• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah

Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan meliputi penampakan, bau, rasa, tekstur dan pengamatan visual (lendir).

4.1.1 Penampakan

Penampakan merupakan keadaan keseluruhan yang dilihat secara visual melalui indera penglihatan yang meliputi bentuk dan warna yang dapat menyebabkan ketertarikan panelis terhadap suatu produk. Dalam menilai produk komoditi pangan, cara yang masih dipakai adalah dengan menggunakan indera penglihatan. Hasil uji organoleptik terhadap parameter penampakan bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.

80%CO2 + 20% N2

50%CO2+ 50% N2

30%CO2+ 70% N2

Udara Biasa Vakum 

Keterangan: Huruf a adalah hasil uji lanjut terhadap komposisi gas yang berbeda. Huruf m-n adalah hasil uji lanjut terhadap lama penyimpanan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.

Gambar 3 Hasil penilaian parameter penampakan bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan.

(2)

Secara umum nilai rata-rata uji terhadap penampakan bakso ikan nila merah cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Parameter penampakan bakso ikan nila merah dengan konsentrasi gas yang berbeda-beda dan lama penyimpanan memiliki nilai rata-rata yang berkisar antara 5,2 sampai dengan 8,0. Nilai rata-rata bakso ikan nila merah pada awal penyimpanan (jam 0) adalah sama yaitu 8,0 dan merupakan nilai kenampakan tertinggi. Hal ini dikarenakan pengujian dimulai sebelum produk mengalami penyimpanan. Pada skor 8-9, bakso ikan nila merah memiliki spesifikasi penampakan yang bulat beraturan, seragam, tidak berongga hingga sedikit berongga dan warna putih susu sampai putih krem. Nilai rata-rata penampakan bakso ikan nila merah terendah terdapat pada penyimpanan dengan udara biasa (kontrol) selama penyimpanan 48 jam yaitu 5,2. Hal ini dapat disebabkan karena bakso ikan nila merah telah mengalami kemunduran mutu. Pada akhir penyimpanan, nilai parameter penampakan bakso ikan nila merah yang dikemas dalam 80% CO2+20% N2

memiliki nilai tertinggi yaitu 6,5.

Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11a) menunjukkan komposisi gas yang berbeda tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penampakan bakso ikan nila merah. Sedangkan lama penyimpanan (Lampiran 11b) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan bakso ikan nila merah. Produk atau bahan makanan yang mengalami penyimpanan mengakibatkan penurunan mutu, baik dari segi fisik maupun kimiawinya (Ketaren 1986). Berdasarkan uji lanjut Multiple Comparison (Lampiran 11c) diketahui bahwa penampakan bakso ikan nila merah yang dikemas pada lama penyimpanan jam ke-0 dan jam ke-12 berbeda nyata dengan lama simpan jam ke-24, jam ke-36 dan jam ke-48.

4.1.2 Bau (aroma)

Bau atau aroma dalam banyak hal menentukan enak atau tidaknya makanan, bahkan aroma atau bau-bauan lebih kompleks daripada cicip atau rasa, dan kepekaan indera pembauan lebih tinggi daripada indera pencicipan. Industri pangan bahkan menganggap sangat penting terhadap uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil apakah produk disukai atau tidak (Soekarto 1985).

(3)

Hasil uji organoleptik terhadap parameter aroma bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.

80%CO2 + 20% N2

50%CO2+ 50% N2

30%CO2+ 70% N2

Udara Biasa Vakum 

Keterangan: Huruf a-c adalah hasil uji lanjut terhadap komposisi gas yang berbeda. Huruf m-q adalah hasil uji lanjut terhadap lama penyimpanan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.

Gambar 4 Hasil penilaian parameter bau bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan.

Hasil penilaian rata-rata panelis terhadap parameter aroma bakso ikan yang dikemas berkisar antara 2,2 sampai dengan 9,0. Nilai aroma tertinggi dari bakso ikan yang diuji dicapai oleh bakso ikan nila merah pada awal penyimpanan yaitu 9,0. Sedangkan nilai terendah dicapai oleh bakso ikan yang kemas dalam udara biasa selama penyimpanan 48 jam yaitu 2,2. Pada akhir penyimpanan, nilai parameter aroma bakso ikan nila merah yang masih layak (diatas 5) adalah bakso ikan nila merah yang dikemas dalam 80% CO2+20% N2.

Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa komposisi gas yang berbeda (Lampiran 12a) dan lama penyimpanan (Lampiran 12b) berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis dalam menilai aroma bakso ikan nila merah. Berdasarkan uji lanjut Multiple comparisons (Lampiran 12c) terhadap komposisi gas menunjukkan bahwa aroma bakso ikan nila merah yang dikemas dalam udara biasa berbeda nyata dengan bakso yang dikemas vakum, gas 30% CO2+70% N2, gas 50% CO2+50% N2 dan gas 80% CO2+20% N2. Sedangkan

(4)

dengan bakso ikan nila merah yang dikemas dalam gas 80% CO2+20% N2 tetapi

tidak menunjukkan berbeda nyata dengan bakso yang dikemas dalam gas 30% CO2+70% N2 dan gas 50% CO2+50% N2.

