• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN MUTU BENIH TOMAT LOKAL MUNA MELALUI APLIKASI TEKNIK INVIGORASI BENIH PLUS AGENS HAYATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN MUTU BENIH TOMAT LOKAL MUNA MELALUI APLIKASI TEKNIK INVIGORASI BENIH PLUS AGENS HAYATI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN MUTU BENIH TOMAT LOKAL MUNA MELALUI APLIKASI TEKNIK INVIGORASI BENIH PLUS AGENS HAYATI

Oleh: Gusti Ayu Kade Sutariati, Andi Khaeruni Ramli, Abdul Madiki1) ABSTRACT

This research was undertaken to evaluate the efficacy of seed invigoration treatment integrated with PGPR (Bacillus polymixa BG25, Pseudomonas fluorescens PG01 or Serratia liquefaciens SG01) singly or in combination, in improving seed quality of tomato. In general, result of experiment showed that seed invigoration treatment integrated with rhizobacteria effective in improving seed quality of tomato. The most effective treatment was the integration of seed matriconditioning using sawdust with rhizobacteria P. fluorescens PG01. The seed treatment increased seedling growth by 90% compared with untreated seed. The treatment was also effective in reducing C.

capsici contamination level by 91% compared with untreated seed. Based on this experiment, rhizobacteria P. fluorescens PG01 integrated with sawdust seed matriconditioning can be used as biocontrol agents in improving

seed quality of tomato.

Key words: seed invigoration, PGPR, seed quality, tomato

PENDAHULUAN

Penggunaan benih unggul bermutu merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan produktivitas usahatani tanaman hortikultura. Keuntungan menggunakan benih unggul selain berdaya hasil tinggi juga memiliki sifat tahan terhadap serangan hama dan penyakit tertentu. Dengan demikian, secara tidak langsung varietas unggul dapat menekan penggunaan pestisida sehingga mengurangi biaya produksi sekaligus melestarikan lingkungan. Akan tetapi, tingkat ketahanan varietas unggul terhadap penyakit dapat berkurang apabila ditanam di daerah lain. Oleh karena itu, benih harus dipersiapkan sebelum tanam dengan memberikan perlakuan benih (seed treatment) yang dapat meningkatkan vigor benih sekaligus mengendalikan penyakit, sehingga produktivitas tanaman meningkat.

Komoditas hortikultura yang cukup banyak diusahakan oleh petani karena memiliki nilai ekonomi tinggi adalah tomat (Lycopersicum esculentum). Luas pertanaman tomat mencapai 52719 ha (Depan, 2004). Rataan produksi nasional tomat mencapai 20 ton ha-1 (BPS, 2004). Sementara itu di Sulawesi Tenggara produksi komoditi tersebut masih sangat rendah yaitu baru mencapai 5 ton ha-1(BPS 2004).

Faktor pembatas utama dalam sistem budidaya tanaman pertanian secara umum adalah adanya gangguan hama dan penyakit tanaman yang hingga kini masih memerlukan pengkajian secara lebih mendalam dan berkelanjutan untuk mendapatkan solusi pemecahan yang lebih baik dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Gangguan penyakit menimbulkan efek yang jauh lebih luas karena sistem penyebarannya yang lebih cepat apalagi jika patogen itu terbawa benih (seedborne) karena benih merupakan sumber penyebaran patogen.

Untuk mengatasi kendala tersebut salah satu teknik pengendalian yang ditawarkan adalah pengendalian hayati menggunakan mikro-organisme yang berasosiasi secara alami dan sinergis dengan tanaman inang. Teknik pengendalian ini semakin populer karena meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap permasalahan keamanan hayati dan permasalahan kesehatan lingkungan sehubungan dengan fitotoksisitas akibat penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan. Selain itu, pengendalian hayati mempunyai potensi untuk melindungi tanaman selama siklus hidupnya dan beberapa jenis mikroorganisme mampu menghasilkan hormon tumbuh (Woitke et al., 2004; Silva et al., 2004), memfiksasi N (Bai et al., 2003),

