• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA MEDIA UNTUK PERBANYAKAN AGENS HAYATI Gliocladium sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA MEDIA UNTUK PERBANYAKAN AGENS HAYATI Gliocladium sp."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN: 2087-7706

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA MEDIA UNTUK PERBANYAKAN AGENS

HAYATI Gliocladium sp.

The Effectivity Test of Propogation Media for Biological Agent

Gliocladium sp.

GUSNAWATY H.S *), MUHAMMAD TAUFIK, EDI WAHYUDIN Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari

ABSTRACT

This research was carried out in the Laboratory of Pests and Disease, Agricultural Faculty of Haluoleo University, from October to December 2012. This research was arranged in A Completely Randomized Design (CRD), with 7 treatments, namely: Gliocladium sp. in sago waste (a), Gliocladium sp. in cashew seed wastes (b), gliocladium sp. in saw dust waste (c), Gliocladium sp. in corn medium (d), Gliocladium sp. in bran medium (e), Gliocladium sp. in rice medium (f) and gliocladium sp. in rice husk waste (g). The research results showed that media used had different effectiveness. The most effective medium for Gliocladium sp. Propagation was rice bran medium, based on Gliocladium sp.

growth (100%), and the number of Gliocladium sp. conidium ( 2,0 x105/g). Keywords: effectiveness, Gliocladium sp., medium, propagation

1

PENDAHULUAN

Cendawan Gliocladium sp. adalah salah satu agens hayati yang telah banyak dimanfaatkan untuk mengendalikan berbagai patogen yang menginfeksi berbagai tanaman budidaya. Sebagai agens hayati, Gliocladium sp. dapat tumbuh sebagai saprofit ketika tidak ada tanaman inangnya, sehingga keberadaannya di alam relatif lebih lama sehingga potensial untuk digunakan sebagai agens hayati untuk mengendalikan patogen di lapangan.

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa pengunaan Gliocladium sp. terbukti mampu menekan kejadian penyakit pada berbagai tanaman budidaya seperti layu akar pada tanaman tomat, penyebab hawar

Sclerotium roflsi pada tanaman kacang tanah

dan Cylindrocladium sp. penyebab penyakit lodoh pada persemaian tanaman hutan.

*) Alamat Korespondensi:

E-mail: gusna_hs@yahoo.co.id

Menurut Yuliawati (2002) kemampuan

Gliocladium sp. sebagai agens hayati adalah

dengan menurunkan jumlah dan aktivitas patogen tanah melalui mekanisme kompetisi ruang, parasitisme, antibiosis dan induksi ketahanan. Gliocladium sp. juga dapat menghasilkan senyawa metabolit seperti gliotoksin, viridin dan paraquinon yang bersifat fungitoksik terhadap patogen. Gliotoksin dapat menghambat cendawan dan bakteri, sedangkan viridin dapat menghambat cendawan.

Potensi Gliocladium sp. sebagai agens hayati sangat menjanjikan khususnya di tingkat petani masih sangat terbatas. Hal ini dimungkinkan oleh ketersediaan Gliocladium sp. yang masih

sulit untuk diperoleh petani karena

keterbatasan pengetahuan dan biaya untuk aplikasi di lapangan. Kebutuhan Gliocladium sp. yang besar, maka diperlukan cara untuk

memperbanyak Gliocladium sp. agar

penggunaannya lebih efektif, efisien dan terjangkau oleh petani. Oleh karena itu, saat ini

(2)

memperbanyak Gliocladium sp. yang lebih

mudah dan murah, misalnya dengan

memanfaatkan limbah-limbah pertanian seperti limbah ampas sagu, limbah ampas kulit biji mete, limbah serbuk gergaji, dedak dan limbah sekam padi.

Berdasarkan penelitian Lubis dan Tukimin (2008) subtrat yang baik untuk pertumbuhan

Gliocladium sp. ada tiga macam yaitu dedak

campuran serbuk gergaji, dedak campuran lamtoro dan dedak campuran jerami. Akan tetapi, berdasarkan pertimbangan ekonomi maka dedak campuran serbuk gergaji merupakan media terbaik untuk pembiakan massal Gliocladium sp. Menurut Widyastuti et

al. (2001) media perbanyakan dan formulasinya

sangat mempengaruhi aktivitas pertumbuhan dari cendawan.

