• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yulita Gani¹, Suyud Warno Utomo². Kebidanan Komunitas, FKM UI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Yulita Gani¹, Suyud Warno Utomo². Kebidanan Komunitas, FKM UI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Terhadap Kejadian IMS Pada Ibu Rumah Tangga di Kota Bukittinggi Provinsi Sumatera Barat Pada Tahun 2013

Yulita Gani¹, Suyud Warno Utomo² Kebidanan Komunitas, FKM UI ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu rumah tangga dengan kejadian Infeksi Menular Seksual. Indikator pengetahuan Infeksi Menular Seksual menurut Kementerian Kesehatan, 2007 yaitu: cara penularan, cara pencegahan tentang IMS. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif pada 134 responden, semuanya adalah ibu rumah tangga yang berusia 15-35 tahun. Subjek yang dipilih adalah yang bersedia diwawancarai, tinggal di daerah penelitian minimal satu tahun terakhir. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Infeksi Menular Seksual. Faktor yang berhubungan dengan Infeksi Menular Seksual adalah perilaku. Faktor pendahulu dan perilaku suami juga mempengaruhi terjadinya Infeksi Menular Seksual. Responden dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, usia melakukan hubungan seksual lebih dewasa, perilaku seksual yang tidak berisio akan mampu menekan kejadian IMS.

Kata Kunci : Infeksi Menular Seksual; Ibu Rumah Tangga; Pengetahuan; Sikap; Perilaku ABSTRACT

The purpose of this study research was to find out the relationship between knowledge, the attitudes and behaviors of housewives with the incidence of sexually transmitted infections.

According to the Ministry of Health, 2007 knowledge indicators of sexually transmitted infections namely: the mode of transmission and prevention, perception, comprehensive knowledge and stigma about STIs. According to the Ministry of Health, 2007 knowledge indicators of sexually transmitted infections namely: the mode of transmission and prevention, perception, comprehensive knowledge and stigma about STIs.

This research study used quantitative methods on 134 respondents, all of them are housewives aged 15-35 years. Subjects were selected that are willing to be interviewed, living in the study research area at least the past year. The result of this study showed that there was no relationship between knowledge with the incidence of sexually transmitted infections.

The significant factors influencing sexually transmitted infections were behavioral factors. Historical experience and husband behavioral factors also influence on the sexually transmitted infections. Respondents with higher levels of education, mature adult of sexual activity, and sexual behavior will be able to reduce the incidence of STIs.

(2)

PENDAHULUAN

Infeksi Menular Seksual (IMS) yaitu infeksi yang ditularkan, terutama melalui hubungan seksual. Dahulu ini adalah Penyakit Menular Seksual (PMS) atau Penyakit Hubungan Seksual (PHS). Berdasarkan jenis-jenisnya, banyak sekali bakteri, virus, dan parasit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan hepatitis B. (Depkes, 2008). Insidens kasus IMS diyakini tinggi pada banyak negara. Kegagalan dalam mendiagnosis dan memberikan pengobatan pada stadium dini akan menimbulkan komplikasi serius seperti infertilitas, kehamilan luar rahim, kematian dini hingga HIV/AIDS. Penyakit menular seksual juga merupakan penyebab infertilitas yang tersering, terutama pada wanita. Antara 10% dan 40% dari wanita yang menderita infeksi klamidial yang tidak tertangani akan berkembang menjadi pelvic inflammatory disease (WHO, 2008).

IMS dan HIV mempunyai hubungan yang erat dalam penyebaran dan penularan, dan telah dibuktikan kalau keberadaan IMS meningkatkan risiko penyebaran HIV melalui hubungan seksual, yang sering disebut IMS adalah pintu masuk HIV. Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Indonesia adalah 2-10 kali lipat (www.aids-ina.org dan Kemenkes, 2010). Saat ini HIV/AIDS merupakan masalah global, dimana dalam target MDG’s terdapat poin memerangi HIV/AIDS dengan target mengendalikan penyebarannya dan penurunan kasus baru HIV pada tahun 2015 (WHO, 2010; Balitbangkes,, 2011).

