4-1
Analisis
Sosial,
Ekonomi dan
Lingkungan
Kabupaten
Kutai
4-2
4.1
ANALISIS SOSIAL KABUPATEN KUTAI TIMUR
4.1.1 Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Kutai Timur
Aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah ada kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.
Pengarusutamaa gender di Kabupaten Kutai Timur dapat dilihat dari persentase partisipasi perempuan dalam lembaga pemerintah, lembaga swasta, dan partisipasi angkatan kerja perempuan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Kutai Timur
No Uraian Satuan 2011 2012 2013 2014 2015 1 Partisipasi perempuan di lembaga pemerintah % 24,70 32,25 45,83 45,83 45,83 2 Partisipasi perempuan di lembaga swasta %
3 Persentase jumlah tenaga
kerja di bawah umur % 4 Partisipasi angkatan kerja
perempuan %
5
Penyelesaian pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan
%
4.1.2 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pelaksanaan
Pembangunan Bidang Cipta Karya di Kabupaten Kutai Timur
Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti
4-3
konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4-4
4.2
ANALISIS EKONOMI KABUPATEN KUTAI TIMUR
4.2.1 Kemiskinan di Kabupaten Kutai Timur
Jumlah penduduk Kutai Timur yang merupakan komponen penting dalam perhitungan angka kemiskinan dan ketenagakerjaan menunjukkan tren yang meningkat sebagai akibat terjadinya migrasi masuk. Jumlah penduduk pada tahun 2013 sebesar 554,751 jiwa atau terjadi pertumbuhan sebesar 5,12% dari jumlah penduduk tahun 2012.
Berdasarkan jumlah penduduk tersebut maka angka kemiskinan pada tahun 2013 adalah sebesar 3,81dan bila dicermati maka angka kemiskinan di Kabupaten Kutai Timur cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Angka kemiskinan Kutai Timur tahun 2009 sebesar 7.73 dan pada tahun 2010 menjadi 7.66, kemudian turun menjadi 6.37 di tahun 2011 dan pada tahun 2012 menjadi 4,60 kemudian pada tahun 2013 menjadi 3,81. Penurunan angka kemiskinan ini telah memberikan bukti bahwa Pemerintah Kabupaten Kutai Timur selama 5 tahun terakhir telah berhasil menurunkan angka kemiskinan secara signifikan karena angka ini berada dibawah angka rata-rata Propinsi Kalimatan Timur (6,38) dan angka nasional sebesar 11,47.
Sementara dilihat dari sisi jumlah penduduk miskin yang merupakan sasaran utama dalam pengentasan kemiskinan terlihat juga mengalami penurunan dimana jumlah penduduk miskin pada tahun 2012 sebesar 24.295 jiwa dan mengalami penurunan menjadi 21.158 jiwa atau dapat dikatakan bahwa penduduk miskin selama satu terakhir mengalami penurunan sekitar 3.000 jiwa. Situasi ini memberikan bukti bahwa program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Kutai Timur selama satu tahun terakhir telah efektif dalam menurunkan jumlah penduduk miskin.
4.2.2 Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Terhadap Ekonomi Lokal Masyarakat Kabupaten Kutai Timur
Sumber air minum melalui perpipaan yang berasal dari PDAM merupakan pilihan utama masyarakat Kutai Timur, tercatat sebanyak 44,91% rumah tangga menggunakan PDAM, namun dengan terbatasnya akses PDAM masyarakat memilih sumber air minum yang lain diluar perpipaan khususnya masyarakat yang berdomisili di luar perkotaan. Pemilihan sumber air minum terbesar di luar perpipaan adalah Sumur Gali Terlindung yaitu sebanyak 40,02% disusul penampungan air hujan sebanyak 8,80%, mata air terlindung sebanyak 3,58%, sumur bor dengan pompa tangan sebanyak 2,59% dan sumur gali dengan pompa tangan sebanyak 0,09%.
4-5
Melalui program PRLH pemerintah daerah Kutai Timur mengupayakan terbangunnya rumah-rumah layak huni bagi masyarakat. Rumah layak huni ini diharapkan memenuhi syarat sebagai rumah sehat. Rumah sehat di Kutai Timur semula pada tahun 2012 sebesar 15,39% kemudian untuk meningkatkan cakupan pada tahun 2013 dilakukan pembinaan pada 8.673 rumah. Hasilnya sebanyak 54% dari rumah yang dibina dapat dikategorikan sebagai rumah sehat, sehingga persentase rumah sehat secara keseluruhan meningkat di tahun 2013 menjadi 21,48%.
