• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN WELLSITE GEOLOGIST PADA AKTIVITAS PEMBORAN EKSPLORASI DI LAPANGAN MELIA CEKUNGAN SALAWATI KABUPATEN SORONG, PAPUA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN WELLSITE GEOLOGIST PADA AKTIVITAS PEMBORAN EKSPLORASI DI LAPANGAN MELIA CEKUNGAN SALAWATI KABUPATEN SORONG, PAPUA BARAT"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN WELLSITE GEOLOGIST PADA AKTIVITAS PEMBORAN EKSPLORASI DI LAPANGAN “MELIA” CEKUNGAN SALAWATI

KABUPATEN SORONG, PAPUA BARAT

Semuel Mefri P.H. Datu

Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta

ABSTRAK

Minyak bumi sampai saat sekarang merupakan sumber energi yang utama dan sangat dibutuhkan. Untuk itu diperlukan usaha-usaha dalam meningkatkan dan mengoptimalkan produksi lapangan minyak yang sudah ada atau mencari sumber cadangan baru dengan menerapkan kemajuan teknologi serta perhitungan ekonomi pada suatu lapangan minyak. Sampai saat ini kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di daerah Papua terutama bagian Barat masih terus dilakukan untuk menambah cadangan dan meningkatkan produksi hidrokarbon.

Lokasi penelitian terletak di lapangan “MELIA” yang terletak diarah Tenggara Kota Sorong. Lokasi dapat ditempuh selama 30 menit dari Kota Sorong dengan kendaraan bermotor. Penelitian dilakukan di Pemboran onshore di lapangan “MELIA” Distrik Aimas Kabupaten Sorong.

Secara sistematik, terdapat 5 perangkat sistem utama dalam pemboran, yaitu : Sistem Tenaga, Sistem Pengangkatan, Sistem Pemutar, Sistem Sirkulasi, dan Sistem Pencegah Semburan Liar. Dan 1 perangkat sistem penunjang yaitu sistem penyemenan.

Wellsite Geologist adalah bagian yang penting dalam suatu operasi

pemboran. Mereka bertugas untuk memonitoring aktivitas – aktivitas vital selama pemboran berlangsung. Salah satunya adalah mengidentifikasi data cutting hasil pemboran, mengawasi proses mudlogging dan wireline logging, kemudian yang terpenting yaitu menentukan batas formasi guna mendapatkan zona – zona yang memiliki prospek hidrokarbon maupun gas berdasarkan data litologic log, wireline log, serta data – data lainnya yang mendukung.

PENDAHULUAN

Semakin berkembangnya industri yang diiringi dengan permintaan pasar dunia akan minyak dan gas bumi yang terus meningkat, mengakibatkan cadangan minyak bumi semakin menipis sehingga diperlukan peningkatan usaha dalam memperoleh minyak bumi. Disamping melakukan eksplorasi baik penyelidikan geologi permukaan (surface investigation) maupun penyelidikan geologi bawah permukaan (subsurface investigation) untuk menemukan lapangan minyak baru. Sampai saat ini kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di daerah Papua Barat khusunya Cekungan Salawati masih terus dilakukan untuk menambah cadangan dan meningkatkan produksi hidrokarbon.

Lokasi penelitian terletak di lapangan “MELIA” yang terletak diarah Tenggara Kota Sorong. Lokasi dapat ditempuh selama 30 menit dari Kota Sorong dengan kendaraan bermotor. Kerja Praktek dilakukan di Pemboran onshore di lapangan “MELIA” Distrik Aimas Kabupaten Sorong.

(2)

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SALAWATI

Kerangka Tektonik Cekungan Salawati

Lokasi penelitian terletak pada cekungan salawati, dalam tatanan kerangka tektonik regional cekungan Salawati terletak pada komplek tektonik daerah Indonesia bagian timur pada bagian kepala burung yang dipengaruhi oleh tiga lempeng besar yaitu : Lempeng Benua Eurasia berupa batuan metamorf yang sudah sangat terdeformasi sebagai hasil interaksi dari lempeng Autralia dan lempeng Pasifik, Lempeng Samudra Pasifik yang tersusun oleh ofiolit dan kompleks vulkanik busur kepulauan dan Lempeng Benua Australia yang terdiri dari endapan sedimen (Hamilton,1978). Cekungan Salawati yang menempati bagian sudut utara dari lempeng Benua Australia dengan batas sebelah utaranya adalah Zona Patahan Sorong yang terbentuk akibat persinggungan lempeng tersebut dengan Lempeng Samudra Pasifik. Cekungan ini di sebelah selatan dibatasi oleh jalur lipatan geantiklin Misol – Onin, di sebelah barat dibatasi oleh kelanjutan dari jalur patahan Sorong dan di bagian timur berbatasan dengan Dataran Tinggi Ayamaru (Gambar 2).