Uji lanjut terhadap lama penyimpanan (Lampiran 12d) menunjukkan bahwa aroma bakso ikan nila merah pada jam 0 berbeda nyata dengan jam ke-12, 24, 36 dan 48. Begitu pula pada waktu terakhir penyimpanan (jam ke-48) berbeda nyata dengan jam ke-0, 12, 24, dan 36. Pada jam ke-24 bakso ikan nila merah yang dikemas dalam udara biasa mempunyai bau agak amis dan tengik, dimana penerimaan terhadap produk sudah tidak layak lagi. Bakso ikan nila merah yang dikemas dalam gas 80% CO2+20% N2 sampai 48 jam memiliki bau

yang masih dapat diterima oleh panelis.

Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus. Produksi senyawa-senyawa aroma sangat ditentukan oleh komposisi bakteri yang terlibat dalam senyawa tersebut (Winarno 1997). Banyak diantara mikroba menghasilkan enzim yang dapat memecahkan protein dalam bahan pangan berlemak, sehingga menghasilkan bau dan rasa tidak enak, misalnya persenyawaan indole, skatole, hydrogen sulfit, metilamin dan ammonia (Ketaren 1986). Bakteri yang dapat menghasilkan enzim untuk memecah protein disebut bakteri proteolitik (Fardiaz 1992). Selain itu bau dan ketengikan disebabkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak pangan (Winarno 1997).

4.1.3 Rasa

Rasa adalah faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun parameter penilaian baik, tetapi rasanya tidak disukai atau tidak enak maka produk akan ditolak oleh konsumen (Winarno 1997). Nilai rata-rata penilaian panelis terhadap rasa bakso ikan nila merah yang dikemas dalam konsentrasi gas yang berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5.

(5)

Keterangan: Huruf a-c adalah hasil uji lanjut terhadap komposisi gas yang berbeda. Huruf m-p adalah hasil uji lanjut terhadap lama penyimpanan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.

Gambar 5 Hasil penilaian parameter rasa bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan.

Nilai rata-rata tingkat penerimaan panelis terhadap rasa bakso ikan nila merah berkisar antara 1,2 sampai dengan 8,0. Nilai tersebut mengalami penurunan selama penyimpanan sampai akhir masa simpan yaitu 48 jam. Nilai rata-rata organoleptik bakso ikan nila merah tertinggi pada jam ke-0, yakni pada perlakuan pengemasan dalam udara biasa (kontrol) sebesar 8,0. Bakso ikan nila merah yang dikemas dalam gas 80% CO2+20% N2 memiliki nilai rata-rata organoleptik yang

tertinggi hingga penyimpanan selama 48 jam. Produk atau bahan makanan yang mengalami penyimpanan mengakibatkan penurunan mutu, baik dari segi fisik maupun kimiawinya. Penurunan nilai organoleptik rasa bakso ikan nila merah diduga karena aktivitas mikroba yang menghasilkan metabolit sekunder dan peranan enzim yang menghasilkan bau yang tidak enak sehingga dapat mempengaruhi penilaian panelis (Ketaren 1986).

Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap rasa bakso ikan nila merah menunjukkan bahwa komposisi gas yang berbeda (Lampiran 13a) dan lama penyimpanan (Lampiran 13b) memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap penerimaan panelis. Berdasarkan uji lanjut (Lampiran 13c) terhadap rasa bakso ikan nila merah, didapatkan bahwa bakso ikan nila merah yang dikemas dalam udara biasa berbeda nyata dengan gas 50% CO2+50% N2 dan 80% CO2+20% N2, tetapi tidak

80%CO2 + 20% N  2

(6)

berbeda nyata dengan bakso ikan yang dikemas vakum dan gas 30% CO2+70%

N2. Sedangkan bakso ikan nila merah yang dikemas gas 80% CO2+20% N2

berbeda nyata dengan gas 30% CO2+70% N2 dan vakum, tetapi tidak beda nyata

dengan gas 50% CO2+50% N2. Pada uji lanjut (Lampiran 13d) terhadap lama

penyimpanan didapatkan bahwa lama penyimpanan jam ke-0 berbeda nyata dengan bakso ikan nila merah yang dikemas selama 24 jam, 36 jam dan 48 jam, tetapi tidak berbeda nyata dengan bakso yang disimpan selama 12 jam.

4.1.4. Tekstur

Tekstur merupakan salah satu parameter penilaian organoleptik yang juga dipertimbangkan oleh konsumen pada saat memilih makanan. Kandungan protein, lemak, air, pengeringan dan aktivitas pergerakan air merupakan faktor yang mempengaruhi tekstur (Purnomo 1995). Nilai rata-rata tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur bakso ikan nila merah berkisar antara 3,1 hingga 8,8 dengan spesifikasi produk lembek hingga padat, kompak, dan kenyal. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada awal penyimpanan (jam ke-0) dengan nilai 8,8. Pada Gambar 6 dapat dilihat perubahan nilai rata-rata organoleptik tekstur bakso ikan nila merah dalam komposisi gas selama penyimpanan.

Keterangan: Huruf a adalah hasil uji lanjut terhadap komposisi gas yang berbeda. Huruf m-o adalah hasil uji lanjut terhadap lama penyimpanan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.

Gambar 6 Hasil penilaian parameter tekstur bakso ikan nila merah dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan.