4.3
ANALISIS LINGKUNGAN KABUPATEN KUTAI TIMUR
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang” 3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tamping lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim” 4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.
4-6
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria. c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
4-7
e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.4.3.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:
1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negative terhadap lingkungan hidup
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan. Bagian ini berisikan quick assement KLHS RPI2-JM.
4-8
Sumber: Permen LH No.9/2011
Beberapa identifikasi/kajian yang dilakukan dalam rangka KLHS RPI2-JM dapat mengutip dokumen KLHS yang disusun dalam perumusan RTRW.
Gambar 4. 1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPI2-JM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 4.1.
Tabel 4.1 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya
No Kriteria Penapisan
Penilaian
Uraian Pertimbangan (Signifikan/Tidak) Kesimpulan
(1) (2) (3) (4)
1. Perubahan Iklim
4-9
No Kriteria Penapisan
Penilaian
Uraian Pertimbangan (Signifikan/Tidak) Kesimpulan
(1) (2) (3) (4)
kepunahan keanekaragaman hayati 3. Peningkatan intensitas dan cakupan
wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan dan/atau kebakaran hutan dan lahan.
4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam
5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan
6. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat 7. Peningkatan resiko terhadap kesehatan
dan keselamatan manusia
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2-JM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;
2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.
4-10
Tabel 4.2 Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam Penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Contoh Lembaga
(1) (2)
Pembuat Keputusan a.Bupati/Walikota b.DPRD
Penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program
Dinas PU-Cipta Karya Instansi a.Dinas PU-Cipta Karya
b.BPLHD Masyarakat yang memiliki informasi dan/atau
keahlian (perorang/tokoh/kelompok)
a.perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya
b.asosiasi profesi
c.Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup
d.LSM/pemerhati Lingkungan Hidup e.perorangan/tokoh
f.kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA
Masyarakat terkena dampak a.lembaga adat b.asosiasi pengusaha c.tokoh masyarakat d.Organisasi masyarakat
e.kelompok masyarakat tertentu (nelayan,pertanian dll)
b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut; 2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tabel 4.3 Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Pengembangan Isu-isu Pembangunan
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Penjelasan Singkat
(1) (2)
Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 1 : kecukupan air baku untuk air minum.
contoh : kekeringan, menurunya kualitas air Kota… mempunyai sumber air baku dari sungai… yang sudah tercemar Isu 2 : Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur
yang tidak berfungsi maksimal. Contoh : pencemaran tanah oleh septictank yang bocor, pencemaran badan air oleh air limbah
permukiman
4-11
Pengembangan Isu-isu PembangunanBerkelanjutan Bidang Cipta Karya Penjelasan Singkat
(1) (2)
lingkungan. Contoh : kawasan kumuh
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan
Ekonomi
Isu 4 : kemiskinan berkolerasi dengan kerusakan lingkungan. Contoh : pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir
Sosial
Isu 5 : Pencemaran menyebabkan
berkembangnya wabah penyakit. Contoh : menyebarnya penyakit diare
c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
Tabel 4.4 Contoh Tabel Identifikasi KRP
No Komponen Kebijakan/rencana/program Kegiatan Kelurahan(jika ada) Lokasi (Kecamatan)
(1) (2) (3) (4) 1. Pengembangan Permukiman 1). 2). Dst. 2.
Penataan Bangunan dan Lingkungan 1).
2). Dst. 3.
Pengembangan Air Minum 1).
2). Dst. 4.
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
1). 2). Dst.
d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
Tabel 4.5 Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah No Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program
Pengaruh Pada Isu-isu Strategis Berdasarkan Aspek-aspek Pembangunan Berkelanjutan
Bobot Lingkungan
Hidup Permukiman Bobot Sosial Bobot Ekonomi Total Bobot
Isu 1 Isu 2 Isu 1 Isu 2 Isu 1 Isu 2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. Pengembangan Permukiman 1). 2). Dst.
4-12
No Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau ProgramPengaruh Pada Isu-isu Strategis Berdasarkan Aspek-aspek Pembangunan Berkelanjutan
Bobot Lingkungan
Hidup Permukiman Bobot Sosial Bobot Ekonomi Total Bobot
Isu 1 Isu 2 Isu 1 Isu 2 Isu 1 Isu 2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 2. Penataan Bangunan & Lingkungan 1). 2). Dst.
