• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang semakin meningkat prevalensinya (Setiawati, 2004). DM mempunyai karakteristik seperti hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (ADA, 2002). DM merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang mendunia dengan prevalensi kejadian yang terus mengalami peningkatan (Depkes RI, 2008a).

Penderita diabetes mellitus di dunia meningkat tajam setiap tahunnya pada tahun 1994 sebesar 110,4 juta menjadi 150 juta penderita dan pada tahun 2010 sebesar 279,3 juta dan tahun 2020 sebesar 300 juta (Hendromartono, 2000). Tahun 2011 diperkirakan 366 juta penduduk dunia menderita diabetes melitus tipe 2 dan 71,4 juta diantaranya berasal dari Asia Tenggara (WHO, 2010).

Estimasi World Health Organization (WHO) tentang jumlah DM di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 8,4 juta orang, tahun 2003 sebesar 13,8 juta orang, dan tahun 2030 menjadi 21,3 juta orang yang akan menjadikan Indonesia sebagai peringkat ke-4 terbesar di Dunia (Depkes RI, 2008b). Prevalensi DM tipe 2 di daerah urban sebesar 14,7%, sedangkan di rural sebesar 7,2%, maka diperkirakan pada tahun tersebut jumlah penderita diabetes sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, pada tahun 2030, jumlah penduduk usia > 20 tahun sebanyak 194 juta dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%), maka diperkirakan terdapat 12 juta penderita diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. PersentaseDM tipe 2 di Indonesia mencapai 85-90% dari total penderita DM (Depkes RI, 2008b).

Prevalensi penyakit DM di Indonesia sebesar 5,7% yang terdiri atas 1,5% atau sebesar 26% dari total penderita mengetahui bahwa dirinya DM (diagnosed diabetes

(2)

mellitus) dan 4,2% atau sebesar 74% dari total penderita tidak mengetahui bahwa

dirinya DM (undiagnosed diabetes mellitus), dimana prevalensi DM meningkat pada usia ≥ 35 tahun dan menurun setelah usia > 74 tahun. Sedangkan prevalensi penyakit DM di Provinsi D. I. Yogyakarta sebesar 5,4% (Depkes RI, 2008a).

Berdasarkan laporan surveilans terpadu penyakit (STP) Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, diperoleh data jumlah kasus DM per puskesmas tahun 2010 sampai tahun 2012 seperti dibawah ini:

Sumber: Laporan STP Dinkes Kulon Progo

Gambar 1. Jumlah kasus DM per puskesmas tahun 2010 sampai tahun 2012

Berdasarkan gambar diatas, diketahui jumlah kasus DM tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 terjadi peningkatan dari 1.979 pasien pada tahun 2010 meningkat menjadi 2.583 pasien pada tahun 2011 dan pada tahun 2012 terdapat 4.191 pasien. Jumlah kasus DM tipe 2 berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Penyakit (STP) Rumah Sakit diketahui jumlah kasus diabetes mellitus tipe 2 juga mengalami peningkatan. Jumlah kasus pada tahun 2010 sebesar 343 pasien meningkat menjadi

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2012 2011 2010 Puskesmas Tahun

(3)

554 pasien tahun 2011, dan sampai bulan Oktober 2012 jumlah kasus sebesar 436 pasien.

Berdasarkan data sepuluh besar penyakit tidak menular di Puskesmas, DM menempati urutan ke empat jumlah kasus terbanyak dibandingkan penyakit tidak menular lainnya. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus DM lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dimana pada tahun 2010 jumlah kasus DM pada laki-laki sebesar 818 kasus dan pada perempuan sebesar 1.161 kasus, tahun 2011 sebesar 965 kasus pada laki-laki dan 1.618 kasus pada perempuan, dan tahun 2012 jumlah kasus DM pada laki-laki sebesar 1.623 kasus dan pada perempuan sebesar 2.568 kasus.

Peningkatan kasus DM yang tajam banyak terjadi pada masyarakat dengan perubahan pola konsumsi tinggi lemak dan mempunyai kebiasaan aktifitas fisik yang rendah, sehingga meningkatnya kasus overweight dan obesitas. Orang yang kurang gerak cenderung overweight dan obesitas yang kemudian berhubungan dengan terjadinya peningkatan diabetes mellitus (WHO, 2003). Obesitas merupakan salah satu manifestasi dari masalah gizi lebih yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak (Sutanegara & Manalu, 2006).

