• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAKIP 2016 DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAKIP 2016 DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 1

LAKIP 2016

DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA

DITJEN P2P

KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA

(2)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 2 KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Allah SWT, puji syukur kami panjatkan karena atas perkenan- nya, Direktorat Pencegahan dan Pengendalia Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dapat menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2016.

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza salah satu entitas akuntansi dibawah lingkup Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, kementerian kesehatan RI yang berkewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Lakip ini berisi informasi tentang uraian pertanggung jawaban atas keberhasilan Direktorat Penegahan dan Pengendalia Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dalam mencapai tujuan dan sasaran strategisnya ditahun 2016. Laporan ini merupakan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), hasil dari realisasi dari laporan rencana strategis tahun 2016 yang memberikan gambaran tentang rencana strategis, penetapan kinerja tahunan, kegiatan dan anggaran .

LAKIP Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza tidak terlepas dari kekurangan mengingat masih perlu penyempurnaan terus menerus semaksimal mungkin melalui koordinasi dengan berbagai lintas program dan lintas sektor .

Mudah-mudahan Lakip ini dapat menjadi cermin untuk dapat mengevaluasi kinerja organisasi selama satu tahun, sehingga pelaksanaan kinerja kedepan lebih produktif, efektif dan efesien baik dari aspek perencanaan, manajemen keuangan maupun koordinasi pelaksanaan.

Jakarta, 13 Januari 2017

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza

Dr.dr. Fidiansjah,SpKJ,MPH NIP 196306271988121002

(3)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 3 Daftar Isi

1. Kata Pengantar

2. Daftar Isi

3. Bab I. Pendahuluan A. Visi dan Misi B. Latar Belakang

C. Tugas Pokok dan Fungsi D. Struktur Organisasi E. Sumber Daya Manusia F. Sistematika Penulisan 4. Bab II. Perencanaan Kinerja

Pada bab ini diuraikan ringkasan/ikhtisar perencanaan kinerja dan perjanjian kinerja tahun yang bersangkutan.

5. Bab III Akuntabilitas Kinerja A. Capaian Kinerja Organisasi

Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan perjanjian kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi.

B. Realisasi Anggaran

Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja termasuk efisiensi penggunaan sumber daya.

6. Bab IV. Penutup

Pada bab ini diuraikan kesimpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta tindak lanjut di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.

(4)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 4 BAB I

PENDAHULUAN

A. VISI DAN MISI

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dilakukan pada semua siklus kehidupan (life cycle), yaitu bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia kerja, maternal, dan kelompok lansia.

Derajat kesehatan masyarakat adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam kesejahteraan karena menyangkut hak-hak dasar warga negara yang mutlak dipenuhi. Oleh karena itu usaha untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dilakukan melalui perbaikan cakupan, mutu, dan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan, perbaikan sarana prasarana kesehatan, pemberdayaan tenaga kesehatan, mendorong partisipasi masyarakat untuk hidup sehat,

Untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat, perlu adanya Visi dan Misi, VIsi dan Misi semua lembaga/kementerian/unit es1/unit es2 mengikuti Visi dan Misi Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”. Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 misi pembangunan yaitu:

1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum.

3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.

5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta

7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

(5)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 5 Visi dan Misi tersebut din tuangkan dalam NAWA CITA yaitu :

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara. 2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata

kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan

penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional.

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa.

9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Direktorat P2 Masalah kesehatan jiwa dan Napza berkonstribusi dalam tercapainya Nawa Cita melalui meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui upaya preventif dan promotif bidang kesehatan jiwa dan napza

RPJMN tahun 2015-2019 telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019 (RPJMN). Oleh Menteri Kesehatan RPJMN tersebut dijabarkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.02.02/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 (Renstra).

Rencana Strategis Kementerian Kesehatan berisi upaya upaya pembangunan bidang kesehatan yang disusun dan dijabarkan dalam bentuk program, kegiatan, target, indikator termasuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaanya.

Upaya dalam bidang pencegahan dan pengendalian penyakit menjadi tanggung jawab Ditjen pencegahan dan pengendalian penyakit yang telah digariskan dalam Renstra melalui penetapan target indikator yang harus dicapai dalam kurun waktu 5 tahun mendatang (2015-2019) Dukungan Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza terhadap Ditjen P2P yaitu terselenggaranya pencegahan dan pengendalian penyakit secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya diwujudkan dalam bentuk tujuan Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza

(6)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 6 yaitu terselenggaranya upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan napza melalui :

1. Upaya Pencegahan dan pengendalian Masalah kesehatan jiwa anak dan remaja

2. Upaya Pencegahan dan pengendalian masalah kesefhatan jiwa dewasa dan usia lanjut

3. Upaya Pencegahan dan penyalahgunaan Napza

4. Dukungan manajemen Direktorat P2M Kesehatan jiwa dan napza

Sasaran Ditjen P2P ada RPJMN 2015-2019 sebagai berikut Menurunnya penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatnya kesehatan jiwa

Sasaran Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza adalah meningkatkan kesehatan jiwa anak, remaja, dewasa dan usia lanjut serta meningkatkan upaya pencegahan dan penyalahgunaan napza Arah Kebijakan Dit. P2M Kesehatan JIwa dan Napza sebagai berikut :

a. Peningkatan kesehatan jiwa anak dan remaja

b. Peningkatan kesehatan jiwa dewasa dan usia lanjut c. Peningkatan pencegahan penyalahgunaan napza

Arah Kebijakan Dit P2M Kesehatan JIwa dan Napza didukung melalui : a. Menyedian NSPK bidang Keswa dan napza