(2)

melarutkan P (Faccini et al., 2004) sehingga memberi manfaat ganda bagi tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode perlakuan benih pratanam tomat yang mampu meningkatkan mutu fisiologis dan patologis benih tomat melalui penggunaan teknik invigorasi benih plus agens hayati yang berperan sebagai biofertilizer dan biopesticide.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari - Juni 2008. Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tomat varietas Lokal Muna (rentan terhadap berbagai penyakit), agens hayati Bacillus polymixa BG25, Pseudomonas fluorescens PG01 dan Serratia liquefaciens SG01 (Sutariati 2006). Berbagai bahan dan peralatan untuk perbanyakan dan pemeliharaan isolat agens hayati, pengujian mutu fisiologis benih dan kesehatan benih (mutu patologis). Metode

Isolat agens hayati ditumbuhkan dalam medium TSA (B. polymixa BG25 dan S. liquefaciens SG01) atau King’s B (P. fluorescens PG01) padat dan diinkubasi selama 48 jam. Koloni bakteri yang tumbuh disuspensikan dalam akuades steril sampai mencapai kerapatan populasi 109cfu ml-1(Bai et al. 2002).

Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri atas 18 perlakuan: tiga perlakuan biopriming agens hayati tunggal (B. polymixa BG25, P. fluorescens PG01, S. liquefaciens SG01); tiga perlakuan campuran dua agens (B. polymixa BG25 + P. fluorescens PG01, B. polymixa BG25 + S. liquefaciens SG01, P. fluorescens PG01 + S. liquefaciens SG01); satu perlakuan campuran agens (B. polymixa BG25 + P. fluorescens PG01 + S. liquefaciens SG01); enam perlakuan integrasi agens (B. polymixa BG25, P. fluorescens PG01,

S. liquefaciens SG01) dengan matriconditioning (serbuk gergaji, abu arang sekam); dua perlakuan matriconditioning (serbuk gergaji, abu arang sekam); satu perlakuan benih dengan hidrasi; satu perlakuan benih dengan fungisida Benlate; satu kontrol tanpa perlakuan agens hayati. Total keseluruhan unit percobaan adalah 54 unit (3 ulangan).

Sebelum diberi perlakuan, benih tomat didisinfeksi dengan natrium hipoklorit 5% selama 10 menit, dicuci tiga kali dengan air steril, dan dikering-anginkan dalam laminar air flow cabinet selama satu jam. Benih yang telah dikering-anginkan direndam dalam media matriconditioning yang sudah mengandung suspensi masing-masing isolat agens hayati pada suhu kamar. Setelah perlakuan, benih dibersihkan dari media yang melekat kemudian dikering-anginkan kembali dalam laminar air flow cabinet lalu disimpan sampai siap digunakan.

Benih yang telah diberi perlakuan invigorasi plus agens hayati, diuji kesehatannya (mutu patologis) untuk melihat kemungkinan adanya efek penghambatan secara langsung oleh masing-masing agens hayati terhadap patogen yang menginfeksi atau mengkontaminasi benih. Pengujian mutu patologis benih dilakukan dengan cara mengamati tingkat kontaminasi patogen pada benih kedelai dan tomat. Masing-masing sebanyak 25 butir benih tomat diletakkan di atas kertas saring steril lembab di dalam cawan petri ( 9 cm). Tingkat kontaminasi benih (KB) dihitung setiap hari terhadap jumlah pemunculan patogen pada benih dengan rumus:

% 100 x N n = KB

Keterangan : n = jumlah benih terinfeksi patogen N = jumlah total benih yang diamati

Setelah diuji mutu patologisnya, benih yang telah diberi perlakuan invigorasi plus agens hayati kemudian dikecambahkan dalam bak plastik berukuran 20x15x10 cm (panjang x lebar x tinggi) berisi arang sekam steril sebagai media perkecambahan. Untuk setiap perlakuan ditanam 25 benih, dengan tiga ulangan. Pengaruh perlakuan benih terhadap vigor dan viabilitas

(3)

benih yang diuji dievaluasi dengan mengamati daya berkecambah, spontanitas tumbuh, indeks vigor, kecepatan tumbuh relatif, dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50% total pemunculan kecambah (T50). Semua data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis keragaman pada taraf kepercayaan 95%. Uji nilai tengah dilakukan dengan metode DMRT (Duncan Multiple Range Test).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan Benih dengan Teknik Invigorasi yang Diintegrasikan dengan Agens Hayati terhadap Mutu Patologis Benih Tomat