2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk mengembangkan berbagai alternative perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negative pada pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternative untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program.
d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
Tabel 4.6 Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
No. Komponen kebijakan, rencana dan/atau program Alternatif Penyempurnaan KRP
(1) (2) (3)
1. Pengembangan Permukiman 1).
2). Dst.
2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 1).
2). Dst.
3. Pengembangan Air Minum 1).
4-13
No. Komponen kebijakan, rencana dan/atau program Alternatif Penyempurnaan KRP
(1) (2) (3)
2). Dst.
4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan 1).
2). Dst.
Tabel 4.7 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
No. Komponen kebijakan, rencana dan/atau program Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengitegritasian hasil KLHS
(1) (2) (3)
1. Pengembangan Permukiman
2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 3. Pengembangan Air Minum
4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan
KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana-program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH. Tabel 4.8 menjelaskan beberapa perbedaan antara KLHS dan AMDAL.
4.3.2 Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL 3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Tabel 4.8 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
a) Rujukan Peraturan Perundangan b) Pengertian Umum
c) Kewajiban Pelaksanaan
d) Keterkaitan Studi Lingkungan Dengan e) Mekanisme Pelaksanaan
4-14
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
f) Muatan Studi Lingkungan g) Out put h) Out come i) Pendanaan j) partisipasi Masyarakat K) Atribut lainnya a. Posisi b. Pendekatan c. Fokus Analisis d. Dampak Komulatif e. Titik Berat Telaah f. Alternatif
g. Kedalaman h. Deskripsi proses
i. Focus pengendalian dampak j. Institusi penilai
Tabel 4.9 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No Jenis Kegiatan Skala/Besaran
A. Persampahan :
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan Sistem Control landfill/sanitary landfill
- Luas Kawasan - Kapasitas Total
b. TPA di daerah pasang surut - Luas landfill, atau - Kapasitas total
c. Pembangunan transfer station - Kapasitas
d. Pembangunan Instalasi pengolahan sampah terpadu - Kapasitas
e. Pengolahan dengan incinerator - Kapasitas
f. Composting plant - kapasitas
g. Transportasi sampah dengan kereta api - Kapasitas
B. Pembangunan/Permukiman a. Kota Metropolitan, Luas b. Kota Besar, Luas
c. Kota Sedang dan Kecil, Luas d. Keperluan Settlement Transmigrasi C. Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas Penunjang. - Luas, atau
- Kapasitas
b. Pembangunan IPAL limbah domestic, termasuk fasilitas penunjang
- Luas, atau - Kapasitasnya
c. Pembangunan system perpipaan air limbah - Luas layanan, atau
4-15
No Jenis Kegiatan Skala/Besaran
- Debit air limbah
D. Pembangunan saluran drainase (Primer dan/atau skunder) di permukiman
a. Kota Besar/Metropolitan, atau d. Kota Sedang, panjang
E. Jaringan air bersih di kota besar/metropolitan a. Pembangunan jaringan distribusi
- Luas layanan
b. Pembangunan jaringan tranmisi - Panjang
Tabel 4.10 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
a. Persampahan - Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan system controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang :
Luas Kawasan, atau < 10 Ha Kapasitas Total < 10.000 ton - TPA daerah pasang surut
Luas landfill, atau < 5 Ha Kapasitas Total 5.000 ton - Pembangunan Transfer Station
Kapasitas < 1.000 ton/hari
- Pembangunan Instalasi/pengolahan sampah terpadu
Kapasitas < 500 ton - Pembangunan Incenerator
Kapasitas < 500 ton/hari
- Pembangunan instansi pembuatan kompos Kapasitas > 50 s.d < 100 ton/ha
b. air limbah domestik
c. drainase permukaan perkotaan d. air minum
e. pembangunan gedung
f. pengembangan kawasan permukiman baru g. peningkatan kualitas permukiman
h. penanganan kawasan kumuh perkotaan
Tabel 4.11
Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya
No Komponen Kegiatan Lokasi Amdal UKL/UPL SPPLH
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Pengembangan Permukiman 1).
2). Dst.
2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 1).
2). Dst.
3. Pengembangan Air Minum 1).
4-16
No Komponen Kegiatan Lokasi Amdal UKL/UPL SPPLH
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Dst.
4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan 1).
2). Dst.
4.3.3 Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Kabupaten Kutai
Timur
Dalam mengidentifikasi analisis sosial, ekonomi dan lingkungan, dapat dimasukkan beberapa hal yang berhubungan dengan isu pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Kutai Timur.
