• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1 United Nations Development Programme, Human Development Report 2013 (online), 2013,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1 United Nations Development Programme, Human Development Report 2013 (online), 2013,"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara dengan tingkat perekonomian yang kuat, Amerika Serikat (AS) tercatat menempati urutan ketiga dalam Human Development Index (HDI) pada tahun 2013, dengan predikat “Very High Human Development”.1 Pencapaian Amerika Serikat dalam HDI selayaknya turut mencerminkan keberhasilan pembangunan integrasi nasional dan keadilan sosial bagi seluruh masyarakatnya, termasuk kelompok minoritas. Namun, ternyata Amerika Serikat masih belum dapat keluar dari sejarah buruk yang telah berlangsung lama dalam penanganan isu kelompok minoritas. Ini menjadi sebuah hal yang sangat penting, apalagi pada era kontemporer di mana minoritas merupakan salah satu isu penting dari sistem politik suatu negara. Di Amerika Serikat, isu tentang kelompok minoritas yang paling utama terkait penjaminan hak-hak kaum minoritas itu sendiri, terutama suku-suku pribumi yang telah menjadi bagian dari sejarah panjang Amerika Serikat yang biasa disebut sebagai native American.

Native American telah lama hidup dan mendiami Amerika Serikat jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa pada tahun 1492.2 Sejak kedatangan Christopher Columbus, yang dipercaya banyak orang sebagai penemu benua Amerika, kehidupan penduduk asli Amerika atau native American mengalami perubahan besar. Pada tahun 1860 diperkirakan terdapat sekitar 300 suku Indian – sebuah sebutan bagi penduduk asli Amerika – yang hidup tersebar di seluruh wilayah Amerika Serikat. Suku Indian merupakan salah satu suku pribumi yang memiliki populasi terbesar di Amerika. Menurut berbagai perkiraan, jumlah mereka telah berkurang sebanyak setengah atau dua pertiga

1 United Nations Development Programme, Human Development Report 2013 (online), 2013,

<http://hdr.undp.org/sites/default/files/reports/14/hdr2013_en_complete.pdf>, diakses 6 Januari 2014.

(2)

sejak kedatangan kelompok White Anglo Saxon Protestant (WASP) yang pertama pada tahun 1620.3

Kedatangan bangsa Eropa ke Amerika dapat dikatakan telah membuat orang-orang native American menghadapi persoalan diskriminasi yang berkepanjangan hingga sekarang. Berbagai tindakan diskriminasi yang dilakukan terhadap native American tidak hanya bersumber dari sikap masyarakat kulit putih keturunan bangsa Eropa, namun juga terkadang berasal dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang merugikan. Telah banyak kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika Serikat terkait native American, namun kebijakan-kebijakan tersebut juga sering menghasilkan kontroversi. Pemerintah Amerika Serikat yang didominasi orang-orang kulit putih keturunan pendatang Eropa dinilai mempunyai maksud tertentu di balik kebijakan terhadap native American. Sebagai contoh adalah kebijakan Indian General Allotment Act yang pernah diberlakukan pada tahun 1887. Kebijakan ini menuai banyak kontroversi karena dianggap bertujuan untuk mengasimilasi secara paksa native American ke dalam budaya masyarakat kulit putih Amerika.4

Dalam situasi yang seperti ini, Barack Obama menjadi presiden ke-44 Amerika Serikat, presiden pertama yang berasal dari kelompok minoritas Afrika-Amerika. Obama berasal dari Partai Demokrat, yang selama ini dikenal sangat dekat dengan isu-isu kelompok minoritas. Terpilihnya Obama kemudian menimbulkan banyak pertanyaan, sekaligus harapan, terkait status kelompok minoritas dalam politik Amerika. Misalnya, apakah terpilihnya Obama sebagai presiden menandai berakhirnya diskriminasi dan prejudice terhadap masyarakat kulit hitam sebagaimana yang terjadi selama ini, dan akankah hal itu juga akan memberikan dampak positif bagi kehidupan para native American.5 Latar belakang Obama telah membuatnya dipercaya dan diprediksi dapat lebih mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat Amerika Serikat, termasuk kelompok minoritas, lebih khusus lagi native American.