Terjadi penurunan persentase tingkat kontaminasi benih yang signifikan pada benih yang mendapat aplikasi perlakuan benih menggunakan teknik invigorasi plus agens hayati dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1). Jenis agens hayati yang dominan memberikan efek antagonisme terhadap patogen adalah B. polymixa BG25, namun kombinasinya dengan agens yang lain juga memberikan efek yang sama efektifnya dengan aplikasinya secara mandiri. Teknik invigorasi benih (matriconditioning dengan abu arang sekam) juga menampilkan efek yang sama dengan agens hayati dalam menurunkan tingkat kontaminasi benih dibandingkan dengan kontrol. Penurunan tingkat kontaminasi benih berkisar antara 89%-94% dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan agens hayati sebagai agens pengendali cendawan patogen sama efektifnya dengan penggunaan fungisida Dithane M45 sebagai pembanding (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh perlakuan teknik invigorasi benih yang diintegrasikan dengan agens

hayati terhadap tingkat kontaminasi benih tomat Lokal Muna

Perlakuan benih Tingkat kontaminasi benih (%) Kontrol 72,00 a Hidrasi 62,00 a Fungisida 6,00 d

Matric Abu arang sekam (MA) 58,00 a Matric Serbuk gergaji (MS) 36,00 b

Biopriming BG25 4,00 d Biopriming PG01 24,00 c Biopriming SG01 40,00 b Biopriming BG25 + PG01 6,00 d Biopriming BG25 + SG01 6,00 d Biopriming PG01 + SG01 24,00 c Biopriming BG25 + PG01 + SG01 6,00 d Biomatric BG25 + MA 6,00 d Biomatric PG01 + MA 18,00 c Biomatric SG01 + MA 16,00 c Biomatric BG25 + MS 8,00 d Biomatric PG01 + MS 8,00 d Biomatric SG01 + MS 20,00 c Keterangan: BG25 (B. polymixa BG25), PG01 (P. fluorescens PG01), SG01 (S. liquefaciens SG01), MA (Matriconditioning dengan Abu arang sekam), MS (Matriconditioning dengan Serbuk gergaji). Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT =5%

Pengaruh Perlakuan Benih dengan Teknik Invigorasi yang Diintegrasikan dengan Agens Hayati terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Tomat Lokal Muna

Daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, T50

Perlakuan benih menggunakan teknik invigorasi secara mandiri ataupun diintegrasikan dengan agens hayati secara nyata meningkatkan daya berkecambah (DB) benih tomat. Integrasi matriconditioning serbuk gergaji dengan agens hayati P. fluorescens PG01 (Biomatric PG01 + matric serbuk gergaji) memberikan persentase

(4)

daya berkecambah tertinggi (93,33%) dan berbeda nyata dengan kontrol. Sementara itu penggunaan teknik invigorasi menggunakan matriconditioning abu arang sekam memberikan

persentase potensi tumbuh maksimum (PTM) tertinggi (93,67%) dan berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh perlakuan teknik invigorasi benih yang diintegrasikan dengan agens hayati terhadap daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum dan T50 benih tomat Lokal Muna

Perlakuan Benih Mutu Fisiologis Benih

DB (%) PTM (%) T50 (hari)