Peningkatan pada wanita meningkat tajam melebihi kasus pada laki laki, dimana data menunjukkan jumlah laki-laki yang terkena pada tahun 2004 adalah 5 kali dari kasus wanita, kemudian berangsur angsur semakin menurun pada tahun 2005 hingga 2008 menjadi 3.7 kali (PPPL, 2009). Hal yang menunjukkan tingginya kasus IMS adalah jumlah kasus HIV/AIDS yang berkembang dimasyarakat yang disebabkan oleh penularan secara hubungan seksual, meskipun belum ada data yang akurat tentang jumlah penderita penyakit IMS. Kejadian IMS yang dulunya terjadi hanya pada kelompok kunci atau pada wanita pekerja seksual komersil, pada saat ini mulai merambah pada kelompok-kelompok risiko rendah, seperti pada ibu rumah tangga.

Ibu rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah seseorang yang telah menikah dan mengurus anaknya, mengasuh anak-anaknya menurut pola masyarakat. Ibu rumah tangga terdiri atas ibu rumah tangga yang bekerja dan yang tidak bekerja. Kejadian

(3)

IMS pada ibu rumah tangga memberikan dampak yang besar dalam menjalankan peran-perannya seperti sebagai ibu, partner seksual dll.

Kota Bukittinggi yang merupakan daerah yang dikenal dengan adat istiadat, spritual yang tinggi, terdapat kasus baru IMS sebanyak 50 orang pada tahun 2011, ada 44 kasus diantaranya berjenis kelamin wanita (Bukittinggi, 2012). Menurut wawancara yang dilakukan dengan tenaga klinik IMS Kota Bukittinggi yang berada di Puskesmas Guguk Panjang, 84% dari wanita yang positif IMS adalah ibu rumah tangga (Bukittinggi, 2012).

METODE

Kerangka Konsep Analisis

Jenis Analisis berdasarkan jenis data infeksi menular seksual bersifat kategori sebagai variabel dependen, karakteristik, pengetahuan tentang IMS, sikap dan perilaku responden serta sebagai variabel independen.

Populasi adalah seluruh ibu rumah tangga yang berusia 15-35 th di Kota Bukittinggi yang representatif untuk data propinsi. Pengambilan sampel memakai bingkai data Tahun 2012 dengan multistage sample, dan simple random untuk menentukan responden. Variabel yang dianalisis. IMS : Kejadian IMS yang ditegakkan dengan alur pendekatan sindrom oleh Klinik IMS. Pengetahuan IMS; Pengetahuan cara penularan IMS, cara pencegahan IMS yang benar. Perilaku berisiko: kontak dengan pasangan terinfeksi, jumlah pasangan seksual.

Karakteristik

- Usia - Pendidikan

- Usia pertama melakukan HUS

- Pekerjaan suami

Pengetahuan tentang IMS Sikap (Jika ada anggota

keluarga terinfeksi)

Perilaku Berisiko

(4)

Definisi Operasional: Pemerikasaan laboratorium di klinik IMS dilakukan untuk menegakkan IMS secara pendekatan sindrom. pada responden yang memiliki keluhan berhubungan dengan IMS. Penegakkan diagnosa ini dilakukan oleh petugas klinik IMS yang trampil di latih dan diberikan wewenang. Pengetahuan dan Perilaku tentang IMS: Pengetahuan yang dimilki responden tentang IMS, sikap yang dilakukan responden jika memiliki anggota keluarga terinfeksi IMS, serta perilaku berisiko responden.

IMS pendekatan sindrom adalah Penatalaksanaan kasus Infeksi Menular Seksual yang ditegakkan dengan mengelompokkan gejala dan tanda klinis, menggunakan alur dalam menentukan penyebab dari setiap sindrom hingga memberikan pengobatan untuk semua penyebab utama timbulnya sindrom. (Duh Tubuh Vagina, Ulkus Genital, Nyeri Perut Bawah. Pengetahuan tentang IMS dikategorikan tinggi jika responden menjawab dengan benar diatas median, dan responden dikategorikan pengetahuan rendah jika menjawab benar dibawah nilai median. Sikap jika responden memiliki anggota keluarga yang terinfeksi dibagi atas sikap menerima dan diskriminasi (keliru). Sikap benar adalah responden akan membicarakan dengan anggota keluarga lain, mencari pengobatan dan konseling serta bersedia merawat dirumah. Sikap yang menyatakan diskriminasi atau keliru adalah dengan merahasiakan, mengucilkan dan mencari pengobatan alternatif. Sikap yang baik adalah jika nilai positif responden diatas median.

