• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi dengan masyarakat antardaerah. Perkembangan bahasa Indonesia menyebabkan beragamnya bentuk-bentuk penggunaan bahasa Indonesia. Hal ini terjadi karena perkembangan bahasa sejalan dengan semakin beragamnya fungsi-fungsi pemakaian bahasa oleh para penutur. Oleh karena itu, muncul berbagai bentuk penggunaan bahasa yang tercermin baik dalam situasi tindak tutur, maupun dalam karya tulis.

Salah satu bentuk penggunaan bahasa Indonesia adalah idiom. Selain digunakan dalam situasi tindak tutur, penggunaan idiom dalam bahasa Indonesia sering ditemui dalam karya sastra dan surat kabar. Idiom sering dianggap memiliki kemiripan bentuk dengan ungkapan dan metafora. Berkenaan dengan hal tersebut, Pateda (2010:39) menyatakan bahwa idiom dilihat dari segi makna, metafora dipandang dari segi cara menggunakannya, sedangkan ungkapan lebih banyak dilihat dari segi ekspresi kebahasaan.

Idiom seringkali digunakan untuk menyatakan suatu hal secara kias karena makna yang terdapat dalam idiom tidak dapat diartikan secara literal. Hal ini dapat dilihat sebagaimana contoh berikut ini.

(2)

(1) Saat ujian, Guru Umar melihat Doni menyembunyikan tangan di bawah meja sambil menundukkan kepala.

(2) Berbeda dengan nasihat Pak Kyai yang kudengar tadi malam, ia malah mengatakan bahwa menjadi tangan di bawah bisa membuatnya lebih cepat kaya (data 55.2).

Berdasarkan kedua contoh tersebut, dapat diketahui bahwa tangan di bawah pada kalimat a) memiliki makna yang berasal dari unsur-unsur leksikalnya, yakni ‘tangan yang diletakkan di bawah’. Sementara itu, tangan di bawah pada kalimat b) mengandung makna yang berlainan dengan unsur-unsurnya, yakni ‘suka meminta’. Hal ini karena tangan di bawah pada kalimat b) adalah sebuah idiom sehingga makna yang terjadi berupa makna kias, bukan makna leksikal seperti tangan di bawah pada kalimat a).

Pemaknaan suatu bahasa tidak dapat terlepas dari konteks pemakaian. Karena idiom itu bahasa yang teradatkan, walaupun kadang-kadang idiom itu terasa aneh, orang tidak merasakan lagi kejanggalannya atau keanehannya (Badudu, 1989:47). Makna dalam idiom ini dikaji dalam bidang kajian semantik. Sehubungan dengan makna, Wijana (2010:24) menyatakan tiga hal sebagai berikut. Pertama, hubungan antara kata dan konsep-konsep yang digambarkannya disebut asosiasi. Kedua, hubungan antara konsep dan objek-objek yang ditunjuknya disebut dengan referensi. Ketiga, hubungan antara kata dan objek-objek yang ditunjuknya disebut dengan makna. Dengan demikian, suatu penggunaan bahasa dianggap memiliki makna apabila mengandung suatu hal yang dapat ditangkap oleh manusia.

(3)

Bentuk kebahasaan memiliki hubungan dengan konsep dalam pikiran manusia yang disebut makna (sense). Konsep ini lazimnya berhubungan dengan sesuatu atau hal yang ada di luar bahasa yang disebut referen (Wijana dan Rohmadi, 2008:13). Berkaitan dengan hal tersebut, Kempson (1977:11) menyebutkan tiga cara yang dipakai oleh para linguis dan filsuf dalam usaha menjelaskan makna dalam bahasa manusia, yaitu (a) dengan memberikan definisi hakikat makna kata, (b) dengan mendefinisikan hakikat makna kalimat, dan (c) dengan menjelaskan proses komunikasi. Pada cara yang pertama, makna kata diambil sebagai konstruksi kalimat yang dapat dijelaskan. Pada cara kedua, makna kalimatlah yang diambil sebagai dasar, dengan kata-kata sebagai unsur pembentuk makna. Pada cara ketiga, baik makna kalimat maupun makna kata dijelaskan dalam batas-batas penggunaannya dalam tindak komunikasi.

Analisis makna idiom diawali dengan klasifikasi kelas-kelas kata unsur-unsur pembentuknya sehingga diperoleh struktur idiom. Berkaitan dengan struktur idiom, berikut ini adalah contoh struktur idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia.

a) buah (N) + tangan (N) = buah tangan (FN) b) angkat (V) + tangan (N) = angkat tangan (FV)

Pada contoh a), idiom buah tangan yang terdiri atas unsur buah (N) dan tangan (N) membentuk konstruksi N+N dan memiliki unsur depan buah yang berkategori sebagai nomina. Demikian pula dengan contoh b). Idiom angkat tangan tersusun atas unsur angkat (V) dan tangan (N). Oleh sebab unsur depan pada idiom tersebut berkategori sebagai verba, maka idiom tersebut memiliki pola pembentukan V+N.