Tabel 4.12 Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta
Karya di Kutai Timur
NO PENGELOMPOKAN ISU-ISU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BIDANG CIPTA KARYA PENJELASAN SINGKAT
(1) (2) (3)
5.1 Sosial
1. Belum optimalnya upaya untuk mewujudkan
Kabupaten Kutai Timur sebagai kota layak anak Infrastruktur yang mendukung sebagai kota layak anak masih belum optimal, misalnya taman bermain anak. 2. Rendahnya peran serta perempuan dalam proses
pengambilan keputusan dalam pembangunan daerah Kabupaten Kutai Timur
Keseimbangan gender masih perlu ditingkatkan terutama yang terkait dengan keanggotaan dalam legislative dan posisi kunci di bidang eksekutif.
3. Belum optmalnya upaya penyiapan dan
peningkatan sumber daya manusia dalam upaya
penyelenggaraan program pennunjang
pembangunan keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
SDM yang terkait dengan program keluarga berencana dan keluarga sejahtera masih kurang memadai terutama yang bertugas di daerah-daerah pedalaman
4. Ketersediaan layanan keluarga belum mencukupi Belum mencukupi dalam bidang sarana dan prasarana keluarga berencana.
5. Belum optimalnya upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan manajemen usaha khususnya bagi keluarga pra sejahtera.
Masih perlu upaya-upaya yang serius dari pemerintah daerah untuk mengentaskan keluarga pra sejahtera menjadi keluarga sejahtera, terutama dengan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan.
5.2 Ekonomi
1. Belum tersedianya sub sistem agro-industri yang dititik beratkan pada pengembangan industry yang berkualitas dan berdaya saing
Sub–sistem agroindustri masih
bertumpu pada sub sistem
konvensional yang belum mampu
mengantisipasi perkembangan
kualitas dan daya saing yang tinggi di pasaran.
4-17
NO PENGELOMPOKAN ISU-ISU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BIDANG CIPTA KARYA PENJELASAN SINGKAT
(1) (2) (3)
2. Belum optimalnya produktivitas pertanian dalam arti luas
Produktivitas pertanian masih banyak mengalami permasalahan sehingga
produksinya belum optimal.
Permasalahan pertanian diantaranya terkait dengan infrastruktur irigasi yang belum memadai dan belum menjangkau seluruh lahan-lahan pertanian serta masalah pengadaan bibit, pupuk dan obat-obatan, pengolahan lahan serta pemasaran hasil pertanian yang belum optimal. 3. Ketersediaan pangan mandiri untuk pemenuhan
kebutuhan pangan local belum mencukupi.
Produktivitas pertanian masih banyak mengalami permasalahan sehingga produksinya belum optimal dan belum bisa mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat. Permasalahan pertanian
diantaranya terkait dengan
infrastruktur irigasi yang belum memadai dan belum menjangkau seluruh lahan-lahan pertanian serta masalah pengadaan bibit, pupuk dan obat-obatan, pengolahan lahan serta pemasaran hasil pertanian yang belum optimal.
5.3 Lingkungan
1. Rendahnya pengelolaan persampahan dan limbah domestik
Rendahnya pengelolaan persampahan hampir di semua kota Kabupaten dan kecamatan di Kabupaten Kutim. 2. Belum optimalnya tata kelola sanitasi lingkungan
dan air bersih yang baik
Terutama di kota Kabupaten dan kota kecamatan
3. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang belum terintegrasi dan belum mempunyai legalitas formal.
Terutama di Kecamatan Sangata Utara
4. Belum maksimalnya perlindungan
keanekaragaman hayati
Terutama di hutan-hutan primer dan kawasan pesisir.
5. Belum adanya pengakuan terhadap masyarakat hukum adat terkait kawasan konservasi.
Terutama masyarakat hukum adat yang berada di Muara Wahau dan Kombeng
6. Daya dukung dan daya tampung lingkungan rendah
Daya dukung dan daya tampung lingkungan yang rendah terutama berada di sekitar area pertambangan batubara dan Kota Sangatta Utara.
7. Belum ada basis data lingkungan Basis data lingkungan yang tersedia
belum lengkap dan belum terintegrasi dengan baik.
8. Rendahnya kualitas air dan kualitas udara Terutama di Kota Sangata Utara dan
area hutan yang mengalami
kebakaran hutan.