

Tabel 15 terlihat bahwa Nilai KcBK dan KCBO kambing PE yang mengkonsumsi

100% Gliricidia sp (57.3% dan 54.4 %) dengan kombinasi Gliricidia sp dan

Erytrina subumbrans (Hassk.) (57.4%; 57.5% dan 54.5%; 54.6%) atau Gliricidia sp dan Ficus variegata Blume (56.4%; 57.0% dan 53.5%; 54.1% dan atau

Gliricidia sp dan Pennisetum purpureum (57.1% dan 54.1; 54.2 %) cenderung sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa keempat jenis pakan tersebut memiliki kualitas yang sama dari segi tingkat kecernaannya. Menurut Garsetiasih (2007), tinggi rendahnya kualitas bahan pakan atau pakan dapat ditunjukkan dengan kecernaan dari bahan pakan atau pakan tersebut sehingga dapat diprediksi semakin tinggi kecernaan suatu jenis pakan, semakin tinggi kualitas pakan tersebut. Kecernaan pakan dipengaruhi oleh komposisi kimia pakan, dan fraksi

pakan berserat (McDonald et al. 2002).

Tabel 15. Kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO),

NH3, VFA total pakan kambing PE yang diberikan peternak di desa

Totallang

dibandingkan penelitian Cakra et al. (2014) dengan penggunaan 48% Gliricidia

sp yakni 74.64% (KCBO) dan penggunaan 54% Gliricidia sp yakni 60.53%

(KCBK) dan 80.46% KCBO. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pakan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan kualitas pakan pada penelitian Cakra et al. (2014).

Fermentabilitas Pakan

Fermentabilitas pakan secara in vitro diketahui melalui produksi NH3 dan VFA total. Produksi NH3 yang tinggi mencerminkan banyaknya protein ransum yang mudah didegradasi oleh mikroba rumen (Sewet 1997; Puastuti et al. 2015) sedangkan produksi VFA total yang tinggi mencerminkan banyaknya bahan

organik ransum yang mudah didegradasi oleh mikroba rumen (Tanuwiria et al.

(34)

PE yang mengkonsumsi 100% Gliricidia sp (12.5 mM dan 146.4 mM) dengan

kombinasi Gliricidia sp dan Erytrina subumbrans (Hassk.) (12.5 mM; 12.6 mM

dan 145.1 mM; 145.3%) atau Gliricidia sp dan Ficus variegata Blume (12.0 mM;

12.3 mM dan 141.4 mM dan 145.1 mM) atau Gliricidia sp dan Pennisetum

purpureum (12.5 mM dan 145.1 mM; 146.0 mM) terlihat cenderung sama. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian 100% Gliricidia sp dengan kombinasi Gliricidia

sp pada penelitian ini tidak mempengaruhi nilai NH3 dan VFA total yang berarti

pakan tersebut memiliki kualitas yang sama untuk memenuhi kebutuhan ternak dan kelangsungan aktivitas mikroba rumen.

Konsentrasi optimal NH3 untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen

berkisar antara 3.57 mM (Satter & Slyter 1974); 4 mM-12 mM (Sutardi 1979); 3-8 mg N/100 ml (Satter dan Slyter 1979); 2.3-13.3 mg/100 ml (Widyobroto

1995); 85 -300 mg/l atau 6-21 mM (McDonald et al. 1995) dengan titik optimum

8 mM (Suryapratama 1999). Tingginya nilai NH3 yang diperoleh pada hasil in

vitro penelitian ini disebabkan karena konsumsi PK yang melebihi standar

kebutuhan sehingga menghasilkan NH3 melebihi ambang batas. Sementara itu,

konsentrasi VFA total yang layak bagi kelangsungan hidup mikroba adalah 80-160 mM, dengan titik optimum 110 mM (Suryapratama 1999).

Produksi NH3 dipengaruhi oleh waktu setelah makan dan umumnya

produksi maksimum dicapai pada dua sampai empat jam setelah pemberian makan, tergantung sumber protein yang digunakan serta mudah tidaknya protein

tersebut didegradasi (Wohlt et al. 1976), jumlah protein pakan dan sumber

endogen termasuk degradasi dan recycle urea ke dalam rumen (Kennedy et al.