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi bidang keswa dan napza c. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di bidang

Kesehatan Jiwa dan Napza

d. Memperkuat Jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan jiwa dan napza

e. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan bimbingan teknis bidang keswa dan napza

f. Sistem pembiayaan program Wajib Lapor bagi pecandu narkotika

B. LATAR BELAKANG

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, presentase populasi anak dan remaja adalah sebanyak 46 % dari total populasi. Hal ini menunjukkan bahwa anak dan remaja menempati porsi yang cukup besar dari keseluruhan penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 237 juta. Sehubungan dengan hal tersebut maka baik buruknya kualitas anak dan remaja Indonesia menentukan pula kualitas penerus bangsa ini. Dalam rangka mempersiapkan dan menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas baik tersebut perlu meningkatkan kesehatan tidak hanya fisik saja tapi juga kesehatan jiwa pada anak dan remaja.

(7)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 7 Upaya kesehatan jiwa dilakukan untuk mempertahankan kesehatan individu sepanjang hayat sejak masa konsepsi sampai lansia, dilakukan sesuai tingkat tumbuh kembang dari bayi sampai lansia. Perkembangan individu dimulai sejak dalam kandungan kemudian dilanjutkan ke 8 tahap mulai bayi (0-18 bulan), toddler (1,5–3 tahun), anak - anak awal atau pra sekolah (3-6 tahun), sekolah (6-12 tahun), remaja (12-18 tahun), dewasa muda ( 18 –35 tahun), dewasa tengah (35-65) tahun, dan tahap terakhir yaitu dewasa akhir (>65 tahun). Dalam tahapan perkembangan tersebut terdapat periode penting yaitu periode pra sekolah, masa pra sekolah disebut masa keemasan (Golden period), jendela kesempatan (window of opportunity), dan masa kritis ( critical period)

Pada rentang usia remaja, rentan terjadi beberapa masalah psikososial, identik dengan perilaku berisiko (risk-taking) dalam lingkungan yang berhubungan dengan (1) pencarian identitas diri, (2) mencari solusi masalah pribadi, (3) kemandirian dan harga diri, (4) situasi dan kondisi dalam rumah, (5) lingkungan sosial, (6) hak dan kewajiban yang dibebankan oleh orangtua serta berbagai hal lainnya yang dapat menjadi pemicu masalah kesehatan jiwa dan napza

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI pada tahun 2014, menunjukkan hasil penelitian di 128 kecamatan diperoleh angka kejadian bunuh diri di Indonesia sebesar 1,77 per 100.000 penduduk. Disisi lain, GSHS (2015) menemukan proporsi pada siswa/i SMP dan SMA yang mengalami masalah kesepian 39,9% remaja laki-laki dan 52,9% remaja perempuan, 37,7% remaja laki-laki-laki-laki dan 46,8% remaja perempuan mengalami kecemasan dan 4,5% remaja laki-laki dan 6,5% remaja perempuan ingin bunuh diri.Fakta kekerasan sering kita dengar di media sosial, di lingkungan pendidikan sendiri dari data ICRW (2015) dinyatakan bahwa sekitar 75-84% siswa/i mengalami kekerasan di sekolah, 50% mengalami perundungan. Data dari Unicef tahun 2014, siswa usia 13-15 th melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik oleh teman sebaya.Riskesdas (2007), prevalensi remaja yang mengalami masalahpsikososial sebanyak 8,7%, prevalensi merokok usia 15 – 19 tahun, minumanberalkohol dan satu di antara 11 remaja Indonesia berusia 15 – 24 tahun mengalami ketidakstabilan emosi yang juga ditemukan satu dari 7 siswa pada studi GSHS pada pelajar SMP usia 13 – 15 tahun di Depok.Penelitian di 3 sekolah menengah atas dan kejuruan (2015) didapatkan ada keterkaitan antara problem emosional – problem perilaku – tekanan teman sebaya.Faktor risiko utama yang menjadi masalah emosional adalah perempuan yang lebih berisiko.Tidak semua yang terjaring di skrining adalah pelajar yang bermasalah.

Maka kondisi kondisi tersebut perlu segera diatasi dan dilakukan intervensi intervensi yang baik agar Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui

(8)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 8 terciptanya masyarakat, bangsa, dan Negara yang dilandasi oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang merata di Indonesia.

Satu atau lebih gangguan jiwa dan perilaku dialami oleh 25 % dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya .WHO ( report 2001) menemukan bahwa 24% pasien yang berobat ke pelayanan primer memiliki diagnosa gangguan jiwa antara lain depersi dan cemas, baik diagnosis tersendiri maupun komorbid dengan diagnosis fisik Berdasarkan hasil riskesda tahun 2013 , data nasional untuk gangguan mental emosional (gejala depresi dan cemas) yang di deteksi pada penduduk usia lebih dari 15 tahun sebanyak 6% atau 14 juta jiwa. Sedangkan gangguan jiwa berat (psikotik) dialami 1,7/1000 atau lebih dari 400.000 jiwa dan 14,3% atau 57 ribu kasus dari ganguan psikotik tersebut pernah di pasung.