(4)

Selain memiliki struktur tertentu, suatu idiom juga membentuk suatu makna. Makna yang terbentuk dalam suatu idiom dapat diketahui melalui analisis pola hubungan sebab-akibat yang terbentuk di dalam konteks kalimat yang mengandung idiom. Apabila penggunaan idiom berada pada konteks kalimat mengenai tindakan kebaikan, maka idiom tersebut dikategorikan sebagai idiom bernilai ‘baik’. Sementara itu, apabila hal yang diakibatkan atas suatu kejadian pada konteks kalimat merugikan atau mengecewakan orang lain, maka idiom tersebut dikategorikan sebagai idiom yang berkategori nilai ‘buruk’. Di samping itu, ada pula idiom yang berkategori nilai ‘netral’ yang dibedakan atas dua pola. Pola pertama adalah idiom yang penggunaannya di dalam konteks kalimat tidak mengandung tindakan kebaikan dan kejahatan, sementara pola kedua adalah idiom yang bisa digunakan dengan konteks tindakan baik atau buruk.

Penentuan hal yang baik dan buruk di dalam konteks idiom, tidak terlepas dari nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia. Idiom tangan di bawah, panjang tangan, dan berpangku tangan menghasilkan kecenderungan makna yang dianggap buruk. Sementara itu, idiom tangan di atas dan mengulurkan tangan memiliki kecenderungan makna yang dianggap baik oleh masyarakat. Hal ini karena makna yang terbentuk dari masing-masing idiom bertentangan dengan nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Perilaku tangan di bawah ‘suka meminta’, panjang tangan ‘suka mencuri’, dan berpangku tangan ‘tidak bekerja atau berbuat apa-apa’ dianggap tidak baik oleh masyarakat karena sebagai manusia kita sebaiknya memiliki sifat tangan di atas ‘suka memberi’ dan mengulurkan tangan ‘memberikan bantuan’.

(5)

Sebuah idiom tidak dapat diartikan secara literal. Meskipun demikian, makna dalam sebuah idiom tidak serta-merta terlepas dari unsur-unsur pembentuknya atau setidaknya ada latar belakang budaya yang menyebabkan munculnya idiom tersebut. Hal ini karena bahasa sangat berkaitan erat dengan budaya. Dengan demikian, analisis hubungan idiom dengan budaya dalam bahasa Indonesia dikaji dalam bidang sosiolinguistik. Menurut Suwito (1982:2), sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaiannya di dalam masyarakat sehingga di dalam kajian tersebut, bahasa dipandang sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi, serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Duranti (1997:24) yang menyatakan bahwa menyatakan bahwa bahasa adalah bagian dari budaya. Oleh karena itu, selain telaah struktur dan makna yang terbentuk, kajian terhadap idiom dilakukan dengan melihat budaya masyarakat sebagai konsep yang melatarbelakangi idiom tersebut.

Salah satu idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia adalah idiom terpotong tangan, yang berarti keadaan sulit. Idiom ini terdiri atas kata terpotong dan tangan. Apabila dihubungkan dengan unsur-unsur pembentuk dan latar belakang budaya masyarakat Indonesia, tangan digunakan sebagai salah satu sarana beraktivitas yang sangat penting. Seseorang yang kehilangan tangan akan kesulitan dalam beraktivitas. Hampir seluruh kegiatan utama manusia dilakukan dengan melibatkan tangan. Oleh karena itu, idiom terpotong tangan berarti keadaan yang sulit. Hal ini karena apabila tangan telah dalam keadaan terpotong, maka sesesorang akan kesulitan melakukan banyak hal. Contoh penggunaan idiom tersebut terdapat

(6)

dalam kalimat Terpotong tanganku kalau ia tidak bisa datang hari ini karena semua keputusan ayah tergantung padanya.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa idiom berkaitan erat dengan budaya masyarakat. Tangan sebagai salah satu bagian tubuh manusia yang memiliki peranan penting dalam berbagai aktivitas kehidupan, menjadi salah satu penyebab munculnya idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia. Idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia cukup banyak jumlahnya. Cukup banyak penelitian yang menyinggung tentang idiom yang mengandung anggota tubuh manusia. Akan tetapi, sebagian besar fokus penelitian tersebut masih agak umum karena mencakup seluruh anggota tubuh manusia. Di dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia. Penelitian dilakukan dengan mengalisis struktur idiom, makna yang terbentuk, dan hubungan idiom dengan budaya masyarakat Indonesia. Inilah yang pada akhirnya membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, masalah yang akan disajikan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1) Bagaimanakah struktur idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia?