Elemen – elemen Cekungan Salawati secara umum didominasi oleh struktur patahan dan lipatan yang berarah timur – barat. Hampir seluruh patahan berkembang sebagai sesar normal ekstensional. Di bagian utara terdapat beberapa patahan mendatar berupa shear dari sesar geser Sorong. Sabuk ini berakhir oleh sesar geser kontinental berarah barat – timur yang dikenal dengan nama zona Sesar Tarera – Aiduna pada bagian leher burung. Pada wilayah leher burung didominasi oleh struktur lipatan yang berarah utara sampai baratlaut yang dikenal dengan nama Lengguru Fold Belt, pada sabuk lipatan ini sebagian besar struktur didominasi oleh sistem sesar yang berarah barat – timur. Kemudian evolusi tektonik regional di wilayah Kepala Burung berlangsung sejak awal Paleozoikum. Gerakan

(3)

tektonik yang cukup intensif terjadi pada kala Plio – Pleistosen paska pengendapan fasies batugamping terumbu yang berumur Miosen (Hamilton,1978).

(4)

Gambar 2. Pembagian Cekungan Salawati (Hamilton, 1978)

Stratigrafi Cekungan Salawati

Batuan Dasar (Devon, 406.5 – 262.5 juta tahun)

Di daerah Kepala Burung atau Cekungan Salawati – Bintuni, Batuan Dasar yang berumur Pra-Tersier terutama tersingkap di sebelah timur Kepala Burung yang dikenal sebagai Tinggian Kemum, serta di sekitar Gunung Bijih Mining Access (GBMA) yaitu di sebelah Barat Daya Pegunungan Tengah. Batuan Dasar tersebut disebut Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filik dan kuarsit. Formasi ini di sekitar Kepala Burung diintrusi oleh granit yang berumur Karbon disebut sebagai Anggi Granit pada Trias. Oleh sebab itu Formasi Kemum ditafsirkan terbentuk pada sekitar Devon sampai awal Karbon.

Formasi Aifam (Perm, 290 - 250 juta tahun)

Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak selaras oleh Group Aifam. Di sekitar Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim. Group ini terdiri dari suatu seri batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di lingkungan laut dangkal sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro & Luthfi, 1999).

Formasi Kembelengan (Jura Akhir – Kapur Akhir, 152 – 66.5 juta tahun)

Formasi Kembelengan, pada bagian bawah merupakan endapan

paralis-laut dangkal yang terdiri dari batupasir, batulempung,

mudstone dan batubara berumur Jurasik Tengah sedangkan pada

bagian atas merupakan endapan laut dangkal-dalam terdiri dari

mudstone dan serpih berumur Kapur.Endapan dengan umur

Mesozoikum berkembang di bagian selatan Cekungan Salawati,

karena pada saat pengendapan sedimen tersebut cekungan terbuka

ke arah selatan.

(5)
(6)

Formasi Waripi (Paleosen, 66.5 – 54 juta tahun)

Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupsir kuarsa diendapkan di lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas formasi ini diendapkan Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari batugamping berlapis tebal (sampai 15 meter) yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan batupasir kuarasa dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500 meter.

Formasi Faumai (Eosen, 54 – 36 juta tahun)

Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang juga merupakan sedimen yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Formasi ini terdiri dari batuan karbonat berbutir halus atau kalsilutit dan kaya akan fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur Eosen.

Formasi Sirga (Oligosen, 36 – 25.2 juta tahun)

Kemudian secara selaras di atas Formasi Faumai diendapkan Formasi Sirga . Formasi ini berumur Oligosen, formasi ini dipengaruhi oleh regresif pada Oligosen Tengah menyebabkan terbentuknya daratan yang luas, Transgresi yang terjadi pada kala Oligosen Akhir telah berperan dalam proses pengendapan batuan sedimen klastik berupa batupasir, lanau, serpih gampingan serta sedikit batugamping yang berasal dari Tinggian Kemum di sebelah utara.

Formasi Kais (Miosen Awal – Miosen Tengah, 25.2 – 10.2 juta tahun)

Formasi Kais didominasi oleh litologi batugamping, secara umum Formasi Kais terdiri atas dua tipe karbonat utama, yaitu batugamping terumbu dan

batugamping paparan. Batugamping paparan Formasi Kais diendapkan pada Miosen Awal – Miosen Tengah dan diatas paparan karbonat Formasi Kais berkembang batugamping terumbu Formasi Kais, semakin ke arah Tinggian Kemum batuan karbonat Formasi Kais berubah fasies menjadi sedimen klastik pembentuk Formasi Klasafet.

Fasies batugamping terumbu hanya berkembang setempat-setempat di daerah tinggian, sedangkan fasies batugamping klastik berkembang hingga daerah dalaman. Umumnya batugamping terumbu ini berkembang selama fase muka air laut naik atau selama muka air laut tertinggi. Formasi Kais merupakan reservoar yang berkembang baik di Cekungan Salawati.

Formasi Klasafet (Miosen Akhir, 10.2 – 5.2 juta tahun)

Formasi Klasafet yang berumur Miosen Akhir dan terdiri dari sedimen klastik, yaitu berupa batulempung gampingan dan batugamping serpihan. Formasi Klasafet merupakan beda fasies dengan batugamping terumbu Formasi Kais.

Formasi Klasaman (Pliosen, 5.2 – 1.65 juta tahun )

Pengangkatan dalam periode Mio – Pliosen sepanjang zona sesar Sorong di utara dan Dataran Tinggi Ayamaru di timur, membagi Cekungan Salawati di barat dan Cekungan Bintuni di timur. Peristiwa pengangkatan ini mengakibatkan pengendapan sedimen klastik yang terdiri dari batulempung dengan sisipan tipis batulanau dan batugamping. Formasi Klasaman berumur Pliosen.

(7)

Formasi Sele (Pleistosen, 1.65 juta tahun)

Lalu pada kala Pliosen – Pleistosen setelah pengangkatan regional cekungan, diendapkan sedimen fluvial Formasi Sele yang berumur Pleistosen berupa batupasir dan konglomerat diendapkan secara tidak selaras diatas formasi – formasi yang lebih tua.

Gambar 3. Stratigrafi Regional Cekungan Salawati (Tamuloi & Salqenst, 2001)

Petroleum System Cekungan Salawati Batuan Induk (Source Rock)

Batuan klastik halus dari formasi – formasi yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal berupa batuan sedimen batupasir, lanau, serpih gampingan dari Formasi Sirga dapat bertindak sebagai batuan induk hidrokarbon yang ditemukan dalam fasies batugamping terumbu Formasi Kais

Batuan Reservoar (Reservoir Rock)

Batuan yang berpotensi sebagai batuan reservoar di daerah telitian adalah batuan karbonat pada reef build up Formasi Kais. Hasil studi fasies batugamping Formasi Kais di Cekungan Salawati (JOB Pertamina – Santa Fe,2000) terdapat lima fasies utama, yaitu : Patch Reefs Over Arar High, Lagoonal Mud/Reef Mounds,

Ridge Over Salawati Ridge, Lagoonal Pinnacle Reefs dan Patch Reefs Over Walio Bank. Lapangan Klamono dan sekitarnya termasuk dalam Lagoonal Deeper Carbonates Facies. Secara umum terdiri dari lime mudstone berwarna abu – abu

kecoklatan yang berbutir halus dan wackstone pada beberapa tempat terdapat argillaceous dengan material skeletal berkisar 8 – 25 % yang terdiri dari foraminifera plankton dan sedikit foraminifera bentonik.

(8)

Batuan Penutup (Seal Rock)

Batuan yang bertindak sebagai lapisan penutup yang baik pada daerah telitian adalah sedimen klastik yang terdiri dari batulempung dengan sisipan tipis batulanau dan batugamping dari Formasi Klasafet dan Formasi Klasaman.

