• Tidak ada hasil yang ditemukan

Women In Industry of Batik Tanah Liek In West Sumatera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Women In Industry of Batik Tanah Liek In West Sumatera"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-1

Perempuan Dalam Industri Batik Tanah Liek di Sumatera Barat

Women In Industry of Batik Tanah Liek In West Sumatera

Ella Hutriana Putri1, Herwandi Herwandi2, dan Midawati3

1 Author, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

²Dosen Senior, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

3 Co-author, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

Korenspondesi Penulis

Email : ellahutriana.unand@gmail.com

Kata kunci: batik,tanah liek, perempuan,sejarah, peran Keywords: Batik, tanah liek, women, history, roles. ABSTRAK

Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang saat ini sedang giat melakukan pengembangan industri batik. Industri batik yang saat ini sedang berkembang adalah industri batik tanah liek. Proses pembuatan batik tanah liek berbeda dengan batik yang lainnya yang ada di Pulau Jawa yaitu itu pada proses awal. Sebelum di beri motif, kain mori dicelupkan atau di rendam terlebih dahulu dalam adonan tanah liat (tanah liek) selama lebih kurang seminggu. Untuk menghasilkan warna kain yang bagus dan bernilai tinggi. Dalam semua proses pembuatan batik tanah liek semua kegiatan dilakukan oleh perempuan. Oleh sebab itu perempuan mempunyai peran yang besar dalam perkembangan industri batik tanah liek. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis peranan penting perempuan dalam industri batik yang tidak hanya bekerja sebagai perajin batik, pengusaha batik tetapi juga perannya sebagai ibu rumah tangga. Artikel ini adalah hasil penelitian yang bertempat di dua Kabupaten/kota di Sumatera Barat yaitu di Kabupaten Dharmasraya dan Kota Padang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memahami fenomena sosial yang terjadi di masyarakat dengan cara terjun langsung ke lokasi penelitian. Pada akhirnya hasil dari penelitian ini terlihat peranan seorang perempuan dalam perkembangan industri batik tanah liek yang mempunyai banyak peranan. Diharapkan penulisan ini bermanfaat guna menambah pengetahuan tentang perempuan pembatik yang ada di Sumatera Barat.

ABSTRACT

West Sumatera is one of the provinces in Indonesia which is currently actively developing the batik industry. The kind of batik that is currently developing is the batik tanah liek. The process of making batik tanah liek is different from other batiks that ever exist on Java Island, especially at the beginning of the process. Before being given a pattern, the cloth of batik is dipped or soaked in clay dough for a week in order to produce a good colored fabric and high value. Every processes of making batik tanah liek is carried by women. Therefore, women have a big role in the development of the batik tanah liek industry. This article is written to describe and analyze the important role of women in the batik industry, which not only functions as batik artisans, batik entrepreneur, but also play a role as housewives. This article is the result of research that is located in two regencies or cities in west Sumatera. Namely, in the of Dharmasraya and Padang. This research is using a qualitative research method to solve social phenomena occurred in the community by directly getting involved at the location of research location. At last, the result of this study shows the rule of women in the batik tanah liek industry development. It is hoped that this article will be useful in order to increase knowledge about batik women in West Sumatera.

(2)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-2 PENDAHULUAN

Salah seorang perempuan dalam dunia pendidikan Minangkabau, penggagas Kerajinan Amai Setia di Nagari Koto Gadang yaitu Rohana Kudus. Rohana Kudus mendirikan Kerajinan Amai Setia karena ingin memajukan kaum perempuan dan mendapatkan pendidikan seperti halnya laki-laki. Maka pada tanggal 11 Februari 1911 berdirilah perkumpulan ini dengan Rohana Kudus sebagai ketuanya (Djaja, 1980). Perempuan dalam dunia seni banyak memberikan sumbangsih yang besar. Sebagai contoh perempuan dalam dunia pertunjukan

bagurau

di Sumatera Barat. Perempuan dalam seni pertunjukkan

bagurau

cukup memegang

peranan penting dalam pertunjukkan Minangkabau. Di daerah

luhak nan tigo

terdapat sekurang-kurangnya ada 70 orang seniman perempuan yang aktif (Sukmawati, 2006)

Perjuangan perempuan tidak hanya sampai disitu. Banyak lagi perjuangan yang di lakukan perempuan salah satunya di dunia politik. Sejak disahkannya Undang-undang No 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum yang mana keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% dalam pencalonan anggota legislatif. Membuat perempuan-perempuan banyak muncul menjadi anggota legeslatif. Di dunia ekonomi, kesehatan, pertahanan keamanan, sosial dan budaya banyak bermunculan perempuan-perempuan yang dapat menyetarakan posisinya sama dengan laki-laki. Seperti Emma Yohana yang maju dalam pemilihan DPD RI, Lisda Hendra Joni yang maju dalam pemilihan DPR-RI dan masih banyak perempuan-perempuan lain yang bertarung di bidang politik baik itu di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pusat.

Perempuan dalam dunia ekonomi misalnya, banyak perempuan-perempuan penggagas usaha kecil yang penghasilannya dapat membantu ekonomi keluarga. Tidak hanya sebagai penggagas ada banyak perempuan yang bekerja sebagai tenaga lepas di samping perannya sebagai seorang anak perempuan, seorang ibu dan seorang istri. Di dunia kesehatan, pendidikan, pertahanan keamanan, sosial dan budaya banyak bermunculan perempuan-perempuan yang bisa menyamakan posisinya dengan laki-laki dan bahkan ada yang posisinya melebihi kemampuannya sebagai seorang perempuan pada umumnya.