Perilaku berisiko adalah jika responden melakukan salah satu perilaku atau keduanya yaitu kontak dengan pasangan terinfeksi dan atau melakukan hubungan seksual diluar pasangan syahnya.

(5)

HASIL

a. Analisis Univariat

Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Karakteristik, Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku

Distribusi Responden Menurut: Jumlah Persentase

1 Kelompuk umur 15-24 th 14 10.4

25-35 th 120 89.6

2 Tingkat Pendidikan Menengah kebawah 110 82.1

Tinggi 24 17.9 3 Pekerjaan Suami PNS 5 3.7   Pengemudi 22 16.5   POLRI 3 2.2   Wiraswasta 63 47   Militer 2 1.5   Lain lain 39 29.1

  Pekerjaan Istri Ibu Rumah Tangga 91 67.9

    Sopir dalam kota 1 1

    dll 42 31.3

4 Istri ke istri pertama 117 87.3

Istri kedua, ketiga dst 17 12.7

5 Suami ke pertama 123 91.8

Suami kedua, ketiga dst 11 8.2 6 Usia pertama suami melakukan

HUS

muda 4 3

dewasa 114 85.1

Tidak tahu 16 11.9

7 Usia pertama istri melakukan HUS muda 21 15.7

dewasa 113 84.3

8 Pengetahuan Rendah 65 48.5

Tinggi 69 51.5

9 Sikap jika memiliki anggota keluarga terinfeksi

Baik 55 41

Buruk 79 59

10 Perilaku Tidak Berisiko 124 92.5

Berisiko 10 7.5

11 IMS Bukan IMS 95 70.9

IMS pendekatan sindrom 39 29.1 Sumber; Penelitian” Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Terhadap Kejadian IMS Pada Ibu Rumah

Tangga di Kota Bukittinggi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013” Gani, 2013.

Mayoritas responden terdistibusi berusia 25-35 th (89.6%), berpendidikan menengah kebawah (82.1%), ibu rumah tangga yang tidak bekerja (67.9), menjadi istri pertama (87.3%), memiliki suami pertama (91.8%), melakukan hubungan seksual pertama diusia dewasa /diatas

(6)

20th (84.3%). Mayoritas mengetahui tentang IMS (51.5%), memiliki sikap yang buruk jika

memiliki anggota keluarga terinfeksi (59%), dan tidak berperilaku berisiko (92.5%). Sebesar 29.1% mengalami keluhan IMS.

b. Analisis Bivariat

Tabel 2 Hubungan Karakteristik Dengan Kejadian IMS Karakteristik dan

variabel perancu

Bukan IMS IMS Total

p value OR n % n % n % Umur 15-24 th 87 72.5 33 27.5 120 100 0.231 0.506 25-35 th 8 57.1 6 42.9 14 100 Tingkat Pendidikan Tinggi 22 91.7 2 8.3 24 100 0.026 0.179 Menengah kebawah 73 66.4 37 33.6 110 100 Status Istri Pertama 88 75.2 29 24.8 117 100 0.008 4.335 kedua, ketiga dst 7 41.2 10 58.8 17 100 Status suami Pertama 91 74.0 32 26.0 123 100 0.014 4.977 Kedua, ketiga dst 4 36.4 7 63.6 11 100

Usia pertama kali melakukan HUS Dewasa 87 77.0 26 23.0 113 100 0.0001 0.184 Muda 8 38.1 13 61.9 21 100 Perilaku Melancong Tidak 68 76.4 21 23.6 89 100 0.076 2.159 Ya 27 60.0 18 40.0 45 100 Pekerjaan Suami Bukan kelompok jembatan dan populaisi berisiko 80 74.8 27 25.2 107 100 0.084 0.422 Kelompok jembatan dan populaisi berisiko 15 55.6 12 44.4 27 100

(7)

Terdapat perbedaan proporsi yang signifikan dengan nilai p= 0.026, p= 0.008, p= 0.014, p= 0.001 antara kejadian IMS dengan tingkat pendidikan, status istri, status suami, dan usia pertama melakukan hubungan seksual dan dengan nilai OR= 0.179, OR= 4.335, OR=4.977 dan OR= 0.184. Untuk perilaku melancong walaupun secara statistik tidak ada hubungan, tetapi dijelaskan secara OR=2.159.