80%CO2 + 20% N2

(7)

Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 14a) menunjukkan konsentrasi gas yang berbeda tidak memiliki pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan nila merah. Sedangkan lama penyimpanan (Lampiran 14b) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan nila merah.

Berdasarkan uji lanjut Multiple Comparison (Lampiran 14c) diketahui bahwa tekstur bakso ikan nila merah yang dikemas pada lama penyimpanan jam ke-0 dan jam ke-12 berbeda nyata dengan lama simpan jam ke-24, jam ke-36 dan jam ke-48. Sedangkan bakso yang dikemas selama 24 jam berbeda nyata dengan bakso ikan nila merah yang dikemas selama 48 jam tetapi tidak berbeda nyata dengan jam ke-36.

Pada akhir penyimpanan, nilai parameter tekstur bakso ikan nila merah yang dikemas dalam 80% CO2+20% N2 memiliki nilai tertinggi yaitu 6,5. Selama

penyimpanan, perubahan tekstur pada bahan pangan dapat terjadi karena adanya perubahan kandungan air, suhu dan aktivitas mikrobiologi yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas bahan pangan (Purnomo 1995).

4.1.5 Pengamatan visual (lendir)

Pada umumnya penyimpanan bakso di industri dan pedagang bakso keliling dilakukan pada suhu kamar/ruamg dan tanpa perlakuan khusus seperti pendinginan dan pembekuan. Salah satu tanda kerusakan bakso yaitu terdapatnya lendir pada permukaan bakso yang menandakan pertumbuhan bakteri dan biasanya diikuti dengan timbulnya bau asam. Hasil pengamatan visual (lendir) bakso ikan nila merah dengan perlakuan komposisi gas yang berbeda pada penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Tabel 5.

(8)

Tabel 5 Hasil pengamatan visual bakso ikan nila merah dengan komposisi gas yang berbeda pada penyimpanan suhu ruang.

Penyimpanan jam ke- Perlakuan komposisi gas Pengamatan visual (lendir) 0 Udara Biasa (─) Vakum (─) 30% CO2+70% N2 (─) 50% CO2+50% N2 (─) 80% CO2+20% N2 (─) 12 Udara Biasa (+) Vakum (─) 30% CO2+70% N2 (─) 50% CO2+50% N2 (─) 80% CO2+20% N2 (─) 24 Udara Biasa (++) Vakum (+) 30% CO2+70% N2 (+) 50% CO2+50% N2 (─) 80% CO2+20% N2 (─) 36 Udara Biasa (+++) Vakum (++) 30% CO2+70% N2 (++) 50% CO2+50% N2 (+) 80% CO2+20% N2 (─) 48 Udara Biasa (+++) Vakum (+++) 30% CO2+70% N2 (+++) 50% CO2+50% N2 (++) 80% CO2+20% N2 (+) Keterangan:

Tanda (─) menunjukkan tidak adanya lendir

Tanda (+) menunjukkan adanya lendir pada sebagian kecil permukaan bakso ikan nila merah Tanda (++) menunjukkan adanya lendir pada sebagian besar permukaan bakso ikan nila merah Tanda (+++) menunjukkan adanya lendir pada seluruh permukaan bakso ikan nila merah

Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa bakso ikan nila merah belum memiliki lendir pada jam ke-0 dan 12, kecuali bakso ikan yang dikemas dalam udara biasa pada penyimpanan jam ke-12 yang memiliki sedikit lendir. Penyimpanan pada jam ke-24, bakso ikan nila merah dalam udara biasa memiliki banyak lendir. Bakso ikan nila merah dalam kemasan vakum dan 30% CO2+70% N2 memiliki

sedikit lendir, sedangkan bakso ikan yang dikemas dalam 50% CO2+50% N2 dan

(9)

dalam kemasan 50% CO2+50% N2 dan 80% CO2+20% N2 terbentuk pada jam

ke-36 dalam jumlah yang sedikit.

Pada akhir penyimpanan (48 jam), bakso ikan nila merah dalam kemasan udara biasa memiliki jumlah lendir yang sangat banyak lendir. Sedangkan bakso ikan nila merah dalam kemasan 80% CO2+20% N2 memiliki jumlah yang sedikit

dibandingkan bakso ikan nila merah dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah dalam kemasan 80% CO2+20% N2

lebih baik dari pada bakso ikan dengan perlakuan lainnya dan didukung oleh analisis mikrobiologi TPC bakteri aerob dan anaerob bakso ikan nila merah dalam kemasan 80% CO2+20% N2 yang memiliki nilai log bakteri yang lebih kecil yaitu

6,74 log koloni/g dan 6,54 log koloni/g dari pada bakso ikan nila merah dengan perlakuan lainnya.

4.2 Karakteristik Kimia Bakso Ikan Nila Merah 4.2.1 pH ( derajat keasaman)

Secara umum perubahan kimiawi pertama kali dalam daging ikan adalah perubahan pH, tetapi perubahan nilai pH ikan tergantung spesiesnya sehingga nilai pH tidak menjadi kriteria yang pasti untuk mendeteksi kesegaran dan kualitas daging ikan dan olahannya. Nilai pH digunakan sebagai pendukung parameter kualitas lainnya (Baygar et al. 2008). Nilai pH atau derajat keasaman sangat berkaitan dengan pertumbuhan mikroba. Setiap mikroorganisme memiliki pH minimal, maksimal dan optimal untuk pertumbuhannya. Sebagian besar bakteri tumbuh pada pH mendekati netral, tetapi ada juga bakteri yang dapat tumbuh pada keadaan asam atau basa. Nilai pH bakso ikan nila merah yang dikemas dalam kemasan dengan komposisi gas berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 7.