Berdasarkan konsep tersebut, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian untuk melihat efektivitas berbagai media dari limbah pertanian untuk dijadikan sebagai media perbanyakan Gliocladium sp.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2012 di Laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo.

Bahan Penelitian. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan murni cendawan Gliocladium sp., aquades, agar-agar, alkohol 70%, media PDA (Potato Dextrosa

Agar), beras, jagung, dedak dan limbah ampas

kulit biji mete. Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, autoklaf, gelas kimia, erlemeyer, laminar air flow, gelas ukur, botol schott, cawan petri, botol selai, lampu bunsen, kantung plastik tahan panas, jarum ose, haemocytometer, kamera dan alat tulis menulis. Rancangan Penelitian. Penelitan ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 7 perlakuan yaitu:

Gliocladium sp. pada media limbah sagu (A), Gliocladium sp. pada media limbah mete (B), Gliocladium sp. pada media limbah serbuk

gergaji (C), Gliocladium sp. pada media jagung (D), Gliocladium sp. pada media dedak (E), dan

Gliocladium sp. pada media beras (F), dan Gliocladium pada media limbah sekam padi (G).

Inokulum cendawan Gliocladium sp.

diperoleh dari Laboratorium BPTPH Sulawesi Tenggara, kemudian ditumbuhkan kembali pada media Potato Dextrosa Agar (PDA).

Pembuatan Media Perbanyakan.

Pembuatan media jagung dan beras dilakukan dengan cara masing-masing media direndam selama 24 jam. Setelah itu, dicuci dan dikukus sampai lunak. Untuk media dedak, sekam padi, limbah ampas kilit biji mete dan serbuk gergaji direndam selama 24 jam kemudian diperas sampai kandungan air media dalam kondisi kapasitas lapang, sedangkan media ampas sagu dikering anginkan. Selanjutnya, masing-masing media ditimbang sebanyak 30 g dan dimasukkan ke botol schoot (botol selai) dan ditutup dengan aluminium foil, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 OC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit dan siap untuk digunakan sebagai media perbanyakan. Media tumbuh yang telah disiapkan selanjutnya diinokulasi dengan cendawan Gliocladium sp. yang telah ditumbuhkan dengan media PDA.

Gliocladium sp. yang telah siap diinokulasi ke

media, dengan diameter 1 cm. Media yang telah diinokulasi selanjutnya diinkubasi dan siap untuk diamati.

Variabel Pengamatan. Pengamatan

dilakukan setiap hari setelah inokulasi

Gliocladium sp. pada setiap media. Pengamatan

dilakukan sampai salah satu dari media tersebut ditumbuhi atau dipenuhi oleh

Gliocladium sp. Adapun variabel pengamatan

meliputi:

1. Waktu yang diperlukan Gliocladium sp.

untuk memperbanyak diri pada setiap media, yaitu waktu sejak inokulasi

Gliocladium sp. pada media sampai Gliocladium sp. mulai memperbanyak diri. 2. Pertumbuhan Gliocladium sp. pada media

perbanyakan didasarkan pada persentase luas daerah media yang ditumbuhi

Gliocladium sp. dilihat secara visual.

3. Selisih bobot media sebelum dan sesudah

inokulasi Gliocladium sp. Pada masing-masing media. Dihitung berdasarkan berat media sebelum inokulasi Gliocladium sp.

(3)

Dikurangi dengan bobot media setelah

Gliocladium sp. memperbanyak diri.

4. Jumlah spora atau konidia yang dihasilkan Gliocladium sp. pada setiap media yang

dicobakan dengan menggunakan haemocytometer, berdasarkan rumus menurut Sudibyo (1994): 10 x 0,25 n x d t x K 6 Keterangan:

K= jumlah spora/mL pelarut, t= jumlah spora dalam semua kotak contoh, d = faktor pengenceran, n = jumlah semua kotak contoh yang dihitung, 0,25= faktor koreksi.

Data penelitian dianalisis dengan

menggunakan sidik ragam (uji F). Apabila diantara perlakuan bepengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Periode Inkubasi. Rata-rata periode

inkubasi pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata periode inkubasi Gliocladium sp. pada semua media perbanyakan adalah 2 HSI.