Kontrol 64,00 d-f 74,67 c-e 4,33 b

Hidrasi 80,00 a-c 82,67 a-d 3,57 c

Fungisida 52,00 g 52,00 f 6,54 a

Matric Abu arang sekam (MA) 82,67 ab 98,67 a 2,58 hi

Matric Serbuk gergaji (MS) 84,00 ab 86,67 a-d 2,44 i

Biopriming BG25 68,00 c-f 74,67 c-e 2,94 e-h

Biopriming PG01 77,33 b-d 78,67 b-d 3,06 d-g

Biopriming SG01 73,33 b-e 73,33 de 3,36 cd

Biopriming BG25 + PG01 77,33 b-d 77,33 b-d 3,25 c-e

Biopriming BG25 + SG01 85,33 ab 90,67 a-c 3,66 c

Biopriming PG01 + SG01 73,33 b-e 78,67 b-d 3,30 c-e

Biopriming BG25 + PG01 + SG01 80,00 a-c 89,33 a-c 3,40 cd

Biomatric BG25 + MA 84,00 ab 84,00 a-d 2,63 hi

Biomatric PG01 + MA 58,67 fg 58,67 f 2,77 f-i

Biomatric SG01 + MA 72,00 b-e 74,67 c-e 2,68 g-i

Biomatric BG25 + MS 61,33 e-g 61,33 ef 3,10 d-f

Biomatric PG01 + MS 93,33 a 93,33 ab 2,50 i

Biomatric SG01 + MS 77,33 b-d 89,33 a-c 2,65 hi

Keterangan: BG25 (B. polymixa BG25), PG01 (P. fluorescens PG01), SG01 (S. liquefaciens SG01), MA (Matriconditioning dengan Abu arang sekam), MS (Matriconditioning dengan Serbuk gergaji), DB (daya berkecambah), PTM (Potensi Tumbuh Maksimum), T50 (Waktu untuk mencapai 50% perkecambahan). Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT =5%.

Penggunaan matriconditioning serbuk gergaji juga mampu menurunkan T50 dan efeknya sama dengan matriconditioning serbuk gergaji yang diintegrasikan dengan P.

fluorescens PG01 yang berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 2).

Kecepatan tumbuh relatif, bobot kering kecambah normal, indeks vigor

Terjadi peningkatan kecepatan tumbuh relatif pada benih tomat Lokal Muna yang mendapat aplikasi teknik invigorasi plus agens

hayati. Biomatric PG01 + matric serbuk gergaji memberikan kecepatan tumbuh relatif benih tertinggi (22,41%/etmal) dan berbeda nyata dengan kontrol. Sementara itu, agens hayati P. fluorescens PG01 yang diintegrasikan dengan matric serbuk gergaji memberikan bobot kering kecambah normal tertinggi (36,67 mg), dan berbeda nyata dengan kontrol namun tidak berbeda nyata dengan B. polymixa BG25 plus abu arang sekam (Tabel 3).

(5)

Tabel 3. Pengaruh perlakuan teknik invigorasi benih yang diintegrasikan dengan agens hayati terhadap kecepatan tumbuh relatif, keserempakan tumbuh dan indeks vigor benih tomat Lokal Muna

Perlakuan Benih Mutu Fisiologis Benih

KCT-R (%) BKKN (mg) IV (%)

Kontrol 12,85 f 10,00 e 61,33 c-e

Hidrasi 15,69 b-f 16,67 de 73,33 b-d

Fungisida 6,64 g 10,00 e 18,67 f

Matric Abu arang sekam (MA) 19,02 a-c 20,00 cd 76,00 bc

Matric Serbuk gergaji (MS) 17,49 b-d 16,67 de 61,33 c-e

Biopriming BG25 12,79 f 20,00 cd 61,33 c-e Biopriming PG01 15,45 c-f 23,33 b-d 74,67 bc Biopriming SG01 16,25 b-f 20,00 cd 65,33 cd Biopriming BG25 + PG01 14,98 d-f 23,33 b-d 70,67 b-d Biopriming BG25 + SG01 14,92 d-f 30,00 ab 76,00 bc Biopriming PG01 + SG01 14,94 d-f 23,33 b-d 72,00 b-d Biopriming BG25 + PG01 + SG01 17,63 b-d 26,67 bc 74,67 bc Biomatric BG25 + MA 19,21 ab 30,00 ab 81,33 ab Biomatric PG01 + MA 13,52 ef 16,67 de 50,67 e Biomatric SG01 + MA 16,68 b-e 20,00 cd 65,33 cd Biomatric BG25 + MS 13,29 ef 16,67 de 58,67 de Biomatric PG01 + MS 22,41 a 36,67 a 93,33 a Biomatric SG01 + MS 17,20 b-d 23,33 b-d 64,00 c-e

Keterangan: BG25 (B. polymixa BG25), PG01 (P. fluorescens PG01), SG01 (S. liquefaciens SG01), MA (Matriconditioning dengan Abu arang sekam), MS (Matriconditioning dengan Serbuk gergaji), KCT-R (kecepatan tumbuh relatif), KST (keserempakan tumbuh), IV (indeks vigor). Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT =5%

Teknik invigorasi benih yang diintegrasikan dengan agens hayati juga secara nyata mampu meningkatkan indeks vigor benih tomat Lokal Muna. Perlakuan benih dengan integrasi teknik invigorasi menggunakan matriconditioning serbuk gergaji (Biomatric PG01 + matric serbuk gergaji) efektif meningkatkan vigor benih tomat Lokal Muna (93,33%) dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3).