Jebakan Hidrokarbon (Trap of Hidrocarbon)

Perangkap umum secara regional di daerah telitian adalah jebakan stratigrafi. Jebakan stratigrafi adalah adanya fasies terumbu dari Formasi Kais yang

porous. Perangkap Formasi Kais pada umumnya didominasi oleh batugamping

berumur miosen awal – miosen tengah. Batugamping Formasi Kais di daerah Klamono diendapkan di lingkungan lagoonal hingga carbonate reef bank. Sehingga reservoar pada umumnya terbentuk dari patch reef atau reef bank. Pola sturktur

carbonate build-up pada umumnya mempunyai orientasi timurlaut - baratdaya,

sejajar dengan orientasi garis pantai pada saat pengendapan. Perangkap - perangkap tersebut berkembang sejak awal hingga akhir pembentukan Formasi Kais.

Migrasi Hidrokarbon (Migration of Hidrocarbon)

Pola migrasi minyak dan gas di daerah telitian, mengikuti jalur migrasi lateral melewati media batuan porous yang dikontrol oleh slope lapisan ke arah tinggian serta jalur patahan.

OPERASI PEMBORAN EKSPLORASI

Pemboran eksplorasi merupakan puncak dari seluruh kegiatan eksplorasi, pekerjaan ini biasanya dilakukan kerjasama antara bagian eksplorasi dan pemboran. Operasi pemboran bertujuan membuat lubang secara cepat, murah, dan aman hingga menembus formasi produktif di bawah permukaan. Hasil pemboran yang dinamakan “Lubang sumur” atau “Well Hole” tersebut dilanjutkan dengan pemasangan pipa selubung berupa casing dan dilanjutkan dengan penyemenan. Langkah selanjutnya adalah pemasangan peralatan produksi untuk memproduksikan minyak atau gas dari formasi produktif.

PERANGKAT PEMBORAN

Perangkat pemboran terbagi atas 2 sistem, yaitu Sistem Utama dan Sistem Penunjang.

Sistem Utama

Sistem Utama terbagi atas 5 sistem, yaitu :

Sistem Tenaga (Power System)

Sistem tenaga adalah merupakan salah satu bagian utama dalam suatu rig. Fungsi utamanya adalah untuk mendukung seluruh sistem yang lain dengan menyediakan suatu sumber tenaga yang diperlukan dalam operasi pemboran modern.

(9)

Gambar 4. Sumber tenaga utama

Sistem Pengangkatan (Hoisting System)

Sistem pengangkat adalah satu diantara komponen – komponen utama dalam rig. Tugas utamanya adalah membantu sistem pemutar didalam mengebor sumur dengan menyediakan alat – alat yang sesuai dan ruang kerja yang dibutuhkan untuk mengangkat dan menurunkan, juga menggantung beban yang sangat berat dari sistem alat – alat pemutar.

Gambar 5. Sistem Pengangkatan di Lokasi Penelitian

Sistem Pemutar ( Rotating System)

Sistem pemutar adalah salah satu dari komponen – komponen utama dalam suatu rig. Tugas utamanya adalah untuk memutar batang bor dan memberikan beban pada mata bor untuk mengebor ulang.

(10)

Gambar 6. Sistem Pemutar di Lokasi Penelitian

Sistem Sirkulasi (Circulating System)

Sistem sirkulasi adalah salah satu bagian utama dari rig. Tugas utamanya adalah membantu sistem pemutar dalam “mengebor sumur” dengan menyediakan perlengkapan – perlengkapan yang patut, bahan – bahan dan tempat – tempat kerja, untuk mempersiapkan, merawat, dan mengganti “darah kehidupan” dari pemboran putar, yaitu lumpur pemboran.

Gambar 7. Sistem Sirkulasi di Lokasi Penelitian

Sistem Pencegah Semburan Liar (Blow Out Prevention System)

Sistem Pencegah Semburan Liar merupakan komponen utama yang paling akhir dari rig. Fungsi utamanya adalah untuk mengendalikan ancaman “blow out”, yaitu suatu aliran yang tak terkendali dari fluida formasi menuju permukaan. Blow

out biasanya dimulai dengan adanya “kick” yang merupakan suatu intrusi fluida

bertekanan tinggi. Intrusi ini dapat berkembang menjadi blow out bila tidak segera ditangani. Fungsi dari BOP sendiri yaitu menutup lubang bor ketika hal itu terjadi.

(11)

Gambar 8. Sistem Sistem Pencegah Semburan Liar di Lokasi Penelitian

Sistem Penunjang

Sistem Penyemenan (Cementing System)

Penyemenan suatu sumur merupakan salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya dalam suatu operasi pemboran. Berhasilnya atau tidaknya suatu pemboran, diantaranya tergantung dari berhasil tidaknya penyemenan sumur tersebut. Pada umumnya penyemenan bertujuan untuk melekatkan casing pada dinding lubang sumur, melindungi casing dari masalah – masalah pada saat pemboran (tekanan formasi), melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat korosi untuk memisahkan zona yang satu terhadap zona yang lain di belakang

casing.