Obesitas dapat diukur dengan dengan berbagai cara baik secara laboratorium maupun non laboratorium. Pengukuran yang sering dilakukan adalah pengukuran non laboratorium (pengukuran praktis) dengan mengukur indeks massa tubuh, lingkar pinggang, dan rasio lingkar pinggang panggul untuk memantau status gizi seseorang. Pengukuran praktis merupakan alat atau cara sederhana untuk memantau status gizi seseorang karena praktis dan murah dalam penggunaanya.

Obesitas merupakan faktor risiko paling penting terhadap terjadinya diabetes mellitus dimana prevalensi diabetes mellitus 2,9 kali lebih tinggi pada mereka dengan status overweight (Arora et al., 2007). Hasil studi prospektif memperlihatkan bahwa

(4)

berkembangnya penyakit DM tipe 2 pada obesitas paling cepat dibandingkan perkembangan penyakit lainnya dengan nilai RR > 3 (Gill, 2002).

Prevalensi obesitas di Indonesia berdasarkan Riskesdas (2007 dan 2010) dilihat dari IMT mengalami peningkatan. Tahun 2007 prevalensi obesitas umum untuk penduduk umur > 15 tahun sebesar 19,1% dimana sebesar 13,9% terjadi pada laki-laki dan 23,8% pada perempuan. Prevalensi obesitas umum tahun 2010 pada penduduk umur > 18 tahun sebesar 21,7%, dimana prevalensi obesitas pada laki-laki sebesar 16,3% dan pada perempuan 26,9%. Berdasarkan lingkar pinggang (LP) diketahui prevalensi obesitas sentral di Indonesia tahun 2007 sebesar 18,8%, dimana prevalensi pada perempuan sebesar 29% dan pada laki-laki sebesar 7,7%.

Prevalensi obesitas umum di Provinsi D. I. Yogyakarta berdasarkan IMT juga mengalami peningkatan dimana pada tahun 2007 untuk penduduk umur > 15 tahun prevalensinya sebesar 15,5%, dimana prevalensi obesitas umum pada laki-laki sebesar 11,8% dan perempuan sebesar 19,0%. Sedangkan prevalensi obesitas sentral berdasarkan LP sebesar 18,3%, dimana 9,8% terjadi pada laki-laki dan 26,3% pada perempuan (Depkes RI, 2008a). Prevalensi obesitas umum tahun 2010 pada penduduk umur > 18 tahun sebesar 21,8%, dimana prevalensi obesitas umum pada laki-laki sebesar 17,8% dan pada perempuan 25,5% (Kemenkes RI, 2010a).

Prevalensi obesitas umum di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan IMT sebesar 12,2%, dan prevalensi obesitas sentral berdasarkan LP sebesar 14,5% (Depkes RI, 2008b). Selain itu, berdasarkan data kunjungan posyandu lansia diketahui rata-rata lansia yang mengalami obesitas berdasarkan IMT sebesar 321 orang per bulan pada tahun 2012.

Obesitas berhubungan kuat dengan diabetes mellitus terutama DM Tipe 2 dan merupakan faktor risiko independen bagi dyslipidemia, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler yang selanjutnya sebagai komplikasi dan penyebab utama kematian bagi seseorang yang menderita DM Tipe 2 (Klien et al., 2004). Orang dengan obesitas memiliki risiko penyakit DM lebih besar dibandingkan penyakit lain (Gill,

(5)

2002). Prevalensi DM Tipe 2 sejalan dengan peningkatan prevalensi obesitas, sekitar 80% orang dengan DM Tipe 2 adalah obesitas (Asdie, 2000).

Prevalensi obesitas di negara maju maupun negara berkembang semakin meningkat, diperkirakan jumlah orang dengan obesitas di seluruh dunia melebihi 250 juta orang dengan IMT > 30 kg/m2,sekitar 7% dari populasi orang dewasa di dunia. Menurut WHO peningkatan jumlah obesitas berat akan dua kali lipat dibandingkan dengan orang dengan berat badan kurang dari tahun 1995 sampai 2025 dan prevalensinya akan meningkat mencapai 50% pada tahun 2025. Prediksi WHO pada tahun 2005 kurang lebih terdapat 400 juta orang dewasa yang obesitas, dan di tahun 2015 diperkirakan meningkat menjadi 700 juta orang obesitas (Kemenkes RI, 2010).