(10)

80%CO2 + 20% N2

50%CO2+ 50% N2

30%CO2+ 70% N2

Udara Biasa Vakum 

Keterangan: Huruf a-h adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi komposisi gas dalam kemasan dengan masa simpan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.

Gambar 7 Nilai pH bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas berbeda selama penyimpanan.

Nilai pH bakso ikan nila merah yang dikemas dalam konsentrasi gas yang berbeda menunjukkan penurunan selama penyimpanan dan memiliki derajat keasaman rendah hingga sedang. Nilai pH bakso ikan nila merah tertinggi terdapat pada awal penyimpanan yaitu sebesar 5,96. Sedangkan nilai pH terendah terdapat pada bakso yang disimpan pada kondisi vakum selama penyimpanan 48 jam yaitu sebesar 5,05. Penurunan nilai pH bakso ikan nila merah terjadi karena adanya reaksi antara CO2 dengan air (H2O) dari produk. Reaksi ini menghasilkan asam

karbon dan ion hidrogen. Dengan adanya reaksi yang menghasilkan asam karbon, maka nilai pH mengalami penurunan (Norhayani 2003).Menurut persamaan reaksinya sebagai berikut :

CO2 + H20 H2CO3

Hasil analisis ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi gas yang berbeda tidak miliki pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap nilai pH bakso ikan nila merah, sedangkan lama penyimpanan dan interaksi antara komposisi gas dengan lama penyimpanan berpengaruh yang nyata. Hasil uji lanjut dengan Duncan (Lampiran 24) terhadap interaksi antara komposisi gas dengan lama penyimpanan menunjukkan adanya beda nyata. Pada bakso ikan nila merah yang dalam keadaan vakum selama penyimpanan 48 jam berbeda nyata dengan

(11)

setiap perlakuan, tetapi tidak berbeda nyata dengan bakso ikan nila merah yang dikemas dalam 30% CO2+70% N2 selama masa simpan 36 jam, 50% CO2+50%

N2 selama masa simpan 36 dan 48 jam, serta 80% CO2+20% N2 selama masa

simpan 36 jam. Menurut Baygar et al. (2008), selama penyimpanan bakso daging ikan yang dikemas dalam kondisi atmosfir termodifikasi mengalami perubahan atau penurunan nilai pH yang disebabkan oleh keasaman dari bumbu-bumbu, proses perebusan dan penambahan tepung.

4.2.2 Total Volatile Bases (TVB)

Analisis TVB merupakan analisis yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kualitas dan masa simpan produk perikanan (Erkan et al. 2007). Pengujian nilai TVB dilakukan dengan menentukan jumlah kandungan senyawa-senyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein (amin, mono-, di-, dan trimetilamin). Nilai TVB bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 8.

Keterangan: Huruf a-l adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi komposisi gas dalam kemasan dengan masa simpan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.

Gambar 8 Nilai TVB bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan.

80%CO2 + 20% N2 

(12)

Pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa nilai TVB bakso ikan nila merah selama penyimpanan mengalami peningkatan. Nilai TVB bakso ikan nila merah berkisar antara 4,4 mg %N sampai 208,9 mg %N. Nilai terendah terdapat pada awal penyimpanan yaitu 4,4 mg % N. Pada akhir penyimpanan (jam ke-48), nilai TVB tertinggi terdapat pada bakso yang disimpan dalam udara biasa (kontrol) yaitu 208,9 mg % N. Nilai ini menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah yang dikemas dalam udara biasa selama penyimpanan 48 jam sudah tidak layak lagi. Menurut Connel (1980) nilai TVB produk ikan olahan yang masih layak diterima konsumen berkisar antara 100-200 mg % N. Akan tetapi nilai TVB bakso ikan nila merah yang dikemas dalam kondisi atmosfir termodifikasi memiliki nilai yang lebih rendah dan masih layak untuk di konsumsi.

Hasil analisis ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan komposisi gas yang berbeda dan lama penyimpanan memiliki pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai TVB bakso ikan nila merah. Demikian juga interaksi antara komposisi gas yang berbeda dengan lama penyimpanan memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai TVB bakso ikan nila merah. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 26) terhadap interaksi antara komposisi gas dengan lama penyimpanan menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah yang dikemas dalam udara biasa selama penyimpanan 48 jam berbeda nyata dengan setiap perlakuan. Bakso ikan nila merah pada setiap perlakuan pada jam ke-0 memiliki tidak beda nyata dengan bakso ikan ikan nila merah yang dikemas dalam 30% CO2+70% N2, 50%

CO2+50% N2 dan 80% CO2+20% N2 selama penyimpanan 12 jam.

