• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SEJARAH SERIKAT PEKERJA DI INDONESIA. A. Serikat Pekerja di masa Kolonial Belanda (1920an)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II SEJARAH SERIKAT PEKERJA DI INDONESIA. A. Serikat Pekerja di masa Kolonial Belanda (1920an)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

SEJARAH SERIKAT PEKERJA DI INDONESIA

A. Serikat Pekerja di masa Kolonial Belanda (1920an)

Pada masa penjajahan, Serikat Pekerja / Serikat Buruh dalam arti yang sebenarnya tidak ada, hanya ada dalam lapangan sosial dan Olahraga. Bentuk yang ada yaitu Vak Verband. Diantara Perkumpulan / Serikat Pekerja yang telah berdiri yaitu V.S.T.P (Vereniging Van Spooren Tramweg Personcel) yaitu perkumpulan pegawai dari semua angkutan darat kereta api dan trem, kemudian menyusul P.P.P.B (Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumi Putra), yaitu perkumpulan Pegawai dari jawatan Pegadaian.

Demikian juga di daerah-daerah lain bermunculan organisasi Serikat Pekerja, misalnya di Sumatera Selatan ada P.P.P.M (Persatuan Pegawai Petrokum Maatschap). Sejak tahun 1919 sudah dicanangkan rencana untuk mempersatukan Serikat Pekerja ini, namun masih selalu tidak berhasil.

Kegiatan Serikat Pekerja masih terbatas dalam usaha sosial dan olahraga dan ada kalanya ikut mencampuri politik sebagai usaha kaum politik dalam memperkuat untuk mengadakan pergerakan perjuangan kemerdekaan dan kebebasan dari penjajah.

Rencana perpusatan terbentuk dengan nama Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (P.P.K.B), dan pada tahun yang sama terjadilah pemogokan-pemogokan yang dilakukan buruh dengan tuntutan perbaikan nasib kaum buruh.Dengan adanya pemogokan ini maka pemerintah waktu itu mengeluarkan larangan mogok. Larangan ini dikeluarkan dengan alasan bahwa mogok itu bukan bertujuan menuntut kenaikan upah, tetapi adalah merupakan aksi politik.

(2)

24

Pemogokan terjadi di semua unit produksi. Pemogokan berjalan cukup lama (2bulan) dan menghasilkan sedikit perbaikan, juga membuka mata bahwa peraturan perburuhan yang ada sangat berat sebelah dimana pemilik modal dapat berbuat semaunya dan dapat mengakibatkan timbulnya pemogokan.

Pada waktu ini (1920) pemerintah telah mempersoalkan upah minimum bagi buruh dan mempersoalkan lembaga tetap untuk kaum pemilik modal dan buruh bersama-sama. Namun tindakan nyata atas persoalan tersebut belum ada.

Pertengahan tahun 1921 terjadi perpecahan gabungan Serikat Pekerja buruh yang telah dibentuk (PPKB) itu, yaitu dengan keluarnya beberapa perkumpulan dan mendirikan gabungan baru yang diberi nama “Revolitionaire Vakcentrale” berkedudukan di Semarang, selain PPKB yang masih terus menerus dan berkedudukan di Yogya.

Pada tahun 1922 pemogokan masih berlangsung terus dan pengikutnya diantaranya 20% adalah pegawai pemerintah. Pemogokan ini bukan karena hal gaji, tetapi karena perlakuan yang merendahkan dan menghina Pegawai Bumi Putra. Revolitionaire Vakcentrale menganjurkan pemogokan umum yang akan memberikan manfaat bagi buruh karena pemerintah H.B takut akan hal ini. Dan sebagai balasan dari pemerintah H.B. ditangkap beberapa tokoh kaum buruh dan dibuang / dikeluarkan dari Hindia Belanda.

Namun tokoh Revolitionaire Vakcentrale (Semaun) tidak ikut campur di dalam pemogokan itu karena dia keluar negeri mengikuti Kongres Kaum Buruh dari Timur Jauh di Rusia. Dan sekembalinya dari sana direncanakan mengembalikan gabungan yang telah pecah itu. Dan rencananya ini terlaksana

(3)

pada tahun 1922 dengan nama Persatuan Vakbonden Hindia (P.V.H) dengan anggota-anggotanya dari buruh partikulir dan serikat sekerja buruh pemerintah.

Serikat-Serikat Sekerja timbul tenggelam dalam aksi pemogokan yang sebagaimana diketahui bahwa Serikat Pekerja waktu itu banyak dipengaruhi aliran-aliran kebangsaan sosialis agama dan netral yang tujuannya untuk menuju kemerdekaan dan kebebasan. Jadi Serikat Pekerja pada zaman penjajahan berfungsi dua, yaitu dalam usaha cita-cita untuk mencapai kesejahteraan dikalangan buruh khususnya, rakyat umumnya dan keduanya ikut memperjuangkan kemerdekaan.

