• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KETAHUN HULU PROVINSI BENGKULU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KETAHUN HULU PROVINSI BENGKULU"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DAN

PENGEMBANGAN USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK

SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KETAHUN

HULU PROVINSI BENGKULU

LUXMAN ARIEF

A155080041

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perencanaan Penggunaan Lahan Dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Untuk Sistem Pertanian Berkelanjutan Di DAS Ketahun Hulu Provinsi Bengkulu adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber infomasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2011

(3)

ABSTRACT

LUXMAN ARIEF. Land Use Planning and Coffee Based Farming Development

for Sustainable Agricultural System in Ketahun Hulu Watershed Bengkulu Province, under academic supervision of SURIA DARMA TARIGAN and

NAIK SINUKABAN.

Ketahun Hulu watershed is part of Ketahun watershed, administratively it is mainly located in Lebong district and a small portion of it is located in North Bengkulu and Rejang Lebong districts of Bengkulu province. This study was aimed to identify landuse and agrotechnology characteristics in Ketahun Hulu watershed, and to arrange land use planning and coffee based farming development for sustainable agricultural systems in the Ketahun Hulu watershed. To achieve a sustainable agriculture, there are 3 (three) indicators that should be fulfilled : a) total farmer’s income should be high enough support a life worth living, b) erosion should be less than tolerable soil loss (ETol), c) agrotechnologies should be acceptable and replicable to the farmers. This study was focus on intensive observation sites covering 14,844 hectares located in one of sub watershed that represent characteristics of the watershed. Land capability was evaluated using Klingebiel and Montgomery method, erosion was predicted using USLE equation developed by Wishmeier and Smith (1978), and farming income was analyzed using cash flow analysis method. Results of this research showed that predicted erosion in the existing cropping pattern and agrotechnologies in Ketahun Hulu watershed generally greater than ETol; it ranged from 2,47 – 683,18 tons/hectare/year while ETol was ranged from 13,45 – 36,38 tons/hectare/year. Total incomes of farmers were much lower than a decent income (Rp. 18.000.000,-/householder/year). Alternative agrotechnologies to meet the indicators of sustainable agricultural systems were recommended with two alternatives. To increase farmer’s income to meet the income of decent living, the source of income such as livestock was introduced in to the existing farming systems. Simulation of agrotechnologies show that alternatives of agrotechnology can reduce erosion to lower than ETol and to increase farmer’s income up to a decent income. Alternative agrotechnolgy 1 which consisted of grass strip plus litter mulch, fertilizer and livestock including 30 chickens and 5 goats can reduce erosion to lower than ETol (2,45 – 22,77 tons/hectares/year) and increase farmer’s income up to a decent living (Rp. 18.855.000,- to Rp. 24.915.000,-/householder/year). Alternative agrotechnology 2 which consisted ridge terrace plus litter mulch, fertilizer and livestock including 30 chickens and 5 goats can reduce erosion to lower than ETol (2,47 – 22,77 tons/hectares/year) and increase farmer’s income up to a decent living (Rp. 18.635.000,- to Rp. 24.695.000,-/householder/year). Spatial planning of recommended agrotechnologies was extrapolated into the watershed in Ketahun Hulu Watershed.

(4)
(5)

RINGKASAN

LUXMAN ARIEF. Perencanaan Penggunaan Lahan dan Pengembangan

Usahatani Berbasis Kopi Untuk Sistem Pertanian Berkelanjutan Di DAS Ketahun Hulu Provinsi Bengkulu. Dibimbing oleh SURIA DARMA TARIGAN sebagai ketua dan NAIK SINUKABAN sebagai anggota.

DAS Ketahun Hulu dengan luas 115.998 hektar merupakan bagian DAS Ketahun secara administratif terletak di Kabupaten Lebong serta sebagian kecil terletak di Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Rejang Lebong. DAS Ketahun ditetapkan sebagai DAS Prioritas I berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor : SK. 328/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik penggunaan lahan dan agroteknologi di DAS Ketahun Hulu dan menyusun perencanaan penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk sistem pertanian berkelanjutan di DAS Ketahun Hulu. Untuk dapat mencapai pertanian yang berkelanjutan minimal harus memenuhi 3 (tiga) indikator yaitu pendapatan yang layak bagi setiap petani, erosi yang lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan (ETol) dan dapat diterima serta dikembangkan oleh petani dengan pengetahuan dan sumberdaya lokal yang dimilikinya.

Lokasi pengamatan intensif terletak di salah satu sub DAS seluas 14.844 hektar yang terdiri dari 18 satuan lahan yang mewakili karakteristik DAS Ketahun Hulu secara keseluruhan. Data yang digunakan untuk analisis adalah data biofisik lahan dan data sosial ekonomi. Evaluasi kemampuan lahan dilakukan pada lokasi pengamatan intensif dengan menggunakan metoda yang dikemukakan oleh Klingebiel dan Montgomery dalam Arsyad (2006). Prediksi erosi dilakukan dengan menggunakan persamaan USLE yang di kembangkan oleh Wishmeier dan Smith (1978). Erosi yang dapat ditoleransi ditentukan dengan metode Hammer dan metoda Tompson. Analisis usahatani pada pola tanam dan agroteknologi menggunakan metoda arus uang tunai. Penentuan alternatif agroteknologi ditetapkan dengan menggunakan simulasi USLE.

Kelas kemampuan lahan pada satuan lahan pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu terdiri dari kelas kemampuan lahan I, II, III, IV dan VI. Secara umum penggunaan lahan di DAS Ketahun Hulu telah sesuai dengan kemampuan lahan kecuali pada 2 satuan lahan pengamatan intensif yang tidak sesuai dan perlu dilakukan perubahan penggunaan lahan sesuai dengan kemampuan lahannya. Penggunaan lahan kebun campuran di DAS Ketahun Hulu ternyata seluruhnya berbasis kopi robusta. Tipe usahatani berbasis kopi yang dilakukan oleh petani setempat terdiri dari 6 tipe yaitu : Monokultur kopi (UT1), Kopi dan sengon (UT2), Kopi dan tanaman kayu-kayuan (UT3), Kopi dan tanaman buah-buahan (UT4), Kopi, karet dan nilam (UT5), Kopi, pinang dan kemiri (UT6).

Pola tanam dan agroteknologi aktual berbasis kopi yang diterapkan oleh petani di DAS Ketahun Hulu masih dilakukan secara tradisional dan belum menerapkan tindakan konservasi tanah yang baik sehingga belum memenuhi indikator pertanian berkelanjutan karena nilai prediksi erosi yang lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi dan pendapatan yang belum memenuhi standar kebutuhan hidup layak dikarenakan lahan yang sempit yaitu rata-rata 1,5 hektar

(6)

hasil analisis, prediksi erosi pada pola tanam dan agroteknologi aktual di satuan lahan pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu berkisar antara 2,47 – 683,18 ton/hektar/tahun, secara umum jauh lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi yang berkisar antara 13,45 - 36,38 ton/hektar/tahun, kecuali pada penggunaan lahan hutan dan sawah. Pendapatan petani berkisar antara Rp. 10.330.000,-/KK/tahun – Rp. 15.250.000,-10.330.000,-/KK/tahun lebih rendah dari kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu yaitu Rp. 18.000.000,-/KK/tahun.

Alternatif agroteknologi direkomendasikan agar dapat memenuhi indikator-indikator pertanian berkelanjutan dengan 2 alternatif. Alternatif agroteknologi 1 dengan menerapkan tindakan konservasi tanah pembuatan strip rumput disertai pemberian mulsa serasah sisa tanaman, pemupukan sesuai dengan rekomendasi Balitbang Pertanian yaitu 100 gr Urea, 50 gr TSP dan 50 gr KCL dan usaha ternak T3 (ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor). Alternatif agroteknologi 2 dengan menerapkan tindakan konservasi tanah pembuatan teras gulud dengan tanaman penguat teras disertai pemberian mulsa serasah sisa tanaman, pemupukan sesuai dengan rekomendasi Balitbang Pertanian yaitu 100 gr Urea, 50 gr TSP dan 50 gr KCL dan usaha ternak T3 (ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor).