Nilai TVB yang meningkat selama penyimpanan diakibatkan adanya degradasi protein dan derivatnya oleh mikroorganisme yang menghasilkan sejumlah basa yang mudah menguap seperti amoniak, histamin, H2S, trimetilkami

yang berbau busuk. Menurut Ruiz et al. (2001) dalam Pournis et al. (2005) dan Erkan et al. (2007), selama penyimpanan daging ikan dalam keadaan atmosfir termodifikasi, nilai TVBnya lebih rendah dibandingkan dengan daging ikan yang disimpan dalam udara biasa karena adanya penurunan aktivitas mikroorganisme akibat penambahan gas karbodioksida (CO2).

(13)

4.2.3 Thio Barbituric Acid (TBA)

Analisis ini berdasarkan atas terbentuknya pigmen berwarna merah sebagai hasil dari reaksi kondensasi antara 2 molekul TBA dengan 1 molekul manolatdialdehida. Uji TBA ini merupakan uji yang spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tak jenuh (PUFA), dan baik diterapkan untuk uji terhadap lemak pangan yang mengandung asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan lebih tinggi (Ketaren 1986). Nilai TBA bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 9.

p p

Keterangan: Huruf a-b adalah hasil uji lanjut terhadap komposisi gas yang berbeda. Huruf m-p adalah hasil uji lanjut terhadap lama penyimpanan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.

Gambar 9 Nilai TBA bakso ikan nila merah dalam kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan.

Nilai TBA dari bakso ikan nila merah mengalami kenaikan selama penyimpanan. Nilai TBA bakso ikan nila merah yang diperoleh berkisar antara 0,04-0,49 mg malonaldehid/kg sampel dengan nilai TBA terendah terdapat pada awal penyimpanan yaitu 0,04 mg malonaldehid/kg sampel. Sedangkan nilai TBA tertinggi terdapat pada bakso ikan nila merah yang disimpan dalam udara biasa yaitu sebesar 0,49 mg malonaldehid per kg sampel pada akhir penyimpanan. Pada akhir penyimpanan nilai TBA lebih rendah pada bakso ikan nila merah yang kemas dalam kondisi atmosfir termodifikasi dan vakum daripada dalam udara biasa. Menurut Erkan et al. (2007), nilai TBA lebih tinggi terdapat pada kondisi

80%CO2 + 20% N2 

(14)

udara biasa daripada MAP dan vakum karena oksigen sedikit dalam kemasan MAP dan vakum.

Kenaikan nilai TBA menunjukkan adanya penurunan mutu produk yang disebabkan karena adanya proses oksidasi lemak. Proses tersebut merupakan suatu proses yang terus berlangsung selama tersedia lemak tidak jenuh dan oksigen atau terjadi kontak antara keduanya. Semakin lama penyimpanan maka oksigen yang masuk semakin banyak, sehingga senyawa yang menyebabkan bau tengik yang dihasilkan oleh reaksi oksidasi semakin banyak, yang mengakibatkan instensitas bau tengik yang tercium semakin tinggi (Syarief et al. 1989).

Hasil analisis ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa komposisi gas dan lama penyimpanan memiliki pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai TBA bakso ikan nila merah. Sedangkan interaksi antara komposisi gas dengan lama penyimpanan tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai TBA bakso ikan nila merah. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 18) terhadap komposisi gas menunjukkan bahwa udara biasa berbeda nyata dengan gas 50% CO2+50% N2 dan

80% CO2+20% N2, tetapi tidak berbeda nyata dengan vakum dan gas 30%

CO2+70% N2. Sedangkan uji lanjut terhadap lama penyimpanan (Lampiran 19)

menunjukkan bahwa penyimpanan jam ke-0 berbeda nyata dengan jam ke-12, 24, 36 dan 48. Sedangkan penyimpanan 48 jam berbeda nyata dengan penyimpanan 0 jam, 12, dan 24 tetapi tidak berbeda nyata dengan jam ke-36.

Malonaldehid banyak ditemukan dalam bahan pangan yang tengik dalam jumlah besar. Pembentukan manoladehid dalam bahan pangan tergantung beberapa faktor, salah satunya adalah banyaknya asam lemak tidak jenuh (IARC 1985 dalam Riuewpassa 1991). Penyebab ketengikan dalam lemak yaitu oksidasi, aktivitas enzim dan proses hidrolisa (Ketaren 1986). Ketengikan dapat menurunkan nilai gizi dan organoleptik. Batas toleransi nilai TBA produk olahan atau makanan yang dianggap bermutu baik yaitu kurang dari 2 mg malonaldehid per kg sampel (BSN 1991). Nilai TBA bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan memiliki nilai TBA kurang dari 2 mg malonaldehid per kg sampel. Maka dapat dikatakan bahwa produk bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas selama penyimpanan masih berada dalam batas toleransi bermutu baik.

(15)

4.2.4 Kadar proksimat

Kadar proksimat merupakan gambaran nilai gizi suatu produk makanan, dimana semakin baik kadar gizi suatu bahan maka semakin baik bagi konsumen. Kadar proksimat terdiri atas kadar air, kadar abu, kadar protein, lemak serta karbohidrat. Kadar air merupakan komponen utama bahan makanan, kadar abu merupakan zat anorganik yang terkandung dalam suatu bahan makanan, kadar protein merupakan kandungan protein yang merupakan bagian terbesar setelah air dan karbohidrat, kadar lemak merupakan banyaknya lemak dalam bahan pangan yang berfungsi sebagai sumber energi sedangkan kadar karbohidrat merupakan selisih dari empat komponen yaitu air, abu, lemak dan protein dimana kadar karbohidrat yang diperoleh berasal dari bahan pengisi yang digunakan. Hasil analisis proksimat bakso ikan nila merah sebelum dan sesudah dikemas dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Kadar proksimat bakso ikan nila merah awal dan akhir penyimpanan.