Tabel 1. Rata-rata periode inkubasi Gliocladium sp. pada berbagai media perbanyakan (hari)

Perlakuan media Rata-rata periode inkubasi (hari)

Gliocladium pada limbah sagu (A) 2

Gliocladium pada limbah mete (B) 2

Gliocladium pada Limbah serbuk gergaji (C) 2

Gliocladium pada jagung (D) 2

Gliocladium pada dedak (E) 2

Gliocladium pada beras (F) 2

Gliocladium pada limbah sekam padi (G) 2

Persentase pertumbuhan Gliocladium sp.

(%). Rata-rata persentase pertumbuhan- Gliocladium perbanyakan seperti pada Tabel 2. sp. pada berbagai media

Tabel 2. Rata-rata persentase pertumbuhan Gliocladium sp. pada berbagai media perbanyakan dengan berbagai waktu pengamatan

Perlakuan media Hari setelah inkubasi (HSI) (%)

2 3 4 5 6 7

Limbah sagu (A) 25a 68,75ab 91,25ab 97,5a 97,5a 100a Limbah kulit mete (B) 6,25c 10d 15d 37,5c 37,5b 52,25b Serbuk gergaji C 6,25c 43,75c 92,5ab 100a 100a 100a

Jagung (D) 25a 50bc 75b 100a 100a 100a

Dedak (E) 10b 87,50a 100a 100a 100a 100a

Beras (F) 5c 10d 43,75c 71,25b 95a 100a

Limbah sekam padi (G) 25a 68,75a 97,5ab 100a 100a 100a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

pada taraf kepercayaan 95%

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 2, pertumbuhan Gliocladium sp. pada 2-4 hari setelah inokulasi (HSI) setiap perlakuan berbeda-beda, namun memasuki 5-7 HSI

memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata kecuali pada limbah kulit mete memperlihatkan perbedaan yang nyata. Pada pengamatan 2 hari setelah inokulasi terlihat bahwa media limbah

(4)

sagu dan media jagung adalah media yang paling banyak ditumbuhi Gliocladium sp. kemudian media dedak, serbuk gergaji, media limbah kulit mete dan media beras. Secara umum fenomena ini terjadi sampai 4 hari

setelah inokulasi, namun selanjutnya semua media tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata pada 5-7 hari setelah inokulasi, kecuali pada media limbah kulit mete.

Tabel 3. Rata-rata selisih berat media sebelum dan setelah inokulasi/inkubasi masing-masing media perbanyakan Gliocladium sp. sebelum dan sesudah inokulasi

Perlakuan media Berat sebelum

inokulasi Berat setelah inokulasi Selisih Rata-rata

Limbah sagu (A) 954,95 952,59 2,36 0,59b

Limbah kulit mete (B) 1001,82 998,74 3,08 0,77b

Serbuk gergaji (C) 988,05 984,17 3,88 0,97b

Jagung (D) 1011,87 1007,47 4,4 1,1b

Dedak (E) 1007,22 996,24 10,98 2,745a

Beras (F) 968,06 964,19 3,87 0,9675b

Sekam padi (G) 995,29 991,27 4,02 1,005b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 %.

Selisih bobot media perbanyakan

Gliocladium sp. Rata-rata selisih bobot media

sebelum dan setelah inokulasi Gliocladium sp. disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 3 terlihat bahwa terdapat selisih bobot yang terjadi antara bobot awal media sebelum inokulasi dengan bobot media setelah inokuasi/inkubasi Gliocladium sp. pada setiap media perbanyakan. Selisih tersebut

menunjukkan adanya pengurangan bobot media setelah inokulasi Gliocladium sp. Penurunan bobot tertinggi terjadi pada media dedak yaitu 2,74 g, sedangkan yang terendah terdapat pada media limbah sagu yaitu 0,59 g.

