• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di segala bidang, dengan penduduknya sebahagian besar bermata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di segala bidang, dengan penduduknya sebahagian besar bermata"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang, dengan penduduknya sebahagian besar bermata pencaharian (profesi) di bidang pertanian (agraris), baik sebagai petani pemilik tanah maupun sebagai petani penggarap tanah dan buruh tani. Manusia tidak bisa hidup tanpa tanah, sebaliknya tanah hanya ada manfaat karena dibutuhkan oleh manusia.1

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan tanah, masalah tanah bukan saja masalah yuridis, tetapi menyangkut masalah ekonomi, sosial dan politik. Hal tersebut dapat dimengerti, karena tanah merupakan kebutuhan yang sangat mendasar dan menempati kedudukan yang sangat penting dan strategis dalam kehidupan manusia dan pembangunan, di masa sekarang dan masa yang akan datang.

Dalam Hukum Tanah kita dikenal ada hubungan yang abadi antara tanah dengan Warga Negara Indonesia, dan ini menjadi hubungan yang sangat sakral sehingga lahirlah hubungan magis antara tanah dengan pemiliknya dalam masyarakat. Oleh karena itu menjual tanahpun masih terhalang untuk dapat dilakukan dengan serta merta, baik dengan antar satu keturunan apalagi antar satu desa sebelum hak terdahulu dipenuhi.2

Dari uraian tersebut dapat diartikan bahwa tanah sangat penting artinya bagi kehidupan manusia, karena tanah mempunyai hubungan bersifat multi dimensi

1

Karel Phil Erari, Tanah Kita, Hidup Kita, Hubungan Manusia dan Tanah di Irian Jaya

sebagai Persoalan Teologis, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999, halaman 18. 2

Muhammad Yamin Lubis, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, halaman 17.

(2)

dengan kehidupan masyarakat Indonesia, dan hubungan tersebut tidak hanya bersifat ekonomis, tetapi juga mempunyai hubungan yang bersifat abadi.3

Arti pentingnya tanah tersebut dapat juga dilihat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyatakan : “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Selanjutnya Pasal 2 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) menyatakan :

(1) Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam, yang terkandung didalammya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. (2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi

wewenang untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

(3) Wewenang yang bersumber dari hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara Hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

3

Pasal 1 angka (3) Undang-undang Pokok Agraria menentukan bahwa : “Hubungan antara Bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi ”

(3)

Dari kedua peraturan perundang-undangan di atas, diketahui bahwa tanah sebagai tempat berusaha, yang merupakan bagian dari permukaan bumi harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Jumlah penduduk yang semakin meningkat sebagai akibat pertambahan penduduk, disisi lain luas tanah pertanian pertambahan arealnya tidak sebanding dengan jumlah pertambahan penduduk, malah jumlah luasnya cenderung tetap. Selain itu kegiatan pembangunan yang dilaksanakan sering berlokasi di areal pertanian yang produktif karena letaknya yang strategis.

Hal tersebut diatas terjadi akibat pembebasan tanahnya dengan harga pasar, dimana para petani pemilik tanah tidak bisa menahan “rayuan” pemilik modal agar mau melepaskan tanahnya. Kondisi ini menyebabkan antara lain :

1. Ketimpangan pemilikan/ penguasaan tanah pada suatu wilayah sebagai akibat kebijakan makro ekonomi nasional yang mengejar pertumbuhan yang dilaksanakan selama kurun waktu 3 dasawarsa terakhir. Pada masa itu kebijakan agraria tidak didasarkan atas penataan aset produksi tetapi langsung diarahkan kepada upaya peningkatan produktivitas pertanian. Pemerintah tidak melakukan upaya pemerataan aset produksi, melainkan aset produksi dialokasikan pada sektor ekonomi kuat dan besar, karena diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akibatnya petani kecil semakin ter”marginal” (ter”batas”/ ter “tepi”) dan menjadi petani penggarap yang semakin lemah, atau menjadi buruh tani. Situasi ini semakin diperparah semakin berkurangnya tanah-tanah

(4)

pertanian yang produktif berubah menjadi: perumahan, perluasan kota, dan berbagai keperluan non pertanian lainnya.

2. Sejalan dengan bertambahnya penduduk dilain pihak tanah pertanian luasnya tidak bertambah sehingga bertambah pulalah petani tuna kisma.4

3. Dampak dari keadaan di atas para petani mendapatkan areal pertanian yang tidak produktif, kurang subur, letaknya tidak strategis dan menyulitkan bagi petani untuk memasarkan hasil pertaniannya. Akibatnya pendapatan petani menurun / berkurang demikian pula tingkat kesejahteraannya dan menjadi miskin.5

Di dalam bidang hukum pertanahan, penataan pemilikan dan penguasaan hak atas tanah merupakan bidang sangat vital bagi bangsa, masyarakat dan negara Indonesia sehingga sistem pengelolaan dan pengaturannya menjadi otoritas negara. Hak menguasai dan mengatur sumber daya alam itu untuk mengejar sebesar-besar kemakmuran rakyat telah diamanatkan dalam tujuan negara dan dipertegas dalam Pasal 33 UUD 1945.6

Masalah tanah perlu dilanjutkan dan ditingkatkan langkah-langkah untuk mengendalikan secara efektif masalah penggunaan, penguasaan, pemilikan, dan pengalihan hak atas tanah, sehingga benar-benar sesuai dengan asas adil dan merata. Dalam pengalihan hak atas tanah perlu dicegah pemilikan tanah yang melebihi ketentuan yang berlaku. Disamping itu perlu pula diusahakan untuk mencegah

4

Tidak memiliki tanah sama sekali (tidak memiliki tanah pertanian dan rumah).