Di Sumatera Barat banyak sektor yang melibatkan perempuan di dalamnya tidak hanya di perkantoran, dunia perdagangan merupakan sektor yang juga melibatkan perempuan. Kerajinan khas Minangkabau seperti songket, tenun dan bordir merupakan kerajinan yang melibatkan perempuan di dalamnya. Kerajinan merupakan jenis kegiatan nonpertanian yang bersifat produktif, yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat pedesaan. Pada mulanya usaha ini dilakukan sebagai usaha sambilan masyarakat, sambil mengisi waktu senggang mereka membuat barang-barang yang dapat bermamfaat dalam kehidupan mereka(Boeke, 1995).Kerajinan yang banyak melibatkan kaum perempuan adalah Industri kerajinan batik. Salah satu yang dikenal adalah batik

tanah liek.

Perempuan dalam hal ini sebagai perajin batik mempunyai peran sebagai pemilik modal, pimpinan perusahaan, pekerja, ataupun pedagang.

Batik

tanah liek

merupakan jenis batik yang ada di Sumatera Barat selain tenun. Sejak 1995 pemerintah mencanangkan batik

tanah liek

sebagai batik khas Sumatera Barat.

(3)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-3 Sehingga sejak 1996 pemerintah Sumatera Barat membiayai sejumlah masyarakat khususnya perempuan kursus membatik hingga ke Solo dan Yogyakarta untuk belajar membatik. Sehingga bekal ilmu yang diperoleh dapat diaplikasikan ke dalam bentuk batik yaitu Batik

-Tanah Liek

khas Sumatera Barat.

Proses pembuatan batik di Sumatera Barat pada umumnya dilakukan oleh perempuan mulai dari merendam kain ke dalam tanah liat mempola, mencanting, dan mewarna. Di Sumatera Barat ada banyak batik yang dikembangkan tidak hanya batik

tanah liek

tapi juga batik yang seperti dibuat di Jawa tapi menggunakan berbagai motif dari ukiran-ukiran khas Minangkabau maupun menggunakan motif yang terinspirasi dari naskah kuno Minangkabau. Perkembangan usaha pembuatan batik di Sumatera Barat tidak terlepas dari kaum perempuan. Walaupun ada juga laki-laki yang bergerak dalam bidang tersebut. Banyak hal-hal lain yang harus dilakukan agar usaha batik khas Sumatera Barat ini terus eksis dan berkembang. Hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah, baik itu pemerintah provinsi ataupun pemerintah Kota/Kabupaten.

Berangkat dari hal ini lah penulis mengkaji lebih dalam lagi bagaimana peranan perempuan dalam industri batik ini. Bagaimana seorang perempuan menjalankan industri batik yang dimiliki, bagaimana peran perempuan sebagai pengusaha, perajin sekaligus ibu dalam rumah tangganya. Sejauh ini belum ada penelitian tentang perempuan pembatik ini. Maka dari itu perlu untuk mengangkat masalah ini.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode sejarah yang di dalamnya terdapat beberapa langkah yang harus di tempuh yaitu heuristik, kritik, interpretasi, historiografi (Gottschalk, 1975). Agar penelitian memperoleh hasil yang baik, maka perlu menggunakan tahapan-tahapan metodologis. Metode sejarah terdiri dari serangkaian kerja dan teknik-teknik pengujian otentitas (keaslian) sebuah informasi(Zed, 1999)

Langkah pertama adalah heuristik (pengumpulan data atau sumber), salah satu cara yang digunakan adalah mengumpulkan bahan-bahan atau pengumpulan data seperti data pustaka dan data lapangan. Seperti foto, arsip-arsip, dokumen bacaan. Di dalam studi lapangan dengan cara melakukan wawancara dan terjun langsung ke daerah penelitian dengan mewawancarai informan seperti pengusaha dan pekerja. Seperti Batik Citra dan Batik Pelangi di Dhramasraya, Batik Tanah Liek Bundo Kanduang dan Batik Citra Monalisa di Padang, Batik Inayaa dan Ayesha di Padang serta batik Fitriendika.

Pengumpulan data yang dilakukan adalah mengumpulkan arsip-arsip pribadi seperti, pembukuan, catatan-catatan penting, foto foto surat izin usaha, data karyawan. Ini disebut dengan sumber primer. Sedangkan sumber sekunder yaitu studi kepustakaan yang dilakukan di Perpustakaan Jurusan Sejarah, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya, Perpustakaan Pusat Universtas Andalas, Perpustakaan Daerah Sumatera Barat, Dinas Koperasi Industri dan Perdagangan tiap-tiap kota, kabupaten dan Provinsi, Balai Diklat Industri Sumatera Barat dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

(4)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-4 Langkah kedua dari metode penelitian sejarah ini harus dilakukan setelah pengumpulan sumber adalah kritik terhadap sumber. Proses ini dimaksudkan untuk mendapatkan kebenaran dari sumber-sumber yang telah ada, sehingga melahirkan suatu fakta. Kritik ini terdiri dari dua bentuk yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik ekstern ditujukan untuk melihat atau meneliti kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya ungkapan kata-katanya, huruf dan semua penampilan luarnya. Sedangkan kritik intern ditujukan untuk melihat kredibilitas dari isi sumber tersebut. Kritik yang dilakukan adalah pembuktian dengan benar atau tidaknya sumber tersebut.

Kemudian langkah ketiga setelah dilakukan kritik adalah interpretasi yang berupa penafsiran-penafsiran yang merajuk pada fakta-fakta yang dihasilkan. Fakta sejarah dapat didefinisikan sebagai suatu unsur yang dijabarkan secara langsung atau tidak langsung dari dokumen-dokumen sejarah dan dianggap kredibel setelah pengujian yang seksama sesuai dengan hukum-hukum metode sejarah.

