1
METODE ANALISIS REDUKSI ARUS INRUSH PADA
TRANSFORMATOR
Zainal Abidin
11)
Dosen dpk pada Fakultas Teknik Prodi Elektro Universitas Islam Lamongan
Abstrak
Transformasi energi dalam sebuah transformator tak berbeban dapat menghasilkan arus inrush dengan amplitudo tinggi. Hal ini dapat menyebabkan efek yang kurang baik terhadap kegagalan operasi sistem proteksi differensial sebuah transformator, kerusakan isolasi dan pendukung mekanis dari struktur lilitan serta mengurangi kualitas daya sistem.
Artikel ini menjelaskan tentang beberapa metode mereduksi arus inrush pada transformator. Penggunaan persamaan-persamaan arus inrush ditentukan dengan menggunakan beberapa metode untuk mereduksinya. Kemudian hasilnya dibandingkan antara beberapa metode untuk menghasilkan metode reduksi yang terbaik. Karakter hasil dibandingkan dengan simulasi EMTP / ATP.
Kata Kunci : Reduksi, Arus, Inrush, Transformator Abstract
This paper present some techniques for reduction of transformer inrush current. The equation of inrush current is obtained and then by use thes methods, transformer inrush current is reduced, then after comparing the result of some methode, we choice the best methode is determined. These result character is compared with EMTP / ATP simulation program.
Keywords : Arus Inrush, Transformator , Analisis, EMTP
I. Pendahuluan
Transformasi energi dalam sebuah transformator tak berbeban dapat menghasilkan arus inrush dengan amplitudo tinggi. Hal ini dapat menyebabkan efek yang kurang baik terhadap kegagalan operasi sistem proteksi differensial sebuah transformator, kerusakan isolasi dan pendukung mekanis dari struktur lilitan serta mengurangi kualitas daya sistem.
Tanpa menggunakan switching
terkontrol transformasi energi sebuah
transformator dapat menghasilkan gelombang tegangan dengan amplitudo tinggi sesaat ketika inti transformator dalam keadaan saturasi.
Transformator daya, sebagai salah satu
komponen vital dari sistem daya listrik memerlukan relay proteksi dengan keterkaitan, keamanan dan kecepatan operasi yang tinggi. Akan tetapi arus magnetisasi inrush, yang sering muncul ketika transformator bekerja dapat mengakibatkan kegagalan trip pada relay diffierensial sehingga reduksi dari arus inrush sangat diperlukan. Beberapa metode telah banyak dilakukan untuk mereduksi arus inrush
pada transformator, diantaranya adalah metode pemasangan resistor seri dan sistem penutupan sinkron ( synchronous closing) pada circuit breaker, serta metode pengetanahan resistor menjadi dasar skema mitigasi arus inrush pada
beberapa penelitian yang telah banyak
dilakukan.
II. Model Transformator
Secara mendasar model transformator dan persamaan-persamaan untuk menghitung arus inrush akan dipaparkan. Karakteristik transformator 1 phase dapat dimodelkan
melalui persamaan sederhana yang
digambarkan pada gambar 1 sebagai berikut :
2
Dari gambar 1, rp dan Lp merupakan
representasi dari gulungan primer. Lm
representasi dari induktan non linier dari inti besi sebagai fungsi dari arus magnetisasi. Sedangkan rsp dan Lsp mewakili gulungan
sekunder. Vp dan Vs adalah tegangan primer dan sekunder yang masing-masing terhubung ke terminal ground. Dari gambar 1 tersebut dapat diformulasikan :
Vp= Vm sin (t + 0) = irp + N1dL/ dt (1)
dimana 0 adalah tegangan fase primer pada
saat t=0, i adalah arus magnetisasi, L adalah
fluk inti dan N1 adalah jumlah lilitan sisi
primer. Sehingga didapatkan :
Vm = sin (t + 0) = (N1L. rp/ L1) + N1L/ dt (2)
dimana L1 adalah induktansi primer. Dari
persamaan 2 maka untuk L :
) ( . ) ( 0 1 0 Cos e mCos t t L rp r m t (3)
dimana m adalah L maksimum dan r adalah
flux residual. Pada 0=/2 sehingga dari
persamaan 3 kita mendapatkan :
t e m t L rp r t 1 sin (4)
Dalam hal ini terjadi flux transient dengan r
tetap dan waktu konstan dengan persamaan = L1/ rp, sehingga arus magnetisasi maksimum
dapat dihitung : t r m m A A i 0 1 22 . 2 2 (5)
dimana A1 adalah luas daerah inti, At adalah
luas area inti dengan lilitan dan 0 adalah
permeabilitas udara.
Arus transient primer dapat dihitung dengan menghubungkan transformator dengan beban yakni sebesar : t I r t L r sp p p
Ie
e
i
t
i
1
12
1
)
(
(6)dimana I adalah arus nominal . Karena Isp < L1,
maka arus transient yang timbul dengan arus beban menjadi tertahan sangat cepat. Dari persamaan kita dapat melihat bahwa jumlah
dari arus inrush berada dalam wilayah short circuit dan mungkin akan mengakibatkan tekanan dinamik pada gulungan transformator. Nilai maksimum arus inrush biasanya tidak
sampai menyebabkan arus gagal pada
kemampuan transformator, tetapi
bagaimanapun durasi dari tekanan-tekanan tersebut secara signifikan lebih panjang daripada peluang beberapa frekuensi daripada short circuit yang dikondisikan oleh proteksi relay dengan waktu 10 ms. Amplitudo arus tergantung pada dua faktor, yakni fluk sisa inti magnet dan fluk transient yang dihasilkan oleh tegangan suply. Ketika sebuah tegangan transformator pada titik 0 grafik sinus maka arus dan fluk menjadi maksimum, dan tertunda 90. Fluks transient berjalan dari fluk sisa dan mencapai amplitudo tertinggi pada setengah periode kemudian. Pada keadaan ini fluk saturasi inti dan amplitudo arus inrush menjadi tinggi karena induktansi dari inti magnet terlalu kecil. Untuk mengurangi arus inrush ada beberapa metode yang dapat diterapkan.
III. Metode Reduksi Arus Inrush Trafo
Untuk menganalisis arus inrush
transformator marilah kita analisis
rangkaian gambar 2. Gambar berikut adalah rangkaian transformator tanpa kontrol.
Gambar 2. rangkaian jaringan dengan ATP Draw
A. Pengaruh Clearing Flux Sisa (Residual Flux)
Jika transformator bekerja tanpa metode reduksi arus inrush seperti gambar 2 di atas, maka akan menghasilkan karakter sebagai mana gambar 3 berikut :
3
Gambar 3 . Arus inrush trafo tanpa kontrolSeperti yang digambarkan pada model transformator, bahwa magnitude fluks sisa pada transformator merupakan parameter penting untuk merubah magnitude arus inrush trafo,
ketika circuit breaker dibuka maka
transformator akan terbuka dengan network, sementara fluks sisa masih ada di transformator dan ketika bekerja kembali arus inrush akan
naik. Untuk menurunkan pengaruh ini,
kapasitor dimasukkan pada sisi primer trafo, hal ini untuk mereduksi fluks sisa kemudian akan mengurangi arus inrush seperti ditampilkan pada gambar 4 berikut :
Gambar 4. Arus inrush trafo dengan clearing fluks sisa
Dari gambar di atas, kita dapat melihat adanya reduksi arus sisa dengan metode clearing fluks sisa.
B. Pengaruh dari Pemasangan Resistor
Pada gambar 2 ditunjukkan pada saat C3 ditutup rangkaian terseri dengan resistor, setelah 10 ms switch C1 tertutup dan tersambung dengan switch yang lain
dan resistor. Dalam kasus ini karakter arus inrush ditampilkan pada gambar 5. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa arus inrush secara efektif dapat terkurangi, ada satu metode yang efektif untuk mereduksi arus inrush adalah dengan memasang resistor sebelum switch utama tertutup
(pre-insertion resistor).
