• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ELEMEN LINGKUNGAN TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DI RUANG PUBLIK HUNIAN KAMPUNG PADAT PENDUDUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH ELEMEN LINGKUNGAN TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DI RUANG PUBLIK HUNIAN KAMPUNG PADAT PENDUDUK"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ELEMEN LINGKUNGAN TERHADAP INTERAKSI SOSIAL

DI RUANG PUBLIK HUNIAN KAMPUNG PADAT PENDUDUK

Fitrie Aisyah, Evawani Ellisa

1. Department of Architecture, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, Depok, 16424 2. Department of Architecture, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, Depok, 16424

fitri.aisyah@gmail.com ellisa.evawani@gmail.com

Abstrak

Interaksi sosial merupakan kebutuhan semua manusia. Kegiatan ini dapat dilakukan di mana saja, terutama di ruang publik yang merupakan tempat yang dapat diakses oleh siapa saja untuk melakukan berbagai aktivitas. Skripsi ini akan membahas hubungan antara elemen yang seringkali ditemukan di ruang publik dengan interaksi sosial yang terjadi di ruang tersebut dalam konteks permukiman padat penduduk. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, elemen dalam ruang publik ternyata memiliki hubungan yang erat dan timbal balik dengan interaksi sosial di dalam ruang publik. Selain itu, elemen juga dapat memberikan informasi mengenai fungsi lain yang dapat terjadi di ruang publik dan bagaimana cara penduduk di permukiman padat memanfaatkan ruang publik mereka secara bersama-sama.

Kata kunci: elemen, interaksi sosial, permukiman padat penduduk, ruang publik, sharing

The Effect of Environmental Element to Social Interaction in Public Space in High Density Environment

Abstract

Social interaction is everyone‟s needs. The activity can be done anywhere, especially in a public space where people can easily access the space and do various activity. This paper will reveal the relationship between elements found in the public space and social interaction that happen in the space especially in high density settlement. Based on the observation, elements in public space has a close and mutual relationship with social interaction happened in the space. Elements also used to inform people about another function of the public space and how people in high density settlement shared their public space.

Keywords : elements, high density settlement, public space, social interaction, sharing

(2)

Secara tidak sadar, kita mengenali sebuah ruang melalui elemen yang ada di dalamnya. Hal ini diungkapkan oleh Rapoport (1990) “People use various environmental elements to identify the purpose of these rooms as well as their characters and mood.” (p.19). Elemen lingkungan (environmental element) menjadi hal pertama yang kita amati dalam menentukan fungsi dari sebuah ruang. Dari pernyataan tersebut, muncul gagasan untuk mempelajari elemen lingkungan yang berada dalam ruang publik. Seperti namanya, ruang publik merupakan ruang yang dapat digunakan oleh orang banyak untuk berbagai macam aktivitas dan interaksi sosial (Madanipour, 1996). Berbeda dengan ruang publik yang didesain secara formal, ruang publik yang berada di dalam sebuah permukiman padat penduduk bisa jadi hanya merupakan „lahan sisa‟ di antara dinding tempat tinggal mereka.

Lahan yang sempit di luar area privat seharusnya digunakan secara bersama-sama (sharing), namun, dengan terbatasnya lahan, nilai dari ruang luar menjadi besar bagi setiap individu yang tinggal di sekitar ruang luar tersebut. Dengan keterbatasan lahan dan sumber daya, peletakan elemen lingkungan dalam ruang menjadi suatu hal yang penting. Untuk mempelajari elemen lingkungan tersebut, diajukanlah sebuah pertanyaan yaitu, bagaimana hubungan elemen lingkungan pada ruang luar dengan interaksi sosial yang terjadi di ruang tersebut pada permukiman padat penduduk.

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara elemen dengan interaksi sosial yang terjadi di dalam ruang luar. Melalui tulisan ini, kita dapat mempelajari bagaimana interaksi sosial bisa terjadi dan elemen seperti apa yang dapat menghambat atau justru menjadi katalis bagi interaksi tersebut. Selain itu, dengan mempelajari elemen dalam ruang publik, kita dapat mengetahui bagaimana cara penduduk permukiman padat memanfaatkan ruang mereka secara bersama-sama.