2) Bagaimanakah makna yang terbentuk dalam idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia?

(7)

3) Bagaimanakah hubungan idiom yang mengandung unsur tangan dengan budaya masyarakat Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu

a. Mendeskripsikan struktur idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia.

b. Mendeskripsikan makna yang terbentuk dalam idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia.

c. Mendeskripsikan hubungan idiom yang mengandung unsur tangan dengan budaya masyarakat Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoretis, maupun manfaat praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi secara utuh mengenai idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia yang selama ini belum dikaji secara mendalam. Penelitian yang ada masih sebatas mendeskripsikan idiom bahasa Indonesia secara umum. Terhadap pengembangan ilmu bahasa, penelitian ini juga dimaksudkan memperdalam hasil kajian terhadap idiom bahasa Indonesia dalam bidang semantik dan sosiolinguistik. Di sisi lain, penelitian ini juga bermaksud mengisi kerumpangan yang terjadi pada penelitian dan penjelasan sebelumnya terkait idiom bahasa

(8)

Indonesia. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu guru bahasa Indonesia untuk mengetahui lebih dalam tentang struktur, makna yang terbentuk, dan hubungan idiom dengan budaya masyarakat Indonesia. Dengan demikian, guru-guru akan lebih terbantu dalam menjelaskan konsep idiom kepada peserta didik, khususnya idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia.

1.5 Kajian Pustaka

Kajian pustaka penelitian ini digunakan untuk memaparkan karya-karya ilmiah bidang kajian semantik mengenai idiom bahasa Indonesia. Pemaparan kajian pustaka ini bertujuan untuk mengetahui posisi penelitian yang dilakukan di antara penelitian-penelitian terdahulu. Selain itu, penelitian-penelitian yang sudah dilakukan tersebut digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian ini. Adapun penelitian-penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut.

Penelitian yang berjudul Idiom dalam Bahasa Indonesia adalah sebuah tesis karya Hartati (2002) yang menganalisis idiom bahasa Indonesia berdasarkan konstruksi, kategori, dan jenis-jenis idiom. Ada tiga hasil penelitian tersebut. Pertama, konstruksi idiom dalam bahasa Indonesia dapat berupa (a) kata yang berwujud kata ulang dan kata majemuk, (b) frasa, (c) klausa, dan (d) kalimat. Kedua, kategori kata unsur pembentuk idiom dalam bahasa Indonesia ada dua, yakni (a) idiom yang unsur-unsur pembentuknya berkategori sama ada empat kelompok dan (b) idiom yang unsur-unsur pembentuknya berkategori berbeda ada empat belas

(9)

kelompok. Ketiga, jenis idiom dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi dua, yakni (a) idiom penuh dan (b) idiom sebagian.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Ningsih (2004) dalam bentuk karya tesis yang berjudul Perpaduan Leksem Anggota Tubuh dalam Bahasa Indonesia. Penelitian tersebut mengkaji anggota tubuh yang digunakan sebagai pembentuk perpaduan leksem, makna bentukan perpaduan leksem, dan kategori kata yang dihasilkan dari perpaduan leksem. Ada empat hal yang dihasilkan dalam penelitian tersebut. Pertama, berdasarkan proses morfologisnya, perpaduan leksem ini menghasilkan kata majemuk simpleks dan kata majemuk kompleks. Kedua, dilihat dari makna yang dihasilkan, perpaduan leksem ini menghasilkan kata majemuk bermakna metafora dan idiom. Ketiga, dilihat dari kategori kata yang dihasilkan, perpaduan leksem ini menghasilkan kata majemuk kategori kata kerja, kategori kata sifat, kategori kata benda, kategori kata bilangan, dan kategori kata keterangan. Dari hasil analisis tentang makna dan kategori kata, perpaduan leksem ini memiliki ciri membentuk satu makna baru dan memiliki satu kategori kata.

Penelitian dengan judul Idiom Bahasa Inggris Berunsur Bagian Tubuh Manusia dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia dilakukan oleh Susanti (2014). Penelitian tersebut membuahkan tiga hasil penelitian. Pertama, dari segi bentuk, idiom bahasa Inggris berbentuk frasa dan klausa, sedangkan idiom dalam bahasa Indonesia berbentuk kata ulang, frasa, klausa, dan kalimat. Kedua, dari segi makna antara idiom bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, terdapat pemilihan kata dan makna yang sama, pemilihan kata berbeda dengan makna yang sama, dan pemilihan kata sama dengan makna yang berbeda. Ketiga, penyebab persamaan dan perbedaan dari

(10)

kedua idiom antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia adalah faktor budaya yang berbeda antara pengguna bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Suyatno (2012) berwujud disertasi dengan judul Idiom dalam bahasa Indonesia. Penelitian tersebut mengkaji lima hal mengenai idiom dalam bahasa Indonesia. Pertama, ciri, bentuk, dan usur pembentuk idiom. Kedua, sumber referensi dan ruang lingkup pemakaian idiom. Ketiga, pola-pola pemaknaan idiom. Keempat, motif penggunaan idiom oleh masyarakat. Kelima, fenomena perkembangan idiom bahasa Indonesia.