Awal penyimpanan Akhir penyimpanan 

Pada Gambar 12, terlihat bahwa selama penyimpanan nilai gizi bakso ikan nila merah mengalami perubahan. Perubahan nilai gizi dalam bahan pangan terjadi pada beberapa tahap yaitu selama proses pemanenan, persiapan, pengolahan, distribusi dan penyimpanan (Buckle et al. 1987). Pada awal penyimpanan nilai kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat berturut-turut adalah 71, 8411%; 1,6275%; 1, 6419%; 7, 8219%; dan 17,0677%. Setelah bakso

(16)

ikan mengalami penyimpanan selama 48 jam, nilai kadar air mengalami kenaikan sedangkan kadar abu, lemak, protein dan karbohidrat mengalami penurunan.

Peningkatan atau perubahan kadar air selama penyimpanan dapat dipengaruhi oleh permeabilitas kemasan yang digunakan, sifat penyerapan air, dan kelembaban lingkungan serta tingkat mikroorganisme yang ada dalam bahan yang menyebabkan produk menjadi lembek dan sedikit berlendir dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam bahan (Gunardi 1996). Penurunan persentase kadar abu dapat disebabkan oleh persentase kadar air yang semakin besar. Kadar abu berkaitan erat dengan kadar air, protein dan lemak bebas pada jaringan daging (Winarno 1997). Penurunan atau kerusakan lemak dapat terjadi karena adanya perubahan secara kimiawi pada bakso seperti hidrolisa, dan ketengikan. Apabila bahan pembungkus dapat menyerap lemak, maka yang terserap ini akan teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Kemudian lemak juga dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam dan enzim-enzim. Kerusakan lemak yang terjadi dapat pula disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, dan peroksida lemak (Winarno 1997).

Selama penyimpanan, kandungan protein bakso ikan nila merah mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan oleh kemampuan mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim proteolitik yang dapat memecah molekul protein dalam bahan pangan. Kandungan karbohidrat mengalami penurunan disebabkan karena karbohidrat sangat dipengaruhi oleh faktor kandungan zat gizi lainnya (Winarno 1997). Perubahan nilai rata-rata kadar karbohidrat terjadi karena perubahan komponen gizi lainnya selama penyimpanan.

4.3 Karakteristik Mikrobiologi Bakso Ikan Nila Merah 4. 3.1 Total Plate Count (TPC) bakteri aerob

Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba, kegiatan enzim dan perubahan kimia. Kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme dapat menyebabkan makanan dan minuman tidak layak

(17)

dikonsumsi akibat penurunan mutu atau karena makanan tersebut beracun (Harris dan Karmas 1989). Nilai log pertumbuhan bakteri aerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 10.

Keterangan: Huruf a-q adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi komposisi gas dalam kemasan dengan masa simpan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.

Gambar 10 Nilai log pertumbuhan bakteri aerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan. Pada Gambar 10, dapat dilihat bahwa nilai log pertumbuhan bakteri mengalami kenaikan selama penyimpanan. Secara umum, kenaikan jumlah koloni bakteri yang terjadi selama penyimpanan karena pertumbuhan mikroorganisme ini dipengaruhi oleh waktu. Selain waktu, pertumbuhan mikroorganisme juga dipengaruhi oleh makanan (nutrisi), kelembaban, suhu, kandungan oksigen dan pH (Gaman dan Sherrington 1992). Pertumbuhan mikroorganisme di dalam atau pada makanan dapat mengakibatkan berbagai perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi lagi (Buckle et al. 1987).

Jumlah mikroba awal yang lebih sedikit ditunjukan pada keadaan awal bakteri yang tumbuh adalah bakteri kontaminasi. Kontaminasi mikroba pada produk perikanan dapat terjadi saat panen, penanganan, distribusi maupun penyimpanan, dan proses pengolahan (Wekell et al. 1994).

80%CO2 + 20% N2 

(18)

Pada penyimpanan selama 24 jam dalam kondisi udara biasa menunjukkan bahwa nilai log telah diatas 7 log koloni/g yaitu sebesar 7,15 log koloni/g. Hal ini menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah sudah tidak layak untuk dikonsumsi karena menurut SNI 01-3819-1995 (BSN 1995) nilai maksimal log bakteri adalah 7 log koloni/g atau sebesar 107. Pada akhir penyimpanan (48 jam) produk bakso ikan nila merah, nilai log bakteri telah diatas 7 log koloni/g kecuali bakso yang dikemas dalam kondisi gas 80% CO2+20% N2 yaitu sebesar 6,74 log koloni/g. Hal

ini menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah yang dikemas dalam 80% CO2+20% N2 masih layak dikonsumsi walaupun telah disimpan selama 48 jam.

