• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Seminar

“Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan

Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)”

JAKARTA, 10 April 2013

(2)

2

Daftar Isi

I. Seminar :

“Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban di dalam Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)”

1. Latar Belakang ... 3

2. Maksud dan Tujuan ... 5

3. Materi Pembahasan ... 6

(3)

3

Seminar

Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan

Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

1. Latar Belakang

Selama 32 tahun, KUHAP sebagai karya agung bangsa Indonesia diciptakan untuk menggantikan Herziene Inlands Reglement (HIR) yang merupakan ciptaan pemerintah Kolonial Belanda. Dalam perjalanan lebih dari seperempat abad tersebut, sudah terjadi berbagai kemajuan yang akhirnya membawa dampak di bidang sosial, ekonomi, dan hukum, khususnya hukum pidana. Selain terjadinya berbagai kemajuan itu, Indonesia juga sudah meratifikasi beberapa konvensi-konvensi internasional. Adapun konvensi-konvensi internasional yang diratifikasi sejak tahun 1981 antara lain :

a. Konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (diratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 1984);

b. Konvensi Hak Anak (diratifikasi dengan Keppres Nomor 36 Tahun 1990);

c. Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia (diratifikasi dengan UU Nomor 5 Tahun 1998);

d. Konvensi internasional tentang penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial (diratifikasi dengan UU Nomor 29 Tahun 1999);

e. Kovenan internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (diratifikasi dengan UU Nomor 11 Tahun 2005);

f. Kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik (diratifikasi dengan UU Nomor 12 Tahun 2005);

g. Konvensi Anti Korupsi (diratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 2006).

Peratifikasian konvensi internasional tersebut berimplikasi terhadap ketentuan KUHAP yang harus selaras dengan situasi dan kondisi Indonesia pada saat ini dan dengan tidak mengabaikan ketentuan-ketentuan universal. Dengan demikian, diperlukan sebuah ketentuan baru sebagai pengganti KUHAP yang dapat diterapkan dalam penerapan hukum di Indonesia pada masa mendatang. Pembahasan KUHAP ini semata-mata ditujukan untuk memberikan keadilan sebagai nilai dasar hukum, kepastian hukum sebagai nilai instrumental dan kemanfaatan sebagai nilai praktis.

Upaya pemerintah dalam melakukan perubahan KUHAP ini dimaksudkan untuk menghadirkan sistem peradilan pidana yang lebih maju dan lebih menangkap rasa keadilan

(4)

4

yang berkembang di masyarakat. Pemerintah mengharapkan agar sistem peradilan pidana (criminal justice system), yakni sebagai suatu proses bekerjanya beberapa lembaga penegak hukum, yang meliputi aktivitas yang bertahap dimulai dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan hakim yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan, pada dasarnya, menuju pada suatu tujuan bersama yang dikehendaki. Keseluruhan proses itu bekerja di dalam suatu sistem, sehingga masing-masing lembaga itu merupakan subsistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.

Perubahan KUHAP yang disusun mencakup beberapa ruang lingkup, yakni : 1. Asas legalitas

2. Hubungan penyidik dan penuntut umum lebih diakrabkan 3. Penahanan

4. Penyadapan

5. Prosedur persidangan yang mengarah ke adversarial 6. Alat-alat bukti

7. Upaya hukum

8. Perkenalan plea bargaining 9. Saksi mahkota (kroon getuige)

Rancangan KUHAP ini memperkenalkan hal-hal baru, yakni hakim pemeriksa pendahuluan, konsep plea bargaining dengan pemeriksaan jalur khusus, serta konsep pemeriksaan saksi mahkota yang dalam praktiknya sering disalahartikan, dan masalah penyadapan yang juga sering dipersoalkan oleh sejumlah kalangan. Adapun konsep plea bargaining dan pemeriksaan jalur khusus itu sepertinya mewadahi diskursus yang mencuat belakangan ini mengenai justice collaborator dalam persidangan kasus korupsi.