Pemogokan yang dilakukan oleh suatu serikat sekerja merembet ke serikat sekerja yang lain. Adanya pemogokan dibeberapa tempat, kaum majikan bersatu dengan pemerintah untuk menindas dengan kekerasan dan bahkan disusul dengan penangkapan. Campur tangan Pemerintah itu adalah dengan mencantumkan larangan mogok dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yaitu pada pasal 161 Bis yang berbunyi :

“Dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah barang siapa menyebabkan atau memudahkan beberapa orang tidak menjalankan pekerjaan atau meskipun diperintah dengan syah, enggan menjalankan pekerjaan yang dijanjikannya itu atau ditanggungnya kepada jabatannya, yaitu dengan maksud supaya tertib umum terusik atau rusak keadaan ekonomi masyarakat atau dengan diketahuinya atau patut dapat disangkanya, bahwa karena perbuatan itu tertib umum itu

akan terusik atau keadaan ekonomi masyarakat itu akan rusak.”12

Dengan larangan mogok dari pemerintah masa itu dan dengan mengasingkan pemimpin-pemimpin kaum buruh, maka pemogokan terhenti. P.V.H mendapat pukulan keras dengan pembuangan tokoh-tokohnya dan tahun

12

(4)

26

1926 P.V.H boleh dikatakan mati walaupun serikat-serikat sekerja anggotanya tetap ada.

Tahun 1929 muncul gabungan serikat buruh yang terdiri dari serikat pekerja pegawai pemerintah dan tidak terlibat dalam politik, nama gabungan ini adalah P.V.P.N (Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri). Selain itu juga ada pegawai negeri yang tidak masuk dalam PVPN, mereka disebut Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putra (PPBB). PPBB bertujuan memajukan semangat yang baik dan bekerja bersama dalam pangreh praja, memperhatikan kepentingan pemerintah, membangun rasa pertalian diantara pegawai pangreh praja dan memperhatikan kepentingan anggotanya.

Juga Pada tahun 1930 berdiri Persatuan Serikat Sekerja Indonesia (P.S.S.I) yang terdiri dari Serikat Buruh yang bukan pegawai pemerintah. PSSI ini ada dibawah pengaruh Studieclub dan bekerja di luar lapangan politik, tetapi untuk perbaikan nasib kaum buruh yaitu penilaian upah, waktu kerja dikurangi dan undang-undang sosial untuk melindungi kaum Buruh. Dan untuk itu, kaum sekerja harus mempunyai rasa senasib seperjuangan, teratur tegap dan berdisiplin. PVPN sebagai gabungan serikat sekerja negeri tidak berpolitik dan anggotanya mencapai 29.700 orang dan 13 perkumpulan, antara lain perkumpulan guru-guru.

Tahun 1931 dapat dikatakan merupakan tahun yang sulit (artinya kunjungan) terus menerus turun, pemerintah Hindia Belanda merencanakan pemotongan gaji bagi pegawai-pegawainya. PVPN merencanakan mengadakan fonds / dana penganggur bagi anggotanya yang kehilangan pekerjaan. PVPN menentang keras rencana pemerintah dalam penghematan belanja Negara. Atas aksi PVPN ini pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang pegawai negeri

(5)

untuk menjadi anggota suatu serikat sekerja jika dalam pengurusnya tidak ada pegawai negeri. Pengurus serikat sekerja (yang pegawai negeri) itu selainnya menjadi pengurus Serikat sekerja harus menerangkan bahwa Ia akan memperingati dan mempertahankan kepentingan pemerintah (jajahan) dan akan menentang propaganda dan aksi yang merugikan tata tertib dan suasana, baik di kalangan pegawai negeri (dengan kata lain keterangan setia kepada pemerintah).

Mulai sejak berdirinya PVPN hingga akhir tahun 30an telah melakukan beberapa kali kongresnya. Dan terkahir pada tahun 1939 pada kongres yang ke-8 diperoleh beberapa keputusan yang menyangkut:

1. Peraturan gaji

2. Peraturan buruh bulanan dan pekerja biasa 3. Gaji minimum

4. Peraturan sosial 5. Lama waktu kerja

6. Fonds / dana anak yatim dari pegawai negeri (bangsa Bumi Putra) 7. Terhadap pasal 161 bis KUHPidana

Mengenai Pasal 161 bis KUHPidana, gerakan serikat sekerja mengatakan bukan maksud mereka untuk mengadakan pemogokan. Mereka mengakui perlu adanya larangan mogok. PVPN mengharap pasal 161 bis KUHPidana ini dicabut, karena susunan kata-katanya kurang jelas dan bersifat luas sehingga mudah menafsirkan dan pemakaian yang tidak benar.

Disamping Serikat Sekerja Buruh pegawai negeri, ada juga serikat sekerja buruh pegawai / buruh partikulir yang bernama P.S.S.I (Persatuan Serikat Sekerja Indonesia). Jika dibanding dengan PVPN, anggota P.S.S.I masih kecil.

(6)

28

Selain itu gerakan-gerakan politik juga menyusun tenaga kaum buruh sehingga diantara partai politik memiliki organisasi anak dikalangan buruh misalnya CPBI (Centrale Perkumpulan Buruh Indonesia) dari PNI.

Pada tahun 1941 di Semarang berdiri gabungan Serikat Sekerja Partikuler Indonesia (GASPI) dengan tujuan mengusahakan pekerjaan bersama-sama yang tetap dan teratur, untuk kepentingan serikat-serikat sekerja bersama.

Pada waktu mendirikan GASPI telah diambil keputusan:

1. Meminta kepada Pemerintah supaya serikat sekerja diberi suatu tempat kedudukan dan diberi suatu tempat kedudukan dan diberi hak ikut mengatur hal penetapan penghargaan buruh di perusahaan-perusahaan. 2. Meminta kepada perusahaan-perusahaan Indonesia untuk bekerja ke arah

itu.