Gambar 5. Arus inrush dengan pemasangan resistor sebelum switch
C. Pengaruh pemasangan resistor dan clearing flux sisa
Langkah selanjutnya untuk melihat pengaruh pemasangan resistor dan clearing flux sisa terhadap efektifitas pengurangan arus inrush, dalam langkah ini kedua metode digunakan bersamaan. Hasilnya adalah berupa gambar 6 berikut :
Gambar 6. Arus inrush dengan clearing flux sisa & metode pemasangan resistor
Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa penggabungan dua metode tersebut dapat lebih efektif mereduksi arus inrush trafo.
D. Pengaruh bekerjanya beban-beban
Bagaimana metode yang dapat
digunakan untuk mereduksi arus inrush ketika bekerjanya beban-beban lain secara
4
simultan dengan transformator ?. Untuk kasus ini, rangkaian lain yang diajukan adalah seperti pada gambar 7. Pada saat rangkaian beban bantu (auxiliary load) bekerja, maka arus inrush transformator yang pertama dapat tereduksi.
Gambar 7. Rangkain jaringan dengan beban bantu (auxiliary load)
Ketika beban diputus maka arus inrush masih ada, secara simulasi dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Arus inrush dengan penggunaan beban bantu (auxiliary load)
E. Pengaruh penggunaan auxiliary load dan clearing flux sisa
Di samping untuk menemukan metode reduksi arus inrush, pada bagian ini kedua metode yakni penggunaan auxiliary load dan clearing flux sisa digunakan, dengan hasil simulasi rangkaian sebagai berikut :
Gambar 9. Arus inrush trafo, ketika auxiliary load dan clearing flux sisa digunakan.
Dari gambar 9 di atas menyatakan bahwa kombinasi dari kedua metode yakni auxiliary load dan clearing fluks sisa dapat lebih memperkecil arus inrush.
F. Pengaruh penggunaan auxiliary load,
clearing arus flux sisa dan pemasangan resistor
Langkah berikutnya adalah
menggunakan ketiga metode secara
bersama-sama untuk mereduksi arus inrush. Dan hasil simulasi dari ketiga metode ini seperti pada gambar 10.
Gambar 10. Arus inrush dengan menggunakan ketiga metode
Dari gambar di atas, kita dapat melihat ketiga metode mampu menekan lebih kecil arus inrush tetapi arus inrush masih tetap tinggi pada orde ketiga
sehingga membutuhkan solusi untuk
mengatasinya.
G. Waktu Swiching Terbaik
Dalam bahasan kali ini mencoba untuk menemukan waktu terbaik switching
open and close dan jadwal ini digunakan
pada metode F (penggunaan ketiga metode). Waktu terbaik untuk open dan close ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Waktu terbaik switching Switch Waktu (t) tertutup Waktu (t) terbuka C1 0.0775 s - C2 0.07 s 0.52 s C3 0.071 s 0.15 s
Dengan menggunakan waktu
switching di atas untuk metode F, arus inrush akan direduksi, hasil dari simulasi ditunjukkan pada gambar 11 berikut :
5
Gambar 11. Arus inrush dengan ketiga metode danpenentuan waktu terbaik
Dari gambar 11 di atas, dapat dilihat bahwa arus inrush diperkecil. Kemudian dengan kombinasi metode ini, kita dapat
menemukan masalah terbaik untuk
mereduksi arus inrush dengan biaya terkecil.
H. Switching Asinkron
Dalam bagian ini, kita menggunakan metode switching asinkron untuk switch C1 tanpa C3 pada rangkaian gambar 2. Waktu
terbaik penyalaan (switching) C1 di
tunjukkan pada tabel 2, dimana saat tegangan sumber pada masing-masing phase maksimum dan fluks sisa terjadi.
Tabel 2. Waktu terbaik switching C1
Phase A B C
Waktu (t)
tertutup 0.08 s 0.086 s 0.083 s
Dengan menggunakan waktu
switching pada tabel 2, maka arus inrush dapat ditunjukkan pada gambar 12 berikut :
Gambar 12. Arus transformator ketika terjadi switching asinkron
Kemudian dengan menggunakan
switching asinkron saja, arus inrush dapat diperkecil. Untuk trafo tanpa beban karakter arus inrush trafo ditunjukkan gambar 13, ketika trafo bekerja tanpa beberapa metode
kontrol. Sebagai pembanding, ketika
switching asinkron digunakan, arus inrush digambarkan pada gambar 14. Dengan demikian arus inrush semakin kecil dengan metode asinkron switching.
Gambar 13. Arus inrush transformator tanpa beban tanpa metode kontrol
Gambar 14. Arus inrush trafo tanpa beban dengan metode asinkron
IV. Kesimpulan
Fluks sisa pada transformator
memainkan peranan penting dalam
pembentukan magnetisasi arus inrush. Dalam prakteknya fluk sisa (residual flux) dapat direduksi dengan menghubungkan kapasitor dari fase ke ground pada terminal trafo. Pemasangan resistor dan penggunaan kombinasi dari beberapa metode dapat menghasilkan reduksi terbaik terhadap arus inrush. Pada akhirnya bahwa switching asinkron dapat menekan arus inrush tetapi metode ini mahal karena seluruh CB harus
diadakan peralihan/ pergantian. Hasil
6
tabel 3. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa metode G adalah yang terbaik karena hampir semua arus inrush dapat diperkecil. Jika rugi-rugi dari pemasangan resistor dan kemungkinan terjadinya resonansi, maka metode switch asinkron adalah metode terbaik untuk menekan arus inrush pada transformator.
Tabel 3 . Hasil Perbandingan dari beberapa metode
Metode Arus max (pu) Arus min (pu)
Normal 5.96 - 5.24 A. Dengan resistor 5.05 -4.91 B. Dengan Kapasitor 4.95 - 4.2 C. Kapasitor & Resistor 4.19 - 3.82 D. Beban Auxiliary 4.78 - 2.39 E. Beban Auxiliary &
Kapasitor
3.2 - 2.72 F. Beban Auxiliary,
Kapasitor & Resistor 2.89 -2.48 G. Waktu terbaik switching 1.08 - 1.01 H. Switch asinkron 1 -1 Apendiks : Data Transformator F =50 Hz, S= 50 MVA, Vh = 132 kV, V1= 11 kV, Ibase = 230 A Daftar Pustaka :
1. M. Steurer, K. Frohlich. The Impact of
Inrush current on the mechanical stress of high voltage power transformer coils, IEEE
PWRD, Vol. 17 No. 1, pp. 155-160 January 2002
2. L. Prikler, G. Banfai, G.Ban and P. Becker,
Reducing the Magnetizing Inrush Current by means of Controlled Energization and de-Energization of Large Power Transformer. International Conference on
Power System Transient. IPST.2003. 3. W. Xu. SG, Abdulsalam, S.Chen and X.
Liu. A Sequential Phase Energization
Method for Transformer inrush current reduction, Part II : Theoritical Analysis and
Design Guide, IEEE Trans. On Power Delivery, Vol. 20, pp. 950-957 April 2005. 4. R. Rahnavard, M. Valizadeh, and A.A.B.
Sharifian. Analitical Analysis of
Transformer Inrush Current and Some New Techniques For Its Reduction. 2006
7
PENGARUH KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN TERHADAP ARUS
NETRAL DAN LOSSES PADA TRAFO DISTRIBUSI
Arief Budi Laksono11)
Dosen Fakultas Teknik Prodi Elektro Universitas Islam Lamongan
Abstrak
Ketidakseimbangan beban pada suatu sistem distribusi tenaga listrik selalu terjadi dan penyebab ketidakseimbangan tersebut adalah pada beban-beban satu fasa pada pelanggan jaringan tegangan rendah.
Akibat ketidakseimbangan beban tersebut muncullah arus di netral trafo. Arus yang mengalir di netral trafo ini menyebabkan terjadinya losses (rugi-rugi), yaitu losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah.