3 D.A. Brown, Bury My Heart at Wounded Knee: An Indian History of the American West, Henry

Holt, New York, 1970, p. 9.

4 S.J. Gunn, ‘Indian General Allotment Act (Dawes Act) (1887)’, enotes (online),

<http://www.enotes.com/ indian-general-allotment-act-dawes-act-1887-reference/indian-general-allotment-act-dawes-act-1887>, diakses 26 Maret 2013.

5 M. Bai, ‘Is Obama the End of Black Politics?,’ The New York Times (online), 6 August 2008,

<http://www.nytimes.com/2008/08/10/magazine/10politics-t.html?pagewanted=all>, diakses 23 Maret 2013.

(3)

Pada Konvensi Nasional Demokrat di tahun 2004, Obama pernah menyatakan bahwa “There is not a black America and white America and Latino America and Asian America — there’s the United States of America.”6 Pernyataan ini menjadi salah satu titik awal pentingnya mengkaji bagaimana perkembangan politik Amerika saat ini dalam mengakomodasi hak-hak para native American. Jika sebelumnya diskriminasi terhadap native American merupakan sebuah isu klasik yang seolah tanpa penyelesaian, kini upaya Obama untuk mengakhiri diskriminasi terhadap kelompok ini menjadi isu penting dalam politik Amerika Serikat. Keberadaan Obama sendiri menjadi menarik mengingat perannya dalam menghidupkan kembali upaya penjaminan hak-hak native American yang selama ini cenderung kurang menjadi isu arus utama. Ia ingin membuktikan bahwa pemerintahannya akan menerapkan kebijakan-kebijakan yang akomodatif, dengan tetap menjaga tradisi serta identitas native American tanpa sedikit pun tujuan untuk menghapuskan identitas dan tradisi-tradisi yang mereka miliki.

Tujuan Obama berusaha diwujudkan dengan ditetapkannya Tribal Law and Order Act pada tahun 2010. Tribal Law and Order Act memberikan otoritas hukum yang lebih besar kepada native American. Tribal Law and Order Act merupakan langkah penting untuk membantu pemerintah federal dalam menjawab tantangan keamanan publik yang dihadapi native American dengan lebih baik. Kebijakan ini diharapkan mampu memperbaiki sistem peradilan hukum bagi para native American. Mengingat selama ini hak-hak native American khususnya hak untuk memperoleh keadilan hukum, perlindungan dan keamanan dirasa belum terpenuhi akibat buruknya sistem peradilan bagi native American. Sehingga pengesahan Tribal Law and Order Act oleh presiden Barack Obama dianggap sebagai salah satu upaya penting dalam menjamin hak-hak native American, dalam hal ini terkait hak-hak sipil bagi para penduduk asli.7

Di samping itu, keberadaan kelompok-kelompok kepentingan di Amerika Serikat juga turut mendorong pemerintah untuk dapat lebih mengakomodasi hak-hak para native

6 M. Marable & K. Clarke (eds.), Barack Obama and African American Empowerment, Palgrave

Macmillan, New York, 2009, p. 141.

7 Salah satu hak yang tergolong ke dalam hak sipil ialah hak untuk memperoleh perlindungan dari

diskriminasi yang berbasis ras, gender, orientasi seksual, warna kulit, kebangsaan, etnik, maupun agama. Di Amerika Serikat, native American kerap memperoleh diskriminasi yang didasarkan pada ras dan warna kulit mereka. Pelaksanaan hak sipil di Amerika Serikat merujuk kepada Civil Rights Act 1964. Referensi lebih lanjut dapat dibaca pada ‘Transcript of Civil Rights Act (1964)’, Ourdocuments.gov (online),

(4)