5

Badan Pertanahan Nasional, Reformasi Pertanahan, Pemberdayaan Hak-hak Atas Tanah

ditinjau dari aspek Hukum, Sosial Politik, Ekonomi, Hankam, Teknis, Agama dan Budaya, Mandar

Maju, Bandung, 2002, halaman 200-201.

6

Pendastaren Tarigan, Arah Negara Hukum Demokratis Memperkuat Posisi Pemerintah

Dengan Delegasi Legislasi Namun Terkendali, Dengan Delegasi Pengaturan dan Pengawasan Tindakan Pemerintah Dalam Bidang Pertanahan, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2008, halaman

(5)

pembagian tanah yang sangat kecil, agar manfaat penggunaan tanah tidak makin berkurang.7

Belum terdatanya semua tanah-tanah yang mengakibatkan tidak jelasnya pemilikan tanah secara maksimum, tanah-tanah absentee dan berakibat pula timbulnya absentee baru, dan penggunaan tanah maksimum. Belum terdatanya semua tanah sebagai alat pembuktian dan alat informasi tentang status sebidang tanah mengakibatkan tidak diketahuinya present land use (pengaturan penggunaan) dan

present land tenure (pengaturan pemanfaatan) dari tanah tersebut.8

Hal ini juga disebabkan tingkat pendaftaran tanah di Indonesia masih relatif rendah. Realisasi jumlah tanah yang terdaftar di negara ini, hingga pada tahun 2005 masih terdaftar 31% 9 atau masih 22.985.559 persil.10 Keadaan ini menunjukkan bahwa masih banyaknya tanah yang belum terdata dan status tanah yang kurang mendapat kepastian hukum di negara ini.

Dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan

7

AP Parlindungan, Bunga Rampai, Hukum Agraria Serta Landreform, Bagian III , CV Mandar Maju, Bandung, 1994, halaman 4.

8

Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005, halaman 48.

9

Kerangka Kebijakan pertanahan Nasional Tim Teknis Program Pengembangan Kebijakan

dan Manajemen Pertanahan, Disampaiakan pada Workshop Regional dalam Rangka Konsultasi

Publik dan Bappenas, di Pekan Baru 1 Maret 2005.

10

Sambutan Kepala Badan Pertanahan Nasional pada Seminar tentang Efektifitas Lembaga

Rechtsverwerking dalam Mengatasi Kelemahan Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah Negatif, Jakarta,

(6)

satuan-satuan rumah susun yang sudah didaftar. Terselenggaranya pendaftaran secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.11 Pendaftaran tanah selain berfungsi untuk melindungi si pemilik, juga berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan, dan sebagainya.12

Pasal 7, Pasal 10 ayat (1), Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 17 UUPA dapat ditarik intinya, bahwa Negara sebagai organisasi kekuasaan di seluruh Indonesia mempunyai kewenangan untuk mengatur peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan tanah-tanah serta hubungan-hubungan hukum yang menyangkut tanah-tanah yang melampaui batas dan menentukan luas maksimum pemilikan tanah oleh seseorang atau bersama demi tercapainya kesejahteraan rakyat Indonesia. Ketentuan dari pasal-pasal tersebut di atas merupakan ketentuan pokok yang memberikan pengaturan secara garis besarnya saja yaitu mengenai pokok-pokok kebijaksanaan pelaksanaan Landreform.

Pokok-pokok Landreform di Indonesia secara secara prinsipil telah diadopsi dalam UU Nomor 5 Tahun 1960. Disana dapat dijumpai asas-asas atau prinsip-prinsip yang berkaitan dengan Landreform, baik ditentukan dalam rumusan pasal-pasalnya maupun melalui penjelasan UUPA itu sendiri. Karena muatannya bersifat asas atau pokok-pokok sehingga beberapa ahli hukum pertanahan memberikan tafsiran pendapat yang tidak seragam.

11

Penjelasan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

12

(7)

A.P Parlindungan menyebutkan bahwa UUPA sebagai induk Landreform di Indonesia,13Sementara itu Boedi Harsono menyatakan asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok Landreform itu dijumpai dalam UUPA14, demikian juga Gouw giok Siong menyatakan bahwa di dalam UUPA terdapat prinsip-prinsip Landreform.15

Pandangan tersebut didasarkan pada kenyataan obyektif bahwa UUPA mengandung ketentuan-ketentuan pokok mengenai Landreform. Secara lebih tegas Abdurrahman menyatakan ”UUPA sebagai Undang-undang Landreform Indonesia”16

Pertambahan penduduk selama 4 (empat) dasawarsa dan ketersediaan tanah yang semakin terbatas serta perkiraan kebutuhannya dimasa mendatang dan belum tersedianya data pertanahan yang akurat untuk mendeteksi tanah-tanah, hal tersebut ditanggapi oleh Pemerintah dengan melakukan kebijakan yang berpedoman kepada Tap MPR No. IX/ MPR/ 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Adapun arah kebijakan pembaruan Agraria tersebut, seperti termaktub dalam Pasal 5 ayat (1) butir c, Tap MPR No. IX/ MPR/ 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, adalah :

13

A.P Parlindungan, Landreform di Indonesia, Suatu Studi Perbandingan, CV Mandar Maju, Bandung, 1991, halaman 10.