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, semua alternatif agroteknologi yang direkomendasikan sudah dapat memenuhi indikator pertanian berkelanjutan dengan prediksi erosi yang lebih kecil dari Etol, pendapatan petani yang lebih tinggi dari kebutuhan hidup layak serta diterima dan dapat diterapkan oleh petani. Penerapan alternatif agroteknologi 1 yaitu dengan pembuatan strip rumput disertai pemberian mulsa serasah, pemupukan dan usaha ternak T3 (ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor) dapat mengurangi erosi sehingga lebih rendah dari ETol berkisar antara 2,45 – 22,77 ton/hektar/tahun dan meningkatkan pendapatan petani sehingga lebih tinggi dari kebutuhan hidup layak berkisar antara Rp. 18.855.000,-/KK/tahun – Rp. 24.915.000,-18.855.000,-/KK/tahun. Penerapan alternatif agroteknologi 2 yaitu dengan pembuatan teras gulud dengan tanaman penguat teras ditambah mulsa serasah, pemupukan dan usaha ternak T3 (ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor) dapat mengurangi erosi sehingga lebih rendah dari ETol berkisar 2,47 – 22,77 ton/hektar/tahun dan meningkatkan pendapatan petani sehingga lebih tinggi dari kebutuhan hidup layak berkisar Rp. 18.635.000,-/KK/tahun – Rp. 24.695.000,-/KK/tahun.

Rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk sistem pertanian berkelanjutan di satuan lahan pengamatan intensif diekstrapolasikan ke seluruh wilayah DAS Ketahun Hulu dengan memperuntukkan lahan sesuai dengan kemampuannya dan menerapkan alternatif agroteknologi pada lahan usahatani berbasis kopi sesuai dengan karakteristik satuan lahannya. Penggunaan lahan hutan tetap dipertahankan sebagai hutan walaupun sesuai untuk budidaya pertanian. Penggunaan lahan sawah tetap dipertahankan sebagai sawah. Lahan-lahan usahatani dengan kelas kemampuan lahan VI direkomendasikan untuk dilakukan penghijauan atau reboisasi dengan tujuan untuk meningkatkan kerapatan tanaman kayu-kayuan agar dapat kembali berfungsi sebagai hutan. Lahan-lahan usahatani yang berdasarkan peta penggunaan lahan dan peta arahan fungsi kawasan hutan berada di dalam kawasan hutan tetap tidak disarankan untuk budidaya pertanian kecuali ada kebijaksanaan dari kementerian kehutanan.

(7)

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DAN

PENGEMBANGAN USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK

SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KETAHUN

HULU PROVINSI BENGKULU

LUXMAN ARIEF

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(8)
(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Perencanaan Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Untuk Sistem Pertanian Berkelanjutan Di DAS Ketahun Hulu Provinsi Bengkulu

Nama : Luxman Arief NIM : A155080041

DISETUJUI

Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc Anggota

.

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc.

Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 22 November 1976 sebagai anak kedua dari pasangan M. Zein Rani dan Nazariah. Pendidikan sarjana di tempuh di Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Banda Aceh pada Jurusan Manajemen Hutan, lulus tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 atas beasiswa dari Departemen Kehutanan.

Penulis bekerja di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Krueng Aceh mulai tahun 1996 sampai dengan sekarang.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 5 Kerangka Pemikiran ... 5 Tujuan Penelitian ... 7 Kegunaan Penelitian ... 7 TINJAUAN PUSTAKA ... 9

Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 9

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai ... 10

Penggunaan Lahan ... 11

Evaluasi Kemampuan Lahan ... 12

Erosi dan Prediksi Erosi ... 16

Erosi Yang Masih Dapat Ditoleransi (ETol) ... 17

Pembangunan Pertanian Yang Berkelanjutan ... 18

Usahatani Kopi Robusta Di DAS Ketahun Hulu ... 19

METODE PENELITIAN ... 21

Waktu dan Tempat ... 21

Metode Penelitian ... 21

Satuan Lahan Pengamatan Intensif ... 22

Data dan Alat ... 24

Metoda Pengumpulan Data ... 25

Analisa Data ... 26

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 33

Letak Geografis ... 33

(13)

xiii Topografi ... 34 Penggunaan Lahan ... 34 Iklim ... 36 Hidrologi ... 37 Penduduk ... 38

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

Karakteristik DAS Ketahun Hulu ... 41

Karakteritik Satuan Lahan Pengamatan Intensif ... 40

Identifikasi Penggunaan Lahan ... 44

Penggunaan Lahan Kebun Campuran ... 45

Evaluasi Kemampuan Lahan ... 48

Evaluasi Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual ... 50

Analisa Usahatani Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual ... 54

Alternatif Pola Tanam dan Agroteknologi ... 57

Analisa Usahatani Alternatif Agroteknologi ... 63

Peningkatan Pendapatan Petani ... 65

Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani ... 68

KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

Kesimpulan ... 77

Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan... 27

2 Jenis Tanah DAS Ketahun Hulu ... 33

3 Kelas Lereng DAS Ketahun Hulu ... 34

4 Jenis Penggunaan Lahan DAS Ketahun Hulu ... 34

5 Debit Rata-Rata Bulanan Sungai Ketahun (2000 – 2006) ... 38

6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Di DAS Ketahun Hulu ... 39

7 Sebaran Luas Lahan Usahatani per KK Berbasis Kopi Di DAS Ketahun Hulu ... 39

8 Persentase Tingkat Pendidikan Petani Di Lokasi Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 40

9 Karakteristik Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 42

10 Luas Penggunaan Lahan Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 44

11 Jenis Penutupan Lahan dan Tanaman Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 44

12 Karakteristik Penggunaan Lahan Kebun Campuran Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu... 45

13 Hasil Evaluasi Kemampuan Lahan Satuan Lahan Pengamatan Intenasif DAS Ketahun Hulu ... 49

14 Prediksi Erosi Dan ETol Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 51

15 Hasil Analisis Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 55

16 Prediksi Erosi dan ETol Alternatif Agroteknologi 1 Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 61

17 Prediksi Erosi dan ETol Alternatif Agroteknologi 2 Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 62

(15)

xv 18 Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 1 Berbasis Kopi

Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 63 19 Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 2 Berbasis Kopi

Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif di DAS Ketahun Hulu ... 64 20 Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 1 Berbasis Kopi

Seluas 1,5 Hektar Dan Usaha Ternak Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 66 21 Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 2 Berbasis Kopi

Seluas 1,5 Hektar Dan Usaha Ternak Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 67 22 Rekomendasi Alternatif Agroteknologi Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Penelitian ... 8

2 Skema Hubungan Antara Kelas Kemapuan Lahan Dengan Intensitas dan Macam Penggunaan Lahan ... 13

3 Peta Lokasi Penelitian ... 21

4 Peta Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 23

5 Grafik Curah Hujan Bulanan Rata-Rata di DAS Ketahun Hulu ... 37

6 Grafik Jumlah Hari Hujan Rata-Rata di DAS Ketahun Hulu ... 37

7 Grafik Debit Bulanan Sungai Ketahun ... 38

8 Peta Satuan Lahan DAS Ketahun Hulu dan Satuan Lahan Pengamatan Intensif ... 43

8 Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 1 Satuan Lahan Pengamatan Intensif ... 71

9 Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 2 Satuan Lahan Pengamatan Intensif ... 72

10 Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 1 DAS Ketahun Hulu ... 75

11 Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 2 DAS Ketahun Hulu ... 76

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Penggunaan Lahan DAS Ketahun Hulu ... 81

2 Peta Kelas Lereng DAS Ketahun Hulu ... 82

3 Peta Jenis Tanah DAS Ketahun Hulu ... 83

4 Peta Kawasan Hutan DAS Ketahun Hulu ... 84

5 Karakteristik Satuan Lahan DAS Ketahun Hulu ... 85

6 Intensitas Faktor Penghambat Untuk Klasifikasi Kemampuan Lahan .... 87

7 Nilai Faktor C Dari Berbagai Tanaman dan Pengelolaannya atau Tipe Penggunaan Lahan ... 89

8 Nilai Faktor Tehnik Konservasi Tanah (P)... 91

9 Kelas dan Kode Struktur Tanah, Kelas dan Kode Permeabilitas Profil Tanah, Klasifikasi Nilai Kepekaan Erosi Tanah... 92

10 Penilaian Kelas Kemampuan Lahan Pada Setiap Satuan Lahan Pengamatan Intensif di DAS Ketahun Hulu ... 93

11 Deskripsi Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual di Satuan Lahan Pengamatan Intensi DAS Ketahun Hulu ... 94

12 Sebaran Curah Hujan (mm) Rata-Rata Bulanan di DAS Ketahun Hulu Tahun 1983 – 2004 ... 95

13 Sebaran Hari Hujan Rata-Rata Bulanan di DAS Ketahun Hulu Tahun 1983 – 2004 ... 96

14 Curah hujan Bulanan (cm) dan Nilai Erosivitas Hujan (R) DAS Ketahun Hulu ... 97

15 Sifat Fisik Tanah Pada Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 98

16 Nilai Erodibilitas Tanah Pada Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 99

17 Nilai LS Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 100

18 Erosi Yang Dapat Ditoleransi Pada Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ... 101 19 Nilai Faktor Kedalaman 30 Sub Order Tanah (Hammer 1981 dan

