• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan yang dihadapi Bangsa Indonesia sampai saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Upaya pemerintah telah dan terus dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan tersebut, mulai dari penyempurnaan kurikulum secara periodik, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, berbagai latihan untuk meningkatkan kualitas guru, sampai dengan peningkatan mutu manajemen sekolah. Upaya sentralnya berporos pada kurikulum pendidikan. Kurikulum memainkan peranan kunci dalam pendidikan karena berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan (Rahayu, 2010: 144)

Departemen Pendidikan Nasional telah meninjau dan menyempurnakan kembali sebuah kurikulum sejak tahun 2006 dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan upaya penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yakni Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Penyempurnakan KBK berdasarkan pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat 2 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 yang menekankan perlunya peningkatan Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dengan nama KTSP. Kurikulum baru ini mengharuskan setiap sekolah membuat kurikulum yang berbeda-beda. KTSP juga memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengembangkan kurikulum berdasarkan karakteristik, potensi sekolah, lingkungan, dan kebutuhan peserta didik di sekolah masing-masing dan penyusunannya harus berpedoman pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat (Sanjaya, 2008: 127).

KTSP yang telah dilaksanakan sejak tahun ajaran 2006/2007 di Sekolah Dasar dan MI serta kelas 1 SMP, MTs, SMA, MA, SMK, MAK, pada kenyataan di lapangan menunjukan bahwa masih banyak guru yang belum memahami konsep KBK, sedangkan Diknas justru menghimbau agar selambat-lambatnya seluruh sekolah tingkat pertama dan menengah sudah menerapkan kurikulum baru ini pada tahun ajaran 2009/2010

(2)

(Permen Diknas No.24 Tahun 2006 Pasal 2 Ayat 2). Pembaruan kurikulum mempunyai beberapa indikator keberhasilan antara lain ditunjukkan dengan adanya perubahan pada pola kegiatan belajar mengajar dan pola penilaian yang menentukan hasil pendidikan. Pembaruan kurikulum menjadi kurang bermakna manakala tidak diikuti perubahan praktik pembelajaran dan praktik penilaian di kelas. Kurikulum merupakan pedoman dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Kurikulum tidak akan bermakna, jika tidak diterapkan dalam pembelajaran dan sebaliknya, pembelajaran tidak akan efektif jika tanpa kurikulum yang jelas sebagai acuan (Sanjaya, 2008: 28), Hal ini berarti bahwa pembelajaran yang efektif dari segi proses dan hasil harus didasarkan pada acuan berupa kurikulum yang tepat. Seiring diberlakukannya KTSP di setiap jenjang pendidikan, maka pelaksanaan pembelajaran di sekolah harus sesuai dengan KTSP. Penelitian lain yang mendukung pelaksanaan pembelajaran berbasis KTSP, juga dilakukan oleh Rahayu (2008). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, proses perencanaan dan pelaksanaan KTSP yang berlangsung di sekolah sudah terlaksana dengan baik. Guru dan siswa hampir seluruhnya mampu memahami dan melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP.

KTSP sebagai suatu konsep baru tidak mudah diterapkan secara universal dan instan. Pada saat KBK sudah mulai berjalan dengan lancar, muncul peraturan baru dari pemerintah pusat tentang pembaharuan KBK menjadi KTSP yang disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan sekolah. Sementara itu, masih banyak guru yang belum memahami KTSP dan belum semua sekolah siap. Muljono (2007) dalam jurnal pendidikan dan kebudayaan menyatakan bahwa kesiapan sekolah dalam pelaksanaan KTSP belum dapat diwujudkan secara konkret di tingkat lapangan karena berbagai kendala salah satunya yakni kualitas sumber daya manusia guru yang tidak menunjang sehingga pelaksanaan kurikulum tersebut tidaklah efektif.

Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam pelaksanaan KTSP. Menurut Mulyasa (2004: 147), baik buruknya suatu kurikulum bergantung pada aktivitas dan kreativitas guru dalam menjabarkan dan merealisasikan kurikulum. Guru merupakan pihak yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran di kelas dan paling tahu mengenai tingkat perkembangan, karakter, dan potensi peserta didik, oleh karena itu seorang guru hendaknya memahami tentang KTSP dengan baik, sehingga pelaksanaan

(3)

KTSP dapat sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Chval (2008), mengemukakan bahwa KTSP memberikan wewenang guru untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, sehingga kemampuan belajar siswa dapat meningkat dan potensi yang dimiliki siswa dapat dikembangkan. Pembelajaran yang dilakukan juga harus mendorong siswa untuk aktif, sehingga guru dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam merancang pembelajarannya, termasuk pada pembelajaran matematika.

Hansisway (2008) juga, setelah berlangsung tiga tahun sejak ditetapkannya KTSP, terlihat pelaksanaan KTSP di lapangan masih belum memenuhi tuntutan kurikulum tersebut. Berbagai permasalahan dan kendala masih dihadapi oleh sekolah terutama guru. Kurangnya proses sosialisasi pada awal diberlakukannya KTSP mengakibatkan guru kurang memahami isi dan tuntutan kurikulum dengan baik.