14

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 2000, halaman 350.

15

Gouw Giok Siong, Tafsiran Undang-undang Pokok Agraria, Ken Po, Jakarta, 1960, halaman 22.

16

Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di

(8)

“Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui Inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan Landreform”.

Untuk melaksanakan Tap MPR No. IX/ MPR/ 2001 di atas pemerintah melalui Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan memutuskan bahwa dalam rangka mewujudkan konsepsi, kebijakan dan sistem pertanahan nasional yang utuh dan terpadu, maka Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan langkah-langkah percepatan di bidang penyusunan17 dan penyempurnaan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan serta pembangunan sistem informasi dan manajemen pertanahan. Pembangunan sistem informasi dan manajemen pertanahan18 mencakup berbagai

17

Badan Pertanahan Nasional, Pedoman dan Tata Kerja, Inventarisasi dan Registrasi P4T, Jakarta, 2004, halaman 2.

18

Pembangunan sistem informasi dan manajemen pertanahan tersebut meliputi (Keppres No.34 Tahun 2003 Pasal 1 angka 2):

a. Penyusunan basis data tanah-tanah aset negara/ pemerintah daerah di seluruh Indonesia. b. Penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan

penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah, yang dihubungkan dengan

e-government, e-commerce dan e-payment.

c. Pemetaan kadastral dalam rangka inventarisasi dan registrasi penguasaan pemilikan penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan menggunakan teknologi citra satelit dan teknologi informasi untuk menunjang kebijakan pelaksanaan landreform dan pemberian hak atas tanah.

d. Pembangunan dan pengembangan pengelolaan penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui sistem informasi geografi dengan mengutamakan zona sawah berigasi dalam rangka memelihara ketahanan pangan nasional, pemetaan kadasteral dalam rangka inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan menggunakan teknologi citra satelit dan teknologi informasi untuk mununjang kebijakan pelaksanaan landreform dan pemberian hak atas tanah.

Sarjita, Masalah Pelaksanaan Urusan Pertanahan dalam Otonomi Daerah (Keppres No. 34

(9)

kegiatan yang salah satunya adalah penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah yang menunjang kebijakan pelaksanaan landreform.19

Agenda kegiatan penyusunan basis data tersebut oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dikenal dengan Program Inventarisasi Data Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T). Kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk memperoleh data P4T yang berbasis bidang tanah secara komprehensif dan sistematis dari seluruh batas yurisdiksi desa/ kelurahan. Secara komprehensi dimaksudkan bahwa inventarisasi ini dilakukan secara terpadu mengenai berbagai aspek yang berhubungan dengan data penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah pada setiap bidang tanah yang ada di setiap desa/ kelurahan. Bersifat sistematis, bermakna bahwa data P4T akan dapat mengungkapkan tentang pemilikan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah di setiap desa atau kelurahan.

Diharapkan hasil Inventarisasi tersebut dapat merumuskan kebijakan, perencanaan, penataan dan pengendalian P4T atau Landreform yang pada gilirannya setiap jengkal tanah dapat memberikan sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan. Jadi Landreform dimaksudkan untuk menghilangkan penghalang-panghalang terhadap perkembangan pembangunan ekonomi sosial dengan jalan redistribusi di bidang kekayaan, kesempatan dan kekuasaan sebagai manifestasi dari pemilikan dan pengawasan terhadap tanah, air dan sumber daya lainnya.20

19

Ibid, halaman 2.

20

(10)

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Toba Samosir luas wilayah Kabupaten Toba Samosir 202.180 Ha.

Data Kondisi Tanah di Kabupaten Toba Samosir

No Data Tanah Bidang Luas (Ha) Keterangan

1 Tanah Negara Bekas Hak __ __

2 Tanah Negara Bekas Kawasan

__ __

3 Hak Milik 13.508 471,6

4 Hak Guna Usaha

5 Hak Pakai 45 6,31

5 Hak Guna Bangunan 30 43,5

6 Hak Pengelolaan 1 2,6

7 HMSRS __ __

8 Wakaf 12 0,75

9 Tanah Absentee __ __ Masih Tahap

Inventarisasi 10 Tanah Melebihi Batas

maksimum

__ __ Masih Tahap

Inventarisasi

Sumber Data : Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2008.

Dari data Kanwil BPN Propinsi sumatera Utara, bidang tanah yang berasal dari tanah bekas hak dan kawasan tidak ada, bidang tanah terdaftar Hak Milik 13.508

(11)

bidang tanah seluas 471,6 Ha, Hak Guna Usaha tidak ada, Hak Guna Bangunan 30 bidang tanah seluas 43,5 Ha, Hak Pakai 45 bidang tanah seluas 6,31 Ha, Hak Pengelolaan 1 bidang tanah seluas 2,6 Ha, Hak Milik Satuan Rumah Susun tidak ada, Tanah Wakaf 12 bidang tanah seluas 0,75 Ha. Jumlah Sertifikat 13.596 bidang tanah seluas 524,76 Ha. Tanah absentee masih tahap inventarisasi, tanah melebihi batas maksimum juga dalam tahap inventarisasi.

