• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. pikiran, maksud dan tujuan kepada orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Gorys Keraf dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. pikiran, maksud dan tujuan kepada orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Gorys Keraf dan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah :

Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud dan tujuan kepada orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Gorys Keraf dan Abdul Chaer :

Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat abitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerjasama, berkomunikasi dan untuk mengidentifikasikan diri (1998:1)

Selain itu bahasa merupakan salah satu aspek dari kebudayaan. Sebagai salah satu manifestasi kebudayaan, bahasa memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dalam setiap kebudayaan bahasa merupakan suatu unsur pokok yang terdapat dalam masyarakat. Keanekaragaman bahasa dalam masyarakat, baik dalam cakupan yang luas (internasional), maupun bahasa nasional.Kalau kita membuka buku linguistik dari berbagai pakar bahasa, akan kita jumpai berbagai rumusan mengenai hakikat bahasa. Rumusan-rumusan itu kalau dibutiri akan menghasilkan sejumlah ciri yang merupakan hakikat bahasa. Ciri-ciri yang merupakan hakikat bahasa itu antara lain adalah bahwa bahasa itu adalah sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi. Yang dimaksud beragam dalam variasi bahasa tersebut ialah, bahwa bahasa memiliki banyak bentuk, variasi dan ragam. Ragam bahasa tersebut antara lain :

1. Ragam bahasa hormat. 2. Ragam bahasa santai/biasa. 3. Ragam bahasa formal.

(2)

Bahasa slang yang merupakan topik utama yang dibahas dalam penelitian ini merupakan bagian dari ragam bahasa biasa/santai yang tersebut diatas. Menurut Abdul Chaer dan Leonie yang dimaksud dengan slang adalah “ variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia” (2004 : 22). Artinya, variasi ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak boleh diketahui oleh kalangan diluar kelompok itu. Oleh karena itu, kosa kata yang digunakan dalam bahasa slang ini selalu berubah-ubah. Slang memang lebih merupakan bidang kosakata daripada bidang fonologi maupun gramatika .

Slang bersifat temporal, dan lebih umum digunakan oleh kaula muda, meski kaula tua pun ada pula yang menggunakannya. Karena slang ini bersifat kelompok dan rahasia, maka timbul kesan bahwa slang ini adalah bahasa rahasianya para pencopet dan penjahat, padahal tidaklah demikian. Faktor kerahasiaan ini menyebabkan pula kosakata yang digunakan dalam slang selalu beubah. Dalam hal ini yang disebut bahasa prokem ( lihat Rahardjo dan Camber Loir 1988 : 72 ; juga Kawira 1990 : 54 ) dapat dikatagorikan sebagai slang.

Bahasa Jepang sebagai salah satu bahasa yang diakui dunia internasional juga memiliki dan mengenal variasi bahasa yang disebut slang dalam bahasa Inggris, bahasa prokem dalam bahasa Indonesia dan disebut wakamono kotoba ( bahasa anak muda) di Jepang. Bahasa slang atau wakamono no kotoba di Jepang telah lama ada, dimulai sejak jaman Edo dimana bahasa ini digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu, misalnya diantara kelompok para pedagang, kelompok satuan militer, petani dan antar kelompok yang memiliki profesi atau lingungan yang sejenis. Akan tetapi bahasa ini lebih banyak digunakan oleh kaum bandit/penjahat sehingga ada anggapan pada awalnya bahasa ini merupakan bahasanya pelaku kriminalitas. Hingga pada akhir jaman restorasi Meiji keberadaan bahasa ini masih terdapat ditengah masyarakat, tetapi lebih sering digunakan oleh kaum yakuza / mafia Jepang (www.senshigakuen.com)

(3)

Dewasa ini seiring dengan perkembangan dan kemajuan kebudayaan, penggunaan bahasa slang tidak lagi menjadi monopoli kaum yakuza atau kaum bandit. Para kaula muda di Jepang seperti halnya kaula muda dinegara lain juga memiliki bahasa slang tersendiri yang disebut sebagai “wakamono kotoba” , wakamono yang berarti kaula muda dan kotoba yang berarti kosakata. Mereka menggunakan bahasa tersebut untuk mengeksperesikan perasaan mereka terhadap sesuatu, misalnya kekaguman, ketidak sukaan dan perasaan-perasaan lainnya.Salah satu contoh untuk menyatakan kekaguman akan sesuatu kaula muda diJepang akan mengatakan “Kakkoii” yang berarti keren atau hebat yang padanannya dalam bahasa resmi atau bahasa baku ialah “erai” atau “sugoi”. Beberapa wakamono kotoba diciptakan oleh komunitas remaja Jepang. Istilah-istilah ini timbul dari apa yang mereka lihat dan rasakan. Contohnya kata daru-daru yang berarti tsukaremashita (capek sekali). Kata ini muncul dari kata sifat darui yang artinya ‘merasa lemas, lemah’ Contoh lainnya adalah seperti kata tsuchitteiru yang merupakan istilah atau sebutan untuk orang yang tidak suka dandan atau selalu bermuka capek atau lelah, kata ini muncul dari kata tsuchi (tanah), karena orang yang tidak berdandan atau capek terlihat kotor seperti tanah. Contoh kata penggunaan kata lain ialah kata mimidanbo yang berarti ‘dengarkan baik-baik’, yang berasal dari kalimat dandan kikimasu mendengar secara bertahap).