Tabel 3. Hubungan Pengetahuan Tentang IMS Dengan Kejadian IMS

Pengetahuan tentang IMS

Bukan IMS IMS Total p

value OR n % n % n % Tinggi 43 66.2 22 33.8 65 100 0.231 0.506 Rendah 52 75.4 17 24.6 69 100 Total 95 70.9 39 29.1 134 100

Berdasarkan tabel diatas, tidak ada perbedaan kejadian IMS pada kelompok yang memiliki pengetahuan IMS yang tinggi (33.8%) dengan pengetahuan yang rendah (24.6%). Tidak ada hubungan antara pengetahuan IMS dengan kejadian IMS. Kelompok yang memiliki pengetahuan tinggi dan rendah sama sama memilki peluang terkena IMS.

Tabel 4. Hubungan Sikap Jika Memiliki Anggota Keluarga Terinfeksi Dengan Kejadian IMS

Sikap Bukan IMS IMS Total p

value OR n % n % n % Baik 39 70.9 16 29.1 55 100 1 0.99 Tidak Baik 56 70.9 23 29.1 79 100 Total 95 70.9 39 29.1 134 100

Tidak ada perbedaan proporsi kejadian IMS pada kelompok yang memiliki sikap baik atau tidak baik jika memiliki anggota keluarga terinfeksi. Tidak ada hubungan sikap baik atau tidak baik responden terhadap kejadian IMS. Kedua kelompok sama sama memiliki angka kejadian 29.1%

(8)

Tabel 5. Hubungan Perilaku Dengan Kejadian IMS

Perilaku Bukan IMS IMS Total p

value OR n % n % n % Tidak berisiko 93 75.0 31 25.0 124 100 0.001 12 Berisiko 2 20.0 8 80.0 10 100 Total 95 70.9 39 29.1 134 100

Ada perbedaan proporsi kejadian IMS pada kelompok berperilaku berisiko dengan kelompok yang tidak berperilaku berisiko. Ada hubungan yang signifikan antara kejadian IMS dengan perilaku berisiko. Responden yang melakukan kontak seksual dengan pasangan terinfeksi dan atau melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang bukan pasangan syahnya berisiko sebesar 12 kali terkena IMS dengan nilai p= 0.001 dengan alfa 0.05.

PEMBAHASAN

Hubungan Karakteristik Responden Dengan Kejadian IMS

Tidak ada hubungan antara kelompok umur dengan IMS p= 0.231 dengan α =0.05. Menurut Jendri, 2008 tidak ada hubungan kelompok umur dengan kejadian ISR. Dapat dijelaskan, hubungan faktor umur dengan IMS lebih bisa menjelaskan risiko untuk berperilaku risiko tinggi dibandingkan faktor umur sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian IMS secara lansung. Beberapa pendapat yang mengatakan ada hubungan: Pratiwi dan Basuki, 2011, Hakim, 2011. Kemenkes, 2011 bahwa usia muda erat kaitannya dengan kejadian HIV-AIDS dan IMS karena fisik, psikis maupun sosial.

Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kejadian IMS. Penelitian yang mendukung adalah : Pratiwi dan Basuki, 2011 dan Irene, 2005 dalam Gani 2013, yang meneliti bahwa faktor pendidikan berhubungan dengan kejadian ISR pada istri sopir tangki di Sumatera Barat (p value=000). Sementara Jendri, 2008 dalam Gani 2013 menemukan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian IMS di klinik IMS Puskesmas Pasar Minggu.

Tingkat pendidikan mempengaruhi responden dalam mengambil keputusan untuk melakukan hubungan seksual yang aman atau berisiko. Tingkat pendidikan juga sangat mempengaruhi

(9)

responden untuk peduli terhadap penularan IMS dan HIV seperti berperilaku yang tidak berpotensi menularkan dan ditularkan, berpengaruh juga terhadap pencarian pertolongan maupun stigma terhadap IMS dan HIV.