Pernyataan tersebut didukung dengan observasi dan wawancara yang dilakukan kepada guru di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kristen Salatiga. Wawancara yang dilakukan pada salah satu guru matematika mengatakan bahwa sekolah tidak pernah melakukan review ataupun sosialisasi terhadap KTSP yang berlaku saat ini. Sosialisasi hanya dilakukan pada awal berlakunya KTSP, setelah itu sekolah tidak pernah melakukan review terhadap hasil pelaksanaan KTSP oleh guru pada siswa. Guru tersebut juga berpendapat bahwa antara KTSP dan kurikulum yang berlaku sebelumnya tidak ada perbedaan, hanya berbeda dalam pembuatan format dan istilah saja. Wajar saja jika kebanyakan dari guru kurang memahami isi dan tuntutan KTSP dengan baik.

Sanjaya (2008: 131), menyatakan bahwa salah satu unsur dalam KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi pada pengembangan individu yang terlihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran melalui berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran yang disarankan. Misalnya, melalui Contextual Teaching and Learning (CTL), inkuiri, pembelajaran portofolio dan sebagainya.

Proses pembelajaran juga harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005).

(4)

Wawancara dengan siswa di SMK Kristen Salatiga juga mengemukakan metode mengajar guru yang tidak berubah dari tahun ke tahun, yakni ekspositori. Penggunaan alat peraga ataupun media pembelajaran tidak pernah dilakukan guru. Pernyataan siswa tersebut juga didukung pernyataan guru yang mengemukakan “Suatu Proses Belajar Mengajar (PBM) di kelas dikatakan berhasil jika siswa mengerti dan dapat mengerjakan soal, sehingga tidak perlu menggunakan metode yang bermacam-macam, jika dengan ekspositori saja siswa dapat memenuhi indikator ketuntasan dalam belajarnya”, padahal penggunaan alat peraga dan metode pembelajaran yang bervariasi dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan berbeda dari pembelajaran yang biasa dilakukan guru.

Permasalahan yang telah dikemukakan diatas tentu saja bertolak belakang dengan tujuan pemerintah mengganti kurikulum, yakni meningkatkan kualitas pendidikan dengan mengembangkan kompetensi dan keaktifan siswa serta mendorong guru untuk berkreasi dan menunjukan profesionalismenya dalam merancang konsep pendidikan yang efektif. Guru dituntut untuk lebih memahami KTSP dan meningkatkan kreativitasnya dalam mengajar, akan tetapi sebagian guru masih rendah kemauannya dalam meningkatkan pengetahuan akademis dan keprofesionalannya. SMK Kristen Salatiga merupakan salah satu sekolah yang telah melaksanakan KTSP sejak tahun 2006. Penelitian ini akan mendeskripsikan sejauh mana pelaksanaan KTSP pada pembelajaran matematika yang berlangsung di SMK Kristen Salatiga. Diharapkan melalui penelitian ini dapat diketahui pelaksanaan KTSP yang terjadi di SMK Kristen Salatiga. Berlatar belakang masalah diatas maka penelitian ini berjudul “Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Matematika berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan kegiatan belajar mengajar matematika berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMK Kristen Salatiga ?

2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi oleh SMK Kristen Salatiga dalam melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?

(5)

3. Upaya apakah yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh SMK Kristen Salatiga dalam melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan belajar mengajar matematika berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMK Kristen Salatiga ?

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh SMK Kristen Salatiga dalam melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?

3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh SMK Kristen Salatiga dalam melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis: Sebagai sumbangan yang diharapkan dapat memperkaya penelitian dan pemahaman kajian studi Pendidikan Matematika di Universitas Kristen Satya Wacana, khususnya untuk memberikan informasi mengenai pelaksanaan KTSP di sekolah Menengah SMK Kristen Salatiga

2. Manfaat Praktis:

Guru : Membantu guru untuk merancang kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan KTSP.

Siswa : Membantu siswa Lebih aktif dan mempersiapkan diri dalam pembelajaran matematika berdasarkan KTSP di sekolah tersebut.

Sekolah : Sekolah dapat mengetahui evaluasi terhadap pembelajaran matematika berdasarkan KTSP, serta meningkatkan kualitas profesionalisme tenaga pendidiknya.

Peneliti : Sebagai bekal pengalaman dan pengetahuan bagi penulis sebagai calon guru.

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah total janin dan janin mati Hasil uji teratogenik campuran serbuk biji jinten hitam, kelabet, dan ginseng terhadap parameter jumlah total janin dengan jumlah induk

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, dan promosi susu formula dengan kegagalan pemberian ASI eksklusif pada balita usia 0-6 bulan di wilayah

Gambar 5.1 Perancangan Ulang Desain Formulir Resume Pasien

Hasil analisis 25 sampel kotoran satwa liar seperti tersebut di atas, dapat diketahui bahwa makanan yang dimakan oleh satwa tersebut sangat bervariasi komposisinya, mulai dari

[r]

Artinya apakah suatu keadaan atau kejadiaan mempunyai hubungan (pengaruh) terhadap keadaan yang lain, bila ada hubungan berapa4. besar atau berapa kuat

Melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matakuliah dasar gerak renang mahasiswa program studi kepelatihan bagi kelompok

Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Astrisan Faadhilah yang melakukan penelitian tentang minat mahasiswa terhadap prestasi belajar program studi pendidikan biologi