Jumlah konidia Gliocladium sp. Rata-rata jumlah konidia Gliocladium sp. pada berbagai media perbanyakan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah konidia Gliocladium sp. pada berbagai media perbanyakan

Perlakuan media Rata-rata jumlah konidia. (per g media)

Limbah sagu (A) 4,4375 x 104 c

Limbah kulit mete (B) 1,4625 x 104 d

Serbuk gergaji (C) 4,375x103 e

Jagung (D) 1,30250 x 105 ab

Dedak (E) 2,00625 105 a

Beras (F) 3,9875 x 104 c

Limbah sekam padi (G) 5,7125 x 104 bc

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 %

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 4 terlihat bahwa jumlah konidia Gliocladium sp. pada media dedak (E) menunjukkan jumlah konidia tertinggi yaitu 2,00625.105/g media, berbeda nyata dengan media lainnya, namun pada media limbah sagu (A), media beras (F) dan media limbah sekam padi (G) tidak berbeda nyata. Sementara itu, jumlah konidia pada

media serbuk gergaji nampaknya tidak mampu mendukung pertumbuhan konidia pada media tersebut karena jumlah konidia yang terbentuk hanya mencapai 4.375.103/g. Media serbuk gergaji merupakan perlakuan paling rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan lain.

Cendawan Gliocladium sp. merupakan salah satu mikroorganisme yang mampu menekan

(5)

pertumbuhan patogen tular tanah sekaligus mampu berperan sebagai pengurai bahan organik bagi tanaman. Cendawan ini dapat hidup sebagai saprofit maupun parasit pada cendawan lain, sehingga mampu berkompetisi baik ruang maupun nutrisi dalam tanah. Keberadaan cendawan ini sangat dipengaruhi oleh ketersedian nutrisi dan faktor lain yang mendukung pertumbuhannya.

Berdasarkan pengamatan pada periode inkubasi Gliocladium sp., kemampuan tumbuh tidak berbeda pada semua media dengan pertumbuhan cendawan rata-rata 2 hari setelah inkubasi (Tabel 1). Cendawan Gliocladium sp. akan tumbuh bila terjadi kontak pada media biakan yang diberikan karena adanya nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh cendawan

Gliocladium sp. untuk menghasilkan enzim

selulase yang berperan dalam menguraikan selulosa (Gandjar, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan Gliocladium sp. untuk tumbuh tidak berbeda nyata pada semua media perbanyakan dan masing-masing media yang digunakan dapat dijadikan alternatif untuk pertumbuhan dan perbanyakan Gliocladium sp. Pada pengamatan persentase pertumbuhan

Gliocladium sp. terjadi perbedaan yang

signifikan pada setiap perlakuan. Terlihat bahwa pada media dedak pada pengamatan hari ke-4 setelah inokulasi Gliocladium sp. sudah mencapai 100%. Hal tersebut diduga karena kandungan nutrisi pada media dedak lebih kompleks untuk kebutuhan Gliocladium sp. Cendawan ini juga mampu menghasilkan enzim selulase yang dapat mendegradasi selulosa sehingga mempercepat asupan nutrisi bagi pertumbuhan cendawan dan mempercepat ketersediaan hara. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Marh (2005) bahwa cendawan

Gliocladium sp. mampu untuk memproduksi

enzim seperti enzim selulotik yaitu eksoglikonase dan endoglikonase sehingga mampu berperan dalam hidrolisis selulosa. Pada media serbuk gergaji, jagung, sekam padi, sagu dan beras menunjukkan kemampuan tumbuh 100% pada hari ke-5, 6 dan 7 setelah inokulasi. Persentase pertumbuhan terendah terdapat pada media limbah kulit mete dimana sampai pada hari ke-7 setelah inokulasi hanya mampu menunjukkan kemampuan tumbuh

52%. Terhambatnya pertumbuhan Gliocladium sp. pada media limbah kulit mete tersebut diduga karena kandungan nutrisi media yang rendah dan kemungkinan masih terdapatnya sisa-sisa kandungan senyawa CNSL berupa, yakni asam anakardat yang mirip dengan asam salisilat yang bersifat menghambat pertumbuhan hifa cendawan sehingga kemampuan tumbuh menjadi lebih rendah.

Pada pengamatan selisih bobot media perbanyakan sebelum dan setelah inokulasi

Gliocladium sp. menunjukkan bahwa media

yang memiliki selisih tertinggi adalah media dedak yaitu 2,745 g, yang berbeda nyata dengan semua perlakuan media lainnya. Hal ini diduga karena kandungan nutrisi pada media dedak lebih tersedia dan media dedak lebih mudah untuk dirombak oleh cendawan Gliocladium sp.

