• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kapang Entomopatogen Lagenidium giganteum sebagai Agen Pengendali Hayatri Larva Nyamuk Aedes aegypyi Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kapang Entomopatogen Lagenidium giganteum sebagai Agen Pengendali Hayatri Larva Nyamuk Aedes aegypyi Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Di Indonesia penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang ditakutkan oleh masyarakat. Penyakit ini sudah ada sejak tahun 1968. Penyakit ini disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini menyebar ke seluruh negeri dan tidak mengenal status pola hidup baik di pedesaan maupun di perkotaan. Hingga sekarang DBD merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang makin lama makin bertambah penderitanya dan terus meningkat serta meluas daerah penyebarannya serta menimbulkan kejadian Luar Biasa (KLB). Angka kesakitan pada tahun 1990 adalah 12.7 per 100.000 penduduk, pada tahun 1994 angka kejadian menurun menjadi 9.72 per 100.000 dan pada tahun 1995, 1996 kejadiannya meningkat kembali menjadi 18.5 dan 23.22 per 100.000 penduduk. Peningkatan kejadian ini kemungkinan besar karena semakin luasnya wilayah terjangkit. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang luar biasa kasus demam berdarah (Muchlastriningsih dkk, 2001).

(2)

pindah ke kota untuk mencari makan, perumahan dan pekerjaan. Tidak hanya urbanisasi, orang-orang juga mulai sering melakukan migrasi sehingga transmisi dengue semakin meluas . Epidemi pertama DBD di Asia Tenggara terjadi di Manila, Filipina pada tahun 1954, diikuti oleh epidemi kedua pada tahun 1956. Epidemi ketiga terjadi di Bangkok pada tahun 1958 dan aktifitas epidemi terja di setiap 3 sampai 5 tahun. Tahun 1995 DBD telah menjadi penyebab utama kematian pada anak-anak di berbagai Negara Asia (Gubler 1997).

Di Indonesia pertama kali DBD masuk di Surabaya pada tahun 1968, jumlah penderita 58 orang dengan angka kematian 40% . Setelah itu jumlah kasus meningkat dan pada tahun 1999 untuk wilayah DKI menunjukkan dari 3751 kasus DBD meninggal 42 orang (1.12%), Jawa Barat dari 1835 orang penderita 47 orang (2.56%) meninggal. Secara nasional dari 18.939 orang penderita ditemukan 356 orang (1.88%) meninggal. Pada tahun 1998 angka penderita mencapai 15.425 dengan 134 orang mengalami kematian dan pada tahun 2004 kejadian terulang kembali dengan jumlah penderita 59.321 dengan jumlah kematian 669 (1,13%) antara bulan januari sampai Mei. Menurut Tampubolon (1992), jumlah penderita DBD meningkat pada bulan-bulan musim hujan dan akan menurun pada musim kemarau. Penyebaran nyamuk vektor di daerah perkotaan adalah berhubungan dengan lingkungan hidup dan kondisi perumahan, dengan distribusi paling tinggi di perumahan kumuh dan Ae. albopictus banyak ditemukan di daerah terbuka yang ada tumbuh-tumbuhan (Chan et al. 1972).

(3)

spesies seperti Ae. aegypti dapat bertahan dalam waktu lama tanpa air tetapi harus dalam keadaan yang lembab. Dalam tindakan pengendalian vektor penyakit ini sudah banyak dilakukan dan cara yang dianggap terbaik adalah dengan cara memutus rantai penularan yaitu dengan penggunaan insektisida yang berbahan kimia. Cara ini merupakan salah satu cara yang target sebenarnya adalah membunuh nyamuk dewasa dan siklus kehidupan masih terjadi karena baik telur ataupun larva masih mampu bertahan.

(4)

pengaruh terhadap residu dan faktor resikonya terhadap makhluk hidup maka dic oba dikembangkan bahan pengendali yang bersifat biologis.

Pengendalian hayati merupakan suatu teknik pengendalian populasi hama pengganggu tumbuhan, hewan ataupun vektor penyakit dengan memanfaatkan musuh alami yang ada di alam baik berupa parasit, predator ataupun organisme patogen. Teknik pengendalian ini hanya berfungsi untuk menekan perkembangan hama, mempunyai toksisitas yang sangat rendah terhadap manusia dan bersifat spesifik. Penggunaan teknik pengendalian hayati sudah lama dikenal sebelum manusia menggunakan teknik pengendalian dengan menggunakan pestisida berbahan kimia dan pada tiga dasawarsa terakhir ini sudah banyak ditinggalkan akibat semakin maraknya macam pestisida yang beredar. Dengan menggunakan musuh alami ini diharapkan tidak hanya menghilangkan salah satu mata rantai tetapi akan mampu menekan perkembangan dari siklus kehidupannya.

(5)

Studi pemanfaatan kapang entomopatogen sebagai salah satu agen pengendali hayati pada beberapa jenis vektor penyakit sudah banyak dilakukan. Kapang Lagenidium giganteum (L. giganteum) merupakan salah satu parasit fakultatif dari larva nyamuk dan pada tahun-tahun terakhir ini banyak peneliti mencoba untuk menjadikannya sebagai agen pengendali hayati. Ada tiga syarat utama yang dapat digunakan untuk mengembangkan agen hayati ini yaitu pertama mampu menurunkan populasi, kedua tidak berbahaya atau mengganggu manusia dan biota lainnya serta ketiga adalah mampu di produksi dengan mudah dan murah.

Dalam penelitian ini akan dicoba dilakukan isolasi dan identifikasi kapang L. giganteum yang berasal dari larva nyamuk yang ada di persawahan di lingkar Kampus IPB Darmaga Bogor, mencari media alternatif yang murah dan mudah, mempelajari mekanisme infeksinya serta melakukan uji efikasi.

TUJUAN PENELITIAN

1. Menemukan kapang entomopatogen L. giganteum asal persawahan di sekitar Bogor

2. Memisahkan siklus reproduksi dan mempelajari mekanisme infeksi dari kapang L. giganteum

3. Menemukan konsentrasi zoospora dan oospora yang mampu menekan populasi vektor penyebab DBD

(6)

KAPANG ENTOMOPATOGEN

Lagenidium giganteum

SEBAGAI AGEN PENGENDALI HAYATI LARVA NYAMUK

Aedes aegypti VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH

DENGUE.

OLEH

AGUSTIN INDRAWATI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

ABSTRAK

AGUSTIN INDRAWATI. Kapang entomopatogen

Lagenidium giganteum

sebagai agen

pengendali hayati larva nyamuk

Aedes aegypti

vektor penyakit Demam Berdarah

Dengue. Dibimbing oleh MIRNAWATI SUDARWANTO, I WAYAN TEGUH

WIBAWAN, RETNO D SOEJO EDONO dan MP. TAMPUBOLON

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang

ditakuti masyarakat. Angka kejadian penyakit tersebut semakin meningkat. Penyakit

DBD disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui vektor nyamuk

Aedes aegypti

.

Berbagai usaha pengendalian vektor secara kimiawi telah banyak dilakukan namun

diduga bahan aktif yang digunakan banyak menimbulkan efek negatif antara lain

timbulnya resistensi, kematian makhluk hidup non target dan pencemaran lingkungan

Penelitian ini bertujuan mencari alternatif cara pengendalian vektor dengan

memanfaatkan kapang yang bersifat entomopatogen sebagai agen pengendali hayati.

Penelitian dilakukan dengan cara melakukan isolasi dan identifikasi kapang asal

larva nyamuk yang diambil di sekitar persawahan di desa Cikarawang, Bogor. Isolat yang

diperoleh diperbanyak dengan menggunakan media biakan dan dipisahkan siklus

reproduksinya. Dengan menggunakan media khusus diperoleh oospora yang akan

digunakan sebagai bahan baku pengendali hayati.

Hasil pengamatan secara makroskopik dan mikroskopik diketahui salah satu dari

9 isolat yang diperoleh teridentifikasi sebagai

Lagenidium giganteum

. Dengan

menggunakan media pertumbuhan yang mengandung unsur sterol dan asam lemak dapat

di isolasi bentuk aseksual dan seksual dari siklus hidup kapang

L. giganteum

. Stadium

aseksual berupa zoospora yang bersifat infektif, motil dan berflagela, sedangkan oospora

yang merupakan stadium seksual mempunyai ukuran besar, bentuk bulat , berdinding

tebal dan jelas serta bersifat sebaga i spora istirahat. Uji patogenisitas di laboratorium

diketahui nilai LD

50

zoospora terhadap larva instar 2 nyamuk

Ae. Aegypti

adalah 2,35 x

10

6

zoospora/ml sedangkan nilai LD

95

sebesar 1,35 x 10

7

zoospora/ml. Pada uji

patogenisitas oospora diperoleh nilai LD

50

sebesar 6,7 x 10

2

oospora/ml dan LD

95

1,94 x

10

3

oospora/ml. Menggunakan pewarna LPCB dan Tolouidin blue 2,5% dapat diketahui

mekanisme infeksi kapang

L. giganteum

terhadap larva nyamuk

Ae. aegypti

. Terjadinya

infeksi diawali dari proses berkumpulnya zoospora di sekitar tubuh larva nyamuk, proses

penempelan dan penetrasi pada kutikula, percabangan hifa di dalam tubuh larva dan

penyebaran sampai diluar tubuh hingga terjadi kematian. Dalam penelitian ini juga

dihasilkan media biakan alternatif untuk memproduksi oospora yang praktis dan

ekonomis. Media tersebut mengandung kuning telur dan suplemen minyak jagung 1%

yang sangat efektif dalam menginduksi pembentukaan oospora.