Tinjauan Teoritis

Ruang publik dan Interaksi Sosial

Ruang publik merupakan sebuah topik yang umum dalam pembahasan arsitektur. Tidak heran jika banyak sekali definisi yang telah dikemukakan mengenai istilah ini. Madanipour (2006) mendefinisikan ruang publik sebagai sebuah ruang yang “…not controlled by private individuals or organizations, and hence is open to the general public. This space is characterized by the possibility of allowing different groups of people… to intermingle.” (p. 144). Sementara

(3)

William J. Mitchell dalam buku City of Bits (1995) menegaskan bahwa ruang publik bukanlah sebuah ruang sisa setelah orang-orang memberi batas pada ruang-ruang pribadinya.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sebuah ruang publik haruslah berada di luar ruang privat, dapat diakses dengan bebas oleh siapa saja, dan merupakan sebuah tempat untuk berinteraksi (intermingle) dengan orang lain yang juga berada di tempat tersebut. Keberadaan ruang seperti ini penting bagi masyarakat. Menurut Lynch, “public places should be provided where people can congregate and parade –to see and be seen,” (dikutip dari Banerjee dan Southworth, 1995, p. 474). Stephen Carr juga mengatakan bahwa sebuah ruang publik dapat mempererat hubungan di dalam sebuah komunitas (dikutip dari Madanipour, 1996, 146).

Ruang publik merupakan salah satu tempat dimana manusia dapat melakukan interaksi sosial. Manusia, sebagai pelaku interaksi sosial memang dikenal sebagai makhluk sosial. Shaftoe (2008) menyebutkan bahwa keberadaan manusia lainnya sangat penting untuk manusia lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia secara alami membutuhkan interaksi sosial.

Lalu, apakah yang disebabkan oleh interaksi sosial dan interaksi sosial seperti apa yang bisa dikatakan berhasil?

Menurut Lynch, porsi kontak sosial yang tidak sesuai dapat menyebabkan kondisi breakdown pada manusia. Sementara kontak sosial yang cukup dapat meminimalisir pemisahan dan isolasi sosial, meningkatkan intensitas social exchange dan mengurangi usaha untuk melakukannya, dan menciptakan suasana yang nyaman dalam sebuah lingkungan. (dikutip dari Banerjee dan Southworth, 1995).

Elemen Lingkungan dalam Ruang

Menurut Rapoport (1990), elemen lingkungan dapat digunakan di dalam sebuah ruang untuk memberitahu apa fungsi dari suatu ruang dan karakter dari ruang tersebut. Hal tersebut terjadi juga pada ruang publik. Menurut Lynch (1981), ruang publik sebetulnya merupakan media berkomunikasi dengan menggunakan objek-objek seperti bendera, papan tanda, pagar, atap, dan lain-lain. Ia mengatakan bahwa objek-objek tersebut dapat mengkomunikasikan hal-hal seperti kepemilikan, status, fungsi, dan perilaku yang sesuai.

(4)

Pada gambar dapat dilihat bahwa elemen tali yang digunakan sebagai penghalang (barrier) dalam suatu ruang yang besar dapat membentuk antrian manusia. Jika elemen tersebut dihilangkan, akan ada kemungkinan terjadinya saling dorong saat melakukan kegiatan yang sama, yaitu mengantri (gambar 1 kanan). Contoh tersebut menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas di dalam suatu ruang dengan elemen yang ada di dalam ruang tersebut.

Berdasarkan hubungan antara elemen dengan aktivitas yang terjadi dalam ruang, Osmond mengklasifikasikan ruang menjadi dua, yaitu sociofugal space dan sociopetal space (Hall:1966). Sociofugal space adalah ruang yang menjauhkan manusia dari manusia lainnya dan menghambat interaksi sosial. Sementara sociopetal space adalah ruang yang mendekatkan manusia dengan manusia lainnya dan men-encourage terjadinya interaksi sosial.

Pengklasifikasian ini, ada hubungannya dengan elemen yang berada dalam ruang tersebut, terutama dengan penyusunan elemen dalam ruang. Pada ruang sociofugal elemen ruang cenderung disusun dalam bentuk grid sementara pada ruang sociopetal, elemen ruang cenderung disusun dalam bentuk radial (Howard, 2008, http://designforservice.wordpress.com diakses pada 03/05/13). Namun, sebuah ruang tidak bisa langsung berubah sifatnya hanya karena adanya perubahan susunan elemen ruang di dalamnya. Menurut Hall (1966) manusia memiliki keterikatan terhadap ruang dan penyusunan elemen di dalamnya.

Elemen Sebagai Stimulus Aktivitas di Dalam Ruang

Menurut Oxford Dictionaries Online, stimulation berasal dari kata stimulate yang berarti “to encourage development of or increased activity in” (http://oxforddictionaries.com/). Stimulus adalah sesuatu yang dapat memicu hal lain untuk berkembang atau bertambah intensitasnya. Stimulan merupakan salah satu faktor kepuasan manusia terhadap sebuah kota atau lingkungan

Gambar 1 Antrian yang rapi dengan keberadaan rope barrier dan antrian yang chaos

sumber : (gambar kiri) http://www.tribunnews.com (gambar kanan) http://www.dblindonesia.com, 03/05/13

(5)

tempat ia berada (Lynch, 1960). Namun, stimulan yang berlebihan juga dapat menekan manusia, karena manusia secara tidak sadar dipicu untuk bereaksi pada stimulan yang berada di dalam ruang tersebut secara terus menerus. Lynch menyatakannya seperti ini : “At the same time, continuous stimulus or concentration is maddening...” (1981, p. 143)

Gambar 2 Hubungan antara stimulan dalam ruang dan reaksi manusia

sumber : Lawson (2001, p. 20)

Elemen dapat bertindak sebagai stimulan dalam ruang yang dapat mempengaruhi aktivitas manusia di dalamnya. Hal ini disebabkan karena elemen merupakan objek fisik yang dapat terlihat mata dan mata merupakan sumber informasi terpenting bagi manusia saat berada di dalam ruang (Hall, 1966).