Luas kawasan Hutan Kabupaten Toba Samosir Berdasarkan Master Plan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (MPRHL) Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003.

No Fungsi Hutan Luas (Ha)

1 Hutan Lindung 122.084, 08

2 Hutan Produksi 16.781,00

3 Hutan Produksi Terbatas 17.708,10

4 Hutan Suaka Alam 23.800,00

5 Lahan Kritis 158.506, 15

a. Dalam kawasan hutan negara 154.100,47 b. Lahan milik masyarakat 4.405,68

Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Toba Samosir

Luas hutan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2005 adalah seluas 180.373,58 Ha. Hutan Lindung seluas 122.048, 08 Ha, Hutan Produksi seluas 16.781,00 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas 17.707,10, Hutan Suaka Alam seluas 23.800,00,

(12)

Lahan Kritis 158.506,15 Ha, dalam kawasan hutan negara seluas 154.100,47 Ha, dalam lahan milik masyarakat seluas 4.405, 68 Ha.

Daerah Toba Samosir pendaftaran tanah masih relatif rendah, hingga pada Tahun 2007 masih terdaftar 13.596 bidang atau seluas 524,76 Ha. Masyarakat pedesaan atau pinggiran kota tidak melaksanakan pendaftaran tanah, sebagaimana yang dicita-citakan perundang-undangan mengenai tanah, penghalang utamanya adalah mahalnya biaya pendaftaran dan rumitnya prosedur yang ditempuh.21

Permasalahan lain adalah status tanah sebagai tanah adat. Tanah adat ini dimiliki oleh individu atau kelompok masyarakat secara turun-temurun sejak nenek moyangnya. Oleh karena itu mereka menganggap pemilikan itu sudah kuat dan pasti, sehingga tidak ditemukan bukti-bukti lainnya untuk memperkuat atau mengokohkan pemilikan tersebut. Mereka sudah begitu lama, bahkan berabad-abad mendudukinya dan memperoleh nafkah dari tanah tersebut.22

Berdasarkan kondisi tersebut Kabupaten Toba Samosir ditetapkan sebagai daerah pelaksanaan Inventarisasi dan Registrasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T).

B. Perumusan Masalah

Dari uraian tersebut, maka yang jadi permasalahan di dalam penelitian ini adalah

21

Maria Somarjono dan Martin Samosir, Hukum Pertanahan Dalam Berbagai Aspek, Bina Media, Medan, 2000, halaman 36.

22

Suharti Agustina Samosir, Pengaruh Pola Pikir Masyarakat Batak Toba di Kecamatan

Tarutung Terhadap Perkembangan Pendaftaran Tanah, Tesis, SPS Mkn USU Medan, 2008, halaman

(13)

1. Bagaimanakah pelaksanaan Inventarisasi dan Registrasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T) di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir?

2. Apakah kendala dalam pelaksanaan Inventarisasi dan Registrasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T) di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir ?

3. Bagaimanakah upaya atau kebijakan yang dilakukan dalam mengatasi kendala yang ditemui dalam pelaksanaan Inventarisasi dan Registrasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T) di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan Inventarisasi dan Registrasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T) di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor kendala dalam pelaksanaan Inventarisasi dan Registrasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T) di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir dan upaya mengatasinya.

3. Untuk mengetahui upaya atau kebijakan yang dilakukan dalam mengatasi kendala

(14)

Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T) di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

1. Secara teoritis

a. Sebagai bahan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Inventarisasi dan Registrasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T).

b. Memberikan Sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum khususnya Hukum Agraria.

2. Secara praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir dalam pelaksanaan Inventarisasi dan Registrasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T).

b. Sebagai bahan kajian bagi akademisi untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya Hukum Agraria.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan pada program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul

(15)

“Pelaksanaan Inventarisasi Dan Registrasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan

Dan Pemanfaatan Tanah (P4T) Di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir “ belum ada yang membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggung

jawabkan keasliannya secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis, mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.23 Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang teoritis, oleh karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data.24 Kerangka teori merupakan teori yang dibuat untuk memberikan gambaran yang sistematis mengenai masalah yang akan diteliti. Teori itu masih bersifat sementara, yang akan dibuktikan kebenarannya dengan cara meneliti dalam realitas.25

Belum terdatanya semua bidang-bidang tanah, yang juga disebabkan tingkat pendaftaran tanah di Indonesia masih relatif rendah yang akan mengakibatkan tidak jelasnya penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, baik pemilikan

23

Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, halaman 80.

24

Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, halaman 122.

25

(16)

tanah secara maksimum, tanah-tanah absentee dan berakibat pula timbulnya absentee baru, dan penggunaan tanah maksimum.

Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyatakan : “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Untuk tercapainya hal tersebut di atas maka perlu dilakukan Inventarisasi P4T sehingga dapat dirumuskan kebijakan, perencanaan, penataan dan pengendalian P4T yang dipergunakan untuk kemakmuran rakyat

Untuk dapat terlaksananya suatu peraturan perundang-undangan secara efektif, itu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut :26

a. Faktor hukumnya sendiri:

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk hukum menegakkan hukum:

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum;

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

Abdurrahman senada dengan Soerjono Soekanto yang mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi keefektifan berlakunya undang-undang atau peraturan, yaitu :27

a. Faktor peraturan hukumnya sendiri baik yang menyangkut sistem peraturannya dalam arti sinkronisasi antara peraturan yang satu dengan yang lainnya, peraturan

26

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, halaman 15.