Menurut Pournis et al. (2005), nilai log bakteri lebih rendah pada produk yang dikemas dalam atmosfir termodifikasi dapat disebabkan oleh tingginya kandungan gas CO2 dimana gas CO2 memiliki sifat bakteriostatik sehingga pertumbuhan

mikroorganisme dapat terhambat.

Hasil analisa ragam (Lampiran 20) menunjukkan bahwa komposisi gas, lama penyimpanan dan interaksi antara komposisi gas dengan lama penyimpanan memiliki pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai log TPC aerob bakso ikan nila merah. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 25) terhadap interaksi antara komposisi gas dan lama penyimpanan menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah yang kemas dalam udara biasa selama penyimpanan 36 jam tidak berbeda nyata dengan vakum selama penyimpanan 36 dan 48 jam. Bakso ikan nila merah yang disimpan dalam 80 % CO2+20% N2 selama 48 jam berbeda nyata dengan setiap

perlakuan.

4.3.2 Total Plate Count (TPC) bakteri anaerob

Analisis terhadap jumlah bakteri ditujukan untuk mengetahui jumlah total bakteri dalam suatu produk dan mengetahui tingkat pertumbuhan selama penyimpanan. Kandungan bakteri dalam suatu produk merupakan salah satu parameter mikrobiologis dalam menentukan layak tidaknya produk tersebut dikonsumsi (Kristinsson et al. 2007). Pada Gambar 11, dapat dilihat nilai log bakteri anaerob bakso ikan yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan. Nilai log TPC anaerob dari bakso ikan nila merah semakin meningkat selama penyimpanan.

(19)

80%CO2 + 20% N2 

50%CO2+ 50% N2

30%CO2+ 70% N2

Udara Biasa Vakum 

Keterangan: Huruf a-c adalah hasil uji lanjut terhadap komposisi gas yang berbeda. Huruf m-p adalah hasil uji lanjut terhadap lama penyimpanan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata.

Gambar 11 Nilai log bakteri anaerob bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan.

Menurut SNI 01-3819-1995 (BSN 1995), nilai maksimal log bakteri adalah 7 log koloni/g. Pada Gambar 11, bakso ikan nila merah yang dikemas dalam udara biasa menunjukkan nilai log lebih dari 7 log koloni/g pada jam ke-36 yaitu 7,18 log koloni/g. Hal ini menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah tidak layak untuk dikonsumsi. Pada akhir penyimpanan, nilai log bakteri masih berada di bawah 7 log koloni/g kecuali bakso ikan yang disimpan dalam udara biasa. Nilai log terendah terdapat pada bakso ikan yang dikemas dalam kondisi vakum dan gas 80% CO2+20% N2 yaitu sebesar 6,54 log koloni/g.

Kenaikan jumlah koloni bakteri yang terjadi selama penyimpanan karena pertumbuhan mikroorganisme ini dipengaruhi oleh waktu. Selain waktu, pertumbuhan mikroorganisme juga dipengaruhi oleh makanan (nutrisi), kelembaban, suhu, kandungan oksigen dan pH (Gaman dan Sherrington 1992). Pertumbuhan mikroorganisme di dalam atau pada makanan dapat mengakibatkan berbagai perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi lagi (Buckle et al. 1987).

Hasil analisa ragam (Lampiran 21) menunjukkan bahwa komposisi gas dan lama penyimpanan memiliki pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai log bakteri anaerob bakso ikan nila merah. Sedangkan interaksi antara komposisi gas

(20)

dengan lama penyimpanan tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai log bakteri anaerob bakso ikan nila merah. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 22) terhadap komposisi gas menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah dalam kondisi udara biasa berbeda nyata dengan gas 80% CO2+20% N2, 50% CO2+50% N2, 30

% CO2+70% N2 dan vakum. Bakso ikan yang dikemas dalam gas 80% CO2+20%

N2, berbeda nyata dengan 30% CO2+70% N2 dan vakum tetapi tidak berbeda

nyata dengan 50% CO2+50% N2. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 23) terhadap

lama penyimpanan bakso ikan nila merah menunjukkan bahwa lama simpan jam ke-0 berbeda nyata dengan jam ke- 12, 24, 36 dan 48. Bakso ikan dengan masa simpan selama 24 jam berbeda nyata dengan jam ke- 12, 36 dan 48. Dan lama simpan selama 36 jam berbeda nyata dengan jam ke-0, 12, dan 24 tetapi tidak berbeda nyata dengan jam ke-48.

4.4 Hubungan Antar Parameter Kualitas Bakso Ikan Nila Merah yang

Dikemas dalam Komposisi Gas 80% CO2 dan 20% N2

Bakso ikan nila merah yang mengalami penyimpanan selama dikemas akan mengalami kemunduran mutu. Kemunduran mutu tersebut dapat dihambat dengan pengemasan secara Modified Atmosphere Packaging (MAP) (Baygar et al. 2008). Pada penelitian ini, selama penyimpanan 48 jam, hasil uji-uji kualitas yang dilakukan menunjukkan hasil yang lebih baik pada bakso ikan yang dikemas dalam komposisi gas 80% CO2+20% N2. Hubungan antar parameter kualitas

bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas 80% CO2+20% N2

dapat dilihat pada Gambar 13, dimana pada Gambar 13 dapat diketahui bahwa nilai organoleptik (kenampakan, bau, rasa dan tekstur) dan nilai pH bakso ikan nila merah mengalami penurunan dari awal penyimpanan (jam ke-0) hingga pada akhir penyimpanan (jam ke-48) yang diikuti dengan kenaikan nilai TVB, nilai TBA, nilai log bakteri aerob dan anaerob.

