• Tidak ada hasil yang ditemukan

JPPS%20vol.%202%2C%20No.%203%2C%20April%202014.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JPPS%20vol.%202%2C%20No.%203%2C%20April%202014.pdf"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Penelitian Pendidikan Sains (JPPS)

| i

Vol. 2, No. 3, April 2014

Jurnal ini terbit 3 bulan sekali, pada bulan Januari, April, Juli dan Oktober

serta berisi tulisan ilmiah hasil penelitian pendidikan sains

Ketua Penyunting

Prof. Dr. Rudiana Agustini, M.Pd.

Wakil Ketua Penyunting

Z.A. Imam Supardi, M.Si., Ph.D

Dr. sc. agr. Yuni Sri Rahayu, M.Si

Penyunting Pelaksana

Muhammad Asy'ari

Mochammad Yasir

Abdul Gani

Ade San Putra

Budiman

Selly Candra Citra Murti

Anik Sulistyorini

Riska Permatasari

Penyunting Ahli

Prof. Drs. Soegimin WW. (Universitas Negeri Surabaya)

Prof. Dr. dr. Tjandrakirana, M.S., Sp.And. (Universitas Negeri Surabaya)

Prof. Dr. Rudiana Agustini, M.Pd. (Universitas Negeri Surabaya)

Z.A. Imam Supardi, M.Si., Ph.D. (Universitas Negeri Surabaya)

Pelaksana Tata Usaha

Budi Jarwanto

Jurnal Penelitian Pendidikan Sains (JPPS) menerima sumbangan tulisan (artikel) ilmiah yang

belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah yang masuk dievaluasi oleh penyunting ahli.

Penyunting dapat mengubah tulisan sesuai dengan gaya selingkung JPPS tanpa mengubah isinya.

Biaya berlangganan Rp. 150.000,-/eksemplar.

Alamat Redaksi:

Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya

Kampus Unesa Ketintang Gedung K.1 Surabaya

Telepon / Faksimile : 0318293484

Email:

jsainspascaunesa@yahoo.com

(2)

Jurnal Penelitian Pendidikan Sains (JPPS)

Vol. 2, No. 3, April 2014

Ketentuan untuk Penulisan Naskah

Ketentuan umum:

1.

Artikel yang diterima hanya artikel dari hasil penelitian pendidikan sains.

2.

Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris sesuai dengan format yang ditentukan oleh

JPPS

3.

Penulis menyerahkan 3 eksemplar artikel dalam bentuk print-out beserta 1 soft copy (dalam CD) kepada

redaksi; 2 eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat, sedangkan 1 eksemplar lainnya tanpa nama

dan alamat yang akan dikirim kepada penyunting ahli (mitra bebestari). Artikel juga dapat dikirim

sebagai attachment email JPPS ke:

jsainspascaunesa@yahoo.com

.

4.

Artikel yang dikirim kepada redaksi adalah artikel yang belum pernah diterbitkan di media lain yang

dibuktikan dengan pernyataan tertulis tertanda penulis bahwa naskah tersebut belum pernah

dipublikasikan. Pernyataan tersebut dilampirkan pada artikel.

Standar Penulisan Artikel di JPPS

1.

Artikel diketik menggunakan program Microsoft Word dengan huruf Times New Roman, ukuran 10

poin, kertas A4 berat 70 gram dengan menggunakan dua kolom spasing 0,63 spasi tulisan 1,15; batas

kiri 2,5 cm, serta batas kanan 2, atas 1,93, dan bawah 2 cm.

2.

Setiap halaman diberi nomor secara berurutan (bottom of page, plain nuber 3).

3.

Huruf dan angka pada keterangan gambar, grafik, dan tabel dicetak tebal (Bold), menggunakan huruf

jenis Times News Roman berukuran 10 poin dengan spasi tunggal.

4.

Artikel ditulis sebanyak 5-10 halaman (sudah termasuk gambar dan tabel)

Sistematika Penulisan Artikel di JPPS

1.

Artikel hasil penelitian teridiri atas: judul, nama penulis, alamat penulis (disertai email), abstrak (dalam

Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia), kata kunci (keyword), pendahuluan, metode penelitian, hasil dan

pembahasan, simpulan dan saran, dan daftar pustaka.

2.

Judul ditulis singkat, spesifik, memiliki daya tarik (provokatif) dan informatif yang menggambarkan isi

artikel. Panjang dalam Bahasa Indonesia maksimal 14 kata, dan dalam Bahasa Inggris maksimal 12

kata. Judul ditulis dengan huruf kapital berukuran 18 poin, spasi tunggal, dan terletak di tengah-tengah

tanpa titik.

3.

Nama penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademik (profesional) disertai nama dan alamat lembaga asal;

ditempatkan di bawah judul artikel. Penulis utama mencantumkan alamat email. Jika penulis artikel

lebih dari 3 orang, yang dicantumkan hanya penulis utama, dilengkapi dkk; nama penulis lain dimuat di

catatan kaki.

4.

Abstrak ditulis dalam satu paragraf antara 75-200 kata dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.

Abstrak berisi uraian secara singkat tentang masalah dan/atau tujuan penelitian, metode/pendekatan,

hasil penelitian, dan simpulan. Abstrak bukan komentar atau pengantar dari penulis. Abstrak ditulis

dengan huruf times new roman ukuran huruf 9, spasi tunggal, batas kiri 2,5, serta batas kanan 2, atas

1,93, dan bawah 2 cm.

(3)

Jurnal Penelitian Pendidikan Sains (JPPS)

| iii

Vol. 2, No. 3, April 2014

6.

Pendahuluan berisi paparan ringkas tentang permasalahan penelitian, rencana pemecahan masalah,

tujuan penelitian, dan terkadang harapan akan hasil penelitian. Ditulis tanpa sub judul di mana 15-20%

dari panjang artikel.

7.

Metode penelitian, berisi rancangan penelitian, teknik pengembangan, teknik pengumpulan data, dan

teknik analisis data.

8.

Hasil dan pembahasan merupakan uraian hasil analisis data penelitian dan diskusi hasil penelitian.

Pemakaian tabel, grafik, dan bagan sangat disarankan.

9.

Simpulan dan saran berisi esensi hasil penelitian dan pembahasan. Disampaikan dalam butir- butir atau

paragraf-paragraf pendek.

10. Daftar pustaka hanya memuat rujukan yang disebut dalam tubuh artikel. Daftar rujuan ditempatkan

dihalaman terakhir artikel (bukan halaman baru). Sedapat mungkin sumber rujukan merupakan

pustaka-pustaka mutakhir (maksimal 10 tahun terakhir) dan ditulis secara alfabetis.

11. Setiap naskah yang dimuat dikenakan biaya konstribusi sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu

rupiah), dengan mendapat 2 (dua) eksemplar jurnal gratis. Kepastian pemuatan dapat menghubungi

redaksi dengan alamat:

Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya

Kampus Unesa Ketintang Gedung K.1 Surabaya

Telepon / Faksimile : 0318293484

e-mail:

jsainspascaunesa@yahoo.com

(4)

Jurnal Penelitian Pendidikan Sains (JPPS)

Vol. 2, No. 3, April 2014

Terbit tiap 3 bulan sekali, pada bulan Januari, April, Juli dan Oktober

Daftar Isi

Halaman

01

Efektivitas Pembelajaran Bentuk Molekul dengan Pemodelan Real Berbasis

Penemuan Terbimbing untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Siswa

Sutrisno, Sri Poedjiastoeti, I Gusti Made Sanjaya

137 – 145

02

Pengembangan

Perangkat

Pembelajaran

IPA

Biologi

Berbasis

Model

Pembelajaran Pemaknaan dalam Pembelajaran IPA dan Penumbuhan Sensitivitas

Moral

Irwan Syah Putra, Muslimin Ibrahim, ZA. Imam Supardi

146 – 151

03

Model Mental Mahasiwa Baru dalam Memahami Konsep Struktur Atom Ditinjau

Dari Pengetahuan Awal

Sunyono, Leny Yuanita, Muslimin Ibrahim

152 – 159

04

Penerapan Model Learning Cycle 7E untuk Memprevensi Terjadinya Miskonsepsi

Siswa pada Konsep Reaksi Redoks

Agus Sri Hono, Leny Yuanita, Suyono

160 – 167

05

Penerapan Modified Inquiry Models untuk Mencegah Miskonsepsi Siswa pada

Konsep Kesetimbangan Kimia

Arif Imam Subagyo, Suyono, Tukiran

168 – 173

06

Implementasi Model 5E Learning Cycle untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep

dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA

Herra Risdiana, Suyatno, Sri Poedjiastuti

174 – 183

07

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Model Learning Cycle 5E untuk

Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMK

pada Materi Pokok Laju Reaksi

Erie Verawati, Suyatno, Wahono

184 – 193

08

Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Berbasis Model Pemaknaan untuk

Melatihkan Keterampilan Proses Sains dan Menanamkan Karakter

Suwar, Wasis, Toeti Koestiari

194 – 204

09

Prevensi Miskonsepsi Siswa pada Konsep Reaksi Redoks Melalui Modified

Inquiry Models

Wahyu Juli Hastuti, Suyono, Sri Poedjiastoeti

205 – 212

10

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model TPS dengan Media Lectora

Inspire untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Zulkifli Zakaria, Wasis, Wahono Widodo

(5)

Jurnal Penelitian Pendidikan Sains (JPPS)

| v

Vol. 2, No. 3, April 2014

11

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Inkuiri Berbantuan Program Simulasi

PhET untuk Melatihkan Keterampilan Proses dan Pemahaman Konsep IPA

Mohammad Azis, Leny Yuanita, Yuni Sri Rahayu

(6)

|

137

Efektivitas Pembelajaran Bentuk Molekul dengan Pemodelan Real Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Melatihkan

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN BENTUK MOLEKUL DENGAN

PEMODELAN REAL BERBASIS PENEMUAN TERBIMBING UNTUK

MELATIHKAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA

Sutrisno

1)

Sri Poedjiastoeti

2)

I Gusti Made Sanjaya

2)

1)

SMA Negeri 10 Samarinda

2)

Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

e-mail: sutrisnosma5@yahoo.co.id

Abstract: This study aimed to describe the effectiveness of learning materials on shape of the molecule with the real modeling supported by PhET media-based on guided discovery to facilitate the students’ high-order-thinking skills at odd semester XI class of SMAN 10. This research is developmental research using 4D models. The test of the learning materials use one group pretest-posttest design. The results of validity syllabus (3.87), lesson plans (3.71), students’ book (3.35), work sheet (3.63), and test of products (3.58) are categorized very good and reliability syllabus (99%), lesson plans (100%), students’ book (89%), work sheet (100%), and test of products (100%) are categorized reliable. The Achievement test of higher-order thinking skills showed that the individuals completeness an average score of 82.79, the average sensitivity of items was 0.74 and the average individual gain score of 0.82. Students' response to the learning and teaching activities in average were well-categorized. Based on the findings of the study, it can be concluded that the shape of molecule with the real modeling supported by PhET media based on guided discovery– was effective to train the students' higher-order thinking skills.

Key Words: Shape of Molecule, Real Modeling, PhET Media, Guided Discovery, Higher-Order-Thinking Skills.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas perangkat pembelajaran bentuk molekul dengan pemodelan real ditunjang media PhET berbasis penemuan terbimbing untuk melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa kelas XI semester ganjil SMAN 10 Samarinda pada materi bentuk molekul. Perangkat pembelajaran yang digunakan dikembangkan dengan model 4D. Perangkat pembelajaran di uji cobakan menggunakan one group pretest-posttest design. Validitas Silabus (3,87), RPP (3,71), BAS (3,35), LKS (3,63), dan LP Produk (3,58) berkategori sangat baik dan reliabilitas Silabus (99%), RPP (100%), BAS (89), LKS (100%), LP Produk (100%) berkategori reliabel. Tes hasil belajar keterampilan berpikir tingkat tinggi menunjukkan ketuntasan individual rata-rata 82,79, sensitivitas butir soal rata-rata 0,74 dan gain score individual rata-rata 0,82. Respon siswa terhadap perangkat pembelajaran dan kegiatan pembelajaran rata-rata baik. Berdasarkan temuan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran bentuk molekul dengan pemodelan real ditunjang media PhET berbasis model penemuan terbimbing efektif untuk melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

Kata-kata Kunci: Bentuk Molekul, Pemodelan Real, Media PhET, Penemuan Terbimbing, Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. PENDAHULUAN

Pemberlakuan KTSP menuntut siswa untuk memiliki kompetensi khusus dalam semua mata pelajaran setelah proses pembelajaran. Kompetensi merupakan kemampuan berpikir, bertindak, dan bersikap secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, keterampilan, dan nilai. Kompetensi ini sebagai bekal bagi siswa untuk menanggapi: isu lokal, nasional, dan global. (Depdiknas, 2004).

Menurut Liliasari, (2005) agar dapat bersaing dan berperan aktif dalam era globalisasi harus dihasilkan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills) sehingga muncul tenaga kerja yang berpikir kritis, berpikir kreatif, membuat keputusan, dan memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan hasil survey yang dilakukan oleh Partnership for 21 Century Skills di Amerika Serikat pada tahun 2006 tentang keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja di perusahaan-perusahaan lima tahun mendatang menunjukkan, bahwa keterampilan berpikir kritis (critical thinking) dan kemampuan memecahkan masalah berada pada posisi pertama, diikuti kemampuan mengapilkasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi, kemampuan bekerja sama,

kemampuan berkreasi/berinovasi, dan kemampuan memahami perbedaan.

Faktanya berdasarkan hasil survei Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS)

pada tahun 2007, siswa Indonesia hanya 5% yang dapat mengerjakan soal-soal yang membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (analisis, evaluasi, kreasi), 17% level menengah (menerapkan) dan 78% level rendah (hanya memerlukan knowing, atau hafalan). Berdasarkan

Programme for International Student Assesment (PISA)

juga menunjukkan prestasi belajar anak-anak Indonesia yang berusia sekitar 15 tahun juga tergolong rendah. Pada

PISA pada tahun 2009, sebagian besar siswa Indonesia

hanya menguasai pelajaran sampai level 3 (pengetahuan, pemahaman, penerapan), sementara negara lain banyak yang sampai level 4, 5, bahkan 6 (analisis, evaluasi dan kreasi). Hasil TIMSS dan PISA yang rendah disebabkan oleh banyak faktor. Faktor penyebabnya adalah siswa Indonesia kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik seperti soal-soal pada TIMSS dan

(7)

|

138

Efektivitas Pembelajaran Bentuk Molekul dengan Pemodelan Real Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa

(Balitbang, 2011). Renstra Depdiknas (2005-2009), melaporkan bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa hanya mempelajari sains pada domain kognitif yang terendah dan tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah kecakapan, kemampuan, atau keterampilan yang meliputi keterampilan menganalisis, mengevaluasi dan keterampilan mengkreasi (Anderson dan Krathwohl, 2002). Menurut Nickerson (1985), keterampilan berpikir selalu berkembang dan dapat dipelajari. Hal ini juga didukung pendapat Klausner (1996), bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemahaman sains dan proses-proses sains yang merupakan perwujudan dari hakikat sains. Berdasarkan kenyataan tersebut untuk mengatasi masalah diperlukan perangkat pembelajaran yang mampu mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi siswa dalam memahami konsep-konsep sains secara benar. Perangkat pembelajaran yang menekankan pada produk, proses dan sikap, oleh karena itu model pembelajaran yang dianggap sesuai untuk siswa tingkat SMA adalah model pembelajaran penemuan terbimbing (Guide discovery). Model pembelajaran penemuan terbimbing (Guided

Discovery) merupakan model pembelajaran yang bersifat student oriented di mana siswa diberi kebebasan mencoba-coba (trial and error), menerka, menggunaan intuisi, menyelidiki, dan menarik kesimpulan serta memungkinkan guru melakukan bimbingan dan penunjuk jalan dalam membantu siswa untuk mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang mereka miliki untuk menemukan pengetahuan yang baru (Dahar 1989).

Menurut Sudria (2003) pengajaran bentuk molekul saat ini umumnya dikenalkan dengan menggunakan model yang berupa gambar molekul, alat peraga tiga dimensi (seperti molimod) atau buatan sendiri, dan model visual lain baik statis maupun dinamis melalui tayangan komputer. Disamping itu pada beberapa tahun terakhir ini untuk membantu siswa meningkatkan pemahaman bentuk molekul telah dikembangkan model tiga dimensi (3D) dari dua dimensi (2D) (Gilbert, 2008; Seddon & Eniaiyeju, 1986,; Wu, Krajcik, & Soloway, 2001

).