27

Abdurrahman, Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Akademika Pressindo, Jakarta, 1985, halaman 3.

(17)

yang mendukung pelaksanaan peraturan yang bersangkutan dan substansi atau isi dari peraturan tersebut.

b. Faktor pelaksana dan penegak hukum yang diserahi tugas untuk melaksanakan peraturan tersebut.

c. Faktor sarana dan prasarana yang mencakup berbagai fasilitas yang diperlukan untk mendukung pelaksanaan peraturan tersebut.

d. Faktor budaya dan masyarakat setempat banyak mempengaruhi pelaksanaan undang-undang atau peraturan yang bersangkutan.

Faktor-faktor tersebut di atas saling berkaitan erat satu sama lain, sebab merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari efektivitas berlakunya undang-undang atau peraturan. Keempat faktor tersebut dapat dikaji berdasarkan teori sistem hukum dari Lawrence M. Friedman yang menyatakan : untuk menilai bekerjanya hukum sebagai suatu proses, ada 3 komponen yang harus diperhatikan, yaitu : (a) Legal structure (struktur hukum); (b) Legal substance (substansi hukum); (c) Legal culture (budaya hukum).28

Dari ketiga komponen-komponen dalam sistem yang saling mempengaruhi satu sama lain tersebut, maka dapat dikaji bagaimana bekerjanya hukum dalam praktek sehari-hari. Hukum merupakan budaya masyarakat, oleh karena itu tidak mungkin mengkaji hukum secara satu atau dua sistem hukum saja, tanpa memperhatikan kekuatan-kekuatan sistem yang ada dalam masyarakat. Suatu Peraturan Pemerintah haruslah dijalankan oleh organ atau struktur yang benar, akan tetapi itu semua akan berjalan dengan efektif apabila didukung oleh budaya hukumnya. Dengan demikian teori sistem hukum ini menganalisa masalah-masalah terhadap penerapan substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Ketiga

28

Lawrence M. Friedman seperti yang dikutip dalam buku Ediwarman, Perlindungan Hukum

(18)

komponen-komponen inilah yang harus dapat dilaksanakan di dalam efektifitas pelaksanaan Inventarisasi dan Registrasi P4T menurut Hukum Agraria.

Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia mempunyai tugas konstitusional untuk menetapkan arah dan dasar bagi pembangunan nasional yang dapat menjawab berbagai persoalan kemiskinan, ketimpangan dan ketidakadilan sosial-ekonomi rakyat serta kerusakan sumber daya alam. Untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, diperlukan komitmen politik yang sungguh-sungguh untuk memberikan dasar dan arah bagi pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam yang adil, berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hal tersebut akan tercapai apabila dilakukan dengan cara terkoordinasi, terpadu dan menampung dinamika, aspirasi dan peran serta masyarakat, serta menyelesaikan konflik.29 Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai penyelenggara pemerintahan di bidang pertanahan sampai jajarannya ke daerah harus benar-benar melaksanakan tugas dan fungsinya, khususnya Tim pelaksana program Inventarisasi P4T di Kantor Pertanahan dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya di sebut Kanwil BPN, sebagaimana yang diindikasikan pada Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional telah diikuti dengan penataan kelembagaan untuk memastikan bahwa struktur organisasi yang baru mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.

29

Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional Dalam Hubungannya

(19)

Amanat konstitusi di bidang pertanahan menuntut agar politik dan kebijakan pertanahan dapat memberikan kontribusi nyata dalam proses mewujudkan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” (sebagaimana diamanatkan pada Sila kelima Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945) dan mewujudkan “sebesar-besar kemakmuran rakyat” (sebagaimana diamanatkan pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945). Nilai-nilai dasar ini mensyaratkan dipenuhinya hak rakyat untuk dapat mengakses berbagai sumber kemakmuran, terutama tanah. Tanah adalah sesuatu yang sangat vital bagi sebagian besar rakyat Indonesia yang susunan masyarakat dan perekonomiannya bercorak agraris. Tanah adalah kehidupan. Dengan terbukanya akses rakyat kepada tanah dan dengan kuatnya hak rakyat atas tanah, maka kesempatan rakyat untuk memperbaiki sendiri kesejahteraan sosial-ekonominya akan semakin besar

Pancasila adalah merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia (Way of life) yang dijadikan pedoman hidup bangsa Indonesia dalam mencapai kesejahteraan lahir dan batin dalam masyarakat yang heterogen (beragam). Pancasila sebagai dasar negara dan sumber dari segala sumber tertib hukum. Hal tersebut tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 pada ke-empat pokok-pokok pikiran yang menampilkan ke-5 Sila tersebut sebagai asas.30

30

Pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 adalah a. Negara melindungi segenap Bangsa Indonesia.

b. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

c. Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.

d. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

(20)