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik invigorasi benih yang diintegrasikan

dengan agens hayati secara nyata mampu meningkatkan mutu fisiologis dan patologis benih tomat Lokal Muna dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penggunaan agens hayati sebagai

perlakuan benih mampu

memperbaiki/meningkatkan mutu benih tanaman.

Secara umum dari semua peubah mutu fisiologis benih yang diamati, ketiga jenis agens hayati (B. Polymixa BG25, P. fluorescens PG01 dan S. liquefaciens SG01) yang diintegrasikan dengan teknik invigorasi menggunakan

(6)

matriconditioning serbuk gergaji atau abu arang sekam memberikan kontribusi yang sangat positif dalam membantu memperbaiki mutu fisiologis benih dibandingkan dengan kontrol. Namun demikian, diantara ke-3 agens hayati tersebut, P. fluorescens PG01 yang diintegrasikan dengan matriconditioning serbuk gergaji (Biomatric PG01 + matric serbuk gergaji) memberikan hasil yang lebih baik dalam meningkatkan mutu benih tomat. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, B. Polymixa, P. fluorescens dan S. liquefaciens adalah tiga kelompok bakteri PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) yang cukup efektif meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Peran PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman berhubungan dengan kemampuannya mensintesis hormon tumbuh, memfiksasi nitrogen atau melarutkan fosfat (Wei et al. 1991; Thakuria et al. 2004). Bacillus spp. mampu mensintesis IAA (Thakuria et al. 2004), giberelin (Joo et al.2004) dan sitokinin, disamping kemampuannya melarutkan fosfat, dan memfiksasi nitrogen (Timmusk 2003). Demikian pula P. fluorescens mampu menghasilkan IAA (Thakuria et al. 2004), giberelin (Ping & Boland 2004) dan sitokinin (Garcia de Salamone & Nelson 2004). Sementara Serratia spp. dilaporkan mampu melarutkan fosfat, mensintesis IAA dan memfiksasi nitrogen (Maunuksela 2004).

Hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini dilaporkan oleh Landa et al. (2004) bahwa penggunaan agens hayati secara nyata meningkatkan hasil benih dan mutu fisiologis serta patologis benih chickpea dibandingkan dengan benih yang tidak mendapat perlakuan agens hayati. Inokulasi benih dengan agens hayati juga dilaporkan meningkatkan hasil benih dan kandungan protein benih kedelai dibandingkan dengan tanpa perlakuan agens hayati (Dashtil et al. 2005).

Selain perbaikan yang disebabkan oleh penggunaan agens hayati secara mandiri, aplikasi teknik invigorasi sebagai media inokulasi agens hayati pada benih jyga memberikan peran positif yang tidak dapat diabaikan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, teknik invigorasi benih adalah perlakuan pada benih (seed conditioning)

yang bertujuan untuk mempercepat dan

menyeragamkan pertumbuhan serta

meningkatkan persentase pemunculan kecambah dan bibit. Prinsipnya adalah memobilisasi sumber daya yang dimiliki benih (internal) ditambah sumberdaya dari luar (eksternal) untuk memaksimumkan perbaikan pertumbuhan dan hasil tanaman. Seed conditioning merupakan perbaikan fisiologis dan biokimiawi yang berhubungan dengan kecepatan dan keserempakan, perbaikan dan peningkatan potensial perkecambahan dalam benih selama penundaan perkecambahan oleh media potensial matriks rendah (matriconditioning) atau oleh media berpotensial osmotik rendah (priming atau osmoconditioning) (Desai et al. 1997). Penggunaan teknik invigorasi benih terbukti efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih (Ilyas et al. 2002). Penggunaan teknologi invigorasi benih plus agens hayati juga mampu melindungi benih yang ditanam dari cendawan tular benih dan tular tanah (Zhang et al. 2002; Silva et al. 2004; Yan et al. 2004).

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan agens hayati dapat mengurangi tingkat kontaminasi cendawan patogen pada benih. Perlakuan benih dengan teknik biopriming menggunakan agens hayati B. polymixa, P. fluorescens atau S. liquefaciens menyebabkan penurunan tingkat kontaminasi cendawan patogen pada benih hingga mencapai 94% dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan agens hayati). Dari hasil penelitian sebelumnya juga dilaporkan bahwa perlakuan benih dengan agens hayati Paenibacillus macerans secara nyata menurunkan tingkat kontaminasi patogen terbawa benih Fusarium graminearum pada gandum sebesar 80% dibandingkan dengan kontrol (Luz 2005).