University of Colorado berhasil mengembang-kan

media pembelajaran Physics Education Technology

(PhET) Interactive Simulations yang menyediakan simulasi pembelajaran fisika, kimia, biologi, dan matematik. Pada simulasi pembelajaran kimia terdapat media pembelajaran bentuk molekul berdasarkan teori

VSEPR dalam model tiga dimensi yang memudahkan

siswa memahami bentuk molekul yang abstrak atau tidak dapat dilihat oleh mata telanjang seolah-olah nyata.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadi, Sutrisno, Ulfa, (2008) menunjukkan bahwa jika

siswa terlibat aktif dalam mengkonstruksi bentuk molekul dengan pemodelan real dan dikombinasikan dengan penggunaan media komputasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Pemodelan berasal dari kata dasar model, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia model berarti barang tiruan yang kecil dengan bentuk (rupa) persis seperti yang ditiru. Phillips, Ravindran, dan Solberg (1976) dalam operation research, yang dimaksudkan dengan model adalah representasi sederhana dari sesuatu yang nyata. Menurut Ramdani (2011) pemodelan (modeling) merupakan proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Sedangkan real dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti nyata.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan pemodelan real adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang merupakan representasi sederhana dari sesuatu yang nyata, dapat ditiru dan diamati secara nyata (kongkret) oleh setiap siswa.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam upaya pengembangan perangkat pembelajaran Kimia, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Efektivitas Pembelajaran Bentuk Molekul

Dengan Pemodelan Real Ditunjang Media PhET Berbasis Penemuan Terbimbing Untuk Melatihkan Keterampilan

Berpikir Tingkat Tinggi Siswa” METODE PENELITIAN

Penelitian ini menerapkan perangkat pembelajaran bentuk molekul dengan pemodelan real ditunjang media

PhET berbasis penemuan terbimbing untuk melatihkan

keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa SMA. Perangkat pembelajaran tersebut terdiri atas: Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), Buku Ajar Siswa (BAS), dan Lembar Penilaian (LP) yang dikembangkan dengan 4D diuji kelayakannya terlebih dahulu sebelum diterapkan dalam pembelajaran..

Perangkat pembelajaran di uji cobakan di SMAN 10 Samarinda pada kelas XI tahun ajaran 2013/2014 dengan melibatkan 22 siswa menggunakan model One Group

Pretest-Posttest Design (Arikunto, 2010: 212)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kelayakan Perangkat Pembelajaran Yang Dikembangkan

Hasil validasi Silabus, RPP, Buku Ajar Siswa, LKS dan Lembar Penilaian oleh pakar secara ringkas hasil validasi oleh Pakar dapat dilhat pada Tabel 1.

(8)

|

139

Efektivitas Pembelajaran Bentuk Molekul dengan Pemodelan Real Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Melatihkan

Tabel 1 Hasil Validasi dan Reliabilitas Perangkat Pembelajaran

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan perangkat pembelajaran yang divalidasi oleh para ahli kategorinya sangat baik dan reliabel. Hal ini menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran bentuk molekul dengan pemodelan real yang ditunjang media

PhET berbasis penemuan terbimbing untuk melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa layak digunakan.

Kelayakan RPP dapat dilihat dari hasil kemampuan guru mengelola KBM yang mendapatkan nilai rata-rata 3,97 dengan kategori sangat baik dan keterlaksanaan RPP 100%. Hasil yang baik ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang diskenariokan berjalan dengan baik. Kesesuaian antara jenis kegiatan dan waktu yang diperlukan yang tepat pada kegiatan belajar mengajar memudahkan guru dalam menjalankan tahapan-tahapan kegiatan yang tertuang dalam RPP.

Kelayakan RPP juga dapat dilihat berdasarkan aktivitas spesifik siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan model penemuan terbimbing. Aktivitas siswa yang menonjol yaitu bertanya 13%, membaca literatur, 12%, mengkonstruksi bentuk molekul (meramal) 10%. Hal ini sesuai dengan harapan Permediknas RI nomor 41 tahun 2007 yang menegaskan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan perkembangan fisik serta psikologis siswa (Depdiknas, 2007).

Keaktifan siswa dalam bertanya dalam kegiatan KBM menunjukkan adanya rasa keingintahuan yang besar dari siswa. Hal ini sesuai dengan makna kegiatan pembelajaran yaitu adanya interaksi antara siswa, guru, dan sumber belajar dalam membangun pengetahuannya. Vygotsky dalam Slavin (2006) mengatakan bahwa proses belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi, persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara dialogis dan melalui aktivitas interaksi sosial tersebut penciptaan makna terjadi.

Aktivitas siswa dalam mencari informasi merupakan merupakan salah satu aktivitas siswa menggali informasi yang dibutuhkan untuk

menganalisis hasil eksperimen dan membanding-kan hasil ramalannya. Guru selaku fasilitator dan moderator mendorong siswa untuk mencari informasi yang sebanyak-banyaknya pada buku ajar siswa yang disediakan oleh guru. Hal ini sesuai pendapat Suherman (2001) bahwa pada model pembelajaran penemuan terbimbing siswa lebih banyak belajar sendiri.

Aktivitas siswa ini sesuai dengan penelitian Akinbola dan Afalabi (2009) yang mengatakan bahwa pendekatan penmuan terbimbing mampu meningkatkan keterampilan hand-on dan mind-on. Menurut Ates' & Eryilmaz, (2011) hands-on activity adalah kegiatan eksperimen siswa untuk menemukan pengetahuan secara langsung melalui pengalaman sendiri, megkonstruksi pemahaman dan pengertian, sedangkan minds-on activity adalah aktivitas berpusat pada konsep inti, dalam hal ini siswa mengembangkan proses berpikir (secara mental) untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk menemukan konsep pengetahuan dan memahaminya dalam kehidupan sehari-hari.

Kelayakan BAS yang dikembangkan dapat dilihat dari Tabel 1 juga berdasarkan respon siswa terhadap BAS. Respon siswa terhadap BAS menunjukkan ketertarikan pada buku ajar siswa 91%, artinya siswa tertarik, keterbaruan buku ajar 86% artinya BAS yang dikembangkan baru bagi siswa, materi isi buku 69% artinya siswa mudah memahami isi BAS, contoh-contoh soal 91% artinya siswa mudah memahami contoh-contoh yang terdapat pada BAS, hanya kemudahan memahami bahasa dalam BAS yang mendapatkan respon paling rendah yaitu 54% artinya siswa kurang mudah/ kesulitan memahami bahasa BAS. Adanya ketidak sesuaian antara penilaian validator dengan respon siswa bisa dipahami karena perbedaan kemampuan dalam memahami bahasa dan pengetahuan tentang materi pelajaran.

Kesulitan siswa dalam memahami bahasa yang terdapat pada BAS disadari karena kelemahan peneliti dalam mengalihbahasakan sumber BAS yang bersumber dari bahasa Ingris ke dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tetapi secara umum respon siswa terhadap BAS rata-rata baik sehingga menurut peneliti masih layak digunakan sebagai sumber belajar. Hasil posttest rata-rata siswa mendapatkan nilai 82,79, hal ini menunjukkan secara umum nilai yang diperoleh siswa mempunyai kriteria yang baik, Hasil rata-rata posttest yang baik menunjukkan bahwa BAS layak digunakan sebagai sumber belajar.

Kelayakan LKS dapat dilihat pada Tabel 1 juga berdasarkan tingkat respon siswa terhadap LKS, ketertarikan pada LKS 81% artinya siswa tertarik,

No Jenis

Perangkat

Validitas Realibilitas

Nilai Kategori Percentase of

Agreement Kategori 1 2 3 4 5 Silabus RPP BAS LKS LP Produk 3,87 3,71 3,35 3,63 3.58 Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik 99 100 89 100 100 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

(9)

|

140

Efektivitas Pembelajaran Bentuk Molekul dengan Pemodelan Real Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa

keterbaruan LKS 100% artinya LKS yang dikembangkan peneliti baru bagi siswa, kemudahan memahami komponen bahasa LKS 100% artinya siswa mudah memahami bahasa LKS.

LKS yang diimplementasikan lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep, melalui pemodelan real dan ditunjang media PhET, siswa terlibat aktif membangun konsep berdasarkan pengalamannya sendiri. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivis Piaget (dalam Slavin, 2006) yang menegaskan bahwa proses untuk menemukan teori atau pengetahuan dibangun dari realitas lapangan. Kegiatan pada LKS, seolah-olah siswa dihadapkan pada fakta tentang bentuk suatu molekul dan siswa membangun konsep berdasarkan fakta-fakta tersebut.

Aktivitas siswa dalam mengkonstruksi bentuk molekul merupakan aktivitas siswa dalam meramalkan bentuk molekul melalui coba-coba (trial and error) dengan berpedoman pada teori VSEPR. Menurut teori

VSEPR pasangan elektron yang terdapat di sekitar

atom pusat akan saling tolak-menolak sedemikian rupa sehingga tolakannya seminimal mungkin yaitu dengan membentuk sudut yang sebesar-besarnya (Effendy 2006).

Pada kegiatan ini siswa dituntut untuk menemukan sendiri bentuk suatu molekul jika diketahui PEI dan PEB nya. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivis Piaget yang menegaskan bahwa proses untuk menemukan teori atau pengetahuan dibangun dari realitas lapangan (Dahar, 1989). Piaget juga menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran, sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi, 1988).

Aktivitas siswa yang tinggi dalam proses pembelajaran ini juga disebabkan karena tugas-tugas dalam LKS yang digunakan dalam proses pembelajaran masih dalam zone of proximal development (zpd) siswa, tidak terlalu sulit dan tidak

terlalu mudah sehingga siswa sangat termotivasi untuk mengerjakan (Vygotsky dalam Slavin 2006). Hal ini dikarenakan sebelum mempelajari bentuk molekul ada pelajaran prasyarat yang harus dikuasai siswa yaitu konfigurasi elektron, elektron valensi dan struktur Lewis yang merupakan dasar untuk belajar meteri berikutnya yaitu bentuk molekul.

Kelayakan LP produk dapat dilihat pada Tabel 1 juga berdasarkan dapat dilihat pada respon siswa terhadap keterampilan berpikir yang dilatihkan. Respon tersebut menunjukkan bahwa keterampilan

berpikir tingkat tinggi yang dilatihkan mudah bagi siswa, hal ini juga didukung hasil posttest dengan nilai rata-rata 82,79.

2. Efektivitas Pembelajaran

Efektivias pembelajaraan dapat ditinjau dari ketuntasan Individual, Gain Score, dan Sensitivitas Butir Soal.

a. Ketuntasan Individual

Ketuntasan Individu adalah ketuntasan siswa apabila telah mencapai Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran Kimia di SMAN 10 Samarinda ditetapkan sebesar 75%.

Hasil analisis ketuntasan hasil belajar LP Produk bentuk molekul keterampilan berpikir tingkat tinggi individual pada saat pretest dan

posttest dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Diagram Nilai Pretest dan Postest THB Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa skor yang diperoleh setiap individu sebelum pembelajaran penemuan terbimbing di bawah KKM (75) dengan rata-rata 6,10%, sehingga secara individual pada uji coba tidak ada siswa yang tuntas. Tiga indikator dengan enam jenis soal yang digunakan sebagai pretest tidak ada satupun siswa yang tuntas.

Setelah dilakukan pembelajaran penemuan terbimbing ketuntasan belajar produk rata-rata secara individual sebesar 82,79% dan ada 3 siswa yang belum tuntas yaitu siswa no 1, 9 dan 12. Berdasarkan analisis ketuntasan indikator menunjukkan bahwa indikator menjelaskan pengaruh pasangan elektron bebas pada kulit valensi atom pusat terhadap sudut-sudut ikatan yang ada di sekitar atom pusat merupakan indikator dengan ketuntasan yang paling sedikit, dengan tujuan pembelajaran siswa dapat menjelaskan pengaruh pasangan elektron bebas terhadap perbedaan besarnya sudut ikatannya sesuai deskripsi yang tercantum pada kunci LP Produk

Perbedaan rata-rata hasil pretest-posttest

setelah adanya perlakuan terhadap siswa menunjukkan adanya pengaruh positif yang sangat besar terhadap terhadap hasil belajar siswa yang

6 6 11 4 3 7 6 3 6 1 10 10 7 6 6 4 11 7 7 7 1 4 71 87 87 79 8385 79 96 69 9184 7183 8191 97 86 8380 84 76 77 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Pretest Posttess

(10)

|

141

Efektivitas Pembelajaran Bentuk Molekul dengan Pemodelan Real Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Melatihkan

memerlukan keterampilan berpikir tinggkat tinggi, sehingga dengan demikian perangkat pembelajaran penemuan terbimbing (Silabus, RPP, BAS, LKS dan LP) yang telah dikembangkan efektif melatihkan keterampilan berfikir tingkat tinggi.

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Akinbobola dan Afolabi (2009), yang mengatakan bahwa penemuan terbimbing paling efektif untuk meningkat-kan prestasi belajar siswa. Menurut Suherman (2001: 179) model penemuan mempunyai keunggulan 1) siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir; 2) siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat; 3) melatih siswa lebih banyak belajar sendiri.

Hasil posttest yang baik ini juga sesuai dengan pendapat Haller, Monk, dan Tien (1993), yang mengatakan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak hanya dapat diberikan pada sekolah yang berada di perkotaan saja tetapi juga dapat diberikan pada siswa yang sekolah di pinggiran kota dan pedesaan dengan fasilitas yang minim. Pada pembelajaran bentuk molekul digunakan alat peraga yang sederhana yaitu dengan menggunakan plastisin sebagai model molekul yang bentuknya dikonstruksi sendiri oleh siswa dengan trial and error. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudria (2003) bahwa penggunaan model merupakan pilihan terbaik, karena bentuk molekul sangat kecil dan tidak dapat dilihat.

Hasil posttest yang baik ini juga sesuai dengan hasil penelitian Hadi, Sutrisno, Ulfa, (2008) yaitu apabila siswa terlibat aktif dalam mengkonstruksi bentuk molekul dengan pemodelan real dan dikombinasi dengan penggunaan media komputasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Gain Score

Normalized gain score digunakan untuk

mengetahui kenaikan rata-rata pretest dan posttest. Perhitungan normalized gain score menurut Hake dirumuskan sebagai berikut:

=% 100 − %− %

Tabel 2 Interpretasi Nilai G

Rata-rata persentase score hasil pretest-posttest dan Gain Score rata-rata hasil belajar LP Produk bentuk molekul keterampilan berpikir tingkat tinggi individual dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Persentase score rata-rata pretest-posttest

Individual dan Gain Score rata-rata

Berdasarkan Tabel 3 Gain Score individual

pretest dan posttest rata-ratanya 0,82 dengan

kategori tinggi, hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran bentuk molekul dengan pemodelan real ditunjang media PhET berbasis penemuan terbimbing efektif dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Indeks

Gain Score yang tinggi menunjukkan bahwa

perangkat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran memiliki kualifikasi valid, reliabel dan efektif sesuai penilaiaan validator.

c. Sensitivitas Butir Soal

Indeks sensitivitas butir soal digunakan rumus Cox & Vargas (Ratumanan dan Laurens (2011: 108). Indeks sensitivitas merupakan ukuran seberapa baik butir tersebut membedakan antara siswa yang telah dan yang belum mengikuti kegiatan belajar mengajar.

=

Keterangan:

: proporsi yang menjawab butir soal secara benar pada post-test.

: proporsi yang menjawab butir soal secara benar pada pre-test.

Indeks sensitivitas butir yang efektif berada di antara 0,00 - 1,00. Semakin besar indeks sensitivitas butir menunjukkan semakin besar keberhasilan pembelajaran-nya. Butir soal dengan sensitivitas ≥ 0,3 memiliki kepekaan yang cukup terhadap efek-efek pembelajaran.

Indeks sensitivitas butir soal rata-rata 0,74 jauh diatas ketentuan minimal indeks sensitivitas yaitu 0,3. Hal ini menunjukkan bahwa baik butir soal yang digunakan pada Tes Hasil Belajar dapat membedakan dengan sangat baik antara siswa yang belum diberikan perlakuan dan yang telah diberi perlakuan.

Pada analisis ketuntasan individual menunjukkan adanya perubahan yang positif sebelum dan sesudah perlakuan yang ditandai dengan perbedaan nilai rata-Nilai G Interpretasi nilai G

G > 0.70 0.30 ≤ 0.70 G < 0.30 Tinggi Sedang Rendah Skor Pretest (%) Skor Posttest (%) Gain Score rata-rata Kategori 6.10 82.79 0.82 Tinggi

(11)

|

142

Efektivitas Pembelajaran Bentuk Molekul dengan Pemodelan Real Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa

rata pretest dan posttest. Perubahan yang positif belum tentu signifikan, untuk menentukan perubahan tersebut signifikan atau tidak maka diuji dengan

normalized gain score, hasilnya menunjukkan perbedaan dengan kategori tinggi. Hasil gain score yang tinggi menunjukkan butir soal yang memerlukan keteramplan berpikir tingkat tinggi yang digunakan sebagai alat evaluasi dapat membedakan antara siswa yang telah dan yang belum mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hal ini ditandai dengan nilai indeks sensitivitas sebesar 0,74 dengan kategori senstif. Berdasarkan fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa pemebelajaran bentuk molekul dengan pemodelan real yang ditunjang media PhET berbasis penemuan terbimbing efektif melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

Respon Terhadap Pembelajaran

Secara umum respon siswa terhadap pembelajaran dapat dilihat pada Gambar 2.

Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan bahwa respon siswa terhadap pembelajaran rata-rata > 70 dengan kategori baik sampai sangat baik, dengan nilai respon terendah 72 yaitu kemudahan dalam memahami komponen pembelajaran dan respon tertinggi 84 yaitu kejelasan guru terhadap komponen pembelajaran. Berdasarkan Gambar 2 dapat diuraikan lebih rinci sebagai berikut:

a. Ketertarikan

Ketertarikan siswa terhadap komponen materi/isi pelajaran, BAS, LKS, suasana belajar dan cara guru mengajar dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Persentase Ketertarikan Siswa Terhadap Komponen

Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan secara umum siswa tertarik terhadap materi/isi pelajaran, BAS, LKS, suasana belajar dan cara guru mengajar. Persentase ketertarikan siswa tertinggi adalah pada materi/isi pelajaran dan terendah adalah suasana belajar. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran bentuk molekul merupakan pelajaran yang baru bagi siswa, oleh sebab itu sebagian besar siswa tertarik dengan isi pelajaran.

b. Keterbaruan

Keterbaruan siswa terhadap komponen materi/isi pelajaran, BAS, LKS, suasana belajar dan cara guru mengajar dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram Persentase Keterbaruan Komponen Bagi Siswa

Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan secara umum siswa menyatakan baru terhadap materi/isi pelajaran, BAS, LKS, suasana belajar dan cara guru mengajar. Persentase keterbaruan siswa tertinggi adalah pada LKS dan terendah adalah susana belajar. Hal ini menunjukan bahwa LKS yang digunakan pada pembelajaran bentuk molekul baru bagi siswa.

c. Kemudahan

Kemudahan siswa terhadap komponen bahasa dalam BAS, materi BAS, contoh-contoh soal dan LKS dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram Persentase Kemudahan Komponen Bagi Siswa

Berdasarkan Gambar 5 menunjukkan secara umum siswa menyatakan mudah terhadap bahasa dalam buku, materi/isi buku, contoh-contoh soal

36 9 23 14 32 59 82 68 59 41 5 9 9 27 27 0 0 0 0 0 0 20 40 60 80 100 Materi/ isi

pelajaran Buku ajarsiswa Lembar KerjaSiswa SuasanaBelajar Cara gurumengajar Sangat tertarik Tertarik Kurang Tertarik Tidak tertarik

9 5 9 18 27 45 64 82 82 41 32 32 9 0 32 14 0 0 0 0 0 20 40 60 80 100

Sangat mudah Mudah Kurang mudah Tidak mudah

Gambar 2 Rata-rata Respon Siswa Terhadap Komponen Pembelajaran 77 75 72 73 84 81 65 70 75 80 85 27 27 32 14 18 59 59 68 50 59 5 9 0 32 18 9 5 0 5 5 0 20 40 60 80 Materi/ isi

pelajaran Buku ajar siswa Lembar KerjaSiswa SuasanaBelajar Cara gurumengajar Sangat Baru Baru Kurang Baru Tidak Baru

27 27 32 14 18 59 59 68 50 59 5 9 0 32 18 9 5 0 5 5 0 20 40 60 80 Materi/ isi

(12)

|

143

Efektivitas Pembelajaran Bentuk Molekul dengan Pemodelan Real Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Melatihkan

LKS dan cara guru mengajar. Persentase ketertarikan siswa tertinggi adalah pada LKS dan terendah adalah bahasa dalam buku. Hal ini menunjukkan LKS yang dikembangkan mudah dipahami oleh siswa, sedangkan respon terendah adalah bahasa dalam buku, hal ini bisa di maklumi karena keterbatasan peneliti dalam pengalihbahasaan dari literatur berbahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

d. Minat Siswa

Minat siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan model penemuan terbimbing pada kegiatan pembelajaran selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram Persentase Minat Siswa Terhadap Komponen

Berdasarkan Gambar 6 menunjukkan secara umum siswa menyatakan berminat apabila model pembelajaran ini digunakan untuk pokok bahasan selanjutnya dan pelajaran lainnya.

e. Kejelasan

Penjelasan guru pada saat KBM dan bimbingan guru dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram Persentase Kejelasan Guru Terhadap Komponen

Berdasarkan Gambar 7 menunjukkan secara umum siswa menyatakan jelas terhadap penyampaian komponen-komponen oleh guru pada saat KBM berlangsung dan bimbingan guru pada saat menemukan konsep melalui eksperimen sangat jelas bagi siswa.

f. Kemudahan Keterampilan Berpikir yang Dilatihkan

Gambar 8 Diagram Persentase Kemudahan Siswa Terhadap Keterampilan Berpikir Berdasarkan Gambar 8 menunjukkan secara umum siswa menyatakan mudah terhadap keteerampilan berpikir tingkat tinggi yang dilatihkan. Hal ini tampak pada hasil posttest yang menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan sehingga ketuntasan individual rata-ratanya mencapai 82,79%.

Berdasarkan respon-respon tersebut respon terendah adalah bahasa dalam buku ajar siswa yang menyatakan 9% sangat mudah,45% mudah, 32% kurang mudah, 14% tidak mudah. Hal ini karena buku ajar siswa yang disadur dari buku Effendy (2007) terjemahannya susah dipahami oleh siswa. Disamping itu BAS yang diberikan kepada siswa sebagai sumber belajar tidak dijelaskan sebagai mana guru mengajar secara konvesional, BAS sebagai buku pegangan siswa diharapkan secara mandiri menggali informasi sebanyak-banyaknya pada BAS sebagai bekal dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

Siswa belum terbiasa dengan pembelajar-an model penemuan terbimbing hal ini bisa dilihat dari rata-rata ketertarikan dan keterbaruan suasana belajar yang mendapatkan respon 14% sangat tertarik, 59% tertarik, dan 27% kurang tertarik dan suasana belajar 14% sangat baru, 50% baru, 32% kurang baru 5% tidak baru. Selama ini siswa banyak menerima materi dengan sedikit kegiatan, sedangkan pada kegiatan belajar mengajar dengan model penemuan terbimbing aktivitas banyak dilakukan oleh siswa sedangkan materi pelajaran harus dibaca oleh siswa sendiri, dan siswa belum terbiasa melakukan, oleh sebab itu pembelajaran dengan model penemuan terbimbing perlu dilatihkan untuk melatih kemandirian siswa.

Respon tertinggi dari siswa adalah bimbingan guru saat siswa menemukan konsep dengan persentase respon 50% sangat jelas, 41% jelas, 9% kurang jelas. Hal ini sesuai dengan model penemuan terbimbing dimana siswa dihadapkan kepada situasi bebas menyelidiki, terkaan, intuisi,

18 18 66 59 14 5 23 0 0 20 40 60 80

Pokok bahasan selanjutnya Pelajaran lainnya Sangat berminat Berminat Kurang bermiinat Tidak berminat

41 50 50 41 9 9 0 0 0 20 40 60

Penjelasan guru pada saat KBM

berlangsung Bimbingan guru pada saat Anda,menemukan konsep melalui eksperimen Sangat jelas Jelas Kurang jelas Tidak jelas

36 27 45 36 36 36 55 64 50 45 50 50 5 9 5 18 14 14 5 0 0 0 0 0 10 20 30 40 50 60 70

(13)

|

144

Efektivitas Pembelajaran Bentuk Molekul dengan Pemodelan Real Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa

mencoba-coba (trial and error) dan menarik kesimpulan, sedangkan guru sebagai penunjuk jalan dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Hasil respon yang postif terhadap perangkat dan proses pembelajaran penemuan terbimbing, serta keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dilatihkan dari siswa menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran penemuan terbimbing yang dikembangkan efektif melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi hal ini dapat dilihat dari hasil pretest dan posttest.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran bentuk molekul dengan pemodelan real ditunjang media PhET berbasis model penemuan terbimbing efektif untuk melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

UCAPAN TERIMAKASIH

1. Prof. Dr. Sri Poedjiastoeti. M.Si., dan Dr. I Gusti Made Sanjaya, M.Si. sebagai dosen pembimbing penulis.

2. Pemprov Kalimantan Timur yang telah memberikan bea siswa kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Program Pascasarjana Unesa.

3. Pemkot Samarinda yang telah mengijinkan penulis untuk menempuh pendidikan di Program Pascasarjana Unesa.

4. Kepala SMAN 10 Samarinda yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang bersangkutan. Wakil kepala sekolah dan guru-guru kimia yang banyak membantu penulis selama kegiatan penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Akinbobola, A.O. & Afolabi, F. 2009. “Constructivist Practices Through Guided Discovery Approach: The Effect On Students’ Cognitive Achievements In

Nigerian Senior Secondary School Physics”.

Bulgarian Journal of Science and Education Policy (BJSEP), Volume3.

Anderson & Krathwohl. 2002” Theory Into Practice”

College of Education The Ohio State University

Volume 41, Number 4.

Arikunto, S. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Ates' Ö., & Eryilmaz, A. (2011). Effectiveness of hands-on and minds-hands-on activities hands-on students’ achievement

and attitudes towards physics. Asia-Pacific Forum on

Science-Learning and Teaching. 12 (1)

Balitbang. (2011) Laporan Hasil TIMSS 2007.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Dahar, R. W. 1989. Teori-teori belajar. Jakarta:Erlangga. Depdiknas. (2004) Kurikulum tahun 2004, Kurikulum

Berbasis Kompetesi. Jakarta: Depdinas

Depdiknas. (2005). Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009. Jakarta: Pusat

Informasi dan Humas Depdiknas.

Depdiknas (2007). Panduan Pengembangan Rencana

Pelaksanaan Pelajaran. Jakarta: Depdiknas Dirjen

Dikdasmen

Effendy, 2006. Teori VSEPR, Kepolaran dan Gaya Antar

Molekul. Malang: Bayu Media Publishing ISBN:

979-3323-06-4

Effendy, (2007). A-Level Chemistry For Senior High

School Students Volume 1B. Malang: Bayumedia

Publishing

.

Gilbert, John K.; Reiner, Miriam; Nakhleh, Mary (Eds.). (2008). Visualization: Theory And Practice In Science

Education. Series: Models and Modeling in Science Education, Vol. 3 ISBN: 978-1-4020-5266-8

Hadi, M.N., Sutrisno, Ulfa,S. 2008 "Pencerahan Siswa SMA Terhadap Bentuk Molekul Suatu Senyawa dan Ion Melalui Media Komputasi dan Pemodelan Real",

Dikdatika, Volume 9, No 1.

Hake. Richard R. Analyzing Change/Gain Scores Dept. of Physics, Indiana University 24245 Hatteras Street, Woodland Hills, CA, 91367 USA

Haller, E.J., Monk, D.H., and Tien, L.T. 1993. "Small Schools and Higher-Order Thinking Skills", Journal

of Research in Rural Education, Fall, Vol. 9, No.2,

66-73

http://21centuryedtech.wikispaces.com/21+Century+Info

http://phet.colorado.edu/in/simulation/molecule-shapes _____,(2008) Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat

Bahasa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan Pertama Edisi IV

Klausner, RD. (1996). National Science Education

Standards. Washington DC : National Academy Pres

Liliasari, (2005) Pengembangan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP Sebagai Dampak Lesson Study: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI Nickerson,R.S. (1985). The Teaching of Thinking, New

(14)

|

145

Efektivitas Pembelajaran Bentuk Molekul dengan Pemodelan Real Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Melatihkan

Phillips,D.T., Ravindran.A., and Solberg.J., 1976, Operations Research Principles and Practice, John

Wiley & Sons,Inc, Toronto, pp 1-11, 359-367

Ramdani, Y. 2011. Pembelajaran Untuk Meninggkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Melalui Pendekatan Contextual Teaching And Learning. Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi,

dan Kesehatan , 449-458.

Ratumanan dan Laurens. 2011. Penilaian Hasil Belajar

pada Tingkat Satuan Pendidikan Edisi 2. Surabaya:

Unesa University Press

Ruseffendi, E.T.1988 Pengantar Kepada Membantu Guru

Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung :

Tarsito.

Slavin,(2006). Educational psychology; theory and practice. 8th ed. Pearson Education, Inc

Sudria, I.B.N. 2003. “Model Visual Dalam Pembelajaran Aspek Partikulat Kimia”, Jurnal Pendidikan dan

Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.

Suherman, (2001). Common TexBook Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:

Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung. TIMSS. (2011). International Results in Sciences. TIMSS

& PIRLS International Study Center. USA

Wu, H. K., Krajcik, J.S., & Soloway, E. (2001). Promoting conceptual understanding of chemical

representations: students’ use of a visualization

tool in the classroom. Journal of Research in Scien-ce Teaching, 38, 821-842

(15)

| 146

Pen g emb a n ga n Pe ra n gk a t Pem b ela j a ra n IP A B i ol o gi B erb a si s M od el P emb e la j a ra n Pema k n a a n d a la m Pemb e la j a ra n IP A d a n Pen u mb u h an Sen si t i vi t a s M ora l

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN IPA BIOLOGI

BERBASIS MODEL PEMBELAJARAN PEMAKNAAN DALAM

PEMBELAJARAN IPA DAN PENUMBUHAN SENSITIVITAS

MORAL

Irwan Syah Putra

1)

Muslimin Ibrahim

2)

ZA. Imam Supardi

3)

1

Mahasiswa Prodi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya,

2

Dosen Prodi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya,

3

Dosen Prodi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

e-mail: pirwan40@gmail.com

Abstract: This research aims to develop devices based science learning biology teaching model in an effort to teach the meaning of science and foster moral sensitivity on the subject of human respiratory system. This study was classified as research development , ie developing syllabus , lesson plans , worksheets , BAS , and THB . Follow the development of the design of the 4- D models of Thiagarajan (1974 ) followed by the implementation phase of learning in the classroom using a pretest - posttest design. Device developed then validated by experts and tested first at 10 eighth grade students of SMP Negeri 1 Tarik. The results showed the validity of the RPP , BAS , and worksheets categorized very well , and the validity of test questions categorized invalid and valid enough. Readability level device includes worksheets for BAS and 77,2 % to the category of material is too easy , and a description of the difficulties include BAS and LKS was 22,1 % with a fairly easy category . The success of RPP during three meetings very well categorized ; activity levels of students categorized quite active ; better student learning outcomes tests of cognitive abilities , processes , psychomotor and moral sensitivity tests considered complete . Barriers in the PBM especially low student motivation in participating in learning . Based on the analysis of data, it can be concluded that the biology-based science learning learning model of meaning on the subject of the human respiratory system is able to teach science and junior high school students growing moral sensitivity.

Key words: The Meaningfull Learning Model, Moral Sensitivity

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengembangkan perangkat pembelajaran IPA Biologi berbasis model pembelajaran pemaknaan sebagai upaya mengajarkan IPA dan menumbuhkan sensitivitas moral pada pokok bahasan Sistem Pernapasan Manusia. Penelitian ini tergolong penelitian pengembangan, yaitu mengembangkan Silabus, RPP, LKS, BAS, dan THB. Pengembangan perangkat mengikuti rancangan 4-D model dari Thiagarajan (1974)dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan pembelajaran di kelas menggunakan rancangan pretest-posttest design.Perangkat yang dikembangkan kemudian divalidasi oleh pakar dan diuji coba I pada 10 siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tarik. Hasil penelitian menunjukkan validitas RPP, BAS, dan LKS berkategori baik; dan validitas soal tes berkategori valid. Tingkat keterbacaan perangkat meliputi BAS dan LKS sebesar 77,2% dengan kategori materi mudah; dan deskripsi kesulitan perangkat meliputi BAS dan LKS sebesar 22,1% dengan kategori tidak sulit. Keterlaksanaan RPP selama tiga kali pertemuan berkategori sangat baik; tingkat aktivitas siswa berkategori cukup aktif; hasil tes belajar siswa baik kemampuan kognitif, proses, psikomotor dan tes sensitivitas moral berhasil melampaui KKM yang ditetapkan. Hambatan dalam PBM terutama siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran pemaknaan. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran IPA Biologi berbasis model pembelajaran pemaknaan pada pokok bahasan sistem pernapasan manusia efektif membelajarkan IPA dan menumbuhkan sensitivitas moral siswa SMP.

Kata-kata Kunci: Model Pembelajaran Pemaknaan, Sensitivitas Moral

PENDAHULUAN

Kemajuan suatu bangsa tergantung pada pengembangan sumber daya manusianya. Pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan melalui jalur pendidikan baik formal maupun nonformal. Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan diharapkan dapat mencapai tujuan pendidikan nasional,yang tercantum dalam tiga landasan hukum di Indonesia, yaitu Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, di antaranya meliputi: 1) Bangsa yang cerdas, damai, merdeka, dan adil; 2) Memiliki daya saing dalam menghadapi globalisasi; 3) Kualifikasi mencakup sikap, pengetahuan,

dan keterampilan. 4) Memiliki dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut; 5) Memiliki kecakapan hidup mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional (Ibrahim, 2008:2).

Landasan hukum dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkarakter dan berakhlak mulia tercantum dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 pasal

31 ayat 3 yang menyebutkan “Pemerintah mengusahakan

dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

(16)

| 147

Pen g emb a n ga n Pe ra n gk a t Pem b ela j a ra n IP A B i ol o gi B erb a si s M od el P emb e la j a ra n Pema k n a a n

Salah satu hasil belajar yang harus dicapai siswa adalah berkembangnya potensi peserta didik secara utuh. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Samani, 2011: 26).

Pendidikan karakter termasuk pencapaian tujuan pembelajaran dalam ranah afektif yang implementasinya dirasakan masih kurang. Hal ini dibuktikan dengan kurangnya perhatian guru dalam menilai hasil belajar afektif. Para guru lebih banyak menilai ranah kognitif semata-mata. Lemahnya pendidikan afektif di sekolah disebabkan sulitnya mengukur tujuan afektif dan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu diases.

Pendidikan karakter sangat penting diajarkan dan dicontohkan secara sengaja dalam proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Kenyataan di lapangan bahwa karakter tidak diajarkan secara sengaja dalam pembelajaran, melainkan hanya sebagai efek penyerta saja. Hasil survei yang dilakukan di lapangan (Ibrahim, 2008:4) juga mendukung pendapat di atas. Ada dua hal pokok yang menjadi isu utama di atas: (a) Hasil belajar seperti yang dicantumkan di atas terutama sikap, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup

mandiri belum diajarkan secara “sengaja” (by design).

Hasil-hasil belajar seperti itu biasanya sebagai efek

nurturans (efek penyerta); (b) Proses belajar mengajar

belum dilakukan seperti harapan. Pembelajaran masih berpusat pada guru dan siswa sebagai objek, bersifat pasif dan kurang motivasi.

Pengembangan karakter tidak tercapai disebabkan sebagian besar guru selama proses pembelajaran di kelas kurang memberikan tekanan pada nilai-nilai karakter/moral. Pembelajaran dilakukan hanya

berlangsung dalam konteks “kulit luar” saja tanpa bisa

menyentuh hati dan memaknai apa yang sedang dipelajarinya. Padahal, keshahian pendidikan sepenuhnya merupakan ikhtiar untuk memperoleh nilai hidup, bukan sekedar angka. Jadi pendidikan bukanlah sekedar untuk memperoleh pengetahuan semata, tetapi menghasilkan makna dari setiap pengetahuan yang dipelajarinya.

Ukuran dari setiap proses pembelajaran adalah terjadinya pemerolehan makna (Mursidin, 2011:11)

Penerapan model pembelajaran pemaknaan pada mata pelajaran IPA Biologi di SMP diharapkan dapat digunakan untuk menumbuhkan sensitivitas moral siswa yang pada akhirnya akan membentuk karakter siswa tersebut. Dalam IPA terdapat berbagai gejala/fenomena yang amat menarik dan berpotensi untuk menjadi model yang dapat mengajarkan sensitivitas moral, sikap positif dan karakter.

Proses terbentuknya sikap moral melalui penanaman nilai-nilai moral oleh Freud disebut dengan proses internalisasi, sedangkan Blazi menyebutnya proses integrasi (Blazi, 1995).Proses internalisasi moral menurut Rest (1995) diawali oleh peningkatan sensitivitas moral dalam diri seseorang. Sensitivitas moral adalah suatu tingkat kepekaan seseorang akan adanyanilai-nilai moral dalam setiap fenomena yang ada di sekitarnya, atau yang dialami. Jika hal ini diaplikasikan dalam proses pembelajaran, maka sensitivitas moral siswa dapat diketahui dari tingkat kepekaannya akan nilai-nilai moral yang ada pada setiap mata pelajaran, bukan pendidikan moral atau pendidikan agama saja.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan, karena mengembangkan perangkat pembelajaran dengan model pemaknaan pada materi pokok sistem pernapasan manusia pada siswa SMP kelasVIII. Perangkat yang dikembangkan adalah Silabus, RPP, BAS, LKS, dan THB produk, psikomotor, dan sensitivitas moral.

Pengembangan perangkat dalam penelitian ini menggunakan model 4-D “four D models” (dalam Ibrahim, 2003). Model ini terdiri atas 4 tahap pengembangan, yaitu: Define, Design, Develop, and

Disseminate atau diadaptasikan menjadi Model 4-P, yaitu

Pendefinisian, Perancangan, Pengembangan, dan Penyebaran. Untuk keperluan guru sendiri, di mana hasil pengembangannya diterapkan di sekolah sendiri, maka tahap keempat yaitu penyebaran belum dilakukan. Maka model 4-P menjadi 3 tahap saja meliputi: (1) Tahap pendefinisian (Define), (2) Tahap perancangan (Design), dan (3) Tahap pengembangan (Develop).

Desain uji coba perangkat pembelajaran dalam pengembangan perangkat ini menggunakan model one

Group Pretest-Posttest Design. Sebelum menerapkan

pembelajaran dengan model pemaknaan terlebih dahulu dilaksanakan tes awal (pretest) O1, dan setelah

melaksanakan pembelajaran pemaknaan (X) dilakukan tes akhir (posttest) O2.

Variabel yang diamati dalam penelitian adalah kelayakan perangkat yang terdiriatas: (1) validitas, (2) kepraktisan dan (3) keefektifan. Validitas meliputi:

(17)

| 148

Pen g emb a n ga n Pe ra n gk a t Pem b ela j a ra n IP A B i ol o gi B erb a si s M od el P emb e la j a ra n Pema k n a a n d a la m Pemb e la j a ra n IP A d a n Pen u mb u h an Sen si t i vi t a s M ora l

Validitasisi dari Silabus, RPP, BAS, LKS, THB produk, psikomotor, sensitivitas moral., tingkat keterbacaan BAS, tingkat kesulitan BAS. Variabel yang berkaitan dengan kepraktisan hasil uji coba perangkat pembelajaran meliputi: keterlaksanaan RPP, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa. Variabel yang berkaitan dengan keefektifan meliputi: tingkat sensitivitas moral siswa, respon siswa, terhadap pembelajaran dan hambatan dalam penelitian.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen penilaian perangkat, instrumen pengamatan, instrumentes, dan instrumen angket. Data yang dianalisis adalah validitas perangkat, kepraktisan perangkat, dan keefektifitas perangkat dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan pada 36 siswa Kelas VIII A SMP Negeri 1 Tarik, Sidoarjo, pokok bahasan Sistem Pernapasan Manusia pada semester gasal tahun pelajaran 2013/2014. Adapun hasil validasi dari perangkat yang dikembangkan adalah: (a) Silabus, skor rata-rata 3,84 dengan kategori sangat baik, (b) RPP, skor rata-rata 3,75 dengan kategori sangat baik, (c) BAS, skor rata-rata 3,67 dengan kategori sangat baik, (d) LKS, skor rata-rata 3,78 dengan kategori sangat baik, (e) THB produk, psikomotor berkategori valid, sedangkanTHB sensitivitas moral yang terdiri dari moral knowing, moral

feeling, dan moral acting berkategori sangat baik.(f) Tingkat kesulitan BAS sebesar 27%, sedangkan LKS sebesar 20%, sehingga tingkat kesulitan rata-rata BAS dan LKS sebesar 23,5%. Menurut (Rudolph 1948, dan Robert 1944 dalam http://readbulityformula.com/free-readbulity-formula-assessment.php),persentase tingkat kesulitan LKS dan BAS berkategori cukup mudah karena berada pada level 20% sampai 30%. (g) Tingkat keterbacaan BAS sebesar 74%, sedangkan LKS sebesar 66%, sehingga tingkat keterbacaan rata-rata BAS dan LKS sebesar 70%. Menurut (Taylor 1953, dalamhttp://english.byu.edu/novelink/reading%20strategi es/Anthem/cloze%20general.htm), persentase keterbacaan dari hasil perangkat pembelajaran menunjukkan level bebas (di atas 60 %) termasuk dalam kategori materi terlalu mudah.

Diskusi hasil kepraktisan perangkat pembelajaran meliputi:

(a) Pelaksanaan RPP

RPP disusun sesuai dengan jumlah tatap muka untuk proses pembelajaran yaitu tiga kali pertemuan. Setiap pertemuan dalam PBM pelaksanaan RPP diamati oleh dua pengamat yang mengamati berlangsungnya proses pembelajaran. Persentase rata-rata pelaksanaan RPP pada pertemuan pertama sebesar 93% dengan

reliabilitas 0,90, persentase rata-rata pelaksanaan RPP pada pertemuan kedua sebesar 93% dengan reliabilitas 0,90, dan persentase rata-rata pelaksanaan RPP pertemuan ketiga sebesar 100% dengan reliabilitas 1,00. Hasil pengamatan dari kedua pengamat berdasarkan nilai rata-rata tentang keterlaksanaan pembelajaran pada ketiga RPP dikategorikan sangat baik.Keterlaksanaan sintaks pembelajaran yang baik ini didukung dengan pola guru mengajar yang tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran (Ali, 2000). Pola mengajar dikenal dengan istilah gaya mengajar yang mencerminkan bagaimana pelaksanaan guru yang bersangkutan, yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep-konsep psikologi yang digunakan, serta kurikulum yang dilaksanakan.