1992), kelarutan protein ransum, lamanya pakan dalam rumen dan pH rumen (Orskov 1982), laju penggunaan nitrogen oleh biomasa mikrobia dan absorbsi amonia (Djajanegara, 1983), solubilitas dan laju degradasi protein pakan

(Widyobroto et al. 1995) serta jenis pakan (Sewed 1997).

Faktor yang mempengaruhi konsentrasi VFA antara lain jenis pakan (McDonald et al. 1988), level konsumsi, rasio hijauan dan konsentrat, frekuensi pemberian pakan, suplementasi minyak dan bentuk fisik pakan (Hvelplund 1991), jenis mikroba, penyerapan dan fermentabilitas dari pakan sumber karbohidrat

(Hindratiningrum et al. 2011).VFA merupakan salah satu hasil fermentasi rumen

(Kurniawati 2007) dan hidrolisis karbohidrat polisakarida oleh mikroba rumen. Polisakarida diubah menjadi monosakarida terutama glukosa selanjutnya dirombak menjadi asetat, propionat, butirat dan juga isobutirat, valerat, isovalerat,

methan dan CO2 (Van Soest 1994; Sewet 1997; Sutardi 1977). VFA mempunyai

peran ganda yaitu sebagai sumber energi utama bagi ternak dan sumber kerangka karbon untuk pembentukan protein mikroba (Sutardi et al. 1983). Jika produksi VFA yang dihasilkan tinggi, maka mengindikasikan bahwa energi yang tersedia bagi mikroba rumen juga semakin tinggi sehingga aktivitas fermentasi mikroba juga dapat meningkat. Meningkatan konsentrasi VFA mencenninkan peningkatan protein dan karbohidrat mudah larut (Davies 1982).

Hubungan antara Tingkat Pendidikan, Umur dan Pengalaman Beternak dengan Kecukupan Nutrisi Ternak

Hubungan tingkat pendidikan, umur dan lama beternak terhadap konsumsi

(35)

23

menunjukkan bahwa secara umum tingkat pendidikan, umur dan pengalaman beternak tidak mempengaruhi tingkat pemberian ransum dan konsumsi BK

ransum kambing PE. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai korelasi (R2) yang kurang

dari satu pada masing-masing variabel (tingkat pendidikan = 0.0513, umur =

0.0907 dan pengalaman beternak = 0.0433). Meskipun pada Tabel 18 terlihat

bahwa tingkat konsumsi ransum pada kambing PE yang diberikan oleh peternak dengan pendidikan SMA cenderung memperlihatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan SMP dan SD. Nilai konsumsi ransum pada kambing PE yang diberikan oleh peternak dengan tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA masing-masing secara berturut-turut berkisar antara 21.05-28.78; 15.46-28.33 dan 21.08-37.22 g/Kg BB.

Tabel 16. Hubungan tingkat pendidikan, umur dan lama beternak dengan konsumsi bahan kering ransum pada kambing PE di desa Totallang

Peternak Pendidikan Umur

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah L, Karti PDMH, Hardjosoewignyo S. 2005. Reposisi tanaman pakan dalam kurikulum Fakultas Peternakan. 16 September 2005; Bogor, Indonesia. Bogor (ID) : Prosiding Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Hlm 11-17.

Abdulrazak SA, Muinga RW, Thorpe W, Orskov ER. 1997. Supplementation with

Gliricidia sepium and Leucaena leucocephala on voluntary food intake, digestibility, rumen fermentation and live weight of crossbred steers

offered Zea mays stover. Livestock Production Science. 49(1): 53-62.

Aderinola OA, Akingbade AA, Akinwumi AO, Ewetola O, Adegorite MO. 2008. Effect of Gliricidia sepium supplementation on intake, digestibility and

nitrogen balance of wad sheep and goats fed Vetiver grass.23. Bowen

Journal of Agriculture. 5 (2) : 80-86.

Ajayi DA, Adeneye JA, Ajayi FT. 2005. Intake and nutrien utilization of West

African dwarf goats fed mango (Mangifera indica), ficus (Ficus

thionningii), gliricidia (Gliricidia sepium) folianges and concentrates as supplement to basal diet of Guinea grass (Pannicum maximum). World J Agric Sci. 1(2) : 184-189.

Aminudin S. 1990. Beberapa jenis metode dan pengawetan hijauan pakan ternak

tropika. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto (ID).