Penurunan bobot media setelah inokulasi

Gliocladium sp. terjadi karena kemampuan cendawan dalam memanfaatkan bahan media biakan tidak dapat meningkatkan bobot/massa, tetapi dapat meningkatkan serat kasar yang dihasilkan dari miselium cendawan (Hilakore, 2008). Selain itu, aktivitas cendawan juga menyebabkan berkurangnya kadar air akibat pemanfaatan dalam mendekomposisi media perbanyakan sebagai sumber makanan (Syair dan Abdeli, 2005). Oleh karena itu, besarnya bobot suatu media sebelum dan setelah inokulasi cendawan Gliocladium sp. sebagai pengurai/pendekomposer semakin tinggi.

Pada pengamatan jumlah konidia

Gliocladium sp. yang terbentuk pada setiap

media menunjukkan bahwa jumlah konidia

Gliocladium sp. terbanyak terdapat pada media

dedak dengan jumlah konidia 2,00625.105/g yang berbeda nyata dengan media lainnya, sedangkan jumlah konidia pada media limbah sekam padi, limbah sagu dan beras tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan media serbuk gergaji dan limbah kulit mete.

Oleh karena itu, dalam perbanyakan

Gliocladium sp. jika ditujukan untuk menghasilkan konidia Gliocladium sp. yang lebih banyak, maka beras dan jagung dapat digantikan dengan media dedak, sekam padi atau limbah sagu yang nilai ekonominya lebih murah tetapi mampu mendukung terbentuknya konidia atau sporulasi Gliocladium sp. yang

(6)

sama jika menggunakan media beras dan jagung. Perbedaan jumlah konidia Gliocladium

sp. yang terbentuk pada setiap media diduga erat kaitannya dengan kandungan nutrisi dari setiap media. Tinggi rendahnya jumlah konidia pada setiap media diduga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan selulosa pada media sebagai sumber makanan sehingga proses sporulasi lebih cepat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Siu (1951) dalam Pugh dan Dickinson (1965) bahwa Gliocladium sp. memiliki kemampuan tumbuh pada media yang mengandung selulosa sehingga mampu menghasilkan banyak enzim selulase. Sementara itu, menurut Nila (2008) cendawan membutuhkan selulosa untuk menyediakan energi guna meningkatkan pertumbuhannya. Menurut hasil penelitian Santiaji dan Gusnawaty (2007) bahwa kandungan nutrisi dedak sangat cocok untuk proses sporulasi cendawan Gliocladium sp. dan

prosess sporulasi yang tinggi akan

menghasilkan jumlah konidia yang lebih banyak, sedangkan proses sporulasi Gliocladium sp. rendah akan menghasilkan jumlah konidia lebih sedikit. Menurut Houston and Kohler

(1982) dedak mengandung karbohidrat

sebanyak 39%, dedak merupakan sumber karbohidrat, karbon dan nitrogen yang

berperan meningkatkan nutrisi dan

meningkatkan kesuburan media tanam.

Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa media dedak adalah media yang paling efektif untuk digunakan sebagai media perbanyakan Gliocladium sp. karena pada setiap variabel pengamatan menunjukkan kemampuan Gliocladium sp. untuk tumbuh dan berkembang yang lebih baik dibandingkan pada media tumbuh lainnya. Oleh karenanya, media beras dan jagung yang umumnya digunakan untuk perbanyakan Gliocladium sp. dapat digantikan dengan media dedak yang nilai ekonominya lebih murah dan terjangkau serta hasilnya sama jika menggunakan media beras dan jagung.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan

pembahasan, dapat disimpulkan bahwa media yang digunakan untuk perbanyakan Gliocladium

sp. memiliki efektivitas yang berbeda-beda. Media yang paling efektif untuk perbanyakan

Gliocladium sp. adalah media dedak berdasarkan pertumbuhan Gliocladium sp. (100%), selisih berat media (2,475 g) dan jumlah konidia Gliocladium sp.( 2,00625.105/g)

yang terbentuk.