Setelah dianalisa, diperoleh bahwa bila terjadi ketidakseimbangan beban yang besar (28,67%), maka arus netral yang muncul juga besar (118,6A), dan losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah semakin besar pula (8.62%).
Kata kunci : Ketidakseimbangan Beban, Arus Netral, Losses
Abstract
The unbalanced load in electric power distribution system always happen and it is caused by single phase loads on low voltage system.
The effect of the unbalanced load is appear as a neutral current. These neutral current cause losses, those are losses caused by neutral current in neutral conductor on distribution transformers and losses caused by neutral current flows to ground.
In conclusion, when high unbalanced load happened (28,67%), then the neutral current that appear is also high (118,6 A), ultimately the losses that caused by the neutral current flows to ground will be high too (8,62%).
Key words : Unbalanced Load, Neutral Current, Losses Pendahuluan
Dewasa ini Indonesia sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Seiring dengan laju pertumbuhan pembangunan maka dituntut
adanya sarana dan prasarana yang
mendukungnya seperti tersedianya tenaga
listrik. Saat ini tenaga listrik merupakan kebutuhan yang utama, baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk kebutuhan industri. Hal ini disebabkan karena tenaga listrik mudah untuk ditransportasikan dan dikonversikan ke dalam bentuk tenaga yang lain. Penyediaan tenaga listrik yang stabil dan kontinyu merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik.
Dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik tersebut, terjadi pembagian beban-beban yang
pada awalnya merata tetapi karena
ketidakserempakan waktu penyalaan
beban-beban tersebut maka menimbulkan
ketidakseimbangan beban yang berdampak pada penyediaan tenaga listrik. Ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa (fasa R, fasa S, dan fasa T) inilah yang menyebabkan mengalirnya arus di netral trafo.
Teori Transformator
Transformator merupakan suatu alat listrik yang mengubah tegangan arus bolak-balik dari satu tingkat ke tingkat yang lain
melalui suatu gandengan magnet dan
berdasarkan prinsip-prinsip
induksi-elektromagnet. Transformator terdiri atas sebuah inti, yang terbuat dari besi berlapis dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder.
Penggunaan transformator yang
sederhana dan handal memungkinkan dipilihnya tegangan yang sesuai dan ekonomis untuk tiap-tiap keperluan serta merupakan salah satu sebab penting bahwa arus bolak-balik sangat banyak
8
dipergunakan untuk pembangkitan dan
penyaluran tenaga listrik.
Prinsip kerja transformator adalah
berdasarkan hukum Ampere dan hukum Faraday, yaitu: arus listrik dapat menimbulkan medan magnet dan sebaliknya medan magnet dapat menimbulkan arus listrik. Jika pada salah satu kumparan pada transformator diberi arus bolak-balik maka jumlah garis gaya magnet berubah-ubah. Akibatnya pada sisi primer terjadi induksi. Sisi sekunder menerima garis gaya magnet dari sisi primer yang jumlahnya berubah-ubah pula. Maka di sisi sekunder juga timbul induksi, akibatnya antara dua ujung terdapat beda tegangan
Perhitungan Arus Beban Penuh Transformator
Daya transformator bila ditinjau dari sisi tegangan tinggi (primer) dapat dirumuskan sebagai berikut :
S = √3 . V . I (1) dimana :
S : daya transformator (kVA)
V : tegangan sisi primer transformator
(kV)
I : arus jala-jala (A)
Sehingga untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat menggunakan rumus :
IFL V . 3 S (2) dimana :
IFL : arus beban penuh (A)
S : daya transformator (kVA)
V : tegangan sisi sekunder transformator
(kV)
Losses (rugi-rugi) Akibat Adanya Arus Netral pada Penghantar Netral Transformator
Sebagai akibat dari ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa pada sisi sekunder trafo (fasa R, fasa S, fasa T) mengalirlah arus di
netral trafo. Arus yang mengalir pada
penghantar netral trafo ini menyebabkan losses (rugi-rugi). Losses pada penghantar netral trafo ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
PN = IN 2
. RN (3)
dimana :
PN : losses pada penghantar netral trafo
(watt)
IN : arus yang mengalir pada netral trafo (A)
RN : tahanan penghantar netral trafo (Ω)
Sedangkan losses yang diakibatkan karena arus netral yang mengalir ke tanah (ground) dapat dihitung dengan perumusan sebagai berikut :
PG = IG 2
. RG (4)
dimana :
PG : losses akibat arus netral yang mengalir
ke tanah (watt)
IG : arus netral yang mengalir ke tanah (A)
RG : tahanan pembumian netral trafo (Ω) Ketidakseimbangan Beban
Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan di mana :
Ketiga vektor arus / tegangan sama besar.
Ketiga vektor saling membentuk sudut 120º
satu sama lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah keadaan di mana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tidak
terpenuhi. Kemungkinan keadaan tidak
seimbang ada 3 yaitu :
Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120º satu sama lain. Ketiga vektor tidak sama besar tetapi
membentuk sudut 120º satu sama lain. Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak
membentuk sudut 120º satu sama lain.
Gambar 1. Vektor Diagram Arus
Gambar 1(a) menunjukkan vektor diagram arus dalam keadaan seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT) adalah sama dengan nol
sehingga tidak muncul arus netral (IN).
Sedangkan pada Gambar 1(b) menunjukkan vektor diagram arus yang tidak seimbang. Di sini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT) tidak sama dengan nol
` 120o 120o 120o 120o 135o 105o ` IR IN IS IT IR + IT IS IR IT (a) (b)
9
sehingga muncul sebuah besaran yaitu arus netral (IN) yang besarnya bergantung dari
seberapa besar faktor ketidakseimbangannya.
Penyaluran Dan Susut Daya
Misalnya daya sebesar P disalurkan melalui suatu saluran dengan penghantar netral. Apabila pada penyaluran daya ini arus-arus fasa dalam keadaan seimbang, maka besarnya daya dapat dinyatakan sebagai berikut :
P = 3 . [V] . [I] . cos (5) dengan :
P : daya pada ujung kirim
V : tegangan pada ujung kirim
cos : faktor daya
Daya yang sampai ujung terima akan lebih kecil dari P karena terjadi penyusutan dalam saluran.
Jika [I] adalah besaran arus fasa dalam penyaluran daya sebesar P pada keadaan seimbang, maka pada penyaluran daya yang sama tetapi dengan keadaan tak seimbang besarnya arus-arus fasa dapat dinyatakan dengan koefisien a, b dan c sebagai berikut :
I
c
I
I
b
I
I
a
I
T S R (6)dengan IR , IS dan IT berturut-turut adalah arus di
fasa R, S dan T.
Bila faktor daya di ketiga fasa dianggap
sama walaupun besarnya arus berbeda,
besarnya daya yang disalurkan dapat dinyatakan sebagai :
P = (a + b + c) . [V] . [I] . cos (7) Apabila persamaan (7) dan persamaan (5) menyatakan daya yang besarnya sama, maka dari kedua persamaan itu dapat diperoleh persyaratan untuk koefisien a, b, dan c yaitu :
a + b + c = 3 (8)
dimana pada keadaan seimbang, nilai a = b = c = 1
Pengumpulan Data :
Spesifikasi Trafo Tiang adalah sebagai berikut :
Buatan Pabrik : TRAFINDO
Tipe : Outdoor Daya : 200 kVA Tegangan Kerja : 21/20,5/20/19,5/19 kV // 400 V Arus : 6,8 – 359 A Hubungan : Dyn5 Impedansi : 4% Trafo : 1 x 3 phasa
Gambar 2. Trafo Distribusi 200 kVA
Gambar 3. Single Line Trafo Distribusi 200 kVA
Tabel 1. Hasil Pengukuran Trafo Distribusi 200 kVA Fasa S Vp-n I Cos 200 kVA 20 kV Dyn 5 LA 380 V 3 fasa
Jurusan 1 Jurusan 2 Jurusan 3 NH Fuse NH Fuse NH Fuse NH Fuse Fuse CO 20 kV
10
(kVA) (V) (A)
Pengukuran pada siang hari
R 50,42 226 223,1 0,95 S 37,34 226 165,0 0,94 T 20,56 227 90,6 0,95 IN 118,6 A IG 62,1 A RG 3,8
Pengukuran pada malam hari
R 68,22 225 303,6 0,91 S 42,42 226 187,7 0,92 T 37,38 226 165,4 0,94 IN 131,7 A IG 58,9 A RG 3,8
Ukuran kawat untuk penghantar netral trafo adalah 50 mm2 dengan R = 0,6842 / km, sedangkan untuk kawat penghantar fasanya adalah 70 mm2 dengan R = 0, 5049 / km.