Permukiman Padat Penduduk

Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan permukiman pun semakin besar (dikutip dari Watson, Plattus, dan Shibley, 2004). Karena kebutuhan ini tidak dibarengi dengan pertambahan lahan untuk tempat tinggal munculah fenomena overcrowded. Dengan tidak adanya lahan, penduduk tidak lagi memiliki pilihan tempat tinggal. Mereka pun membangun tempat tinggal di tempat yang mereka inginkan. Permukiman inilah yang kemudian disebut sebagai permukiman padat penduduk.

Jika berbicara masalah angka, Lynch menyebutkan bahwa sebuah area dengan kepadatan 100 000 orang/sqm (38.610 orang/kilometer persegi). Pada kepadatan ini, akan muncul permasalahan seperti kurangnya privasi, tidak adanya akses pada air dan udara bersih, dan bahkan kriminalitas. Namun, permukiman padat penduduk tidak selalu diasosiasikan dengan sesuatu yang negatif. Hall (1966) mengatakan bahwa dalam komunitas-komunitas yang memiliki hubungan sosial yang cenderung dekat (highly involved people), maka permukiman padat penduduk justru menjadi tempat yang lebih sesuai untuk mereka tinggali.

(6)

Dari pernyataan Hall tersebut, dapat terlihat bahwa pada permukiman padat penduduk, interaksi sosial dapat memiliki intensitas yang tinggi. Jan Gehl (1971) dalam bukunya Life between Buildings mengatakan bahwa ruang luar yang berukuran lebih kecil, dengan jarak antarbangunan yang lebih dekat dan dapat dijangkau dengan berjalan kaki membuat penghuni merasa terhubung dengan ruang di luar dan membuat ruang menjadi mengundang untuk digunakan.

Konsep Shared Housing dalam Ruang Publik di Permukiman Padat Penduduk

Despres (dikutip dari Arias, 1992) mendefinisikan shared housing sebagai “the sharing of one-kitchen unit by two or more unrelated adults with or without children”. Pada prinsipnya, orang-orang yang tinggal pada suatu shared housing akan berbagi ruang dengan orang yang tinggal di tempat yang sama. Ruang yang digunakan secara bersama-sama ini tentu saja terbatas pada fasilitas tertentu.

Penggunaan ruang publik pada permukiman padat bisa jadi merupakan sebuah adaptasi bentuk dari shared housing. Marcus (2003) menggunakan istilah shared outdoor space untuk menjelaskan suatu jenis ruang publik yang dikelola secara bersama-sama oleh sekelompok orang yang tinggal berdekatan atau sebuah oleh kelompok tersebut. Marcus menyebutkan beberapa karakter dari shared outdoor space sebagai berikut :

1. Ruang tersebut dibatasi oleh beberapa hunian yang menandakan bahwa tempat tersebut tidak sepenuhnya publik;

2. Akses masuk dari jalur utama terbatas; 3. Memiliki skala manusia;

4. Masing-masing hunian memiliki akses langsung terhadap ruang tersebut;

5. Ada batas yang jelas antara area yang privat dan area yang dapat digunakan secara bersama-sama (shared).

Melalui studi kasus yang akan dibahas pada bab selanjutnya, akan dilihat apakah konsep shared housing ini terjadi pada ruang publik di permukiman padat penduduk.

Metode Penelitian

Pengamatan dilakukan dengan cara datang langsung ke tempat yang telah dipilih dan mengamati apa saja yang terjadi pada tempat tersebut dalam rentang waktu 1-2 jam. Hal yang

(7)

diamati adalah aktivitas apa saja yang terjadi dalam ruang selama waktu pengamatan, elemen apa saja yang berada dalam ruang, dan siapa saja pelaku aktivitas tersebut.

Data tambahan didapatkan dengan cara mewawancarai warga yang tinggal atau berada pada ruang publik tersebut saat pengamatan berlangsung. Data tambahan ini berfungsi untuk mengetahui fungsi lain dari ruang publik di luar waktu pengamatan dan informasi lainnya yang dianggap perlu seperti kepemilikan elemen ruang dan pelaku aktivitas dalam ruang.