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah KUHAP masih menitikberatkan pada kepentingan para tersangka, terdakwa dan terpidana semata, sementara hukum acara pidana saat ini telah mengalami perkembangan, yakni mempertimbangkan tentang kebutuhan prosedur pidana yang lebih adil bagi para pihak-pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana, di antaranya adalah para saksi dan korban. Perkembangan hukum pidana ini memang telah direspon dengan munculnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang mengatur tentang hak substantif dan hak-hak prosedural saksi dan korban yang bersinggungan erat dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam KUHAP. Namun, dalam praktiknya, seringkali terjadi pertentangan antar penegak hukum dalam mengimplementasikan hak-hak prosedural bagi saksi dan korban, atau muncul hak-hak substantif saksi dan korban yang belum diakomodir prosedur pemenuhannya dalam ketentuan di KUHAP. Selain itu, meskipun sudah ada UU Nomor 13 Tahun 2006, dalam rancangan KUHAP yang baru ini perlu juga mencantumkan tentang pentingnya keadilan restoratif (restorative justice). Hal ini dikarenakan fenomena sistem peradilan pidana terpadu secara formil juga membutuhkan modifikasi dalam konteks penegakan hukum (law enforcement).

(5)

5

Paparan tersebut di atas menunjukan bahwa dalam kerangka pembahasan rancangan KUHAP, dipandang sangat penting untuk menyelaraskan ketentuan yang akan diatur dalam KUHAP dengan UU Nomor 13 Tahun 2006, baik terkait dengan prosedur beracaranya maupun hubungan kelembagaan antara LPSK dengan penegak hukum dalam kerangka sistem peradilan pidana terpadu. Oleh karena itu, perlu untuk memastikan terakomodasinya kepentingan perlindungan saksi dan korban yang lebih memadai, serta agar tatanan peran dan fungsi masing-masing lembaga dalam sistem peradilan pidana dapat tergambar dengan baik guna mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah.

2. Maksud dan Tujuan

Dalam rangka memastikan terakomodasinya kepentingan perlindungan bagi para saksi dan korban yang lebih memadai, serta agar tatanan peran dan fungsi masing-masing lembaga dalam sistem peradilan pidana dapat tergambar dengan baik guna mewujudkan peradilan pidana terpadu, maka LPSK bekerja sama dengan sejumlah NGO memandang perlu untuk menyelenggarakan seminar sehari dengan mengusung tema utama “Menyongsong

Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi KUHAP”. Seminar Sehari ini

diselenggarakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu sebagaimana diatur lebih lanjut dalam rancangan KUHAP yang baru.

Seminar ini dimaksudkan sebagai forum bersama dalam rangka menjaring pemikiran-pemikiran mengenai perlunya mengakomodasi kebutuhan perlindungan bagi para saksi dan korban dalam rancangan KUHAP, begitu juga tatanan peran dan fungsi dari masing-masing lembaga dalam sistem peradilan pidana. Melalui Seminar ini akan digali masukan dari narasumber dan peserta, khususnya dalam upaya menginventarisasi berbagai problem yang dihadapi saat ini, serta bagaimana formulasi pemecahannya.

Tujuan diadakannya Seminar ini adalah sebagai berikut:

Tujuan Umum adalah mendorong atau mengangkat kembali isu perubahan atau revisi

KUHAP, khususnya terkait dengan perlindungan bagi para saksi dan korban.

Tujuan Khusus :

a. Menggugah berbagai pihak agar menjadikan pembahasan KUHAP sebagai agenda utama.

b. Mendorong diakomodirnya kebutuhan perlindungan bagi para saksi dan korban dalam revisi KUHAP oleh pembuat kebijakan.

c. Membangun kesadaran berbagai pihak agar memperhatikan atau ikut mengkritisi penyusunan rancangan KUHAP yang berpihak pada saksi dan korban.

(6)

6

d. Membangun kewaspadaan para pembuat kebijakan agar berhati-hati dalam menyusun rancangan KUHAP agar tidak mengesampingkan keberadaan para saksi dan korban, khususnya dalam hal perlindungan.

3. Materi Pembahasan

Materi-materi yang akan disampaikan oleh narasumber adalah mencakup topik-topik yang akan dibahas, yakni :

Pembicara Topik Sub Topik

Ahmad Yani, S.H., M.H.