(b) Aktivitas siswa

Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar dinyatakan dalam bentuk angka atau dikuantitatifkan. Aktivitas siswa yang diamati meliputi membaca, mendiskusikan tugas, mencatat, mendengarkan penjelasan guru, melakukan pengamatan, eksperimen atau bekerja, bertanya kepada guru, menyampaikan pendapat atau informasi ke depan kelas, serta perilaku yang tidak relevan.

Tabel 3.1 Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran No Aktivitas yang Diamati Rata-rata Persentase Aktivitas Rata-rata (%) Prt 1 Prt 2 Prt 3 1. Membaca. 15 14,5 14,4 14,6 2. Mendiskusikan tugas 14 13,7 13,6 13,8 3. Mencatat 14,6 12,9 14,6 14 4. Mendengarkan penjelasan guru 10,7 11,4 11 11 5. Melakukan eksperimen 16,4 16,5 15,3 16,1 6. Bertanya kepada guru 14,3 14,8 14,4 14,7 7. Mengkomunikasika n informasi 13,4 14,9 15,2 14,6 8 Aktivitas tidak relevan 1,6 1,3 1,5 1,5

Berdasarkan Tabel 3.1 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata persentase aktivitas siswa yang relevan sebesar 98,5% dengan kategori aktif, sedangkan rata-rata persentase aktivitas siswa yang tidak relevan sebesar 1,5%. Hal ini berarti secara keseluruhan siswa beraktivitas relevan selama pembelajaran berlangsung dan pembelajaran lebih berpusat pada siswa ( student

(18)

| 149

Pen g emb a n ga n Pe ra n gk a t Pem b ela j a ra n IP A B i ol o gi B erb a si s M od el P emb e la j a ra n Pema k n a a n

bahwa salah satu prinsip model pembelajaran pemaknaan adalah student center.

(c) Ketuntasan hasil belajar siswa

Ketuntasan hasil belajar siswadapat diamati dari grafik dibawah ini:

Gambar 3.1 Grafik Ketuntasan Hasil Belajar Siswa

Berdasarkan Gambar 3.1 ketuntasan hasil belajar siswa diperoleh berdasarkan tingkat ketuntasan indikator pada materi sistem pernapasan manusia. Terdapat 18 indikator, 17 indikator dinyatakan tuntas, dan hanya satu indikator yang tidak tuntas, yaitu indikator keempat dari THB kognitif PG. Rata-rata ketuntasan indikator mencapai 84. Diskusi hasil keefektifan perangkat pembelajaran meliputi: (a) Tingkat sensitivitas moral siswa; (b) Respon siswa terhadap pembelajaran (c) Hambatan-hambatan penelitian.

(a) Tingkat sensitivitas moral

Tingkat sensitivitas moral siswa diukur dengan THB

moral knowing, moral feeling, dan moral acting.

1. THB pengetahuan moral (moral knowing) digunakan untuk mengetahui pengetahuan siswa tentang nilai-nilai moral terkait konsep sistem pernapasan manusia.Data dan analisis THB pengetahuan moral (moral knowing) siswa dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini.

Tabel 3.2 Ketuntasan THB moral knowing

TP Proporsi Butir Soal Sensi Tivitas pTP Ket U1 U2 8.1 0,60 0,90 0,30 0,90 Tuntas 8.2 0,54 0,92 0,38 0,92 Tuntas 9.1 0,58 0,94 0,36 0,94 Tuntas 9.2 0,52 0,91 0,39 0,91 Tuntas 8.1 0,63 0,95 0,32 0,95 Tuntas 8.2 0,54 0,93 0,39 0,93 Tuntas 5.1 0,61 0,93 0,32 0,93 Tuntas

Berdasarkan Tabel 3.2 diperoleh hasil THB pengetahuan moral (moral knowing) siswa dari ketujuh tujuan pembelajaran semuanya tuntas. Rata-rata proporsi tujuan pembelajaran sebesar 0,92. Sensitivitas butir soal

pada THB pengetahuan moral (moral knowing) siswa dari ketujuh butir soal yang ada, semua sensitif dengan rata-rata sensitivitasnya sebesar 0,35.

2. THB perasaan moral (moral feeling) siswa diperoleh dari hasil penilaian laporan diri siswa. Laporan diri siswa digunakan untuk mengetahui penilaian, perasaan, emosi, visi, dan misi siswa terkait konsep sistem pernapasan manusia.Data dan analisis THB perasaan moral (moral

feeling) siswa dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut ini.

Tabel 3.3 Ketuntasan THB moral feeling

TP Aspek Proporsi Butir Soal Sensi tivitas p TP Ket. U1 U2 3.2 Menilai 0,44 0,93 0,49 0,93 Tuntas Visi 0,42 0,90 0,48 0,90 Tuntas Misi 0,41 0,82 0,41 0,82 Tuntas

Tabel 3.3 memperlihatkan bahwa THB perasaan moral (moral feeling) dinyatakan tuntas. Rata-rata proporsi tujuan pembelajaran sebesar 0,88. Sensitivitas butir soal pada THB perasaan moral (moral feeling) siswa, dari 3 butir soal yang ada semua sensitif karena nilainya di atas 0,30.

3. THB tindakan moral (moral acting) digunakan untuk mengetahui kemajuan siswa dalam hal keterampilan sosial yang meliputi aspek 1) tanggung jawab, 2) peduli sosial, 3) sensitivitas moral. Ketuntasan dan Sensitivitas THB tindakan moral (moral acting)siswa dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini.

Tabel 3.4 Ketuntasan THB moral acting

TP

Topik Proporsi

Butir Soal Sensi

tivitas p TP Ket U1 U2 6.1 6.1 2.1 Tanggung jawab 0,49 0,81 0,32 0,81 Tuntas Peduli Sosial 0,50 0,86 0,36 0,86 Tuntas Sensitivita s Moral 0,51 0,88 0,37 0,88 Tuntas

Tabel 3.4 memperlihatkan bahwa THB tindakan moral (moral acting) dari tiga Tujuan Pembelajaran (TP) dinyatakan tuntas. Rata-rata proporsi tujuan pembelajaran sebesar 0,85. Sensitivitas butir soal pada THB tindakan moral (moral acting) siswa berada pada rentang 0,32-0,37. Butir soal THB tindakan moral (moral acting) semuanya berkategori sensitif karena nilai sensitivitasnya di atas 0,30.

(b) Respon siswa terhadap Pembelajaran

Deskripsi respon siswa terhadap pembelajaran dengan model pemaknaan dalam pembelajaran IPA dan penumbuhan sensitivitas moraldiperoleh berdasarkan rekapitulasi hasil angket respon siswa. Hasil analisis respon siswa terhadap model pembelajaran pemaknaan

91 63 81 83 94 93 93 83 77 82 86 88 91 92 78 82 75 85 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 S k o r K e t u n t a s a n

1. Kognitif, 2. Psikomotor, 3. Moral Knowing,

4. Moral Feeling,5. Moral Acting

Gambar

Gambar  6 Diagram  Persentase  Minat  Siswa Terhadap Komponen
Tabel 3.1 Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran No Aktivitas yang Diamati Rata-rata PersentaseAktivitas Rata-rata(%) Prt 1 Prt2 Prt3 1
Gambar 3.1 Grafik Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
Tabel 3.5 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran No Uraian Pertanyaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Rancangan Fruit Shredder Feeding berhasil dibuat sesuai dengan rancangan dan dapat berfungsi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. 2) Pemutus sistem motor

Dalam penelitian ini, uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yang terdiri dari Citra Merek (X1), Harga (X2), dan Kualitas Layanan (X3) secara

Adapun sasaran pembangunan Dinas Perdagangan Kabupaten Lumajang selama kurun waktu lima tahun sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dikelompokkan menurut bidang tugas

Analisa data dilakukan secara deskriptif terhadap hasil pengujian kualitas daging bebek yang meliputi sifat mutu organoleptik yang warna, bau dan konsistensiann kandungan

Pada prinsipnya BIA bekerja sesuai dengan persamaan 1, dengan memasukkan arus dengan frekuensi tertentu pada elektroda akan menghasilkan tegangan yang digunakan untuk

Secara teknikal IHSG terkonsolidasi positif tepat pada bullish trend line setelah sempat menyentuh support MA50.. Indikator stochastic masih bergerak bearish meskipun momentum

Dari uraian hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan: 1) Pola makan anak balita dilihat dari jenis makanan dengan frekuensi lebih banyak dikonsumsi meliputi makanan

Tingginya mobilitas manusia mendukungpenyebaranvirus dengue olehvehor nyamukAedes aegtpti, sehingga menyebabkan kasus penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terus meningkat dari