Analisis berdasarkan status pernikahan istri dan suami dengan kejadian IMS di Bukittinggi didapatkan hasil yang signifikan. Belum ditemukannya hasil penelitian lainnya yang melihat hubungan antara status pernikahan yang syah dengan kejadian IMS di Indonesia, untuk itu perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk menyatakan apa hal yang meyebabkan adanya hubungan antara sindrom IMS dengan status pernikahan yang dilakukan secara syah. Tapi variabel status pernikahan ini bisa menjelaskan jumlah pasangan seksual responden seumur hidupnya, apakah termasuk berisiko atau tidak

Berdasarkan pekerjaan suami, tidak ada hubungan antara pekerjaan suami dengan kejadian IMS pada tingkat kepercayaan 95% (p value=0.084) . Kresno, 2000 dalam Gani, 2013 mengatakan pekerjaan merupakan salah satu aspek sosial yang menentukan pola penyakit yang akan dideritanya yang disebabkan oleh pekerjaannya.

Ada hubungan yang signifikan antara usia pertama kali melakukan hubungan seksual dengan kejadian IMS bahwa risiko wanita yang melakukan hubungan seksual di umur sebelum 20 tahun, 2.2 kali. Penelitian dan pendapat yang memperkuat pernyataan Kementerian Kesehatan tentang faktor risiko IMS dalam Pedoman Penatalaksanaan IMS adalah Kemenkes, 2010; dan Cao, 2009 dalam Gani, 2013. Berdasarkan Riskesdas, 2007 dalam Gani 2013, perempuan yang melakukan perkawinan dibawah umur 20 tahun masih tinggi, yaitu pada umur 10-14 tahun ( 4.8%), umur 15-19 tahun( 41.9%). Berbeda dengan Jendri, 2008 melihat tidak ada hubungan kejadian IMS dengan umur pertama melakukan hubungan seksual p value =0.587. Kerentanan pada wanita yang melakukan hubungan seksual pada umur remaja disebabkan oleh anatomis wanita yang secara normal beberbentuk silinderis tumbuh meluas dari kanalis serviks bagian dalam sampai pertemuan vagina dan serviks. Kondisi ini akan meningkatkan risiko terhadap bakhteri yang menyebabkan infeksi pada wanita dewasa muda yang seksual aktif. Ditambah dengan adanya cairan mukos yang diproduksi oleh serviks dan belum adanya imunitas humoral sampai dimulainya fase ovulasi (PPM dan PPL, 2011).

(10)

Hubungan Pengetahauan Dengan Kejadian IMS

Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu rumah tangga tentang IMS, hal yang sama juga diungkapkan oleh Crisovan, 2006 bahwa pengetahuan tidak mendukung seseorang untuk berperilaku seksualnya yang aman. Sementara pendapat lainnya menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian IMS seperti: Nugroho dan Hartono, 2010; Irene, 2005; Daili, 2005. Pendapat para ahli epidemiologi dan paham yang melihat pengetahuan, sikap dan perilaku bahwa rendahnya pengetahuan dan ketidak acuhan adalah penyebab terjadinya IMS.

Tingkat pengetahuan yang tinggi saat ini adalah evaluasi dari berjalannya program promosi tentang pencegahan dan penularan IMS di Kota Bukittinggi. Pengendalian IMS dan HIV-AIDS bertujuan menurunkan angka kesakitan, kematian dan sikap diskriminatif terhadap orang terinfeksi.

Hubungan Sikap Dengan Kejadian IMS

Pada variabel sikap ini , dilihat ternyata ada hubungan antara sikap menerima jika memiliki anggota keluarga yang terinfeksi dengan kejadian IMS. Sikap menerima ini berada pada kelompok yang mengalami keluhan IMS. Jelas tergambar kalau orang yang terinfeksi ingin diterima dengan sikap didiskusikan dengan anggota keluarga, dirawat dirumah dan diberikan pengobatan dan konseling. Tetapi pada variabel sikap diskriminatif atau keliru didapatkan angka yang tinggi tetapi tidak ada hubungannya dengan kejadian IMS. Responden yang bersikap menerima, tetapi juga bersikap keliru. Mereka mencarikan pengobatan tetapi sekaligus mencari pengobatan alternatif. Sikap baik adalah dinilai jika responden memiliki sikap menerima tapi tidak melakukan sikap diskriminasi, hal ini tidak ada hubungannya dengan kejadian IMS secara statistik.