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official methods of analysis. Washington DC (US): Association of Official Analytical Chemist. Archime H, Dulorme M, Tournebize R, Sainadin G, Periacarpin F, Xande A.

2001. The effects of Gliricidia supplementation on intake and digestion of

a Digitaria decumbens hay by Black-belly sheep. The Journal of Agricultural Science (Impact Factor: 2.88). 07/2001; 137(01):105 - 112. Aregheore EM, DP, Yahaya S. 2002. Effect of nutritive value of Batiki grass

(Ischaemum Aristatum Var. Indicuw) supplemented by leaves of browses (Gliricidia sepium and Leucaena leucochephala) on the performance of

goats. Scientia Agriculturae Bohemica. 2002 (2):63-70.

Arora SP. 1995. Pencernaan mikroba pada ruminansia. Yogyakarta (ID) : Gajah

Mada University Press.

Asalou VO, Binoumote RT, Akinlade JO, Oyelami OJ. 2012. Intake and growth

performance of West African dwarf goats fed Moringa oleifera, Gliricidia

sepium and Leucaena leucocepala dried leaves as supplements to Cassava

peels. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare. 2(10) : 76-88.

Aye PA, Adegun MK. 2013. Chemical composition and some functional properties of Moringa, Leucaena and Gliricidia leaf meals. Agric Biol JN Am. 4(1) : 71-77.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kabupaten Kolaka Utara dalam angka 2013.

Babayemi J, Bamikole M. 2006. Supplementary value of Tephrosia bracteolata,

Tephrosia candida, Leucaena leucocephala and Gliricidia sepium hay for

West African dwarf goats kept on range. Journal Central European

(37)

25

Bawala TO, Isah OA, Akinsoyinu AO. 2006. Studies on milk mineral

composition of lactating West African dwarf goats. Journal of Animal and

Veterinary Advances. 5 (10): 805 – 809.

Banerjee CC. 1978. A texbook of animal nutrition. New Delhi (IN) : Oxford and

OBH Publishing Co.

Cakra IGLO, Duarsa MAP, Putra S. 2014. Kecernaan bahan kering dan nutrien ransum pada kambing peranakan etawah yang diberi hijauan beragam

dengan aras konsentrat “molmik” berbeda. Majalah Ilmiah Peternakan.

17(1) : 10-14

Chisowa DM, Mwenya J. 2013. Evaluation of Leucaena leucocephala, Caliandra

calothyrsus, Gliricidia sepium and Sesbania sesban leaves as basal feeds

for growing rabbits (Oryctolagus cunniculus). European Academic

Research. Vol. I, issue 8/ november 2013.

Davies HL. 1982. Nutrition and growth manual. Australian Universities International Development Program (AU). P. 20-45.

[Distannak] Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Kolaka Utara. 2013. Data Populasi Ternak pada Tahun 2013 di Kabupaten Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara.

Djajanegara A. 1983. Tinjauan ulang mengenai suplemen pada jerami padi.

Kumpulan Makalah Seminar. Pemanfaatan Limbah Pertanian untuk

Makanan Ternak. Bandung (ID) : Lembaga Kimia Nasional dan LIPI. Edwards A, Mlambo V, Lallo C, Garcia GW. 2012. Yield, chemical composition

and in-vitro ruminal fermentation of leaves of Leucaena leucocephala,

Gliricidia sepium and Trichanthera gigantean as influenced by harvesting frequency. J. Anim. Sci. Adv. 2: 321-331.

Eniolorunda OO, Jinandu OA, Ogungbesan MA, Bawala TO. 2008. Effect of combines levels of Pannicum maximum and Gliricidia sepium on nutrien

digestibility and utilization by West African dwarf goats fed Cassava offal

based concentrate. Res J Anim Sci. 2(5) : 149-153.

Garsetiasih R. 2007. Daya cerna jagung dan rumput sebagai pakan rusa (Cervus timorensis). Buletin Plasma Nutfah. Vol. 13 No. 2 Th. 2007.

Ghazanfar SA, Keppel G, Khan S. 2001. Coastal vegetation of small islands near

Viti Levu and Ovalan, Fiji. New Zealand Journal of Botany 39: 587-600.

[GLP] General Laboratory Procedures. 1969. Depertemen of Dairy Science. Madison (US) : University of Wisconsin.