DAFTAR PUSTAKA

Gandjar, I., 2006. Mikrobiologi Dasar dan Terapan Yayasan Obor Indonesia.Jakarta. Hilakore, I., 2008. Peningkatan Kualitas Nutrisi

Putak melalui Fermentasi Campuran Trichoderma reesai dan Aspergillius niger sebagai Pakan, Ruminansia. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Pertanian. Bogor. (Tesis)

Houston, D.F. and G.O Kohler, 1982. Nutritional Propertes Of Rice. National Academy Of Science Washington DC.

Lubis, Z. dan L. Tukimin, 2008. Kajian Komparasi Keanekaragaman Jamur di rizosfer tanaman pisang (Musa paradisiacal var. Barangan), Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah. Jurnal Ilmiah

Pendidikan Tinggi, Vol. 1 No. 2 Agustus 2008.

Marh, S. 2005. Gliocladium virens. Know Your Friends Vol. V No. 9, University Of Wicon-Madison.(online) http://Entomology. Wisc. Edu/mben/hyf509.html. Diakses 14 April 2006.

Nila, F.W. 2008. Kemampuan Bakteri Acetobacter–Xylinum Mengubah Selulosa Sebagai Bahan Kertas. Tesis. TIP–FTP . Universitas Brawijaya Malang.

Pugh, G. J. I. and C. H. Dickinson. 1965. Studies on fungi in costal soils. Trans. Br..Mycol. soc. 48(2): 279-285.

Santiaji, B. dan H.S. Gusnawaty. 2007. Potensi Ampas Sagu sebagai Media Perbanyakkan Jamur Agensia Biokontrol untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah. Jurnal

Agriplus 17:20-25.

Sudibyo, D. 1994. Petunjuk Praktis Cara Menghitung Jumlah, Kerapatan dan Viabilitas Spora Jamur. Laboratorium Utama Pengendalian Hayati. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur.

(7)

Syahrir dan M. Abdeli. 2005. Analisis Kandungan Zat-Zat Makanan Kulit Buah Kakap yang difermentasikan dengan

Trichoderma sp. sebagai Pakan Ternak

Ruminansiah. J. Agrisains, 6(3):157-165. Widyastuti, S.M., Sumardi, dan P. Sumantoro.

2001. Efektivitas Gliocladium spp sebagai Pengendali Hayati Terhadap Tiga Patogen Tular Tanah pada Beberapa Jenis Tanaman Kehutanan. Perlindungan Tanaman Indonesia 7 (2): 98-107.

Yuliawati, 2002. Pengaruh Zeolit, Vermikompos, Inokulan Endomikoriza dan Gliocladium sp Pada Pertumbuhan Tomat (Lycopersicum

esculentum mill.) Skripsi Jurusan Tanah,

Gambar

Tabel 2.   Rata-rata  persentase  pertumbuhan  Gliocladium  sp.  pada  berbagai  media  perbanyakan  dengan  berbagai waktu pengamatan
Tabel 3.   Rata-rata  selisih  berat  media  sebelum  dan  setelah  inokulasi/inkubasi  masing-masing  media  perbanyakan Gliocladium sp

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana mendapatkan keputusan yang optimal dari beberapa alternatif solusi pemasangan booster kompresor

Oleh itu, kaji selidik keatas pelajar dilakukan bagi mendapat ulasan mengenai keberkesanan pembelajaran secara perkuliahan yang mana penerapan elemen SCL adalah

konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh. 2) Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi kualitas tanah baik secara vertikal maupun spasial horizontal agar pengelolaan tanah di tambak Kabupaten Probolinggo dapat

Menghitung nilai kondisi kerusakan permukaan jalan pada tiap ruas jalan yang direncanakan menggunakan penilaian kerusakan jalan menurut Indrasurya dan P. Hasil dari

This evening is also often used for young men looking at their candidates (looking for girlfriends), and (3) the shift in the tradition after the marriage

Green Architecture dipilih sebagai tema konsep perencanaan rest area ini berbasis pada konsep yang memberikan nuansa atau sebuah keadaan yang nyaman dan sejuk pada

Akan tetapi kecenderungan untuk kelimpahan, jumlah spesies, dan keanekaragaman spesies laba-laba penghuni permukaan tanah dan tajuk memiliki kemiripan, yaitu pada umur