Berdasarkan keempat penelitian di atas, dapat diketahui bahwa penelitian-penelitian tentang idiom yang berkaitan dengan anggota tubuh manusia masih dikaji secara umum. Belum ada penelitian yang mengkaji idiom dengan salah satu anggota tubuh tertentu secara spesifik. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Hartati (2002), peneliti mendapatkan referensi tentang konstruksi idiom bahasa Indonesia. Sementara itu, dari penelitian Ningsih (2004), peneliti mendapatkan referensi tentang makna dalam perpaduan leksem anggota tubuh manusia. Selain itu, penelitian Susanti (2014) juga memberikan referensi baru mengenai pengaruh faktor budaya terhadap pembentukan suatu idiom. Penelitian Suyatno (2012) memberikan referensi mengenai hubungan antara idiom, masyarakat, dan budaya.

1.6 Landasan Teori

Teori digunakan sebagai landasan berpikir untuk memahami, menjelaskan, dan menilai objek penelitian. Teori juga digunakan sebagai petunjuk untuk memberikan arah pelaksanaan penelitian. Landasan teori dalam penelitian ini

(11)

meliputi (1) konsep dasar idiom, (2) struktur idiom, (3) makna yang terbentuk dalam idiom, dan (4) hubungan idiom dengan budaya.

1.6.1 Konsep Dasar Idiom

Idiom berbeda dengan peribahasa, pepatah, dan metafora. Di dalam kamus linguistik, Kridalaksana (2011) mendefinisikan keempat hal tersebut. Pertama, peribahasa adalah kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna, dan fungsinya dalam masyarakat, bersifat turun-menurun, dipergunakan untuk penghias karangan atau percakapan, penguat maksud karangan, pemberi nasihat, pengajaran, atau pedoman hidup; mencakup bidal, pepatah, perumpamaan, ibarat, pameo. Kedua, pepatah adalah peribahasa yang terjadi dari kalimat yang tidak lengkap, berisi hal-hal umum, dan tidak berisi nasihat; misalnya indah kabar dari rupa. Ketiga, metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan. Keempat, idiom adalah konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain; konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya.

Idiom dapat didefinisikan sebagai sejumlah kata yang bergabung dan menghasilkan makna yang berbeda dari makna setiap kata yang menyusunnya (Seidl dan McMordie (1988:12—13). Hal ini senada dengan Chaer (2009:74) yang mendefinisikan idiom sebagai satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frasa, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat ‘diramalkan’ dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Berdasarkan ketiga

(12)

pendapat mengenai definisi idiom tersebut, dapat disimpulkan bahwa idiom adalah gabungan kata yang tidak dapat dimaknai secara leksikal berdasarkan unsur-unsurnya dan seringkali berkaitan dengan budaya masyarakatnya.

Perbedaan antara metafora, idiom, pepatah, peribahasa, dan ungkapan dijelaskan lebih lanjut melalui gambar berikut ini.

metafora atau

idiom

UNGKAPAN pepatah, peribahasa

Gambar 1.1 Perbandingan konsep metafora, idiom, pepatah, perbahasa, dan ungkapan. Tanda lingkaran dalam gambar 1.1 di atas menyatakan konstituen bentuk, sedangkan tanda persegi menyatakan referen.

Berikut ini uraian mengenai gambar tersebut. Pertama, metafora dinyatakan sebagai satu bentuk yang dapat dinyatakan ke dalam satu atau banyak referen. Apabila meminjam istilah yang digunakan oleh Lakoff dan Johnson (2003), bentuk ini disebut domain sumber, sementara referen disebut domain target. Kedua, idiom terdiri atas gabungan bentuk yang memiliki satu referen, yakni gabungan kata yang menghasilkan satu referen makna. Ketiga, pepatah sebagai bagian dari peribahasa,

(13)

memiliki ciri-ciri yang sama antara keduanya, yakni setiap satu bentuk memiliki satu referen. Sementara itu, sebagai salah satu bentuk ekspresi kebahasaan, idiom, pepatah dan peribahasa dimasukkan ke dalam ungkapan sebagaimana yang terdapat dalam Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Badudu (1982).

Gibbs (2007:702) menyatakan bahwa masyarakat menggunakan idiom untuk kesopanan, mengungkapkan gagasan yang sulit disampaikan secara literal, dan menyampaikan pikiran secara padat dan jelas. Dengan demikian, idiom dapat pula digunakan untuk menyampaikan suatu hal yang kurang baik secara halus. Sementara itu, meskipun makna dalam idiom berbeda dengan bentuknya, masyarakat penutur bahasa tidak akan kebingungan dalam memaknai idiom dalam bahasanya. Hal ini sesuai dengan Badudu (1989:47) yang menyatakan bahwa idiom adalah bahasa yang telah teradatkan, artinya bahasa yang sudah biasa dipakai seperti itu dalam suatu bahasa oleh para pemakainya. Ini terlihat jelas pada contoh pemakaian idiom panjang tangan, ringan tangan, dan tangan di atas. Secara berturut-turut, ketiga idiom tersebut tidak dapat diartikan secara literal sebagai ‘orang yang mempunyai tangan panjang’, ‘orang yang mempunyai tangan ringan’, dan ‘orang yang tangannya terletak di atas’. Akan tetapi, secara idiomatis, ketiga idiom tersebut bermakna ‘suka mencuri’, ‘suka membantu’, dan ‘yang memberi’.

1.6.2 Struktur Idiom

Idiom dalam bahasa Indonesia terbentuk berdasarkan pola-pola tertentu sehingga membentuk suatu struktur. Pola-pola tersebut tersusun atas satuan-satuan

(14)

unsur kata yang memiliki kategori tertentu kemudian membentuk sebuah konstruksi yang berupa gabungan kata dalam idiom.

Penentuan kategori kelas kata unsur pusat maupun unsur yang lain pada idiom mengacu pada pembagian kategori atau kelas kata. Menurut Kridalaksana (1986:49— 117), pembagian kelas kata dalam bahasa Indonesia meliputi verba, ajektiva, nomina, pronomina, numeralia, adverbia, interogativa, demostrativa, artikula, preposisi, konjungsi, kategori fatis, dan interjeksi. Di dalam idiom yang mengandung unsur tangan, kelas kata yang ditemukan meliputi verba, ajektiva, nomina, numeralia, dan preposisi. Biasanya, di dalam idiom jarang sekali ditemukan adanya konjungsi. Hal inilah yang menyebabkan penafsiran terhadap makna idiom tidak dapat dilakukan secara leksikal maupun literal.

Idiom bahasa Indonesia yang terdiri atas gabungan kata, umumnya berbentuk seperti frasa. Ramlan (1983:137) menyatakan bahwa frasa adalah satuan gramatika yang terdiri atas dua kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi, yakni sebagai S, P, O, Pel, atau KET. Kridalaksana (1988:81) menyebutkan beberapa jenis frasa, yakni frasa nomina, frasa adjektiva, frasa pronomina, frasa numeralia, frasa verba, dan frasa preposisional. Unsur frasa dapat berupa kata dan dapat pula berupa frasa. Sebagai contoh, idiom panjang tangan yang terdiri atas kata panjang dan tangan merupakan frasa adjektiva karena unsur pusat frasa tresebut adalah panjang. Sementara itu, idiom tangan panjang merupakan frasa nomina karena unsur pusat frasa tersebut adalah tangan.

Pengertian frasa seringkali menimbulkan kebingungan dengan konsep klausa. Menurut Ramlan (1983:78), klausa adalah satuan gramatika yang terdiri atas P, baik

(15)

disertai S, O, PEL, dan KET maupun tidak. Selanjutnya, Ramlan (1983:79) menyatakan bahwa klausa dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, yakni (1) berdasarkan fungsi unsur-unsurnya, (2) berdasarkan kategori kata atau frasa yang menjadi unsurnya, dan (3) berdasarkan makna unsur-unsurnya. Inilah yang membedakan frasa dengan klausa. Di dalam sebuah klausa, sangat mungkin ditemui lebih dari satu frasa sehingga bisa terdapat lebih dari satu fungsi. Sementara itu, di dalam frasa hanya terdapat satu fungsi saja.

Di samping frasa dan klausa, bentuk kebahasaan yang kadang kala dapat ditemui pada idiom adalah kalimat. Menurut Hockett (1958:199), kalimat adalah bentuk gramatikal yang berdiri sendiri, bukan merupakan konstituen, dan diikuti oleh intonasi. Pengertian tersebut senada dengan pendapat Ramlan (1983:22) yang menyatakan bahwa kalimat adalah satuan gramatika yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Dengan demikian, di dalam kalimat bisa saja terdapat klausa dan frasa.