Hadi RF, Kustantinaah, Hartadi H. 2011. Kecernaan in sacco hijauan leguminosa dan non leguminosa dalam rumen sapi PO. Buletin Peternakan. 35(2) : 79-85.

Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Tillman AD. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk

Indonesia. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press.

Herbert U, Ozojo MO, Adejumo D. 2005. Effect of Leucaena and Gliricidia Leaf

meals on the seminal characteristic, testis weight and seminiferus Tubule

Diameters of rabbits. Anim Res. 54(2005) : 173-178.

Hindratiningrum N, Bata M, Santosa SA. 2011. Produk fermentasi rumen dan produksi protein mikroba sapi lokal yang diberi pakan jerami amoniasi dan

(38)

Hvelplund T. 1991. Volatile fatty acids and protein production in the ruminants in : J.P. Jouany (Ed.) rumen microbial metabolism and ruminant digestion. Paris (FR) : INRA. pp. 165 – 178.

Islamiyati R, Rasjid S, Ismartoyo, Natsir A. 2013. Efisiensi penggunaan pakan dan pertambahan bobot badan kambing lokal dengan pakan jerami jagung

yang diinokulasi fungi Trichoderma sp. dan diperkaya daun gamal.

Makalah seminar nasional peningkatan produktivitas sumber daya

peternakan. 12 Nopember 2013. Universitas Padjadjaran. Bandung, Indonesia (ID) : Bandung. cattle nutrition. J.Anim Sci Adv. 3(6): 321-336.

Kamal M. 1997. Kontrol kualitas pakan. Fakultas Peternakan. Yogyakarta,

Indoensia (ID) : Universitas Gadjah Mada.

Kearl LC. 1982. Nutrien requirements of ruminants in developing countries.

International feedstuffs intitute utah agriculture experiment station. Logan, Utah : Utah State University.

Kennedy PM, Boniface CS, Liang ZJ, Muller D, Murray RM. 1992. Intake and digestion in swamp buffaloes and cattle. The comparative response to urea

supplements in animal fed tropical grasses. J. Agric. Sci. Camb. 119 : 243

-254.

Lallo CHO. 1996. Feed intake and nitrogen utilisation by growing goats fed by-product based diets of different protein and energy levels. Small Rumin.

Res. 22:193-204.

Lu CD, Kawas JR, Mahgoub OG. 2005. Fiber digestion and utilization in goats.

Small Rumin. Res. 60:45-65.

McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal nutrition.

London, Inggris (GB) : Prentice Hall.

McDonald P, Edwards RA, Greenhalg JFD, Morgan CA. 1995. Animal nutrition.

5th Ed. New York, Amerika Serikat (US) : Longman Scientific and Technical.

McNaughton SJ, Wolf LL. 1990. Ekologi Umum edisi ke-2. Pringgoseputro S,

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Tabel 2. Profil peternak di desa Totallang
Tabel 4. Komposisi nutrien pakan pada kambing PE yang digunakan peternak di
Tabel 5. Persentase penggunaan pakan dan kandungan protein pakan pada kambing PE di desa Totallang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ternak kambing adalah ternak ruminansia yang mendomiasi atau paling banyak dipelihara di Desa Cigobang karena disamping peternakan yang turun- temurun juga ternak

Kesimpulan dari penelitian ini adalah jenis hijauan pakan pada peternakan kambing rakyat di Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir secara garis besar terbagi menjadi

Hasil analisis usaha ternak kambing PE di Kabupaten Lombok Tengah menunjukkan, bahwa rentabilitas usaha ternak kambing PE pada peternak yang tergabung dalam kelompok rata-rata 75%

Pengaturan jarak waktu pemberian pakan konsentrat dan hijauan tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan kambing

Pengaturan jarak waktu pemberian pakan konsentrat dan hijauan tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan kambing

Pakan yang diberikan pada ternak kambing PE oleh peternak mandiri.. berupa hijauan yaitu daun ubi dan

Ternak kambing adalah ternak ruminansia yang mendomiasi atau paling banyak dipelihara di Desa Cigobang karena disamping peternakan yang turun- temurun juga ternak

Berdasarkan pola tanam yang dilakukan oleh petani, maka potensi sumber daya dan pola pemberian pakan pada ternak kambing di desa Cempaka Nuban akan mengikuti pada jenis tanaman