Dilanjutkan dengan tahapan terakhir dari metode penelitian sejarah yaitu penulisan atau histriografi. Pada tahap ini fakta-fakta yang ditemukan akan dideskripsikan dalam bentuk penulisan yang sistematis. Sehingga pembaca dapat mengerti tentang Perempuan Pembatik di Sumatera Barat.

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dilakukan penelitian ini dilaksanakan di dua kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Daerah pertama di Kabupaten Dharmasraya dan daerah kedua di Kota Padang. Pengamabilan dua wilayah ini dikarenakan dua daerah ini merupakan tempat tumbuh dan bangkit kembali kerajinan batik

tanah liek

khas Sumatera Barat yang selama ini tidak diketahui semua kejelasannya. Sedangkan waktu penelitian dilaksuanakan dari Januari hingga akhir Juli 2019.

Hasil Penelitian

Sejarah Batik Tanah Liek Di Sumatera Barat

Di Sumatera Barat batik digunakan oleh perempuan dan laki-laki. Perempuan menggunakan batik

tanah liek

sebagai kain sandang yang di sandang di bahu yang diselempangkan di dada. Selain kain sandang penggunaan batik tanah liek juga digunakan sebagai

lambak

yaitu kain yang disarungkan sampai mata kaki (Thaib, 2014). Bagi laki laki seperti

penghulu

kain batik

tanah liek

juga dijadikan topi adat atau

saluak

.

Dalam buku yang ditulis oleh Widodo BA yang berjudul Batik Tradisional. Jika ditinjau dari sejarah kebudayaan Prof. Dr. R.M Sutjipto Wirjosuparta menyatakan bahwa sebelum masuknya kebudayaan India bangsa Indonesia telah mengenal teknik membuat “kain batik”. Ditinjau dari design batik dan proses

“wav-resist technique”

Prof. Dr. Alfred Steinmann mengemukakan, bahwa telah ada semacam batik di Jepang pada zaman dinasti Nara yang disebut “Ro-kechi”, di China pada Zaman dinasti T’ang, di Bangkok dan Turkestan Timur. Ditinjau dari sejarah Prof. M. Yamin maupun Prof. Dr. R.M Sutjipto Wirjosuparta

(5)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-5 mengemukakan bahwa batik di Indonesia telah ada sejak zaman Sriwijaya, Tiongkok pada zaman dinasti Sung dan T’ang (abad 7-9). Kota-kota peghasil batik, antara lain : Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Lasem, Banyumas, Purbalingga dll. Sebagian masyarakat menganggap Pekalongan, Solo dan Yoyakarta sebagai pusat batik tulis dari masa ke masa”(BA, 1983)

Sejarah batik di Sumatera Barat tidak diketahui kapan dimulainya. Sesuai dengan penemuan yang ada yang dilakukan oleh Prof. Herwandi menyebutkan perkembangan batik yang ada di Sumatera Barat terbagi dari lima periode. Periode pertama zaman kerajaan Dharmasraya (13 M) ditandai dengan tinggalan arkeologis yang dijumpai pada patung

amoghapasa

di Dharamasraya yang mendapatkan kiriman patung dari raja Kertanegara ke

Dharmasraya ketika terjadinya peristiwa Pamalayu tahun 1286. Patung tersebut menggambarkan seseorang yang yang diberi pakaian sarung yang dihiasi dengan motif batik, dan di jumpai pula di tempat penemuan patung

amoghapasa

tersebut sejumlah gerabah yang dihiasi motif bungaan yang dijadikan pola batik di Jawa. Sampai Abad ke-14 saat kerajaan dipindahkan ke Saruaso oleh Adityawarwan dengan ditemukannya sebuah prasasti Kuburajo yang dihiasi pola bungaan. Bahkan saat itu juga diperkiran batik

tanah liek

mulai berkembang.

Pada periode kedua pada masa kerajaan Pagaruyung (16 M) batik diperkirakan sudah tumbuh dan berkembang di pusat kerajaan Pagaruyung. Batik juga didatangkan dari Jawa bahkan Cina. Seiring dengan kemunduran kerjaan Pagaruyung produksi batik juga mengalami pasang surut (Herwandi, 2016). Dari hasil penelitian menunjukan adanya ilmuminasi naskah koleksi Rumah Gadang Mande Rubiah yang notabenya adalah

Bundo

Kanduang Urang Minangkabau

yang berumur dua abad yang diaplikasikan ke dalam batik

yang diberi nama Batik Mande Rubiah.

Periode ketiga pada zaman Belanda (sebelum kemerdekaan) blokade yang dilakukan Belanda di Sumatera Barat menghentikan pasokan kain batik dari Jawa. Sumatera Barat termasuk daerah konsumen batik sejak zaman sebelum Perang Dunia I, terutama batik-batik produksi Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta. Meskipun di Sumatera Barat telah berkembang terlebih dahulu industri tenun tangan tenun Silungkang dan tenun plekat, namun batik tetap digemari masyarakat setempat. Pembatikan mulai berkembang di Padang setelah pendudukan Jepang. Pengembangannya terjadi secara tidak disengaja. Ketika itu akibat blokade Belanda, perdagangan batik menjadi lesu. Ciri khas dari Batik Padang adalah kebanyakan berwarna hitam, kuning, dan merah ungu dengan pola Banyumasan, Indramayuan, Solo, dan Yogyakarta (Susantio, n.d.).