Dari penelitian ini disimpulkan kapang entomopatogen

L. giganteum

sangat

prospektif digunakan sebagai agen pengendali hayati vektor penyakit DBD. Bahan baku

agen pengendali hayati berupa oospora dapat diperoleh dengan mudah dan murah karena

kandungan media biakan yang digunakan untuk memproduksi berupa kuning telur dan

minyak jagung 1% (kuning telur plus).

(8)

ABSTRACT

AGUSTIN INDRAWATI. Entomopathogen Fungi

Lagenidium giganteum

as a

Biological Control Agent of

Aedes aegypti

Larvae Vector of Dengue Haemorrhagic

Fever. Under Supervision of MIRNAWATI SUDARWANTO as Chairman, I WAYAN

T. WIBAWAN, RETNO D. SOEJOEDONO, and MP. TAMPUBOLON as members.

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is one fearsome disease in society. The

occurrance number of the disease increase from time to time. Dengue fever was caused

by virus and transmitted through

Aedes aegypti

mosquito vectors. Various chemical

efforts have been conducted to control the disease, but active content of the controlling

substance are suspected causing many negative effect in environment such as resistance,

death of non target living creatures, and contamination of environment.

The objective of research is to find out alternative solution to control the vector by

using fungi with entomopathogen character as a biological controller agents

This research is to isolate and to identify fungi from mosquito larvae which have

been collected from abandon rice field at Cikarawang of Bogor. The results of the

isolation were cultured and by using growth media the reproductive cycle were separated.

By using of particular media the oospore were harvest, and these will be used as a row

material for biological control agents. Macroscopic observation reveals that one of the

nine isolation products was identified as

Lagenidium giganteum

. Using growth media

which contain sterol and fatty acid,

L. giganteum

can be isolated in the form of asexual

and sexual. The asexual forms were infective, motile character with flagella. While the

sexual form has bigger size with round form, thick wall and obviously has character as

resting spore. The effectivity test in the laboratory have shown that the zoospore LD

50

value to

Ae.aegypti

larva of instar 2

nd

stage was 2,35 x 10

6

zoospore/ml, while the LD

95

value was 1,35 x 10

7

zoospore/ml. The oospore effectivity test obtain LD

50

value of 6,7 x

10

2

oospore/ml and LD

95

value of 1,94 x 10

3

oospore/ml. Using LPCB dye and blue

tolouidin 2,5%, the infection mechanism of

L. giganteum

fungi to

Ae. Aegypti

mosquito

larvae were detected. Infection begins from zoospore’s clusters around mosquoto larvae

body, adherence and cuticle penetration, hypha branching inside larva body which spread

to outside of body until death. This research also obtained alternative growth media to

product practical and economical oospore. The media contained egg yolk and 1% corn oil

supplement which were very effective in inducing oospore creation.

The research was concluded that the entomopathogen fungi

L. giganteum

was

very prospective to be used as a biological agent to control vector of Dengue

Haemorrhagic Fever disease. The raw material of the biological control agent is oospore

which was easily acquired and cheap, because the growth media used are egg yolk and

1% corn oil ( yolk plus)

(9)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul

Kapang

Entomopatogen Lagenidium giganteum sebagai agen pengendali hayati larva

nyamuk Aedes aegypti vektor penyakit Demam Berdarah Dengue” adalah benar

merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua

sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat

diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2006

Agustin Indrawati

(10)

KAPANG ENTOMOPATOGEN

Lagenidium giganteum

SEBAGAI AGEN PENGENDALI HAYATI LARVA NYAMUK

Aedes aegypti VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH

DENGUE

OLEH :

AGUSTIN INDRAWATI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program studi Sain Veteriner subprogram Kesehatan Masyarakat Veteriner

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

Lembar Pengesahan

Judul : Kapang Entomopatogen Lagenidium giganteum Sebagai

Agen Pengendali Hayati Larva Nyamuk Aedes Aegypti

Vektor Penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue .

Nama Mahasiswa : Agustin Indrawati

NRP : P 18600005

Program Studi : SVT sub KMV

Mengetahui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto Ketua

Dr. drh. I Wayan T. Wibawan, MS Anggota

Dr.drh. Retno D. Soejoedono, MS Anggota

Prof.Dr. drh. MP. Tampubolon, MSc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Sains Veteriner

Dr.drh. Bambang Pontjo P., MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr.Ir.Sjafrida Manuwoto, MSc.

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di sebuah desa yang sejuk di bawah gunung

Merapi yang bernama Cepit, Kelurahan Harjobinangun, Kecamatan

Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta , pada tengah

bulan tanggal 15 Agustus 1965 dan merupakan anak kedelapan dari

sembilan bersaudara dari bapak Wiroatmodjo dan ibu Suharminah.

Pendidikan SD dilalui di dua tempat yaitu SD IKIP pakem dan SD Bopkri

Terban Taman dan lulus pada tahun 1977. lulus dari SMPN I Yogyakarta

pada tahun 1980 dan SMA ditamatkan pada tahun 1983 di SMA Stella

Duce Yogyakarta. Pendidikan S1 di Fakultas Kedokteran Hewan,

Universitas Ga djah Mada Yogyakarta dan tamat tahun 1988, profesi

Dokter Hewan lulus pada tahun 1990. Pada tahun 1995 penulis

mendapatkan kesempatan menerima beasiswa TMPD untuk program S2 di

Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Program Studi Ilmu Biomedis

kekhususan Mikrobiologi dan tamat pada tahun 1998. Selanjutnya pada

tahun 2001 penulis mendapatkan beasiswa BPPS untuk melanjutkan

program Doktor pada Program Studi Sain Veteriner subprogram KMV.

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 1991 penulis menikah dengan teman sejawat yang

berasal dari kaki gunung Tidar, Drh. H. Dwi Restu Seta MM dan

dikaruniai 2 orang anak bernama Aninditya Sukma Indraseta dan

Firmansyah Nur Indraseta.

Sejak tahun 1991 penulis bekerja sebagai staf pengajar di bagian

Mikrobiologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Masyarakat Veteriner (IPHK), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

(13)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke Sang Pencipta Alam Semesta, karena

izinNya penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul Kapang

Entomopatogen Lagenidium giganteum Sebagai pengendali hayati larva nyamuk

Aedes aegypti Vektor Penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue. Disertasi ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh program Doktor di

Program Studi Sain Veteriner, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih

kepada :

1. Prof. Dr.drh.Hj Mirnawati Sudarwanto selaku ketua komisi Pembimbing

yang telah menyediakan waktu untuk membimbing dan memberi nasehat

selama penelitian dan penulisan disertasi.

2. Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS, Dr. drh Retno D Soejoedono, MS

selaku anggota komisi pembimbing yang selalu memberi nasehat selama

penelitian dan penulisan disertasi

3. Prof.Dr.drh. MP. Tampubolon, MSc selaku anggota komisi Pembimbing

yang telah memberi kesempatan penulis untuk ikut sebagai anggota

peneliti proyek Hibah Bersaing selama 4 tahun dan banyak sekali

memberikan bimbingan, nasehat dan masukan selama penelitian dan

penulisan disertasi sampai selesai.

4. Prof. Rubiyanto Misman yang banyak memberikan masukan dan

mendorong dengan penuh semangat selama penelitian dan mau

mendengarkan keluhan-keluhan penulis setiap menemui kesulitan dan

memberikan jalan keluar

5. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa

BPPS dan Hibah Bersaing selama 4 tahun berturut turut sehingga proses

pendidikan, penelitian dan penulisan disertasi dapat terselesaikan.

6. Teman sejawat drh. Titiek Sunartatie MS, Ir. Etih S.MSi dan Dr.drh. Adi

(14)

7. Keluarga besar R. Wiroatmojo dan Keluarga besar Amien HS yang selalu

memberikan dorongan semangat

8. Suamiku tercinta dan tersayang Dwi Restu Seta yang dengan rela hati,

sabar dan penuh kasih mendorong, memberi semangat selama proses

pendidikan sampai terselesaikannya penulisan disertasi ini

9. Anakku yang cantik dan ganteng Aninditya Sukma Indraseta dan

Firmansyah Nur Indraseta yang selalu memberi semangat dan dorongan

sehingga mampu memberi kekuatan selama pelaksanaan pendidikan,

penelitian dan penulisan

10. Bapak dan Ibu Wiroatmojo yang telah mendidik dari kecil hingga akhir

hayatnya dengan penuh cita - cita dan cinta serta semangat yang tinggi.

11. Semua teman – teman dari laboratorium Mikologi pak Ismet dan ibu Esih ,

pak Agus Haryanto dan pihak- pihak yang tidak bisa disebutkan penulis

ucapkan banyak ter ima kasih, semoga Allah SWT memberikan Rahmat,

Hidayah dan balasan atas kebaikan semua pihak.