Prosa merupakan salah satu dari genre sastra, sesuai dengan objek penelitian ini maka penulis mengambil salah satu bentuk dari prosa yaitu komik. Kata komik diadopsi dari kata Comic dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Jepang komik disebut mangga. Mangga sudah muncul sejak tahun 1930 yang tidak hanya satu buku tetapi juga terdapat dalam beberapa jilid bersambung pada sebuah gulungan kertas. Di Jepang komik dibagi menjadi 4 macam menurut kelompok pembacanya, antara lain :

1. Komik dewasa (seijin mangga) 2. Komik remaja (seinen mangga)

(4)

3. Komik anak laki-laki (shounen mangga) 4. Komik anak perempuan (shoujo mangga)

Dari ke empat macam komik ini semuanya tersaji dalam bermacam-macam genre, mulai dari action, horor, petualangan, detective, humor sampai romantis yang jelas dalam penyajian alur cerita serta penyajian gambarnya disesuaikan dengan batasan umur. Untuk anak-anak tidak disajikan gambar-gambar erotis serta tindak kekerasan /sadisme.

Komik di Jepang mempunyai pengaruh yang sangat besar, terlebih Jepang merupakan negara pembuat komik yang terkenal produktif. Tidak hanya dalam negeri, tapi juga dinikmati diberbagai negara dan bangsa didunia ini. Komik merupakan media yang dapat digunakan sebagai sarana menggambarkan situasi yang terjadi pada jaman tersebut.

Banyak pengarang senior dan junior yang menghasilkan karya besar, namun untuk penelitian ini penulis menggunakan karya komikus Ghoso Aoyama dalam komik “Detective Conan” yang merupakan komik import berbahasa Jepang untuk menganalisa pengunaan bahasa slang di Jepang khususnya dikalangan remaja Jepang. Komik ini menceritakan tentang seorang detektif remaja bernama Shinici yang fisiknya berubah menjadi bocah SD setelah meminum racun yang diberikan oleh musuhnya. Ia memulai petualangannya sebagai bocah dengan nama Conan, yang selalu membantu memecahkan kasus-kasus kriminal di kepolisian yang dipimpin oleh detektif senior Moori. Pada dasarnya hampir semua kasus dipecahkan dan diselesaikan oleh Conan, tetapi ia menutupi identitas dirinya dan membiarkan detektif Moori mendapat nama besar dari kasus yang terselesaikan.

Dalam komik ini terdapat banyak pengguanan bahasa slang / wakamono no kotoba dikarenakan komik ini lebih ditujukan kepada remaja, meski tidak sedikit orang dewasa dan anak-anak yang membacanya. Walau isi ceritanya cukup berat untuk dikonsumsi anak-anak. Dari komik tersebut nantinya penulis akan menganalisa penggunaan-penggunan wakamono kotoba yang terdapat dalam komik, jenis-jenisnya dan proses pembentukan kata tersebut.

(5)

1.2 Perumusan Masalah

Setiap bahasa yang terdapat di dunia pasti mengenal dan memliki keragaman atau variasi bahasa. Variasi bahasa ialah keragaman bahasa yang terdapat pada masyarakat tutur (Kridalaksana 1974 : 134) dan merupakan bahasan pokok dalam bidang sosiolinguistik. Dalam hal ini sosiolinguistik berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oeh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.

Hartman dan Strok (1972 : 65) membedakan variasi berdasarkan kriteria (a) latar belakang geografi dan sosial penutur, (b) medium yang digunakan, (c) pokok pembicaraan. Preston dan Shuy (1979 : 43) membagi variasi bahasa khususnya bahasa Inggris Amerika berdasarkan (a) penutur, (b) interaksi, (c) kode dan (d) realisasi. Halliday (1970, 1990 : 76) membedakan variasi bahasa berdasarkan (a) pemakai yang disebut dialek, dan (b) pemakaian yang disebut register. Sedangkan Mc David (1969 : 38) membagi variasi bahasa ini berdasarkan (a) dimensi regional, (b) dimensi sosial, dan (c) dimensi temporal.