Pada periode keempat pada masa awal Indonesia merdeka dan periode kelima setelah Indonesia merdeka akhir abad ke-20. Akibat blokade-blokade Belanda hubungan antara kedua pulau bertambah sulit. Semua ini. Maka pedagang-pedagang batik yang biasa berhubungan dengan pulau Jawa mencari jalan untuk membuat batik sendiri.

Dengan hasil karya sendiri dan penelitian yang seksama, dari batik-batik yang dibuat di Jawa, ditirulah pembuatan pola-polanya dan diterapkan pada kayu sebagai alat cap. Obat-obat batik yang dipakai juga hasil buatan sendiri yaitu dari tumbuh-tumbuhan seperti

(6)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-6 mengkudu, kunyit, gambir, damar, dan sebagainya. Bahan kain putihnya diambilkan dari kain putih bekas dan hasil tenun tangan. Perusahaan batik pertama muncul yaitu daerah Sampan Kabupaten Padang Pariaman tahun 1946 antara lain; Pengusaha seperti Bagindo Idris, Sidi Ali, Sidi Zakaria, Sutan Salim, Sutan Sjamsudin dan di Payakumbuh tahun 1948 Sdr. Waslim (asal Pekalongan) dan Sutan Razab

Setelah Padang serta kota-kota lainnya menjadi daerah pendudukan tahun 1949, banyak pedagang batik membuka perusahaan/bengkel batik dengan bahannya diperoleh dari Singapura melalui pelabuhan Padang dan Pakanbaru. Tetapi, setelah hubungan dengan pulau Jawa mulai terbuka kembali, mereka kembali berdagang dan perusahaannya kemudian mati (MD, 2016).

Batik di Sumatera Barat kembali hidup pada periode ke lima tahun 1994 pada masa pemerintahan Hasan Basri Durin sebagai gubernur pada saat itu. Serta kebijakan pemerintah pusat yang saat itu di kuasai oleh Orde Baru. Dalam akhir kebijakan Repelita V dan awal Repelita VI yang saat itu pemerintah cenderung untuk memajukan pertanian dan industri. Dalam bidang pertanian pemerintahan memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian. Sedangkan bidang industri pemerintah memberi kebijakan untuk menghasilkan barang ekspor. Pada Repelita IV peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya sehingga akan terwujud keserasian perkembangan antara sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa (Chaniago, 2011).

Pada tahun 1995 sesuai dengan amanat dari Repelita V dan VI di Sumatera Barat salah satu daerah saat itu yakni Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung mengirimkan beberapa orang untuk mengikuti pelatihan batik di Solo dan Yogyakarta. Salah satunya adalah Eni Mulyani perempuan keturunan Jawa ini adalah salah satu masyarakat Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung saat itu yang dikirim untuk mengikuti pelatihan batik dan masih eksis sampai saat ini. Pengiriman masyarakat untuk mengikuti pelatihan batik tersebut dimaksudkan untuk mempelajari teknik-teknik membatik untuk mengembangkan industri batik

tanah liek

khas Sumatera Barat yang saat itu sedang mati suri.

Selain Eni Mulyani adalah seorang yang ikut mengembangkan batik Tanah Liek di Sumatera Barat. Ia adalah Wirda Hanim, Wirda Hanim dahulunya merupakan pengusaha bidang kerajinan Sulam dan Bordir. Menurut Wirda Hanim sebelum belajar membatik ke Solo dan Yogyakarta. Batik di Sumatera Barat merupakan barang langka yang harus di rawat dan di jaga. Hal ini terbukti dengan penggunaan batik

tanah liek

dikalangan penghulu-penghulu dikampungnya pada saat itu. Pemakaian yang hanya sesekali membuat batik tanah liek terlihat langka dan patut di jaga walaupun dalam keadaan lusuh dan lapuk

Berdasarkan waktunya batik di Sumatera Barat tidak diketahui pasti kapan kerajinan batik

tanah liek

ini muncul

,

siapa yang pertama kali mulai membatik dan kebenaran apakah batik

tanah liek

ini memang milik komunal masyarakat Minangkabau (Vernanda, 2018). Teknologi

pembuatan batik Minangkabau dari tanah liat merupakan teknologi tertua di Indonesia. Nenek moyang orang Minangkabau datang melalui rute Cina. Mereka berlayar dari daratan Asia (Indo-Cina) mengarungi Laut Cina Selatan, menyebrangi Selat Malaka lalu menyusuri

(7)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-7 sungai Kampar, Indragiri (Kuantan) dan Siak. Bahkan sebagian dari mereka tinggal di sekitar Kabupaten 50 Koto. Karakter batik Minangkabau lebih mencerminkan motif dari ukiran rumah adat Minang namun yang kerap digunakan adalah sicam, pucuk rebung, siku-siku beragi, kaluak paku (untuk pinggiran kain) dan burung hong.

Namun penggunaan batik Sumatra Barat hanya digunakan untuk acara-acara adat dan biasanya yang memakai pada saat upacara khusus, seperti para pemuka adat seperti Datuak, Bundo Kanduang, raja-raja kecil di Sungai Pagu, Jambu Lipo Punjung, Sawahlunto, Sijujung dan Solok. Para Datuk memakainya dalam bentuk selendang yang dilingkarkan pada leher. Sedangkan kaum perempuan menyampirkan selendang di bahu.