Bogor, Februari 2006

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ...xiii

LAMPIRAN ...xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian... 5

Manfaat Penelitian... 6

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Demam Berdarah Dengue ... 6

Vektor Penyebab Penyakit ... 8

Pengendalian Vektor ... 10

Kapang Entomopatogen ... 12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ... 18

Bahan dan Alat ... 18

Percobaan I. Isolasi dan Identifikasi Kapang Entomopatogen Lagenidium giganteum dari Larva Nya muk Asal Daerah sekitar Desa Cikarawang, Bogor sebagai Kandidat Agen Pengendali Hayati Metode Penelitian ... 19

1. Pengambilan Sampel ... 19

2. Isolasi Kapang ... 19

3. Pemurnian Kapang ... 20

4. Identifikasi Kapang ... 20

5. Pemeliharaan Isolat ... 21

Hasil dan Pembahasan ... 21

(16)

Percobaan 2. Efek Media Biakan Terhadap Prose Zoosporogenesis dan

Oosporogenesis dari Lagenidium giganteum

Metode Penelitian ... 27

1. Pemeliharaan Isolat ... 27

2. Isolasi dan Produksi Zoospora ... 27

3. Isolasi dan Produksi Oospora ... 28

4. Penghitungan dan Pengamatan Zoospora dan Oospora ....29

Hasil dan Pembahasan ... 29

Kesimpulan ... 35

Percobaan 3 . Uji Patogenisitas Kapang Lagenidium giganteum terhadap Larva Instar 2 Nyamuk Aedes aegypti Skala Laboratorium Metode Penelitian 1. Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti...36

2. Uji Efektivitas Zoospora ... 36

3. Uji Efektivitas Oospora ... 37

4. Mekanisme Infeksi... 38

Hasil dan Pembahasan ... 39

Kesimpulan ... 47

Percobaan 4. Kuning Telur dan Minyak Jagung sebagai Alternatif Pengganti Media Pertumbuhan L. giganteum serta media Alternatif untuk Produksi Oospora Metode Penelitian ... 48

A. Membandingkan 3 Me dia dalam Memproduksi Koloni Dan Mengukur Berat Kering Koloni 1. Media PYG... 48

2. Media Kuning Telur ... 48

3. Media Kuning Telur Plus ... 48

(17)

Hasil dan Pembahasan ... 50

Kesimpulan ... 58

PEMBAHASAN UMUM ... 59

KESIMPULAN ... 70

SARAN ... 72

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kapang Lagenidium giganteum... 25

2. Mikroskopik Lagenidium giganteum pada media SDA... 25

3. Mikroskopik L. giganteum ( Slide Culture Riddel)... 25

4. Zoospora 40 x... 30

5. Oospora ... 34

Tahapan Mekanisme Infeksi 6. Zoospora Menyebar di Sekeliling Tubuh... 45

7. Zoospora Menempel, mengkista dan Membentuk Germ Tube... 45

8. Hifa Mulai Mengalami Percabangan... 45

9. Percabangan Meluas Kedalam Tubuh Larva ... 45

10. Hifa menyebar di Dalam Tubuh ... 46

11. Hifa Memenuhi Tubuh Bagian Luar ... 46

12. Oospora di dalam tubuh larva yang Hancur ... 46

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah Larva Aedes aegypti yang Mati dan Hidup pada Setiap

Konsentrasi Zoospora ... 39

2. Hasil Percobaan Penghitungan LD5 0 dan LD9 5 Zoospora ... 40

3. Hasil Percobaan Penghitungan LD5 0 dan LD9 5 Oospora Terhadap

Larva Nyamuk Aedes aegypti ... 41

4. Rataan Berat Kering Koloni Kapang L. giganteum pada 3 Media

Dalam Ukuran Gram ... 50

5. Rataan Jumlah Oospora dari 3 Macam Media Biakan Cair ... 53

6. Harga Perkiraan 3 Macam Media Biakan per Liter ... 70

Lampiran

1. Penghitungan statistik untuk membandingkan 3 media dalam

menghasilkan berat kering koloni Lagenidium giganteum

2. Penghitungan statistik untuk membandingkan 3 media dalam

menghasilkan oosporaLagenidium giganteum

3. Jumlah kematian larva Ae. Aegypti pada berbagai konsentrasi oospora

4. Jumlah rata – rata kematian larva Ae. Aegypti pada berbagai konsentrasi

oospora

5. Jumlah kematian larva mulai hari kelima sampai hari kedua belas terhadap

(20)

MANFAAT PENELITIAN

Dari hasil penelitian ini diharapkan ditemukan agen pengendali hayati kapang entomopatogen L. giganteum yang nantinya mampu diproduksi secara besar-besaran sebagai alternatif pilihan pengendalian vektor penyakit DBD .

TINJ AUAN PUSTAKA 1. Penyakit DBD

DBD merupakan masalah kesehatan yang sangat penting di Indonesia sejak ditemukan kasus di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968 dengan 58 kasus penderita yang dirawat dan 24 orang meninggal. Menurut Pusdatin tahun 2004, terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue di Indonesia antara Januari-Februari 2004 dengan penderita 17.707 dan menewaskan 322 orang (Anonim 2004). Pada tahun 1987 merupakan catatan kasus tertinggi yaitu dilaporkan 22.765 penderita dengan angka kematian 4,6% yaitu 1039 meninggal (Sutaryo dkk, 1996).

(21)

di Indonesia ke empat tipe tersebut muncul sebagai penyebab DBD dan khusus tipe 3 menyebabkan penderita mengalami shock berat (Sutaryo dkk, 1996).

Virus Dengue mampu berkembang biak dalam tubuh manusia, monyet, simpanse, kelinci, mencit, marmot, tikus dan juga hamster serta serangga khususnya nyamuk. Primata merupakan hospes alami virus, viremia yang timbul biasanya lebih rendah dan lebih pendek masanya. Pada manusia viremia berkisar 2-12 hari, sementara pada primata 1-2 hari dan titer virus dala m darah manusia dapat mencapai lebih dari seratus kali dibandingkan pada darah binatang primata. Manifestasi infeksi virus Dengue sangat beragam mulai dari tanpa gejala, demam ringan, demam Dengue dan DBD. Dalam kenyataan manifestasi ringan dalam bentuk tanpa gejala dan demam ringan merupakan mayoritas (Sjahrurachman 1993).

(22)

perdarahan, hepatomegali dan adanya renjatan (Sjahrurachman 1993 ; Halstead 1997).

2. Vektor Penyebab Penyakit

Vektor penyakit dengue perta ma kali dilaporkan di Beirut oleh Graham tahun 1903 pada seekor nyamuk dari genus Aedes. Di Australia oleh Bancroft pada tahun 1906 vektor tersebut diidentifikasi sebagai nyamuk Ae. aegypti. Nyamuk Ae. aegypti merupakan salah satu nyamuk dari genus Aedes yang ada di seluruh dunia yang berjumlah 600 spesies dan merupakan s pesies yang dianggap paling berbahaya . Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1916 di Filipina ditemukan oleh tim tentara Amerika, vektor lain untuk virus Dengue yaitu nyamuk Ae. albopictu s. Selain kedua spesies nyamuk tersebut virus Dengue juga ditularkan oleh Ae. polynesiensis dan Ae. scutellaris. Dalam siklus transmisinya Ae. aegypti disebut sebagai urban dengue sedangkan Ae. albopictus dan Ae. niveus merupakan jungle Dengue/forest Dengue (Rodhain dan Rosen 1997).

(23)

rendah maka telur akan menetas dalam waktu empat hari. Penetasan membutuhkan waktu 7 hari dalam suhu 160C dan pada suhu -20C sampai 420C telur Ae. aegypti dapat bertahan sampai berbulan-bulan. Larva nyamuk Ae. aegypti mempunyai empat instar yaitu instar 1, 2, 3 dan instar ke-4 yang berlangsung 9-12 hari. Larva memperoleh makanan dengan cara menyapu makanan menggunakan sikat mulut dan makanan larva berupa mikroorganisme dan bahan-bahan organik (Borror et al. 1992) . Larva menggantung pada permukaan air dan membentuk sudut lebih dari 450 dan sensitif terhadap pergerakan air (Kettle 1984) . Larva mempunyai sifon yang tidak langsing dan hanya memiliki satu pasang rambut (hairtuft) serta pekten yang tumbuh tidak sempurna (Soedarto 1989). Larva terdiri dari kepala, toraks dan abdomen yang bersegmen, serta tidak mempunyai rambut palmate. Waktu yang dibutuhkan larva untuk menjadi pupa adalah 9 sampai 12 hari (Levine 1990). Dalam stadium ini pupa tidak makan dan pupa akan berkembang menjadi nyamuk dewasa ya ng mempunyai masa hidup dua minggu sampai satu bulan. Stadium dewasa mempunyai ciri khas yaitu belang putih hitam keperakan terutama didaerah toraks, kaki dan warna keperakan pada sisi skutelum (Yap dan Chong 1995). Nyamuk dewasa baru menghisap darah setelah satu kali kawin dan biasanya nyamuk Ae. aegypti menggigit mangsanya pada siang dan sore hari khususnya di tempat yang agak gelap .

(24)

hidupnya dan secara eksperimental telah dibuktikan bahwa nyamuk Ae. albopictus dapat menularkan secara transovarial pada nyamuk keturunannya (Manson-Bahr dan Bell (1987) dalam Sutaryo dkk, 1996). Menurut Umiyati dkk (1994) dalam Sutaryo tahun 1996 bahwa Ae. aegypti mendominasi pada daerah suburban, sedangkan untuk daerah pedesaan didominasi ole h nyamuk Ae. albopictus baik di dalam maupun di luar rumah. Selama musim kemarau maupun selama musim hujan. Ae. albopictus hidup dan berkembang biak didaerah semak-semak, di kebun dan di hutan. Telur nyamuk ini sangat tahan terhadap kekeringan selama beberapa bulan. Lubang pohon, semak tanaman, potongan bambu serta tempurung kelapa merupakan habitatnya. Pada musim hujan telur akan cepat menetas dan berkembang biak (Rodhain dan Rosen 1997).

3. Pengendalian Vektor

(25)

pemberantasan vektor dengan menggunakan cara 3 M yaitu menguras atau menabur larvasida , menutup penampungan air dan mengubur barang – barang bekas.