Gambar 4. Skema Aliran Arus di Sisi Sekunder Trafo pada Siang Hari.
IR = 303,6 A IS = 187,7 A IT = 165,4 A . IG = 58,9 A RG = 3,8 ohm IN = 131,7 A
Gambar 5. Skema Aliran Arus di Sisi Sekunder Trafo pada Malam Hari.
Analisa Pembebanan Trafo
S = 200 kVA V = 0,4 kV phasa - phasa IFL =
V
S
3
= 3 400 200000 = 288,68 Ampere Irata siang=3
T S RI
I
I
= = 3 6 , 90 0 , 165 1 , 223 = 159,67 Ampere Irata malam=3
T S RI
I
I
= =3
4
,
165
7
,
187
6
,
303
= 218,90 AmperePersentase pembebanan trafo adalah : Pada siang hari :
FL ratasiang
I
I
=68
.
288
67
.
159
= 55.31 % Pada malam hari :FL ratamalam
I
I
=68
.
288
90
.
218
= 75.83 % Dari perhitungan di atas terlihat bahwa pada saat malam hari (WBP = Waktu Beban Puncak) persentase pembebanan cukup tinggi yaitu 75.83 %.Analisa Ketidakseimbangan Beban pada Trafo
Pada Siang Hari :
Dengan menggunakan persamaan (6), koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang ( I ) sama dengan besarnya arus rata-rata ( Irata ).
IR = a . I maka : a 159,67 223,1 I IR = 1,40 IS = b . I maka : b 159,67 165,0 I IS = 1,03 IT = c . I maka : c 159,67 90,6 I IT = 0,57 IR = 223,1 A IS = 165,0 A IT = 90,6 A . IG = 62,1 A RG = 3,8 ohm IN = 118,6 A
11
Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b dan c adalah 1.
Dengan demikian, rata-rata
ketidakseimbangan beban (dalam %) adalah : {│a – 1│ + │b – 1│ + │c – 1│} = 3 x 100 % {│1,40 – 1│+│1,03 – 1│+│0,57 – 1│} = 3 x 100% = 28,67%
Pada Malam Hari :
Dengan menggunakan persamaan (6), koefisien a, b, dan c dapat diketahui besarnya, dimana besarnya arus fasa dalam keadaan seimbang ( I ) sama dengan besarnya arus rata-rata ( Irata ).
IR = a . Imaka : a 218,9 303,6 I IR = 1,39 IS = b . Imaka : b
218,9
187,7
I
I
S
= 0,86 IT = c . Imaka : c218,9
165,4
I
I
T
= 0,75Pada keadaan seimbang, besarnya koefisien a, b dan c adalah 1.
Dengan demikian, rata-rata ketidakseimbangan beban (dalam %) adalah :
{│1,39 – 1│+│0,86 – 1│+│0,75 – 1│}
= 3 x100%
= 26.00%
Dari perhitungan di atas terlihat bahwa baik
pada siang hari maupun malam hari,
ketidakseimbangan beban cukup tinggi (> 25%), hal ini disebabkan karena penggunaan beban yang tidak merata di antara konsumen.
Analisa Losses Akibat Adanya Arus Netral pada Penghantar Netral Trafo dan Losses Akibat Arus Netral yang Mengalir ke Tanah
Pada Siang Hari :
Dari tabel pengukuran, dan dengan
menggunakan persamaan (3), losses akibat
adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya, yaitu:
PN = IN 2 . RN = (118,6) 2 . 0,6842 = 9623,92 Watt ≈ 9,62 kW
dimana daya aktif trafo (P) :
P = S . cos φ , dimana cos φ yang
digunakan adalah 0,85
P = 200 . 0,85 = 170 kW
Sehingga, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo adalah :
% PN
x
100
%
P
P
N
%
100
x
kW
170
kW
9,62
= 5.66 %Losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah
dapat dihitung besarnya dengan menggunakan persamaan (4), yaitu :
PG = IG2 . RG = (62,1) 2 . 3,8 = 14654,4 Watt ≈ 14,65 kW
Dengan demikian persentase losses-nya adalah :
% PG
x
100
%
P
P
G
%
100
x
kW
170
kW
14,65
= 8,62 % Pada Malam Hari :
Dari tabel pengukuran, dan dengan
menggunakan persamaan (3), losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo dapat dihitung besarnya, yaitu:
PN = (131,7)
2 . 0,6842 = 11867.37 Watt ≈
11,87 kW
Sehingga, persentase losses akibat adanya arus netral pada penghantar netral trafo adalah :
% PN
%
100
x
kW
170
kW
11.87
= 6,98 %Losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah
dapat dihitung besarnya dengan menggunakan persamaan (4), yaitu :
PG = (58,9) 2 . 3,8 = 13183,00 Watt ≈ 13,18 kW
12
Dengan demikian persentase losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah adalah :
% PG
x
100
%
kW
170
kW
13,18
= 7,75%Tabel 2. Losses pada Trafo Distribusi 200 kVA
Pada Tabel 2 terlihat bahwa semakin besar arus netral yang mengalir di penghantar netral trafo (IN) maka semakin besar losses pada penghantar
netral trafo (PN). Demikian pula bila semakin
besar arus netral yang mengalir ke tanah (IG),
maka semakin besar losses akibat arus netral yang mengalir ke tanah (PG).
Dengan semakin besar arus netral dan losses di trafo maka effisiensi trafo menjadi turun.
Bila ukuran kawat penghantar netral dibuat sama dengan kawat penghantar fasanya (70 mm2) maka losses arus netralnya akan turun.
Kesimpulan
Berdasarkan analisa data di atas, terlihat bahwa pada siang hari ketidakseimbangan beban pada trafo tiang semakin besar karena penggunaan beban listrik tidak merata.
Sesuai tabel 2, semakin besar
ketidakseimbangan beban pada trafo tiang maka arus netral yang mengalir ke tanah (IG) dan
losses trafo tiang semakin besar.
Salah satu cara mengatasi losses arus netral adalah dengan membuat sama ukuran kawat netral dan fasa.
Referensi
[1] Abdul Kadir, Distribusi dan Utilisasi
Tenaga Listrik, Jakarta : UI - Press, 2000.
[2] Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000
(PUIL 2000), Jakarta : Badan Standarisasi
Nasional, 2000.
[3] James J.Burke, Power Distribution
Engineering – Fundamentals And
Applications, New York : Marcel Dekker
Inc., 1994.
[4] Sudaryatno Sudirham, Dr., Pengaruh
Ketidakseimbangan Arus Terhadap Susut Daya pada Saluran, Bandung : ITB, Tim
Pelaksana Kerjasama PLN-ITB, 1991.
[5] Sulasno, Ir., Teknik Tenaga Listrik,
Semarang : Satya Wacana, 1991. [6] Zuhal, Dasar Tenaga Listrik, Bandung :
ITB, 1991.