Menurut Nurses Health Study dalam Syahbuddin 2003, peningkatan risiko DM Tipe 2 pada obesitas paralel dengan berat badan, lama obesitas dan distribusi lemak secara sentral di dalam badan. Risiko DM terendah adalah pada BMI ≤ 22 kg/m2 dan meningkat sampai 61 kali pada BMI > 35 kg/m2. Peningkatan berat badan merupakan prediktor kuat untuk risiko DM Tipe 2. Mengenai pengaruh lamanya obesitas, diperlukan waktu lebih dari 5 tahun untuk munculnya intoleransi glukosa dan lebih dari 12 tahun untuk terjadi DM. Hasil penelitian prospective selama 30 tahun menunjukkan sekitar 75% wanita dan 90% pria berkembang menjadi

overweight dan 40-50% menjadi obesitas dan subyek dengan IMT > 35 kg/m2

memiliki risiko kematian 16-21% (Vasan et al., 2005).

Himpunan studi obesitas Indonesia memeriksa lebih dari 6000 orangdari hampir seluruh provinsi dan didapatkan prevalensi obesitas berdasarkan IMT ≥ 25 kg/m2 pada laki-laki sebesar 48,87% dan padaperempuan 40,65%. Sedangkan menurut LP > 90 cm pada laki-laki sebesar 41,2% dan LP > 80 cm pada perempuan sebesar 53,3% (Yuniritha cit. Soegih, 2004). Sekitar 80% orang dengan DM Tipe 2 adalah obesitas dan 10% dari orang yang obesitas menderita DM Tipe 2 (Suastika, 2003).

(6)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud meneliti hubungan antara obesitas dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo Propinsi D. I. Yogyakarta.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan

kejadian diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo? 2. Apakah ada hubungan obesitas berdasarkan Lingkar Pinggang (LP) dengan

kejadian diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo? 3. Apakah ada hubungan obesitas berdasarkan Rasio Lingkar Pinggang Panggul

(RLPP) dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan obesitas dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo.

2. Tujuan khusus

1. Mengetahui hubungan obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo?

2. Mengetahui hubungan obesitas berdasarkan berdasarkan Lingkar Pinggang (LP) dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo?

3. Mengetahui hubungan obesitas berdasarkan Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo?

(7)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi peneliti

Menambah pengalaman, pengetahuan dan mengembangkan wawasan, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan obesitas dan penyakit diabetes mellitus tipe 2. 2. Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan dan informasi tentang obesitas terhadap kejadian diabetes mellitus tipe 2 sehingga masyarakat mampu melakukan tindakan pencegahan sedini mungkin.

3. Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan

Memberikan gambaran dan bahan masukan untuk pengembangan program dalam upaya pengendalian penyakit diabetes mellitus tipe 2.

4. Manfaat keilmuan

Dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan acuan untuk pengembangan penelitian yang lebih spesifik dan mendalam, khususnya tentang obesitas dengan diabetes mellitus tipe 2.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini belum pernah dilakukan di Kabupaten Kulon Progo dan beberapa penelitian yang hampir sama dan berhubungan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 yang telah dilaksanakan sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 1.

(8)

Tabel 1. Hasil penelitian yang hampir sama dan berhubungan dengan diabetes mellitus tipe 2

Peneliti

Penelitian

Judul Persamaan Perbedaan Hasil

Erwan Mujio (2006) Faktor-faktor risiko kejadian penyakit diabetes mellitus tipe 2 pada orang dewasa Dependent: Diabetes mellitus tipe 2 Independent: aktivitas

fisik, kurang olahraga, makan tinggi lemak dan tinggi gula, makan makanan kurang serat, obesitas, obesitas abdominal, riwayat DM dalam keluarga,

merokok, hipertensi, dan riwayat DM gestasional Desain penelitian : Case

Control

Subjek penelitian : usia ≥ 30 tahun

Lokasi penelitian : Kabupaten Boyolali

Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 adalah riwayat keluarga dengan DM (OR=14,8, p=0,000), ada mengalami gejala risiko menderita DM dalam kehamilan (OR=6,6,

p=0,000), kurang aktivitas

fisik (OR=3,9, p=0,002), diet rendah serat (OR=3,9,

p=0,031), diet tinggi gula

(OR=4,1, p=0,003), diet tinggi lemak (OR=3,2,

p=0,030) dan obesitas (OR=4,9, p=0,011) Ni Komang Wiardani (2006) Pola makan dan obesitas sebagai faktor risiko diabetes mellitus tipe 2 Dependent: Diabetes mellitus tipe 2 Independent: pola

