PENGARUH EKSTRAK KULIT BATANG ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd.)
TERHADAP FERTILITAS MENCIT (Mus musculus L. Swiss Webster)
JANTAN SECARA IN VIVO
JURNAL
WISMI LENGGO GENI
NIM. 09010196
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP PGRI SUMBAR
PADANG
2014
Pengaruh Ekstrak Kulit Batang Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) Terhadap
Fertilitas Mencit (Mus musculus L. Swiss Webster) Jantan Secara In Vivo.
Wismi Lenggo Geni
1, Ramadhan Sumarmin2, Gustina Indriati 31.3
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat 2Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang
Wismi@yahoo.com
Abstract:
This study aims to determine the effect of bark extracts (Pterocarpus indicus Willd.) on mice fertility (Mus
musculus L. Swiss Webster) males. This study used a CRD (Completely Randomized Design) with the use of
test animals (male mice) of3 treatments each treatment consisted of 9 adult mice were given food and drink are adlibitium. K treatment without any extract angsana, treatme nts P1 and P2 is the treatment given angsana extract orally for 36 days with a doseges of 0,1 gr/ b.w and 0,2 gr/ b.w. after granting the extract angsana mating test on each test animal treatment using 1 male mice with female mice 5 to see the number of succesful female mice pregnant. The data analyzed by ANOVA (Analysis Of Varians) and continued with LSD. The results bowed the number of moting female mice 2,8 K. An average P1 of 2,6 and P2 2,4. The number of pregnant female mice were successful average K 2,6, average P1 2.0 and P2 1.2. It can be concluded that the extract of the stem bark of angsana (Pterocarpus indicus Willd.) were given orally for 36 days affects the fertility of mice (Mus musculus L. Swiss Webster) males.
Keyword: Pterocarpus indicus Willd, mice, fertility, reproductive harmone synthesis. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang dilihat dari jumlah penduduknya berada pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi, namun tidak sejalan dengan pertumbuhan pembangunan di Indonesia sendiri, sehingga menambah tingkat kemiskinan di Indonesia. Pemerintah seharusnya menyeimbangi tingkat pertumbuhan penduduknya dengan pertumbuhan pembangunan itu sendiri, sehingga tingkat kemiskinan di Indonesia paling tidak sedikit dapat teratasi. Salah satu upaya pemerintah mengendalikan laju pertumbuhan penduduk adalah melalui pelaksanaan program KB bagi Pasangan Usia Subur (PUS). Akhir-akhir ini banyak ahli pengamat kependudukan memberikan perhatian pada studi Keluarga Berencana (Sumini, 2009).
Program Keluarga Berencana (KB) Telah dicanangkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai program nasional. Salah satu usaha yang telah dilaksanakan dalam program KB adalah penyediaan sarana kontrasepsi. Pengunaan kontrasepsi pada prinsipnya adalah untuk mencegah terjadinya pembuahan atau peleburan antar sel sperma pria dengan sel telur wanita. Sarana kontrasepsi ini lebih banyak ditujukan pada kaum wanita, sedangkan pada pria masih terbatas, sehingga perkembangan kontrasepsi pria jauh tertingal dibandingkan dengan kontrasepsi wanita (Rusminiati, 2007).
Rendahya partisipasi pria dalam Keluarga Berencana dikarenakan oleh terbatasnya pilihan kontrasepsi pria yang dapat digunakan. Sampai saat ini metode kontrasepsi pria hanya kondom, vasektomi, dan penyuntikan hormon. Namun, hasilnya belum sepenuhya diterima masyarakat karena memberikan efek samping yang tidak dapat diabaikan dan pemakaian kondom, penyuntikan hormon belum 100% mencegah kehamilan (Rusminiati, 2007).
Agar lebih mendorong kaum pria untuk berperan aktif dalam mengikuti program KB, maka sangatlah tepat untuk lebih banyak menyediakan sarana kontrasepsi untuk kaum pria sehingga memiliki alternatif sesuai pilihannya. Sebagai obat tradisional air seduhan atau rebusan kulit batang angsana digunakan sebagai obat antihipertensi. Beberapa senyawa yang umumnya ditemukan pada getah kulit batang angsana diantaranya terpenoid, triterpenoid, sterol dan minyak atsiri, serta beberapa alkaloid. Diantara senyawa kimia kandungan dari getah angsana tersebut belum dapat ditentukan golongan mana yang berkhasiat obat (Corner & Watanabe dalam Sumarmin, 2001).
Berdasarkan kenyataan tersebut salah satu usaha yang perlu dilakukan adalah menemukan obat antifertilitas bersifat alami yang bisa didapatkan dari tumbuh-tumbuhan atau yang lebih dikenal dengan pengobatan tradisional. antifertilitas adalah pencegahan penggabungan pronukleus jantan dan pronukleus betina. Hal ini dibidang kedokteran bertujuan untuk kontrasepsi, artinya pencegahan konsepsi atau terjadinya kehamilan. Dari beberapa penelitian ternyata bahwa tanaman masih merupakan sumber utama dalam pencarian obat baru. Oleh sebab itu pemanfaatan bahan tanaman masih merupakan prioritas untuk diteliti mengingat bahan obat-obatan yang berasal dari tanaman mempunyai keuntungan sendiri yaitunya; toksitasnya rendah, mudah diperoleh, murah harganya dan kurang menimbulkan efek sampingnya (Nurhuda, 1995).
Dari penelitian Sumarmin (2001) dilaporkan bahwa ekstrak kulit batang angsana
(Pterocarpus indicus Willd.) Mampu
memperpanjang siklus estrus pada mencit (Mus
muculus, L. Swiss Webster) betina. Melihat
fenomena bahwa angsana mampu menggugurkan kandungan pada ternak ruminansia maka ekstrak kulit batang tumbuhan ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk mencegah kehamilan (sebagai bahan kontrasepsi). Salah satu tujuan KB yaitu penjarangan kehamilan dengan cara tidak terjadi nidasi atau perkembangan zigot. Namun belum dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak kulit batang Angsana terhadap fertilitas mencit jantan.
Dari sekian banyak ekstrak tumbuhan yang diteliti belum diketahui efek kulit batang angsana terhadap fetilitas mencit jantan secara in
vivo, serta fenomena yang diamati dan senyawa
terkandung dalam tumbuhan angsana yang mendukung, maka diteliti kulit batang angsana terhadap fertilitas mencit (Mus muculus L. Swisss Webster).
Metode penelitian Rancangan Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium zoologi jurusan biologi FMIPA Universitas Negeri Padang. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri atas 3 perlakuan dengan 9 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varians dan uji DNMRT (Hanafiah, 2004).
Pengadaan dan Aklimatisasi
Mencit yang digunakan adalah mencit Swiss Webster. Penelitian ini menggunakan dua puluh tujuh ekor mencit jantan (Mus musculus L. Swiss Webster) berumur sebelas sampai dua belas minggu. Mencit diperoleh dari fakultas FMIPA
Universitas Negeri Padang. Kandang perawatan mencit terbuat dari bak atau baskom plastik dengan ukuran 30 cm (p) × 20 cm (l) × 10 cm (t) yang bagian atasnya ditutupi jaring kawat dan bagian bawahnya dialasi sisa ketanam kayu yang diganti dua kali seminggu. Hewan coba diberi makan pelet dan minum.
Persiapan Bahan Uji
Kulit batang angsana di ambil dari Daerah Pantar, Kecematan Matur Kota Bukittinggi. Kulit batang angsana di potong-potong sekecil mungkin kemudian dijemur di bawah sinar matahari sampai kering (bewarna kecoklatan/ merah tua). Setelah kering, lalu dihaluskan dengan menggunakan lumpang besar dan alu sampai berbentuk seperti serbuk halus yang kering atau simplisia.
Pembuatan ekstrak kulit batang angsana dengan cara mengambil 370 gram simplisia, Kemudian simplisia tersebut direndamkan dalam methanol absolute sebanyak 1000 ml selama 12 – 48 jam. selanjutnya disaring dengan menggunakan corong untuk memisahkan serbuk kulit batang angsana dari filtratnya. Filtrat yang terbentuk dipekatkan menggunakan water bath dengan suhu 50oC sampai berbentuk ekstrak pekat yang bewarna merah tua. Ekstrak kulit batang angsana yang didapat berupa lempengan padat berwarna merah tua kemudian dimasukkan dalam desikator. Selanjutnya diserbukkan dengan cara ditumbuk dalam lumpang porselen dan ditimbang sesuai dengan dosis perlakuan. Untuk pemberian pada hewan percobaan ekstrak diemulsikan dalam water bath dan diencerkan dengan larutan Na-CMC 1%, ekstrak ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik digital sesuai dengan perlakuan. (Reynold, 1993, dalam Sumarmin, 2001).
Pembuatan Dosis Ekstrak
1) Pembuatan ekstrak kulit batang angsana dosis 200 mg/kg b.b.
Serbuk filtrate angsana ditimbang sebanyak 0,2 gr, kemudian diemulsikan kedalam pelarut aquabides sebanyak 100 ml dan ditambahkan Na-CMC 1 % kemudian dihomogenkan dengan water bath.
2) Pembuatan ekstrak kulit batang angsana dosis 100 mg/kg b.b.
Serbuk filtrate angsana ditimbang sebanyak 0,1 gr, kemudian diemulsikan kedalam pelarut aquabides sebanyak 100 ml dan ditambahkan Na-CMC 1 % kemudian dihomogenkan dengan water bath.
Mencit jantan ditimbang terlebih dahulu sebelum diberi perlakuan. Pemberian ekstrak kulit batang angsana dilakukan setiap hari mulai pukul 08.00 – 10.00 WIB. Pemberian ekstrak kulit batang
angsana diberikan secara oral pada mencit jantan dengan menggunakan alat pencekokan (gavage) dengan dosis 0,1 gr/bb dan 0,2 gr/bb. Perlakuan diberikan selama 35 hari dengan volume 0,5 ml per harinya.
Pengamatan
a. Pada hari ke 37 dilakukan uji kawin.
b. Uji kawin dilakukan dengan mengawinkan 1 ekor mencit jantan dengan 5 ekor mencit betina.
c. Melihat jumlah mencit betina yang dikawini berdasarkan sumbat vagina, yang diamati pada rentang waktu 5 hari setiap pagi jam 06.30 WIB, jika terdapat sumbat vagina maka mencit
betina segera dipisahkan. Apabila tidak dapat terdapat sumbat vagina maka dibuat apusan vagina untuk melihat sisa sperma yang ada. Jika terdapat sisa sperma, hal ini menandakan telah terjadi kopualasi dan mencit betina segera dipisahkan.
d. Selanjutnya berdasarkan jumlah betina yang dikawini tersebut diamati berapa jumlah mencit betina yang bunting, yang diamati secara morfologi dari berkembangnya putting susu dan jelasnya aerola yang mengelilingi putting mencit betina.
Hasil
Gambar 1. Histogram Jumlah Mencit Betina yang Berhasil yang Dikawini pada Berbagai Perlakuan Ekstrak Kulit Batang Angsana
Pemberian ekstrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah mencit betina yang dikawini. Antara perlakuan K dan perlakuan P1 dan P2 ditemukan jumlah mencit betina yang dikawini
oleh mencit jantan rata-rata 2 mencit dengan arti kata perbedaan jumlah mencit betina yang mampu dikawini oleh mencit jantan tidak signifikan. 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 K P1 P2 2,8 2,6 2,4 Ju m lah M e n ci t B e tina yan g D ikaw in i (E ko r) Perlakuan
Gambar 2. Histogram Jumlah Mencit Betina yang Berhasil Bunting pada Berbagai Perlakuan Ekstrak Kulit Batang Angsana (Pterocarpus indicus Willd.)
Pemberian ekstrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) berpengaruh menurunkan jumlah mencit betina yang berhasil bunting, Pada perlakuan K jumlah mencit betina yang berhasil bunting normal dengan rata-rata 2,6 ekor, dan relatif sama dengan perlakuan P1 rata-rata 2,0 ekor dan penurunan jumlah mencit betina yang berhasil bunting pada perlakuan P2 dengan rata-rata 1,2 ekor.
Pembahasan
Setelah pemberian ekstrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) dengan perlakuan K, perlakuan P1,dan P2 g/ekor/hari pada mencit jantan (Mus musculus L. Swiss Webster) selama 36 hari, pada tiap perlakuan menunjukkan penurunan jumlah tetapi penurunan jumlah itu tidak mengalami perbedaan yang signifikan dibanding antara perlakuan K, P1 dan P2 ditemukan jumlah mencit betina yang dikawini oleh mencit jantan rata-rata 2 ekor. Dari hasil uji statistik menunjukkan pemberian ekstrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) pada mencit jantan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah mencit yang dikawini. Pada setiap dosis perlakuan masih menunjukkan kemampuan kawin yang tinggi pada mencit jantan. Pada penelitian ini semua dosis bisa digunakan sebagai obat kontrasepsi.
Dengan menurunya kadar FSH dan LH dapat menyebabkan hormon androgen juga menurun yang berpengaruh terhadap libido, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Puradisastra (2010) yang menyatakan Androgen berfungsi untuk mengendalikan seks jantan dan
libido, pada hewan Androgen merangsang aktifitas dan sifat agresif.
Dari pengamatan jumlah mencit betina yang berhasil bunting setelah pemberian ekstrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) terlihat adanya penurunan jumlah pada tiap perlakuan. Dari hasil uji statistik menunjukan adanya pengaruh nyata dan berpengaruh terhadap jumlah mencit betina yang bunting. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin sedikit jumlah mencit betina yang bunting. Pada perlakuan K mencit betina yang berhasil bunting dengan rata-rata 2,6 ekor, sedangkan perlakuan P1 rata-rata-rata-rata mencit betina yang bunting 2,0 ekor dan pada perlakuan P2 rata-rata yang didapatkan 1,2 ekor pada mencit betina yang bunting. Namun penurunan jumlah mencit betina yang bunting terlihat pada perlakuan P2.
Penurunan jumlah mencit betina yang berhasil bunting disebabkan Angsana mampu menghambat fungsi hipofisis sehingga terjadinya penurunan konsentrasi hormon testosteron yang mengakibatkan pembentukan sperma dalam tubulus seminiferus terganggu, sehingga berpengaruh terhadap kualitas sperma dan menghasilkan sperma yang tidak fertil. Akibatnya sperma tidak dapat mencapai sel telur dan fertilisasi dapat dicegah, karena untuk terjadi fertilisasi membutuhkan sperma yang fertil. Hal ini sesuai teori yang dikemukakan oleh Nita (2003) bahwa fertilitas pada hewan jantan sangat tergantung pada hormon testosteron, sehingga menurunnya fertilitas dapat terjadi karena penurunan sintesis hormon testosteron.
Hasil yang didapatkan tentang fertilitas pada penelitian ini menunjukkan pemberian ekstrak 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 K P1 P2 2,60 2,00 1,20 Ju m lah M e n ci t B e tina yan g B u n ting (E ko r) Perlakuan
kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) tidak mempengaruhui kemampuan kawin mencit jantan terhadap mencit betina. Pada setiap dosis perlakuan masih menunjukan kemampuan kawin yang tinggi pada mencit jantan, antara perlakuan ditemukan jumlah mencit betina yang dikawini rata-rata 2 mencit. Artinya ekstrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) baik digunakan untuk sebagai obat kontrasepsi dan tidak mempengaruhi daya seksual mencit jantan tetapi berpengaruh menurunkan fertilitas mencit jantan.
Kesimpulan
Pemberian ekstrak kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) tidak berpengaruh terhadap jumlah mencit betina yang dikawini, tetapi menurunkan jumlah mencit betina yang berhasil bunting.
Perpustakan
Hanafiah, K. A. 2004. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Nur Huda, O. Soeradi, N. Suhana dan M. Sadikin, 1995. Pengaruh Pemberian Buah Pare
Terhdap Jumlah dan Motilitas
Spermatozoa Tikus Jantan Strain. LMR. Jurnal Kedokteran Yarsi.
Nita, S. 2003. Pengaruh Pemberian Biji Pinang (Areca catechu) terhadap Fertilitas Mencit Jantan, Dimonotor melalui j umlah kebuntingan dan jumlah anak sekalahiran. Diakses tnggal 29 Oktober 2013 Mencit Betina.
Puradisastra, Sugiarto. 2010. Ekstrak Biji Pala (Myristica frangans Houtt) Sebagai Afrodisiak Pada Tikus dan Mencit. Rusmiati. 2007. Pengaruh Ekstrak Kayu Secang
(Caesalpinia sappan L) Terhadap Viabilitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus musculus L). Universitas Lambung Mangkurat ; Kalimantan Selatan. Sumarmim, Ramadhan. 2001. Uji invivo Eksrak
Kulit Batang Angsana (Pterocarpus indicus Willd)Terhadap Fertilitas Mencit Betina (Mus muculus L) swiss Webster. laporan hasil penelitian proyek pengembangan diri. FMIPA. UNP; Padang
Sumini, Yam’ah Tsalatsa, Wahyono Kuntohadi.
2009. Kontribusi Pemakaian
Kontrasepsi Terhadap Fertilitas. Badan
Koordinasi Keluarga Berencana