[7] Abdul Kadir, Transformator, Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo, 1989 RN Waktu Ketidaks eimbanga n Beban ( % ) IN IG PN PN PG PG ( ) ( A ) ( A ) ( kW ) ( % ) ( kW ) ( % ) 0,6842 (50 mm2) Siang 28,67 118,6 62,1 9,62 5,66 14,65 8,62 Malam 26,00 131,7 58,9 11,87 6,98 13,18 7,75 0, 5049 (70 mm2) Siang 28,67 118,6 62,1 7.10 4.18 14,65 8,62 Malam 26,00 131,7 58,9 8.76 5.15 13,18 7,75
13
PENENTUAN HARGA SATUAN PEKERJAAN DITINJAU DARI
PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA KONSTRUKSI PADA SETIAP
JENJANG KEAHLIAN DI LAPANGAN
Zulkifli Lubis1Sandy Tri Putranto2
1)
Dosen dpk, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
2)
Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Produktivitas merupakan salah satu faktor mendasar yang mempengaruhi peformasi kemampuan bersaing pada industri konstruksi. Tidak tesedianya standar produktivitas konstruksi baik pada tingkatan proyek maupun tingkatan item pekerjaan sangat dirasakan oleh industri jasa konstruksi di Indonesia untuk dapat digunakan sebaai acuan dalam menyusun anggaran biaya dan jadwal pelaksanaan kegiatan konstruksi.
Dari hasil studi pada beberapa proyek yang ditinjau di lapangan, ternyta produktivitas tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh faktor pengawasan, perencanaan dan koordinasi, urutan kerja, komposisi kelompok kerja, kondisi fisik lapangan dan sarana bantu, dan kerja lembur.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai produktivitas tenaga kerja pada daftar analisis BOW untuk pekerjaan pasangan dinding dan pekerjaan balok dan pelat lantai sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada kondisi sekarang. Kemudian disusun suatu nilai produktivitas yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai perubahan dari daftar analisis BOW. Dan setelah diuji kembali ternyata produktivitas juga ditenukan oleh jenis tenaga kerja yang digunakan. Pada pekerjaan pasangan dinding lantai 1, produktivitasnya akan lebih tinggi jika menggunakan tenaga kerja borongan dibandingkan tenaga kerja harian.
Motivasi dari kedua jenis tenaga kerja perlu diperhatikan dan besarnya upah perlu ditinjau dan dipikirkan bersama guna perbaikan hidup para tenaga kerja.
Kata kunci : performasi kemampuan bersaing, standar produktivitas konstruksi, daftar analisis
BOW, motivasi.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Produktivitas merupakan salah satu
faktor mendasar yang mempengaruhi
performansi kemampuan bersaing pada industri konstruksi. Peningkatan produktivitas akan mengurangi waktu pekerjaan, dan itu berarti akan mereduksi biaya, khususnya biaya pekerja sehingga diperoleh suatu minimum labor cost untuk mendapatkan harga yang kompetitif baik untuk pelelangan maupun pelaksanaan. Oleh
karena itu pengukuran dan peningkatan
produktivitas pekerjaan konstruksi yang
mencapai sasaran mutu, proses, dan hasil kerja yang diharapkan, baik dari segi kualitas, waktu pelaksanaan, maupun pembiayaan.
Kendala utama bagi perusahaan
konstruksi di Indonesia dewasa ini dalam usaha
pengembangan produktivitas pekerjaan
konstruksi adalah belum adanya standar
produktivitas yang handal, yang dapat digunakan
sebagai acuan dalam mengestimasi biaya dan
jadwal pelaksanaan kegiatan konstruksi.
Perusahaan konsstruksi juga jarang melakukan pengukuran produktivitas yang murah, mudah, fleksibel, dan cukup akurat.
Pengukuran produktivitas yang
digunakan di indusstri konstruksi saat ini umumnya diadopsi dari industri manufaktur dengan metoda pengukuran antara lain : Time and Motion Study, Work Sampling dan Metoda Productivity Delay Model. Metoda-metoda ini memerlukan pengukuran produktivitas aktual di lapangan secara khusus, yang pelaksanaannya cukup sulit, memerlukan waktu lama, harus intensif, dan memerlukan dana cukup yang harus disiapkan.Sebagai alternatif dari metoda-metoda pengukuran tersebut di atas, diperlukan metoda
yang lebih sederhana yaitu dengan
memanfaatkan informasi proyek yang mudah didapat. Salah satu sumber informasi yang berharga adalah laporan kemajuan pekerjaan
14
(site progress records), yaitu Laporan Harian yang berisi : daily works report, daily material
report, daily man power report, daily equipment report, weather and woring hour, serta Laporan
Bulanan yang isinya merupakan kumulasi dari laporan-laporan mingguannya. Informasi yang diperoleh dari laporan kemajuan pekerjaan ini sebenarnya merupakan suatu sumber daya organisasi yang berharga, khususnya untuk perencanaan dan pengendalian, namun pada umumnya masih belum dimanfaatkan secara maksimal.
Maksud dan Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini, adalah untuk :
1. Mendapatkan gambaran mengenai
produktivitas tenaga kerja pada proyek konstruksi yang didapatkan dari laporan kemajuan pekejaan hasil observasi di lapangan.
2. Mendapatkan suatu rentang (range)
produktivitas tenaga kerja pada setiap jenjang keahlian (dalam hal ini adalah tukang dan laden) pada proyek konstruksi di lapangan.
Pembatasan Masalah
Dalam melakukan penelitian ini, dibuat pembatasan masalah, yaitu sebagai berikut : Pengukuran produktivitas tenaga kerja
dilakukan pada jenjang keahlian tukang dan laden.
Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja standar.
Proyek gedung bertingkat minimal dua lantai.
Kondisi dilapangan mendukung, antara lain : Kondisi cuaca normal, artinya tidak ada kendala berarti yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
Ketersediaan jumlah tenaga kerja yang cukup untuk memenuhi jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan di lapangan sesuai dengan jenis pekerjaannya.
Lingkungan kerja mendukung akan banyaknya jumlah tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan di laangan pada suatu waktu tertentu.
Metoda Penelitian
Dengan mengumpulkan bahan dari studi
literatur, baik berupa buku yang telah
dipublikasikan secara umum maupun dengan
mengembangkan penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti terdahulu, juga dengan
memanfaatkan arsip laporan kemajuan pekerjaan untuk mengukur produktivitas tenaga kerja pada proyek konstruksi.
Dengan menggunakan data yang
terekam pada laporan kemajuan pekerjaan mingguan, dapat dihitung dan dianalisa suatu angka produktivitas tenaga kerja untuk tingkatan proyek yang dapat dipergunakan oleh para perencana biaya dan jadwal konstruksi pada tahap preliminary estimate sesuai dengan teknologi dan metode pelaksanaan konstruksi yang biasa dilakukan sekarang.
Diharapkan dengan adanya pengukuran ini, produktivitas tenaga kerja pada proyek konstruksi akan dapat terus ditingkatkan, dengan demikian kerugian akibat kesalahan estimasi akan dapat diperkecil. Hasil pengukuran ini juga bermanfaat sebagai data dan alat analisa bagi
perusahaan untuk terus meningkatkan
performansinya, sehingga mampu untuk ikut berkompetisi.
Diagram Air Metoda Penelitian
Tahapan-tahapan proses kegiatan yang dilakukan dalam tesis ini secara garis besar dilakukan dengan mengikuti bagan air seperti terlihat pada gambar 1.
LANDASAN TEORI
Jika membicarakan masalah
produktivitas muncullah satu situasi yang produktivitas muncullah satu situasi yang paradoksial (bertentangan), karena belum ada kesepakatan umum tentang maksud pengertian produktivitas serta kriterianya dalam mengukur petunjuk-petunjuk produktivitas. Dan tak ada konsepsi, metode penerapan maupun cara pengukuran yang bebas dari kritik (Sinungan,
Muchdarsyah, 1995). Para ahli tidak
memberikan rumusan produktivitas yang sama,
karena itu masih ditemukan pengertian
produktivitas dalam berbagai cara, namun pada prinsipnya mempunyai kesamaan.