Sebagai kaidah hukum Konstitusi adalah UUD 1945 yang merupakan dasar dari pembentukan setiap perundang-undangan. Sebagai kaidah hukum umum atau kaidah hukum abstrak adalah UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Kaidah hukum individu/ konkrit dari badan pelaksana/ penegak hukum adalah - Undang-undang No. 56 Prp Tahun 1960

- Peraturan Pemerintah (PP) 224 tahun 1961 - Dan lain-lain

Dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan dibidang pertanahan dituntut adanya sarana kerja berupa data Penguasaan, Pemillikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T), tanpa adanya informasi bidang demi bidang dalam satu batas administrasi pemerintah tertentu (desa/ kelurahan atau kecamatan) sangat sulit untuk menemukan tanah-tanah objek Landreform. Dengan demikian tanpa adanya data tersebut sangat sulit untuk menemukan calon-calon lokasi tanah objek

Landreform. Jadi data P4T yang dikumpulkan secara sistematis dan disajikan secara

spasial sangat dibutuhkan, dalam pelaksanaan kebijakan dibidang Landreform yang pada akhirnya akan meningkatan pendapatan masyarakat.

Negara dalam melakukan percepatan kesejahteraan rakyat dalam bidang pertanahan salah satunya dengan subsidi yang dilakukan di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, salah satu bentuk subsidinya melalui P4T. Kegiatan

(21)

Inventarisasi P4T merupakan bagian dari fortopolio BPN Republik Indonesia yang dalam pelaksanaannya di lapangan bersifat partisipatif.

Data P4T menjadi sangat penting, sejalan dengan tekad Bangsa Indonesia untuk melaksanakan pembaruan Agraria. Salah satu arah kebijakan pembaruan Agraria seperti yang termaktub dalam Tap MPR No. IX/ MPR/ 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan suumber Daya Alam, Pasal 5 ayat (1) butir c

“Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan Landreform”

Landasan hukum dari pelaksanaan kegiatan Inventarisasi dan Registrasi data P4T adalah berbagai peraturan yang berkaitan dengan upaya penataan P4T seperti : a. Tap MPR No. IX/ MPR/ 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan

Sumber Daya Alam

b. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria c. Undang-undang No. 51 tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah tanpa izin

yang Berhak atau Kuasanya.

d. Undang-undang No. 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. e. Peraturan Pemerintah (PP) No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian

Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.

f. Keputusan Presiden (Keppres) No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Dibidang Pertanahan.

(22)

h. Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun1995 tentang Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan.

i. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional.

j. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Pemerintah Kabupaten/ Kota.

Inventarisasi data P4T dimaksudkan sebagai upaya untuk memperoleh data P4T yang komprehensif secara sistematis dengan unit kerja pendataan adalah desa/ kelurahan yang berbasis informasi bidang tanah. Karena bersifat sistematis, maka data P4T dapat mengungkapkan pola pemilikan dan penguasaan tanah di setiap desa/ kelurahan sedangkan tujuannya adalah tersedianya data P4T yang digunakan sebagai bahan dalam melaksanakan kebijakan serta pengendalian di bidang pertanahan khususnya di bidang pengaturan penguasaan tanah.

Registrasi P4T dimaksudkan sebagai pelayanan mendaftarkan atau meregister tanah objek P4T sedangkan tujuannya adalah terdaftarnya seluruh bidang-bidang tanah tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.24 Tahun 1997.

Persyaratan lokasi kegiatan Inventarisasi P4T adalah :

Satuan kegiatan Inventarisasi P4T adalah desa/ kelurahan secara utuh/ lengkap. Tahun anggaran 2008 kegiatan Inventarisasi P4T diarahkan kepada desa/ kelurahan dengan ketentuan sebagai berikut :

(23)

1. Desa atau kelurahan yang diperkirakan memiliki potensi tanah-tanah obyek penataan penguasaan dan pemilikan tanah redistribusi atau menjadi sasaran pengendalian tertib administrasi pengaturan penguasaan tanah.

2. Desa atau kelurahan yang mempunyai Peta Dasar, baik peta Foto, Garis maupun hasil kompilasi dari berbagai peta yang ada di suatu kabupaten / kota.

3. Desa atau kelurahan yang memiliki tidak kurang dari 500 bidang tanah. Atau merupakan desa kegiatan P4T tahun sebelumnya yang data dan petanya belum lengkap 1 (satu) desa/ kelurahan (prinsip desa lengkap P4T). Satuan wilayah terkecil dalam penetuan detail lokasi.

4. Desa atau kelurahan kegiatan P4T adalah desa/ kelurahan yang bukan merupakan lokasi kegiatan sertifikat tanah secara massal.

Untuk Tahun 2008, pelaksanaan Inventarisasi P4T adalah 500 s/d 550 bidang tiap desa/ kelurahan. Apabila jumlah bidang tanah dalam satu desa/ kelurahan melebihi dari target, maka target tersebut merupakan prioritas kegiatan baru P4T tahun berikut.