Gambar 3 Lokasi pengamatan yaitu RT 04 dan RT 07 yang berada di kampung Cikini Ampiun, Jakarta Pusat

sumber : ilustrasi pribadi, 2013

Lokasi pengamatan yang dipilih adalah sebuah permukiman penduduk yang terletak di daerah Cikini, Jakarta Pusat. Pengamatan dilakukan pada dua ruang publik yang berada di RT 07 dan RT 04. Dalam gambar 3, dapat dilihat lokasi masing-masing RT terhadap pasar Cikini (kuning).

Pengamatan dilakukan dengan cara mengidentifikasi elemen-elemen lingkungan yang berada di dalam ruang publik, dan melakukan mapping aktivitas di ruang publik. Data yang diperoleh dari pengamatan kemudian dianalisis dan dijadikan sebagai dasar untuk menjawab pertanyaan dan tujuan dari tulisan ini yang telah disebutkan pada bagian pendahuluan.

Hasil Penelitian

Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hubungan yang terjadi antara elemen lingkungan dalam ruang publik dan interaksi sosial yang terjadi dalam konteks permukiman padat penduduk adalah sebagai berikut :

(8)

1. Elemen lingkungan dapat menstimulasi terjadinya interaksi sosial

Keberadaan elemen lingkungan seperti tempat duduk dan terpal memberi kenyamanan dan dapat mengundang orang ke dalam ruang publik tersebut.

2. Elemen lingkungan dapat muncul akibat adanya interaksi sosial di dalam ruang dan sebaliknya.

Warung di lapangan RT 07 dan RT 04 adalah contoh kemunculan elemen lingkungan akibat adanya interaksi sosial. Kedua pemilik warung sama-sama memanfaatkan suasana ruang publik yang ramai dengan aktivitas interaksi dan aktivitas lainnya untuk mendapatkan keuntungan dengan berjualan. Sebaliknya, warung ini memunculkan orang-orang yang datang untuk membeli barang kebutuhannya.

3. Elemen lingkungan dapat berubah fungsinya sesuai dengan aktivitas interaksi yang terjadi di dalam ruang.

Ruang publik pada dasarnya adalah sebuah tempat untuk melakukan interaksi sosial. Keberadaan elemen lingkungan di dalam ruang publik dapat memenuhi kebutuhan pengguna ruang publik sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Contoh perubahan fungsi ini terjadi pada penggunaan motor sebagai sarana bermain dan tempat duduk oleh anak-anak.

4. Pengaturan letak elemen dapat mempermudah terjadinya interaksi sosial.

Dalam analisis pengamatan lapangan RT 07 telah dijelaskan bagaimana posisi tempat duduk yang menghadap ke arah jalan membuat orang-orang di dalam lapangan dapat menyapa kenalannya yang lewat di jalan. Secara teori, ruang dengan elemen lingkungan yang posisinya mempermudah orang untuk melakukan interaksi sosial disebut sebagai ruang sociofugal (Osmond, dikutip dari Hall. 1966).

5. Ketidakadaan elemen lingkungan dapat membuat fungsi ruang publik sebagai tempat interaksi sosial berkurang dan sebaliknya.

Hal ini terjadi di lapangan RT 04. Lapangan yang penuh dengan motor dan tidak memiliki elemen lingkungan yang dapat digunakan untuk duduk membuat pelaku interaksi sosial mencari lokasi lain agar bisa berinteraksi dengan nyaman.

Sebagai ruang publik, masyarakat permukiman menggunakan lapangan di RT 07 dan RT 04 untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka (berdagang, memarkir motor, menjemur) di ruang

(9)

publik secara bersama-sama. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan ruang dari masing-masing penduduk yang tidak dapat dipenuhi pada ruang privatnya.

Namun, menggunakan ruang publik untuk kebutuhan pribadi tentu saja ada batasannya. Batasan ini, pada kedua lapangan dipenuhi dengan kesepakatan tidak tertulis yang memperbolehkan masing-masing warga memarkir motor atau menjemur dengan menyediakan tiang jemuran di dalam ruang tersebut.

Penggunaan ruang secara bersama-sama ini sebetulnya hampir sama dengan konsep shared housing yang telah dijelaskan di bagian sebelumnya. Dan setelah dianalisis, terdapat kemiripan antara penggunaan lapangan RT 07 oleh sekelompok orang saja (dengan adanya keterbatasan akses dan tidak adanya traffic di dalam lapangan) dengan konsep shared housing yang membuat orang-orang dapat tinggal di unit-unit privat namun berbagi ruang untuk memenuhi kebutuhan privat mereka yang juga dibutuhkan oleh orang lainnya seperti ruang untuk memasak atau ruang untuk makan.

Pembahasan

Pengamatan di RT 07

Lapangan RT 07 merupakan sebuah area yang dikelilingi oleh beberapa rumah penduduk. Lapangan ini terletak di dekat sungai dan merupakan tempat yang cukup ramai dengan aktivitas warga. Lapangan ini dapat diakses dengan menggunakan motor dan berjalan kaki. Lapangan ini digunakan untuk memarkir motor warga RT 07 yang rumahnya berada di sekitar lapangan, menjemur bagi warga sekitar, dan sebagai tempat bersosialisasi bagi anak-anak maupun orang dewasa.

(10)

Gambar 4 Posisi elemen lingkungan dalam ruang luar

sumber: ilustrasi pribadi, 2013

Gambar 4 merupakan identifikasi elemen lingkungan yang dilakukan di lapangan RT 07. Dari identifikasi ini, ditemukan bahwa elemen lingkungan yang ada di lapangan ternyata tidak semuanya bersifat publik. Banyak dari elemen lingkungan tersebut yang sifatnya privat, atau dimiliki oleh penghuni di sekitar lapangan, namun berada di ruang publik dan digunakan oleh publik. Pada gambar 6 dapat terlihat penumpukan antara elemen lingkungan yang sifatnya privat dengan akses warga terhadap elemen lingkungan dilapangan. Sebagian besar elemen lingkungan di lapangan ternyata dapat diakses secara bebas dan secara langsung mendukung aktivitas yang dilakukan oleh warga di dalam lapangan.

(11)

Gambar 5 Diagram kanan merupakan penumpukan dari diagram kiri (elemen lingkungan privat) dan tengah (akses

publik terhadap elemen lingkungan); sebagian besar elemen dapat diakses bebas, sementara sebagian lainnya tidak sumber : ilustrasi pribadi, 2013

Dalam pengamatan, ditemukan bahwa tidak semua elemen lingkungan yang berada di lapangan memiliki hubungan dengan interaksi sosial yang terjadi di lapangan. Untuk melihat hal ini, dilakukan mapping aktivitas dan posisi aktivitas di lapangan selama 2 jam (gambar 6 kiri). Dari mapping tersebut dapat dilihat elemen mana saja yang memiliki hubungan dengan interaksi

Gambar 6 gambar kiri : Mapping aktivitas di lapangan; gambar kanan : lokasi pelaku interaksi sosial

dan hubungan antarpelaku sumber : ilustrasi pribadi, 2013

(12)

sosial. Lebih lanjut lagi, pada gambar 6 kanan juga dapat dilihat bahwa letak elemen lingkungan dalam ruang publik juga mempengaruhi aktivitas dan interaksi sosial yang terjadi di lapangan. Hal ini sesuai dengan teori Stevens (2007), yaitu, interaksi sosial pada orang-orang yang sudah saling mengenal dapat terjadi dalam posisi saling bersebelahan atau berhadapan.

Setelah melakukan pengamatan di RT 07, ditemukan hubungan antara elemen lingkungan dengan interaksi sosial yang terjadi pada ruang sebagai berikut :

a. Elemen lingkungan dapat menstimulasi terjadinya interaksi sosial

b. Elemen lingkungan dapat muncul akibat adanya interaksi sosial di dalam ruang dan sebaliknya

c. Elemen lingkungan dapat berubah fungsinya sesuai dengan aktivitas interaksi yang terjadi di dalam ruang

d. Pengaturan letak elemen lingkungan dapat mempermudah terjadinya interaksi sosial Selain itu, elemen lingkungan yang berada di ruang publik juga memberi informasi mengenai peran ruang publik terhadap penduduk yang tinggal di sekitarnya. Keberadaan motor dan jemuran, misalnya, membuat ruang publik jadi memiliki fungsi untuk melakukan kegiatan privat (menyimpan motor dan menjemur) secara bersama-sama.

Pengamatan di RT 04

Lapangan RT 04 berbatasan langsung dengan beberapa rumah penduduk dan letaknya lebih dekat dengan Pasar Cikini. Lapangan ini merupakan tempat yang cukup ramai dengan aktivitas warga dan digunakan untuk memarkir motor. Namun, pengguna fasilitas parkirnya tidak hanya warga sekitar, melainkan juga orang-orang yang bekerja di pasar.

Gambar 7 merupakan identifikasi elemen lingkungan yang dilakukan di lapangan RT 04. Seperti di RT 07, penggunaan elemen lingkungan yang dimiliki secara pribadi oleh publik juga terjadi di lapangan RT 04 meskipun hanya sedikit. Pada gambar 8 dapat terlihat irisan antara elemen privat dengan akses publik terhadap elemen privat tersebut. Pada gambar yang sama, dapat terlihat juga bahwa terdapat batas yang tegas berupa tembok dan pagar antara teritori privat milik warga dengan teritori publik, yaitu lapangan.

Terdapat perbedaan antara fungsi elemen pembatas di RT 07 dengan RT 04. Jika di RT 07 elemen pembatas memenuhi public necessity yaitu untuk membatasi lapangan dari sungai, maka di RT 04, elemen pembatas ini justru berguna untuk membatasi teritori pribadi yaitu teritori masing-masing pemilik rumah. Ketiga rumah yang berbatasan langsung dengan lapangan ini

(13)

membatasi akses visual dan akses fisik (ketiga pemilik rumah) dari ruang publik ke dalam rumah mereka.

Gambar 7 Posisi elemen lingkungan dalam ruang luar

sumber : ilustrasi pribadi, 2013

Gambar 8 Diagram kanan merupakan penumpukan dari diagram kiri (elemen lingkungan privat) dan tengah (akses

publik terhadap elemen lingkungan); sebagian besar elemen dapat diakses bebas, sementara sebagian lainnya tidak sumber : ilustrasi pribadi, 2013

Pembatasan teritori sendiri sebetulnya merupakan sifat alami manusia (Lawson, 2001 dan Day, 2002). Hal ini muncul karena manusia sebagai makhluk membutuhkan rasa nyaman dan

(14)

pengakuan akan keberadaannya (Lawson, 2001). Di RT 04, pembatasan teori yang terjadi dilakukan secara fisik yaitu dengan membuat tembok yang menutupi area privat, dan membuat pagar yang menandai bagian rumah.

Pengklasifikasian fungsi, kepemilikan, dan penggunaan elemen lingkungan di lapangan RT 04 menunjukkan batasan yang lebih jelas antara elemen-elemen privat dan publik. Jika di RT 07 publik dapat mengakses elemen-elemen privat di lapangan seperti tempat duduk dan teras dengan bebas, di RT 04 justru berlaku sebaliknya. Dengan adanya pagar, warga mengambil sebagian kecil area publik agar tidak bisa diakses secara bebas. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, penduduk di sekitar lapangan merasa segan untuk masuk ke balik pagar tersebut karena merasa bagian di balik pagar merupakan area pribadi pemilik pagar.

Dalam pengamatan, ditemukan bahwa tidak semua elemen lingkungan yang berada di lapangan memiliki hubungan dengan interaksi sosial yang terjadi di lapangan. Untuk melihat hal ini, dilakukan mapping aktivitas dan posisi aktivitas di lapangan selama 1 jam.

Gambar 9 Mapping aktivitas di lapangan

sumber : ilustrasi pribadi, 2013

Dari mapping pada gambar 9, dapat terlihat bahwa kebanyakan aktivitas tidak terjadi di dalam lapangan RT 04 melainkan di sekitarnya. Pada saat pengamatan lapangan memang cukup penuh dengan motor yang diparkir dan jemuran, selain itu, tidak adanya area yang dapat digunakan untuk duduk-duduk sepertinya menjadi salah satu faktor tidak terjadinya interaksi di dalam ruang tersebut. Karena ika dilihat lagi, letak aktivitas yang ramai adalah di posisi B dan C

(15)

(pada gambar 9) dimana pelaku aktivitas dapat duduk di depan rumah dan di tangga rumah milik warga.

Gambar 10 Perubahan ruang selama permainan bulu tangkis.

sumber : dokumentasi pribadi, 2013

Hal menarik yang ditemukan di RT 04 adalah, elemen lingkungan dalam ruang publik juga dapat dimanfaatkan dan diubah fungsi maupun posisinya untuk memperlancar interaksi sosial yang terjadi. Hal ini terjadi pada permainan bulu tangkis yang dilakukan di lapangan RT 04. Pada awalnya, permainan bulu tangkis ini dilakukan di lapangan penuh motor. Posisi pemain berada di area kosong yang tersisa dan dipisahkan oleh motor-motor di sekitar mereka. Beberapa saat kemudian, karena kondisi tersebut dianggap tidak nyaman (ruang gerak sempit dan kok yang tersangkut dan sulit diambil karena ruang cukup penuh) akhirnya anak-anak yang bermain di lapangan memindahkan sendiri motor-motor yang diparkir untuk menciptakan ruang gerak yang lebih luas dari sebelumnya (gambar 10).

(16)

Selain menggeser motor, anak-anak ini juga menggunakan kursi kayu untuk mengambil kok yang tersangkut di atap salah satu rumah. Contoh ini menunjukkan bahwa fungsi dari elemen lingkungan yang ada di dalam ruang publik dapat berubah sesuai dengan kebutuhan pelaku aktivitas di dalam ruang tersebut.

Setelah melakukan pengamatan di RT 04, ditemukan hubungan antara elemen dengan interaksi sosial yang terjadi pada ruang sebagai berikut :

1. Elemen lingkungan dapat men-stimulasi terjadinya interaksi sosial

2. Elemen lingkungan dapat muncul akibat adanya interaksi sosial di dalam ruang dan sebaliknya

3. Elemen lingkungan dapat berubah fungsinya sesuai dengan aktivitas interaksi yang terjadi di dalam ruang

4. Ketidakadaan elemen lingkungan dapat mengurangi interaksi sosial di ruang publik Selain itu, elemen lingungan yang berada di ruang publik juga dapat mengubah sifat ruang publik menjadi ruang privat. Hal ini ditemukan pada peletakan pagar di rumah Pak W. Pagar membuat sebagian ruang publik di dalam pagar sifatnya menjadi ruang semi-publik, orang-orang memiliki akses visual, namun segan untuk melanggar batas tersebut.

Sama seperti pada RT 07, lapangan di RT 04 juga digunakan untuk melakukan kegiatan privat (menyimpan motor dan menjemur) secara bersama-sama.

Konsep Shared Housing pada Ruang Publik di Permukiman Padat Penduduk

Setelah melakukan pengamatan terhadap elemen lingkungan dan hubungannya dengan interaksi sosial di ruang publik, dapat terlihat bahwa ruang publik di permukiman padat penduduk memiliki peran yang sangat besar. Pada dasarnya, ruang publik memang digunakan secara bersama-sama oleh orang-orang yang berada di dalamnya, namun pada ruang publik yang diamati terdapat kebutuhan privat yang dipenuhi di dalam ruang publik. Berbagi ruang untuk memenuhi kebutuhan privat atau sehari-hari adalah salah satu ciri-ciri dari shared housing. Analisis dilakukan untuk mengetahui apakah adaptasi shared housing ke dalam konteks ruang publik terjadi pada ruang publik yang diamati.

(17)

Gambar 11 Diagram (secara berurutan dari atas ke bawah) layout ruang, orientasi bangunan, sirkulasi menuju ruang,

dan traffic di sekitar ruang pada lapangan RT 07 dan RT 04 sumber : ilustrasi pribadi, 2013

Dari analisis yang dilakukan dan diagram yang telah dibuat, jika dikaitkan dengan karakter shared outdoor space yang dibuat oleh Marcus (2004), maka lapangan RT 07 lebih

(18)

memenuhi kriteria sebagai shared outdoor space dibandingkan dengan lapangan RT 04. Dapat dilihat bahwa faktor akses sangat berpengaruh pada aktivitas dan elemen apa yang ada pada masing-masing lapangan.

Seperti pada konsep shared housing yang telah dijelaskan sebelumnya, lapangan RT 07 dapat digunakan oleh sebagian orang (terutama bagi penghuni yang tinggal di sekitar lapangan) untuk melakukan kegiatan privat seperti menyimpan barang atau menjemur. Lapangan juga digunakan untuk berinteraksi secara aktif baik oleh orang dewasa maupun anak-anak. Orang tua tidak khawatir anaknya akan tertabrak motor karena posisi lapangan tidak dekat dengan jalan utama seperti pada lapangan RT 04.

Hasil pengamatan ini membuktikan bahwa kondisi ruang publik di permukiman padat sesuai dengan konsep shared housing. Ruang publik yang digunakan bersama-sama hanya oleh sekelompok orang ini dapat membuat kelompok tersebut merasa aman beraktivitas di dalamnya dan dapat dikelola dengan lebih baik karena penggunanya juga terbatas.

Kesimpulan

Elemen lingkungan yang berada di dalam ruang publik merupakan suatu bentuk penyelesaian masalah keterbatasan ruang dan penandaan teritori pada permukiman padat penduduk. Pada ruang publik yang memiliki sifat shared outdoor space, elemen lingkungan yang sifatnya privat akan banyak terlibat di dalam interaksi sosial yang terjadi di dalam ruang, sedangkan pada ruang publik yang tidak memiliki sifat tersebut, elemen lingkungan lebih banyak berfungsi sebagai penanda teritori. Faktor keamanan yang dibentuk dari sifat ruang sebagai shared outdoor space mempengaruhi keberadaan elemen lingkungan dan kesediaan pemiliknya untuk „berbagi‟ elelemen lingkungan tersebut dengan orang di sekitarnya.

Elemen dalam ruang publik di permukiman padat penduduk dapat menstimulasi terjadinya interaksi sosial. Pengaturan elemen dalam ruang juga mempermudah interaksi sosial untuk terjadi. Selain itu, elemen dapat muncul akibat adanya interaksi sosial dalam ruang dan begitu pula sebaliknya. Sementara interaksi sosial dapat mengubah fungsi suatu elemen dalam ruang luar. Dan berdasarkan hasil pengamatan, tidak hanya keberadaannya, ketidakadaan elemen juga dapat membuat fungsi ruang publik sebagai tempat interaksi sosial berkurang.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, ruang publik, atau ruang terbuka, memiliki peran penting bagi penduduk di permukiman padat. Keberadaan elemen di dalam ruang

(19)

publik menjadi buktinya. Peletakan elemen pribadi di ruang publik untuk kebutuhan penyimpanan merupakan satu solusi dari permasalahan kurangnya lahan pada permukiman padat. Namun, yang lebih penting adalah penggunaan elemen lingkungan secara bersama-sama membuat intensitas pertemuan antar penduduk menjadi besar sehingga ruang publik dapat berfungsi sebagai pengikat komunitas (Lynch dan Carr dikutip dari Banerjee dan Southwort, 1995).

Saran

Tulisan ini dapat dilanjutkan dengan membahas lebih lanjut mengenai mekanisme sharing yang dilakukan oleh penduduk permukiman padat dalam ruang publik mereka. Secara garis besar, dalam skripsi ini dapat dilihat bagaimana konsep tersebut telah dilakukan oleh penduduk permukiman padat meskipun pada kasus yang diamati hal tersebut sangat bergantung pada kondisi fisik dari ruang.

Kepustakaan

(n.d.). Retrieved from Oxford Dictionaries: http://oxforddictionaries.com/

Banerjee, T., & Southworth, M. (1996). City Sense and City Design : Writings and Projects of Kevin Lynch. Massachusetts: The MIT Press.

Bhatt, V., & Rybczynski, W. (2004). How the Other Half Build. In D. Watson, A. Plattus, & R. Shibley, Time-Saver Standards for Urban Design. New York: McGraw-Hill Professional. Carole, D. (1993). A Hybrid Strategy in a Study of Shared Housing. In E. G. Arias, The Meaning

and Use of Housing : International Perspectives, Approaches, and Their Applications (pp. 381-403). Avebury.

Day, C. (2002). Spirit and Place. Oxford: Architectural Press.

Gehl, J. (1971). Life Between Buildings. Washington D.C.: Island Press. Hall, E. T. (1966). The Hidden Dimension. New York: Anchor Books.

Howard, J. (2008, February 9). Design for Service : Sociofugal vs Sociopetal Space. Retrieved

Mei 3, 2013, from Design for Service:

(20)

Lawson, B. (2001). The Language of Space. Oxford: Architectural Press. Lynch, K. (1960). Image of the City. Cambridge: The MIT Press.

Madanipour, A. (1996). Design of Urban Space : an Inquiry into a Socio-Spatial Process. Chichester: John Wiley & Sons.

Marcus, C. C. (2003, January 1). The Design Observer Group : Places. Retrieved May 03, 2013, from Design Observer: http://places.designobserver.com/feature/shared-outdoor-space-and-community-life---research-and-debate/360/

Mitchell, W. J. (1996). City of Bits : Space, Place, and the Infobahn. Massachusetts: The MIT Press.

Rapoport, A. (1990). The Meaning of the Built Environment. Arizona: The University of Arizona Press.

Shaftoe, H. (2008). Convivial Urban Spaces. London: Earthscan.

Gambar

Gambar 1 Antrian yang rapi dengan keberadaan rope barrier dan antrian yang chaos  sumber : (gambar kiri) http://www.tribunnews.com (gambar kanan) http://www.dblindonesia.com,
Gambar 2 Hubungan antara stimulan dalam ruang dan reaksi manusia  sumber : Lawson (2001, p
Gambar 3 Lokasi pengamatan yaitu RT 04 dan RT 07 yang berada di kampung Cikini Ampiun, Jakarta Pusat  sumber : ilustrasi pribadi, 2013
Gambar 4 Posisi elemen lingkungan dalam ruang luar  sumber: ilustrasi pribadi, 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran hasil konversi pakan ikan bisa dilakukan dengan membandingkan antara jumlah pakan yang diberikan dengan pertumbuhan berat yang dihasilkan ikan

Berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang disebutkan oleh pasien dan orang tua pasien yaitu demam yang timbul mendadak tinggi selama 3 hari dan dirasa terus menerus serta

beberapa indikasi interaksi antara jumlah sarang biawak Komodo dan sarang burung Gosong-kaki-merah, sebagaimana diketahui bahwa Loh Lawi merupakan lembah dengan jumlah sarang

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42

Penelitian ini membahas : 1) Praktek gadai sawah tanpa batas waktu yang terjadi di desa Barumbung Kecamatan Matakali, 2) Status hukum gadai sawah tanpa batas waktu

membentuk, investor hipotesis untuk memberikan terlalu berat banyak yang perfformance laba perusahaan di masa lalu dan terlalu sedikit fakta bahwa kinerja cenderung berarti -

memperoleh jenis pelarut yang sesua, untuk rekristalisasi asam B-(2-furil) aknlat dengan harga yang lebih murah dan lebih aman bagi kesehatanI. Rekristalisasi dilakukan

merupakan salah satu modul untuk membekali seorang Ahli Pengawas Konstruksi Bangunan Gedung (Construction Supervision Engineer Of Buildings) dengan harapan dapat :