(18)

Arsyad 2006) ... 102 20 Kedalaman tanah minimum untuk berbagai jenis tanaman ... 103 21 Nilai CP Maksimum Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun

Hulu ... 104 22 Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual

UT1 seluas 1,5 hektar ... 105 23 Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual

UT2 seluas 1,5 hektar ... 106 24 Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual

UT3 seluas 1,5 hektar ... 107 25 Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual

UT4 seluas 1,5 hektar ... 108 26 Analisa Biaya dan Pendapatan Tanam dan Agroteknologi Aktual UT5

seluas 1,5 hektar ... 109 27 Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual

UT6 seluas 1,5 hektar ... 110 28 Analisa Biaya dan Pendapatan UT1 Dengan Alternatif Agroteknologi 1

seluas 1,5 hektar ... 111 29 Analisa Biaya dan Pendapatan UT2 Dengan Alternatif Agroteknologi 1

seluas 1,5 hektar ... 112 30 Analisa Biaya dan Pendapatan UT3 Dengan Alternatif Agroteknologi 1

seluas 1,5 hektar ... 113 31 Analisa Biaya dan Pendapatan UT4 Dengan Alternatif Agroteknologi 1

seluas 1,5 hektar ... 114 32 Analisa Biaya dan Pendapatan UT5 Dengan Alternatif Agroteknologi 1

seluas 1,5 hektar ... 115 33 Analisa Biaya dan Pendapatan UT6 Dengan Alternatif Agroteknologi 1

seluas 1,5 hektar ... 116 34 Analisa Biaya dan Pendapatan UT1 Dengan Alternatif Agroteknologi 2

seluas 1,5 hektar ... 117 35 Analisa Biaya dan Pendapatan UT2 Dengan Alternatif Agroteknologi 2

(19)

xix 36 Analisa Biaya dan Pendapatan UT3 Dengan Alternatif Agroteknologi 2

seluas 1,5 hektar ... 119

37 Analisa Biaya dan Pendapatan UT4 Dengan Alternatif Agroteknologi 2 seluas 1,5 hektar ... 120

38 Analisa Biaya dan Pendapatan UT5 Dengan Alternatif Agroteknologi 2 seluas 1,5 hektar ... 121

39 Analisa Biaya dan Pendapatan UT6 Dengan Alternatif Agroteknologi 2 seluas 1,5 hektar ... 122

40 Analisa Biaya dan Pendapatan Petani Dari Usaha Ternak ... 123

41 Skema Pola Tanam UT1(Monokultur Kopi) ... 124

42 Skema Pola Tanam UT2 (Kopi dan Sengon) ... 125

43 Skema Pola Tanam UT3 (Kopi dan Tanaman Kayu-kayuan) ... 126

44 Skema Pola Tanam UT4 (Kopi dan Tanaman Buah-buahan) ... 127

45 Skema Pola Tanam UT5 (Kopi, Karet dan Nilam) ... 128

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumberdaya lahan merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional. Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam hidup untuk keperluan produksi maupun untuk keperluan lainnya memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas dengan tetap melakukan tindakan yang menjamin keberadaannya untuk masa mendatang.

Seiring dengan pertambahan penduduk yang semakin meningkat, sementara sumberdaya lahan yang tersedia tetap sehingga terjadi ketidak seimbangan antara jumlah penduduk dan kebutuhan lahan yang mengakibatkan terjadinya konversi lahan pertanian, penyerobotan tanah negara, perambahan hutan, pengusahaan lahan kering perbukitan dan lahan berlereng yang sering kali tidak sesuai dengan kemampuan daya dukung lahan tersebut.

Penutupan hutan di Indonesia sampai dengan tahun 2007 sekitar 50% luas daratan, ada kecenderungan luasan tersebut terus menurun dengan rata-rata laju deforestasi tahun 2000-2005 sebesar 1,089 juta hektar pertahun. Sedangkan lahan kritis dan sangat kritis masih tetap luas yaitu sekitar 30,2 juta hektar, erosi dari daerah pertanian lahan kering tetap tinggi melebihi yang dapat ditoleransi (15 ton/ha/tahun) sehingga fungsi DAS dalam mengatur siklus hidrologi menjadi menurun (Departemen Kehutanan 2009).

DAS Ketahun ditetapkan sebagai DAS Prioritas I berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor : SK. 328/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009. Penetapan prioritas ini didasarkan kepada indikator-indikator lahan, sosial ekonomi, dan kelembagaan. DAS Prioritas I adalah DAS yang prioritas penanganannya paling tinggi karena menunjukkan permasalahan biofisik dan sosial ekonomi DAS paling kritis.Tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan dengan menurunnya penutupan vegetasi permanen dan meluasnya lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan DAS dalam menyimpan air yang berdampak pada meningkatnya frekwensi banjir, erosi dan penyebaran tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau (Departemen Kehutanan 2009).

(21)

2 Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengelolaan DAS (2006), DAS Ketahun memiliki lahan yang dikategorikan kritis seluas 56.526 Ha (23,51%) dan sangat kritis seluas 21.984 Ha (9,14%). Lahan kritis dan sangat kritis tersebut seluas 52.867 Ha (67,1%) terletak di luar kawasan hutan dan seluas 25.823 Ha (32,89%) terletak didalam kawasan hutan.

DAS Ketahun Hulu adalah bagian hulu dari DAS Ketahun seluas 115.998 hektar yang secara administratif terletak di provinsi Bengkulu. Erosi rata-rata yang terjadi di DAS Ketahun Hulu ini cukup tinggi yaitu 229,78 ton/hektar/tahun. Erosi yang terjadi pada kebun campuran, yang merupakan penggunaan lahan terluas selain hutan, rata-rata 220,08 ton/hektar/tahun berdasarkan prediksi erosi yang dilakukan oleh BPDAS Ketahun (2007). Kondisi topografi DAS Ketahun Hulu yang tergolong curam dan sangat curam, sebagian besar terletak pada kelas lereng 15 – 30 % seluas 54.110 hektar (46,64%) dan kelas lereng 30 – 45% seluas 15.582 hektar (16,01%), dapat memicu terjadinya erosi yang besar tersebut.

Erosi yang terjadi di DAS Ketahun Hulu selain berdampak pada menurunnya kualitas lahan juga berdampak pada pendangkalan sungai atau danau. Erosi ini tercermin oleh sedimen yang masuk ke Danau Tes seluas 280,82 hektar yang terdapat di DAS Ketahun Hulu. Sedimen yang masuk ke dalam Danau Tes yang juga dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) ini adalah sebesar 1.309.078,29 m3

Usahatani dominan yang dilakukan oleh petani didaerah ini selain sawah adalah kebun kopi robusta. Luas kebun kopi yang terdapat di DAS Ketahun Hulu adalah 20.000 hektar. Produktifitas kopi didaerah ini masih relatif rendah yaitu 675 kilogram/hektar/tahun (Disbun Provinsi Bengkulu 2009). Usahatani ini

setiap tahunnya. Apabila kondisi ini terus dibiarkan dapat mengancam keberadaan PLTA yang ada didanau tersebut (Bapedalda Provinsi Bengkulu 2006).

Erosi di DAS Ketahun Hulu dapat terjadi karena curah hujan tinggi, lereng yang tergolong curam dan agroteknologi yang dilakukan oleh petani belum menerapkan tehnik-tehnik konservasi tanah. Erosi menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas dan dapat menurunkan kesuburan tanah sehingga produktifitas tanaman pertanian tidak maksimal. Hal ini dapat mengakibatkan dampak yang sangat merugikan terutama pada tingkat kesejahteraan atau pendapatan petani.

(22)

umumnya dilakukan dengan cara menggabungkan dengan tanaman lain yang dimaksudkan sebagai naungan. Selain sebagai naungan tanaman-tanaman tersebut dapat memberikan pendapatan tambahan bagi petani.

Pendapatan petani di DAS Ketahun Hulu rata-rata masih rendah, ini disebabkan oleh luas lahan yang diusahakan oleh petani sempit dan produktifitas yang belum maksimal. Dari hasil usaha pertanian pendapatan petani di DAS Ketahun Hulu berkisar Rp. 6.800.000,-/KK/Tahun sampai dengan Rp. 16.900.000,-/KK/Tahun (Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu 2008). Dari rata-rata pendapatan tersebut pendapatan petani yang tertinggi adalah dari usahatani padi sawah. Pendapatan petani dari usahatani lain umumnya jauh lebih rendah dari usahatani padi sawah. Rata-rata pendapatan petani dari usahatani kopi robusta adalah Rp. 8.607.000,- (Disbun Provinsi Bengkulu 2009). Berdasarkan hasil analisis dari data potensi desa BPS 2006 dari 35.507 kepala keluarga di sekitar DAS Ketahun Hulu, sebanyak 81% kepala keluarga bermata pencaharian sebagai petani. Sebesar 10.834 kepala keluarga masih berada pada kelompok keluarga miskin (pra sejahtera dan KS-1) (BPDAS Ketahun 2007).