Hubungan Perilaku Berisiko Dengan Kejadian IMS

Adanya hubungan yang signifikan antara perilaku berisiko ibu dengan kejadian IMS. Responden yang melakukan hubungan seksual dengan pasangan terinfeksi, dan atau pernah melakukan hubungan seksual dengan bukan pasangan syahnya berpeluang 12 kali mengalami keluhan IMS. Responden yang melakukan kontak dengan pasangan terinfeksi saja memiliki peluang 4 kali dibandingkan yang tidak melakukan. Sementara responden yang pernah melakukan hubungan seksual diluar pasangan syahnya memilki peluang 5.3 kali. Hal ini sesuai dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa salah satu faktor risiko pada IMS

(11)

adalah memiliki mitra seksual yang menderita IMS, memiliki pasangan seksual lebih dari 1. Wardlow, 2007; Cao, 2009; Irene, 2005.

Fishbein et al menyatakan bahwa intervensi dalam penanggulangan IMS pada individu adalah; 1)Deteksi dini dan Pengobatan; 2) Riset dan penelitian perilaku; 3) Skrinning IMS dengan pertanyaan pada perilaku berpotensi.

Selain perilaku berisiko diatas, penulis juga melakukan analisi terhadap perilaku penggunaan kondom yang menjelaskan perilaku pencegahan, dimana didapatkan tidak ada hubungan antara penggunaan kondom dengan kejadian IMS. Namun hanya menjelaskan hubungan pemakaaian saja, tapi tidak menjelaskan keefektifan penggunaan kondom dengan kejadian IMS, karena responden menggunakan kondom setelah mengalami keluhan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang keefektifan penggunaan kondom. Pemakaian kondom merupakan salah satu indikator utama yang mencerminkan perilaku berisiko rendah disamping tidak melakukan hubungan seks, dan setia kepada pasangan. Karena kondom berfungsi ganda yang juga bisa dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi. Irene, 2005 dan Jendri, 2008 menjelaskan adanya hubungan penggunaan kondom dengan kejadian IMS. Nugroho dan Hartono, 2010 menemukan bahwa hanya 3-11% dari pria dewasa melakukan hubungan seksual diluar pernikahan syahnya yang menggunakan kondom (Nugroho dan Hartono, 2010). Untuk bisa menjelaskan ini disarankan adanya penelitian lebih lanjut antara hubungan perilaku berisiko dengan penggunaan kondom.

Pendekatan sindrom untuk duh tubuh vagina, tidak dapat menjelaskan angka kasus baru, tetapi merupakan kejadian kambuhan yang berguna untuk memutus mata rantai IMS dan HIV yang disebabkan oleh IMS.

(12)

SIMPULAN

1. Tidak ada perbedaan proporsi kejadian IMS yang bermakna antara pengetahuan rendah atau tinggi dengan kejadian IMS.

2. Tidak ada perbedaan proporsi kejadian IMS yang bermakna antara sikap baik/tidak baik responden jika memiliki anggota keluarga terinfeksi dengan kejadian IMS. Tetapi didapatkan adanya hubungan perbedaan proporsi antara sikap menerima responden dengan kejadian IMS.

3. Adanya perbedaan proporsi kejadian IMS yang bermakna antara perilaku berisiko dengan kejadian IMS.

4. Ada perbedaan proporsi kejadian IMS yang bermakna berdasarkan karakteristik (tingkat pendidikan, status istri/suami, dan usia pertama melakukan hubungan seksual) dengan kejadian IMS.

SARAN

1. Perlu peningkatan kewaspadaan pada ibu rumah tangga terhadap kejadian IMS, yang dikembangkan melalui pemberdayaan masyarakat, peningkatan upaya pencegahan IMS dan HIV-AIDS yang ditularkan melalui IMS pada kelompok masyarakat, kader kesehatan reproduksi.

2. Peran serta aktif masyarakat (kader kesehatan) dalam upaya pencegahan penularan

IMS dan HIV-AIDS dengan indikator cakupan supervisi dan monitoring dalam berbagai kekgiatan pada kelompok berisiko.