Peralatan yang digunakan pada sistem penyemenan terbagi atas 2, yaitu : 1. Peralatan Diatas Permukaan

a. Cementing unit

Adalah suatu unit pompa yang mempunyai fungsi untuk memompakan bubur semen dan lumpur pendorong dalam proses penyemenan.

Jenis-jenis cementing unit :

Truck mounted cementing unit, Marine cementing unit, Skit mounted cementing unit

b. Flow line

Merupakan pipa yang berfungsi untuk mengalirkan bubur semen yang dipompakan dari cementing unit ke cementing head.

c. Cementing head

Berfungsi untuk mengatur aliran bubur semen yang masuk ke lubang bor. 2. Peralatan Dibawah Permukaan

a. Casing

Merupakan pipa selubung yang berfungsi untuk :

 Melindungi lubang bor dari pengaruh - pengaruh fluida formasi dan tekanan-tekanan di sekitarnya.

 Melindungi lubang bor dari keguguran.

 Memisahkan formasi produktif satu dengan lainnya.

 Bersama-sama memperkuat dinding lubang bor serta mempermudah operasi produksi nantinya.

Jenis-jenis casing :

(12)

WELLSITE GEOLOGIST

Wellsite geologist adalah seorang ahli geologi yang bertugas di lokasi

pengeboran. Dia yang memutuskan kapan special test diadakan dan kapan saatnya menghentikan pengeboran. Dia mengirimkan laporan periodik dan log yang lengkap kepada operator geologist dan memberi saran geologi ke perusahaan minyak. Dia juga berdiskusi dengan engineer, teknisi perminyakan dan mud logger selama proyek berlangsung. Wellsite geologist mempelajari Cutting dari sumur minyak dan gas untuk membedakan formasi batuan yang sedang dibor dan bagaimana proses pengeboran dilakukan. Wellsite juga mengidentifikasi bagian spesifik dari sample

core dan data Cutting dan merencanakan pola struktur yang akan dibor.

Tugas utama seorang Wellsite Geologist adalah :

a. Menganalisa Cutting yang diambil dari shale shaker oleh sample catcher dengan melakukan pengamatan mikroskop terhadap sample Cutting tersebut serta mengeplotnya ke dalam suatu litologic log.

b. Menyaksikan pelaksanaan logging, menganalisa hasil logging berapa grafik data log yang disediakan oleh logging service company dan memantau pengamatan gas dan pressure yang dilakukan service oil company.

c. Menentukan apakah batas formasi telah dicapai, zona – zona yang diharapkan menghasilkan minyak pada waktu pengeboran berlangsung dengan berdasarkan data litologic log, wire line log, dan data – data lain yang mendukung.

d. Memastikan formasi produce oil dengan melakukan side wall core.

e. Analisis, korelasi, evaluasi dengan menggunakan data selama pengeboran (serbuk bor, gas, dan data wireline).

f. Membandingkan kumpulan data selama pengeboran dengan prediksi yang dibuat pada tahap prognosis.

g. Bertindak dengan efektif dan mewakili team geologi pada perusahaan minyak dalam hal mengambil keputusan untuk mempertimbangkan dan melanjutkan pengeboran.

ANALISA SERBUK BOR (CUTTING)

Cutting merupakan serbuk bor yang berupa hancuran dari batuan yang

ditembus oleh mata bor (bit), serbuk bor ini diangkat dari dasar lubang bor ke permukaan oleh gerakan lumpur pemboran yang digunakan untuk mengebor pada waktu kegiatan pemboran berlangsung. Kemudian dianalisa oleh Wellsite Geologist. Analisa cutting yang dilakukan oleh Wellsite Geologist dapat dilakukan dengan beberapa cara, tentunya mempunyai tujuan masing – masing. Antara lain yaitu :  Deskripsi dengan menggunakan mikroskop binokular. Dengan mendeskripsi

cutting kita mendapatkan informasi tentang sifat fisik dan kimia dari batuan

(13)