Tingkat pendapatan petani yang rendah mendorong mereka untuk memperluas lahan garapan dengan membuka hutan menjadi lahan perkebunan pada lereng-lereng yang terjal (>30%) tanpa mempertimbangkan kemampuan lahan sehingga degradasi lahan semakin meluas. Kurang lebih 4.462 hektar lahan di DAS Ketahun Hulu dengan kelas lereng > 30% telah digunakan untuk kebun campuran. Bapedalda Provinsi Bengkulu (2006) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil interpretasi citra, persentase penutupan yang masih berhutan dari total luas hutan lindung di DAS Ketahun Hulu yang tadinya 20.777,40 hektar yaitu hutan lindung Rimbo Pegadang seluas 9.287,40 hektar dan hutan lindung BT Gedang Hulu Lais seluas 11.490 hektar hanya tinggal 53 % (11.012,022 hektar) sedangkan 47% (9.765,378 hektar) telah dirambah menjadi perladangan.

Usahatani berbasis kopi yang dilakukan oleh petani di DAS Ketahun Hulu masih belum memenuhi indikator-indikator sistem pertanian berkelanjutan dengan erosi tinggi pada penggunaan lahan kebun campuran kopi dikarenakan agroteknologi yang diterapkan belum menerapkan usaha-usaha konservasi tanah yang memadai dan pendapatan petani belum memenuhi kebutuhan hidup layak

(23)

4 dikarenakan produktifitas tanaman yang rendah dan lahan usahatani yang sempit. Untuk dapat mencapai pertanian yang berkelanjutan minimal harus memenuhi 3 (tiga) indikator yaitu pendapatan yang layak bagi setiap petani, erosi yang lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan dan dapat diterima serta dikembangkan oleh petani dengan pengetahuan dan sumberdaya lokal yang dimilikinya (Sinukaban 2007).

Sistem Pertanian Konservasi ini mempunyai ciri-ciri : (1) produksi pertanian cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan usahanya, (2) pendapatan petani cukup tinggi, sehingga petani dapat mendisain masa depan keluarganya dan pendapatan usahataninya, (3) teknologi yang diterapkan baik teknologi produksi maupun teknologi konservasi adalah teknologi yang dapat diterapkan sesuai dengan kemampuan petani dan diterima oleh petani dengan senang hati sehingga sistem pertanian tersebut dapat dan akan diteruskan oleh petani dengan kemampuannya secara terus menerus tanpa bantuan dari luar, (4) Komoditi pertanian yang diusahakan sangat beragam dan sesuai dengan kondisi biofisik daerah, dapat diterima oleh petani dan laku di pasar, (5) Laju erosi kecil (minimal), lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan, sehingga produktivitas yang cukup tinggi dapat dipertahankan/ditingkatkan secara lestari dan fungsi hidrologis daerah terpelihara dengan baik sehingga tidak terjadi banjir dimusim hujan dan kekeringan dimusim kemarau, (6) Sistem penguasaan/pemilikan lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang (longterm investment security) dan menggairahkan petani untuk terus berusahatani (Sinukaban 2007).

Pertanian yang berkelanjutan penting dilakukan untuk menghindari kerusakan sumber daya alam yang semakin luas dan peningkatan pendapatan petani di DAS Ketahun Hulu agar petani dapat hidup layak. Penelitian untuk mengembangkan alternatif-alternatif agroteknologi yang mungkin diterapkan untuk memenuhi indikator-indikator sistem pertanian berkelanjutan di DAS Ketahun Hulu perlu segera dilakukan. Tindakan konservasi tanah dan air perlu dirumuskan untuk mengurangi erosi yang terjadi dan usaha-usaha yang mungkin dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani agar dapat memenuhi kebutuhan hidup layak dengan tanpa melakukan perusakan-perusakan terhadap lingkungan dan sumber daya alam.

(24)

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang perlu segera diatasi di DAS Ketahun Hulu yaitu usahatani yang dilakukan oleh petani belum menerapkan tindakan-tindakan konservasi tanah yang baik sehingga memicu terjadi erosi dengan rata-rata erosi di DAS Ketahun sebesar 229,78 ton/hektar/tahun dan erosi yang terjadi pada kebun campuran yang merupakan penggunaan lahan terluas selain hutan rata-rata 220,08 ton/hektar/tahun (BPDAS Ketahun 2007).

Pendapatan petani dari usahatani masih rendah sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak disebabkan karena rata-rata luas lahan usahatani yang diusahakan oleh petani sempit dan produktifitas tanaman kopi relatif rendah yaitu 675 kg/hektar/tahun dengan pendapatan Rp. 8.607.000,-/KK/tahun (Disbun Provinsi Bengkulu 2009)

Pendapatan yang rendah mendorong petani untuk merambah hutan dan memanfaatkan lahan-lahan pada lereng yang terjal dan tidak sesuai dengan kemampuan lahannya sehingga degradasi lahan semakin meluas. Berdasarkan analisis peta penggunaan lahan kurang lebih 4.462 hektar lahan di DAS Ketahun Hulu dengan kelas lereng > 30% telah digunakan untuk kebun campuran.

Kesuburan tanah pada lahan-lahan perkebunan kopi yang semakin menurun ditandai dengan produktifitas tanaman yang rendah memicu pembukaan lahan-lahan perkebunan kopi baru dengan melakukan perambahan hutan, sehingga dapat mengancam keberadaan hutan lindung yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan masyarakat di DAS Ketahun Hulu.

Kerangka Pemikiran

Daerah Aliran Sungai berperan sebagai daerah resapan dalam menjalankan fungsinya untuk menjaga keseimbangan sistem hidrologi, demikian halnya dengan DAS Ketahun Hulu. Penggunaan lahan dan pengelolaan sumberdaya alam untuk kegiatan pertanian mendominasi kehidupan masyarakat di kawasan tersebut. Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan mengakibatkan tekanan terhadap lahan meningkat dan terjadi degradasi lahan serta terganggunya fungsi hidrologi DAS. Oleh sebab itu diperlukan pemahaman tentang pola umum pemanfaatan lahan sehingga dapat disusun perencanaan

(25)

6 penggunaan lahan dan sistem pertanian yang berkelanjutan dengan 3 (tiga) indikator yaitu (1) pendapatan yang layak bagi setiap petani, (2) erosi yang lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan (3) dapat diterima serta dikembangkan oleh petani dengan pengetahuan dan sumberdaya lokal yang dimilikinya.

Penggunaan lahan dan sumberdaya alam yang dilakukan oleh masyarakat merupakan hasil dari berbagai faktor sosial, ekonomi, dan kondisi sumberdaya lahan yang dihadapi. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pola penggunaan lahan dan sumberdaya alam antara lain : (1) faktor lingkungan sosial ekonomi, (2) karakteristik rumah tangga petani, (3) teknologi, dan (4) faktor biofisik.

Identifikasi penggunaan lahan di lokasi penelitian dilakukan pada lokasi pengamatan intensif yang sudah ditentukan sebelumnya menggunakan peta satuan lahan. Identifikasi ini dilakukan dengan cara survey lapangan dan wawancara dengan masyarakat setempat. Penggunaan lahan aktual ini kemudian dievaluasi kesesuaiannya dengan kemampuan lahan. Evaluasi kemampuan lahan bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan lahan bisa tetap diteruskan apabila telah sesuai dengan kemampuannya atau harus dibuat suatu alternatif rekomendasi penggunaan lahan yang lain apabila penggunaan lahan tersebut tidak sesuai dengan kemampuan lahannya.

Evaluasi pola tanam dan agroteknologi aktual dilakukan setelah evaluasi kemampuan lahan selesai dilakukan dan penggunaan lahan telah ditentukan sesuai dengan kemampuan lahannya. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui jenis tanaman, pola tanam, dan agroteknologi yang dilakukan oleh petani pengguna lahan. Hasil evaluasi pola tanam dan agroteknologi ini kemudian akan digunakan untuk memprediksi erosi aktual.

Hasil prediksi erosi tersebut dibandingkan dengan erosi yang dapat ditoleransi untuk mengetahui apakah prediksi erosi lebih besar atau lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi. Alternatif pola tanam dan agroteknologi dengan menentukan tindakan-tindakan koservasi tanah yang sesuai dengan kondisi lahan dilakukan dengan membuat beberapa alternatif agroteknologi (2 alternatif) yang dapat diterapkan di daerah tersebut agar erosi dapat menjadi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi dan alternatif agroteknologi tersebut mampu dilakukan oleh

(26)

petani setempat. Alternatif agroteknologi ditentukan dengan menggunakan simulasi USLE untuk mendapatkan tindakan koservasi tanah yang tepat.