Pandangan Perempuan Pembatik Terhadap Pekerjaannya

Batik pada era modern seperti saat ini sangat di gandrungi oleh masyarakat luas. Hal ini di dasari oleh semakin giatnya masyarakat memperlihatkan identitas daerahnya melalui batik. Batik dijadikan simbol identitas suatu wilayah. Batik sebagai salah satu produk kerajinan merupakan aset budaya yang perlu dilestarikan. Dalam upaya pelestarian batik yang memiliki aspek artistik, filosofis, ekonomi supaya batik sebagai produk budaya betul-betul membudaya dan diminati oleh masyarakat (Suhartini, Haryanto, & Adiyanto, 2004). Motif-motif yang ada dalam kain batik dijadikan identitas suatu wilayah. Seperti misalnya wilayah pesisir motif yang digunakan adalah motif bergambar binatang laut. Sedangkan batik yang berasal dari wilayah

darek

(darat) banyak menggunakan motif bunga-bungaan dan dedaunan. Batik menjadi salah satu usaha yang terus berkembang pada saat ini.

Perempuan sebagai salah satu penggiat usaha batik terutama batik

tanah liek

menjadi penggerak utama berkembangnya batik

tanah liek

di Sumatera Barat. Semua kegiatan membatik yang sifatnya perlu ketelitian dikerjakan oleh perempuan mulai dari membuat adonan tanah liat kemudian merendam selama lebih kurang satu minggu, membuat pola memberi lilin, memberi warna atau pencoletan, sampai batik tersebut dijual di lakukan oleh perempuan. Membatik bukan hanya sebagai penghasil uang tetapi lebih kepada menciptakan karya seni yang bisa di pakai dan di nikmati banyak orang yang dibuat dengan sabar dan teliti sehingga menghasilkan sesuatu yang patut dibanggakan.

Stereotip yang kuat dan berkembang di masyarakat adalah idealnya suami berperan sebagai pencari nafkah dan pemimpin yang penuh kasih, dan istri menjalankan fungsi pengasuhan anak. Menurut Irwan Abdullah produksi dan reproduksi posisi perempuan sebagai ibu rumah tangga begitu intensif sehingga perempuan menjadi pasif terhadap dunia luar rumah tangga (Abdullah, 2016). Hanya saja, seiring dengan perkembangan zaman, tentu saja peran-peran tersebut tidak semestinya dibakukan, terlebih kondisi ekonomi yang membuatnya tidak bisa menutup mata bahwa kadang-kadang istri pun dituntut untuk harus bekerja sebagai pencari nafkah (Khotimah, 2009).

Sebagai seorang perempuan mempunyai banyak tugas sekaligus merupakan hal yang telah biasa dilakukan. Semua pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan yang berhubungan dengan usaha harus bergantian dilakukan. Adanya kesempatan perempuan keluar ruang

(8)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-8 domestiknya dan bekerja keluar rumah atau melakukan kegiatan lain sangat dipengaruhi oleh kesadaran baru dan pergeseran sistem nilai (Dwikurniarini, 2015). Mempekerjakan pekerja perempuan dapat meringankan pekerjaan dalam mengembangkan usaha batik

tanah liek

. Para pekerja diberikan pelatihan terlebih dahulu sebelum di pekerjakan. Sebagai

contoh pekerja hanya memegang salah satu dari tiga bidang yaitu membuat pola, memberi malam atau lilin dan memberi warna pada kain. Sedangkan dalam memberi lilin adalah tugas perajin yang diupah berdasarkan upah yang telah ditentukan. Pemberi lilin dan memberi warna tidak bisa dilakukan oleh orang yang sama. Hal ini dikarenakan pembatik mempunyai keahlian masing-masing. Sehingga semakin dewasa seseorang maka keterampilannya dibidang tertentu akan meningkat pula (Dewi, 2012).

Membatik adalah pekerjaan yang membutuhkan kesabaran dan keahlian khusus. Dalam membatik yang paling penting adalah kesabaran dan telaten. Batik tidak bisa dikerjakan terburu-buru supaya mendapatkan hasil yang maksimal. Bagi perempuan pekerjaanya sebagai pembatik merupakan sebuah kebanggaan tersendiri karena selain bisa menghasilkan uang, batik juga sebagai nilai seni dan identitas daerahnya. Sebagai contoh batik yang dihasilkan di daerah Dharmasraya menggunakan motif tumbuh-tumbuhan dikarenakan daerah tersebut merupakan daerah dataran rendah. Sedangkan di Padang motif batik yang digunakan adalah motif binatang-binatang laut dikarenakan Padang terletak di daerah pesisir pantai barat pulau Sumatera.

Peran Perempuan Pembatik

Perempuan sebagai pembatik bukanlah suatu pekerjaan utama. Pekerjaan utamanya tetap menjadi ibu rumah tangga. Banyak perempuan yang memimpikan bekerja dari rumah sembari tidak meninggalkan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga (Tuwu, 2018). Pekerjaan membatik merupakan pekerjaan untuk membantu suami menambah penghasilan rumah tangga dan mengisi waktu senggang ketika di rumah. Perempuan yang sudah berstatus menikah menimbulkan persoalan tersendiri untuk yang mengatur waktu antara pekerjaan domestik dan publik (Kusumawati, 2013). Tingkat pendidikan yang sangat rendah memaksa perempuan untuk memasuki sektor informal yang sangat eksploitatif dengan gaji rendah dan jam kerja yang tidak menentu tidak ada cuti dan bayaran penuh (Wibowo, 2011).