Gambar 9. Deskripsi Cutting dengan Mikroskop binokular

 Menentukan ada tidaknya jejak minyak pada formasi tertentu, Cutting di analisa dilakukan dengan alat – alat seperti Fluoroscope dan cairan - cairan kimia (Hcl, Fenopthaline, Triclorethane)

Gambar 10. Fluoroscope Gambar 11. Cairan – cairan kimia

INTERPRETASI DATA MASTER LOG

Berdasarkan data pada kolom Masterlog, pada interval kedalaman 1200 2000 feet terdapat 1 satuan batuan yaitu satuan batulempung. Pada satuan batulempung pada daerah telitian terdapat 3 jenis litologi, yaitu litologi batulempung, batupasir, dan batugamping. Pada interval kedalaman ini litologi batupasir dan batugampingan hadir sebagai perselang – selingan dengan batulempung (dominan). Hasil Deskripsi Serbuk bor (cutting) :

Claystone, Med Lt gray – Lt gray, Occasionall med gray, Very soft – soft, Loccaly firm, Amorph, Stky, Blocky i/p, Silty i/p, Carbon mat i/p, Trace shell fragmen, Trace foram fossil, Trace Pyrite, Slightly Calcite. (interval 1200 – 1600 ft)

Limestone, Off White – White, Occasionall gray, Medium hard – hard, brittle i/p, Wackstone – Packstone, Crystalline – Microcrystalline, Tr glauconite, Carbon mat i/p, Tr shell fragmen, Tr foram fossil, Tr Pyrite, Vug Porosity, Intercrystalline porosity, No oil show. (1205 ft, 1250 ft, 1265 ft, 1310 ft, 1330 ft, 1360 ft, 1400 ft, 1410 ft) Sandstone, Med gray – gray, Compact lt gray, Loose quarzt, Clear, Transl, Very fine – fine grain, Occ Med grain, Friable – Med hard, Anggular – Subrounded, Moderately sorted, Tr glau, Carbon mat i/p, Tr shell fragmen, Tr foram fossil, Calcite cement, Tr argillaceous, Tr Pyrite, Poor Visible Porosity, No oil show. (1210 ft, 1240

ft, 1260 ft, 1290 ft, 1300 ft, 1320 ft, 1340 ft, 1380 ft, 1395 ft, 1475 ft, 1510 ft)

Limestone, Med gray – gray, White i/p, Occasionall gray, Medium hard – hard, brittle i/p, Wackstone – Packstone, Crystalline – Microcrystalline, Tr glauconite, Carbon mat i/p, Tr shell fragmen, Tr foram fossil, Tr Pyrite, Vug Porosity,

(14)

Intercrystalline porosity, No oil show. (1460 ft, 1495 ft, 1530 ft, 1565 ft, 1610 ft, 1630

ft)

Sandstone, Med gray – gray, Compact lt gray, Loose quarzt, Clear, Transl, Very fine – fine grain, Occ Med grain, Friable – Med hard, Anggular – Subrounded, Moderately sorted, Tr glau, Carbon mat i/p, Tr shell fragmen, Tr foram fossil, Calcite cement, Tr Pyrite, Poor Visible Porosity, No oil show. (1510 ft, 1540 ft, 1590 ft, 1640

ft, 1660 ft, 1690 ft)

Claystone, Med gray – Lt gray, Occasionall lt gray, Very soft – soft, Loccaly firm, Amorph, Sol, Stky, Blocky – Subblocky i/p, Silty i/p, Carbon mat i/p, Trace shell fragmen, Trace foram fossil, Trace Pyrite, Slightly Calcite. (1600 ft – 1860 ft)

Limestone, Med gray – gray, White i/p, Occasionall gray, Medium hard – hard, brittle i/p, Wackstone – Packstone, Crystalline – Microcrystalline, Tr glauconite, Carbon mat i/p, Tr shell fragmen, Tr foram fossil, Tr Pyrite, Vug Porosity, Intercrystalline porosity, No oil show. (1660 ft, 1705 ft, 1730 ft, 1750 ft)

Sandstone, Med gray – gray, Compact lt gray, Loose quarzt, Clear, Transl, Very fine – fine grain, Occ Med grain, Friable – Med hard, Anggular – Subrounded, Moderately sorted, Tr glau, Carbon mat i/p, Tr shell fragmen, Tr foram fossil, Calcite cement, Tr Pyrite, Poor Visible Porosity, No oil show. (1740 ft, 1795 ft)