Peran LPSK dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu

- Penerapan Prinsip Due Process of Law Terhadap Perlindungan Hak-Hak Saksi dan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu.

- Regulasi Hak-Hak Saksi dan Korban dan Pemenuhannya oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (versi Revisi KUHAP).

- Pengawasan Terhadap Kewenangan Aparat Penegak Hukum dalam Mewujudkan Sistem Peradilan Pidana Terpadu.

Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M, Ph.D

Pembagian Pengaturan WB dan JC Di Revisi KUHAP dan Revisi UU NO. 13 Tahun 2006, Serta Peran Strategis LPSK

- Eksistensi Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam Perlindungan Hukum Bagi Sang

Whistleblower dan Justice Collaborator

dalam Proses Peradilan Pidana. Dr. Artidjo

Alkostar, S.H., LL.M

Pengaturan tentang Peran LPSK dalam KUHAP

- Urgensi Peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu.

- Penguatan Peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Menuju Proses Hukum yang Adil.

Zainal Abidin, S.H. Membangun Relasi KUHAP dan UU Nomor 13 Tahun 2006 untuk Penguatan dan Pemenuhan Hak-hak Saksi

- Perspektif Restorative Justice dalam Gerakan Pro Saksi dan Korban

(Perlindungan Hukum dan

Pemenuhannya) oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

(7)

7

4. Jadwal & Pelaksanaan

Seminar ini akan dilaksanakan dengan jadwal sebagai berikut: Seminar Sehari

“Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi KUHAP” Rabu, 10 April 2013

Jakarta

Waktu Acara Pelaksana

08.00 - 09.00 Registrasi Panitia

09.00 - 09.45 Pembukaan

09.00 - 09.10 Menyanyikan lagu Indonesia Raya Panitia

09.10 - 09.35 Pembukaan dan Keynote Speech Abdul Haris Semendawai, S.H., LL.M

09.35 - 09.45 Pembacaan doa Panitia

09.45 - 10.00 Coffee Break Panitia

10.00 - 11-30 Penyampaian materi dan diskusi

1. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M, Ph.D 2. Ahmad Yani, S.H., M.H. 3. Dr. Artidjo Alkostar, S.H., LL.M 4. Zainal Abidin, S.H. Moderator: Lies Sulistiani, S.H., M.H. (Wakil Ketua LPSK) 11.30-12.30 Tanya jawab 12.30-13.00 Penutupan: - Penyerahan Plakat - Kata Penutupan

- Menyanyikan Lagu Bagimu Negeri

Penutupan : Anggota LPSK

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Evaluasi : Dari 3 (Tiga) penyedia yang memasukkan dokumen penawaran, 1 (Satu) penyedia gugur dalam evaluasi administrasi, teknis dan harga, kemudian terhadap 2

SHQFHOXSDQXQLWNDELQNHGDODPEDNFDWWDKDSSHQJHF HNDQWDKDSSHPDVDQJDQSLQWX WDKDS SHQXWXSDQ VDPEXQJDQ SODW WDKDS SHQJHFDWDQ SULPHU WDKDS SHQJDPSODVDQ WDKDS SHPHULNVDDQ FDFDW SDGD

Pengembangan aplikasi ini dilakukan melalui beberapa tahap, tahap pertama yakni pengumpulan data, dilanjutkan dengan tahap perancangan aplikasi, pembuatan program serta

[r]

It will boost you´re a self-confidence, and help you achieve bigger goals.. Find a mentor who can help you reach

hukum dalam memperoleh organ gigi manusia untuk kepentingan Pendidikan. Masyarakat mengetahui adanya hukum yang mengatur tentang jual beli organ. untuk kepentingan pendidikan.

Dalam wawancara kerja tradisional, recruiter biasanya ingin menemukan jawaban atas 3 (tiga) pertanyaan: apakah si pelamar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Alex Iskandar sebagai penyidik Kepolisian Resor Kota Pekanbaru bahwa pelaksanaan penyidikan terhadap kasus pencurian arus listrik