Perempuan pembatik tidak bekerja sepanjang hari dan setiap hari. Apabila pesanan sedang banyak mereka mampu mengerjakan lima lembar kain batik

tanah liek

dengan pola besar. Sedangkan proses membatik dengan pola kecil, rumit dan jenis kain sutra hanya bisa dikerjakan satu helai kain selama satu bulan bahkan lebih. Selain sebagai pembatik perempuan ada yang bekerja sebagai pengusaha atau pemilik usaha batik tersebut. Tugas yang diembanpun sangat beraneka ragam, tidak hanya sebagai orang yang terjun langsung membuat batik, manajemen perusahaan, proses pemasaran dilakukan sendiri baik itu dijual langsung, melalui distributor dan juga pesanan online. Sebagai pemilik usaha yang bertugas mengembangkan usahanya, perannya juga dituntut sebagai ibu rumah tangga yang pada dasarnya harus menyelesaikan tugas di rumahnya. Peran ganda perempuan ini yang bisa

(9)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-9 dikatakan kalau perempuan merupakan makluk yang bisa bekerja setiap waktu. Sebagai tambahan penghasilan pundi-pundi keuangan keluarganya.

Di Sumatera Barat banyak terdapat sentra industri batik. Menurut data Dinas Perdagangan dan Perindustrian tahun 2017 ada 49 pusat industri batik di Sumatera Barat. Namun dalam tulisan ini hanya ditulis enam industri yang mewakili masing-masing kabupaten/kota di Sumatera Barat yang akan dibahas pada tabel berikut :

Tabel 1. Industri Batik Tanah Liek di Sumatera Barat

No Nama Industri Alamat

1. Batik Tanah Liek Citra Jorong Teluk Sikai Nagari Sungai Duo

kecamatan Sitiung Kabupaten Dharamsraya

2. Pondok Batik Pelangi

Padang Sari

Jorong Padaang Sari Nagari Tebing Tinggi Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya

3. Batik Citra Monalisa Jalan Sawahan Dalam No 43 Sawahan

Kota Padang

4. Batik Bundo Kanduang Jalan Ratulangi No 5. Kp Jao, Padang

Barat Kota Padang

5. Batik Fitriendika Jalan Aru No. 8 Lubuk Begalung Kota

Padang

6. Batik Inaayadan Ayesha Jalan Marapalam No 8 Padang

Secara keseluruhan motif yang digunakan masing-masing industri batik

tanah liek

sama seperti penggunaan motif tari piring,

siriah dalam carano, kaluak paku, kuciang tidua, lokcan,

batuang kayu,

kuda laut

dan

burung hong. Namun yang menjadi perbedaan dari motif-motif

tanah liek

yang ada kreatifitas dari perajinnya seperti pembuatan motif rumah gadang, motif

tugu carano yang terinspirasi dari tugu carano di Kota Solok, danmotif kipas.

Dalam tabel 2 dijelaskan industri batik

tanah liek

di Sumatera Barat beserta jumlah pekerja batik yang dimiliki masing- masing industri.

Tabel 2. Industri Batik Tanah Liek Citra Dharmasraya

No Jenis Kelamin Umur Jumlah

18- 30 tahun 31-50 tahun >50 tahun

1 2 Perempuan Laki-laki 5 - 14 - 6 - 25 - Sumber : Diolah Dari Data Pemilik Industri Batik Tanah Liek Citra Dharmasraya

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahawa di Industri Batik Citra semua pekerjanya adalah perempuan yang berumur 18 sampai >50 tahun. Pekerjaan merendam batik dengan

(10)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-10 tanah liat dan membuat pola dilakukan di rumah pemilik usaha. Sedangkan mencanting dan memberi warna bisa dilakukan di rumah pemilik usaha atau dibawa ke rumah masing-masing. Satu hal yang sangat unik dari industri batik ini semua pekerjanya adalah perempuan-perempuan transmigran keturunan jawa yang tinggal di Dharmasraya. Sistem pemasaran dilakukan secara online atau datang langsung ke workshop sekaligus galeri batik.

Tabel 3. Industri Batik Pelangi Padang Sari Dharmasraya

No Jenis Kelamin Umur Jumlah

18- 30 tahun 31-50 tahun >50 tahun

1 2 Perempuan Laki-laki 5 2 5 - - - 10 2 Sumber : Diolah Dari Data Pemilik Industri Batik Pelangi Padang Sari Dharmasraya

Dari tabel 3 dapat dijelaskan bahwa pekerja perempuan lebih banyak dari pekerja laki-laki. Dua orang pekerja laki-laki bertugas membuat pola pada kain yang akan di batik. Sedangkan 7 orang perempuan bertugas mencanting, dan 3 orang lainnya bertugas memberi warna pada kain. Semua pekerjaan dilakukan di rumah masing-masing. Sistem pemasaran dilakukan secara online dan datang langsung ke

workshop

sekaligus galeri batik Pelangi Dharmasraya.

Tabel 4. Industri Batik Citra Monalisa Padang

No Jenis Kelamin Umur Jumlah

18- 30 tahun 31-50 tahun >50 tahun

1 2 Perempuan Laki-laki 14 5 9 6 6 - 29 11 Sumber : Diolah Dari Data Pemilik Industri Batik Citra Monalisa

Dari data di atas dapat dijelaskan perempuan di Industri Batik Citra Monalisa mempunyai 29 tenaga kerja perempuan. Tugas perempuan disini adalah membuat pola, mencanting dan memberi warna. Sedangkan laki-laki bertugas untuk membuat batik cap dengan mengguanakan cap batik yang cenderung berat dan dikerjakan harus sambil berdiri. Batik yang selesai dibuat akan dijual di galeri batik Citra Monalisa.