American. Menurut Thomas Ambrosio dalam buku Ethnic Identity Groups and United States Foreign Policy, terdapat sekitar tiga puluh kelompok kepentingan etnis yang paling dikenal di Amerika Serikat. Kelompok- kelompok kepentingan tersebut memiliki basis pergerakan yang berbeda dan mendukung penjaminan hak bagi etnis tertentu. Salah satu kelompok kepentingan yang cukup memberikan pengaruh signifikan dalam mendorong pemenuhan hak-hak native American oleh pemerintah AS adalah National Congress of American Indians (NCAI). Berdiri sejak tahun 1944, NCAI merupakan kelompok kepentingan native American tertua dan terbesar.8 NCAI juga terlibat dalam perumusan dan pelaksanaan Tribal Law and Order Act of 2010. Hal ini dibuktikan dengan dirilisnya Tribal Law & Order Resource Center sebagai laman yang memberikan informasi serta memantau implementasi Tribal Law and Order Act pada September 2010.9 Keberadaan NCAI dalam konteks ini menjadi penting bagi Tribal Law and Order Act of 2010.

Tribal Law and Order Act menjadi salah satu objek kajian yang menarik dalam politik Amerika saat ini. Penelitian akan dilakukan dengan tujuan untuk memperlihatkan aktor-aktor yang terlibat dan dinamika politik dibalik dikeluarkannya Tribal Law and Order Act untuk menjamin hak-hak para native American. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan mengenai politik dan pemerintahan Amerika Serikat, khususnya dalam konteks bagaimana sistem dan mekanisme yang dipakai oleh pemerintah dalam menjamin hak-hak para native American. Secara lebih luas, skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai perkembangan hak asasi manusia di Amerika Serikat.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis mengajukan dua buah pertanyaan penelitian, yaitu:

1) Siapa aktor yang berperan dalam mendorong dikeluarkannya Tribal Law and Order Act of 2010?

8 National Congress of American Indians, About NCAI (online), <http://www.ncai.org/about-ncai>,

diakses 6 Juni 2013.

9 National Congress of American Indians, NCAI Launches Tribal Law & Order Act Implementation

Website (online), 15 September 2010, <http://www.ncai.org/news/articles/2010/09/15/ncai-launches-tribal-law-order-act-implementation-website>, diakses 6 Juni 2013.

(5)

2) Bagaimana dinamika politik yang terjadi sehingga pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan Tribal Law and Order Act of 2010 untuk menjamin hak-hak native American?

1.3 Landasan Konseptual

Untuk menjawab pertanyaan penelitian, penulis akan melakukan kajian di level negara dengan menggunakan model pluralis dalam analisis kebijakan publik serta teori kelompok kepentingan dalam pembuatan kebijakan. Kedua landasan konseptual tersebut dipilih dengan berdasarkan kepada dua hal:

1. Model pluralis dalam analisis kebijakan publik digunakan untuk menjelaskan bahwa kebijakan publik yang dihasilkan di Amerika Serikat merupakan produk dari berlangsungnya suatu sistem yang demokratis dan pluralis. Setiap kebijakan publik, yang dalam penelitian ini penulis fokuskan pada kebijakan Tribal Law and Order Act, dikeluarkan setelah melalui proses yang tidak hanya melibatkan elit negara, tetapi juga aktor-aktor lainnya yang memiliki kepentingan.

2. Teori kelompok kepentingan dalam pembuatan kebijakan digunakan untuk menjelaskan keterlibatan aktor-aktor lainnya selain elit negara dalam proses pembuatan kebijakan publik. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan kepada keterlibatan kelompok kepentingan dalam dikeluarkannya Tribal Law and Order Act. NCAI penulis ambil sebagai salah satu contoh kelompok kepentingan yang sangat berperan dalam dikeluarkannya kebijakan ini.

Model pluralis dalam analisis kebijakan publik dan teori kelompok kepentingan dalam pembuatan kebijakan diharapkan mampu menjadi landasan berpikir yang dapat digunakan untuk melihat aktor-aktor yang terlibat dan dinamika politik dibalik dikeluarkannya kebijakan Tribal Law and Order Act. Aktor dan dinamika politik ini selanjutnya akan penulis lihat ke dalam dua aspek, yaitu aspek internal pemerintah yang akan penulis fokuskan pada Barack Obama selaku elit dan aspek eksternal yang akan difokuskan pada dorongan yang berasal dari NCAI.