Cara-cara pengendalian di atas hanya akan berpengaruh pada kebanyakan nyamuk dewasa dan banyak mengandung kelemahan serta resiko yang menyangkut implementasi dan aplikasinya, sedangkan larva nyamuk sebagai calon nyamuk dewasa tidak terbasmi. Mengingat besarnya bahaya yang dapat ditimbulkan oleh insektisida kimia, maka para ahli melakukan berbagai penelitian untuk mencari bahan insektisida yang ramah lingkungan dan aman bagi manusia. Sebagai salah satu alternatif insektisida yang dapat digunakan adalah menggunakan agen biologis dengan memanfaatkan mikroba sebagai biokontrol. Insektisida mikrobial digunakan karena toksisitasnya rendah terhadap manusia dan hewan yang bukan merupakan target dan agen mikrobial yang digunakan sekarang ini antara lain berasal dari organisme hidup berupa bakteri, virus, kapang, nematoda dan protozoa. Selain mikroorganismenya sendiri juga toksin yang dihasilkan (Wienzierl et al. 2000).

(26)

Entomophthora dan Coelomomyces yang berasal dari larva nyamuk Anopheles yang dikenal sebagai agen pengendali hayati.

4. Kapang Entomopatogen

Kapang entomopatogen adalah kapang yang hidup pada serangga dan dapat hidup pada organisme yang sudah mati. Kapang ini menurut Alexopoulus dan Mims (1996) sering disebut sebagai kapang patogen serangga yang bersifat saprofit obligat. Sekarang ini telah banyak dikembangkan kapang sebagai agen pengendali hayati baik yang digunakan untuk pengendalian hama penyakit tanaman ataupun untuk pengendalian vektor penyakit diantaranya Gliocladium, Trichoderma, Beauveria, Metarhizium dll (Butt et al. 2001). Kapang L. giganteum mulai dikembangkan sebagai ka ndidat agen pengendali hayati pada tahun delapanpuluhan.

(27)

spesies Anopheles (Kerwin dan Washino 1987). Mempunyai miselium coenocitic, septa membagi hifa menjadi beberapa segmen yang kadang menyempit pada bagian septanya. Segmen kadang terpisah antara satu dengan lainnya dan disebut sub thalus (Dwidjoseputro 1978; Willoughby (1969) dalam Misman 1990). Hifa utamanya bersegmen, menyempit pada septanya, kadang segmen yang satu terpisah dari yang lain dan bercabang. Pada larva nyamuk, Copepoda atau Daphnia, hifa bersegmen terdapat pada tubuh inang dan hifa halus akan muncul dipermukaan sehingga tampak seperti serabut-serabut pendek, tebal hifa 6-40µ dengan panjang segmen 50-300µ. Dinding hifa mengandung selulosa yang memberikan reaksi ungu klorida dari zeng. Protoplasma berwarna putih pucat dan mengkilat dan sub thalus berbentuk persegi panjang atau silindris (Willoughby (1969) dalam Misman 1990).

Klasifikasi kapang L. giganteum menurut Alexopoulus dan Mims (1996) adalah sebagai berikut

Kingdom : Chromista Phylum : Oomycota Klas : Oomycetes Ordo : Lagenidiales Familia : Lagenidiaceae Genus : Lagenidium Spesies : L. giganteum

(28)

larva capung. Apabila spora belum menemukan inang yang cocok, spora akan berenang kembali dan mencari inang yang baru (Kerwin et al. 1994).

L. giganteum tersebar di daerah tropis dan subtropis. Kapang ini tidak menimbulkan iritasi atau gangguan pada manusia, hewan, ikan dan organisme yang bukan sasaran (Kerwin et al. 1988 ; Lor d dan Ande rson 1994). Meskipun L. giganteum bukan parasit obligat dan dapat tumbuh secara vegetatif di luar tubuh inang (seperti tumbuhan yang membusuk atau bangkai serangga), di tempat yang bukan merupakan habitatnya kapang ini dapat tumbuh dengan cepat dan mudah di isolasi dari larva nyamuk. Isolasi kapang ini pernah dilakukan di Amerika Serikat bagian selatan. Umumnya kapang ini ditemukan di air, atau tempat-tempat yang mendukung perkembangan populasi nyamuk. Kapang ini akan menjadi dorman pada suhu dibawah 160C atau pada suhu diatas 320C. Tingkat salinitas akan berpengaruh pada sporulasi.

(29)

(Couch dan Rommey 1973) . Pada kondisi yang menguntungkan oospora akan mengalami germinasi dan tumbuh menjadi kapang saprofit atau memproduksi spora infektif (zoospora) (McCoy et al. 1988).

Perkembangbiakan secara aseksual menggunakan zoospora yang akan menghasilkan sporangia. Infeksi terhadap larva nyamuk dimulai dari zoospora bif lagela yang bersifat motil. Zoospora akan mengenali larva nyamuk dan akan masuk kedalam tubuh dan menyebar ke seluruh tubuh inang dan mati dalam waktu satu sampai empat hari tergantung dari suhu dan jumlah zoospora.

(30)

Menurut Dean dan Domnas (1983) , L. giganteum menghasilkan enzim ekstrasellular protease pada saat ditumbuhkan dalam media yang mengandung pepton, yeast exstrak dan glukosa. Selain itu kapang ini juga menghasilkan enzim lipase yang aktivitas dari kedua enzim tersebut berkaitan erat dalam penembusan kutikula larva disamping faktor tekanan secara mekanik. Selain itu kapang ini juga menghasilkan enzim kolagenolitik yang berfungsi juga pada penembusan ataupun perkembangannya.

Selain faktor fisiologi dan biokimia, dalam perkembangannya, kapang L. giganteum dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan yang meliputi faktor nutrisi, derajat keasaman (pH), suhu, cahaya, salinitas, polusi organik dan mikroba lain (Domnas et al. 1982; Jaronski dan Axtell 1982; Merriem dan Axtell 1982; Lord dan Robert 1985).

(31)

pertumbuhan miselium kapang. Pertumbuhan miselium vegetatif terhenti dan dilanjutkan proses reproduksi (Domnas et al. 1974).

Efektivitas dari kapang L. giganteum pada mula pertama diketahui sangat lemah, tetapi penemuan-penemuan selanjutnya yang diisolasi di Amerika Serikat menunjukan bahwa patogenesitas utama efektif terjadi pada larva nyamuk. Setiap strain nyamuk mempunyai kekhususan inang tersendiri. Satu strain dapat kurang efe ktif terhadap larva Anopheles tetapi efektif terhadap larva Culicidae. Menurut WHO (1985) bahwa L. giganteum dapat menginfeksi larva nyamuk dari genus Culex, Aedes. dan Psorophora, sedangkan menurut Cuda et al. (1997) kapang ini juga menginfeksi Mansonia.

(32)

BAHAN dan METODE PE NELITIAN

Tempat dan waktu percobaan

Isolat kapang L. giganteum dicari pada larva nyamuk Anopheles, Culex dan Aedes. yang ada di desa lingkar Kampus IPB di sekitar Cikarawang, Kabupaten Bogor. Isolasi dan identifikasi serta penentuan dosis efektif dilakukan di Laboratorium Mikologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner , Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Proses pembuatan pewarnaan untuk pengamatan mekanisme infeksi dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Rearing nyamuk dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai tahun 2001 sampai tahun 2005.

Bahan dan Alat

(33)

Percobaan 1.

Isolasi dan Identifikasi Kapang Entomopatogen Lagenedium giganteum dari larva Nyamuk asal Daerah Sekitar Desa Cikarawang Bogor Sebagai

Kandidat Agen Pengendali Hayati

METODE PENELITIAN

1. Pengambilan Sampel Larva Nyamuk

Larva nyamuk diambil dari persawahan yang sudah ditinggalkan didaerah sekitar Cikarawang, Kabupaten Bogor. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan ciduk dan diambil secara acak. Waktu pengambilan dilaksanakan sampai 7 kali. Larva yang sudah diambil dimasukkan dalam tempat yang terbuat dari plastik polietilen yang diisi air. Selanjutnya sampel larva dibawa ke Laboratorium untuk dilakukan isolasi dan identifikasi terhadap kapang.

2. Isolasi Kapang dari Larva Nyamuk

(34)

digunakan untuk pemeriksaan morfologi ini adalah dengan metode secara natif, dan untuk melihat morfologi secara jelas, koloni kapang yang terbentuk dibiakkan kembali dengan metode Slide culture Riddel pada suhu 25oC selama 10 hari. Dalam pengamatan secara mikroskopis menggunakan Lactophenol Cotton Blue sebagai bahan pewarnaan.

3. Pemurnian Isolat Kapang

Isolat kapang yang tumbuh di media SDA, masing-masing dikelompokkan berdasarkan morfologi baik secara makroskopik dan mikroskopik. Selanjutnya masing-masing isolat dimurnikan dengan menginokulasikan kembali pada media agar lempeng SDA yang ditambah antibiotik dan diinkubasi pada suhu kamar selama 3-10 hari.

4. Identifikasi Kapang

(35)

berfungsi untuk menjaga kelembaban. Semua isolat diinkubasikan pada suhu kamar selama satu minggu. Kapang diidentifikasi dengan cara memindahkan gelas penutup dari potongan agar menggunakan pinset dan menempatkannya diatas gelas obyek yang telah ditetesi pewarna lactophenol cotton b lue, kemudian diamati dibawah mikroskop dan diidentifikasi (Fisher dan Cook 1998; Humber 1998; Butt et al. 2001).

5. Pemeliharaan isolat L. giganteum

Pemeliharaan isolat hasil identifikasi dilakukan pada media yang mengandung SDA, sedangkan kapang L. giganteum dilakukan pemeliharaan ke dalam media khusus. Salah satu media yang digunakan untuk pemeliharaan L. giganteum adalah seperti apa yang dilakukan oleh Kerwin dan Wasino (1983) yaitu media agar 2% (w/v) yang mengandung kuning telur segar, Whole milk, glukosa dan peptone dengan per bandingan 70:20:20:10 g/liter. Miselium yang berasal dari biakan murni diambil dengan menggunakan os ë steril dan dipindahkan kedalam media yang berisi kuning telur dan di inkubasi pada suhu 260C selama 1 minggu dalam ruang gelap.

HASIL dan PEMBAHASAN

Isolasi dan identifikasi

(36)

menggunakan aquades steril dan dibilas menggunakan Larutan Hipokhlorit 0,5% yang berfungsi sebagai disinfektan. Setelah dicuci, dilakukan penggerusan, kemudian dilakukan isolasi pada media SDA yang ditambah dengan antibiotik. Setelah diinkubasi selama satu minggu dari beberapa kali percobaan dihasilkan 10 macam koloni kapang yaitu kapang, Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, Penicillium sp., Verticillium sp., Mucor sp., Syncephalastrum sp., Gliocladium sp., Beauveria sp. dan kapang L. giganteum.

Menurut Beneke dan Rogers (1970) kapang Aspergillus, Mucor, Penicillium, Syncephalastrum dan Gliocladium merupakan kapang-kapang saprofit yang umum ditemukan pada material klinis, sebagai kontaminan laboratorium dan pada kondisi te rtentu kapang ini akan menjadi bersifat patogen. Kapang Aspergillus dan Penicillium merupakan kapang kontaminan yang umum ditemukan pada bangkai serangga (Humber 1998). Menurut Butt (2001) bahwa L. giganteum, Verticillium sp., dan kapang Beauveria sp., telah dikenal berpotensi sebagai kapang pengendali hayati. Kapang Aspergillus kelompok A yang berasal dari Daerah Curug, Bogor mempunyai patogenisitas paling tinggi terhadap larva nyamuk Ae. aegypti, yaitu mampu membunuh 90% populasi larva instar II, 85% larva instar III serta 82.50% pada larva instar IV dalam waktu 12 jam pada konsentrasi 201.0/mm3 sedang untuk Penicillium sp mampu membunuh 67.50% larva instar II, 55% pada instar III dan 55% instar IV (Natalia 2000).

(37)

bersepta, konidiofor tidak bercabang, pada bagian ujung konidiofor membesar membentuk vesikel yang bulat seperti buah pear. Permukaan dari vesikel dipenuhi oleh fialid yang berbentuk seperti botol. Konidia sedikit ramping dan kasar memenuhi ujung dari fialid (Campbell et al. 1996).

Aspergillus niger secara makroskopik berwarna hitam, topografi flat dan kadang ditemukan bentukkan topografi yang melipat dengan tekstur bergranula. Pada permukaan bagian belakang berwarna krem. Secara mikroskopis mempunyai hifa bersepta dengan konidiofor berdinding tebal, halus dan tidak berwarna. Vesikel berbentuk bulat dan di bagian permukaan dipenuhi oleh fialid dan metulae. Konidia berbentuk bulat, kasar dan me nempel diatas metulae (Larone 1976; Campbell et al. 1996; Fischer dan Cook 1998).

Penicillium sp. secara makroskopik berwarna hijau kebiruan dengan bagian tepi berwarna putih, koloni seperti beludru dan topografi flat sampai keriput dengan tekstur granuler dan sifat pertumbuhannya cepat. Secara mikroskopis hifa bersepta, konidiofor bercabang dan mempunyai metulae. Pada metulae terdapat fialid yang berbentuk botol dengan ditempeli konidia yang bulat dan tersusun berantai dan susunanya sangat karakteristik (Campbell et al. 1996; Fischer dan Cook 1998).

(38)

kolumela yang besar dan spora berwarna hijau keabuan. Menurut Fisher dan Cook (1998) bahwa kapang ini merupakan kapang kontaminan dan bersifat oportunis patogen.

Menurut Vuillemin (1912) kapang Beauveria bassiana memiliki laju pertumbuhan sedang dengan diameter koloni mencapai 1 sampai 3 cm. Topografi dari kapang ini seperti flat dan tekstur seperti kapas dan bergranula. Secara mikroskopik sel konidiogen memanjang, hifa bersepta dengan konidiofor halus dan tidak berwarna. Konidia berbentuk globosa, ovoid subglobosa. Didalam pengendalian hayati kapang ini sudah menjadi produk komersil dan banyak diterapkan sebagai musuh hayati belalang (Butt et al. 2001).

Kapang L. giganteum merupakan kapang yang bersifat patogen fakultatif pada larva nyamuk (Lord dan Robert 1986). Kapang L. giganteum diketahui dapat menyebabkan terjadinya mortalitas yang tinggi pada populasi nyamuk dibeberapa laboratorium khususnya dari genus Culex (Merriem dan Axtell 1982; Jaronski dan Axtell 1983), Mansonia (Cuda et al. 1997) dan Anopheles (Kerwin dan Was hino 1987). Kerwin (2004) mengatakan bahwa kapang L. giganteum tidak dapat menginfeksi larva kumbang air, capung dan tanaman air.

(39)
[image:39.612.229.411.367.502.2]

Menurut Kerwin (2000) gambaran makroskopik kapang Lagenidium pada tahap infektif pada larva yang terinfeksi menunjukkan koloni yang sangat karakteristik dan berwarna putih keabuan. Dari hasil pengamatan secara mikroskopik kapang hasil identifikasi mempunyai miselium soenositik dan hifa bersepta, mempunyai vesikel, dan sporangium (Gambar 2). Menurut Dwidjoseputro (1978) pada Lagenidium hifanya terbagi atas beberapa sel dan diantara sel-selnya akan berubah menjadi gametangium dan sporangium dan bentuk spora bulat sampai oval. Gambaran morfologi secara mikroskopik kapang L. giganteum yang berhasil diidentifikasi menunjukkan morfologi yang terlihat secara jelas setelah dilakukan subkultur dengan metode slide culture Riddel (Campbell dan Stewart 1990) (Gambar 3).

Gambar 1. : Koloni kapang L .giganteum dalam media PYG

Gambar 2:Mikroskopik L . giganteum dengan metode natif 10x (a.sporangium)

(40)

Lagenidium merupakan kapang yang tumbuh di air tawar dan bersifat parasit fakultatif. Kapang ini hidup secara vegetatif sebagai saprofit pada tanaman busuk atau serangga yang sudah mati dan bersifat parasit pada fitoplankton dan hewan lain di air (Stoskopf 1993). Morfologi dari L. giganteum adalah mempunyai hifa bersepta yang membagi hifa menjadi beberapa segmen yang kadang menyempit pada bagian septanya (Couch,1935 dalam Misman 1990), tiap-tiap segmen kemudian berubah menjadi suatu sporangium atau gametangium. Protoplast dari sporangium membagi diri menjadi zoospora (Dwidjoseputro 1978). Dalam siklus hidupnya Lagenidium mempunyai 2 cara yaitu secara aseksual (zoospora) dan seksual (oospora). Menurut Brady (1981), zoospora merupakan tahapan infektif terhadap larva nyamuk dan dapat mengakibatkan kematian. Untuk mendapatkan stadium infektif ini maka diperlukan pembiakan kembali pada media biakan yang mampu memicu terjadinya zoosporogenesis.

KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi diperoleh 9 isolat kapang meliputi kapang Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, Penicillium sp., Verticillium sp., Mucor sp., Syncephalastrum sp., Gliocladium sp., Beauveria sp. dan kapang L. g iganteum, yang berasal dari larva nyamuk Culex, Anopheles dan Aedes .

(41)

Percobaan

2

Pengaruh Media Biakan terhadap Proses Zoosporogenesis dan Oosporogenesis dari Lagenidium .giganteum

METODE PENELITIAN

1. Pemeliharaan Isolat K apang L. giganteum

Di laboratorium setiap bulan dilakukan subkultur isolat kapang L. giganteum seperti yang dilakukan oleh Kerwin and Wasino (1986), yaitu

menumbuhkan kembali pada media agar 2% (w/v) yang mengandung kuning telur segar, whole milk, glukosa dan pepton dengan perbandingan 70:20:20:10 g/lt. Setelah dilakukan subkultur kemudian diinkubasi pada suhu ruangan selama 7-14 hari dalam ruangan gelap. Dalam pembuatan media selalu ditambah dengan antibiotik 0.2%.

2. Isolasi dan Produksi Zoospora

Untuk isolasi zoospora digunakan kombinasi 2 media biakan yaitu media PYG dan media Z. Media PYG berisi 1,25 gr pepton, 1,25 gr yeast ekstrak dan 3,0 gr glukosa ditambah suplemen 1,5 g/lt minyak jagung. Media Z (Domnas et al, 1983) berisi 1,25 gr yeast ekstrak, 1,2 gr glukosa, 3,2 gr tepung gandum dan 1.2 gr hemp seed extract . Untuk menginduksi proses zoosporogenesis digunakan juga air bebas ion.

(42)

250 ml medium Z, dan diinkubasi kembali seperti perlakuan pada saat menggunakan medium PYG.

Empat hari kemudian miselium dipanen dengan cara menyaring menggunakan kertas saring. Miselium hasil panenan ditimbang dan diambil 0,2 gr berat basah. Hasil timbangan kemudian dilarutkan kedalam 1000 ml air bebas ion. Untuk menghitung jumlah zoospora yang dihasilkan dari hasil miselium yang telah dilarutkan diambil 5 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 2 hari dalam ruang yang gelap. Dua hari kemudian akan tampak adanya suatu lapisan tipis/germline pada permukaan bawah cawan petri. Germline ini merupakan kelompok-kelompok zoospora yang terbentuk.

3. Isolasi dan Produksi Oospora

Menurut Kerwin et al. (1985) metode yang digunakan untuk menginduksi terbentuknya oospora adalah sebagai berikut : Media biakan yang digunakan tiap 1000 ml air bebas ion mengandung 1,25 gr pepton, 1,25 gr Ardamin, 3 gr glukosa, 0,05 gr lesitin, 0,025 mg kolesterol, 0,075 CaCl2.2H2O dan 0,15 gr Mg.Cl2.6H2O. Selain itu juga menggunakan media biakan yang mengandung 2.8 g/lt yeast ekstrak, 2,4 gr glukosa, 3,2 gr/lt tepung gandum 300mg/lt cottonseed oil, 100 ml ekstrak cotton seed flour 0,15 gr CaCl2.2H2O dan 0,15 gr Mg.Cl2.6H2O (Brey, 1985).

(43)

waterbath 120 rpm. Miselium yang dihasilkan dipanen dan dimasukkan kembali ke media yang berisi cotton seed oil dan kemudian diinkubasi selama 7-10 hari pada suhu kamar. Oospora akan bergerombol di dasar tabung dan siap dipanen.

4. Penghitungan dan pengamatan zoospora dan oospora

Penghitungan zoospora dan oospora yang dihasilkan dengan menggunakan malazzes hemocytometer dan pengamatan dilakukan dengan menggunakan bantuan mikroskop dengan perbesaran 10x dan 40x. Zat warna yang digunakan Lacto phenol cotton blue (LPCB).

HASIL dan PEMBAHASAN

(44)

Dari penelitian ini setelah kapang L. giganteum ditumbuhkan pada media khusus (Domnas et al. 1983) yaitu kombinasi antara media PYG (pepton, yeast ekstrak dan glukosa) dengan pH 6,5 dan Medium Z pH 6,0 dan didiamkan pada air bebas ion selama 2 hari maka dihasilkan zoospora yang merupakan stadium infektif , bersifat motil dan merupakan alat reproduksi aseksualnya (Gambar 4). Jumlah zoospora yang dihasilkan sete lah dihitung dengan Malassez hemocytometer sebesar 15 x 107 zoospora/ml.

[image:44.612.203.432.417.573.2]

Dalam siklus hidupnya Lagenidium mempunyai siklus hidup yang relatif sederhana, terdiri dua siklus yang terpisah yaitu aseksual sebagai zoospora dan siklus seksual dengan oospora (Dwidjoseputro 1978). Dalam lingkungan perairan kapang L. giganteum mempunyai dua fase yaitu bersifat saprofit ik dan parasitik. Fase parasitik bersifat motil, berbentuk bulat dan mempunyai 2 flagella pada bagian lateralnya.

Gambar 4. Zoospora 40x

(45)

luar) nyamuk. Zoospora dapat ditemukan menempel pada batang padi, kumbang air ataupun larva capung. Apabila zoospora belum menemukan inang yang cocok, zoospora akan berenang kembali dan mencari inang yang sesuai (Melvin et al. 1987; Kerwin 1990 ; Kerwin 2000). Secara in vitro produksi zoospora akan dapat tercapai apabila ditumbuhkan pada media biakan yang mengandung cukup nutrisi dan pH yang sesuai.

(46)

media yang bebas sterol proses zoosporogenesis akan terhambat dan kemampuan pembentukkan zoospora akan tertahan apabila kapang ditumbuhkan pada media PYG setelah beberapa bulan (Lord dan Robert 1986).

Kisaran pH yang dibutuhkan dalam produksi zoospora secara in vitro adalah 4,5-8,4 (Lord dan Robert 1985) sedang menurut Domnas et al. (1982) bahwa produksi zoospora kisaran pH yang digunakan adalah 5,4-7,5 dan pH optimal apabila menggunakan media PYG adalah 6,5-7,5). L. giganteum akan mampu memproduksi zoospora secara optimal apabila setelah ditumbuhkan ke media PYG, harus ditumbuhkan pada media Z dengan pH 5,5-6,0 (Balaraman dan Hoti (1986) dalam Misman, 1990) .

Dalam penelitian ini untuk memperoleh proses zoosporogenesis secara sempurna, suspensi zoospora dimasukkan kedalam cawan-cawan petri yang berisi air bebas ion steril yang diinkubasikan pada suhu 250C selama 3 hari dan diperoleh hasil adanya germline pada dasar petri. Menurut Kerwin et al. (1986) bahwa untuk memacu terjadinya zoosporogenesis nutrisi yang terkandung di media biakan, digunakan juga aquades steril, sedangkan Domnas et al. (1977) menggunakan air bebas ion sebagai pemacu zoosporogenesis.

(47)
(48)

gametangia sehingga menyebabkan terjadinya kegagalan dalam pembentukkan oospora.

[image:48.612.224.440.413.578.2]

Vegetables oil kaya akan asam oleic, linoleic dan linolenic, ketika ditambahkan kholesterol, yang mana keduanya cocok sebagai sumber asam lemak untuk produksi oospora yang aktif dalam media cair. Menurut Kerwin e t al. (1986) bahwa asam linolenic yang terkandung dalam ekstrak hemp seed mendekati 60%, sehingga apabila minyak ini ditambahkan pada media dasar yang telah ditambah kolesterol akan sangat berpengaruh dalam memproduksi oospora. Selain itu dalam proses oosporogenesis juga dibutuhkan adanya unsur kalsium dan magnesium. Menurut Brey (1985) dengan menggunakan media biakan yang sama oospora yang dihasilkan 5,0 x 103 dan Kerwin et al. (1983) menggunakan medium padat yang berisi PYG dan ditambah suplemen kolesterol dan lesitin mampu menghasilkan oospora sejumlah 4,1x105/10 cm diameter petri.

Gambar 5. Oospora perbesaran 10x

(49)

kondisi lingkungan yang tepat, oospora akan ber kecambah dan menghasilkan zoospora.

KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Media biakan yang terdiri dari Media PYG yaitu media yang berisi pepton, yeast ekstrak dan glukosa yang kemudian dipindahkan kemedia yang mengandung sumplemen vegetable oil serta dipindahkan ke media air bebas ion mampu menghasilakn zoospora sebanyak 15 x 107 zoospora/ml.

2. Media cair yang berisi 1,25 gr pepton, 1,25 gr ardamin, 3 gr glukosa, 0,05 gr lesitin, 0,025 mg kholesterol, 0,075 CaCl2.2H2O dan 0,15 gr Mg. Cl2.6H2O dan

media yang mengandung 2,8g/lt yeast ekstrak, 2,4 gr glukosa, 3,2 gr/lt tepung gandum, 300 mg/lt cottonseed oil, 100 ml ekstrak cotton seed flour, 0,15 gr. CaCl2.2H2O dan 0,15 gr Mg.Cl2.6H2O menghasilkan oospora sebanyak 2,1x103

(50)

Percobaan 3

Uji Patogenisitas Zoospora dan Oospora Kapang

Lagenidium

giganteum

terhadap Larva Instar 2 Nyamuk

Ae. aegypti

Skala Laboratorium

METODE PENELITIAN

1. Pemeliharaan Nyamuk Ae. aegypti

Ae. aegypti dipupuk (rearing) dalam insektari yang berukuran 76x76x76 cm. Selama pemeliharaan didalam insektari dimasukkan sukrosa 10% sebagai sumber makanan. Sumber makanan darah diberikan dengan cara memasukkan tikus yang telah difiksasi dalam kawat berjaring, sedangkan untuk tempat bertelur disiapkan kertas saring berbentuk kerucut diatas cawan petri yang berisi air untuk menjaga kelembaban.. Selama pemeliharaan diharapkan nyamuk akan bertelur di atas kertas saring. Apabila diperkirakan sudah tidak ada nyamuk yang bertelur kemudian kertas saring diangkat dan dikeringkan dalam suhu kamar. Selanjutnya kertas saring yang berisi telur tersebut sebagian dimasukkan dalam kantong polietilen untuk disimpan dan sebagian ditetaskan. Proses penetasan dilakukan di laboratorium. Kertas saring yang berisi telur direndam dalam air sumur yang telah diendapkan semalam. Kurang lebih selama 3-5 hari telur akan menetas. Pemeliharaan pada stadium larva, kebutuhan makanan diperoleh dengan memberikan tepung hati yang dikeringkan.

2. Uji Efektifitas zoospora

(51)

Hewan Institut Pertanian Bogor. Dalam uji efektifitas ini dibutuhkan zoospora, larva instar 2 nyamuk Ae. aegypti. Tepung hati, air sumur yang diendapkan, gelas plastik, penutup kasa dan lain-lain.

Zoospora hasil panenan dihitung dibawah mikroskop dengan menggunakan malazzes hemocytometer. Setelah didapatkan hasil perhitungan zoospora selanjutnya dibuat sua tu pengenceran. Suspensi zoospora dari masing-masing pengenceran kemudian dimasukkan kedalam gelas-gelas plastik yang didalamnya sudah berisi media tumbuhnya larva nyamuk serta makanannya. Larva instar 2 dimasukkan dalam gelas-gelas yang sudah berisi zoospora sesuai pengenceran sebanyak 25 ekor. Dalam percobaan ini media cair yang digunakan adalah 50 ml air sumur yang sudah diendapkan Sebagai kontrol dalam percobaan ini hanya berisi air sumur dan larva nyamuk. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Pengama tan dilakukan setiap hari sampai hari kelima. Penghitungan LD50 dengan menggunakan metode Reed dan Muench (1938). Larva yang mati diambil dan disimpan untuk dilihat secara mikroskopis dengan menggunakan pewarnaan.

3. Uji Efektivitas Oospora

Uji efektivitas dilakukan di laboratorium Mikologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Dalam uji efektivitas ini dibutuhkan oospora, larva instar 2 nyamuk Ae. aegypti, tepung hati, air sumur yang diendapkan, gelas plastik polietilen, penutup kasa dll.

(52)

pengenceran kemudian dimasukkan ke dalam gelas-gelas plastik yang didalamnya sudah berisi media tumbuhnya larva nyamuk serta makanannya. Larva instar 2 dimasukkan dalam gelas – gelas yang sudah berisi oospora sesuai pengenceran sebanyak 25 ekor. Dalam percobaan ini media cair yang digunakan adalah 50 ml air sumur yang sudah diendapkan Sebagai kontrol dalam percobaan ini hanya berisi air sumur dan larva nyamuk.. Masing – masing perlakuan diulang 4 kali dan pengamatan dilakukan mulai hari kelima sampai hari keempat belas. Penghitungan LD5 0 dengan menggunakan metode Reed dan Muench (1938). Larva yang mati diambil, dihitung dan dilihat secara mikroskopis dengan menggunakan pewarnaan .

4. Mekanisme infeksi zoospora terhadap Larva

(53)

HASIL dan PEMBAHASAN

Hasil pengujian efektifitas zoospora dari kapang L. giganteum setelah diujikan terhadap larva instar 2 nyamuk Ae. aegypti dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah larva Ae. aegypti yang mati dan hidup pada setiap konsentrasi

zoospora

No Konsentrasi

Zoospora/ml Jumlah Larva Mati Jumlah Larva Hidup

Kontrol 5 20

1. 3,0 x 105 8 17

2. 6,0 x 105 7 18

3. 9,0 x 105 18 7

4. 1,2 x 106 12 13

5. 1,5 x 106 15 10

7. 1,8 x 106 18 7

8. 2,1 x 106 13 12

9 2,4 x 106 11 14

10. 2,7 x 106 17 8

11. 3,0 x 106 15 10

12. 4,5 x 106 16 9

13. 6,0 x 106 15 10

14. 7,5 x 106 17 8

15. 9,0 x 106 17 8

16. 1,05 x 107 15 10

17. 1,2 x 107 17 8

18. 1,35 x 107 18 7

19. 1,5 x 107

[image:53.612.104.514.202.706.2]
(54)
[image:54.612.102.510.197.653.2]

Berdasarkan dari hasil penghitungan jumlah larva yang mati dan hidup pada tabel satu kemudian dihitung nilai Lethal dose limapuluh (LD5 0) dan LD95 menurut Ree d dan Muench (1938). Hasil penghitungan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil percobaan penghitungan LD50 dan LD95

Jumlah Larva

Akumulasi Larva

Perbanding an

Larva Persentase No Jumlah

Zoospora/ml

Mati Hidup Mati Hidup Mati/total Kematian larva

1. 3,0 x 105 8 17 8 182 8/190 4,2

2. 6,0 x 105 7 18 15 165 15/170 8,33

3. 9,0 x 105 18 7 33 147 33/180 18,33

4. 1,2 x 106 12 13 45 140 45/185 24,32

5. 1,5 x 106 15 10 60 127 60/187 32,09

7. 1,8 x 106 18 7 78 117 78/195 40,0

8. 2,1 x 106 13 12 91 110 91/201 45,27

9. 2,4 x 106 11 14 102 98 102/200 51,00

10. 2,7 x 106 17 8 119 84 119/203 58,62

11. 3,0 x 106 15 10 134 76 134/210 63,81

12. 4,5 x 106 16 9 150 66 150/216 69,44

13. 6,0 x 106 15 10 165 57 165/222 74,34

14. 7,5 x 106 17 8 182 47 182/229 79,48

15. 9,0 x 106 17 8 199 39 199/238 83,61

16. 1,05 x 107 15 10 214 31 214/245 87,73

17. 1,2 x 107 17 8 231 21 231/252 91,67

18. 1,35 x 107 18 7 249 13 249/262 95,04

19. 1,5 x 107 19 6 268 6 268/274 97,81

(55)

Tabel 3. Hasil percobaan penghitungan LD50 dan LD9 5 oospora terhadap

larva instar 2 nyamuk Ae. aegypti

No Jumlah oospora/ml

Jumlah larva Akumulasi larva

Perbandingan larva

Persentase Mati Hidup Mati Hidup Mati/total Kematian

larva

1 4,2 x 102 12 13 12 30 12/42 28,6

2 8,4 x 102 19 6 31 17 31/48 64,6

3 1,26 x 103 22 3 53 11 53/64 82,8

4 1,68 x 103 19 6 72 8 72/80 90

5 2,1 x 103 25 0 97 2 97/99 98

7 2,52 x 103 25 0 122 2 122/124 98,3

8 2,94 x 103 24 1 146 2 146/148 98,6

9 3,36 x 103 24 1 170 1 170/171 99,4

10 3,78 x 103 25 0 195 0 195/195 100

11 4,2 x 103 25 0 220 0 195/195 100

[image:55.612.101.512.114.448.2]
(56)
(57)

2,35 x 106 zoospora/ml dan semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi prosentase kematian dari larvanya, dan pada konsentrasi 1,35 x 107 zoospora/ml mampu membunuh larva nyamuk sampai 95%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi zoospora maka angka mortalitas larva juga semakin besar. Menurut WHO (1985) bahwa pada seekor larva yang terinfeksi dapat ditemukan sekitar 178.640 - 250.000 zoospora dan tingkat kematian larva 100% diperoleh dengan pemberian antara 715.000 zoospora/100ml air L. giganteum isolat California. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa zoospora dari kapang L. giganteum mempunyai potensi yang baik dalam menekan perkembangan larva nyamuk Ae. aegypti walaupun dalam mematikan 100% harus menggunakan konsentrasi yang tinggi.

(58)

biakan. Dari hasil pengamatan pada masing – masing konsentrasi dari 0,1 ml ( 420 oospora/ml) sampai 1 ml (4200 oospora/ml ), kematian mulai terjadi pada hari kelima setelah terpapar.

Dari Tabel 3 diatas diperoleh informasi bahwa konsentrasi efektif oospora yang dapat digunakan untuk mengendalikan larva nyamuk Ae. aegypti (skala laboratorium) adalah sebesar 6,7 x 102,dan semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi persentase kematian dari larvanya, pada konsentrasi 1,94 x 103 oospora/ml mampu membunuh larva nyamuk sampai 95%.

(59)

mengalami kematian (gambar 11). Lima hari setelah kematian larva, kehancuran tubuh larva sudah mulai dan dilakukan pengamatan secara mikroskopis. Dengan menggunakan pewarna lactophenol cotton blue diperoleh gambaran bahwa larva sudah terpisah-pisah sedangkan hifa vegetatif masih berkembang dan reproduksi secara seksual terjadi. Terjadinya siklus reproduksi seksual ditandai dengan adanya sejumlah oospora yang terlihat pada permukaan tubuh larva yang hancur dan berbentuk bulat dan berdinding jelas (Gambar 12). Oospora yang terbentuk siap untuk mulai melakukan perkembangan dan menjadi stadium yang infektif dan siap untuk menyerang inang kembali.

Gambar 6. Zoospora menyebar disekeliling tubuh larva pada hari pertama setelah diberi perlakuan (10x)

Gambar 7. Zoospora mulai menempel, mengkista dan membentuk germ tube (10x)

Gambar 8. Kista zoospora mulai berpenetrasi dan hifa mulai mengalami percabangan

Gambar 9. Percabangan hifa

[image:59.612.99.512.309.697.2]
(60)
[image:60.612.117.513.79.440.2]

Gambar 10. hifa menyebar di dalam tubuh larva (10x)

Gambar 11. hifa memenuhi tubuh bagian luar larva (10x)

Gambar 12. Oospora yang terbentuk enam hari setelah kematian larva (10x dan 40x)

[image:60.612.130.510.80.240.2]
(61)

tubuh yang bersifat potensial dan setiap sel secara individual akan siap membentuk saluran keluar dan melepaskan 10-50 spora aseksual. (4) terjadinya perubahan dua sel bergabung menjadi satu. Menurut Kerwin (2000) ada 5 tahap dan tahap ke-5 membentuk oospora di luar tubuh larva serta membentuk miselium vegetatif . Oospora yang terbentuk bersifat tahan terhadap kekeringan dan pada kondisi yang cocok oospora akan berkembang menjadi fase infektif dan siap mencari inang baru.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan pengendalian larva nyamuk Ae. aegypti skala laboratorium dibutuhkan konsentrasi zoospora sebesar 2,35 x 106 zoospora/ml untuk menekan sampai 50% populasi larva nyamuk, sedangkan kematian terjadi sebanyak 95% apabila menggunakan konsentrasi 1,35 x 107 zoospora/ml, sedangkan nilai LD50 oospora sebesar 6,7 x 102 oospora/ml dan (LD95) sebesar 1,94 x 103 oospora/ml.

(62)

PERCOBAAN 4

Kuning telur dan minyak jagung sebagai alternatif pengganti

media pertumbuhan

Lagenidium giganteum

serta media alternatif

untuk produksi oospora.

METODE PENELITIAN

A. Membandingkan 3 media dalam memproduksi koloni L. giganteum dengan mengukur jumlah berat kering

1. Media PYG

Dalam pembuatan media PYG bahan yang digunakan berupa 1,2 gr pepton, 1,2 gr yeast ekstrak dan 3 gram glukosa . Ketiga bahan ini kemudian dicampur menjadi satu dalam tabung erlenmeyer dan ditambah aquades steril 1000 ml dan dimasak sampai mendidih. Setelah mendidih kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf

2. Pembuatan media kuning telur

Media kuning telur ini dibuat menurut Misman dkk (1990). Kuning telur diambil dari telur ayam segar. Kuning telur diambil secara aseptis dan dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer ukuran 1000 ml. Setelah kuning telur dimasukkan kemudian ditambah 500 ml aquades steril dan diaduk menggunakan stirer. Setelah tercampur rata, media ini kemudian disimpan disuhu kamar selama 24 jam dan setelah diinkubasikan kemudian dipisahkan dan diambil bagian supernatannya

3. Media Kuning telur plus (ditambah minyak jagung)

(63)

Masing – masing media diambil 250 cc dan dimasukkan kedalam erlenmeyer berukuran 500 cc. Dalam penelitian ini dibuat 5 kali ulangan. Koloni kapang L. giganteum dimasukkan dalam masing – masing media yaitu media PYG, media kuning telur dan media kuning telur plus. Untuk memperoleh jumlah koloni yang sama dalam penelitian ini dipergunakan pangkal pipet yang berdiameter empat milimeter (Misman dkk, 1990). Jumlah koloni kapang yang dimasukkan dari masing – masing media adalah satu mata pipet, kemudian di inkubasi pada suhu 25oC dalam shaker waterbath (110 rpm) selama 7 hari. Setelah hari ketujuh diamati pertumbuhannya dan kemudian masing – masing di saring dengan menggunakan kertas saring. Hasil panenan koloni dicuci dengan menggunakan aquades steril dan dikeringkan dalam suhu 40oC. Setiap hari masing – masing koloni dari ketiga media biakan di timbang sampai menemukan jumlah timbangan berat kering yang stabil .

B. Membandingkan 3 media biakan cair dalam memproduksi oospora

Dalam memproduksi oospora media yang digunakan adalah media biakan yang menga ndung yeast ekstrak 2,8g/lt, glukosa 2,4 g/lt, wheat germ 3,2g/lt, 100 ml cotton seed oil dan cotton seed flour 300mg/lt. Selain itu juga ditambahkan 0,15 gr CaCl2.2H2O dan 0,15 gr Mg.Cl2.6H2O (Brey, 1985). Media lain yang digunakan adalah media kuning telur (Misman dkk, 1990) dan media kuning telur plus sebagai alternatif media pengganti.

(64)

kemudian diinkubasikan dalam suhu kamar selama 10 hari. Setiap hari diamati kapan oospora terbentuk dan seberapa banyak jumlah oospora yang dihasilkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan terhadap pertumbuhan koloni dengan perhitungan jumlah berat kering koloni, diperoleh hasil rataanya sebagai berikut (Tabel 4)

Tabel 4. Rataan berat kering koloni kapang L. giganteum pada 3 macam media dalam ukuran gram

Media Biakan Rata-rata ± SEM

Media A 0,00582 ± 0,00139a

Media B 0,01474 ± 0,00241a

Media C 0,01898 ± 0,0173a

Ket : Media A : Media PYG (Domnas, 1982)

Media B : Media telur air (EWM) (Misman dkk, 1990) Media C : Media Kuning telur Plus

[image:64.612.124.509.261.384.2]
(65)

Sterol merupakan zat utama yang dibutuhkan pada siklus pertumbuhan kapang entomopatogen L. giganteum (Elliot et al. 1964). Untuk pertumbuhannya L .giganteum tidak dapat mensintesa sterol sendiri, untuk itu dibutuhkan sumber dari luar. Dalam pertumbuhannya sel vegetatif sterol tidak dibutuhkan akan tetapi sterol dapat mengubah siklus pertumbuhan yakni bentuk vegetatif menjadi pertumbuhan reproduktif meliputi siklus aseksual dan seksual yaitu proses zoosporogenesis dan oosporogenesis (Elliot et al. 1964; Domnas et al. 1976; Kerwin dan Washino 1983; Kerwin et al. 1996). Menurut Kerwin dan Washino (1983) sterol yang paling baik untuk pertumbuhan zoospora adalah sitosterol, kompestergosterol dan kolesterol.

Dalam penelitian ini ketiga media tidak berpengaruh didalam pembentukan sel vegetatif baik media biakan yang mengandung PYG, kuning telur ataupun kuning telur plus. Hal ini kemungkinan disebabkan sterol tidak terlalu dibutuhkan dalam pertumbuhan sel vegetatif. Seperti kapang – kapang lain, kapang ent omopatogen juga menggunakan trehalosa, gliserol, glukosa ataupun protein dan lemak sebagai sumber karbonnya. Dalam penelitian ini unsur- unsur tersebut terkandung di dalam ketiga macam media tersebut dan pertumbuhan vegetatifnya berlangsung. Unsur sterol baru akan dibutuhkan dalam merangsang proses zoosporogenesis dan oosporogenesis.

(66)

Domnas et al. (1982) menggunakan ekstrak biji ganja untuk memacu proses zoosporogenesis.

Media EWM merupakan media cair yang hanya mengandung kuning telur. Dalam media ini kuning telur yang digunakan berasal dari kuning telur ayam ras yang menurut Stadelman dan Cotteril (1977) mengandung 230,0 mg kolesterol. Kandungan sterol dalam kuning telur ini cukup untuk terjadinya proses zoosporogenesis. Menurut WHO (1985) kapang L. giganteum dalam proses zoosporogenesis membutuhkan komponen sterol dari luar (exogenous sterol). Media EWM pertama kali ditemukan oleh Misman (1989) untuk menumbuhkan kapang L. giganteum Couch. Menurut Misman dkk (1990), media EWM merupakan media terbaik dalam menumbuhkan kapang L. giganteum Couch dibanding media yang mengandung biji kedelai dan media yang mengandung minyak biji matahari.

(67)

mineral). Pada media kuning telur plus pertumbuhan vegetatif tidak berbeda nyata dengan media EWM ataupun media PYG dalam proses pembentukkan sel vegetatif . Walaupun dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran penggunaan ketiga media biakan cair tidak berpengaruh nyata dalam menghasilkan sel vegetatif L. giganteum, akan tetapi perlu dipertimbangkan kemudahan mendapatkan bahan penyusun media serta nilai ekonomisnya.

Menurut Kerwin et al. (1986) bahwa asam lemak yang digabung dengan media yang biasa digunakan untuk pertumbuhan dan morfogenesis L. giganteum akan memacu hasil dan viabilitas terjadinya oosporogenesis, salah satunya dengan menambahkan vegetables oil. Dalam penelitian ini vegetables oil yang digunakan adalah minyak jagung 1%. Menurut Misman dkk (1990) kuning telur merupakan salah satu media yang lengkap kandungan nutrisinya untuk pertumbuhan L. giganteum. Kandungan nutrisi pada kuning telur selain lemak, karbohidrat, dan protein, kuning telur juga banyak mengandung komponen organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang .

Hasil yang diperoleh pada percobaan kedua yang membandingkan tiga media biakan cair dalam menghasilkan oospora diperoleh hasil rataan dari empat percobaan terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan jumlah oospora dari 3 macam media biakan cair No Media Biakan Jumla h rata -rata oospora

1 Media A 4,20 x 103 ± 182,5a

2 Media B 2,03x 103 ± 250a

3 Media C 16,6 x 104 ± 229,67b

Ket : Media A : Media PYG,cotton seed powder, cotton seed oil ( Brey, 1985) Media B : Media telur air ( EWM) (Misman dkk, 1990)

(68)

Dalam penelitian ini digunakan 3 macam media biakan cair yaitu media biakan yang mengandung media PYG plus cotton seed powder dan cotton seed oil (media A), Media kuning telur (EWM) (Media B) dan media kuning telur plus (media C). Hasil penghitungan rataan jumlah oospora dari 5 ml zoospora pada media A setelah 10 hari dihasilkan 4,20 x 103 oospora per ml, sedangkan dari media B dihasilkan 2,03 x 103 dan pada media C dihasilkan 16,6 x 104 oospora per ml. Hasil analisis statistik diperoleh bahwa media berpengaruh nyata dalam memproduksi oospora. Dari hasil penelitian ini, ketiga macam media yang digunakan dalam memproduksi oospora, dibuktikan bahwa media kuning telur plus (media C) memberi

Gambar

Gambar 1. : Koloni kapang  L .giganteum dalam media PYG
Gambar 4. Zoospora 40x
Gambar 5. Oospora perbesaran 10x
Tabel 1.  Jumlah larva Ae. aegypti yang mati dan hidup pada setiap konsentrasi zoospora
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ahmad Fathani : “khususnya bagi kami adoe-adoe yang baru masuk mungkin kami tidak bisa mengakrabkan diri dengan pengurus ee dan itu juga menjadi salah satu

Pada masa-masa perkembangan Islam di Aceh, kesenian rapa’i yang menggunakan alat musik jenis rebana yang beragam bentuk dan ukurannya digunakan para kaum sufi sebagai

Untuk menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasionaln dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Sebagian besar ibu bersalin di RSUD Panembahan Senopati Bantul mengalami preeklamsia ringan sebanyak 28 orang (56%)., Sebagian besar ibu bersalin di RSUD Panembahan Senopati

Perbedaan Tingkat Stres Kerja antara Shift Pagi, Sore, dan Malam pada Perawat Rawat Inap di RSUD Banyudono Boyolali (naskah publikasi).. Universitas

BBNI memiliki indikator MACD dan Rsi mengindikasikan pola Uptrend, BBNI belum berhasil menembus Resistance di level harga 5550 sehingga terbuka peluang untuk kembali menguji

Pada penyuluhan ini, diberikan informasi mengenai latar belakang virus corona, gejala terinfeksi virus corona, cara penyebaran virus corona, dan upaya pencegahan

Registrasi Nama Tempat Tanggal Lahir Penguruan Tinggi No... Registrasi Nama Tempat Tanggal Lahir Penguruan