Dalam kehidupan sehari-hari kita lebih sering menggunakan ragam bahasa santai/biasa, bahkan dalam lingkungan pergaulan anak muda/remaja tak jarang menggunakan ragam bahasa prokem/gaul. Penggunaan kosakata bahasa ini diperoleh dari berbagai macam sumber seperti, pergaulan sehari-hari, multi media (televisi, majalah, komik dll). Sebagai negara yang memiliki tingkat produktivitas komik yang tinggi, komik dalam kehidupan remaja/anak

(6)

muda di Jepang cukup berpengaruh. Dalam hal ini sesuai dengan topik bahasan penulis yaitu pemakaian wakamono no kotoba dalam sebuah komik original Jepang.

Dari uraian diatas dapat kita ambil suatu masalah yang berkaitan dengan apa yang ingin diangkat oleh penulis. Yaitu variasi bahasa berdasarkan penuturnya yang disebut sosiolek, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Dalam hal ini bahasa slang adalah pembahasan yang termasuk didalamnya.

Adapun permasalahan yang ingin saya bahas adalah :

1. Wakamono no kotoba apa saja yang terdapat dalam komik Detective Conan.

2. Bagaimana pembentukan kosakata wakamono no kotoba dalam komik Detective Conan. 3. Bagaimana ciri khas wakamono no kotoba dalam komik Detective Conan.

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Sesuai dengan judul proposal yang terlampir dihalaman depan. Maka ruang lingkup pembahasan adalah penggunaan bahasa prokem atau wakamono no kotoba yang terdapat pada komik Detective Conan versi original Jepang. Disini penulis akan menggunakan 8 seri dari komik tersebut, yaitu mulai jilid 10-17. Dari penggunaan-penggunaan wakamono no kotoba yang terdapat dalam komik tersebut akan diambil suatu gambaran tentang penggunaan wakamono no kotoba dalam pergaulan anak muda di Jepang dewasa ini, dan melihat perkembangan wakamono no kotoba di Jepang.

1.4 Tinjauan Pustaka

Menurut Abdul Chaer dan Leony (2004 : 11) bahasa adalah sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil sifat bahasa yang bersifat beragam. Maksudnya meskipun

(7)

sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan penutur yang heterogen yang memiliki latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam. Hal ini sesuai dengan Kridalaksana (1974 : 134) yang mendefenisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi tesebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan.

Harman dan Stork (1972 : 65) membedakan variasi berdasarkan kriteria (a) latar belakang geografi dan sosial penutur, (b) medium yang digunakan, dan (c) pokok pembicaraan. Remaja dan anak muda (13-24 tahun) merupakan bagian dari masyarakat tutur yang memiliki bahasa-bahasa tersendiri. Bahasa-bahasa tersebut lebih merupakan kosakata dari pada pola-pola kalimat. Kita mengenal bahasa tersebut dengan sebutan bahasa gaul, bahasa slang di Inggris dan wakamono no kotoba di Jepang. Yang dimaksud dengan bahasa slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Slang bersifat temporal sehingga kosakata yang digunakan sering berubah-ubah (Kawira 1990 : 54). Dari pandangan teori diatas dapat diketahui bahasa memiliki bentuk yang beragam, dan keragaman ini dipengaruhi banyak faktor yang salah satunya latar belakang sosial dari penutur bahasa. Sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang paling sesuai digunakan dalam melihat studi kasus tentang ragam bahasa, termasuk ragam bahasa prokem.

1.5 Kerangka Teori

Penelitiaan ini dilakukan melalui komik yang merupakan sebuah karya sastra. Menurut Aminuddin (2000 : 39) mengatakan bahwa sastra adalah karya seni, karena itu ia mempunyai sifat yang sama dengan karya seni yang lain. Seperti seni suara, seni rupa dan lain-lain. Yang membedakannya dengan seni lain adalah bahwa sastra memiliki aspek bahasa.

(8)

Menurut Wellek dalam Melani Budianto (1997 : 39) bahwa sastra adalah lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial.

Menurut Jan Van Luxemburg (1986 :23,24) sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu dapat mencerminkan kenyataan dalam masterakat dan merupakan sarana untuk memahaminya. Untuk membuktikan bahwa dalam komik yang dipakai sebagai bahan penelitian terdapat budaya/trend/gejala sosial mengenai penggunaan wakamono no kotoba, maka penuliis menggunakan teori Semiotika.