(6)

Model pluralis dalam analisis kebijakan publik

Model pluralis merupakan salah satu model dalam studi kebijakan publik yang dapat digunakan untuk menjelaskan pembentukan kebijakan publik yang berlangsung di suatu negara dengan melihat peran subsistem-subsistem yang berada dalam sistem demokrasi.10 Di negara-negara berkembang, model elitis11 akan cukup memadai untuk menjelaskan proses politik yang berlangsung, namun ia akan sulit menjelaskan proses politik di negara yang mendasarkan diri pada sistem demokrasi, terlebih demokrasi pluralis seperti Amerika Serikat.

Negara dengan tingkat demokrasi yang tinggi dicirikan oleh, di antara hal lain, melemahnya dominasi elit dalam berbagai keputusan yang dibuat. Hal ini terjadi karena seluruh subsistem dan elemen yang ada turut berpartisipasi aktif dalam mendorong kebijakan yang dihasilkan. James Lester dan Joseph Stewart menjelaskan beberapa pandangan pluralis:

1) Kekuasaan merupakan atribut individu dalam hubungannya dengan individu-individu lain dalam proses pembuatan keputusan.

2) Hubungan-hubungan kekuasaan tidak perlu tetap berlangsung, namun mereka dibentuk lebih untuk keputusan-keputusan khusus. Setelah keputusan ini dibuat maka hubungan-hubungan kekuasaan tersebut tidak akan tampak; mereka akan digantikan oleh seperangkat hubungan kekuasaan yang berbeda ketika keputusan selanjutnya hendak dibuat.

3) Tidak ada pembedaan yang tetap di antara “elit” dan “massa”. Setiap individu dapat berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan dan tidak ada di antara mereka yang selalu dominan dalam setiap proses pembuatan kebijakan. Individu masuk dan keluar dalam partisipasinya sebagai pembuat keputusan yang digolongkan menjadi aktif atau tidak aktif dalam politik.

4) Kepemimpinan bersifat cair dan mempunyai mobilitas yang tinggi. Kekayaan merupakan salah satu dari sekian banyak aset politik yang tersedia.

10 B. Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus, CAPS, Yogyakarta, 2012, p. 49. 11 Model elitis cukup baik untuk menjelaskan pembentukan kebijakan publik yang berlangsung di

negara-negara Dunia Ketiga. Teori elit mengatakan bahwa semua lembaga politik dan lembaga-lembaga masyarakat lainnya tidak bisa dielakkan dari dominasi kelompok individu yang sangat kuat, yang disebut sebagai elit. Kebijakan publik dianggap sebagai produk elit, yang merefleksikan nilai-nilai mereka untuk penguatan kepentingan-kepentingan mereka. Referensi lebih lanjut dapat dibaca pada Winarno, p. 45.

(7)

5) Terdapat banyak pusat kekuasaan di antara komunitas. Tidak ada kelompok tunggal yang mendominasi pembuatan keputusan untuk semua masalah kebijakan.

6) Kompetisi dapat dianggap berada di antara pemimpin. Kebijakan publik lebih lanjut dipandang merefleksikan tawar-menawar atau kompromi yang dicapai di antara kompetisi pemimpin-pemimpin politik.12

Lester dan Stewart berusaha menjelaskan bahwa melalui model plural, seluruh aktor-aktor memiliki kedudukan yang hampir sama sehingga tidak ada aktor-aktor yang sangat mendominasi dalam proses pembuatan kebijakan publik. Semua aktor memiliki kedudukan yang setara; satu sama lain dapat saling mempengaruhi. Yang terjadi dalam hubungan antaraktor hanyalah hubungan kekuasaan di antara mereka. Dengan kata lain, kebijakan publik bukanlah produk dari elit tertentu saja, melainkan merupakan hasil akhir dari hubungan yang saling mempengaruhi di antara aktor-aktor yang terlibat.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model pluralis untuk menjelaskan bahwa pada dasarnya di negara demokratis seperti Amerika Serikat setiap aktor sangat mungkin untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan. Terkait TLOA, model pluralis menjelaskan bahwa dikeluarkannya kebijakan tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai aktor. Alasan pemerintah Amerika Serikat untuk mengesahkan kebijakan ini tidak hanya berasal dari internal pemerintah sendiri, namun terdapat pula dorongan-dorongan dari berbagai aktor, yang dalam penelitian ini penulis fokuskan pada Barack Obama dan kelompok kepentingan. Preferensi Barack Obama untuk mengesahkan kebijakan ini akan menjadi aspek internal pemerintah yang akan penulis analisis untuk melihat alasan dikeluarkannya kebijakan TLOA – termasuk cita-cita Obama untuk mewujudkan American Dream, yaitu terselenggaranya kebebasan, keadilan, kesetaraan dan demokrasi yang tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat kulit putih, melainkan juga seluruh native american.13