Tabel 5. Industri Batik Bundo Kanduang

No Jenis Kelamin Umur Jumlah

18- 30 tahun 31-50 tahun >50 tahun

1 2 Perempuan Laki-laki 6 15 - - - - 6 15 Sumber : Diolah Dari Data Pemilik Industri Batik Bundo Kanduang

(11)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-11 Industri Batik Bundo Kanduang menerapkan sistem borongan kepada pengrajinnya. Pengrajin dikepalai oleh seorang kepala tukang yang bertugas membagi-bagi pekerjaan pada pengrajin. Setelah batik jadi semua proses

quality control

dilaksanakan di galeri Batik Bundo Kanduang. Seluruh pengrajin berjumlah 21 orang dan dikepalai satu orang kepala tukang.

Tabel 6. Industri Batik Fitriendika

No Jenis Kelamin Umur Jumlah

18- 30 tahun 31-50 tahun >50 tahun

1 2 Perempuan Laki-laki 6 5 1 3 - - 7 8

Sumber : Diolah Dari Data Pemilik Industri Batik Fitriendika

Industri Batik Fitriendika mempunyai lima belas pengrajin. Lima laki-laki mempunyai tugas membuat batik cap. Sedangkan perempuan bertugas membuat pola, mencanting dan memberi warna. Sistem pemasaran Batik Fitriendika dilakukan

online

dan di galeri batik Fitriendika.

Tabel 7. Industri Batik Inayaa dan Ayesha

No Jenis Kelamin Umur Jumlah

18- 30 tahun 31-50 tahun >50 tahun

1 2 Perempuan Laki-laki 3 2 4 1 8 2 Sumber : Diolah Dari Data Pemilik Industri Batik Inayaa dan Ayesha

Industri batik Ayesha dan Inayaa adalah dua

brand

dengan satu workshop batik. Penjualan dilakukan masing-masing galeri. Mempunyai 10 orang pengrajin, 8 orang perempuan dan 2 orang laki-laki.

Upah masing-masing pembatik berbeda di satu industri dengan industri lainnya. Perbedaan ini di dasarkan pada masing-masing kebijakan pimpinan perusahaan. Di daerah Dharmasraya misalnya, upah yang diterima pembatik untuk pengerjaan pemberian malam adalah sebesar Rp20.000,00. Sedangkan untuk pewarnaan sebesar Rp30.000,00. Upah ini akan berbeda jika penggunaan jenis kain seperti sutera dan dobi. Upah yang diterima bisa mencapai Rp100.000,00 untuk dua meter kain panjang dan selembar selendang. Akan berbeda lagi jika motif yang digunakan kecil dan proses yang memakan waktu sangat lama.

Berbeda dengan di Padang upah yang diterima diukur dari jumlah meteran kain. Mulai dari Rp25.000,00 permeter hingga Rp50.000,00 per meter untuk proses pemberian malam dan proses pewarnaan. Jika kain yang digunakan berbeda akan berbeda pula upah yang akan diterima pengrajin. Perbedaan pemberian upah kedua daerah berbeda hal ini didasarkan pada perbedaan biaya hidup antara Dharmasraya sebagai daerah pertanian dan Kota Padang sebagai daerah yang banyak industri dan jasa. Hal ini menyebabkan ketimpangan pengahasilan antara Dharmasraya dan Kota Padang.

(12)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-12

Tabel 8. Perbandingan Pekerjaan Laki-laki dan Perempuan Di Industri Batik Sumatera Barat

No Nama Industri Batik

Jenis Pekerjaan

Mempola Mencanting Mewarna Cap

L P L P L P L P

1. Batik

Tanah Liek

Citra 3 10 12

2. Pondok Batik Padang Sari

2 7 3

3. Batik Citra Monalisa 4 13 12 11

4. Batik Bundo Kanduang

4 7 5 5

5. Batik Fitriendika 2 5 3 5

6. Batik Inaaya dan Ayesha

2 3 3 2

Sumber : Diolah dari berbagai sumber

Dari tabel 8 dapat dijelaskan perbandingan laki laki dan perempuan dalam membatik. Paling banyak tugas perempuan adalah mempola, mencanting dan mewarna terkecuali di salah satu industri Pondok Batik Padang Sari terdapat dua orang laki-laki yang bekerja membuat pola. Mempola, mencanting dan mewarna merupakan pekerjaan yang butuh konsentrasi tinggi, kreatifitas dan kesabaran oleh sebab itu pekerjaan tersebut banyak dikerjakan oleh laki-laki. Sedangkan untuk posisi membuat batik cap tidak ditemukan perempuan yang bekerja di bidang tersebut. Hal ini disebabkan oleh pekerjaan membuat batik dengan menggunakan cap membutuhkan tenaga yang sangat besar. Dari klasifikasi umur rentan usia perempuan perajin batik berumur 18 sampai 50 tahun yang pada usia tersebut merupakan masa produktif bekerja bagi perempuan.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Batik

tanah liek

merupakan batik khas Minangkabau dengan segala kekhasannya yang membuatnya berbeda dengan batik-batik lain yang ada di Indonesia. Batik

tanah liek

menjadi warisan komunal masyarakat Minangkabau merupakan yang patut diapresiasi dan dibanggakan sebagai karya seni yang bernilai tinggi. Pemakaian batik

tanah liek

dalam berbagai acara baik formal ataupun non formal menambah kebanggan

Ranah Minang

sebagai identitas yang dimilikinya.

Dibalik itu semua batik tidak hanya membanggakan masyarakat Minang tetapi juga sebagai tumpuan hidup banyak orang untuk memperoleh penghasilan dan menambah pendapatan keluarga. Dalam hal ini adalah perempuan telaten dan sabar yang berhasil membuat karya seni bernilai tinggi. Walaupun bukan sebagai pemasukan tetap tetapi peran ganda perempuan yang membuat mereka bekerja setiap waktu.