Pertanahan harus memberikan kontribusi yang jelas untuk kesejahteraan rakyat. Sertifikasi sangat penting karena sertifikasi itu legalisasi aset yang punya kontribusi yang nyata terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan legalisasi aset maka perputaran ekonomi akan membesar karena sertifikat sudah menjadi bagian penting dari sistem. Akan tetapi sertifikasi akan mengakibatkan pergantian dan perubahan kepemilikan melalui sistem pasar dan umumnya ada kecenderungan terjadi penumpukan pada kelompok tertentu yang biasanya rakyat miskin akan mudah sekali

(24)

tertarik untuk menjual tanahnya. Hal tersebut disebabkan oleh karena sertifikasi itu sangat luas, asetnya legal, menjadi formal, asetnya bisa masuk ke dalam sistem formalnya politik ekonomi negara, sehingga asetnya meningkat, aman, property value (nilai ekonomi) nilai tanah itu meningkat dan sudah masuk dalam sistem pasar.31

2. Konsepsi

Kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari pada kerangka teoritis yang seringkali masih bersifat abstrak. Namun demikian suatu kerangka konsepsi belaka, kadang-kadang masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan dapat menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian. Dengan demikian maka kecuali terdiri dari konsep-konsep, suatu kerangka konsepsi dapat pula mencakup defenisi operasional. 32

Defenisi merupakan keterangan mengenai maksud untuk memakai sebuah lambang secara khusus, yaitu menyatakan apa arti sebuah kata.33 Dimana pentingnya defenisi operasional ini bertujuan untuk menghindari perbedaan salah pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini.34 Oleh karena itu dalam penelitian ini perlu dirumuskan beberapa defenisi konsep dasar sebagai acuan agar penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, yaitu :

a. Inventarisasi dan Registrasi P4T

31

Rapat Kerja Nasional BPN RI 2009, BPN RI Menjawab Tantangan Reforma Agraria dan

Pelayanan Publik Pertanahan, 2009, halaman 17-18. 32

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, halaman 133.

33

Rianto Adi, Op.Cit, halaman 132.

34

Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2006, halaman 31.

(25)

Berdasarkan rumusan hasil rapat kerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dilaksanakan di Malino (Sulawesi Selatan) dan Bandar Lampung, 35 dimana: 1) Inventarisasi diidentikkan dengan kegiatan pra pelayanan dimana hasil

akhirnya adalah berupa data informasi bagi perumusan kebijakan perencanaan, penataan dan pengendalian Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T).

2) Registrasi diidentikkan dengan kegiatan pelayanan yang hasil akhirnya berupa sertifikat sebagai jaminan kepastian hukum.

b. Penguasaan tanah adalah hubungan hukum antara orang per orang, kelompok orang, atau badan hukum dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.36 c. Pemilikan atas tanah adalah jaminan hukum yang lebih luas dan terpenuh dari

hak- hak lain untuk melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan hak itu untuk memenuhi kepentingannya sepanjang tidak bertentangan dengan fungsi sosial.37

d. Penggunaan tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia.38

e. Pemanfaatan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya.39

35

Badan Pertanahan Nasional, Op. Cit, halaman 1-2.

36

Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

37

Pendastaren Tarigan, Op. Cit, halaman 60.

38

(26)

f. Landreform adalah perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan pengusahaan tanah.40 g. Tanah Absentee adalah tanah yang dimiliki seseorang (pemilik), dimana orang tersebut bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letaknya tanah tersebut.41 h. Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.42

i. Kelurahan adalah daerah pemerintahan yang paling bawah yang dipimpin oleh seorang lurah.43

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang akan memaparkan dan menganalisa permasalahan yang akan dikemukakan.

2. Metode Pendekatan

39

Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

40

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok

Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, jilid I, Edisi Revisi, 2005, Djambatan, Jakarta, halaman 364. 41

Tampil Anshari Siregar, Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Bagan, FH USU, Medan, 2006, halaman 77.

42

Pasal 1 angka 12 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

43

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, halaman 608.

(27)

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Empiris yaitu pendekatan terhadap suatu masalah dengan cara melihat dari segi Yuridis (peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku) serta melihat kenyataan yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat (empiris)

3. Sumber Data

Data penellitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder, yaitu :

a. Data primer

Data Primer yaitu data pokok yang diperoleh dari Kepala/ Staf Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir yang dianggap berkompeten untuk memberikan pendapat yang berhubungan dengan permasalahan. Untuk mendukung data primer diperlukan informasi dari anggota masyarakat yang atas bidang tanah yang dimiliki atau dikuasai masuk dalam pelaksanaan program Inventarisasi dan Registrasi P4T di Kabupaten Toba Samosir.

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dengan studi kepustakaan dengan mempelajari : 1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum berupa peraturan

perundang-undangan, dokumen resmi atau catatan resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan.

(28)

2. Bahan hukum sekunder yaitu semua bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku-buku, majalah, karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan.44

3. Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu kamus (hukum), majalah, surat kabar, jurnal ilmiah, internet, dan sebagainya.

4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek-objek penelitian yang mempunyai ciri-ciri yang sama yang dapat berupa orang atau benda.45 Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang atas bidang tanah yang dimiliki atau dikuasai masuk dalam pelaksanaan program Inventarisasi dan Registrasi P4T di Kabupaten Toba Samosir yaitu Kelurahan Balige Satu, Kelurahan Balige Tiga, Kelurahan Lumban Dolok Hauma Bange, Kelurahan Napitupulu Bagasan, Kelurahan Pardede Onan. Untuk itu diambil sebanyak 3 (tiga ) orang dari setiap kelurahan sehingga samplenya sebanyak 15 (lima belas) orang.