Menurut Jan Van Luxemburg (1992 : 46) bahwa Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda, lambang dan proses perlambangan. Ilmu tentang semiotik ini menganggap bahwa fenomena sosial maupun masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Dengan menggunakan teori-teori dari ilmu tersebut penulis akan melihat, mempelajari tanda-tanda atau perlambangan yang terdapat pada komik Detective Conan yang menjadi studi kasus pada penelitian ini. Sehingga dapat menangkap dan menganalisa tanda-tanda dan perlambangan yang menjadi fenomena, yang kemudian dihubungkan dengan masalah atau gejala sosial yang ada.

J. A . Fishman (1974 : 4) berpendapat bahwa “ Sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa , fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur. Hal ini sejalan dengan kajian yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu menganalisis tentang variasi bahasa, dimana wakamono kotoba merupakan salah satu dari variasi bahasa yang ada, dan kemudian menemukan ciri khas dari pembentukan wakamono kotoba tersebut.

(9)

1.6 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan wakamono no kotoba yang terdapat dalam komik Detective Conan.

2. Mendeskripsikan ciri khas wakamono no kotoba yang terdapat dalam komik Detective Conan.

3. Mendeskripsikan ciri khas pembentukan kosakata wakamaono kotoba dalam komik Detective Conan.

Sedangkan manfaat dari penelitiaan ini adalah :

1. Menambah pustaka karya tulis ilmiah yang membahas wakamono no kotoba. 2. Menambah pengetahuan dan informasi mengenai wakamono no kotoba khususnya kepada pembelajar bahasa Jepang

3. Merangsang minat pembaca untuk lebih mengetahui wakamono no kotoba, dan menelitinya lebih lanjut bagi yang berminat.

1.7 Metode penelitian dan Tehnik Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut :

 Metode Studi Kepustakaan (Library Research) , yaitu metode yang mengutamakan pengumpulan data-data atau informasi dengan cara mengumpulkan buku-buku dan situs-situs internet yang membicarakan bahasa wakamono no kotoba di Jepang sebagai bahan perbandingan dan sebagai pembuktian keabsahan wakamono no kotoba yang terdapat dalam komik Detective Conan.

 Metode deskriptif, yaitu suatu metode yang dipakai untuk memecahkan dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasi data.

(10)

Menurut Koentjaraningrat (1976 : 30) bahwa penelitiaan yang bersifat deskriptif yaitu memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.

Mulyadi (2004 : 59) mengatakan bahwa deskriptif adalah tulisan yang menggambarkan bentuk objek pengamatan atau melukiskan perasaaan.

Metode penelitian deskriptif berbeda dengan metode penelitian perskripktif. Metode penelitian deskriptif memiliki beberapa ciri, antara lain (1) tidak mempermasalahkan benar atau salah objek yang dikaji, (2) penekanan pada gejala aktual atau pada yang terjadi saat penelitian dilakukan, dan (3) biasanya tidak diarahkan untuk menguji hipotesis. Begitu sebaliknya dengan metode penelitian perskriptif.

Hal ini sejalan dengan pendapat Arikunto (1990 : 194) yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji suatu hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan. Dalam penelitian ini, data yang terkumpul berupa kata-kata dan bukan dalam bentuk angka. Maka dari itu, penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif adalah (1) penyajian hasil penelitian ini berupa penjabaran langsung tentang objek, (2) pengumpulan data dengan latar alamiah, (3) peneliti menjadi instrumen utama.

Referensi

Dokumen terkait

Dari ketiga elemen metode utama tersebut, dijabarkan oleh Rasulullah ke dalam beberapa cara yang lebih aplikatif, di ataranya adalah sebagai berikut: Pertama;

Berdasarkan homogenitas/heterogenitas dan karakteristik semua partisipan yang terkait pada kelembagaan, pihak yang menjadi pelaku utama kemitraan adalah (1) petani cluster

Dengan demikian, apabila ketika melakukan evaluasi kinerja hanya berfokus dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu dan mengabaikan ukuran-ukuran yang lain dalam

Dua hal itu dianalisis melalui interaksi tiga aspek dalam sajian karya seni, yakni seniman (desainer), hasil karya (produk), dan pengamat atau pengguna (dalam Dharsono, 2016:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pola luka pada korban kecelakaan lalu lintas antara death on arrival (DOA) dan yang dirawat meninggal di RSUP Sanglah tahun

Klien merasakan perubahan positif pada dirinya terhadap permasalahan yang dialaminya, ditandai dengan hilangnya simptom yang dirasakannya yang mengganggu

Deret Pfund merupakan deret garis yang berada pada daerah inframerah III (inframerah jauh). Metode spektografi adalah salah satu metode yang dilakukan dengan cara atom