Dalam berbagai referensi terdapat
banyak sekali pengertian mengenai
produktivitas, yang dapat dikelompokkan
menjadi tiga (Sinungan, Muchdarsyah, 1995) yaitu :
1. Rumusan tradisional bagi keseluruhan
produktivitas tidak lain ialah ratio dari apa
yang dihasilkan (output) terhadap
keseluruhan peralatan produksi yang
15
2. Rumusan tradisional bagi keseluruhan
produktivitas tidak lain ialah ratio dari apa
yang dihasilkan (output) terhadap
keseluruhan peralatan produksi yang
dipergunakan (input).
3. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini.
4. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor penting, yakni : Investasi, termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset; manajemen; dan tenaga kerja.
Gambar 1. Metoda Penelitian
Kata ’produktivitas’ sendiri pertama kali disebutkan pada sebuah artikel oleh Quesnay
tahun 1766. Pada tahun 1833, Littre
mendefinisikan pengertian dari produktivitas
sebagai kemampuan dalam memproduksi.
Definisi yang lebih spesifik dari produktivitas yaitu sebagai perbandingan antara keluaran dan
sumber-sumber yang digunakan dalam
menghasilkan keluaran tersebut mulai dikenal sekitar akhir abad sembilan belas.
Definisi lainnya tentang produktivitas telah banyak dilontarkan oleh para ahli dan badan-badan internasional. Organization for european Economic Cooperation (OEEC) pada tahun 1950 mendefinisikan produktivitas sebagai berikut :
”Produktivitas merupakan hasil bagi yang diperoleh dengan membagi keluaran dengan salah satu dari faktor-faktor produksi yang jadi input, yaitu kapital, investasi, bahan mentah dan
lain-lain.”
Peter F. Ducker mengemukakan definisi
produktivitas sebagai berikut :
”Produktivitas adalah keseimbangan antara seluruh faktor-faktor produksi yang memberikan keluaran yang lebih banyak melalui penggunaan
sumber daya yang lebih sedikit.”
Dari definisi-definisi di atas, secara
umum produktivitas didefinisikan sebagai
perbandingan antara keluaran suatu proses terhadap sumber daya masukan dalam proses tersebut, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Produktivitas =
M asukan
Keluaran
Keluaran adalah hasil yang bermanfaat bagi manusia yang didapat dari suatu kegiatan, sedangkan masukan adalah sumber-sumber yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa produktivitas berarti juga suatu ukuran efektivitas masukan yang digunakan suatu proses untuk menghasilkan keluarannya.
Definisi produktivitas secara umum yaitu : Produktivitas = Output : Input
Produktivitas = Output : Satuan Waktu Dan produktivitas pada building site adalah jumlah jam-orang per m2 luas lantai.
Jenis-jenis Produktivitas
Pendefinisian produktivitas dapat
bermacam-macam tergantung pada konteks apa
produktivitas tersebut dibicarakan. Pada
dasarnya ada tiga jenis dasar produktivitas (Susanto, 1992), yaitu : a. Produktivitas parsial Manajemen Sumber Daya Manusia Mulai PerumusanMasalah :
Belum adanya standar yang jelas mengenai besarnya produktivitas tenaga kerja untuk setiap jenjang keahlian pada setiap satuan jenis pekerjaan di lapangan.
Studi Literat ur Produktivitas Tenaga Kerja PengumpulanData :
Time Schedule danKurva S
Laporan Kemajuan Pekerjaan Spesifikasi dan gambar Analisis Data :
Perhitungan produktivitas tenaga kerja pada setiap jenjang keahlian tukang dan laden pada proyek yang berbeda.
Perhitungan dilakukan untuk jenis pekerjaan yang memerlukan tenaga kerja manusia dalam pelaksanaan pekerjaannya dengan menggunakan bantuan peralatan sesedikit mungkin.
Hasil Studi :
Range produktivitas tenaga kerja pada setiap jenjang keahlian untuk setiap satuan jenis pekerjaan yang ditinjau.
Rekomendasi :
Besarnya nilai produktivitas tenaga kerja pada setiap jenjang keahlian untuk setiap satuan jenis pekerjaan yang ditinjau.
16
Produktivitas parsial adalah rasio keluaran terhadap salah satu faktor masukan, sebagai contoh, produktivitas tenaga kerja (rasio dari keluaran dan masukan kerja), merupakan ukuran produktivitas parsial.
b. Produktivitas total faktor
Produktivitas total faktor adalah rasio keluaran bersih terhadap jumlah masukan faktor tenaga kerja dan faktor kapital. Yang dimaksud dengan ’keluaran bersih’ adalah masukan total dikurangi dengan jumlah barang dan jasa yang dibeli. Yang harus diperhatikan adalah faktor pembagi dari rasio ini adalah faktor tenaga kerja dan kapital.
c. Produktivitas total
Produktivitas total adalah rasio keluaran total terhadap semua faktor masukan. Dengan demikian, pengukuran produktivitas total mencerminkan pengaruh bersama dari
semua masukan dalam menghasilkan
keluaran.
Secara tradisional orang sering
mengandalkan pada pengukuran produktivitas parsial. Pengukuran produktivitas yang paling sering dipakai adalah pengukuran produktivitas tenaga kerja yang dinyatakan dengan keluaran per-orang per-jam atau keluaran per-karyawan. ’Keluaran’ dinyatakan dalam unit uang atau
dalam bentuk fisik. Tetapi pengukuran
produktivitas parsial kadang menunjukkan sifat yang berlawanan, sebaliknya dengan hanya mengetahui ukuran produktivitas total, akan sulit mendeteksi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan untuk tindakan perbaikan.
Produktivitas Tenaga Kerja
Dari definisi-definisi produktivitas
secara umum, dapat disimpulkan bahwa
produktivitas tenaga kerja adalah besar volume pekerjaan yang dihasilkan oleh seorang pekerja atau oleh satu tim pekerja selama tenggang waktu tertentu. Dengan kata lain, produktivitas tenaga kerja adalah jumlah waktu atau tenggang waktu yang diperlukan oleh seorang pekerja atau atu tim pekerja untuk menghasilkan suatu volume pekerjaan tertentu.
Produktivitas dalam Industri Konstruksi
Industri konstruksi mempunyai sifat yang berbeda dari industri manufaktur, dimana sifat-sifat ini akan mempengaruhi pengertian
produktivitas dalam industri konstruksi.
Karakteristik dari industri konstruksi yang
membedakannya dari industri manufaktur adalah sebagi berikut (Suryanto, 1997) :
1. Proyek konstruksi mempunyai pelaksanaan yang relatif pendek.
2. Lokasi kerja tidak tetap.
3. Hasil akhir konstruksi merupakan hasil yang unik dan berbeda dari satu lokasi dengan lokasi yang lain.
4. Tenaga terlatih lebih banyak digunakan daripada tenaga kerja kasar.
5. Pelaksanaan pekerjaan dilakukan diluar ruangan dengan kemungkinan gangguan yng besar.
6. Keterlibatan berbagai pihak (pemberi
pekerjaan, perencana, pengawas dan
pelaksana) yang banyak terlibat dalam proses konstruksi.
Dalam industri konstruksi keterlibatan pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses
kegiatan konstruksi (pemberi pekerjaan,
perencana, kontraktor dan sub kontraktor, pekerja) akan memberikan sumbangan terhadap produktivitas suatu proyek konstruksi.