Untuk melengkapi data dalam penelitian ini, perlu nara sumber yang berkompeten yang berhubungan dengan permasalahan dalam tesis ini yaitu :

1. Bapak Harlen Sihotang selaku Kepala Kantor Pertanahann Kabupaten Toba Samosir dan Bapak Halomoan Nainggolan sebagai Kepala Seksi Pengaturan dan

44

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grpu, Jakarta, 2005, halaman 141.

45

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo, Jakarta, 1996, halaman 118.

(29)

Penataan Pertanahan (Kasie P&PP) Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir.

2. 5 (lima) orang Lurah yaitu Bapak Kadir Munthe sebagai Lurah Kelurahan Balige I, Bapak Janter M Siagian sebagai Lurah Kelurahan Balige III, Bapak Togar Pardede sebagai Lurah dari Kelurahan Lumban Dolok Haumabange, Bapak Hulman Napitupulu sebagai Lurah Kelurahan Napitupulu Bagasan dan Bapak Maruasil Pardede sebagai Lurah Kelurahan Pardede Onan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara Non

probability dengan menggunakan teknik Purposive sampling yaitu menentukan

jumlah sample yang dipilih sebanyak 15 (lima belas) responden dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi yang dibutuhkan dalam menjawab permasalahan yang diteliti yaitu anggota masyarakat yang bidang tanahnya terdaftar dalam Inventarisasi dan Registrasi P4T di Kantor Pertanahan Toba Samosir. Sampel yang dipilih telah dianggap telah mewakili seluruh populasi.

6. Alat Pengumpul Data

Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang diperlukan, dipergunakan alat pengumpulan data sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan mempelajari dokumen resmi berupa peraturan perundang-undangan dan dokumen resmi lain yang berlaku dan menelaah literatur-literatur yang berhubungan dengan objek penelitian.

(30)

b. Wawancara

Wawancara dilakukan pada beberapa nara sumber yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu Bapak Harlen Sihotang selaku Kepala Kantor Pertanahann Kabupaten Toba Samosir dan Bapak Halomoan Nainggolan sebagai Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan (Kasie P&PP) Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir, Bapak Kadir Munthe, Bapak Janter M Siagian, Bapak Togar Pardede, Bapak Hulman Napitupulu Bapak Maruasil Pardede.

c. Kuisioner

Kuisioner yang dipergunakan adalah kuisioner yang bersifat kombinasi antara terbuka dan tertutup yang dilakukan terhadap 15 (lima belas) responden.

7. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir.

8. Analisis Data

Dari hasil pengumpulan data yang diperoleh melalui data primer dan data sekunder sesuai yang diharapkan, untuk menghasilkan data yang akurat, dilakukan pemeriksaan dan pengelompokan agar menghasilkan data yang sederhana yang bertujuan agar mudah dimengerti.

(31)

Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun data yang diperoleh di lapangan, selanjutnya akan dianalisa dengan pendekatan kualitatif, 46 sehingga akan diperoleh data yang bersifat deskriptif.

Analisa kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya. Kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dengan studi kepustakaan, sehingga akan diperoleh jawaban permasalahan.

Dalam menganalisis data yang diperoleh akan digunakan cara berpikir yang bersifat induktif yaitu data hasil penelitian dari hal yang sifatnya khusus kepada yang sifatnya umum. Dengan metode induktif diharapkan akan diperoleh jawaban permasalahan. Cara berpikir deduktif akan digunakan untuk menggambarkan ketentuan-ketentuan Inventarisasi dan Registrasi P4T yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang akan dijadikan sebagai acuan pelaksanaan di lapangan.

46

Pendekatan Kualitatif sebenarnya merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data bersifat deskriptif yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata, dipelajari secara utuh. Soerjono Soekanto, Op. Cit, halaman 32.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan diterapkannya metode investigasi WhatsApp forensik yang melibatkan skema proses yaitu pentest WhatsApp attack dan flowchart penyadapan WhatsApp maka

Oleh karena itu, dengan mengetahui volume air di pantai dan jumlah limbah organik dari tambak maka diketahui kemampuan perairan dalam menerima limbah (daya tampung)

Uji radionuklida gipsum dengan metode LIBS menggunakan objek gipsum berukuran 1 cm × 3 cm dan proteksi radiasi dengan metode jarak menggunakan Surveymeter dengan objek papan

Skripsi berjudul Pengaruh Harga, Kualitas Produk, dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian Handphone Berbasis Android, (Studi Kasus pada Mahasiswa UMK Fakultas Ekonomi

Area di sekeliling tapak terdapat perumahan warga, dan memiliki kondisi jalan yang cukup baik, trotoar untuk pejalan kaki, dan lokasi terdapat di pinggir sawah, kondisi

cyanea memiliki mata palsu (ocellus) berwarna hitam yang dikelilingi lingkaran terang pada bagian dalam dan warna gelap di bagian luar; Octopus sp.1 memiliki warna

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Perencanaan, Guru Bimbingan dan Konseling MAN 1 Kota Semarang menyusun perencanaan program pada awal tahun ajaran baru meskipun

Hasil ini dapat dijelaskan bahwa, karyawan atau aparatur pemerintah daerah yang memiliki kepuasan kerja akan senantiasa bertanggungjawab dengan pekerjaannya,