Analisis usahatani dilakukan pada pola tanam dan agroteknologi aktual dan alternatif agroteknologi. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data-data sosial ekonomi yang diperoleh sebelumnya. Dalam analisis usahatani ini antara lain yang dilakukan adalah analisis pendapatan dan biaya usahatani. Pendapatan petani harus bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari dan menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan lain seperti pendidikan, tabungan, rekreasi dan sebagainya. Dengan kata lain bahwa masyarakat petani dapat hidup dengan layak. Analisa usaha tani dilakukan untuk mengetahui apakah pendapatan petani sudah bisa dikatakan layak atau tidak dengan agroteknologi yang diterapkan saat ini dan alternatif agroteknologi yang direkomendasikan. Peningkatan pendapatan petani dilakukan apabila berdasarkan hasil analisa usahatani belum mencapai standar kebutuhan hidup layak dengan usaha lain yang dapat menambah pendapatan petani sehingga kebutuhan hidup layak tersebut dapat terpenuhi.

Tahapan akhir dari penelitian adalah melakukan ekstrapolasi rekomendasi penggunaan lahan dan alternatif agroteknologi di seluruh wilayah DAS Ketahun Hulu. Kerangka pemikiran pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi karakteristik penggunaan lahan dan agroteknologi di DAS Ketahun Hulu Provinsi Bengkulu.

2. Menyusun perencanaan penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk sistem pertanian berkelanjutan di DAS Ketahun Hulu Provinsi Bengkulu.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pemilik/pengguna lahan untuk mengelola lahannya dan sebagai masukan bagi pemerintah daerah atau instansi yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam di DAS Ketahun Hulu.

(27)

8

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Penelitian Peta Topografi dan

Peta tanah

Overlay Peta

Peta penggunaan lahan terkoreksi

Satuan Lahan Penentuan lokasi pengamatan Survey Pendahuluan

Survey Utama

Pengamatan, pengukuran dan pengambilan data fisik

Pengamatan dan pengambilan data sosial ekonomi

Kelas kemampuan lahan Evaluasi penggunaan dan

kemampuan lahan Alternatif penggunaan lahan

Sesuai Evaluasi pola tanam dan

agroteknologi Prediksi Erosi A<ETol - Tekstur - Struktur - Pemeabilitas - Bahan organik - Kemiringan Lereng - Panjang Lereng - Curah Hujan - Erosi - Kedalaman Efektif - Drainase - Bahaya Banjir - Batuan di Permukaan - Kepekaan Erosi Ya

Alternatif pola tanam dan agroteknologi

Analisis Sosial Ekonomi

Pendapatan bersih>standar hidup layak

Ya

Alternatif Rekomendasi Penggunaan Lahan

Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan pola tanam dan agroteknologi Tidak Tidak Tidak Peningkatan Pendapatan Petani 2,5 m 2,5 m

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS)

Pengelolaan sumberdaya alam yang tidak bijaksana telah menyebabkan degradasi tanah dan air, dan pada gilirannya menurunkan tingkat kemakmuran masyarakat terutama di pedesaan. Penyebab utama tidak bijaksananya cara pengelolaan sumberdaya alam tersebut seringkali berkaitan dengan kurangnya pemahaman keterkaitan biogeofisik antara daerah hulu-hilir DAS sehingga produk kebijaksanaan yang dihasilkan tidak atau kurang memadai untuk dijadikan landasan pengelolaan DAS.

Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai) dalam DAS tersebut. Pengertian DAS tersebut menggambarkan suatu wilayah yang mengalirkan air yang jatuh diatasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui titik yang sama sepanjang suatu aliran atau sungai. Dengan demikian DAS dapat terbagi menjadi beberapa sub DAS dan sub-sub DAS, sehingga luas DAS pun akan bervariasi dari beberapa puluh meter persegi sampai ratusan ribu hektar tergantung dimana titik pengukuran ditempatkan (Sinukaban 2001).

Departemen Kehutanan (2009) mendefinisikan DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan kedanau atau laut secara alami, yang batas didarat merupakan pemisah topografis dan batas di laut dampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas di daratan. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama.

Dengan memperlakukan DAS sebagai suatu sistem dan pengembangannya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup manusia secara lestari, berarti sasaran pengembangan DAS akan menciptakan ciri-ciri DAS yaitu : (1) mampu memberikan produktifitas lahan yang tinggi, (2) mampu menjamin erosi/sedimen yang rendah dan fungsi DAS sebagai penyimpan

(29)

10 air dapat memberikan hasil air yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun, (3) mampu menjaga adanya pemerataan pendapatan petani (equity) dan (4) mampu mempertahankan kelestarian DAS terhadap goncangan yang terjadi (relisilient) (Sinukaban 1999).

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Untuk tercapainya pembangunan DAS yang berkelanjutan, kegiatan pembangunan ekonomi dan lingkungan harus diselaraskan. Dalam hal ini diperlukan penyatuan kedua sisi pandang tersebut secara realistis melalui penyesuaian kegiatan pengelolaan DAS dengan konservasi daerah hulu dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inilah tantangan formulasi kebijakan yang harus dituntaskan apabila tujuan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan ingin diwujudkan.

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Departemen Kehutanan 2009).

Menurut Asdak (2001) bahwa pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya air dan tanah, yang berarti sebagai pengelolaan dan alokasi sumberdaya alam di daerah aliran sungai termasuk pencegahan banjir dan erosi serta perlindungan nilai keindahan yang berkaitan dengan sumberdaya. Pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan yang beroperasi di dalam dan di luar daerah aliran sungai yang bersangkutan.

Selanjutnya menurut Sinukaban (1995) bahwa tujuan umum dari pengelolaan DAS adalah berkelanjutan yang diukur dari pendapatan, produksi, teknologi, dan erosi. Teknologi yang dimaksud adalah teknologi yang dapat dilakukan oleh petani dengan pengetahuan lokal tanpa intervensi dari pihak luar dan teknologi tersebut dapat direplikasi berdasarkan faktor-faktor sosial budaya

(30)

petani itu sendiri. Selanjutnya erosi harus lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi agar kelestarian produktifitas dapat dipertahankan, sehingga dalam pengelolaan DAS ada 7 hal yang harus dilakukan, yaitu : (1) mengkaji kemampuan lahan di wilayah DAS melalui studi klasifikasi kemampuan lahan, (2) menggunakan tanah sesuai dengan kemampuannya dan melindungi tanah dari kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas yang merusak, (3) mengurangi bahaya banjir dan sedimentasi, (4) meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah, (5) meningkatkan produktivitas tanah, (6) memperbaiki dan mempertahankan fungsi hidrologi DAS dan (7) meningkatkan kesejahteraan manusia di dalam DAS.

Dari uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa DAS merupakan suatu satuan geomorfologi yang utuh, baik dilihat dari segi kelengkapan faktor-faktor pembentuknya, proses-proses pembentuknya, batasnya dan daerah lingkupnya termasuk parameter-parameter struktur internalnya. Oleh karena itu DAS merupakan suatu satuan sumber daya dengan sistem pengembangan wilayah atau satuan pemanfaatan sumber daya secara terpadu.

Penggunaan Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Faktor lain yang berpengaruh adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Faktor-faktor sosial dan ekonomi secara murni tidak termasuk dalam konsep lahan ini (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

Lahan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai keterbatasan baik jumlah maupun daya dukungnya, oleh karena itu dalam fenomena penggunaan lahan diperlukan suatu perencanaaan yang dapat menjamin kebutuhan masyarakat. Sasaran perencanaan penggunaan lahan adalah memilih alternatif penggunaan lahan terbaik yaitu penggunaan lahan yang efisien berdasar atas kesamaan hak dan dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat lestari, sehingga untuk menentukan alternatif penggunaan lahan untuk pertanian pada suatu lokasi, perlu adanya penyesuaian dengan penggunaan lahan yang telah ada, keinginan petani,

(31)

12 kemampuan sumberdaya manusia dan kemampuan modal agar memudahkan bagi petani dalam menerima teknologi yang disarankan (Kahirun 2000).

Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan atau jenis tanaman yang terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan seperti tegalan (pertanian lahan kering atau pertanian pada lahan tidak beririgasi), sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang dan sebagainya. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan kedalam lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad 2006).