Dorongan berbagai pihak, khususnya kelompok kepentingan, terhadap Obama untuk mengesahkan kebijakan ini menunjukkan adanya nilai-nilai pluralis. Dorongan tersebut akan menjadi masukan eksternal bagi pemerintah Amerika untuk mengeluarkan

12 J.P. Lester & J. Stewart, Public Policy: An Evolutionary Approach, 2nd edn, Wadsworth, Belmont,

2000, pp. 55-56.

13 M. Marable & K. Clarke (eds.), Barack Obama and African American Empowerment, Palgrave

(8)

kebijakan Tribal Law and Order Act dalam rangka menjamin hak-hak native American. Ini menunjukkan bahwa dikeluarkannya kebijakan TLOA oleh pemerintah tidak hanya dipengaruhi oleh elit seperti Barack Obama, melainkan juga oleh subsistem-subsistem yang ada, termasuk kelompok kepentingan. Melalui model ini penulis akan memasukkan pembahasan mengenai peran kelompok kepentingan, secara lebih khusus NCAI, dalam mendorong pengesahan Tribal Law and Order Act.

Teori kelompok kepentingan dalam pembuatan kebijakan

Mohtar Mas’oed dan Colin MacAndrews dalam buku Perbandingan Sistem Politik menjelaskan bahwa kepentingan-kepentingan rakyat di dalam suatu negara bisa dipenuhi, tetapi juga bisa dikecewakan oleh tindakan-tindakan pemerintah. Oleh karena itu, warga negara sangat memperhatikan dan berkepentingan dengan keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemerintah. Mereka menyatakan atau mengartikulasikan kepentingan mereka kepada badan-badan politik dan pemerintah melalui kelompok-kelompok yang mereka bentuk bersama orang-orang lain yang memiliki kepentingan yang sama. Inilah yang menjadi dasar keberadaan kelompok kepentingan di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat.14

Teori mengenai aktivitas kelompok kepentingan terus mengalami perkembangan secara konstan.15 Secara garis besar, teori kelompok kepentingan percaya bahwa banyaknya kepentingan yang berbeda-beda akan menghasilkan kompetisi untuk mengendalikan pemerintah, dan konflik kepentingan akan dapat mengimbangi satu sama lain untuk menghasilkan pemerintahan yang baik.16 Peran kelompok kepentingan yang bergerak dalam isu-isu tertentu sangat mempengaruhi persepsi masyarakat dan aktor pembuat kebijakan dalam proses perumusan kebijakan. Di dalam isu perlindungan etnik minoritas dan anti-diskriminasi, peran kelompok kepentingan sangat besar dalam merekomendasikan, bahkan sebagai “peniup peluit” dalam mengawasi jalannya perumusan dan implementasi kebijakan publik.

14 M. Mas’oed & C. MacAndrews (eds), Perbandingan Sistem Politik, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, 2001, p. 53.

15 R.A. Hays, Who speaks for the poor?, Routledge, New York, 2001, p. 19. 16 University of Toledo, Interest Group and Elite Theories (online), 1 March 2012,

(9)

Theodore Lowi dalam bukunya yang berjudul The End of Liberalism: The Second Republic of the United States, menjelaskan bahwa model subgovernment merupakan pola dominan dari perkembangan kelompok kepentingan dalam politik Amerika Serikat. Model subgoverment dapat dilihat dari keberadaan kelompok kepentingan yang kuat, yang mengembangkan hubungan yang erat dengan anggota kongres maupun lembaga-lembaga pemerintahan lain, dalam rangka mengendalikan program-program yang dikeluarkan.17