Meskipun berbagai faktor yang
berkaitan dengan keterlibatan berbagai tahap kegiatan akan mempengaruhi produktivitas total pekerjaan konstruksi, tetapi faktor produktivitas tenaga kerja di lapangan memegang peranan yang sangat besar. Hal ini dimungkinkan karena
hasil akhir suatu pekerjaan konstruksi
bergantung kepada kinerja tenaga kerja pada setiap pekerjaan yang dilakukan di lapangan. Sehingga pengukuran produktivitas tenaga kerja di lapangan, tanpa mengesampingkan kontribusi peranan pihak-pihak lain yang memungkinkan peningkatan produktivitas proyek konstruksi secara keseluruhan.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas konstruksi, maka kemampuan industri konstruksi untuk mencari cara-cara untuk meningkatkan produktivitas juga akan menjadi lebih baik lagi, sehingga sekarang tinggal bagaimana cara mengukur produktivitas konstruksi dapat dilakukan dari waktu ke waktu untuk mengetahui peningkatan atau penurunan produktivitas dimulai dengan mengetahi dan menetapkan produktivitas yang ada melalui suatu pengukuran.
Variabel-variabel yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja lapangan menjadi seperti tersebut di bawah ini (Soeharto, 1995) : 1. Kondisi fisik lapangan dan sarana bantu. 2. Pengawasan, perencanaan, dan koordinasi. 3. Komposisi kelompok kerja.
17
4. Kerja lembur.
5. Ukuran besar proyek. 6. Kurva pengalaman.
7. Pekerja langsung – sub kontraktor. 8. Kepadatan tenaga kerja.
Daftar Analisis BOW
Sampai saat ini, perencanaan atau estimasi biaya konstruksi dan penentuan jadwal kegiatan proyek konstruksi masih menggunakan angka-angka standar produktivitas tenaga kerja yang mengacu pada hasil penelitian puluhan tahun yang lalu, seperti standar BOW yang dikeluarkan sekitar tahun 40-an yang sekarang
dirasakan sudah tidak sesuai lagi jika
dipergunakan untuk menghitung perencanaan tenaga kerja pada proyek konstruksi sekarang ini, sebab baik metode kerja, peralatan, pengawasan dan faktr-faktor lainnya sudah banyak berbeda jika dibandingkan dengan keadaan saat BOW tersebut disusun (Suryanto, 1997).
Di bawah ini adalah contoh nilai produktivitas tenaga kerja hasil penelitian yang disusun dalam BOW sebagai berikut :
1. Pekerjaan kayu, pemasangan atap
Untuk mengerjakan 1 m3 pemasangan kaso dan reng untuk atap genteng diperlukan :
0,005 mandor
0,01 kepala tukang
0,1 tukang kayu
0,1 pekerja / laden
2. Pekerjaan beton
Untuk mengerjakan 1 m3 beton semen
portland dengan campuran 4 bagian batu pecah (kerikil) : 2 bagian pasir : 1 bagian
semen portland yang dipakai untuk
pemasangan ubin pada lantai, pembuatan genteng beton, pengecoran beton dibawah air, dan pembuatan lapisan turap diatas pasangan-pasangan batu atau bata yang dimiringkan dengan tebal 0,06 m, diperlukan :
0,3 mandor
0,1 kepala tukng
1 tukang batu
6 pekerja / laden
ANALISIS DATA LAPANGAN
Proyek yang ditinjau adalah :
1. Proyek pengembangan Ruko Graha Indah Lamongan
2. ProyekpembangunanRuko LTC Lamongan
3. ProyekPembangunan Ruko Demangan
Regency Lamongan
Dibawahiniadalahjenispekerjaan pada
bangunan yang ditinjau pada setiapproyek : 1. PekerjaanTanah dan Pondasi
1.1 Pekerjaan pondasi batu kali menerus 2. PekerjaanStrukturBeton
2.1 Pekerjaankolomlantai 1
2.2 Pekerjaanpasangandindinglantai 1
2.3 Pekerjaan balok dan pelat lantai 2 Tenaga kerja di lapangan terbagi menjadi dua jenis, yaitu tenaga kerja harian dan tenaga kerja borongan. Tenaga kerja harian adalah tenaga kerja yang melaksanakan satu jenis pekerjaan di lapangan dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi, dan upahnya dihitung berdasarkan lamanya tenaga kerja tersebut melaksanakan satu jenis pekerjaan hingga selesai. Sedangkan tenaga kerja borongan adalah tenaga kerja yang melaksanakan satu jenis pekerjaan yang sifatnya massal di lapangan, dan upahnya dihitung berdasarkan volume
pekerjaan yang dilaksanakan tanpa
memperhitungkan lamanya durasi waktu
penyelesaian pekerjaan yang dimaksud.
Dengan kenyataan yang terjadi di
lapangan, bahwa hanya tukang yang
menghasilkan pproduk, dan laden mendukung kelancaran pekerjaan tukang, sedangkan mandor sebagai pemberi instruksi dan mengawasi pekerjaan tukang dan laden di lapangan, maka sesuai dengan hasil pengamatan di lapangan, ratio untuk tukang dan laden adalah sebagai berikut:
a. Untuk tenaga kerja harian :
1 orang kepala tukang memimpin 10 orang tukang, dan 1 orang tukang dibantu oleh 3 orang laden.
b. Untuk tenaga kerja borongan :
1 orang kepala tukang memimpin 12 orang tukang, danm 1 orang tukang dibantu oleh 4 orang laden.
Dibawah ini adalah salah satu contoh metode perhitungan produktivitas tenaga kerja pada setiap pekerjaan yang ditinjau pada masing - masing proyek, dan untuk pekerjaan - pekerjaan lain dan pada proyek - proyek yang lain dilakukan dalam bentuk tabelaris, seperti terlihat pada tabel 1.
Proyek Pembangunan Ruko Graha Indah Lamongan
18
1. Pekerjaan tanah dan pondasi
1.1 Pekerjaan pondasi batu kali menerus Volume pekerjaan = 70,25 m3 Durasi = 14 hari
Volume pekerjaan per hari = 70,25/14 Komposisi jumlah tenaga kerja : 1 mandor
1 tukang 2 laden
Produktivitas tenaga kerja = 5 org/5,0179 m3 Jadi keperluan jumlah tenaga kerja per m3 pekerjaan pondasi batu kali di lapangan adalah
0,0057 mandor
0,9964 tukang
2,989 laden
Tabel 1 : Prodiuktivitas Tenaga Kerja Pada Setiap Jenjang Keahlian Pekerjaan di Lapangan No Jenis Pekerjaan Proyek Ruko Grah a Inda h Ruko LTC Ruko Deman gan Regenc y 1 Pekerjaan tanah dan
pondasi
1.1 Pekerjaan pondasi batu kali (m3)
Volume pekerjaan (m3) 70,2 5
84,88 40,318 Durasi (hari) 14 14 49 Volume pekerjaan per
hari (m3)
5,01 79
6,0629 6,1224 Jumlah tenaga kerja
(orang) : Mandor 1 1 1 Tukang 1 2 2 Laden 2 2 2 Hasil analisis produktivitas : Mandor 0,00 57 0,0067 0,0250 Tukang 0,99 64 1,3195 1,3067 Laden 2,98 93 3,9585 3,9200 2 Pekerjaan beton
2.1 Pekerjaan kolom lantai 1(m3) Volume pekerjaan (m3) 72,8 9 36,22 10 Durasi (hari) 35 14 7 A Pekerjaan pembesian (kg) Volume pekerjaan (kg) 18.2 25 9.055 2.500 Durasi (hari) 14 7 3 Volume pekerjaan per
hari (kg)
1.30 7,8
1.293,6 833,3 Jumlah tenaga kerja
(orang) : Mandor 1 1 1 Tukang 5 5 4 Laden 5 5 4 Hasil analisis produktivitas : Mandor 0,0057 0,0067 0,0250 Tukang 0,0154 0,0155 0,0192 Laden 0,0461 0,0464 0,0576 B Pekerjaan bekisting (m2) Volume pekerjaan (m2) 833 415 115 Durasi (hari) 21 7 4 Volume pekerjaan per