Evaluasi Kemampuan Lahan

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut. Klasifikasi kesesuaian lahan atau kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan kesesuaiannya atau kemampuannya untuk tujuan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya kedalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum. Kemampuan lahan adalah istilah yang sudah lebih dahulu dan lebih lama digunakan oleh US Soil Conservation Service, di dalam sistem klasifikasi yang telah banyak juga digunakan diberbagai negara baik dalam bentuk aslinya dengan delapan kelas atau dalam bentuk yang telah dirubah (Arsyad 2006).

(32)

Dalam sistem klasifikasi kemampuan lahan ini, lahan dikelompokkan kedalam tiga kategori utama yaitu kelas, subkelas dan satuan kemampuan atau satuan pengelolaan. Pengelompokkan kedalam kelas didasarkan pada intensitas faktor penghambat. Tanah dikelompokan kedalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai kelas VIII. Hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan tanah disajikan pada Gambar 2.

Kelas Kemampuan

Lahan

Intensitas dan Pilihan Penggunaan Meningkat

Hambatan meningkat, kesesuaian dan pilihan penggunaan lahan berkurang Cagar Alam Hutan Pengembalaan Garapan

Terbatas Sedang Intensif Terbatas Sedang Intensif Sangat Intensif I II III IV V VI VII VIII

Gambar 2. Skema Hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas dan Macam Penggunaan Lahan (Arsyad, 2006)

Kelas Kemampuan I

Lahan kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Lahannya datar, solumnya dalam, bertekstur agak halus atau sedang, drainase baik, mudah diolah dan responsif terhadap pemupukan. Lahan kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan, sehingga dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur tanah yang baik diperlukan guna menjaga kesuburan dan mempertinggi produktifitas.

Kelas Kemampuan II

Lahan Kelas II mempunyai beberapa penghambat yang dapat mengurangi pilihan jenis tanaman yang diusahakan atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang tingkatnya sedang, seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman

(33)

14 dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, pembuatan guludan, disamping tindakan-tindakan pemupukan. Faktor penghambat lahan kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut : (1) lereng melandai, (2) kepekaan erosi atau erosi yang telah terjadi adalah sedang, (3) kedalaman tanah agak kurang ideal, (4) struktur tanah agak kurang baik, (5) sedikit gangguan salinitas atau Na tetapi mudah diperbaiki, (6) kadang-kadang tergenang atau banjir, (7) drainase yang buruk mudah diperbaiki dengan saluran drainase, dan (8) iklim sedikit menghambat.

Kelas Kemampuan III

Lahan kelas III memunyai penghambat yang agak berat, yang mengurangi pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang khusus, atau kedua-duanya. Tindakan pengawetan tanah yang perlu dilakukan antara lain adalah penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah dengan waktu untuk tanaman tersebut lebih lama, disamping usaha-usaha untuk memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah. Faktor penghambat lahan kelas III adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut : (1) lereng agak curam, (2) kepekaan erosi agak tinggi atau erosi yang telah terjadi cukup berat, (3) sering tergenang banjir, (4) permeabilitas sangat lambat, (5) masih sering tergenang meskipun drainase telah diperbaiki, (6) dangkal, (7) daya menahan air rendah, (8) kesuburan tanah rendah dan tidak mudah diperbaiki, (9) salinitas kandungan Na sedang, (10) penghambat iklim sedang.

Kelas Kemampuan IV

Lahan kelas IV mempunyai penghambat yang berat yang membatasi pilihan tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-hati, atau kedua-duanya. Penggunaan lahan kelas IV sangat terbatas karena salah satu atau kombinasi dari penghambat berikut : (1) lereng curam, (2) kepekaan erosi besar, (3) erosi yang terjadi berat, (4) tanah dangkal, (5) daya menahan air rendah, (6) sering tergenang banjir yang menimbulkan kerusakan pada tanaman, (7) drainase terhambat dan masih sering tergenang meskipun telah dibuat saluran drainase, (8) salinitas atau kandungan Na agak tinggi, (9) penghambat iklim sedang.

(34)

Kelas Kemampuan V

Lahan kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi mempunyai penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat membatasi penggunaan lahan ini. Akibatnya lahan ini hanya cocok untuk tanaman rumput ternak secara permanen atau dihutankan. Lahan ini datar, akan tetapi mempunyai salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut : (1) drainase yang sangat buruk atau terhambat, (2) sering kebanjiran, (3) berbatu-batu dan (4) penghambat iklim cukup besar.

Kelas Kemampuan VI

Lahan kelas VI mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga tidak sesuai untuk pertanian dan hanya untuk tanaman rumput ternak atau dihutankan. Penggunaan padang rumput harus dijaga agar rumputnya selalu menutup dengan baik. Lahan ini mempunyai penghambat yang sulit sekali diperbaiki, yaitu satu atau lebih sifat-sifat berikut : (1) lereng sangat curam, (2) bahaya erosi atau erosi yang telah terjadi sangat berat, (3) berbatu-batu, (4) dangkal, (5) drainase sangat buruk atau tergenang, (6) daya menahan air rendah, (7) salinitas atau kandungan Na tinggi, dan (9) penghambat iklim besar.

Kelas Kemampuan VII

Lahan kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk usaha tani tanaman semusim dan hanya untuk padang pengembalaan atau dihutankan. Faktor penghambatnya lebih besar dari kelas VI, yaitu salah satu atau kombinasi sifat-sifat berikut : (1) lereng terjal, (2) erosi sangat berat, (3) tanah dangkal, (4) berbatu-batu, (5) drainase terhambat, (6) salinitas atau kandungan Na sangat tinggi, dan (7) iklim sangat menghambat.

Kelas Kemampuan VIII

Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian, dan harus dibiarkan dalam keadaan alami atau dibawah vegetasi hutan. Lahan ini dapat digunakan untuk daerah rekreasi cagar alam atau hutan lindung. Penghambat tidak dapat diperbaiki lagi dari lahan ini adalah salah satu atau lebih sifat-sifat berikut : (1) erosi atau bahaya erosi sangat berat, (2) iklim sangat buruk, (3) tanah selalu tergenang, (4) berbatu-batu, (5) kapasitas menahan air sangat rendah, (6) salinitas atau kandungan Na sangat tinggi, (7) sangat terjal.

(35)

16

Kemampuan Lahan Dalam Tingkat Sub-kelas

Sub kelas adalah pembagian lebih lanjut dari kelas berdasarkan faktor penghambat yang sama, Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan kedalam beberapa jenis, yaitu : bahaya erosi (e), genangan air (w), penghambat terhadap perakaran tanaman (s), dan iklim (c). Jenis-jenis faktor penghambat ini ditulis dibelakang angka kelas seperti berikut : IIIe, IIw, IVs, dan sebagainya, yang masing-masing menyatakan lahan kelas III disebabkan oleh faktor erosi (e), lahan kelas II yang disebabkan oleh faktor air (w) dan lahan kelas IV yang disebabkan oleh terhambatnya perakaran tanaman (s).

Kemampuan Lahan Dalam Tingkat Unit (Satuan Pengelolaan)

Kemampuan lahan dalam tingkat unit memberi keterangan yang lebih spesifik dan detil daripada sub kelas. Lahan yang termasuk dalam suatu unit kemampuan lahan mempunyai kemampuan dan memerlukan cara pengelolaan yang sama untuk pertumbuhan tanaman. Lahan ini mempunyai sifat yang sama dalam hal : (a) kemampuan memproduksi tanaman pertanian dan rumput makanan ternak, (b) memerlukan tindakan-tidakan konservasi dan pengelolaan yang sama, (c) tanaman yang ditanam pada lahan tersebut dengan pengelolaan yang sama akan memberikan hasil yang kurang lebih sama. Dalam tingkat unit, kemampuan lahan diberi simbol dengan menambahkan angka-angka Arab dibelakang simbol sub kelas. Angka-angka menunjukkan besarnya tingkat dari faktor penghambat yang ditunjukkan dalam sub kelas, misalnya IIw-1, IIIe-3, IVs-3 dan sebagainya.

Erosi dan Prediksi Erosi

Erosi adalah peristiwa pindahnya tanah atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ketempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan ditempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu air atau angin (Arsyad 2006).

Dua tipe utama erosi meliputi erosi geologis dan erosi oleh manusia dan hewan. Erosi geologis berperan pada pembentukan tanah dan distribusi tanah pada permukaan bumi, proses erosi yang berlangsung lama ini menyebabkan terbentuknya topografi yang ada sekarang, seperti jurang-jurang, saluran sungai dan lembah. Erosi karena manusia atau hewan meliputi rusaknya agregat tanah

(36)

dan percepatan hilangnya partikel bahan organik dan mineral akibat pengolahan tanah dan hilangnya vegetasi alam (Schwab et al. 1981).

Menurut Arsyad (2006) bahwa erosi ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut : iklim, topografi, vegetasi, tanah dan manusia. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan deskripsi berikut :

A = f (C,T,V,S,H)

dimana : C : Iklim, T : Topografi, V : Vegetasi, S : Tanah dan H : Manusia

Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung ataupun tidak langsung. Pengaruh langsung adalah melalui tenaga kinetis air hujan, terutama intensitas dan diameter butiran hujan. Pada hujan yang intensif dalam waktu pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar daripada hujan dengan intensitas kecil dengan waktu berlangsungnya hujan lebih lama (Asdak 2001)

Karakter topografi yang mempengaruhi erosi adalah besarnya sudut lereng, bentuk dan panjang lereng, serta bentuk dan daerah tangkapan air (Scwab et al. 1981). Selanjunya menurut Kohnke dan Bertrand (1959 dalam Puspaningsih 1997) bahwa kemiringan lereng merupakan faktor yang paling berperan, karena selain memperbesar jumlah aliran permukaan juga mempengaruhi kecepatan aliran permukaan sehingga akan memperbesar kapasitas merusak air.

Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah : (1) melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, (2) menurunkan kecepatan dan volume air larian, (3) menahan partikel-partikel air tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran dan serasah yang dihasilkannya, dan (4) mempertahankan kapasitas tanah dalam menyerap air (Asdak 2001).

Diantara kelima faktor diatas, faktor manusia paling menentukan apakah tanah yang diusahakannya akan rusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan berproduksi secara lestari. Banyak faktor yang menentukan pengaruh manusia terhadap tanah atau lahan yang digarapnya antara lain : luas usaha tani, sistem pengusahaan tanah (land tenure), jenis tanaman dan pemanenannya, status pengusahaan teknologi dan hasil usaha (Arsyad 2006).

Erosi Yang Masih Dapat Ditoleransi (ETol)

(37)

18 petunjuk kerusakan suatu DAS, maka diperlukan tolak ukur untuk menentukan kebijaksanaan penanggulangannya. Tolak ukur yang sudah secara luas dipakai adalah erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol). Erosi yang masih dapat ditoleransikan adalah jumlah tanah hilang yang diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah produktif secara lestari (Arsyad 2006).

Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan, adalah perlu karena tidak mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah berlereng. Akan tetapi suatu kedalaman tanah tertentu harus dipelihara agar terdapat suatu volume tanah yang cukup dan baik bagi tempat berjangkarnya akar tanaman dan untuk tempat menyimpan air serta unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sehingga tanaman/tumbuhan dapat tumbuh dengan baik (Arsyad 2006).

Wischmeier dan Smith (1978) mengemukakan bahwa menentukan erosi diperbolehkan harus mempertimbangkan : (1) ketebalan lapisan tanah atas, (2) sifat fisik tanah, (3) pencegahan terjadinya erosi (gully), (4) penurunan kandungan bahan organik, (5) kehilangan zat hara tanaman.

Dalam menentukan erosi yang diperbolehkan, perlu ditentukan lebih dulu jangka waktu kelestarian tanah (Soil Resource Life) yang diharapkan. Jangka waktu kelestarian tanah adalah lamanya waktu yang ditentukan dimana erosi hanya mengikis tanah sampai kedalaman yang telah ditetapkan, sehingga kedalaman tanah yang tersisa masih dapat produktif. Makin lama jangka waktu kelestarian yang diharapkan, berarti makin sedikit jumlah erosi yang diperbolehkan setiap tahun (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

Pembangunan Pertanian Yang Berkelanjutan

Pertanian sebagai industri yang lestari adalah pertanian yang dirancang secara sistematis menggunakan akal sehat (ratio) dan usaha keras yang berkesinambungan sehingga pertanian itu sangat produktif secara terus menerus, merupakan habitat tenaga kerja yang baik untuk jumlah yang besar dan merupakan suatu usaha yang menguntungkan. Dengan demikian, pertanian dengan industri yang lestari akan dapat menghasilkan produksi pertanian yang cukup tinggi dan memberikan penghasilan yang layak bagi petani secara terus

(38)

menerus sehingga mereka dapat merancang masa depannya disitu. Disamping menghasilkan produksi yang cukup tinggi, secara terus menerus pertanian itu juga harus menghasilkan spektrum produksi yang cukup luas sehingga dapat menyediakan bahan baku bagi berbagai agroindustri dan produk-produk ekspor secara lestari Dengan kemampuan menampung tenaga kerja dalam jumlah besar dengan pendapatan yang cukup tinggi, maka daerah pertanian itu akan menjadi penyerap hasil-hasil industri lain. Semua hal ini akan menjadikan pertanian itu sebagai industri yang lestari (Sinukaban 2007).

Lebih lanjut Sinukaban (2007) menyatakan bahwa produksi pertanian yang cukup tinggi secara terus menerus dapat dipertahankan apabila erosi dari daerah pertanian tersebut lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan (ETol). Apabila erosi lebih besar dari Etol maka produktifitas lahan akan segera menurun, sehingga produksi yang tinggi itu hanya dapat dipertahankan beberapa tahun saja dan akhirnya lahan pertanian tersebut menjadi tidak produktif atau bahkan menjadi lahan kritis, dengan kata lain pertanian seperti itu adalah pertanian yang tidak berkelanjutan.

Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sangat sederhana dan sangat mudah dicerna, bermula dari kenyataan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi itu ada batasnya dan bahwa perekonomian yang terlalu mengandalkan pada hasil ekstraksi sumberdaya alam tidak akan bertahan lama. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak berarti apa-apa jika degradasi lingkungan yang ditimbulkan ikut diperhitungkan dalam perhitungan pendapatan nasional, kemudian para ahli mulai memadukan antara aspek ekologis dan aspek ekonomis dalam perumusan kebijaksanaan nasional. Pada tingkat aplikasi dan pelaksanaan, pemerintah bersama-sama rakyat juga ikut bertanggung jawab, tidak saja terhadap degradasi lingkungan tetapi juga terhadap kebijaksanaan publik yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan (Arifin 2001)

Usaha Tani Kopi Robusta Di DAS Ketahun Hulu

Kopi merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang mempunyai kontribusi cukup nyata terhadap perekonomian Indonesia, yaitu sebagai penghasil devisa, sumber pendapatan petani, penghasil bahan baku industri, penciptaan lapangan kerja dan pengembangan wilayah. Pada tahun 2005 Indonesia

(39)

20 mengekspor kopi robusta sebesar 4.847 karung atau 17,25% dari ekspor kopi robusta dunia. Namun beberapa tahun terakhir telah tergeser oleh Vietnam, yang pada tahun 2005 pangsa pasar kopi robustanya sudah mencapai lebih dari 50% dari perdagangan kopi dunia sebesar 14.642 ribu karung sehingga Indonesia telah tergeser pada posisi keempat setelah Brazil, Vietnam dan Columbia (Soetriono 2009)

Tingkat produktifitas kopi robusta di Indonesia saat ini rata-rata sebesar 700 kg biji kering/hektar/tahun, baru mencapai 60% dari potensi produktifitas yang dimilikinya. Tingkat produktifitas kopi Indonesia juga lebih rendah jika dibandingkan dengan negara produsen utama kopi lainnya, seperti Vietnam (1.540 kilogram/hektar/tahun), Columbia (1.220 kilogram/hektar/tahun) dan Brazil (1.000 kilogram/hektar/tahun) (Dirjen Perkebunan, 2006).

Petanian lahan kering di DAS Ketahun Hulu di dominasi oleh perkebunan kopi rakyat dengan jenis kopi yaitu kopi robusta. Luas areal usahatani kopi di DAS Ketahun pada tahun 2009 seluas 20.000 hektar dengan produksi 390 ton. Terdapat 8.795 kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya dari usaha tani kopi robusta ini. Luas kebun rata-rata yang dimiliki oleh setiap kepala keluarga adalah 1,5 hektar. Produktifitas rata-rata kopi di DAS Ketahun Hulu lebih rendah dari pada produktifitas provinsi dan nasional. Produktifitas kopi di daerah ini adalah 675 kilogram/hektar/tahun, lebih rendah dari produktifitas rata-rata provinsi Bengkulu yaitu 756 kg/hektar/tahun (Disbun Provinsi Bengkulu 2009).

Produktifitas kopi yang rendah ini dapat disebabkan karena pengelolaan tanaman yang masih tradisional, tidak melakukan pemupukan dan tindakan konservasi tanah. Tehnik usahatani kopi di daerah ini lebih banyak dilakukan dengan menggabungkan kopi dengan tanaman lain yang dimaksudkan sebagai naungan bagi tanaman kopi. Kopi ditanam dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 m (1600 batang/hektar). Penyiangan dan pemangkasan cabang dan pucuk dilakukan secara rutin. Umumnya petani tidak melakukan pemupukan.