3. Adanya penelitian lanjutan yang melihat keefektifan penggunaan kondom, hubungan

(13)

KEPUSTAKAAN

Cao, H. 2009. HIV and STD Prevalence, Risk Behaviors, and Stigma againts people Living with HIV/AIDS. PROQUEST , 74.

Crisovan, P. L. 2006. Risk Basicness Cultural Conceptions of HIV/AIDS in Indonesia. University of Pittsburgh.

Daili, F.S, W.I.B. Makes, dan F. Zubier. 2011. Infeksi Menular Seksual. Badan Penerbit FKUI: Jakarta.

Depkes. 2008. Booklet Anda dan HIV AIDS dan IMS. Depkes: Jakarta.

---.2008. Infeksi Menular Seksual dan Infeksi Saluran reproduksi. Kelompok Studi Penyakit Menular Indonesia: Jakarta.

---.2008. Depkes.go.id. diakses 18 oktober 2012, dari website PPPL Departemen Kesehatan: http://pppl.depkes.go.id

---.2009. Profil ditjen PPM & PL Depkes. Direktoral Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan: Jakarta.

---. 2009. Riskesdas Sumatera Barat tahun 2007. Balitbangkes: Jakarta.

---.2011. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

---.2012. Modul tekhnis layanan komprehensif HIV-IMS berkesinambungan. Kementerian Kesehatan RI: Jakarta.

--- .2011. Kelompok Studi IMS Indonesia. Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual Berdasarkan Pendekatan Sindrom Fasilitas Laboratorium Sederhana. FKUI, Infeksi Menular Seksual (p. 207). FKUI: Jakarta.

Dinas Kesehatan Bukittinggi, 2012. Profil Kesehatan Kota Bukittinggi tahun 2011. Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi: Bukittinggi.

Division of STD Prevention Centre. 2010. http://www.cdc.gov. diakses 4 November, 2012, dari CDC: http://www.cdc.gov/std/stats10/case.

FKUI, 2011. Infeksi Menular Seksual, cetakan ke 4. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Ikatan Perempuan Positif Indonesia, 2012, pada 23 Februari. Ikatan Perempuan Positif Indonesia. diakses 13 November 2012, dari Ippi: www.ippi.or.id

Irene, 2005” Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISR Pada Istri Truk Tangki Pada 2 Perusahaan di Provinsi Sumatera Barat tahun 2005” Thesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.

(14)

Jendri, Ni Made, 2008. ”Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISR di Klinik IMS Puskesmas Pasar Minggu Tahun 2008” Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak. 2008. Infeksi Menular Seksual dan Infeksi Saluran Reproduksi. Jakarta: kemenegpp

Michael F.Rein dan Gavin Hart, 1981. Communicable and Infectious Diseases. The CV Mosby Company: United States of America.

Thomas, R. Frieden. 2010. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. CDC , 1-116.

Wardlow, H. (June 2007). Men's Extramarital Sexuality in Rural Papua New Guinea. American Journal Of Public Health , 1006.  

   

Gambar

Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Karakteristik, Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku
Tabel 2 Hubungan Karakteristik Dengan Kejadian IMS   Karakteristik  dan
Tabel 3.  Hubungan Pengetahuan Tentang IMS Dengan Kejadian IMS
Tabel 5. Hubungan Perilaku Dengan Kejadian IMS

Referensi

Dokumen terkait

Cikadongdong Menjadi wil. Cigemblong, Perda No. Cigemblong, Perda No.. Datarcae Semula wil. Sukamulya, Perda No. Sukamulya, Perda No. Sukamulya, Perda No. Sukamulya, Perda

If you are taking the AP Biology exam, then you need to know about lipids as these are one of the main organic molecules that your body needs in order to function.. By

Tekstur Halus, tekstur tanah yang banyak ter- dapat di wilayah Kabupaten Mojokerto yaitu seluas 26.405,4 Ha atau 27,24% dari luas wilayah tersebar merata kecuali

Masukkan ke dalam gelas ukur, kemudian volume ditepatkan dengan aquades. hingga volume larutan menjadi

masing-masing tanggung jawab, namun masih ada masalah umum terkait dengan kinerja kelembagaan ini seperti Kuantitas dan Kualitas Sumber daya manusia yang ada masih jauh

Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitis , deskriptif maksudnya menggambarkan atau menelaah permasalahan hukum hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Prinsip

[r]

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat memperbaiki proses