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori kelompok kepentingan dalam pembuatan kebijakan untuk menggambarkan keterlibatan NCAI dalam mendorong dikeluarkannya Tribal Law and Order Act. Dorongan NCAI kepada pemerintah Amerika Serikat merupakan salah satu alasan eksternal dikeluarkannya TLOA. Model subgovernment juga merupakan model yang penulis anggap sesuai dengan posisi NCAI dalam politik dan pemerintahan Amerika Serikat. Bentuk kontribusi NCAI dalam mendorong dikeluarkannya Tribal Law and Order Act akan menjadi poin penting yang akan dianalisis secara lebih lanjut oleh penulis sesuai dengan model pluralis dalam pembuatan kebijakan di Amerika Serikat.

1.4 Hipotesis

Perumusan Tribal Law and Order Act sekaligus penetapannya oleh Presiden Barack Obama pada tanggal 29 Juli 2010 merupakan produk dari partisipasi berbagai pihak. Dikeluarkannya TLOA oleh pemerintah Amerika dikarenakan adanya dua aspek yang selalu berjalan dalam sistem demokratis pluralis, yaitu internal pemerintah (elit) dan eksternal (aktor-aktor lain seperti kelompok kepentingan – dalam hal ini NCAI). Latar belakang Obama dan cita-citanya untuk mempersatukan native American bersama dengan anggota masyarakat lainnya sebagai wujud “American Dream” juga berpengaruh terhadap ditetapkannya Tribal Law and Order Act of 2010.

17 R.C. Grady, ‘Juridical Democracy & Democratic Values: An Evaluation of Lowi's Alternative to

(10)

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan terdiri dari lima bab. Setelah Bab Pertama ini, di Bab Kedua penulis akan mendeskripsikan sejarah native American dan bentuk-bentuk kebijakan yang pernah dibuat pemerintah Amerika Serikat untuk mengakomodasi mereka. Pada Bab Ketiga skripsi ini akan menunjukkan apa itu Tribal Law and Order Act of 2010 secara lebih terinci.

Penulis akan menjawab pertanyaan penelitian terkait aktor dan dinamika politik dibalik dikeluarkannya Tribal Law and Order Act of 2010 untuk menjamin hak-hak para native American di Bab Keempat. Di sini penulis akan menggunakan model pluralis dalam analisis kebijakan publik dan teori kelompok kepentingan dalam pembuatan kebijakan untuk menganalisis fakta-fakta guna menjawab pertanyaan penelitian tersebut. Latar belakang Barack Obama dan cita-citanya untuk mewujudkan American Dream serta dorongan dari National Congress of American Indians (NCAI) menjadi poin utama yang akan dibahas pada bab ini. Skripsi akan ditutup dengan Bab Kelima yang berisikan kesimpulan dan inferens yang dapat ditarik dari temuan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

reduksi dan oksidasi (redoks) unity of sciences dengan kualitas yang baik berdasarkan hasil validasi dari para ahli dan keterbacaan, sehingga dapat mendukung peserta

Nilai budaya dalam leksikon erpangir ku lau tradisi suku Karo mengandung nilai-nilai budaya yaitu (1) nilai keharmonisan dan kedamaian, (2) nilai kesejahteraan, (3)

Apabila melihat dari jumlah stator dan rotor yang digunakan untuk meningkatkan daya keluaran pada generator, generator fluks aksial dapat dibedakan menjadi

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar hs-CRP lebih tinggi pada remaja dengan obesitas dibandingkan IMT normal, kadar hs-CRP lebih tinggi pada

Batasan dalam penelitian ini adalah membangun arsitektur pengukuran kemiripan dokumen berbahasa Indonesia dengan menggunakan faktor sinonim.. Aplikasi yang dibangun

hasil belajar matematika siswa antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran CORE berbantuan media manipulatif dengan kelompok siswa yang mengikuti

Hal yang menarik dalam perkembangan Islam moderen adalah faktor-faktor yang membuat orang tertarik untuk menganut Islam itu sendiri.. Mereka menganut Islam bukan

Bapak dan Ibu Dosen beserta seluruh civitas Akademika STIE Perbanas Surabaya yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bantuan penulis selama perkuliahan.