2,5 m 2,5 m

(40)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan sejak bulan April sampai dengan Juli 2010 di DAS Ketahun Hulu. DAS Ketahun Hulu terletak di Provinsi Bengkulu seluas 115.998 hektar mencakup Kabupaten Lebong, sebagian kecil Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Rejang Lebong. Letak geografis DAS Ketahun Hulu berada di 102°05’00” BT - 102°30’00” BT dan 3°0’00” LS - 3°25’00” LS (Gambar 3).

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap yaitu persiapan dan penentuan lokasi pengamatan intensif, pengumpulan data, analisa data dan penyusunan rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk sistem pertanian berkelanjutan. Lokasi pengamatan intensif dipilih pada salah satu sub DAS sebagai pewakil DAS Ketahun Hulu dan menjadi objek pengamatan, pengumpulan data dan dasar penyusunan perencanaan yang akan diektrapolasikan

(41)

22 ke seluruh wilayah DAS. Pengumpulan data biofisik dan sosial ekonomi dilakukan dengan pengukuran, pengamatan lapangan, wawancara dan kuesioner. Analisa data biofisik dilakukan untuk menentukan karakteristik penggunaan lahan, kelas kemampuan lahan, evaluasi pola tanam dan agroteknologi, prediksi erosi dan erosi yang dapat ditoleransi. Analisa data sosial ekonomi dilakukan untuk mengetahui pendapatan petani dari setiap tipe usahatani dan standar hidup layak.

Berdasarkan hasil analisa data biofisik dan sosial ekonomi ini, disusun rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk sistem pertanian berkelanjutan di DAS Ketahun Hulu dengan memperuntukkan lahan sesuai dengan kemampuannya dan menentukan alternatif-alternatif agroteknologi yang dapat memenuhi indikator-indikator pertanian berkelanjutan yaitu : 1) pendapatan yang layak bagi setiap petani, (2) erosi yang lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan (ETol), (3) dapat diterima serta dikembangkan oleh petani dengan pengetahuan dan sumberdaya lokal yang dimilikinya.

Satuan Lahan Pengamatan Intensif

Data primer biofisik dan sosial ekonomi yang diperlukan untuk penelitian diperoleh di lokasi pengamatan intensif yang mewakili karakteristik satuan-satuan lahan DAS Ketahun Hulu secara keseluruhan. Berdasarkan peta satuan lahan DAS Ketahun Hulu yang diperoleh dari hasil tumpang susun (overlay) peta lereng, peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan, dipilih salah satu sub DAS yang karakteristik satuan lahannya dapat mewakili karakteristik satuan-satuan lahan DAS Ketahun Hulu sebagai lokasi satuan lahan pengamatan intensif. Satuan lahan pengamatan intensif ini menjadi objek pengamatan, pengumpulan data-data biofisik dan sosial ekonomi yang diperlukan untuk penelitian dan menjadi dasar menyusun perencanaan penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk sistem pertanian berkelanjutan. Perencanaan yang disusun di satuan lahan pengamatan intensif ini kemudian diekstrapolasi untuk seluruh DAS Ketahun Hulu sesuai dengan karakteristik setiap satuan lahannya.

Berdasarkan peta satuan lahan DAS Ketahun Hulu dipilih salah satu sub DAS dengan 18 satuan lahan sebagai satuan lahan pengamatan intensif. Peta satuan lahan pengamatan intensif dapat dilihat pada Gambar 4.

(42)

Gambar 4. Peta Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu

(43)

24

Data dan Alat Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder yang meliputi data biofisik dan data sosial ekonomi.

1. Data primer

a. Data biofisik yaitu :

- Tekstur tanah, struktur tanah, permeabilitas tanah, kandungan bahan organik tanah untuk menentukan kelas kemampuan lahan dan erodibilitas tanah (K)

- Tingkat erosi, batuan di permukaan, bahaya banjir, drainase dan kepekaan erosi untuk analisa kemampuan lahan.

- Kedalaman tanah efektif dan bobot isi tanah untuk menentukan erosi yang dapat ditoleransi.

- Panjang dan kemiringan lereng untuk menentukan nilai faktor LS dan analisa kemampuan lahan.

- Penggunaan lahan aktual untuk menentukan kesesuaian penggunaan lahan dengan kelas kemampuan lahan dan nilai faktor C.

- Metode konservasi tanah yang sudah digunakan untuk menentukan nilai faktor P.

b. Data sosial ekonomi yaitu :

- Kependudukan, karakteristik keluarga petani, komponen pendapatan riil, komponen biaya produksi untuk melakukan analisa tingkat pendapatan masyarakat.

- Respon terhadap penggunaan lahan berkelanjutan, pengetahuan tentang tehnik konservasi tanah dan air dan alasan pemanfaatan lahan untuk melakukan perencanaan penggunaan lahan.

2. Data Sekunder

a. Data biofisik DAS Ketahun Hulu yaitu :

- Peta tanah tinjau mendalam skala 1 : 100.000 (Puslittanah dan Agroklimat 1992), peta rupa bumi Indonesia, peta kelas lereng, peta penutupan lahan tahun 2003 skala 1 : 50.000 untuk membuat satuan lahan.

(44)

- Data curah hujan harian selama 15 tahun untuk menentukan nilai faktor erosivitas hujan (R)

b. Data sosial ekonomi seperti : Bengkulu Dalam Angka 2009, Lebong Dalam Angka 2009, buku dan laporan dari instansi terkait lainnya untuk keperluan analisa sosial ekonomi.

Alat

Alat yang digunakan adalah kuesioner, peta kerja, alat pengukur kemiringan lereng, meteran untuk mengukur panjang lereng, GPS untuk menentukan posisi dan arah lokasi pengamatan, bor tanah, ring sampel dan plastik contoh untuk mengambil sampel tanah, alat dokumentasi, seperangkat komputer, alat transportasi dan peralatan tulis menulis.

Metode Pengumpulan Data Pengumpulan Data Biofisik

Data biofisik diperoleh di satuan lahan pengamatan intensif (Gambar 4). Metode pengumpulan data biofisik yang dibutuhkan untuk penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Sampel tanah diambil di setiap satuan lahan pengamatan intensif. Sampel tanah ini akan digunakan untuk memperoleh data tekstur, struktur, permeabilitas tanah, kandungan NPK tanah, kandungan bahan organik tanah, bobot isi, dan kepekaan tanah terhadap erosi. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan ring sampel dan sampel tanah komposit. b. Data tingkat erosi diperoleh dengan pengamatan tanda-tanda terjadinya erosi

seperti erosi alur atau gully erosion serta pengamatan profil tanah di satuan lahan pengamatan intensif kemudian membandingkannya dengan profil tanah pada penutupan lahan hutan primer.

c. Data batuan di permukaan diperoleh dengan pengamatan luas penutupan lahan oleh batuan besar dan persentase volume batuan kecil pada sampel tanah. d. Data drainase dan kedalaman efektif tanah diperoleh dengan pengamatan

profil tanah di satuan lahan pengamatan intensif.

e. Data kemiringan dan panjang lereng diperoleh dengan melakukan pengukuran di lokasi pengamatan intensif.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Penelitian
Gambar 2. Skema Hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas  dan Macam Penggunaan Lahan (Arsyad, 2006)
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 4. Peta Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedikit banyaknya perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru, dan secara langsung guru.. mempengaruhi kegiatan belajar anak

Langkah-langkah dari pengambilan sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Pengambilan sampel dilakukan pada 30 sumur di kawasan pesisir Kecamatan Padang

Dengan hand gesture recognition dan menggunakan metode convexhull algorithm pengenalan tangan akan lebih mudah hanya dengan menggunakan kamera, hanya dengan hitungan detik aksi

pembenaran (justification ); suatu formulasi yang bertujuan atau mengarah pada kurikulum yang berakses pada kritik yang mendalam. Dalam proses belajar-mengajar yang

Seiring dengan perkembangan jaman, kemajuan dalam bidang elektronika, penggunaan papan tulis ini jarang digunakan, karena tidak efisien apabila penulisan hasil suatu lomba

Segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi

Saran bagi sekolah yang memiliki sarana dan prasarana praktek yang baik untuk lebih dapat memelihara dan menjaganya dengan baik, bagi guru sebagai sumber informasi tentang

Hal pokok dari gagasan Braille’s Novel ini adalah sebagai media hiburan sekaligus edukasi yang dapat meningkatkan minat dan kreativitas guna mendorong mereka untuk menghasilkan