Idiom sebagai bentuk perpaduan leksem, yang biasanya berbentuk seperti frasa, memiliki kaidah yang berbeda dengan frasa pada umumnya. Hal tersebut sesuai dengan Allan (1986:237) yang menyatakan bahwa perpaduan leksem pada idiom tidak dapat diperlakukan seperti halnya gramatika pada bentuk frasa verba-objek (predikat-objek) secara umum. Sebagai contoh pada kalimat Bu Isna membasuh tangan Pak Jono setiap awal bulan tidak dapat diubah menjadi Tangan Pak Jono dibasuh Bu Isna setiap awal bulan. Hal ini karena idiom membasuh tangan pada kalimat tersebut tidak berfungsi sebagai predikat-objek. Pengubahan bentuk kalimat aktif menjadi pasif dalam idiom dapat dilakukan apabila kalimat tersebut sudah

(16)

diartikan secara literal, yakni Bu Isna menggaji Pak Jono setiap awal bulan yang dapat diubah menjadi bentuk pasif Pak Jono digaji (oleh) Bu Isna setiap awal bulan.

1.6.3 Makna yang Terbentuk dalam Idiom

Bahasa adalah piranti untuk menyampaikan makna (Wierzbicka, 1996:3). Makna yang terbentuk pada idiom biasanya dipengaruhi oleh konteks idiom dengan melihat bentuk dan posisi idiom di dalam konteks kalimat. Sebagai contoh, idiom yang berbentuk frasa adjektival sering kali menghasilkan makna yang berbentuk adjektiva pula seperti pada idiom berat tangan (FAdj) yang bermakna ‘malas’ (Adj). Demikian pula dengan idiom yang menempati posisi sebagai predikat, maka mana yang terbentuk juga akan menempati posisi sebagai predikat. Hal tersebut sesuai dengan Kridalaksana (1988:53) yang menyatakan bahwa di samping kategorisasi gramatikal dan kategori leksikal, dalam kepustakaan linguistik dikenal pula kategori semantis sehingga apa yang secara semantis merupakan nomina biasanya juga nomina secara leksikal dan gramatikal.

Selain pembentukan makna berdasarkan konteksnya, idiom juga mampu membentuk suatu makna berdasarkan kategori nilai. Makna yang terbentuk dalam idiom tersebut dihubungkan dengan nilai budaya masyarakat, yakni berkaitan dengan konsep baik dan buruk. Ini sesuai dengan pendapat Wierzbicka (1988:210) yang menyatakan bahwa kategorisasi suatu kejadian sebagai baik atau buruk tersebar luas dalam bahasa yang alami dan layak dijadikan sebagai hipotesis dalam bahasa universal. Selanjutnya, Wierzbicka (1996:51) juga menyatakan bahwa pada banyak

(17)

hal, konsep ‘baik’ berhubungan ‘hal yang diinginkan’, sementara konsep ‘buruk’ berhubungan dengan ‘hal yang tidak diinginkan’.

Konsep makna yang terbentuk dalam idiom berkaitan dengan sistem nilai budaya masyarakat. Koentjaraningrat (2009:153) menyatakan bahwa nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagian besar dari masyarakat yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan para warga masyarakat. Dengan demikian, kajian terhadap makna yang terbentuk di dalam idiom yang mengandung unsur tangan berdasarkan kategori nilai, selain menggunakan pola hubungan sebab-akibat juga perlu mempertimbangkan aspek nilai yang dimiliki oleh masyarakat penuturnya.

1.6.4 Hubungan Idiom dengan Budaya

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009:144). Bahasa berkaitan erat dengan kebudayaan. Palmer dan Sharifian (2007:1) menyatakan bahwa bahasa adalah aktivitas berbudaya sekaligus sebagai sarana pengorganisasi ranah-ranah budaya yang lain. Bahasa dan budaya seperti dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hubungan timbal balik antara keduanya terjadi secara terus menerus. Nababan (1993:38) menyatakan bahwa fungsi bahasa dalam kebudayaan sebagai: (1) sarana perkembangan kebudayaan, (2) jalur penerus kebudayaan, dan (3) inventaris ciri-ciri kebudayaan.

(18)

Menurut Wardhaugh dan Fuller (2015:10), budaya berkaitan dengan konsep yang harus dimiliki oleh seseorang dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Hal tersebut karena perilaku setiap orang dalam bertindak dan berbahasa akan membentuk pola rutinitas sehingga apabila dilakukan secara terus menerus akan membentuk konsep budaya masyarakat tersebut. Selanjutnya, Wardhaugh dan Fuller (2015:10—11) menyatakan pula bahwa terdapat beberapa kemungkinan hubungan antara bahasa dan budaya. Pertama, struktur sosial dapat memengaruhi struktur dan perilaku berbahasa. Kedua, struktur dan perilaku berbahasa dapat memengaruhi struktur sosial dan cara seseorang melihat dunia. Ketiga, bahasa dan masyarakat saling memengaruhi satu sama lain. Keempat, tidak ada hubungan sama sekali antara struktur bahasa dan struktur sosial.