Limestone, Off White – White Medium hard – hard, Wackstone – Packstone, Crystalline – Microcrystalline, Tr shell fragmen, No oil show. (1780 ft, 1790 ft, 1840

ft, 1890 ft)

Claystone, Med gray – Lt gray, lt gray, Very soft – soft, firm i/p, Loc Blocky, Silty i/p, Sol, Stky, Carbon mat i/p, Trace shell fragmen, Trace foram fossil, Trace Pyrite, Slightly Calcite. (1860 ft – 2000 ft)

Sandstone, Med gray – gray, Loc brn, Loose quarzt, Clear, Transl, Sft – firm, Very fine – fine grain, Occ Med grain, Friable – Med hard, Subanggular – Subrounded, Moderately - Well sorted, Tr glau, Tr Mafic, Calcite cement, Poor Visible Porosity, No oil show. (1910 ft, 1925 ft)

KESIMPULAN

1. Perangkat Pemboran terbagi atas 2 sistem, yaitu : Sistem Utama

Sistem Tenaga (Power System)

Sistem Pengangkatan (Hoisting System)

Sistem Pemutar (Rotating System)

Sistem Sirkulasi (Circulating System)

Sistem Pencegah Semburan Liar (Blow Out Prevention System) Sistem Penunjang

Sistem Penyemenan (Cementing System)

2. Wellsite geologist mempelajari cutting dari sumur minyak dan gas untuk membedakan formasi batuan yang sedang dibor dan bagaimana proses pemboran. Wellsite geologist juga mengidentifikasi bagian spesifik dari sample

core dan data cutting, serta interpretasi data master log untuk mengetahui

adanya jejak - jejak dari hidrokarbon.

3. Berdasarkan hasil interpretasi dari data Master log maka dapat disimpulkan bahwa pada daerah telitian bukan merupakan zona prospek hidrokarbon. Hal ini

(15)

didukung oleh beberapa parameter pemboran seperti TG, chromatograph ,fluoroscene, dan deskripsi cutting.

DAFTAR PUSTAKA

Adimir Aryo, Windiarto Boedi, 2003, Basic Drilling Engineering and Technologie

Course, Yogyakarta.

Baker Huges Inteq, 1996, Wellsite Geology Rereference Guide, Houston : Baker Huges Inteq

Koesoemadinata, R. P, 1978, “Geologi Minyak Dan Gas Bumi”, Bandung, Penerbit ITB.

Rubiandini Rudi, 2004, Drilling Fluid Design and Solid Control Course, Bandung. Syaiful, Muhammad, Presentation : Introduction to Wellsite Geology, Eni Indonesia

Gambar

Gambar  1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2. Pembagian Cekungan Salawati (Hamilton, 1978)
Gambar 3.  Stratigrafi Regional Cekungan Salawati (Tamuloi & Salqenst, 2001)
Gambar 5. Sistem Pengangkatan di Lokasi Penelitian
+3

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pandangan Bapak, apakah guru mata pelajaran Alquran Hadis di Madrasah Aliyah Negeri 3 Medan ini telah memiliki kompetensi dalam mengimplementasikan pendekatan

Quality Management Representative melaporkan hasil analisis terhadap keluhan pengguna layanan Pengadilan kepada Ketua Pengadilan Negeri Sidenreng Rappang.. Quality

Tolak ukur kegiatan evaluasi ini meliputi: (a) Daya serap khalayak; (b) Pengumpulan data, informasi, gambar; (c) Penggunaan aplikasi dalam e- learining; (d) Proses

Faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada remaja yang ayahnya poligami diantaranya adanya respon negatif dari lingkungan setelah ayah informan berpoligami, adanya

Dari data yang didapatkan akan dapat diambil kesimpulan secara garis besar untuk tingkat pendengaran yang didapat. Dalam data ini antara telinga kiri dan telinga kanan dapat

Pada genotipe peka (Lokon) peranan MVA dalam meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan melalui perubahan potensial air lebih besar dibandingkan dengan

54 Studi Pengaruh Ukuran Partikel dan Penambahan Perekat Tapioka Terhadap Karakteristik Biopelet Dari Kulit Coklat (Theobroma Cacao L.) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan

Jejaring dengan komunitas Karawitan Mojolaras di Kalurahan Mojosongo, Jebres, Surakarta dan “Paguyuban Karawitan Majumawas Benowo Ngringo Jaten Karanganyar”atas Tim reviuwer