Tidak sedikit masalah kesehatan jiwa tersebut dialami oleh usia produktif, bahkan sejak usia remaja. Berdasarkan data riskesdas 2103 di temukan bahwa semakin lanjut usia semakin tinggi gangguan mental emosional yang di deteksi, selain itu pada masa kehamilan dan pasca kehamilan sering terjadi masalah kejiwaaan seperti depresi. Beban yang di timbulkan akibat masalah kesehatan jiwa cukup besar. Selaian masalah kesehatan jiwa, gangguan penggunaan napza merupakan penyakit dari organ otak dan bersifat kronis kambuhan. Sebagaimana sifatnya, kekambuhan bukanlah semata-mata kurangnya niat untuk sembuh, melainkan karena interaksi berbagai faktor dalam diri seseorang yang meliputi aspek biologis, psikologis dan sosialnya. Secara biologis, terjadi perubahan fungsi dan struktur otak dari seseorang dengan ketergantungan Napza yang dapat mempersulit proses perubahan perilaku itu sendiri. Tidak jarang diperlukan beberapa kali terapi rehabilitasi bagi penderita untuk dapat pulih atau mempertahankan kepulihannya.

Prevalensi penyalahgunaan Narkoba diperkirakan sebanyak 3,8 juta - 4,1 juta orang atau sekitar 2,1% - 2,25% dari total seluruh penduduk Indonesia yang berisiko terpapar narkoba di tahun -2014 (Laporan survey BNN bersama Puslitkes Ul tahun 2014)

Undang-undang nomor 35 tahun 20019 tentang narkotika, khususnya pasal 55 menyebutkan tentang kewajiban lapor diri bagi pecandu pada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit dan / atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang di tunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan / atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Secara lebih rinci pelaksanaan wajib lapor diri pecandu narkotika dituangkan pada peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2011 tentang pelaksanaan wajib lapor.

(9)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 9 Sesuai dengan pasal 2 dari PP Nomor 25 tahun 2011, pengaturan wajib lapor pecandu narkotika bertujuan untuk :

1. Memenuhi hak pecandu narkotika dalam mendapatkan pengobatan dan / atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social

2. Mengikutisertakan orang tua, wali, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan tanggung jawab terhadap pecandu narkotika yang ada di bawah pengawasan dan bimbingannya. 3. Memberikan bahan informasi bagi pemerintah dalam

menetapkan kebijakan di bidang pencegahan dan pemberatasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika

Kementerian kesehatan RI, khususnya subdit P2 Masalah Penyalahgunaan Napza telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 50 tahun 2015 tentang Petunjuk teknis pelaksanaan wajib lapor pecandu narkotika dan rehabilitasi medis yang merupakan acuan bagi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dalam menyelenggarakan proses wajib lapor dan rehabilitasi medis bagi pecandu penyalahguna Napza termasuk mereka yang dalam proses hukum. Selain hal diatas, juknis ini juga mengatur persyaratan pengusulan penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), besaran pembiayaan rehabilitasi medis yang disediakan oleh Kemenkes, mekanisme pembiayaan rehabilitasi melalui klaim, utilisasi dana klaim, serta sistem pelaporan wajib lapor dan rehabilitasi medis.

C. TUJUAN

Penyusunan Laporan Kinerja merupakan wujud melaksanakan Perpres No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Permenpan dan RB Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Tujuan penyusunan Laporan Kinerja Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza adalah untuk:

1. Memberikan informasi kinerja Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza selama tahun 2016 yang telah ditetapkan dalam dokumen perjanjian kinerja.

2. Sebagai bentuk pertanggung jawaban Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza dalam mencapai sasaran/tujuan strategis instansi.

3. Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza untuk meningkatkan kinerjanya.

4. Sebagai salah satu upaya mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada

(10)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 10 hasil yang merupakan salah satu agenda penting dalam reformasi pemerintah

D. TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Berdasarkan permenkes No 64 tahun 2015 tentang struktur organisasi tata laksana kerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza berada pada unit Eselon I Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ( Ditjen P2P) dengan tugas pokok dan fungsi serta struktur organisasi sebagai berikut : Tugas Pokok Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza:

Menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Fungsi Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza

1. Perumusan kebijakan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA;

3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA;

4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA;

5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA;

6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA;

E. STRUKTUR ORGANISASI

Semula Direktorat Bina Kesehatan Jiwa berada pada unit eselon 1 Ditjen BUK , setelah terbitnya Permenkes No 64 tahun 2015 tentang struktur organisasi tata laksana kerja, Direktorat Bina Kesehatan Jiwa berpindah pada Unit Eselon 1 Ditjen P2P menjadi Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza.

(11)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 11 SOTK DIREKTORAT P2M KESEHATAN JIWA DAN NAPZA

DIREKTORAT

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN

NAPZA

SUBBAGIAN TATA USAHA

SUBDIREKTORAT MASALAH KESEHATAN JIWA ANAK DAN REMAJA

SUBDIREKTORAT MASALAH KESEHATAN JIWA DEWASA DAN LANJUT USIA

SUBDIREKTORAT MASALAH PENYALAH-GUNAAN NAPZA SEKSI KESEHATAN JIWA ANAK SEKSI KESEHATAN JIWA REMAJA SEKSI KESEHATAN JIWA DEWASA SEKSI MASALAH PENYALAH-GUNAAN NAPZA DI MASYARAKAT SEKSI KESEHATAN JIWA LANJUT USIA

SEKSI MASALAH

PENYALAH-GUNAAN NAPZA DI INSTITUSI

Berdasarkan gambar di atas, SOTK Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza terdiri dari 1 (satu) Direktur, 3 (tiga) subdirektorat dengan 2 (dua) kepala seksi.

F. SUMBER DAYA MANUSIA

Jumlah SDM pada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa tahun 2016 sebanyak 45 orang yang terdistribusi pada 3 subdirektorat dan 1 subbag tata usaha.

Tabel 1.1

NO URAIAN SDM

1 Direktur 1

2 Subdit P2M Keswa Anak dan Remaja 12

3 Subdit P2M Keswa Dewasa dan Usia Lanjt 10

4 Subdit P2 Napza 10

5 Sub Bag Tata Usaha 11

Jumlah 45

Dari tabel 1.1 terlihat bahwa penyebaran jumlah SDM pada subdirektorat relatif sama.

(12)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 12 G. SISTEM MATIKA PENULISAN

Sistem matika penulisan laporan kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa terdiri dari :

1. Kata Pengantar 2. Daftar Isi

3. Bab I. Pendahuluan A. Visi dan Misi B. Latar Belakang

C. Tugas Pokok dan Fungsi D. Struktur Organisasi E. Sumber Daya Manusia F. Sistematika Penulisan 4.Bab II. Perencanaan Kinerja

Pada bab ini diuraikan ringkasan/ikhtisar perencanaan kinerja dan perjanjian kinerja tahun yang bersangkutan.

5.Bab III Akuntabilitas Kinerja A. Capaian Kinerja Organisasi

Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan perjanjian kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi.

B.Realisasi Anggaran

Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja termasuk efisiensi penggunaan sumber daya. 6.Bab IV. Penutup

Pada bab ini diuraikan kesimpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta tindak lanjut di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. 7.Lampiran

(13)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 13 BAB II

PERENCANAAN KINERJA

A. PERENCANAAN KINERJA

Perencanaan Kinerja merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun secara sistematis dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) perencanaan kinerja instansi pemerintah terdiri atas tiga instrumen yaitu: Rencana Strategis (Renstra) yang merupakan perencanaan 5 tahunan, Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Perjanjian Kinerja (PK). Perencanaan 5 tahunan Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza mengacu kepada dokumen Rencana Strategis Tahun 2015-2019. Terkait dengan perubahan SOTK baru sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan maka belum di lakukan revisi terhadap Rencana Aksi Kegiatan Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Tahun 2015-2019, karena baru dilakukan revisi renstra kementerian kesehatan, setelah terbit revisi renstra kementerian kesehatan baru dilakukan revisi rencana aksi kegiatan pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan napza.

Rencana Aksi Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Tahun 2015 – 2019

Berdasarkan RPJMN, Renstra Kementerian Kesehatan, Rencana Aksi Program BUK dan Rencana Aksi Kegiatan Tahun 2015 – 2019 sasaran strategis Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa masih mengikuti RPJMN, Rentra Kementerian Kesehatan dan Rencana Aksi Program BUK , hal ini karena adanya perubahan SOTK dan belum terbitnya revisi Renstra Kementerian Kesehatan dan belum di lakukan revisi Rencana Aksi Program P2P sehingga sasaran Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa adalah meningkatkan mutu dan akses pelayanan kesehatan jiwa dan Napza dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

1. Meningkatnya Persentase Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) pecandu narkotika yang aktif

2. Meningkatnya Jumlah kabupaten/kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

3. Meningkatnya Persentase RS Umum Rujukan Regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri

(14)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 14 Tabel 2.1

Sasaran Program Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Tahun 2015-2019

Sasaran Indikator Target

2015 2016 2017 2018 2019 meningkatnya mutu dan akses pelayanan kesehatan jiwa dan Napza Persentase Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) pecandu narkotika yang aktif 25 30 35 40 50 Jumlah kabupaten/kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa 80 130 180 230 280 Persentase RS Umum Rujukan Regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri 20 30 40 50 60 i. PERJANJIAN KINERJA

Perjanjian kinerja Direktorat P2M Kesehatan JIwa dan Napza merupakan dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja Direktur P2M Kesehatan JIwa dan Napza dan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit untuk mewujudkan target-target kinerja sasaran Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza pada akhir Tahun 2016.

Perjanjian Kinerja Direktorat P2M Kesehatan Jiwa dan Napza disusun berdasar Rencana Aksi Program BUK tahun 2015-2019, hal ini disebabkan belum adanya revisi rencana aksi program P2P, dan pada tahun 2016 telah dilakukan revisi renstra kementerian kesehatan, jika hasil revisi renstra kementerian kesehatan telah terbit, maka akan dilakukan revisi Rencana Aksi Program P2P dan revisi Rencana Aksi Kegiatan Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza. Perjanjian Kinerja merupakan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan telah mendapat persetujuan anggaran. Perjanjian Kinerja Direktorat P2M Kesehatan JIwa dan Napza Tahun 2016 telah disusun, didokumentasikan dan ditetapkan setelah turunnya DIPA dan RKA-KL Tahun 2016.

(15)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 15 Target-target kinerja sasaran kegiatan yang ingin dicapai Direktorat P2M Kesehatan JIwa dan Napza dalam dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2016 adalah :

PERJANJIAN KINERJA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA TAHUN 2016

NO SASARAN INDIKATOR TARGET

1 Meningkatnya Mutu dan Akses Pelayanan

Kesehatan Jiwa dan NAPZA

Persentase fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif

30%

2 Jumlah kab/kota yang memiliki

puskesmas yang

menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

130 kab/kota

3 Persentase RS Umum rujukan

regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

jiwa/psikiater

30%

Pada Perjanjian Kinerja Direktorat P2M KesehatanJiwa dan Napza dialokasikan anggaran sebesar Rp. Rp. 28.600.000.000.-

(16)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 16 BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. CAPAIAN KINERJA

Dalam perjanjian kinerja Direktorat P2M Kesehatan JIwa dan Napza di tahun 2016 terdapat sasaran strategis, dan target indicator yang tertuang dalam dokumen Rencana Aksi Program BUK tahun 2016. Berikut adalah target dan capaian indikator Direktorat P2M Kesehatan JIwa dan Napza tahun 2016.

Tabel 3.1

Target dan capaian indikator P2 masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Tahun 2016

NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA

1 Persentase fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif

30% 30,8 % 102,6%

2 Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

130 130 100%

3 Persentase RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiater

30% 31,8% 106%

Gambaran atas keberhasilan upaya peningkatan pengendalian penyakit sepanjang tahun 2016 digambarkan melalui beberapa indikator yang terkait sasaran strategis di bawah ini

1. Persentase fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif

a. Penjelasan indikator

Masalah penyalahgunaan Napza merupakan penyakit otak yang bersifat chronic relapsing disease. Terdapat berbagai aspek yang terkait pecandu napza, yaitu aspek biologis, psikologis dan sosial. Secara bioligis terjadi perubahan fungsi dan struktur otak pada seseorang dengan ketergantungan Napza yang dapat mempersulit proses perubahan perilaku. Dalam proses pemulihan setiap penyalahguna harus menjalani program rehabilitasi sesuai dengan kebutuhan dari

(17)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 17 masing-masing individu. Stigma yang berkembang di masyarakat dan petugas kesehatan terhadap penyalahguna Napza membuat aksesibilitas dalam rehabilitasi belum optimal. Pemerintah melalui Undang-undang dan Peraturan Pemerintah lainnya menyediakan layanan rehabilitasi bagi penyalahguna Napza melalui fasilitas pelayanan kesehatan Institusi Penerima Wajib Lapor yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan melalui Kepmenkes. Setiap penyalahguna wajib melaporkan diri ke IPWL dan dilanjutkan dengan rehabilitasi medis. IPWL yang aktif dapat memberikan layanan pencegahan dan rahabilitasi penyalahgunaan Napza sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan Napza dan mencegah penyalahgunaan yang baru.

b. Definisi Operasional

IPWL (Institusi penerima wajib lapor) yang aktif adalah IPWL yang melakukan upaya promotif, preventif dan rehabilitasi dalam pencegahan penyalahgunaan Napza serta melaporkan kegiatan terkait program wajib lapor pecandu narkotika dan penyalahguna Napza lainnya (ada atau tidak ada pasien) setiap 6 bulan sekali.

c. Cara perhitungan

IPWL yang melaporkan kegiatan dikali 100 % dibagi Jumlah IPWL yang telah ditetapkan pada tahun berjalan

Rumus:

% IPWL Aktif = Σ IPWL pada tahun Σ IPWL Aktif X 100% berjalan

d. Capaian indikator

Grafik 3.1

Persentase Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

(18)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 18 Dari grafik 3.1 di atas dapat di ketahui pada tahun 2015, capaian Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Pecandu Narkotika Yang Aktif sebesar 28% dari 25% target yang ditetapkan. Ini berari dari 434 IPWL yang telah di tetapkan terdapat 121 IPWL Aktif.

pada tahun 2016, capaian Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Pecandu Narkotika Yang Aktif sebesar 30,8% dari 30% target yang ditetapkan. Ini berari dari 434 IPWL yang telah di tetapkan terdapat 134 IPWL Aktif.

Jumlah IPWL capaian tahun 2015 dan 2016 merupakan nilai komulatif IPWL Aktif.

Apabila dibandingkan dengan indikator RPJM, Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, Rencana Aksi Program BUK untuk target Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Pecandu Narkotika Yang Aktif telah sejalan.

e. Analisa Penyebab keberhasilan

Pada tahun 2016, indikator ini telah berhasil mencapai target yang ditetapkan yaitu 30,8%. Keberhasilan ini dikarenakan adanya koordinasi yang sinergis antara Kemenkes dengan Kementerian/Lembaga Tinggi Negara terkait lainnya, serta Pemerintah Daerah selaku pemilik sebagian besar fasyankes yang ditetakan sebagai IPWL dalam menyelenggarakan wajib lapor dan rehabilitasi bagi penyalahguna Napza. Koordinasi ini tidak hanya mencakup implementasi regulasi saja tapi juga termasuk penguatan lainnya dalam optimalisasi layanan dan penguatan aksesibilitas.

d. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

1. Melakukan pertemuan koordinasi IPWL dalam rangka mengetahui masalah dan memberikan Solusi pelaksanaan rehabilitasi medis di IPWL,

2. Membuat aplikasi SELARAS untuk mendukung data penyalahgunaan Napza dan Klaim IPWL yang belum ditanggung JKN (penyediaan dana klaim),

3. Peningkatan keterampilan petugas dan Pembinaan di IPWL serta meningkatkan koordinasi dengan Dinkes di 34 Provinsi untuk target Persentase fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif

e. Kendala / masalah yang di hadapi

1. Belum optimalnya komitmen Pemerintah daerah dalam menjalankan upaya pencegahan dan pengendalian masalah Napza termasuk upaya rehabilitatifnya

2. Tingkat mutasi dan rotasi petugas yang cukup tinggi sehingga menyebabkan kekosongan petugas terlatih di IPWL yang sudah ditetapkan

3. Pemanfaatan Sistem pelaporan dan pencatatan (selaras) yang belum berjalan.

(19)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 19 4. Cakupan layanan pencegahan dan rehabilitasi penyalahgunan

Napza yang masih terbatas f. Pemecahan masalah

1. Melakukan advokasi dengan pengambil kebijakan di tingkat daerah melalui pertemuan koordinasi lintas sector dan lintas program

2. Secara berkala melakukan pelatihan asesmen bagi petugas di IPWL melalui dana APBN dan APBD

3. Membangun sistem informasi wajib lapor dan rehabilitasi medis Napza untuk memudahkan proses verifikasi klaim dan informasi data pasien yang telah melakukan rehabilitasi

