• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGOLAHAN DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PENGOLAHAN DATA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Bab III Pengolahan Data

19

BAB III

PENGOLAHAN DATA

3.1 PENDAHULUAN

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan prospect generation dengan mengintegrasikan data geologi dan geofisika. Data geologi yang digunakan dalam penelitian ini ialah data log sumur, laporan deskripsi batuan inti samping (side wall

core), laporan analisis biostratigrafi, laporan analisis geokimia, dan data checkshot.

Tabel 3.1 meresumekan data geologi yang tersedia dalam penelitian ini. Sedangkan data geofisika yang digunakan ialah data seismik 3-D dengan luas area 196 km2 (14 km x 14 km). Peta dasar daerah penelitian yang berisikan informasi mengenai jumlah dan posisi sumur termasuk data seismik, seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.1. Berikut ini akan dibahas secara lebih spesifik mengenai data dan pengolahannya.

Tabel 3.1. Resume data geologi pada Interval penelitian.

Nama Sumur Data Geologi Laporan Deskirpsi Batuan Inti Samping (SWC) Log Sumur Laporan Analisis Biostratigrafi Laporan Analisis Geokimia Data Checkshot Osram-1 √ √ √ √ √ Osram-2 – √ √ √ √ Osram-3 √ √ – – √ Osram-4 – √ – – √ Osram-5 √ √ – – √ Osram-6 √ √ – – √

(2)

20 Gambar 3.1. Peta dasar Daerah Osram, Sub-Cekungan Jatibarang (inset: Peta Lokasi daerah penelitian).

3.2 DATA SUMUR

Data sumur yang terdapat pada penelitian ini diantaranya, laporan data batuan inti samping (side wall core), data log sumur, data checkshot, dan data-data sekunder berupa analisis laporan biostratigrafi dan geokimia. Beberapa data sumur, seperti data batuan inti samping dan log sumur digunakan untuk melakukan identifikasi litologi yang ada pada interval penelitian. seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, fokus penelitian berada pada interval Anggota Main, bagian dari Formasi Cibulakan Atas. Berikut akan dijelaskan masing-masing data sumur yang ada dan pengolahannya. 3.2.1 Data Batuan Inti Samping (Side Wall Core)

Batuan inti samping (side wall core) merupakan salah satu data geologi bawah permukaan yang dijadikan sebagai panduan untuk mengetahui karakteristik suatu lapisan batuan bawah permukaan secara langsung.

(3)

Bab III Pengolahan Data

21 Penelitian ini menggunakan laporan data batuan inti samping untuk melakukan analisis geologi dari suatu lapisan khususnya yang ada pada interval penelitian, yaitu Interval Main. Proses yang dilakukan pada penelitian ini ialah me-review kembali hasil deksripsi batuan inti samping yang telah dilakukan oleh CORELAB dan LEMIGAS. Dalam penelitian ini, laporan deskripsi batuan inti samping (SWC) secara lebih spesifik digunakan untuk menentukan jenis litologi dan asosiasi lingkungan pengendapan pada Interval Main, Formasi Cibulakan Atas. Selain itu, hasil analisis tersebut dapat pula dijadikan sebagai data untuk melengkapi sifat-sifat properti fisik batuan. Penjelasan mengenai deskripsi batuan inti samping dapat dilihat pada Gambar 3.2 dan Lampiran 1-3.

Gambar 3.2. Contoh penentuan jenis litologi pada Interval Main di Sumur Osram-5 berdasarkan data SWC dan log sumur.

Berdasarkan analisis laporan batuan inti samping (Gambar 3.2 dan Lampiran 1-4), dapat diketahui bahwa Interval Main pada Formasi Cibulakan Atas terdiri dari litologi batulempung yang dominan dengan sisipan batupasir dan batulanau, serta GR relatif rendah dan kurva SP mengalami defleksi GR relatif tinggi dan kurva SP relatif tidak terdefleksi

(4)

22 kadang dijumpai sisipan tipis batugamping. Hal ini didukung oleh pernyataan Purantoro dkk., (1994) yaitu karakteristik Interval Main yang berumur Miosen Tengah terdiri dari batulempung dengan sisipan tipis batupasir, batulanau, dan batugamping. Sampel-sampel pada batuan inti samping umumnya diambil pada lapisan yang dianggap memiliki potensi sebagai lapisan reservoir, yaitu pada lapisan-lapisan yang merupakan batupasir dan beberapa yang berasal dari lapisan batugamping dan batulanau.

Dari deskripsi batuan inti samping (SWC) pada Sumur Osram-1, diketahui adanya sedikit kandungan pirit pada sampel batuan dapat menjadi salah satu indikator yang mempengaruhi pembacaan Log SP (Spontaneous Potential). Menurut Rider (2000), adanya pengecualian ketika kurva SP terdefleksi pada formasi yang tidak permeabel akibat pengaruh mineralisasi, contohnya pirit. Hadirnya mineral glaukonit dalam batupasir di Sumur Osram-6 dapat membuat nilai gamma ray menjadi tinggi. Selain itu pula, hampir di beberapa deskripsi sampel batupasir terdapat sifat material lempungan ataupun lanauan merupakan hal utama yang menyebabkan nilai gamma ray menjadi tinggi.

3.2.2 Data Log Sumur

Pada daerah penelitian yaitu Daerah Osram terdapat enam buah sumur yang terbagi menjadi empat sumur vertikal, yaitu Sumur Osram-2, Osram-3, Osram-5, dan Osram-6, serta dua sumur miring (directional), yaitu Sumur Osram-1 dan Osram-2. Informasi mengenai posisi dan jumlah sumur dapat dilihat pada Gambar 3.1. Masing-masing sumur yang ada di daerah penelitian memiliki data log yang cukup baik dan kontinu. Masing-masing log tersebut digunakan untuk melakukan identifikasi litologi dari Interval Main (Gambar 3.2 dan Lampiran 1-5). Jenis-jenis data log sumur yang ada pada masing-masing sumur dapat ditunjukkan pada Tabel 3.2.

(5)

Bab III Pengolahan Data

23 Tabel 3.2. Ketersediaan data log masing-masing sumur pada Daerah Osram.

Jenis Log Sumur

Osram-1 Sumur Osram-2 Sumur Osram-3 Sumur Osram-4 Sumur Osram-5 Sumur Osram-6 GR (Gamma ray) CALI (Caliper) ILD (Resistivitas Dalam) - - MSFL (Resistivitas Dangkal) - NPHI (Porositas Neoutron) RHOB (Densitas) DT (Delta Time) SP (Spontaneous Potential)

Interval penelitian yaitu Interval Main merupakan salah satu anggota dari Formasi Cibulakan Atas pada Sub-Cekungan Jatibarang. Interval Main dibatasi oleh Interval Massive di bagian bawah dan Interval pre-Parigi di bagian atasnya. Pembagian nama interval ini dilakukan oleh ARII (Atlantic Richfield Indonesia Inc.) untuk mempermudah pengenalan objek penelitian. Pada penelitian ini, analisis litologi dan identifikasi reservoir dilihat dari berdasarkan data log gamma ray (GR) dan Log

spontaneous potential (SP). Kedua log tersebut dapat membantu dalam menentukan

jenis litologi serta membedakan antara lapisan reservoir dan non-reservoir. Dari data log selanjutnya akan diintegrasikan dengan data batuan inti samping. Cukup sulit untuk menemukan batas atas dan bawah dari interval penelitian bila hanya berdasarkan data

(6)

24 log, untuk itu digunakan laporan pemboran sebagai acuan. Tabel 3.3 menunjukkan kedalaman batas atas dan bawah interval penelitian pada Daerah Osram dalam TVDSS (true vertical depth subsea) berdasarkan laporan pemboran.

Tabel 3.3. Hasil penentuan batas atas dan bawah Interval Main pada masing-masing sumur berdasarkan data laporan pemboran.

Sumur

Interval Main (TVDSS) Ketebalan (kaki) Ketebalan (meter) Batas Atas (kaki) Batas Bawah (kaki) Osram-1 3298 4285 987 300,82 Osram-2 3415 4165 750 228,6 Osram-3 2519 3242 723 220,36 Osram-4 2664 3434 770 234,68 Osram-5 2817 3235 418 127,4 Osram-6 2729 3510 781 238,04

Dari data log yang ditunjukkan pada Gambar 3.2 dan Lampiran 1-5 di keenam sumur dapat dilihat bahwa nilai gamma ray pada Interval Main di Daerah Osram memiliki nilai yang cenderung relatif tinggi dan dari log Spontaneous Potential menunjukkan defleksi yang rendah dan cenderung berada pada shale base line. Kenampakan gamma ray yang relatif tinggi ini mengindikasikan bahwa kandungan material serpih pada interval penelitian cukup besar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh adanya sifat lempungan atau lanauan yang ditemukan dalam batupasir sehingga pembacaan gamma ray yang semestinya lebih rendah menjadi lebih tinggi. Dari segi eksplorasi dengan menggunakan rumus Vshale pada log gamma ray diperoleh ambang batas (cut off) sebesar 45%. Pola log GR dan SP pada Gambar 3.2 dan Lampiran 1-4 memperlihatkan bahwa lapisan reservoir yang ada di interval penelitian tidak tebal. Dari data log SP terlihat bahwa kurva relatif pada shale base line, artinya lapisan di interval tersebut cenderung merespon terhadap kandungan serpih yang ada di sekitarnya.

Data log sumur pada penelitian ini juga digunakan untuk menentukan marker yang ada pada interval penelitian dengan pendekatan stratigrafi sikuen, korelasi antar

(7)

Bab III Pengolahan Data

25 sumur, dan juga untuk melakukan perhitungan petrofisik pada Interval Main. Berikut akan dijelaskan mengenai interpretasi dan pengolahannya.

3.2.2.1 Interpetasi Stratigrafi Sikuen

Berdasarkan hasil analisis stratigrafi sikuen melalui pola log gamma ray di

masing-masing sumur (Gambar 3.3 dan Lampiran 6-10), maka secara umum pada interval penelitian dijumpai dua sikuen pengendapan yang tidak lengkap yang dibatasi oleh SB-1 di bagian bawah dan MFS-2 di bagian atas. Sikuen pengendapan ini terdiri dari dua sequence boundary (SB), yaitu SB-1 dan SB-2 dan dua Maximum Flooding

Surface (MFS), yaitu MFS-2 dan MFS-2. Pembagian ini didasarkan atas respon pola log

yang memperlihatkan proses prograding, retrograding, dan aggrading. Proses penarikan marker berupa MFS-1 dibantu oleh data biostratigrafi yang terdapat pada Sumur Osram-2 (Gambar 3.4). Selain korelasi tersebut pada daerah penelitian juga dilakukan korelasi litostratigrafi, yaitu sebagai penentu letak batas atas Anggota Main dan batas bawah Anggota Main (batas atas Anggota Massive).

Posisi MFS (Maximum Flooding Surface) ditandai pada saat genangan air laut berada pada kondisi maksimum, hal ini ditandai oleh perubahan antara lapisan yang

retrograding di bawah dengan lapisan prograding di atasnya. Letak MFS ini

ditunjukkan dengan akumulasi material shale pada log gamma ray yang maksimum.

Marker ini relatif mudah dikenali pada Formasi Cibulakan Atas yang merupakan bagian

dari Interval Main. Sedangkan Sequence Boundary (SB) merupakan batas sikuen yang ditunjukkan oleh perubahan nilai log gamma ray secara tiba-tiba dari tinggi ke rendah.

Interpretasi stratigrafi sikuen yang dilakukan pada penelitian ini di Sumur Osram-3 dapat dilihat pada Gambar 3.3 (interpretasi lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6-10).

(8)

26 Gambar 3.3. Contoh hasil interpretasi stratigrafi sikuen pada Sumur Osram-3.

3.2.2.2 Korelasi

Korelasi dapat diartikan sebagai suatu teknik penentuan unit struktur atau stratigrafi yang ekivalen dalam segi waktu, umur, dan posisi stratigrafi (Tearpock dan Bischke, 1991). Tujuan korelasi yang dilakukan untuk mengetahui bentuk penyebaran lapisan reservoir dan non-reservoir secara lateral maupun vertikal. Penelitian ini menarik garis korelasi berdasarkan pendekatan dari Stratigrafi Sikuen, yakni menghubungkan adanya interval stratigrafi yang mempunyai kesamaan waktu atau posisi stratigrafi. Tujuan lain dari korelasi ini secara umum, yaitu merekonstruksi kondisi geologi bawah

(9)

27

(10)

28 permukaan (struktur dan stratigrafi) dan merekonstruksi paleogeografi pada umur stratigrafi tertentu.

Korelasi antar sumur dilakukan untuk mengetahui hubungan secara horizontal antar sumur melalui pendekatan Stratigrafi Sikuen. Sebelum melakukan korelasi secara horizontal perlu diteliti terlebih dahulu hubungan suksesi secara vertikal. Hubungan suksesi secara vertikal ini telah dilakukan pada pembahasannya sebelumnya yaitu interpretasi stratigrafi sikuen.

Pada daerah penelitian ini, korelasi antar sumur dilakukan pada Formasi Cibulakan Atas, khususnya dalam Interval Main. Korelasi antar sumur dilakukan atas dasar kesamaan marker yang dimiliki oleh masing-masing sumur. Marker yang digunakan dalam penelitian ini ialah SB (Sequence Boundary) dan MFS (Maximum

Flooding Surface). Korelasi tersebut berguna untuk menghubungkan adanya kesamaan

waktu dalam tiap-tiap sumur. Penentuan letak SB dan MFS ditarik berdasarkan adanya dua pendekatan yaitu dari data log dan data biostratigrafi. Maker-marker tersebut selanjutnya dikorelasikan dengan sumur-sumur lainnya. Dalam hal ini pendekatan melalui data batuan inti (core) tidak dilakukan karenakan keterbatasan data batuan inti yang tidak mencapai ke interval penelitian. Penarikan garis korelasi melalui pendekatan data log sumur berupa log gamma ray. Prinsip dari log gamma ray yaitu mengukur sifat keradioaktifan dari formasi (batuan) yang berasal dari unsur potassium-K, seri uranium-U dan thorium-Th. uranium-Unsur-unsur radioaktif ini umumnya terdapat pada batulempung, serpih dan batuan vulkanik.

Pada penelitian ini, korelasi antar sumur dilakukan dalam bentuk dua lintasan, yaitu penampang korelasi A-A’dengan arah lintasan baratlaut-tenggara (Gambar 3.6), dan penampang korelasi B-B’dengan arah utara-selatan (Gambar 3.7). Penampang korelasi dengan arah utara selatan memberikan gambaran arah sedimentasi interval Anggota Main menuju cekungan, sedangkan penampang korelasi arah baratlaut-tenggara untuk mendapatkan rekonstruksi perkembangan fasies atau penyebaran batupasir pada Daerah Osram. Gambar 3.5 menunjukkan sketsa lintasan korelasi pada interval penelitian.

(11)

Bab III Pengolahan Data

29 Gambar 3.5. Sketsa lintasan korelasi Daerah Osram.

Berdasarkan hasil korelasi sumur pada penampang A-A’ (Gambar 3.6) dapat dilihat bahwa perkembangan batupasir dari arah baratlaut menuju tenggara cenderung tidak menerus, hal ini ditunjukkan dari pola log pada interval penelitian yang cenderung tidak berkorelasi pada antar sumur tersebut. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa bentukan karakter log tersebut merupakan endapan pada fasies alur sungai (channel) yang berbeda. Berdasarkan hasil analisis batupasir pada penampang berarah baratlaut-tenggara, dapat ditafsirkan bahwa batupasir ini dapat berpotensi sebagai reservoir yang baik bila dilihat dari potensinya sebagai perangkap stratigrafi, hal ini disebabkan oleh penyebaran batupasir tersebut secara lateral yang cenderung tidak menerus.

Berdasarkan hasil korelasi antar sumur pada penampang B-B’ (Gambar 3.7) yang digantung pada MFS-2, maka dapat terlihat bahwa bentukan cekungan pada saat pengendapan interval penelitian mengalami pendalaman di bagian selatan. Oleh karena itu, arah sedimentasi pada interval penelitian berlangsung dari bagian utara menuju ke selatan. Berdasarkan korelasi sumur pada penampang B-B’ dapat dilihat bahwa lapisan

SKETSA LINTASAN KORELASI ANTAR SUMUR

DAERAH OSRAM, SUB-CEKUNGAN JATIBARANG Oleh: Devi Gasiani 120 07 052 U Keterangan: : Penampang A-A’ : Penampang B-B’

(12)

30 batupasir semakin menipis ke arah selatan pada daerah penelitian. Hal ini dapat mendukung pernyataan sebelumnya bahwa bentukan cekungan yang mendalam ke arah selatan ini disertai oleh penipisan batupasir menuju ke selatan pula.

System Tract

System tract merupakan suatu urutan sistem pengendapan yang terjadi pada

interval waktu yang sama dan masing-masing berhubungan secara langsung dengan posisi dan/atau perubahan relatif muka air laut. Masing-masing system tract dikarakteristikkan oleh tipe pola susunan parasikuen set dan dapat dikenali dari geometri lapisannya.

Terdapat tiga system tract yang ada pada interval penelitian (Gambar 3.6 dan 3.7), yaitu TST (Transgressive System Tract) yang ditandai dari SB-1 pada bagian bawah hingga MFS-1 pada bagian atas, kemudian di atas TST terdapat HST (Highstand

System Tract) dengan batas bawah berupa MFS-1 dan batas atas berupa SB-2, dan

terakhir TST yang lebih muda yang ditandai dari batas SB-2 hingga MFS-2 di bagian paling atas.

Batupasir yang pada Anggota Main ini diendapkan pada dua fase system tract, yaitu TST (Transgressive System Tract) dan HST (Highstand System Tract).

TST (Transgressive System Tract)

Merupakan sedimen yang diendapkan pada saat kecepatan naik relatif muka air laut cenderung lebih cepat daripada kecepatan suplai sedimen. TST (Transgressive

System Tract) dibatasi dari SB (sequence boundary) di bagian bawah hingga MFS

(Maximum Flooding Surface) yang merupakan batas atas dari maksimum transgresi. Batas bawah sikuen sedimen pada TST ini terikat oleh subaerial unconformity pada paparan terbuka dan correlative conformity ke arah laut.

Kedua interval TST yang terdapat pada penampang A-A’ (Gambar 3.6) menunjukkan adanya penebalan interval ke arah tenggara. Pada penampang B-B’ (Gambar 3.7) terlihat ketebalan interval TST yang lebih muda semakin menebal ke arah

(13)

Bab III Pengolahan Data

31 selatan (Sumur Osram-1 dan Osram-2), sedangkan pada interval TST yang lebih tua terjadi penebalan ke arah selatan yang relatif sedikit. Berdasarkan kedua penampang tersebut dapat dilihat bahwa karakter pola log yang dominan hadir berupa bentuk lonceng dan corong. Pada penampang B-B’ akumulasi batulempung dengan bentuk pola log retrograding semakin meningkat ke arah selatan. Jika dibandingkan dengan Interval HST, pola log (stacking pattern) interval ini cenderung lebih mengalami retrograding. Hal ini dapat disebabkan oleh kenaikan muka air laut relatif sehingga energi pengendapan interval ini semakin rendah. Oleh karena itu, material sedimen yang diendapkan juga memiliki ukuran yang lebih halus, hal ini ditunjukkan oleh nilai

Gamma ray yang semakin rendah.

HST (Highstand System Tract)

Terjadi pada saat kecepatan relatif muka air laut berkurang hingga lebih kecil daripada kecepatan kecepatan suplai sedimen. Batas atas HST ialah batas sikuen (SB) berikutnya, sedangkan bagian bawahnya dibatasi oleh MFS. Pola pengendapan umumnya didominasi oleh kombinasi antara proses agradasi dan dan progradasi.

Penampang A-A’ (Gambar 3.6) menunjukkan bahwa ketebalan interval HST relatif sama ke arah tenggara. Pada penampang B-B’ (Gambar 3.7) dapat dilihat ketebalan interval HST semakin meningkat ke arah selatan. Kedua penampang tersebut menunjukkan bentuk pola log dominan berupa lonceng, namun sebagian masih dijumpai pula bentuk pola log corong dan gerigi. Berdasarkan penampang B-B’ dapat dilihat akumulasi material batulempung semakin meningkat ke arah selatan.

(14)

32

Gambar 3.6. Contoh korelasi pada penampang A-A’ berarah baratlaut-tenggara yang melewati Sumur Osram-5, Osram-3, Osram-4, dan Osram-6.

A

A’

A

(15)

33

Gambar 3.7. Contoh korelasi pada penampang B-B’ berarah utara-selatan yang melewati Sumur Osram-5, Osram-3, Osram-4, Osram-2, dan Osram-1.

B

B’

B

(16)

34 3.2.2.3 Analisis Petrofisik

Pada penelitian ini, analisis petrofisik bertujuan untuk mengetahui besar nilai properti reservoir yang terdapat pada Interval Main. Perhitungan nilai properti ini menggunakan data wireline log yang meliputi log gamma ray, log density, log resistivity, dan log neutron yang dianalisis secara kuantitatif untuk mendapatkan nilai

porositas rata-rata dan Net to Gross. Penelitian ini tidak melakukan perhitungan saturasi air, hal ini dikarenakan terbatasnya data untuk melakukan perhitungan saturasi tersebut. Untuk itu, nilai dari saturasi air diperoleh berdasarkan asumsi terhadap saturasi air Interval Main di sekitar sub-cekungan Jatibarang. Hasil akhir perhitungan petrofisik ini bertujuan untuk memperoleh parameter yang akan digunakan dalam perhitungan volume sumber daya hidrokarbon dengan Simulasi Montecarlo pada interval penelitian. Pengolahan data petrofisik dilakukan dengan menggunakan data log yang ada di tiap-tiap sumur dan dikontrol dengan data yang diperoleh dari laporan deskripsi batuan inti samping (SWC). Nilai porositas akhir ini akan berupa porositas rata-rata.

a) Porositas

Perhitungan porositas pada penelitian ini menggunakan data log densitas yang hasilnya nanti akan divalidasi dengan nilai porositas yang diperoleh dari laporan analisis batuan inti samping. Perhitungan porositas dibagi menjadi dua tahap, yaitu perhitungan porositas densitas (Persamaan 1) dan porositas total (Persamaan 2 dan 3). Porositas densitas diperoleh dengan asumsi litologi reservoir berupa batupasir dengan nilai densitas batupasir bersih (clean sand) sebesar 2,65 gr/cc. Rumus perhitungan porositas densitas menurut Gomma (2010) adalah sebagai berikut:

(Persamaan 1) Keterangan:

ρma : Densitas matriks batuan (2,65 gr/cc untuk matriks batupasir kuarsa)

RhoB : Densitas bulk (dari bacaan kurva log RHOB (gr/cc))

ρf : Densitas fluida (1,15 gr/cc untuk fluida air salin) PHID : Porositas densitas (v/v)

(17)

Bab III Pengolahan Data

35 Untuk memperoleh hasil yang akurat, maka perlu melakukan perhitungan porositas total yang diperoleh dengan menjumlah dan merata-ratakan nilai porositas densitas (PHID) dan porositas neutron (PHIN). Perhitungan porositas rata-rata dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini dan menggunakan nilai porositas densitas yang telah diperoleh dari persamaan sebelumnya.

(Persamaan 2)

(Persamaan 3)

Keterangan:

PHIN : Porositas Neutron (dari bacaan kurva log NPHI) PHIA : Porositas rata-rata (v/v)

Φtot : Porositas total (v/v)

Nilai porositas rata-rata yang diperoleh berikutnya dinormalisasikan dengan data porositas yang berasal dari laporan analisis batuan inti samping hasil laboratorium yang dilakukan oleh PT. LEMIGAS dan PT. Core Laboratories (lihat Tabel 3.4). Normalisasi porositas ini menggunakan regresi linier berdasarkan Gambar 3.8 yang menunjukkan hubungan antara porositas perhitungan log terhadap porositas batuan inti samping (SWC) sehingga diperoleh suatu persamaan regresi linier (Persamaan 4). Persamaan ini berikutnya digunakan sebagai persamaan untuk memperoleh porositas normalisasi rata-rata. Metode normalisasi porositas ini dilakukan agar data porositas yang diperoleh dari perhitungan log dapat dikoreksi dengan data porositas hasil analisis batuan inti samping. Hal ini dikarenakan data porositas dari perhitungan log tersebut dapat berpengaruh terhadap faktor lubang bor (borehole environment), sehingga perlu dilakukan normalisasi.

Tabel 3.4. Tabel perbandingan antara porositas hasil perhitungan log dan porositas batuan inti samping. Porositas Batuan inti

samping (v/v) Porositas Perhitungan Log (v/v)

0.223 0.336

(18)

36 0.236 0.345 0.276 0.347 0.267 0.347 0.338 0.398 0.267 0.368 0.293 0.369 0.268 0.343 0.271 0.353 0.266 0.394 0.214 0.341 0.136 0.328 0.288 0.382 0.153 0.318 0.227 0.305 0.259 0.333

Gambar 3.8. Grafik silang antara porositas laporan batuan inti samping dan porositas hasil perhitungan log. y = 1.360x - 0.226 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Por o si tas B atu an In ti Sam p in g

Porositas Hasil Perhitungan Log

Grafik Antara Porositas Batuan Inti Samping Terhadap Porositas Perhitungan Log

Series1

Garis regresi porositas normalisasi

(19)

Bab III Pengolahan Data

37 Berdasarkan Gambar 3.8 maka diperoleh persamaan baru, yaitu:

y = 1,360x – 0,226 (Persamaan 4) Keterangan:

y : Porositas normalisasi (NormPHI) x : porositas hasil perhitungan (Φtot)

Setelah porositas normalisasi masing-masing sumur diperoleh, selanjutnya dilakukan pembuatan histogram porositas normalisasi untuk menentukan parameter berupa nilai minimum, paling mungkin, dan maksimum dari porositas tersebut yang akan dimasukkan dalam Simulasi Montecarlo (Gambar 3.9). Berdasarkan histogram tersebut, dapat diketahui bahwa nilai minimum, paling mungkin, dan maksimum dari porositas tersebut ialah sebesar 0,11, 0,28, dan 0,34.

Gambar 3.9. Histogram porositas ternormalisasi di Interval Main dari semua sumur pada penelitian yang menunjukkan posisi penarikan minimum, paling mungkin, dan maksimum.

Proses selanjutnya adalah melakukan perhitungan volume shale. Pada penelitian ini perhitungan volume shale menggunakan log gamma ray. Dalam melakukan evaluasi formasi, log gamma ray dapat digunakan untuk melakukan evaluasi kandungan serpih

Frekuens

i

(Fraksi)

(20)

38

Vsh, menentukan lapisan permeabel, korelasi, dan membantu evaluasi mineral yang

radioaktif.

Dalam penelitian ini, nilai porositas yang digunakan selanjutnya dipilah berdasarkan harga ambang (cut-off) Vshale. Dengan mengambil nilai ambang Vshale sebesar 45% artinya lapisan batuan dengan nilai Vshale yang lebih kecil dari Vshale akan dibaca sebagai lapisan yang permeabel dan sebaliknya lapisan batuan dengan nilai

Vshale lebih besar dari 45% akan dibaca sebagai lapisan impermeabel.

Perhitungan Vshale ini menggunakan kurva Log Gamma ray. Persamaan umum yang digunakan unutk memperoleh nilai Vshale (Persamaan 5) adalah sebagai berikut:

(Persamaan 5) Keterangan:

Vsh : Volume of shale / jumlah kandungan lempung GRN : Bacaan kurva log Gamma ray (API)

GRmin : Bacaan kurva log Gamma ray minimum GRmaks : Bacaan kurva log Gamma ray maksimum b) Net to Gross

Setelah nilai Vshale diperoleh, maka perlu dilakukan pula perhitungan ketebalan reservoir yang ada di interval penelitian. Perhitungan ketebalan ini bertujuan untuk memperoleh nilai Net to Gross (NTG) ratio dari masing-masing reservoir untuk perhitungan volume dengan metode Simulasi Montecarlo. Ketebalan total dari tiap-tiap reservoir (gross thickness) di interval penelitian merupakan nilai ketebalan total dari seluruh interval lapisan yaitu dari Batas Atas hingga Batas Bawah Interval Main. Net

thickness merupakan nilai ketebalan total lapisan yang lebih rendah dari nilai ambang Vshale dan lebih besar dari nilai ambang porositas. Besar nilai ambang Vshale sebesar

45% dan porositas yaitu 10%. Net to gross ratio diperoleh dari perbandingan antara net

thickness dengan gross thickness. Berikut hasil perhitungan net to gross pada

(21)

Bab III Pengolahan Data

39 Tabel 3.5. Hasil perhitungan Net to Gross masing-masing sumur di Daerah Osram.

Sumur NET (ft) GROSS (ft) Net to Gross

Osram-1 82,5 1202,5 0,07 Osram-2 51 751 0,07 Osram-3 67,5 723.5 0,09 Osram-4 150 989,5 0,15 Osram-5 55,5 418,5 0,13 Osram-6 83 781,5 0,11

Berdasarkan hasil perhitungan Net to Gross, diperoleh nilai minimum, paling mungkin, dan maksimum sebesar 0,07, 0,09, dan 0,15.

Untuk melakukan perhitungan sumber daya dengan Simulasi Montecarlo diperlukan satu parameter lagi, yaitu saturasi air. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai saturasi air pada Interval Main di Daerah Osram diketahui berdasarkan asumsi saturasi air Interval Main di daerah sekitar Sub-Cekungan Jatibarang yang telah terbukti menghasilkan minyak. Besar nilai minimum, paling mungkin, dan maksimum saturasi air pada interval penelitian ialah 0,3, 0,5, dan 0,7. Berikut merupakan tabel properti fisik yang akan digunakan dalam Simulasi Montecarlo (Tabel 3.6).

Tabel 3.6. Tabel nilai minimum, paling mungkin, dan maksimum properti fisik. Parameter

Properti fisik Minimum Paling Mungkin Maksimum

Porositas 0,11 0,28 0,34

Net To Gross 0,07 0,09 0,15

(22)

40 3.2.2.4 Analisis Elektrofasies

Analisis lingkungan pengendapan pada sedimen silisiklastik dapat dilakukan berdasarkan analisis pola log, khususnya dari Log Gamma ray. Hal ini karena pola Log

Gamma ray secara tidak langsung dapat mencerminkan beberapa variasi perubahan

besar butir pada suatu litologi secara vertikal. Semakin besar nilai Gamma ray maka ukuran butir semakin kecil dan sebaliknya. Perubahan ukuran butir dapat menunjukkan bagaimana besar energi yang diperlukan agar dapat mengendapkan suatu endapan sedimen. Oleh karena itu, secara tidak langsung pola respon log ini dapat dihubungkan dengan kondisi lingkungan pengendapan pada saat itu.

Analisis elektrofasies dapat digunakan sebagai salah satu media untuk menentukan fasies lingkungan pengendapan, khususnya dalam penelitian ini ialah interval Anggota Main. Berdasarkan sub bab sebelumnya, jenis litologi pada interval ini berupa dominan batulempung dengan sisipan tipis batupasir, batulananu, dan batugamping. Formasi Cibulakan Atas, Anggota Main terdiri dari endapan klastik dekat pantai (nearshore) dan endapan deltaik serta carbonate platform. Proses pengendapan interval ini pada saat terjadi kenaikan muka laut yang membanjiri Paparan Sunda (Yaman dkk., 1991 dalam Bishop, 2000).

Kendall, 2003 membagi menjadi lima bentuk-bentuk dasar perubahan besar butir berdasarkan pola Log Gamma ray (Gambar 3.10), yakni:

a) Cylindrical atau blocky shape (bentuk silinder) menunjukkan kondisi energi

pengendapan yang berlangsung relatif konstan. Pada kondisi ini bentuk pengendapan sedimen relatif tebal dan homogen. Bentuk ini biasanya dibatasi oleh kontak atas dan bawah yang cukup tajam, umumnya berasosiasi dengan endapan sedimen dari eolian, braided fluvial, distributary channel-fill, submarine

canyon-fill, carbonate shelf-margin, dan evaporate fill of basin.

b) Funnel shape (bentuk corong) menunjukkan kondisi energi mulai meningkat ke

arah atas, hal ini dicirikan dengan endapan sedimen yang mengkasar ke atas (coarsening upward). Bentuk funnel dapat dihasilkan dari sistem progradasi berupa

(23)

Bab III Pengolahan Data

41

crevasse splay, river mouth bar, delta front, shoreface, submarine fan lobe, dan

perubahan dari klastik ke karbonat.

c) Bell shape (bentuk lonceng) menunjukkan kondisi energi yang semakin berkurang

ke arah atas, dicirikan dengan endapan sedimen yang menghalus ke atas (fining

upward). Kurva log dengan bentuk bel dapat dihasilkan dari sistem retogradasi

seperti pada fluvial point bar, tidal point bar, tidal flat, deep tidal channel-fill, dan

transgressive shelf.

d) Symmetrical shape (bentuk bulan sabit) awalnya menunjukkan endapan yang

mengkasar ke atas (coarsening upward) kemudian diikuti oleh menghalus ke atas (fining upward). Pola ini merupakan kombinasi dari bentuk bell-funnel dalam suatu lingkungan pengendapan yang sama. Bentuk ini berasosiasi dengan

reworkerd offshore bar, regressive to trangsressive shore face delta.

e) Serrated shape (bentuk gerigi) menunjukkan energi pengendapan sedimen yang

relatif berubah-ubah secara cepat, sehingga menunjukkan kurva log gamma ray yang tidak teratur. Bentuk ini mencirikan suatu endapan sedimen dataran banjir fluvial, storm-dominated shelf, dan distal deep marine slope.

Gambar 3.10. Model elektrofasies beserta lingkungan pengendapannya (Kendall, 2003 dalam Rider, 2000).

(24)

42 Berdasarkan analisis elektrofasies di keenam sumur, dapat diketahui bahwa interval penelitian di Daerah Osram memiliki kecenderungan karakter pola log berupa bentuk corong (funnel shape), bentuk lonceng (bell shape), dan bentuk gerigi (serrated

shape). Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa fasies lingkungan pengendapan

Interval Main yaitu, prodelta (merah muda), tidal flat (biru tua), delta front (kuning), dan fluvial floodplain (hijau muda) (Gambar 3.11 dan Lampiran 11-15).

(25)

Bab III Pengolahan Data

43 3.2.3 Data Biostratigrafi

Dalam tahap ekplorasi analisis lingkungan pengendapan merupakan suatu studi yang penting. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pola sedimentasi dan geometri lapisan reservoir. Data-data yang digunakan untuk melakukan analisis ini dapat berupa batuan inti (core), data keratan sumur (cutting), data biostratigrafi, data wireline log, dan dari rekaman seismik.

Dalam penelitian ini, analisis lingkungan pengendapan diketahui berdasarkan analisis laporan biostratigrafi dan wireline log (elektrofasies). Jenis wireline log umum yang digunakan ialah log gamma ray. Namun, kadang dapat dilengkapi dengan gambaran log spontaneous potential, resistivity dan sonic. Keseluruhannya akan membentuk elektrofasies, yaitu sekumpulan respon dan wireline log yang dikarakteristikkan oleh suatu lapisan yang dapat dibedakan dari elektrofasies atau lapisan lainnya (Rider, 2000). Dalam analisis ini, data batuan inti samping (SWC) tidak digunakan karena tidak dapat mewakili seluruh daerah penelitian, sedangkan data core yang ada di Daerah Osram tidak mencapai ke interval penelitian. Berikut penjelasan analisis masing-masing.

Data biostratigrafi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari laporan studi ARII (Atlantic Richfield Indonesia Inc.). Penelitian ini menggunakan data biostratigrafi sebagai penuntun dalam menentukan umur dan lingkungan pengendapan pada interval penelitian serta penuntun dalam melakukan penarikan marker stratigrafi sikuen yang telah dijelaskan sebelumnya. Dari enam sumur yang memiliki data biostratigrafi, hanya dua sumur yang terdapat analisis biostratigrafi secara kontinu hingga ke interval daerah penelitian, yaitu Sumur Osram-1 dan Sumur Osram-2. Analisis biostratigrafi yang dilakukan pada Sumur Osram-1 berdasarkan sampel keratan sumur (cutting), sedangkan pada Sumur Osram-2 berdasarkan sampel inti batuan (core), batuan inti samping (SWC), dan keratan sumur (cutting) yang diperoleh pada kedalaman-kedalaman tertentu. Review laporan data biostratigrafi Sumur Osram-1 dan Osram-2 di interval penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.12 dan Lampiran 16.

(26)

44  Sumur Osram-1

Analisis biostratigrafi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lingkungan pengendapan serta umur pada Formasi Cibulakan Atas, khususnya Interval Main. Lampiran 16 menunjukkan lingkungan pengendapan Formasi Cibulakan atas pada kedalaman 3960 kaki hingga 5220 kaki (MD) ialah inner

sublittoral. Hal ini berdasarkan asosiasi fosil bentos yang ditemukan, yaitu Ammonia umbonata, Amphistegina, Operculina ammonoides, dan Eponides praecinctus.

Penentuan umur pada interval ini berdasarkan LAD (Last Appearance Datum) dari

nannoflora Helicoshpaera ampliaperta pada kedalaman 3960 kaki (MD) yang

mengindikasikan umur Miosen Awal.

Lingkungan pengendapan pada kedalaman 3540 kaki hingga 3960 kaki (MD) ialah deep inner sublittoral hingga outer sublittoral. Interval ini mengandung fauna bentos dan plankton yang hampir sama seperti pada interval di bawahnya, namun kehadiran indikator air dalam yang langka seperti Amphiscoryna scalaris, Sphaeroidina

bulloides, Bulimina marginata dan Bulimina striata mengindikasikan zona lingkungan deep inner sublittoral, kemungkinan hingga outer sublittoral pada lingkungan paparan

tengah (mid-shelf). Berdasarkan LAD (Last Appearance Datum) Miogypsina di kedalaman 3540 kaki dan di bagian bawah interval oleh Globigerinoides sicanus di 3660 kaki, maka dapat diketahui bahwa interval ini memiliki umur Miosen Tengah (Lampiran 16).

Lingkungan pengendapan pada kedalaman 3300 kaki hingga 3540 kaki (MD) diinterpretasikan sebagai inner sublittoral. Hal ini diasosiasikan oleh hadirnya bentos

Ammonia spp, Amphistegina lesonii, Operculina ammonoides, Quinqueloculina spp.

Berdasarkan kehadiran Globigerinoides sicanus dan Praeorbulina cf. transitoria di kedalaman 3300 kaki, maka zona N8 dan N9 pada bagian bawah Miosen Tengah dapat diketahui. Hadirnya taxa berupa Neogloboquadrina acostaensis (N16 dan lebih muda, umur Miosen Akhir dan lebih muda) dan Globorotalia menardii (N12 dan lebih muda, umur Miosen Tengah dan lebih muda), mengindikasikan adanya umur Miosen yang lebih muda (younger Miocene). Kehadiran nannofossil flora yang juga mengandung

(27)

Bab III Pengolahan Data

45 spesies-spesies yang mengindikasikan bagian dasar umur Miosen Tengah atau Miosen Akhir (Lampiran 16).

 Sumur Osram-2

Analisis biostratigrafi yang dilakukan dalam penelitian ini sama seperti pada Sumur Osram-1, yaitu bertujuan untuk mengetahui lingkungan pengendapan serta umur pada Formasi Cibulakan Atas, khususnya Interval Main (Gambar 3.12).

Bagian atas dari Miosen Awal dikenali pada kedalaman 4080 kaki berdasarkan bukti nannofossil. Kehadiran bukti mikrofauna pertama, yaitu LAD dari Catapsydrax

unicavus/dissimilis menunjukkan zona N6. Interval 4080 kaki hingga 4920 kaki (MD)

dimasukkan pada bagian umur N10 - N7/?N6 berdasarkan bukti dari interval di bagian bawahnya dan posisi stratigrafi di bagian atas N6. Berdasarkan asosiasi mikrofauna yang hadir pada interval tersebut, maka dapat diinterpretasikan lingkungan pengendapannya secara umum berada pada lingkungan deep inner sublittoral hingga outer sublittoral.

Adanya LAD in situ Globorotalia mayeri/siakensis di kedalaman 2820 kaki mengindikasikan zona penetrasi N14 pada Miosen Tengah (Gambar 12). LAD berikutnya yaitu Globigerinoides subquadratus di kedalaman 3060 kaki tersebut mengindikasikan N13. Belum ada marker taxa lain yang ditemui hingga LAD dari N10 yaitu marker Globorotalia peripheronda di 3960 kaki. Interval 3060 kaki hingga 3960 kaki diperkirakan berada pada zona umur N13 – N11/?10. Berdasarkan kehadiran mikrofauna tersebut pula, maka interval 3480 kaki hingga 4080 kaki diinterpretasikan berada pada kondisi lingkungan inner sublittoral hingga outer sublittoral.

Berdasarkan data biostratigrafi Sumur Osram-2 dan Osram-1 (Gambar 3.12 dan Lampiran 16), dapat diketahui bahwa lingkungan pengendapan dan umur Formasi Cibulakan Atas Interval Main berada pada lingkungan marin dengan umur akhir Miosen Awal hingga Miosen Tengah. Apabila dibagi lagi menjadi zona batimetri yang lebih spesifik, yaitu berada pada zona inner sublittoral hingga outer sublittoral. Oleh karena daerah pengendapan menunjukkan ciri-ciri lingkungan dengan energi pengendapan yang

(28)

46 relatif rendah hingga sedang, hangat, dan laut dangkal (shallow marine) sehingga material-material sedimen yang diendapkan umumnya akan berukuran relatif halus, seperti batulempung, batulanau, batupasir, dan dapat pula hadir batugamping. Pada saat pengendapan interval penelitian terjadi proses peningkatan dan penurunan muka air laut yang tidak begitu signifikan.

Gambar 3.12. Data biostratigrafi pada Sumur Osram-2

Keterangan:

LAD : Last Appearance Datum N Zone : Planktonic Foraminiferal Zone (Neogene) DC : Ditch Cutting NN Zone : Calcareous Nannoplankton Zone (Neogene)

3.2.4 Data Geokimia

Pada penelitian ini data geokimia hanya terdapat pada Sumur Osram-1 dan Osram-2. Analisis geokimia ini dilakukan oleh ARCO dengan menggunakan batuan inti

(29)

Bab III Pengolahan Data

47 samping dan batuan inti. Data ini digunakan untuk mengevaluasi batuan induk dan mengetahui area kitchen. Rangkuman data geokimia Sumur Osram-1 dapat ditunjukkan dalam Tabel 3.7 dan data geokimia untuk Sumur Osram-2 dapat ditunjukkan dalam Lampiran 17

Tabel 3.7. Resume laporan geokimia pada Sumur Osram-1. Interval

(feet)

Maturity TOC Dominant Kerogen

Type Type of Hydrocarbon Generated 6960’-8310’ Early mature-mature

Below average- above average Vitrinite; amorphous (below 7500’ and down to 8190’); cuticle (7770); mixture of amorphous and vitrinite (8190’) Poor-moderate oil (7380’, 7560’-7770’); moderate-good gas. 8340’-10500’ Mature- transitionally late mature

Very good (at coal fractions of coal affected samples at 8370’, 8940’, 9090’, 9150’, 9240’, 9270’, and 9480’), good (non

coal fraction at 9480’ and 9510’-9570’); poor-above average. Vitrinite; mixture of vitrinite and inertinite (9090’-9570’, 10050’ and 10320’-10440’)

Moderate Oil and good gas (from coal fractions of the coal affected samples),

good gas (9510’-9570’); poor gas.

3.2.5 Data Checkshot

Data checkshot dijadikan sebagai panduan untuk melakukan pengikatan antara data seismik (domain waktu) dengan data sumur (domain kedalaman) atau dalam hal ini dikenal sebagai well-seismic tie. Proses pengikatan ini membutuhkan data kecepatan

(30)

48 (velocity) sesuai dengan rumus dasar, yaitu kedalaman (meter atau kaki) merupakan hasil perkalian antara kecepatan dengan waktu (milidetik). Untuk memperoleh data

checkshot maka perlu dilakukan checkshot survey agar kecepatan dalam lubang bor

dengan sumber gelombang dapat diukur. Proses pengikatan antara data seismik dan sumur membutuhkan adanya checkshot survey untuk mendapatkan time-depth curve. Kegunaan lain dari time-depth curve ini dimanfaatkan lebih lanjut untuk perhitungan kecepatan interval dan koreksi data sonic pada pembuatan seismogram sintetik.

Penelitian ini menggunakan data checkshot sebagai pengikat batas atas dan bawah Interval Main yang tersedia pada semua sumur di Daerah Osram. Data checkshot pada masing-masing sumur tersebut dapat dilihat dalam Gambar 3.13.

Gambar 3.13. Data checkshot masing-masing sumur pada Daerah Osram.

3.3 DATA SEISMIK

Data seismik yang digunakan pada penelitian ini ialah data seismik 3-D dalam domain waktu yang terdiri dari 71 lintasan crossline dan 74 lintasan inline. Daerah

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 0 500 1000 1500 2000 2500 K e d al am an (k aki ) Waktu (ms)

Grafik antara Kedalaman dan Waktu

oo-1 oo-3 oo-5 oc-2 oc-1 oo-2

(31)

Bab III Pengolahan Data

49 penelitian ini meliputi area yang dibatasi oleh garis penampang inline 30-772 dan

crossline 61-775 dengan jarak antar inline dan crossline yaitu 20 meter. Peta dasar

Daerah Osram dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pengolahan data seismik akan dijelaskan sebagai berikut:

3.3.1 Well-Seismic Tie

Well-seismic tie merupakan proses meletakkan horizon seismik (skala waktu)

pada posisi kedalaman sebenarnya agar data sesimik dapat dikorelasikan dengan data geologi lainnya (data sumur) yang umumnya diplot dalam skala kedalaman. Penelitian ini memanfaatkan seismogram sintetik dan data checkshot untuk mengikat data sumur terhadap data seismik. Hal ini dilakukan salah satunya untuk mengetahui posisi marker sumur pada seismik.

Proses well-seismic tie dalam penelitian ini dilakukan dengan menentukan batas atas dan bawah pada Interval Main berdasarkan ciri litologi yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebelum melakukan proses well-seismic tie perlu dilakukan terlebih dahulu

extract wavelet. Extract wavelet merupakan proses pencarian wavelet baru agar

memberikan koefisien korelasi paling besar atau bagus. Dalam penelitian ini, proses

extract wavelet dilakukan dengan metode bandpass yaitu mengukur jumlah wavelet

(satu panjang gelombang) pada seismogram sintetik dalam interval waktu tertentu. Selanjutnya dilakukan konvolusi dengan data koefisien refleksi. Koefisien refleksi diperoleh dari data log sonic dan log densitas. Hal ini sesuai dengan rumus impedansi akustik yang merupakan hasil perkalian antara densitas (ρ) dan kecepatan (V). Dengan mengintegrasikan beberapa data maka dihasilkan seismogram sintetik final yaitu superposisi dan refleksi-refleksi semua reflektor. Seismogram sintetik masing-masing sumur pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.14 serta Lampiran 17-19. Setelah seismogram sintetik diperoleh, kemudian dikorelasi terhadap data seismik sebenarnya agar memperoleh nilai koefisien korelasi yang paling tinggi atau ≥0,5. Berdasarkan hasil

well-seismic tie, diperoleh batas atas dari Interval Main berada pada bagian puncak

(32)

50 ini merupakan fase ketika batas acoustic impedance (AI) berhimpit dengan puncak

wavelet.

Penelitian menggunakan data checkshot yang terdapat pada sumur vertikal agar dapat melakukan pengikatan data seismik dan data sumur (well-seismic tie). Berikut tabel harga koefisien korelasi hasil well seismic tie pada sumur vertikal (Tabel 3.8). Contoh hasil well-seismic tie dapat ditunjukkan pada Gambar 3.14 serta Lampiran 18-20.

Tabel 3.8. Harga koefisien korelasi hasil well-seismic tie pada sumur vertikal.

Nama Sumur Koefisien Korelasi

Osram-2 0,601

Osram-3 0.671

Osram-5 0,514

Osram-6 0,694

3.2.3 Interpretasi Seismik 3-D

Interpretasi data seismik secara geologi merupakan tujuan dan produk akhir dari pekerjaan seismik. Interpretasi yang dimaksud adalah menentukan atau memperkirakan arti geologi data-data seismik. Interpretasi tidak bisa dikatakan mutlak benar karena pada dasarnya tidak ada seorang pun yang mengetahui secara pasti kondisi struktur di bawah permukaan bumi. Interpretasi hanya bisa diuji kebenarannya dari suatu data ke data lainnya. Oleh karena itu, setiap interpreter terlebih dahulu perlu menguasai konsep dasar proses akuisisi dan pengolahan data seismik, serta pengetahuan geologi yang memadai.

Intergrasi antara data log dengan data seismik telah menjadi perhatian para

(33)

masing-Bab III Pengolahan Data

51 masing. Data sesimik memiliki resolusi horizontal yang baik, namun dari segi resolusi vertikal kurang baik. Sedangkan, data log memiliki resolusi vertikal yang baik, namun resolusi horizontalnya kurang baik. Mengintegrasikan keduanya akan menghasilkan suatu interpretasi yang lebih akurat.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa interpretasi seismik ini diawali dengan mengacu pada Sumur Osram-2, Sumur Osram-3, Sumur Osram-5, dan Sumur Osram-6 yang telah dilakukan pengikatan dari data seismik dan data sumur atau

well-seismic tie. Pada dasarnya, interpretasi seismik adalah menginterpretasikan keberadan

horizon dan struktur sesar yang terlihat pada penampang seismik.

Interpretasi seismik 3-D yang dilakukan pada penelitian ini ialah melakukan interpretasi horizon berupa batas atas dan bawah Interval Main, Formasi Cibulakan Atas dan struktur sesar yang memotong interval penelitian. Berikut dijelaskan proses interpretasi horizon dan struktur pada data seismik 3-D.

3.3.2.1 Interpretasi Horizon pada Penampang Seismik

Picking horizon seismik bertujuan untuk memetakan marker yang telah diperoleh

dari hasil korelasi antar sumur dalam data seismik agar dapat mengetahui kemenerusan suatu bidang secara lateral. Ketika akan melakukan picking horizon seismik sebaiknya menampilkan penampang seismik dan log sumur yang telah dilakukan pengikatan data antara data sumur dan seismik (well-seismic tie) sebelumnya.

Horizon yang dipetakan dalam penelitian ini adalah batas atas dan bawah Interval Main. Horizon yang telah diinterpretasi pada lintasan awal menjadi acuan untuk penarikan horizon pada lintasan yang berpotongan. Kemenerusan horizon yang sama pada lintasan inline dan crossline akan mengindikasikan hasil penarikan horizon yang konsisten. Interpretasi data seismik di beberapa penampang seismik dapat dilihat di Gambar 3.15-3.16 dan Lampiran 21.

(34)

52 Gambar 3.14. Contoh hasil well-seismic tie pada Sumur Osram-5

Seismogram sintetik Real trace

Kurva log sumur

(35)

Bab III Pengolahan Data

53 Nilai-nilai dari hasil korelasi/picking horizon seismik dalam domain waktu selanjutnya akan dikonversikan ke dalam domain kedalaman dengan melakukan analisis kecepatan (velocity analysis). Berdasarkan hasil analisis well-seismic tie yang telah dikerjakan sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa proses picking untuk marker batas atas Interval Main dilakukan pada peak, sedangkan untuk batas bawah Interval Main (batas atas Interval Massive) ialah pada zero crossing. Hal ini dikarenakan proses penentuan picking horizon pada trough atau peak tersebut berdasarkan perbedaan nilai impedansi akustik (IA) yang ada pada setiap lapisan batuan. Impedansi akustik ini diperoleh dari hasil perkalian antara densitas materi (ρ) dan kecepatan gelombang (V) yang melewatinya (Persamaan 6). Rumus impedansi akustik ialah sebagai berikut:

(Persamaan 6) Keterangan:

IA : Impedansi akustik

ρ : Densitas materi (lapisan batuan)

V : Kecepatan gelombang

Batuan yang keras (hard rock) dan sukar dimampatkan, seperti batugamping, granit akan memiliki IA yang tinggi, sedangkan batuan yang lunak seperti lempung yang lebih mudah dimampatkan mempunyai IA yang rendah (Sukmono, 1999).

3.3.2.2 Interpretasi Patahan pada Penampang Seismik

Interpretasi patahan dilakukan sebelum melakukan picking horizon, hal ini dikarenakan untuk memudahkan pada saat melakukan picking horizon yang berbatasan pada bidang patahan, sehingga dapat menunjukkan besar datum gap pada penampang seismik tersebut.

Gambar

Tabel 3.1 meresumekan data geologi yang tersedia dalam penelitian ini. Sedangkan data  geofisika yang digunakan ialah data seismik 3-D dengan luas area 196 km 2  (14 km x 14  km)
Gambar 3.1.  Peta dasar Daerah Osram, Sub-Cekungan Jatibarang (inset: Peta Lokasi daerah penelitian)
Gambar 3.2.  Contoh penentuan jenis litologi pada Interval Main di Sumur Osram-5 berdasarkan data  SWC dan log sumur
Tabel 3.2.  Ketersediaan data log masing-masing sumur pada Daerah Osram.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, inversi dan geostatistik pada formasi batu pasir Dakota, diketahui lokasi rekomendasi yang memiliki litologi dan parameter fisis baik

Batuan reservoirnya diperkirakan sedimen Mesozoikum atau Paleogen yang termasuk Mendala Banggai-Sula yaitu batugamping atau batupasir pada Formasi Salodik.. Formasi Salodik

tertransportasi dari lokasi di sekitar penemuannya dengan litologi batuan tuffa Formasi Kedungmojo, berumur Plestosen Tengah antara 700-300 Ribu tahun yang

Teknik prospeksi tahanan listrik untuk menentukan kedalaman formasi batuan sedimen yang berada jauh di dalam bumi dengan cara mengukur tahanan jenis formasi batuan

Pada analisa litologi digunakan sampel batuan yang masih fresh untuk mendeskripsikan batuan secara megaskopis, hasil analisa ini kemudian juga dikorelasikan

Dengan perbandingan yang sesuai antara peta geologi regional, data perhitungan dan dibantu dengan foto citra satelit dapat diketahui bahwa litologi yang di indikasikan

tertransportasi dari lokasi di sekitar penemuannya dengan litologi batuan tuffa Formasi Kedungmojo, berumur Plestosen Tengah antara 700-300 Ribu tahun yang

Menurut Dirasutisna & Hasan (2005), litologi di Pulau Weh terdiri dari batuan Tersier dan Kuarter yang dibedakan menjadi 4 kelompok batuan utama, yaitu Kelompok Batuan