(21)

lama simpan 0 12 24 36 48 n ilai T V B 0 10 20 30 40 50 60 n ilai pH 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 5.0 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 6.0 6.1 n ilai T B A 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 n ilai T P C 0 1 2 3 4 5 6 7 8 n ilai or gan o lept ik 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

lama simpan(jam) vs rata-rata nilai TVB lama simpan(jam) vs rata-rata nilai pH lama simpan(jam) vs rata-rata nilai TBA lama simpan(jam) vs rata-rata nilai TPC aerob lama simpan(jam) vs rata-rata nilai TPC anaerob lama simpan(jam) vs rata-rata nilai tekstur lama simpan(jam) vs rata-rata nilai rasa lama simpan(jam) vs rata-rata nilai bau

lama simpan(jam) vs rata-rata nilai penampakan

Gambar 13 Hubungan antar parameter kualitas bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas 80 % CO2+20% N2.

Penurunan nilai organoleptik terjadi disebabkan oleh adanya kemunduran mutu bakso ikan selama penyimpanan dalam kemasan. Menurut Ketaren (1986), produk atau bahan makanan yang mengalami penyimpanan mengakibatkan penurunan mutu, baik segi fisik maupun kimiawinya. Nilai pH bakso ikan nila merah mengalami penurunan disebabkan oleh adanya reaksi antara CO2 dengan

air (H2O) dari produk. Reaksi ini menghasilkan asam karbon dan ion hidrogen.

Asam karbon yang dihasilkan menyebabkan nilai pH menjadi turun Norhayani (2003).

Nilai TVB yang meningkat selama penyimpanan diakibatkan adanya degradasi protein dan derivatnya oleh mikroorganisme yang menghasilkan

(22)

sejumlah basa yang mudah menguap seperti amoniak, histamin, H2S, trimetilkami

yang berbau busuk. Kenaikan nilai TBA menunjukkan adanya penurunan mutu produk yang disebabkan karena adanya proses oksidasi lemak. Proses tersebut merupakan suatu proses yang terus berlangsung selama tersedia lemak tidak jenuh dan oksigen atau terjadi kontak antara keduanya. Semakin lama penyimpanan maka oksigen yang masuk semakin banyak, sehingga senyawa yang menyebabkan bau tengik yang dihasilkan oleh reaksi oksidasi semakin banyak, yang mengakibatkan instensitas bau tengik yang tercium semakin tinggi (Syarief et al. 1989).  Secara umum, kenaikan jumlah koloni bakteri yang terjadi selama penyimpanan karena pertumbuhan mikroorganisme ini dipengaruhi oleh waktu. Selain waktu, pertumbuhan mikroorganisme juga dipengaruhi oleh makanan (nutrisi), kelembaban, suhu, kandungan oksigen dan pH (Gaman dan Sherrington 1992). 

Gambar

Gambar 3  Hasil penilaian parameter penampakan bakso ikan nila merah dalam  kemasan dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan
Gambar 4  Hasil penilaian parameter bau bakso ikan nila merah dalam kemasan  dengan komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan
Gambar 5  Hasil penilaian parameter rasa bakso ikan nila merah dalam komposisi  gas yang berbeda selama penyimpanan
Gambar 6  Hasil penilaian parameter tekstur bakso ikan nila merah dalam  komposisi gas yang berbeda selama penyimpanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

PEMANFAATAN SENSOR HCSR-04 SEBAGAI ALAT UKUR DAN PERINGATAN DINI BAGI PENGEMUDI KENDARAAN DI LENGKAPI DISPLAY DAN BUZZER. BERBASIS SISTEM ANDROID

Evaluasi kurikulum menurut Reksoatmodjo (2010:105) dibagi dalam empat dimensi, yakni evaluasi atas penggunaan kurikulum oleh guru, evaluasi atas desain

Misalnya: akta notaris masih dapat dibuktikan sebaliknya (dilumpuhkan) dengan akta notariil lainnya atau dapat pula oleh beberapa orang saksi. 2) Kekuatan bukti

+ 1 Data Kemasan 2 Data Proses 3 Data Mesin 4 Data Pegawai 2 Penerimaan Pesanan + 5 Data Customer 6 Data Order 3 Penjadwalan Produksi + 4 Pembuatan Laporan +. 7 Data Detail Order 8

Bisa mengatur waktu untuk melakukan penilaian dengan sangat tepat. *Dirujuk dari penelitian Andri Noviatmi (2015) dan berdasarkan permendikbud no.23tahun 2016 tentang

uatu unit usaha dapat mengakui suatu aktiva apabila telah teradi transaksi atau peristiwa lain yang menyebabkan suatu entitas memiliki hak atau pengendalian terhadap

Informasi tentang kesehatan, kemanan dan pertahanan yang bagaimana yang anda perlu sampaikan kepada tamu dalam sebuah komentar tur dan kapan ini harus disajikan.. Daftar Yang