4. Rencana mengembangkan skrining dengan menggunakan instrumen Alcohol, Smoking, and Substances Involvement

Scrrening Test (ASSIST) dalam rangka pencegahan penyalahgunaan Napza di tempat yang bukan IPWL dengan menggunakan sistem referal ke IPWL dengan tujuan untuk meningkatkan cakupan layanan bagi pasien penyalahguna napza dan kelompok risikonya

Foto-foto kegiatan

2. Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

a. Penjelasan indikator

Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 cukup besar. Gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi dan ansietas) usia ≥ 15 tahun sebesar 6% atau lebih dari 10 juta jiwa; sedangkan gangguan jiwa berat (psikosis) sebesar 1,7 per 1000 penduduk. Dengan jumlah penduduk

(20)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 20 sebesar 422 juta jiwa pada tahun 2013, maka diperkirakan lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa berat (psikosis).

Sementara itu menurut WHO kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di Negara-negara dengan penghasilan rendah-menengah termasuk Indonesia masih tinggi, yaitu >85%. Hal ini berarti kurang dari 15% penderita gangguan jiwa mendapatkan layanan kesehatan jiwa yang dibutuhkan. Melalui estimasi sederhana tentang utilisasi layanan baik di tingkat primer maupun sekunder-tersier menunjukkan bahwa ternyata memang cakupan layanan kesehatan jiwa di Indonesia masih rendah yaitu <10% (tahun 2013), dan tingkat kekambuhan pasien masih cukup tinggi pasca perawatan di Rumah Sakit.

Untuk itu diperlukan upaya kesehatan jiwa di Puskesmas untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa, baik upaya-upaya pencegahan maupun deteksi dan tata laksana secara dini. Agar mutu layanan terjaga, maka dalam kriteria indikator tercantum bahwa tenaga kesehatan puskesmas terlatih.

b. Definisi Operasional

Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 puskesmas di wilayahnya dengan kriteria: 1) Memiliki minimal 2 (dua) tenaga kesehatan terlatih kesehatan jiwa(dokter dan perawat atau tenaga kesehatan lainnya), minimal 30 jam pelatihan, dan 2) Melaksanakan upaya promotif kesehatan jiwa dan preventif terkait kesehatan jiwa secara berkala dan teritegrasi dengan program kesehatan puskesmas lainnya, dan 3) Melaksanakan deteksi dini, penegakan diagnosis, penatalaksanaan awal dan pengelolaan rujukan balik kasus gangguan jiwa.

c. Cara perhitungan

Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang memiliki puskesmas dengan upaya kesehatan jiwa sesuai dengan kriteria.

d. Capaian indikator

Grafik 3.2

Jumlah Kab/Kota Yang Memiliki Puskesmas Yang Menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa

(21)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 21 Dari grafik 3.2 di atas dapat di ketahui pada tahun 2015, capaian jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa sebesar 82 kab/kota dari 80 kab/kota target yang ditetapkan. Pada tahun 2016, capaian jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa sebesar 130 kab/kota dari 130 kab/kota target yang ditetapkan.

Capaian Jumlah Kab/Kota Yang Memiliki Puskesmas Yang Menyelenggarakan Upaya Kesehatan Jiwa tahun 2015 dan 2016 merupakan nilai komulatif .

Apabila dibandingkan dengan indikator RPJM, Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, Rencana Aksi Program BUK, Rencana Aksi Kegiatan, untuk target jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa telah sejalan.

e. Analisa Penyebab keberhasilan

1. Adanya daya dorong dengan masuknya indikator kesehatan jiwa dalam Standar Pelayanan Minimal Prov/Kab/Kota dan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.

2. Aktif melakukan advokasi, sosialisasi serta bimbingan melalui

workshop/lokakarya kepada Dinas Kesehatan di 34 provinsi

terutama mengenai perencanaan kegiatan yang mendukung pencapaian indikator kesehatan jiwa, sehingga terbentuk pemahaman dan kesepakatan serta kerjasama yang baik antara Kementerian Kesehatan/Pusat dengan Dinas Kesehatan Tingkat Provinsi.

3. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala baik formal maupun informal untuk mengetahui perkembangan capaian indikator terkini.

4. Melaksanakan kegiatan Peningkatan Keterampilan Tenaga Kesehatan (Dokter dan Perawat) di Puskesmas.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

1. Melakukan pertemuan advokasi dan evaluasi nasional (2 kali) dengan mengundang pengelola kesehatan jiwa semua dinkes propinsi dan beberapa dinkes kabupaten/kota yang dianggap berhasil menerapkan program keswa di PKM dan

2. Melakukan Pelatihan Kesehatan Jiwa bagi nakes PKM di 6 propinsi yang cakupan puskesmasnya masih kurang (Sultra, Sumsel, NTT, Papua, DIY dan Sulteng) untuk target Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

g. Kendala / masalah yang di hadapi

(22)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 22 2. Kurangnya anggaran keswa di daerah

3. Masih kurangnya komitmen daerah terhadap program keswa dan napza

h. Pemecahan masalah

1. Memberikan dekon untuk propinsi

2. Terdapat menu keswa dalam DAK non fisik 2017

3. Tahun 2017 keswa masuk SPM dan indikator keluarga sehat 4. Advokasi program keswa dan napza ke daerah

foto-foto kegiatan

3. Prosentase RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiater

a. Penjelasan indikator

Masalah kesehatan jiwa mempengaruhi 1 dari 4 orang penduduk di dunia pada suatu masa dari hidupnya (WHO Improving Health Systems and Services for Mental Health, 2009). Sekitar 30% dari seluruh penderita yang dilayani dokter di pelayanan kesehatan dasar

(23)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 23 (puskesmas) mengalami masalah kesehatan jiwa (Psychiatric disorders: a global look at facts and figure, Psychiatry 2010).