Penurunan tingkat kontaminasi C. capsici dan F. oxysporum pada benih tomat akibat perlakuan agens hayati kemungkinan disebabkan oleh kemampuan agens mensekresikan enzim ekstraseluler protease dan selulase, serta memproduksi siderofor dan HCN atau menghasilkan senyawa yang bersifat anti-mikrob melalui mekanisme antibiosis atau meningkatnya ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen melalui mekanisme induksi

(7)

resistensi. Seperti dilaporkan sebelumnya bahwa mekanisme pengendalian agens hayati yang berasosiasi dengan tanaman terhadap infeksi patogen dapat terjadi secara langsung melalui mekanisme antibiosis atau secara tidak langsung melalui mekanisme induksi resistensi (Zhang 2004).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa integrasi teknik invigorasi benih dengan agens hayati dapat meningkatkan mutu fisiologis dan patologis benih tomat. Penggunaan agens hayati P. fluorescens PG01 matriconditioning serbuk gergaji (Biomatric PG01 + matric serbuk gergaji) memberikan hasil yang lebih baik dan efektif meningkatkan mutu benih tomat dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Saran

Perlakuan benih dengan agens hayati P. fluorescens PG01 yang diintegrasikan dengan teknik invigorasi benih matriconditioning serbuk gergaji (Biomatric PG01 + matric serbuk gergaji) dapat direkomendasikan sebagai PGPR untuk meningkatkan mutu fisiologis dan patologis benih tomat. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat kestabilan efek dari perlakuan yang memberikan hasil terbaik berdasarkan hasil studi ini. Tujuannya adalah untuk mendapatkan paket teknologi benih pratanam melalui pengintegrasian teknik invigorasi benih dan agens hayati yang konsisten dan efektif dalam meningkatkan hasil dan mutu benih tanaman hortikultura.

DAFTAR PUSTAKA

Bai Y, Pan B, Charles TC, Smith DL. 2002. Co-inoculation dose and root zone temperature for plant growth promoting rhizobacteria on soybean [Glycine max (L.) Merr] grown in soil-less media. Soil Biol Biochem 34:1953-1957.

Bai Y, Zhou X, Smith DL. 2003. Enhanced soybean plant growth resulting from coinoculation of

Bacillus spp. strains with Bradyrhizobium japonicum. Crop Sci 43:1774-1781.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2004. Survei Pertanian: Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan Indonesia. Jakarta.

Dashtil N, Zhang F, Hynes R, Smith DL. 2005. Application of plant growtf-promoting rhizobacteria to soybean (Glycine max [L.] Merr.) increases protein and dry matter yield under short-season conditions.

http://www.springerlink.com/app/hom/contribu tion.asp? [14 Maret 2005].

[Deptan] Departemen Pertanian. 2004. Budidaya Sayuran. Jakarta: Dirjen Bina Produksi Hortikultura Direktorat Tanaman Sayuran, Hias dan Aneka Tanaman.

Dwivedi D, Johri BN. 2003. Antifungals from fluorescens pseudomonads: biosynthesis and regulation. Curr Sci 85:1693-1703.

Estrada JD, Rossi MS, Andres JA, Rovera M, Correa NS, Rosas SB. 2004. Greenhouse evaluation of

Pseudomonas aurantiaca formulated as inoculation for the biocontrol of plant

pathogen fungi.

http://www.ag.auburn.edu/argentina/pdfmanus cripts/estrada.pdf [25Okt 2007].

Faccini G, Garzon S, Martines M, Varela A. 2004.Evaluation of the effects of a dual inoculum of phosphate-solubilizing bacteria and Azotobacter chroococcum, in creolo potato (Papa “Criolla”) (Solanum phureya) var ‘Yema

de Huevo’.

http:\www.ag.auburn.edu/argentina/pdfmanus cripts/faccini.pdf [28 Okt 2007].

Garcia de Salamone IE, Nelson LM. 2004. Effects of cytokinin-producing Pseudomonas PGPR strains on tobacco callus growth.

http://www.ag.auburn.

edu/argentina/pdfmanuscripts/garciadesalamo ne.pdf [24 Okt 2007].

Ilyas S, Sutariati GAK, Suwarno FC, Sudarsono. 2002. Matriconditioning improved quality and protein level of medium vigor hot pepper seed. Seed Technol. 24:65-75.

Joo GJ, Kim Y, Lee IJ, Song KS, Rhee IK. 2004. Growth promotion of red pepper plug seedling and the production of gibberellins by Bacillus

cereus, Bacillus macroides and Bacillus pumilus. http://www.ingentaconnect.com/ content2004 [4 Peb 2007].

(8)

Kazempour MN. 2004. Biological control of

Rhizoctonia solani, the causal agent of rice

sheath blight by antagonistics bacteria in greenhouse and field conditions. Plant Pathol

J 3:88-96.

Khan MR, Khan SM. 2002. Effects of root-dip treatment with certain phosphate solubilizing microorganisms on the fusarial wilt of tomato.

Biores Technol 85:213-215.

Landa BB, Navas-Cortes JA, Jimenez-Diaz RM. 2004. Integrated management of fusarium wilt of chickpea with sowing date, host resistance and biological control. Phytopathology 94:946-960.

Luz WC da. 2005. Plant growth-promoting rhizobacteria in graminicolous crops in Brazil.

http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_art text&pid=S01 [20 Sept 2008].

Raaijmakers JM, Weller DM. 2004. Role of antibiotic-producing Pseudomonas spp. in disease suppressive soils.

http://www.ag.auburn.edu/argentina/pdfmanus cripts/raaijmakers.pdf [25 Okt 2007].

Silva HSA, Romeiro RSR, Macagnan D, Vieira BAH, Pereira MCB, Mounteer A. 2004. Rhizobacterial induction of systemic resistance in tomato plants: non-specific protection and increase in enzyme activities. Biol Control 29:288-295.

Thakuria D, Talukdar NC, Goswami C, Hazarika S, Boro RC, Khan MR. 2004. Characterization and screening of bacteria from rhizosphere of rice grown in acidic soils of Assam. Curr Sci 86:978-985.

van Loon LC, Bakker PAHM. 2004. Signalling in rhizobacteria-plant interactions.

http://www.bio.uu.nl/fytopath/pdffiles/BookCh. vanLoon.2003pdf [18 Juli 2007].

Woitke M, Junge H, Schnitzler WH. 2004. Bacillus

subtilis as growth promotor in hydroponically

grown tomatoes under saline conditions. Acta

Hort 659:363-369.

Yan Z, Ryu CM, McInroy J, Reddy MS, Woods F, Wilson M, Kloepper JW. 2004. Induction of systemic resistance against tomato late blight by PGPR. http://www.ag.auburn.edu/ argentina/pdfmanuscripts/yan2.pdf [20 Okt 2007].

Zhang Y. 2004. Biocontrol of sclerotinia stem rot of canola by bacterial antagonists and study of biocontrol mechanisms involved [Thesis]. Winnipeg, Canada: Departement of Plant Science, University of Manitoba.

https://mspace.lib.umanitoba.ca/bitstream/199 3/121/1/Yilan’s+thesis-MSpace.pdf. [14 Okt

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan ini terjadi karena tidak adanya perbedaan pengaruh lama pipping pada telur tetas yang disemprot dengan larutan jeruk nipis dan larutan gula pada dosis

Penelitian ini bertujuan agar dapat mengetahui pengaruh bobot badan induk terhadap fertilitas, daya tetas dan bobot tetas DOC pada ayam Kedu jengger merah

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul : “ Analisis

Konvensi tersebut pada hakikatnya dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masa depan anak sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan dan eksistensi

Abstrak: Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha, faktor sosial, kesesuaian tugas teknologi dan kondisi yang memfasilitas

kewenangan Notaris dalam pasal 15 ayat (2) huruf (g) UUJN bukanlah suatu hal yang baru atau ada yang mengatakan suatu perluasan kewenangan bagi Notaris dan bahkan

Pada perhitungan dengan menggunakan Metode Bola Bergulir (Rolling Sphere Method) telah didapat bahwa BTS Arena Remaja mempunyai nilai efisiensi 0,93 sehingga

Hasil dari amplifikasi DNA total dari hasil PCR RAPD dengan primer yang digunakan dipilih hasil PCR yang terbaik dalam mengaplikasikan pita DNA dari semua spesies lalat buah