Selama masa penjajahan Belanda, gerakan serikat sekerja menunjukkan aktivitas kaum buruhnya sejalan dengan gerakan kebangsaan dan kemerdekaan Tanah Air disamping cita-cita untuk mencapai kesejahteraan dikalangan buruh khususnya. Dengan masuknya pendudukan Jepang, suasana perkumpulan agak lain dari zaman Belanda. Jepang membawa angin seolah-olah Jepang akan menjadi pembebas bangsa untuk menuju kemerdekaan. Sebenarnya Jepang memperalat Indonesia dalam menghadapi Sekutu. Jepang mengundangkan undang-undang perang, sehingga kaum Buruh sangat tertindas. Tenaganya dikerahkan untuk kepentingan perang. Namun demikian semangat juang bangsa dan rakyat Indonesia tetap besar, dimana organisasi tetap bermunculan walaupun secara illegal.13

13

T. Moestafa, Sekilas Gerakan Buruh di Indonesia (Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 1981), hal. 9-19.

(7)

B. Serikat Pekerja Setelah Kemerdekaan (1945-1966)

Dengan lenyapnya belenggu kekuasaan penjajahan di Indonesia, timbullah organisasi buruh di segala lapangan perusahaan, baik partikulir maupun perusahaan pemerintah atau kantor / jawatan. Organisasi-organisasi buruh yang ada masih dalam tingkatan pertumbuhan dengan segala kelemahan-kelemahannya, hal ini dapat dimaklumi karena masih muda dan baru tumbuh.

Perkembangan pertumbuhan masih sejalan dengan jalannya perkembangan politik perjuangan Negara. Seperti diketahui bahwa walaupun telah diproklamirkan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, namun bangsa dan Negara Indonesia masih menghadapi tantangan. Kaum buruh sebagai warga Negara pada waktu itu telah merasa insaf untuk ikut mempertahankan kemerdekaan. Jadi perjuangan atau kegiatan serikat buruh masih juga sejalan dengan kegiatan perkumpulan politik.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama (19 September 1945) dibentuk BBI (Barisan Buruh Indonesia) yang bertujuan ikut mempertahankan kemerdekaan. BBI juga sepakat untuk menuntaskan revolusi nasional. Untuk mempertahankan tanah air dari serangan musuh, BBI membentuk Laskar Buruh Bersenjata di

pabrik-pabrik. Untuk kaum perempuan dibentuk Barisan Buruh Wanita (BBW).14

14

Asri Wijaya, op. cit, hal. 83.

Kemudian (dalam waktu beberapa bulan saja BBI ini pecah menjadi dua, yaitu : P.B.I (Partai Buruh Indonesia) yang bertujuan mempertahankan kemerdekaan serta bergabung dengan perkumpulan politik. Dipihak lain yang tidak menghendaki adanya campur tangan dibidang politik, hanya ingin bergerak di bidang sosial ekonomi adalah GASBI (Gabungan Serikat Buruh Indonesia) yang

(8)

30

pada tahun 1946 menjadi luas dan menyebut dirinya SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia).

Gerakan Serikat Buruh pada zaman kemerdekaan ini masih diwarnai oleh gerakan pada zaman penjajahan yaitu yang bersifat politik dan non politik. Perjuangan nasional sangat banyak mendapat dukungan dari perjuangan kaum buruh. Penderitaan kaum buruh sebenarnya merupakan pendorong utama bagi perjuangan mencapai kemerdekaan bangsa. Karena kaum buruh yang paling merasa tindakan kaum penjajah baik melalui Koeli Ordonansi ataupun Poenale Sanctie. Kesadaran Nasional kaum buruh bangkit karena ada tekanan dari kaum majikan.

Oleh karena itu gerakan dari kaum buruh adalah untuk menghapuskan sisa-sisa kolonialisme Belanda. Teknis organisasi Serikat/Organisasi Buruh masih belum jelas. Kaum buruh bersatu dalam suatu ikatan organisasi hanya keinsafan dan kesadaran atas harga diri dan mendorongnya untuk melepaskan diri dari tekanan penjajahan.

Sesudah kemerdekaan, kaum buruh mulai menyadari untuk memperbaiki nasib yaitu perbaikan upah dan jaminan-jaminan sosial serta lebih jauh menghendaki ikut campur tangan dalam perusahaan. Hal ini di beberapa daerah masih menimbulkan pemogokan-pemogokan. Pemerintah (Republik Indonesia) memberi penghargaan terhadap Buruh yang dinyatakan dengan mengajak kaum buruh turut serta dalam memecahkan persoalan Negara baik sosial, ekonomi maupun politik. Ini terlihat dengan adanya menteri Perburuhan dalam susunan Kabinet (Kabinet Amir Syarifuddin I, 1947), sedang pada empat kabinet sebelumnya tidak terlihat adanya Menteri Perburuhan, tetapi kaum buruh sudah

(9)

ikut berunding dengan pemerintah tentang masalah politik, ekonomi dan sosial yang langsung mengenai kepentingan buruh. Ini terlihat dengan duduknya wakil-wakil golongan Buruh di KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).

Perjuangan buruh mendapat simpati dari kaum buruh di luar negeri. Dan kemudian GABSI menggabungkan diri dengan badan internasional yaitu WFTU (Worle Federation of Trade Union). Kontak kaum buruh Indonesia dengan kaum buruh di luar negeri di pakai untuk memperkokoh perjuangan Negara dan berhasil dengan tercapainya solidaritas dan simpati kaum buruh Internasional terhadap perjuangan Bangsa Indonesia.