makan dan obesitas Desain penelitian : Case

Control

Subjek penelitian : usia ≥ 35 tahun

Lokasi penelitian : RS Sanglah Denpasar

Terdapat 5 variabel yang berhubungan signifikan dengan kejadian DM tipe 2 adalah interaksi obesitas

overall dengan konsumsi

serat (OR=10,7), riwayat keluarga (OR=5,5), sumber protein hewani tinggi lemak (OR=4,9), protein hewani rendah lemak (OR=0,1), dan hipertensi (OR=3,7) Iskandar (2010) Faktor risiko kejadian DM di daerah khusus Ibukota Jakarta Dependent: Diabetes mellitus Desain penelitian : Cross Sectional Independent: konsumsi

serat, usia, aktifitas fisik, konsumsi alkohol dan BB

Subjek penelitian : usia 25 - 64 tahun

Lokasi penelitian : DKI Jakarta

Orang gemuk (IMT ≥25,1) memiliki risiko menderita DM sebesar 1,7 kali lebih tinggi dibanding orang yang tidak gemuk (IMT 18,5 - < 18,4)

(9)

Peneliti

Penelitian

Judul Persamaan Perbedaan Hasil

Maya Midiyatie Afridha (2010) Hubungan antara beberapa indikator obesitas dengan hipertensi pada pasien di poliklinik penyakit dalam RSUD Ulin Banjarmasin Independent :IMT, RLPP, LP Dependent: Hipertensi

Subjek penelitian : usia > 35 tahun Desain penelitian : Case Control Lokasi penelitian : RSUD Ulin Banjarmasin RLPP merupakan indikator obesitas dengan OR = 5,032, dan merupakan faktor paling dominan berhubungan dengan kejadian hipertensi esensial Dian Trikoriati (2011) Faktor risiko terjadinya DM tipe 2 pada lanjut usia Dependent: diabetes mellitus tipe 2 Independent: Riwayat keluarga dengan DM, kurang aktivitas fisik, obesitas IMT, obesitas abdominalis, dan hipertensi

Subjek Penelitian : usia ≥ 60 tahun

Desain penelitian :

Case Control

Lokasi penelitian : Kabupaten Sukoharjo

Faktor resiko yang mempunyai hubungan

bermakna terjadinya DM tipe 2 adalah riwayat keluarga dengan DM (OR=2,158,

p=0,007), kurang aktivitas

fisik (OR=2,004, p=0,012) dan obesitas abdominal (OR=1,985, p=0,016) Yoan Hotnida Naomi H (2012) Obesitas sentral sebagai faktor risiko terjadinya pradiabetes Independent : obesitas sentral Desain penelitian : Cross Sectional Dependent: Prediabetes

Subjek penelitian : usia 18-45 tahun

Lokasi penelitian : Cimahi

Variabel yang berpengaruh terhadap prediabetes adalah obesitas sentral (RP=2,539,

p=0,041) dan hipertensi

Gambar

Gambar 1. Jumlah kasus DM per puskesmas tahun 2010 sampai tahun 2012
Tabel  1.    Hasil  penelitian  yang  hampir  sama  dan  berhubungan  dengan  diabetes  mellitus tipe 2

Referensi

Dokumen terkait

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK &amp; MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

informasi tentang jenis dan berbagai motif batik store nusantara, dapat melakukan pemesanan batik secara online dengan mendaftarkan data diri pelanggan dan mengisi form

Tabel Pengguna digunakan untuk menyimpan data Pengguna Pembangunan Perumahan selengkapnya mengenai struktur tabel ini dapat dilihat pada tabel III.7 di bawah ini :.

Karakteristik energi gelombang Kelvin di tropopause pada kondisi La Nina hampir sama dengan saat kondisi Normal yaitu menguat di atas wilayah sekitar kepulauan Indonesia, tetapi

BIDANG PEMERINTAHAN DAN KEAMANAN/PERTAHANAN (1) Untuk mendjamin berhasilnja pelaksanaan Pola Pembangun- an Nasional Semesta Berentjana Delapan Tahun : 1961 — 1969,

[r]

Istilah expert system berasal dari knowledge base expert system ( sistem cerdas berbasis penge- tahuan), dimana suatu sistem yang menggu- nakan pengetahuan manusia ( human