Masalah gangguan jiwa di Indonesia dewasa ini cukup prevalen, yaitu 11,6 % untuk gangguan mental emosional (cemas dan depresi) di atas 15 tahun serta 0,46 % untuk gangguan jiwa berat (Riskesdas 2007). Kesenjangan antara jumlah pasien yang membutuhkan layanan kesehatan jiwa dengan jumlah pasien yang mendapatkan layanan tersebut sangat besar. Salah satu penyebab terjadinya kesenjangan tersebut adalah kendala terhadap akses pelayanan, sehingga menimbulkan keterlambatan penanganan.

Oleh karena itu, untuk:

1) Mempermudah akses dan keterjangkauan layanan kesehatan jiwa di Fasyankes,

2) Mendukung jumlah RSJ dan tenaga kesehatan jiwa yang terbatas jumlahnya,

3) Menjalankan amanat Undang - Undang No 18 tahun 2014 tentang kesehatan Jiwa, Pasal 88 bahwa setiap fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa yang sudah ada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang ini paling lambat 5 (lima) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan,

4) Diselenggarakannya layanan kesehatan jiwa di RSU rujukan regional di mana masing – masing RSU menyediakan 10 tempat tidur sesuai dengan draf pedoman penyelenggaraan layanan kesehatan jiwa di RSU.

maka penyeleggaraan pelayanan kesehatan jiwa di RSU rujukan regional perlu dijadikan indicator.

b. Definisi Operasional

Prosentase RS Rujukan Regional yang menyelenggarakan pelayanan medik kedokteran jiwa rawat jalan dan rawat inap kedokteran jiwa / psikiatri oleh tenaga kesehatan yang kompenten . baseline data tahun 2014 adalah 23 RSU atau 13,53 % dari 110 RSU Regional

c. Cara perhitungan

Jumlah RS Rujukan Regional yang menyelenggarakan pelayanan medik kedokteran jiwa baik rawat jalan dan rawat inap kedokteran jiwa / psikiatri oleh tenaga kesehatan yang kompenten di bagi Jumlah RS Rujukan Regional yang telah ditetapkan X 100 %

(24)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 24 d. Capaian indikator

Grafik 3.3

Prosentase RS Rujukan Regional Yang Menyelenggarakan Pelayanan Medik Kedokteran Jiwa Rawat Jalan Dan Rawat

Inap Kedokteran Jiwa / Psikiatri Tahun 2015 – 2016

Dari grafik 3.3 di atas dapat di ketahui pada tahun 2015, capaian Prosentase RS Rujukan Regional Yang Menyelenggarakan Pelayanan Medik Kedokteran Jiwa Rawat Jalan Dan Rawat Inap Kedokteran Jiwa / Psikiatri sebesar 20% dari 20% target yang ditetapkan. Pada tahun 2016, capaian Prosentase RS Rujukan Regional Yang Menyelenggarakan Pelayanan Medik Kedokteran Jiwa Rawat Jalan Dan Rawat Inap Kedokteran Jiwa / Psikiatri sebesar 31,8% dari 30% target yang ditetapkan.

Capaian Jumlah Prosentase RS Rujukan Regional Yang Menyelenggarakan Pelayanan Medik Kedokteran Jiwa Rawat Jalan Dan Rawat Inap Kedokteran Jiwa / Psikiatri tahun 2015 dan 2016 merupakan nilai komulatif .

e. Analisa Penyeban keberhasilan

1. Melakukan Sosialisasi dan Advokasi draft pedoman penyelenggaraan layanan keswa di RS Umum

2. Melakukan bimbingan dan evaluasi secara berkala untuk mengetahui perkembangan capaian indikator terkini.

(25)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 25 3. Melaksanakan kegiatan pelatihan kesehatan jiwa bagi tenaga kesehatan dan unsur masyarakat di tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

1. Sosialisasi dan Advokasi draft pedoman penyelenggaraan layanan keswa di RS Umum pada saat kunjungan ke daerah, melalui seminar dan workshop

2. Melakukan Bimtek dan Pilot Project tiga percontohan RS Umum Banyumas di Jateng, RS Umum di wilayah Maluku Utara dan RS Umum di Sulawesi Barat.

g. Kendala / masalah yang di hadapi

1. Berubahnya SOTK Kementerian Kesehatan yang tadinya Direktorat Bina Keswa berada dibawah Direkt Jenderal BUK mutasi dibawah Direkt. Jenderal P2P dengan menitikberatkan kepada pencegahan dan pengendalian masalah keswa dan Napza dengan nama Direktorat P2MKJN

2. Mekanisme sistim pelaporan belum dilaksanakan secara berkesinambungan

3. Kurangnya advokasi dan sosialisasi tentang penyelenggaraan layanan keswa di RSU

4. Rencana penyelenggaraan layanan keswa membutuhkan waktu 5. Sumber daya tidak memadai (ruang poli, rawat inap, dan tenaga

berprofesi keswa

h. Pemecahan masalah

1. Indikator RSU rujukan regional hanya sampai akhir tahun 2016 dan selanjutnya berganti menjadi indikator sekolah

2. Menyepakati mekanisme alur sistim pelaporan dengan Dinas Kesehatan setempat

3. Mensosialisasikan kembali pentingnya penyelenggaraan keswa dan napza yang tercantum dalam UU Keswa, untuk menurunkan kesenjangan pengobatan dan menurunkan stigma 4. Dinas Kesehatan mendukung RSU rujukan regional agar

menyelenggarakan keswa dan napza

5. Sesuai persyaratan RSU rujukan regional, UU Keswa, maka sudah selayaknya Pemda memprioritaskan penyediakan ruang poli jiwa, rawat inap jiwa dan tenaga kesehatan keswa dari daerahnya masing-masing