Hubungan idiom dengan budaya dapat diketahui dengan menghubungkan unsur-unsur pembentuk idiom dengan aktivitas budaya masyarakat. Inilah yang menyebabkan tidak semua idiom yang terdapat di suatu negara memiliki makna yang sama dengan idiom yang terdapat dalam negara lain. Sebagai contoh, di dalam bahasa Indonesia terdapat idiom tangan di atas dan tangan di bawah yang secara berturut-turut menyatakan ‘pemberi’ dan ‘peminta’. Apabila dihubungkan dengan budaya masyarakat Indonesia, secara tradisional seorang pemberi biasanya memposisikan tangannya saat memberikan uang atau barang di atas tangan peminta. Aktivitas tersebut banyak ditemui di Indonesia, yakni seseorang yang memberikan bantuan langsung kepada orang lain dengan cara demikian. Sementara itu, konsep idiom tangan di atas dan tangan di bawah mungkin tidak dapat ditemui pada bahasa Inggris karena sebagian besar budaya masyarakat penutur bahasa Inggris tidak memberikan

(19)

bantuan secara langsung, tetapi melalui lembaga. Dengan demikian, perbedaan budaya ternyata dapat menimbulkan perbedaan konsep pemakaian idiom pada suatu negara dengan negara lain.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa konsep yang terdapat di dalam suatu idiom tidak serta-merta muncul dengan tanpa sebab. Selain terbentuk berdasarkan konteks tertentu, konsep yang dikandung oleh setiap idiom dapat pula ditelusuri melalui latar belakang budaya atau aktivitas manusia yang menyebabkan munculnya idiom-idiom itu. Melalui idiom, hal tersebut dapat dijadikan pula sebagai bukti pemerkuat adanya hubungan antara bahasa, pikiran, dan budaya.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menguraikan struktur, makna, dan hubungan idiom dengan budaya, sementara metode kuantitatif digunakan untuk membandingkan jumlah bentuk dan makna yang terbentuk di dalam idiom untuk melihat kesinambungan antara bentuk dan makna serta konsep yang terkandung di dalam idiom. Penggunaan kedua metode tersebut sesuai dengan pendapat Goertz dan Mahoney (2012:3) yang menyatakan bahwa penelitian metode campuran (mixed-method) yang menggabungkan teknik kuantitatif dan kualitatif sangat penting untuk banyak proyek penelitian yang kompleks dengan analisis yang bertujuan untuk menarik orientasi dan kekuatan karakteristik hal yang diteliti.

Penelitian ini mendeskripsikan idiom bahasa Indonesia yang mengandung unsur tangan berdasarkan aspek struktur, makna, dan hubungan idiom dengan budaya.

(20)

Sumber data penelitian ini adalah kamus, novel, surat kabar, buku-buku nonfiksi, dan berita online (daring). Kamus digunakan untuk mengumpulkan daftar idiom. Sementara itu, novel, surat kabar, buku-buku nonfiksi, dan berita online digunakan untuk melihat konteks pemakaian idiom dalam kalimat. Sementara itu beberapa idiom yang belum memiliki data konteks kalimat dari keempat sumber data tersebut kemudian dibuatkan konteks kalimat oleh peneliti. Supaya data baru lebih akurat, maka peneliti menguji keabsahan data melalui peneliti lain.

Penelitian ini meliputi tiga tahap. Pertama, tahap perencanaan, yaitu menentukan topik penelitian, mengkaji landasan teori, kajian pustaka, dan menyusun rancangan penelitian. Kedua, tahap pelaksanaan, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Ketiga, pelaporan hasil analisis data yang mempertimbangkan empat komponen, yakni isi, penalaran, bahasa, dan format penelitan. Secara khusus, pada tahap pelaksanaan diperlukan metode khusus untuk pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Berikut ini pemaparan ketiga metode tersebut.

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

Pada saat mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik catat. Hal ini sesuai dengan pendapat Kesuma (2007:45) yang menyatakan bahwa teknik catat adalah teknik menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan data. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat hasil pencarian idiom-idiom yang mengandung unsur tangan dari kamus, novel surat kabar, buku-buku nonfiksi, dan berita online pada kartu data.