(13)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-13 Saran

Peran perempuan sebagai pembatik dan pengusaha perlu diteladani dalam kehidupan. Perempuan mampu mempunyai banyak peran sekaligus sebagai ibu rumah tangga dan berperan sebagai perajin dan pengusaha batik yang dapat membantu perekonomian keluarga supaya lebih baik.

Kontribusi Penulis

Kontributor utama Prof. Dr. Herwandi, M. Hum Kontibutor anggota Dr. Midawati M.Hum. Ucapan Terimakasih

Terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung kegiatan ini dilakukan kepada pembimbing dan kepada informan tempat penelitian ini dilakukan. terimakasih banyak atas waktu dan kesempatannya.

Daftar Pustaka

Abdullah, I. (2016). Tubuh, Kesehatan, dan Reproduksi Hubungsn Gender. Populasi. https://doi.org/10.22146/jp.11459

BA, W. (1983). Batik Tradisional. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Boeke, J. H. (1995). Perkapitalisme di Asia. Jakarta: Sinar Harapan.

Chaniago, H. (2011). Hasan Basri Durin: Sebuah Otobiografi. Padang: Yayasan Citra Budaya Indonesia Padang.

Dewi, P. M. (2012). Pastisipasi Tenaga Kerja Perempuan dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan.

Djaja, T. (1980). Rohana Kudus Riwayat dan Perjuangannya. Jakarta: Penerbit Mutiara.

Dwikurniarini, D.-. (2015). Peranan Perempuan Di Luar Rumah Tangga Dalam Perspektif Historis. MOZAIK: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora. https://doi.org/10.21831/moz.v2i1.4490

Gottschalk, L. (1975). Mengerti Sejarah Terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.

Herwandi. (2016). Industri Batik di Sumatera Barat ( PerspektifSejarah ): Abstrak Sejarah Teknik Membatik di Indonesia: Kebutuhan Pasar Besar namun Kemampuan Produksi Kecil. (524), 1–17. Khotimah, K. (2009). Diskriminasi Gender Terhadap Perempuan Dalam Sektor Pekerjaan. Yinyang:

Jurnal Gender Dan Anak. https://doi.org/10.24090/YY.V4I1.2009.PP158-180

Kusumawati, Y. (2013). Peran Ganda Perempuan Pemetik Teh. Jurnal Komunitas, 4(2), 157–167. https://doi.org/10.15294/komunitas.v4i2.2411

MD, I. U. (2016). Battik dan Kontribusinya Terhadap Perekonomian Nasional. Jurnal Bestari.

Suhartini, T., Haryanto, T., & Adiyanto, A. (2004). Pemamfaatan Ragam Hias Etnik Sumatera Utara Untuk Pengembangan Motif Batik. Majalah Ilmiah: Kerajinan Dan Batik, 21. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22322/dkb.v0i21.1108

Sukmawati, N. (2006). Ratapan Perempuan Minangkabau Dalam Pertunjukan Bagurau: Gambaran Perubahan Sosial Minangkabau. Padang: Andalas University Press.

(14)

Prosiding Seminar Nasional Industri Kerajinan dan Batik 2019

Yogyakarta, 08 Oktober 2019 eISSN 2715-7814

C5-14 Susantio, D. (n.d.). Sejarah Batik.

Thaib, P. R. R. (2014). Pakaian Adat Perempuan Minangkabau. Sumatera Barat: Bundo Kanduang Provinsi Sumatera Barat.

Tuwu, D. (2018). Peran Pekerja Perempuan Dalam Memenuhi Ekonomi Keluarga: Dari Peran Domestik Menuju Sektor Publik. Al-Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian. https://doi.org/10.31332/ai.v13i1.872 Vernanda, W. (2018). Sejarah Industri dan Perdagangan Batik Kota Padang. Universitas Andalas. Wibowo, D. E. (2011). Dan Kesetaraan Gender. 3(1), 356–364.

Gambar

Tabel 1. Industri Batik  Tanah Liek  di Sumatera Barat
Tabel 4. Industri Batik Citra Monalisa Padang
Tabel 6. Industri Batik Fitriendika
Tabel 8. Perbandingan Pekerjaan Laki-laki dan Perempuan Di Industri Batik Sumatera Barat  No  Nama Industri Batik

Referensi

Dokumen terkait

Penanganan panen buncis dilakukan dengan cara memetik dengan tangan dan dilakukan secara bertahap setiap 2 hari sekali, untuk kriteria kualitas ‘Super’ panen dilakukan setiap

Untuk mengetahui pengaruh antara kepemimpinan instruksional kepala madrasah dan supervisi akademik pengawas terhadap profesionalitas guru MAN Rembang dan MAN Lasem

Objek Pajak Konstruksi Umum Objek Pajak Konstruksi Khusus Penilaian Individual LKOK Proses CAV Program CAV Pengecekan Nilai Nilai Objek.. Nilai tidak Dapat

Tumbuhan pencekik (strangler) adalah spesies tumbuhan yang pada awalnya hidup sebagai epifit pada suatu pohon, setelah akar-akarnya mencapai tanah dan dapat hidup sendiri

Penutur dan mitra tutur dalam tuturan diatas saling memahami maksud dan tujuan dari tuturan tersebut karena adanya konteks yang jelas, maksud dan tujuan tersebut yaitu

[r]

Dalam perspektif ekoteologi Islam, yang dimaksud dengan orang-orang yang memiliki daya nalar memadai dalam ayat ini adalah orang-orang yang memiliki kesadaran lingkungan

Selain beberapa pemaparan tersebut, yang menjadi alasan dikajinya kedua karya antara naskah drama Ken Arok karya Saini KM, dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer,