• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Krama Badung Sehat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Krama Badung Sehat"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Ringkasan Eksekutif

Krama Badung Sehat (KBS) adalah upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung (Pemkab Badung) dalam bidang kesehatan berupa jaminan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada seluruh penduduk Kabupaten Badung. Program ini dilaksanakan untuk mendukung upaya pemerintah menjamin seluruh warga negara memperoleh akses ke pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan dan berkeadilan (universal health coverage-UHC).

Upaya mewujudkan UHC di Kabupaten Badung, selain untuk mendukung program nasional, juga adalah upaya untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah Kabupaten Badung yaitu meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia. Krama Badung Sehat (KBS) adalah jaminan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada seluruh penduduk Kabupaten Badung dengan perolehan manfaat dibagi menjadi: (1) Seluruh penduduk Kabupaten Badung yang belum menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai Penerima Biaya Iuran (PBI) APBD; (2) Seluruh penduduk Kabupaten Badung yang sudah memiliki JKN agar dapat menambah manfaat tambahan selain manfaat yang sudah diterima dari JKN; (3) Seluruh penduduk Kabupaten Badung yang belum memiliki JKN karena belum terdaftarkan, bayi yang baru lahir, atau karena pernikahan; terakhir (4) Seluruh penduduk Kabupaten Badung peserta JKN Mandiri yang tidak aktif.

Sejak dilaksanakan di awal tahun 2017, pemanfaatan program KBS sangat baik, jika hanya melihat kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan (faskes) maka dibanding tahun sebelumnya di 2016 maka terjadi peningkatan kunjungan ke faskes sebanyak 24%. Meskipun peningkatan jumlah kunjungan ke faskes dipengaruhi oleh berbagai faktor, tetapi penyediaan pembiayaan lewat KBS tentunya merupakan salah satu faktor utama yang cukup berperan penting sehingga perlu untuk dilakukan kajian awal untuk mengidentifikasi pembelajaran (lesson learned) yang dapat digunakan untuk perbaikan program KBS ke depannya. Kajian awal KBS difokuskan pada pencapaian kerangka logis pembiayaan kesehatan sesuai dengan kerangka kerja WHO yang terdiri dari 6 komponen yaitu: distribusi kepesertaan KBS, aspek transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan KBS, pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dibiayai KBS, kualitas pelayanan KBS dan pelayanan kesehatan di Kabupaten Badung, proteksi finansial yang dirasakan masyarakat Badung atas keberadaan KBS dan kemungkinan untuk memotret status kesehatan masyarakat Badung akibat keberadaan program KBS.

Kajian Evaluasi KBS dirancang sebagai studi kuantitatif dan kualitatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan kelompok beneficiary seperti pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan Badung, fasilitas pelayanan kesehatan, dan masyarakat Badung sebagai populasi target. Data yang dikumpulkan meliputi dokumen kebijakan KBS, dokumen laporan hasil pelayanan, data sekunder kesehatan dan data primer hasil wawancara berupa data kualitatif sesuai kerangka logis evaluasi KBS. Tahapan evaluasi KBS dimulai dari desk study, pengembangan instrumen, persiapan pengumpulan data, pengumpulan data, dan analisis.

(2)

Desk Study

Tahap ini adalah tahap awal kajian evaluasi KBS, dimana pada tahap ini dilakukan analisis terhadap dokumen pelaksanaan KBS yang dikelompokkan menjadi : 1) Dokumen peraturan terkait KBS dan 2) Dokumen petunjuk teknis pelaksanaan KBS. Tahap ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis kebijakan KBS apakah sudah sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia terkait dengan program Jaminan Kesehatan.

Pengembangan Instrumen

Dari hasil telaah dokumen, selanjutnya dilakukan pengembangan instrument yang didasarkan pada kerangka kerja logis dari evaluasi KBS dengan memperhatikan ketersediaan data di tempat pengumpulan data. Secara umum terdapat dua jenis instrumen yaitu instrumen untuk mengumpulkan data sekunder dan instrumen FGD untuk mengumpulkan data primer. Data primer diperoleh melalui FGD dengan PIC KBS (Dinkes) dan pemberi pelayanan kesehatan (perwakilan puskesmas dan RS) serta Wawancara mendalam dengan masyarakat pengguna layanan. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan mengembangkan beberapa form yaitu : Form distribusi FKTP dan FKRTL, Form distribusi kepesertaan UHC KBS-JKN, Form distribusi pemanfaatan FKTP, Form distribusi pemanfaatan FKRTL, Form penyakit terbanyak FKTP, Form penyakit terbanyak FKRTL, Form klaim manfaat tambahan, Form kepuasan pelayanan, dan Form daftar peraturan terkait KBS.

Pengumpulan Data

Pada tahap ini, pengumpulan data sekunder dilakukan oleh enumerator yang sudah terlatih. Untuk menjaga kualitas data yang diperoleh dari enumerator divalidasi kembali (sample check) oleh tim peneliti. Sedangkan Diskusi kelompok terarah (FGD) dilakukan oleh dua orang tim peneliti dan dua orang enumerator di Dinas Kesehatan Kabupaten Badung , dan di dua desa yakni Kapal dan Blahkiuh. Yang menjadi peserta FGD dari kelompok pengelola KBS dan pemberi layanan adalah: Kabid Sumber Daya Kesehatan (SDK) Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, verifikator kepesertaan KBS Dinkes Badung, Kepala Puskesmas Petang I, Case Mix Manager RS Siloam, Kepala Puskesmas Abiansemal IV, perwakilan Puskesmas Mengwi II, Kuta Utara, Abiasemal II dan Abiansemal I. Yang tidak datang dalam FGD ini adalah Puskesmas Petang, Puskesmas Petang 2, Klinik Bakti Rahayu, dan perwakilan RSUD Mangusada. Sementara itu yang menjadi peserta FGD di desa adalah 21 orang (terbagi menjadi dua FGD) warga Badung dimana pelaksanaannya difasilitasi oleh kelian banjar desa terkait.

Transparansi dan Akuntabilitas Program KBS

Salah satu pertanyaan mendasar terkait transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan program KBS adalah: apakah telah sinkron dengan Jaminan Kesehatan Nasional sebagai salah satu bentuk kebijakan pemerintah pusat? Pengaturan Program Krama Badung Sehat secara normatif telah sinkron dengan pengaturan Jaminan Kesehatan Nasional yang telah berjalan dan peraturan perundangan yang ada. Namun, Peraturan Bupati Badung Nomor 6 Tahun 2018 tentang Program KBS, dalam penyelenggaraannya dalam perubahan yang akan datang, perlu untuk ditambahkan penormaan terkait : Secara eksplisit terumuskan penormaan dasar asas-asas penyelenggaraan Program KBS dimaksud, dan dinormakan pula terkait prinsip-prinsip penyelenggaraan Program KBS tersebut dan perlu pengaturan Monitoring

(3)

dan Evaluasi secara jelas dan rinci agar dapat mendorong pengelola untuk melakukan perbaikan (improvement) terkait kekurangan yang ditemukan.

Sementara dari sisi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas terkait kualitas informasi yang diberikan atau tersedia di tingkat akar rumput mengenai manfaat dan prosedur penggunaan KBS belum cukup sehingga berimplikasi pada belum baiknya pemahaman masyarakat badung terhadap program KBS serta hak dan kewajiban penerima manfaat. Isu lain sehubungan dengan transparansi dan akuntabilitas adalah terkait perekaman kartu KBS dan pemanfaatannya. Banyak masyarakat yang mengaku tidak tahu proses pendistribusian kartu, siapa yang mendistribusikan atau dimana kartu tersebut diambil ketika sudah jadi. Sementara dari sisi pengelola KBS terungkap bahwa isu transparansi dan akuntabilitas sangat rentan terjadi karena kurangnya tenaga pengelola dan pendidikan yang tidak sesuai dengan kewenangan mengelola sebuah jaminan kesehatan sehingga berpotensi menumpuknya beban kerja dan potensi terjadinya kecurangan (fraud) baik dari sisi provider, consumer, dan internal fraud karena kapasitas pengelola yang kurang memadai.

Distribusi Sumber Daya KBS

Pelaksanaan program KBS utamanya ditujukan untuk mencapai UHC di Kabupaten Badung dengan membiayai iur kepesertaan mereka yang belum menjadi peserta JKN dan memberikan pembiayaan pelayanan kesehatan pada mereka yang memerlukan pelayanan tetapi belum bisa mengakses JKN. Ketika program KBS diluncurkan di awal tahun 2017 terjadi peningkatan kepesertaan JKN. Peningkatan yang terjadi hampir dua kali lipat, yang artinya sangat tajam. Dalam pelaksanaannya, meskipun kepemilikan kartu tidak merupakan syarat mutlak dari penerimaan manfaat KBS terutama untuk pemanfaatan pelayanan kesehatan bagi yang belum memiliki kepesertaan JKN atau JKN-nya dalam kondisi tidak aktif atau bagi mereka yang baru menikah dan anak yang baru dilahirkan, kepemilikan kartu merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui cakupan (coverage) dari kepesertaan KBS.

Dari sisi pendistribusian, beberapa masalah yang berhasil diidentifikasi adalah pencatakan kartu pada mereka yang sudah meninggal atau pindah hingga mereka yang belum merekam data tetapi kartunya telah tercetak. Untuk hal tersebut, Dinkes telah berkoordinasi dengan pihak desa, dimana pihak desa wajib melaporkan orang-orang yang telah meninggal dan yang pindah domisili, dimana orang-orang-orang-orang yang dimaksud tersebut berkewajiban untuk mengembalikan kartu KBS nya. Hanya saja hingga saat ini belum ada yang melakukan hal tersebut (mengembalikan kartu KBS). Perlu perencanaan strategis untuk mengembangkan fungsi kartu KBS yang lebih bermanfaat mendukung pemberian pelayanan jika keberadaan kartu ini masih ingin dipertahankan. Misalnya apakah kartu KBS dapat dikembangkan sebagai identitas kondisi atau status kesehatan (rekam medik elektronik) dimana masyarakat Badung dapat mengetahui secara detail record atau catatan kesehatannya dan dapat dikuasakan kepada faskes di berbagai tingkat layanan untuk diakses oleh pemberi pelayanan kesehatan. Ini akan menjamin kesinambungan informasi antara pemberi pelayanan di berbagai tingkat. Di negara maju kartu ini dikenal sebagai personal

elctronic health record.

Jika dilihat dari data ketersediaan FKTP telah terjadi peningkatan yang signifikan pada ketersedian fasilitas kesehatan dimana rasio dokter umum dengan peserta UHC

(4)

KIS-KBS mencapai 1:2.420 orang, ini sudah memenuhi standar ideal dimana 1 tenaga dokter melayani 2500 penduduk. Sementara itu perbandingan ideal FKRTL atau RS adalah 1 tempat tidur untuk 1000 penduduk. Untuk Kabupaten Badung perbandingan tempat tidur di RS yang bekerjasama dengan KBS di wilayah Kabupaten Badung adalah 1:1764. Jumlah ini tentu saja masih belum memenuhi rasio yang ideal, akibatnya indikator kinerja RS terkait kepadatan penggunaan RS meningkat tajam.

Utilisasi Layanan

Salah satu kelebihan program KBS dibandingkan dengan JKN adalah upaya Pemkab Badung untuk melindungi masyarakat-nya dari pengeluaran katastropik bidang kesehatan dengan memberikan jaminan pembiayaan bagi mereka yang secara administratif belum memiliki nomor register KIS yang aktif (termasuk bayi baru lahir dan penduduk ber-NIK Badung baru masuk), kemudian pembiayaan pelayanan yang memang tidak ditanggung JKN dan akibat dari parawatan yang tidak ditanggung lembaga manapun misalnya biaya pengurusan jenazah. Berdasarkan Juknis Pelaksanaan KBS yang ditetapkan oleh Pemkab Badung, seluruh manfaat tambahan yang diberikan program KBS harus dilakukan di tingkat perawatan kelas 3.

Berdasarkan daftar manfaat tambahan yang dijamin oleh KBS dan data yang tersedia di Dinkes Badung dari rekapitulasi tagihan faskes diketahui bahwa biaya yang harus dikeluarkan oleh Pemkab untuk membayar manfaat tambahan di RS adalah sebesar 24 milliar lebih dan di FKTP Puskesmas sebesar 400 juta lebih. Dengan demikian tagihan dominan manfaat tambahan berasal dari pelayanan rawat jalan dan rawat inap tingkat lanjut. Rata-rata tagihan per bulan untuk RS mencapai 1.9 millar rupiah sementara untuk Puskesmas mencapai 35 juta per bulannya. Tren tagihan setiap bulannya bervariasi dengan pola yang tidak jelas, dibutuhkan data yang lebih panjang di tahun-tahun penyelenggaraan KBS berikutnya untuk melihat apakah ada pola tagihan sesuai dengan bulan berjalan. Dari hasil evaluasi juga terungkap bahwa pembiayaan manfaat tambahan lainnya seperti imunisasi, pengurusan surat keterangan sehat dan juga pemanfaatan ambulans desa menjadi beban biaya yang signifikan berpengaruh dalam pembiayaan KBS. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan monitoring dan evaluasi serta pemeriksaan validitas klaim secara lebih baik disamping mekanisme teknis yang lebih jelas dan transparan.

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Fenomena mencairnya gunung es masyarakat yang sebelumnya tidak mampu memanfaatkan pelayanan karena masalah pembiayaan atau yang belum mengakses karena menundanya demi kepentingan yang lebih prioritas terjadi di tahun pertama KBS. Sehingga terjadi peningkatan bermakna kunjungan ke FKTP karena terbukanya akses pelayanan hingga ke klinik dan praktek swasta mencapai 12 ribu kunjungan dalam tahun 2017. Terjadi perubahan pola kunjungan akibat pelibatan klinik dan praktek swasta dimana terjadi penurunan pada puskesmas yang berada di daerah padat FKTP, dan peningkatan di daerah yang belum banyak terdapat FKTP, diperlukan distribusi yang lebih baik. Peningkatan pemanfaatan faskes terutama RS menyebabkan kebutuhan tempat tidur menjadi lebih sulit dipenuhi meskipun masih bisa dilayani. Indikator kinerja pemanfaatan ruang rawat inap RS Mangusada sangat tinggi dari sisi tingkat isian tempat tidur (BOR), tingkat pergantian hari pasien (TOI)

(5)

dan tingkat pergantian tempat tidur dalam sebulan (BTO). Kondisi ini adalah ancaman bagi kualitas pelayanan dan keselamatan pasien. Perluasan layanan RS yang bekerjasama dengan KBS terutama untuk wilayah padat penduduk seperti di Badung Selatan, misalnya dengan RSPTN Unud perlu dikaji lebih lanjut.

Kualitas Pelayanan

Hasil evaluasi dampak UHC KBS-JKN terhadap kepuasan peserta pada pelayanan di FKTP menunjukkan tren peningkatan yang signifikan terutama setelah satu tahun berjalan. Kajian ini menemukan bahwa kepuasan FKTP terhadap BPJS Kesehatan semakin meningkat setelah implementasi program KBS. Hasil evaluasi Indeks Kepuasan Masyarakat pada Instalasi Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Badung Mangusada setelah implementasi UHC KBS-JKN mempunyai kategori BAIK, yaitu dengan nilai IKM adalah 3,23 atau konversi IKM sebesar 80,81. Sedangkan Hasil evaluasi kepuasan puskesmas terhadap pengelolaan KBS dan tim pengelola KBS masih rendah terutama pada aspek pengelolaan klaim tarif manfaat tambahan, masukan dan saran faskes serta kondisi monitoring dan evaluasi oleh tim pengelola KBS.

Proteksi Finansial

Program KBS memberikan perlindungan finansial atas beban biaya pengobatan terutama di fasilitas kesehatan tingkat lanjut RS termasuk biaya pengiriman pasien saat kegawatdaruratan ke layanan, perlindungan pengeluaran yang bersifat katastropik akibat biaya perawatan dan tindakan medis berbiaya tinggi, serta perlindungan finansial pada keluarga yang memiliki pasien dirawat dengan menjamin biaya yang hilang atau dikeluarkan untuk ikut merawat pasien di RS. Program KBS telah berupaya mencegah dampak finansial yang lebih besar pada keluarga yang ditinggalkan pasien meninggal dengan mengganti biaya perawatan dan pengantaran jenazah. Namun, diperlukan kajian lebih mendalam untuk melihat misalnya apakah uang pengganti penunggu rawat inap memang lebih banyak digunakan oleh kelompok terancam risiko finansial atau justru oleh mereka yang termasuk ekonomi cukup dengan risiko ancaman minimal.

Derajat Kesehatan Masyarakat

Program KBS baru berjalan selama 1 tahun sehingga pengukuran derajat kesehatan dengan indikator kematian ibu dan balita serta umur harapan hidup tidak dapat digunakan untuk kepentingan evaluasi. Secara teoritis perbaikan derajat kesehatan akan tercapai dengan perbaikan komponen sistem pelayanan kesehatan, salah satunya pembiayaan kesehatan. Pemkab Badung sudah ada di jalur yang benar dengan membiayai program KBS. Hingga saat dilaksanakannya program KBS, pola penyakit yang terjadi masih belum banyak berubah masih didominasi oleh penyakit infeksi maupun non infeksi yang terjadi akibat kondisi lingkungan dan perilaku tidak sehat. Perhatian harus lebih diarahkan kepada peningkatan kejadian penyakit tidak menular dan bersifat kronis yang memberikan dampak pembiayaan yang besar pada pembayaran manfaat tambahan KBS dan juga pembiayaan bagi pengelola KBS-KIS yaitu BPJS Kesehatan. Program KBS justru di sisi lain membuka tabir kondisi kesehatan yang neglected atau diabaikan dan kemudian akibat jaminan pembiayaan dibawa ke fasilitas kesehatan, misalnya penyakit mata. Penyelidikan lebih mendalam dapat dilakukan pada meningkatnya persalinan dengan sectio-secarea, terutama

(6)

kemungkinan supply pembiayaan yang merangsang tumbuhnya demand baik dari sisi pemberi maupun penerima manfaat

Rekomendasi

Berdasarkan kondisi yang berhasil direkam dari hasil evaluasi pelaksanaan KBS di tahun 2017 maka terdapat strategi yang dapat dianalisis lebih lanjut untuk menjamin kesinambungan program ke depannya:

1. Regulasi KBS yang masih belum cukup memuat penormaan terhadap azas penyelenggaraan dan pedoman monitoring dan evaluasi.

REKOMENDASI: memperkuat regulasi melalui perda atau revisi perbub dengan sebelumnya melakukan kajian secara komprehensif.

2. Petunjuk teknis manfaat tambahan belum sepenuhnya mendukung interpretasi pembiayaan atas tindakan medis secara sama baik pada pengelola maupun pemberi layanan.

REKOMENDASI: mengkaji kembali petunjuk teknis terutama untuk manfaat pembiayaan imunisasi wajib, SKS, ambulans desa dan pola tarif yang berbeda di pemberi layanan. Penerapan INA-CBGs untuk manfaat tambahan perlu dipertimbangkan.

3. Pengelolaan KBS belum menganut prinsip tripartite untuk menjamin bebas dari konflik kepentingan dan mekanisme pengawasan yang baik.

REKOMENDASI: menerapkan konsep tripartite dalam pengelolaan KBS dengan pembentukan badan pengelola di luar Dinkes. Jika sulit pembentukan UPT di bawah Dinkes terpisah dari semua bidang yang ada di Dinkes dapat dipertimbangkan.

4. Kartu KBS belum memiliki nilai tambah (added value) yang memadai untuk dipertahankan keberadaannya.

REKOMENDASI: mengkaji added value yang sesuai bagi kartu KBS, tidak hanya terkait fungsi identitas kepesertaan yang sudah dicover KIS tetapi pada integrasinya dengan pengelolaan kesehatan di level program, layanan dan individu melalui pengembangan electronic personal health record (E-PHR). 5. Program KBS belum memberikan manfaat optimal untuk promosi kesehatan

dan pencegahan penyakit padahal beban pembiayaan untuk penanganan kesakitan cukup tinggi

REKOMENDASI: mengembangkan indikator sehat bagi faskes yang berpartisipasi dalam KBS, mengembangkan model pembiayaan promotif dan preventif untuk insentif faskes memperkuat pelayanan promosi dan pencegahan yang masih minimal (model BOK di Puskesmas).

Di luar strategi untuk pengembangan program KBS di atas, tim evaluator juga merumuskan rekomendasi yang dapat membantu peningkatan kualitas dan kinerja sistem pelayanan kesehatan di Kabupaten Badung yaitu:

1. Mengkaji kerjasama dengan RS lain untuk pelayanan KBS-JKN; diantaranya dengan RS Universitas Udayana atau mengkaji pengembangan RS oleh Pemkab Badung sendiri.

2. Untuk mendukung E-PHR di kartu KBS maka infrastruktur lainnya di tingkat Puskesmas dan RS juga harus disiapkan misalnya penyiapan sistem informasi terpadu berbasis intranet dan internet termasuk rekam medis elektronik.

Referensi

Dokumen terkait

tekniknya. 332) mengemukakan bahwa nilai dari teknik triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui: (1) seberapa besar pemahaman konsep fisika siswa yang diajar dengan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran resitasi lebih tinggi dari hasil

Dengan pertimbangan tersebut, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah pada pasal 14 dibentuk Dinas-Dinas sebagai

Pelayanan kesehatan di Puskesmas Wonorejo sudah memberikan kepuasan terhadap pasien karena beberapa elemen-elemen pendukung kenyamanan pelayanan seperti fasilitas dan

Berdasarkan asumsi bahwa kernel penundaan terdistribusi adalah besar dan rata-rata penundaanya kecil, pertama diinvestigasi eksistensi solusi gelombang soliter

Pada proses evaporasi, jus buah naga merah dimasukan ke dalam evaporator yang telah dialiri uap panas dari.

Hasil uji lanjut kontras interaksi faktor tunggal terhadap peubah persentase tanaman mati menunjukkan bahwa metode yang dapat membedakan genotipe toleran dan peka