(26)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 26 B. REALISASI ANGGARAN

1. Realisasi Anggaran

Pagu Awal Anggaran Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza tahun 2016 sebesar Rp. 28.600.000.000,- dan pada akhir tahun anggaran menjadi sebesar Rp. 33.551.000.000,-

Sesuai dengan Inpres 8 Tahun 2016 dilakukan self bloking sebesar 11.737.077.000. Adapun pagu dan realisasi terlihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.

Pagu dan Realisasi Anggaran Program Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza

Tahun 2016 No Sumber

Dana Pagu Realisasi % Inpres 8 Tahun Self Bloking 2016

% Setelah Self Bloking 1 Rupiah

Murni 33.551.000,000 21.192.922.735 63,16 11.737.077.000 97,15 Realisasi Anggaran sebelum self bloking sebesar 63,16% tetapi setelah di kurangi dengan self bloking menjadi sebesar 97,15%.

(27)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 27 Distribusi pagu dan realisasi anggaran tahun 2015 dan 2016 sebagai berikut:

Tabel 3.

Perbandingan Pagu dan Realisasi Anggaran Program Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Tahun 2015 dan

2016

No Uraian 2016

Pagu Realisasi % 1 subdit P2 masalah kesehatan jiwa

anak dan remaja 2.446.395.000 2.418.632.425 99 2 subdit P2 masalah kesehatan jiwa

dewasa dan usia lanjut 4.067.525.000 3.938.041.429 97 3 subdit pencegahan

penyalahgunaan napza 11.609.010.000 11.446.194.271 99 4 sub bag tata usaha 3.690.993.000 3.565.931.010 97 Jumlah 21.813.923.000 21.368.799.135 97,95 Dari tabel 3. Realisasi agu anggaran tahun 2016 sebesar 97,05 %. 2. Efisiensi Sumber Daya

Pada tahun 2016, dilakukan pemotongan efisiensi anggaran di Dit P2M KJN sebesar Rp. 11.737.077.000,- ( sebelas milyar tujuh ratus tiga puluh tujuh juta tujuh puluh tujuh ribu rupiah ).

Untuk menjamin semua indikator dalam perjanjian kinerja dapat mencapai target, beberapa upaya dilakuan di bawah ini :

1. Menggabungkan beberapa pertemuan menjadi satu pertemuan 2. Mengurangi tahapan kegiatan tetapi tetap mempertahankan

materi dan esensi kegiatan

3. Mengurangi kegiatan dukungan yang kurang fokus pada pencapaian target indikator

(28)

LAKIP Dit. P2MKJN Page 28 BAB IV

PENUTUP A. KESIMPULAN

1. Pencapaian kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza telah berjalan baik sesuai dengan Perjanjian Kinerja yang telah ditetapkan.

2. Berdasarkan pengukuran indikator kinerja dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016, terdapat 3 Indikator kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza telah mencapai target yang ditetapkan.

3. Berdasarkan penyerapan dan pengukuran kinerja anggaran tahun 2016 diketahui bahwa kinerja anggaran Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza sebesar 102,6% B. TINDAK LANJUT

Walaupun target indikator telah dapat di capai dan realisasi anggaran mencapai lebih dari 90 %, tentunya masih harus dilakukan :

1. Riviu terhadap indikator yang di tetapkan, apakah relevan dengan kegiatan yang di kerjakan.

2. Melakukan revisi Rencana Aksi Program dan Rencana Aksi Kegiatan setelah terbit nya revisi renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019. 3. Melakukan pemantau dan evaluasi terhadap capaian indikator

4. Adanya target indikator yang melibatkan lintas sektor dan lintas program, perlu adanya kominmen dari lintas sektor dan lintas program dalam pencapaian target indikator.

5. Mengurang jumlah indikator, sehingga lebih fokus dan lebih mudah mencapai targetnya, dengan bantuan lintas program dan lintas sektor terkait.

Referensi

Dokumen terkait

Berita acara ini merupakan bukti serah terima berupa Naskah Soal Ujian (NSU) dalam keadaan baik dan masih dilak yang sudah terdistribusi sesuai dengan ruang ujian,

Untuk mendukung keberhasilan usaha pengendalian penyakit virus kuning pada tanaman cabai, diperlukan peran aktif para petani dalam mengamati / memantau kutu kebul dan

Evaluasi SAKIP dimaksud mengacu pada Permenpan RB Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi

55 Kepala Seksi Pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan Jiwa berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang mempunyai tugas

Tugas Pokok Membantu Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dalam melaksanakan tugas pada lingkup Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

Memperkuat dukungan masyarakat guna mewujudkan keluarga sehat melalui pencegahan dan pengendalian penyakit serta masalah kesehatan jiwa

Efisiensi penggunaan sumber daya ini dilakukan dengan membandingkan penjumlahan (∑) dari selisih antara perkalian pagu anggaran keluaran dengan capaian keluaran

Menimbang : bahwa untuk akuntabilitas dan pertanggungjawaban dalam penanganan Bantuan Hukum di luar pengadilan maupun dalam perkara atau sengketa di muka