(21)

1.7.2 Metode Analisis Data

Analisis data dalam kajian idiom yang mengandung unsur tangan dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut. Analisis data dimulai dari klasifikasi data yang telah terkumpul ke dalam kategori kelas kata unsur-unsur pembentuknya. Setelah itu akan diperoleh bentuk-bentuk idiom berdasarkan kategori kelas kata unsur pusatnya. Selanjutnya, kategori bentuk idiom tersebut dibandingkan antara satu bentuk dan yang lain dalam bentuk perbandingan jumlah data dan persentase masing-masing bentuk. Selain itu, dianalisis pula perubahan struktur yang terjadi pada idiom. Setelah struktur idiom diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis kecenderungan makna yang dibentuk idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia. Makna idiom dianalisis berdasarkan dua hal, yakni berdasarkan konteks kalimat serta berdasarkan kategori nilai. Berdasarkan konteks kalimat, makna idiom ditelusuri melalui posisi idiom tersebut di dalam kalimat. Sementara itu, analisis terhadap kategori nilai diperoleh melalui analisis hubungan sebab akibat yang terbentuk di dalam kalimat yang mengandung idiom tertentu. Kedua analisis makna di atas diakhiri dengan membandingkan persentase jumlah kategori makna yang terbentuk di dalam idiom. Setelah diperoleh hasil analisis makna, selanjutnya dilakukan analisis hubungan idiom yang mengandung unsur tangan dengan budaya masyarakat Indonesia. Analisis dilakukan dengan menguraikan unsur-unsur pembentuk idiom kemudian dikaitkan dengan aktivitas budaya masyarakat Indonesia.

(22)

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data disajikan dalam sebuah laporan penelitian tesis dengan wujud deskripsi rumusan masalah penelitian. Deskripsi tersebut disajikan secara informal dan formal karena hasil analisis data disajikan dengan uraian kata-kata biasa disertai tabel-tabel klasifikasi idiom. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudaryanto (1993:145) yang menyatakan bahwa metode penyajian informal adalah perumusan kata-kata biasa, sedangkan penyajian formal perumusan dengan tanda dan lambang-lambang.

1.8 Sistematika Penyajian

Hasil penelitian ini disajikan ke dalam beberapa bagian. Bab I berjudul “Pendahuluan”. Pada bab ini disajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan penelitian. Bab II berjudul “Struktur Idiom yang Mengandung Unsur Tangan”. Bab ini menyajikan pola-pola pembentukan idiom yang diperoleh berdasarkan hasil klasifikasi unsur-unsur pembentuk idiom. Bab III berjudul “Makna yang Terbentuk dalam Idiom yang Mengandung Unsur Tangan”. Bab ini berisi deskripsi makna yang terbentuk dalam idiom dari hasil klasifikasi berdasarkan kriteria tertentu. Bab IV berjudul “Hubungan Idiom yang Mengandung Unsur Tangan dengan Budaya Masyarakat Indonesia”. Bab ini berisi deskripsi hubungan idiom yang mengandung unsur tangan dengan budaya masyarakat Indonesia. Bab V berjudul “Penutup” yang berisi kesimpulan dan saran. Cara penyajian penulisan penelitian dilakukan dalam bentuk deskripsi.

Gambar

Gambar 1.1 Perbandingan konsep metafora, idiom, pepatah, perbahasa, dan ungkapan.

Referensi

Dokumen terkait

Objektif CMP adalah untuk memanfaatkan sepenuhnya kecekapan dan keberkesanan sumber yang digunakan bagi memaksimumkan pulangan atas ekuiti dan menyediakan tahap modal yang

tentang materi menjelaskan pengertian komunikasi interpersonal dan menjelaskan asas-asas komunikasi interpersonal; dosen membagi mahasiswa menjadi beberapa kelompok,

Dengan demikian, rumusan masalah pada laporan ini adalah bagaimana aplikasi PCA untuk mengetahui apa saja indikator yang mempengaruhi tingginya tingkat Corruption Index

4.12.2 Menyusun teks khusus dan bentuk pesan singkat, dan pengumuman/ pemberitahuan (notice), sangat pendek dan sederhana, terkait kegiatan sekolah, dengan memperhatikan fungsi

• Peserta yang sudah mentransfer biaya PPL tetapi berhalangan hadir atau tempat sudah penuh, biaya dapat dialihkan ke PPL selanjutnya (Maksimal 2x Pengalihan , apabila

Hal ini menunjukkan responden yang hipertensi memiliki kadar MDA yang lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak hipertensi, dan diperoleh nilai p=0,200 (p>0,05)

Hal ini menjadi perhatian ketika mendesain sistem proteksi busbar karena ketika terjadi arus gangguan eksternal bernilai besar dapat menyebabkan arus yang dihasilkan pada

DAFTAR NAMA GURU PAI PADA SEKOLAH - TAHUN 2011 PROVINSI : JAWA TENGAH... SDN