Perhatian pemerintah kepada buruh telah ditunjukkan selain dengan di ikut sertakan kaum buruh dalam membicarakan masalah-masalah Negara juga dengan diundangkannya beberapa undang-undang dan peraturan mengenai buruh atau tenaga kerja, antara lain Undang-Undang kecelakan Nomor 33 tahun 1947, Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1948 tentang kecelakaan, Undang-Undang Nomor 23 tahun 1948 tentang Peraturan Perburuhan, Undang-Undang kerja Nomor 12 tahun 1948.

Peraturan atau Undang-Undang dari zaman kemerdekaan ini lain dengan peraturan atau undang-undang dari zaman penjajahan. Karena Undang-Undang dan peraturan pada zaman kemerdekaan itu perhatian pada buruh, sedang pada zaman penjajah peraturan atau undang-undang melindungi pemilik modal.

Perubahan situasi politik di Indonesia membawa perubahan juga pada gerakan perburuhan. Dengan tumbuhnya organisasi politik di Indonesia maka tiap-tiap organsasi politik juga mempunyai anak. Sehingga serikat-serikat buruh

(10)

32

telah diwarnai oleh corak dan gambaran idiologi politik dari masing-masing partai politik.

Pergolakan perjuangan kaum buruh masih berlangsung terus terutama pemogokan masih juga terjadi. Untuk mengatasi kesulitan sebagai akibat pemogokan yang banyak terjadi di tahun 1950-1951 dengan peraturan kekuasaan Militer tanggal 13 Februari 1951 Nomor 1 diadakan Panitia Penyelesaisan Pertikaian Perburuhan di Pusat dan di daerah dibentuk Instansi Penyelesaian Pertikaian Perburuhan, yang pada tahun 1957 dengan Undang-Undang Panitia dan Instansi itu dirobah menjadi Panitia Pertikaian Perburuhan Pusat dan Daerah (Undang-Undang Nomor 22 tahun 1957).

Seperti telah diuraikan di atas bahwa situasi politik menyebabkan tumbuhnya partai-partai politik dan diiringi dengan lahirnya Serikat-Serikat Buruh. Serikat-Serikat Buruh ini kebanyakan adalah Onderbouw dari partai politik. Keadaan politik yang tidak stabil sebagai akibat banyaknya partai politik menuntut penyederhanaan kepartaian. Juga di lingkungan Serikat Buruh tuntutan penyederhanaan itu mengakibatkan lahirnya BKS-BUMIL (Badan Kerja Sama Buruh Militer) pada tahun 1956.

Kemudian Pada Tahun 1959 Pemerintah mengajukan dibentuknya persatuan yang disebut OPPI (Organisasi Persatuan Pekerja Indonesia),namun usaha ini gagal karena tantangan pihak SOBSI. Tetapi terbentuk Sekertaris

Bersama Perjuangan Buruh Pelaksana Trikora (Sekber Buruh) pada tahun 1961.15

15

T. Moestafa, op. cit, Hal. 20-25.

(11)

perundang-undangan yang dilahirkan untuk kepentingan buruh, antara lain, selain yang telah disebut di atas, adalah:

1. Mengenai waktu kerja dan waktu istirahat (Peraturan Menteri Perburuhan Nomor10 tahun 1951)

2. Mengenai hari libur buruh (Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 55 tahun 1952)

3. Mengenai Peraturan Istirahat Buruh (Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1954)

4. Mengenai Perjanjian Perburuhan (Undang-Undang Nomor 1 tahun 1954) 5. Mengenai Labilun kerja bagi kaum buruh (Peraturan Menteri Perburuhan

Nomor 7 tahun 1955)

6. Mengenai bantuan untuk usaha-usaha Penyelenggaraan kesejahteraan buruh (Peraturan Menteri Perburuhan Nomor tahun 1956)

7. Mengenai Dasar-Dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan untuk berunding bersama (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956)

8. Mengenai Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957)

9. Mengenai Penempatan Tenaga Asing (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958).

10. Mengenai Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta (Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964)

11. Mengenai Pembentukan Lembaga Keselamatan dan kesehatan buruh (Peraturan Menteri Perburuhan Nomor tahun 1965)

(12)

34

Dari Peraturan atau Undang-Undang tersebut di atas,terlihat adanya perhatian terhadap nasib buruh. Dengan demikian berarti gerakan atau aksi buruh untuk mendapat kedudukan dan perbaikan nasib telah mendapat tanggapan pemerintah.

Juga mengingat pentingnya akan kelangsungan tujuan nasional dan tujuan pembangunan dengan Keputusan Presiden Nomor7 tahun 1963 telah dikeluarkan: Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan di Perusahaan-Perusahaan, jawatan dan Badan-Badan vital.

C. Serikat Pekerja di Masa Orde Baru (1966-1998)

Meletusnya G-30-S/PKI pada tahun 1965 banyak membawa perobahan dalam gerakan serikat buruh. Semua organisasi yang di bawah naungan PKI serta simpatisannya dinyatakan dilarang.

Pada tahun 1966 dibentuklah KABI (Kesatuan Aksi Buruh Indonesia). Tujuan KABI adalah bersifat politis, sedangkan soal-soal yang bersifat sosial-ekonomis diselesaikan oleh Sekretaris Bersama Buruh.

Keinginan untuk memiliki satu wadah organisasi serikat buruh dalam rangka menyehatkan perjuangan murni bagi anggota-anggotanya (artinya tidak dipengaruhi oleh organisasi induk/organisasi politik), maka pada tanggal 1 November 1969 berdirilah MPBI (Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia) dengan anggota 21 organisasi. Azas MPBI adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Namun MPBI masih belum dapat bekerja seperti yang diharapkan, artinya belum dapat menyelesaikan masalah perburuhan. Hal ini karena kelemahan Struktur organisasi dan kepemimpinannya. MPBI hanyalah baru

(13)

merupakan tempat bertemu dan berdialog para anggota, tetapi belum dapat menghasilkan sesuatu hal yang prinsipil.

Setelah tahun 1966 masalah peburuhan tidak lagi di bawah naungan Departemen Perburuhan, tetapi namanya dirubah dengan Kementrian Tenaga Kerja, yaitu sejak Kabinet Dwikora 1966. Perhatian Pemerintah terhadap buruh dapat dilihat pada instruksi Presiden Kabinet Ampera Nomor 01/U/8/1966 disebutkan:

“Mengusahakan perbaikan nasib tenaga kerja terutama mengenai demokratisasi upah dan jaminan sosial yang memenuhi syarat-syarat minimal, layak, wajar, dilihat dari segi prestasi kerja, jumlah jam kerja dan norma hidup”

Serikat Buruh merupakan suatu economical-force yang penting dan oleh karena itu peranan Serikat Buruh dalam pembangunan juga penting untuk ikut serta dalam merealisir cita-cita masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Tanpa pengertian serta bantuan dari Serikat Buruh, maka akan sulit bagi pemerintah dapat memecahkan masalah yang dihadapi mengenai tenaga kerja.

Penyederhanaan dibidang politik (1973) meleburkan beberapa partai politik dalam satu partai saja, sehingga hanya ada 2 partai, yaitu Partai Demokrasi Indonesia (yang merupakan fusi dari P.N.I, Parkindo, Katolik, I.P.K.I dan Murba) dan Partai Persatuan Pembangunan (yang terdiri dari N.U, Parmusi, P.S.I.I dan Perti). Hal ini menyebabkan serikat-serikat buruh kehilangan induk organisasi politiknya dan dengan demikian serikat buruh bebas menentukan sikap, hanya bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, dakwah dan sebagainya dan tidak ada

(14)

36

segi politik. Kembali serikat buruh merasakan perlunya mempersatukan serikat-serikat buruh dalam satu wadah. Diantara Pemimpin-pemimpin serikat-serikat buruh saling mengadakan pendekatan juga dengan pimpinan pemerintah untuk melahirkan suatu wadah bagi serikat buruh itu.

Maka pada tanggal 10 Februari 1973 berdirilah F.B.S.I (Federasi Buruh Seluruh Indonesia). Pembentukan F.B.S.I ini adalah merupakan realisasi kehendak bersama dari serikat-serikat buruh yang dilontarkan pada Sidang Pleno M.P.B.I tanggal 24-26 Mei 1972 yang berdasarkan pelaksaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Ketetapan M.P.R.S tahun 1966, Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai Tenaga Kerja, Konvensi-Konvensi I.L.O dan peraturan dasar M.P.B.I. Serikat-Serikat buruh pada satu unit produksi meleburkan diri menjadi satu wadah. Sebelum 1973 pada satu unit produksi (misalnya dilapangan pekerjaan Pertanian/Perkebunan) ada beberapa serikat buruh yang bernaung pada partai-partai politik. Sesudah 1973 mereka melebur diri menjadi satu serikat buruh atau Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP) Pertanian/Perkebunan dan ini menjadi anggota F.B.S.I. Demikian juga pada unit-unit produksi lainnya misalnya Pertambangan, Perkayuan, Maritim, Pariwisata, Transport dan sebagainya. Sehingga terciptalah “One Union in one industry”.

Dengan Federasi ini diharapkan tidak ada lagi perpecahan karena kotak-kotak politik (Tentu saja bagi anggota yang ingin berpolitik masih diberi izin untuk masuk ke dalam partai politik, namun sebagai anggota SBLP/FBSI tidak dapat membawakan atributnya sebagai anggota partai politik).

(15)

F.B.S.I tidak berpolitik dan falsafah F.B.S.I adalah falsafah Negara Pancasila dan perjuangan hanya dibidang sosial ekonomi untuk kepentingan kaum buruh khususnya. Dan tentu saja tidak terlepas kepada mensukseskan pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat sejahtera, adil dan makmur. Kedudukan F.B.S.I dilingkungan kaum buruh menjadi kuat setelah keluarnya “Surat PenguKitab Undang-Undang Hukuman FBSI sebagai Vaksentral di Indonesia” oleh Pemerintah tanggal 11 Maret 1974.

Hubungan persahabatan dan persetujuan bersama bilateral dengan organisasi berbagai Negara di dunia semakin berkembang. Hubungan banyak dilakukan untuk meningkatkan pendidikan dan hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keejahteraan buruh. Walaupun pada tahun 1962 telah mulai dibahas masalah pendidikan buruh adalah menjadi tanggung jawab serikat buruh.

Pendidikan buruh yang diharapkan dapat diberikan adalah mencakup:

1. Melatih buruh dan menyiapkannya menjadi seorang anggota serikat buruh yang baik, berguna bagi diri sendiri, bagi keluarganya dan bagi Serikat Buruhnya.

2. Melatih buruh dan menjadikannya seorang warga Negara yang baik. Berguna bagi masyarakat dan tanah airnya.

3. Melatih buruh dan menjadikannya seorang internasionalis yang baik dengan penuh jiwa solidaritas dengan saudara-saudaranya sesama kaum buruh di seluruh dunia dan dengan umat manusia.

Sehingga dengan demikian serikat buruh menjadi kuat, bebas demokratis dan dinamis (Pidato Agus Sudono di depan Kongres Dunia ke VII di Berlin Barat

(16)

38

12 Juli 1962 yaitu Kongres ICFTU ”International Confederation of Free Trade Union” atau ”Gabungan Serikat – Serikat Buruh Merdeka Se Dunia”.

F.B.S.I diakui sebagai satu-satunya wadah yang mewakili buruh Indonesia di dalam International Labour Organization (I.L.O) yang berkedudua n di Geneva. Namun dalam ICFTU dan W.C.L ( World Confederation of Labour), F.B.S.I masih belum sebagai satu-satunya wakil, tetapi serikat buruh lama masing-masing karena mereka ini berafiliasi dan menjadi anggotanya. Walaupun F.B.S.I telah mengadakan hubungan kerja sama dalam bidang pendidikan dan bidang lain. Sehingga dengan demikian terlihat keadaan yang bersifat dualistis. Inilah yang dapat dilihat sebagai kelemahan dari FBSI yang masih belum dapat menjadikan peleburan dari serikat-serikat buruh.

Gerakan buruh atau serikat-serikat Buruh di semua Negara mempunyai sikap yang sama yaitu bahwa mereka dapat mendukung gerakan produktivitas apabila mereka mendapat jaminan bahwa keuntungan dari kenaikan produktivitas itu sebagian dinikmati oleh kaum buruh. Meningkatkan produktivitas adalah sebagai sumbangan utama pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi dalam rangka menaikkan taraf hidup rakyat.

Sering pada gejala rasa khawatir dilingkungan buruh bahwa usaha meningkatkan produktivitas berarti menambah beban kerja dan ada ketidakadilan di dalam membagi keuntungan sebagai akibat kenaikan produktivitas tersebut. Hal inilah yang harus diatasi dengan cara kerjasama yang harmonis, saling mengerti dan saling membantu dan percaya mempercayai antara buruh dan majikan sehingga berhasilnya Program Kenaikan Produktivitas dapat dicapai bila Serikat Buruh berpartisipasi.

(17)

Partisipasi Serikat Buruh ini sebenarnya adalah sejalan dengan tujuan dari serikat buruh itu sendiri, yaitu:

1. Mencapai perbaikan nasib, syarat-syarat kerja dan jaminan sosial yang lebih baik bagi anggota pada khususnya dan kaum buruh pada umumnya. 2. Membantu menciptakan kesejahteraan umum yang adil dan merata,

dengan jalan antara lain menjadi partner alam pembangunan, khususnya pembangungan sosial ekonomi.

Hal ini semua dapat dipahami karena itu sewajarnya serikat buruh harus membantu mempercepat proses pembangunan. Dan ini hanya akan dapat terlaksana bila serikat buruh itu sehat, kuat, demokratis, independent dan bertanggung jawab. Semuanya sesuai dengan definisi Serikat Buruh yaitu: Serikat Buruh adalah suatu organisasi yang sifatnya permanen, demokratis dan dibentuk secara sukarela dari, oleh dan untuk kaum buruh, untuk memberikan perlindungan kepada mereka dalam pekerjaan mereka untuk memperbaiki syarat-syarat kerja mereka dengan jalan perundingan kolektif serta untuk memperbaiki keadaan-keadaan penghidupan mereka dan untuk memiliki alat guna menyatakan pendapat kaum buruh mengenai maslah-masalah yang timbul dalam masyarakat.

Sebagai suatu serikat buruh, maka F.B.S.I mempunyai cita-cita dan tujuan meningkatkan kesejahteraan kaum buruh serta memperjuangkan perbakan nasib, syarat-syarat kerja dan penghidupan yang layak sesuai dengan kemanusiaan juga memperjuangkan terciptanya perluasan kesempatan kerja dalam rangka mensukseskan pembangunan.

(18)

40

Jadi secara umum, tugas dan fungsi F.B.S.I itu adalah:

1. Sebagai partner dalam pembangunan nasional, khususnya dalam bidang sosial eknomi.

2. Sebagai wahana untuk melindungi pekerjaan, memperjuangkan perbaikan nasib, syarat-syarat kerja dan penghidupan yang layak bagi buruh dan keluarganya.

3. Sebagai Partner untuk ikut menciptakan dan memelihara ketenagaan kerja (Industrial peace) di tiap perusahaan dalam rangka menjaga dan meningkatkan produksi.

4. Sebagai partner untuk ikut menciptakan stabilits sosial (Sosial Stability) sebagai sarana mutlak untuk pembangunan.

5. Sebagai Partner dalam meratakan hasil Pembangunan Nasional untuk seluruh rakyat Indonesia termasuk kaum Buruh, antara lain melalui P.K.B

(Perjanjian Kerja Bersama) / C.L.A (Colective Labour Agrement).16

Pada Tahun 1992 Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) didirikan pada 25 April oleh sekelompok aktivis prodemokrasi yang dipimpin Mochtar Pakpahan sebagai Sekjen SBSI. Namun Hingga Tahun 1995 SPSI tetap merupakan satu-satunya Federasi Serikat Pekerja yang diakui oleh Departemen Tenaga Kerja. Menteri Tenaga Kerja menyatakan bahwa serikat pekerja yang dibentuk harus berafilisasi dengan SPSI, dan bahwa pemerintah tidak akan mengakui setiap

serikat pekerja di luar federasi.17

16

T. Moestafa, op. cit, Hal. 28-37. 17

(19)

Reaksi terhadap kebijaksanaan pemerintah dalam mempersulit terbentuknya organisasi buruh tersebut tidak hanya mendapat tanggapan dari dalam negeri, tetapi juga luar negeri yang menyatakan bahwa buruh Indonesia tidak diberikan kemerdekaan untuk berserikat/berorganisasi. Statement ini didukung pula oleh hasil penelitian ILO yang menyimpulkan bahwa “Union Right” buruh di Indonesia sangat dibatasi tanpa diberikan kelonggaran untuk berorganisasi.

D. Serikat Pekerja di masa Reformasi (1998-sekarang)

Sejalan dengan babak baru pemerintah Indonesia yakni era Reformasi yang menuntut pembaharuan di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, karena itu pemerintah melalui Kepres No. 83 Tahun 1998 telah mengesahkan Konvensi ILO No. 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (Convention Concorning Freedom of Association and Protection of The Right to Organise). Tahun 1998 Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) diakui oleh pemerintah. Mochtar Pakpahan, dibebaskan pada bulan Mei setelah beberapa tahun mendekam di penjara. Tahun 2000 Undang-Undang Nomor 21 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh disahkan di Jakarta pada 4 Agustus oleh Presiden Abdurahman Wahid.Tahun 2003 Kongres Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang merupakan gabungan dari 12 organisasi serikat pekerja melaksanakan kongres pendirian pada bulan Januari di Jakarta.

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang bertujan untuk

memperjuangkan aspirasi Buruh Migran Indonesia di tingkat nasional maupun internasional dideklarasikan di Semarang pada 10 Juli 2004. Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Sumatera Utara mendapat kehormatan menjadi

(20)

42

tuan rumah kongres World Federation of Clerical Workers (WFCW) pada 1-4 November 2004. WFCW beranggotakan 70 negara Asia, Afrika, Eropa dan Amerika merupakan federasi dari World Confederation of Labour (WCL),

organisasi buruh yang terkuat.18

Keberadaan Serikat Pekerja / Buruh pada masa Orde Baru belum memenuhi prinsip dasar serikat buruh. Prinsip dasar serikat buruh ada tiga, yaitu kesatuan, mandiri dan demokratis. Prinsip kesatuan, yaitu adanya solidaritas di kalangan buruh bahwa mereka merupakan satu bagian tak terpisahkan dalam organisasi. Prinsip kemandirian maksudnya organisasi buruh harus bebas dari dominasi kekuatan dari luar buruh, baik itu pemerintah, majikan, partai politik, organisasi agama atau tokoh-tokoh individual. Prinsip demokratis, artinya

mendapat dukungan dan partisipasi penuh para anggotanya.19

Tiga prinsip dasar Serikat Pekerja/Buruh itu belum dapat dilaksanakan dengan penuh pada masa Orde Baru karena serikat buruh yang diakui saat itu hanya ada satu, yaitu Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SPSI). Upaya pemerintah untuk memberikan jaminan kebebasan berserikat dan berkumpul bagi buruh selanjutnya dituangkan dalam Undang-Undang Nomor21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Hak berserikat dan berkumpul mendapat perhatian yang besar dari pemerintah. Terdapat norma perlindungan hak berserikat yang

dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000.20

18

http ://rumahkiri.net di-up date tanggal 14 Oktober, 2007.

19

International Union of Food and Allied Worker’s Associations, Buku pegangan untuk serikat buruh, hal. 17-24.

20

(21)

Pengertian serikat pekerja/buruh menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Sifat dari serikat pekerja/buruh adalah sebagai berikut:

1. Bebas, yaitu bahwa sebagai organisasi dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat pekerja/buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/buruh tidak di bawah pengaruh atau tekanan dari pihak lain.

2. Terbuka, yaitu bahwa serikat pekerja/buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/buruh dalam menerima anggota dan atau memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh tidak membedakan aliran politik, agama, suku bangsa dan jenis kelamin.

3. Mandiri, yaitu bahwa dalam mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan organisasi ditentukan oleh ketentuan sendiri tidak dikendalikan oleh pihak lain di luar organisasi.

4. Demokratis, yaitu bahwa dalam pembentukan organisasi, pemilihan pengurus, memperjuangkan, dan melaksanakan hak dan kewajiban organisasi dilakukan sesuai dengan prinsip demokrasi.

5. Bertanggung jawab, yaitu bahwa dalam mencapai tujuan dan melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat pekerja/buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/buruh bertanggung jawab kepada anggota, masyarakat, dan Negara.

(22)

44

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, Serikat Pekerja bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.

Fungsi Serikat Pekerja/Buruh selalu dikaitkan dengan keadaan hubungan industrial. Hubungan industrial diartikan sebagai suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi dan jasa yang meliputi

pengusaha, pekerja dan pemerintah.21

1. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;

Adapun fungsi dari serikat Pekerja/Buruh seperti yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) ialah:

2. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;

3. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

4. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;

5. Sebagai perencana, pelaksana dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 6. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham

di perusahaan.

21

Sentanoe Kertonegoro, Hubungan Industrial, Hubungan Antara Pengusaha dan Pekerja (Bipartid) dan Pemerintah (Tripartid), 1999, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta, hal.2.

(23)

Di dalam Penerimaan Anggota Serikat Pekerja, Serikat Pekerja/buruh, federasi dan konfederasi Serikat Pekerja/Buruh harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin (Pasal 12 UU No.21 Tahun 2000). Seorang Pekerja/Buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/buruh di satu perusahaan. Dalam hal seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada lebih dari satu serikat pekerja/buruh yang bersangkutan harus menyatakan satu pilihan secara

tertulis mana serikat pekerja/buruh yang dipilihnya.22

Menurut Payaman Simanjuntak, Pengamat ketenagakerjaan, dengan pengalaman di berbagai Negara dan dengan mempertimbangkan kondisi sosial, perjuangan serikat pekerja akan lebih efektif jika mereka sepakat hanya memiliki dua sampai maksimal federasi. Selain itu, serikat pekerja disusun menurut sektor atau subsektor industri dan di setiap perusahaan didirikan hanya ada satu serikat

pekerja/buruh.23

Federasi adalah perkumpulan serikat pekerja/buruh, sedangkan konfederasi merupakan gabungan dari sejumlah federasi yang ada di Indonesia. Saat ini, ada tiga konfederasi Serikat Pekerja/Buruh di Indonesia, yakni: KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) yang mencakup 16 Federasi dengan anggotanya sekitar 1.601.378 orang, KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) dengan 7 Federasi dan 458.345 orang anggotanya, serta KSBSI (Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) dengan 12 Federasi dan 337.670

22

Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004), hal. 148

23

(24)

46

orang anggotanya. Sampai akhir 2008 tercatat ada 10.786 serikat pekerja/buruh

dengan anggota sebanyak 3.405.615 orang pekerja.24

“Saling pengertian dalam hal ini maksudnya di antara serikat pekerja/buruh dan para pengusaha mengerti tugas dan kewajibannya selama proses produksi berlangsung,” tegasnya.

Ketua Umum KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), Syukur Sarto mengatakan hubungan industrial di masa mendatang diharapkan dapat lebih kondusif dengan adanya saling pengertian di antara serikat pekerja/buruh dan para pengusaha.

25

1. Orde Baru

Adapun perbedaan signifikan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh di era Orde Baru khususnya dengan era Reformasi adalah sebagai berikut:

a. Pada masa Orde Baru, perbaikan nasib tenaga kerja terutama mengenai demokratisasi upah dan jaminan sosial yang memenuhi syarat-syarat minimal, layak, wajar, dilihat dari segi prestasi kerja, jumlah jam kerja dan norma hidup.

b. Adanya perundingan kolektif, serta untuk memperbaiki keadaan-keadaan penghidupan mereka dan untuk memiliki alat guna

menyatakan pendapat kaum buruh mengenai masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat.

c. Pada masa Orde Baru belum memenuhi prinsip dasar serikat buruh, yaitu kesatuan, mandiri dan demokratis.

24

http://bataviase.co.id/node/104891

25

(25)

d. Pada masa Orde Baru serikat buruh yang diakui saat itu hanya ada satu, yaitu Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SPSI).

2. Reformasi

a. Di era Reformasi ini, Pemerintah memberikan jaminan kebebasan berserikat dan berkumpul bagi buruh yang selanjutnya dituangkan dalam Undang-Undang Nomor21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh.

b. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, Serikat Pekerja bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.

c. Pada masa Reformasi, Serikat Pekerja/Buruh selalu dikaitkan dengan keadaan hubungan industrial yang diartikan sebagai suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi dan jasa yang meliputi pengusaha, pekerja dan pemerintah.

d. Di era Reformasi, Serikat Pekerja disusun menurut sektor atau subsektor industri dan di setiap perusahaan didirikan hanya ada satu serikat pekerja/buruh.

Referensi

Dokumen terkait

Materi divalidasi oleh dua validator materi. Hasil validasi materi yang telah divalidasi sebelumnya oleh para ahli validator materi selanjutnya dianalisis. Dari hasil

Penggunaan zeolit dalam ransum ternak babi sudah banyak diteliti diantaranya penelitian Mumpton dan Fishman (1977) menyatakan penggunaan zeolit dalam ransum babi dengan

Perkembangan teknologi informasi membawa perubahan besar pada berbagai segmen kehidupan masyarakat, tidak terkecuali pada bidang pendidikan yakni dengan adanya

Modifikasi gaya hidup pada penderita hipertensi yang dapat diambil dari penelitian Leiter et al (dalam CMAJ 1999); Hasil penelitiaan tersebut dari Randomized

Suatu kondisi emosional karyawan dengan adanya kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan, apabila harapan yang ada pada individu dapat terjadi

Penelitian ini terbatas pada variabel yang digunakan yaitu hanya profitabilitas, ukuran perusahaan, kompleksitas operasi perusahaan dan reputasi KAP

Pengujian secara keseluruhan bertujuan untuk mengetahui kinerja sistem pengaman mobil setelah setiap bagian- bagian penyusun sistem dihubungkan menjadi suatu

Selanjutnya untuk memberikan gambaran arah dan sasaran yang jelas serta sebagaimana pedoman dan tolok ukur kinerja Pengadilan Negeri Yogyakarta diselaraskan dengan arah