hari (m2)
39,7 59,3 28,75 Jumlah tenaga kerja
(orang) : Mandor 1 1 1 Tukang 4 4 4 Laden 3 3 4 Hasil analisis produktivitas : Mandor 0,0057 0,0067 0,0250 Tukang 0,3778 0,2530 0,5565 Laden 1,1335 0,7589 1,6696
Dari hasil perhitungan dengan meninjau tiga jenis pekerjaan dari ketiga proyek di lapangan, kemudian dibandingkan dengan hasil yang dibuat dari daftar analisa upah dan bahan (BOW) dapat dilihat dari tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2 : Produktivitas Tenaga Kerja Pada
Setiap Jenjang Keahlian di Lapangan dan Dari Daftar Analisa Upah dan Bahan (BOW) Jenis Pekerjaan Proyek BOW Ruko Graha Indah Ruko LTC Ruko Dema ngan Rege ncy 1 Pekerjaan tanah dan
pondasi 1 1 Pekerjaan pondasi batu kali (1 m3) Mandor 0,0057 0,0067 0,0250 0,1800 Tukang 0,9964 1,3195 1,3067 1,2000 Laden 2,9893 3,9585 3,9200 3,6000 2 Pekerjaan beton 2 1 Pekerjaan kolom lantai 1 Pekerjaan pembesian (1 kg) Mandor 0,0057 0,0067 0,0250 Tukang 0,0154 0,0155 0,0192 0,0545 Laden 0,0461 0,0464 0,0576 0,0273 Pekerjaan bekisting (1 m2) : Mandor 0,0057 0,0067 0,0250 0,1000 Tukang 0,3778 0,2530 0,5565 1,0000 Laden 1,1335 0,7589 1,6696 2,0000 2 2 Pekerjaan pasangan dinding (1 m2) Mandor 0,0057 0,0067 0,0250 0,2250 Kepala Tukang 0,0067 0,0067 0,0174 0,1500 Tukang 2,7000 2,5800 2,0600 1,5000 Laden 8,1100 7,7400 6,1700 4,5000 2 3 Pekerjaan balok dan pelat lantai 2 Pekerjaan pembesia (1 kg) Mandor 0,0057 0,0067 0,0250 Tukang 0,0161 0,0133 0,0152 0,0545 Laden 0,0484 0,0400 0,0457 0,2730 Pekerjaan
19
pembesian (1 kg) : Mandor 0,0057 0,0067 0,0250 0,1000 Tukang 0,3379 0,3019 0,4667 1,0000 Laden 1,0138 0,9057 1,4000 2,0000Adanya perbedaan hasil produktivitas yang didapat dari studi dengan analisis BOW disebabkan oleh karena perkiraan kondisi pada proyek pada saat disusunnya BOW adalah sebagai berikut :
1. Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di
lapangan bekerja berada di bawah
kwpwmimpinan yang keras dari pengaasnya.
2. Tingginya tingkat kedisiplinan dan
ketertiban dari tenaga kerja di bawah pengaruh (tekanan) yang sangat tinggi dari pimpinannya.
3. Tingkat ketelitian, kerapihan dan keindahan yang sangat baik di bawah pengaruh (tekanan) yang besar dari pimpinannya. 4. Faktor keamanan dari bangunan yang sangat
tinggi.
5. Belum banyaknya peralatan yang dipakai untuk membantu melaksanakan pekerjaan pada setiap jenis pekerjaan di lapangan.
Kondisi tersebut di atas jika
dibandingkan dengan yang terjadi pada saat penelitian ini dibuat sudah jauh berbeda.
Setelah dilakukannya studi mengenai produktivitas tenaga kerja pada setiap jenjang keahlian di lapangan ini, dapat diberikan suatu rekomendasi mengenai angka produktivitas tenaga kerja pada setiap jenis pekerjaan, yang dapat dipergunakan dalam menyusun rencana jadwal pekerjaan, jumlah tenaga kerja yang diperlukan, dan dalam menyusun rencana anggaran biaya yang akan dipakai dalam mengikuti pelangan proyek sebagai berikut : 1. Pekerjaan tanah dan pondasi
Pekerjaan pondasi batu kali menerus (1 m3)
Mandor 0,1
Tukang 1,1
Laden 3,4
2. Pekerjaan beton
Pekerjaan kolom lantai 1 Pekerjaan pembesian (1 kg) Tukang 0,05 Laden 0,03 Pekerjaan bekisting (1 m2) Mandor 0,075 Tukang 0,75 Laden 1,6
Pekerjaan pasangan dinding (1 m2)
Mandor 0,15
Kepala Tukang 0,1
Tukang 1,5
Laden 4,5
Pekerjaan balok dan pelat lantai 2 Pekerjaan pembesian (1 kg) Tukang 0,04 Laden 0,025 Pekerjaan bekisting (1 m2) Mandor 0,1 Tukang 0,75 Laden 1,6 PENUTUP Kesimpulan
1. Nilai produktivitas dari daftar analisis BOW untuk jenis pekerjaan pasangan dinding dan pekerjaan balok dan pelat lantai sudah tidak relevan lagi digunakan pada perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan pada kondisi saat ini terbukti dengan jauhnya perbedaan angka produktivitas hasil studi dengan daftar analisis BOW.
2. Produktivitas tenaga kerja pada setiap jenjang keahlian selain dipengaruhi oleh
faktor pengawasan, perencanaan dan
koordinasi, urutan kerja, komposisi
kelompok kerja, kondisi fisik lapangan dan sarana bantu dan kerja lembur juga dipengaruhi oleh jenis tenaga kerja yang digunakan apakah tenaga kerja harian atau tenaga kerja borongan.
3. Variabel yang paling berpengaruhpada produktivitas tenaga kerja pada setiap jenjang keahlian di lapangan hasil pengamatan di lapangan untuk keempat proyek yang ditinjau adalah komposisi kelompok kerja untuk setiap jenis pekerjaan.
Saran
1. untuk mendapatkan nilai produktivitas
tenaga kerja pada setiap jenjang keahlian
yang lebih akurat perlu dilakukan
pengamatan yang berkesinambungan dan waktu yang cukup pada banyak proyek konstruksi. Sebaiknya proyek dipilah - pilah menurut jenisnya.
2. Para pengusaha konstruksi perlu
mempertimbangkan kembali mengenai
besarnya upah yang diberikan untuk mandor, tukang, laden supaya dapat meningkatkan
20
taraf hidup mereka dan juga dapat
memotivasi mereka agar dapat
melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Mukomoko, J.A., 1985.
DasarPenyusunanAnggaranBiayaBangu nan. CV. Gaya Media Pratrama :Jakarta
Sinungan, Muchdarsyah, 1985. Produktivitas
:Apa dan Bagaimana.BumiAksara
:Jakarta.
Soeharto, Iman, 1995. ManajemenProyek
:DariKonseptualSampaiOperasional.Pe
nrbitErlangga : Yakarta.
Suryanto, Krishna Pribadi, 1997. Model
Productivitas
PekerjaanKonstruksiBangunanGedungB ertingkat di Indonesia. Laporan penelitian, ITB : Bandung.
21
INSTALASI PENGOLAHAN AIR PORTABLE SEBAGAI PENYEDIAAN AIR
BERSIH DI DAERAH BENCANA BANJIR
Alfian Zuliyanto
11)
Dosen Fakultas teknik Jurusan Teknik Sipil, Universitas Islam Lamongan, email: alfianunisla@yahoo.com
Abstrak
Bencana banjir merupakan proses meningkatnya volume air akibat luapan air. Jawa Timur merupakan provinsi yang setiap tahunnya mengalami bencana banjir di sejumlah daerah terutama di Bojonegoro dan Lamongan. Banjir mengakibatkan masyarakat setempat mengungsi ke daerah yang aman. Namun di tempat pengungsian kebutuhan akan air bersih menjadi langka. Air bersih menjadi salah satu kebutuhan yang penting pada bencana banjir di tempat pengungsian. Pemenuhan air bersih salah satunya menggunakan teknologi tepat guna dengan proses yang sederhana untuk menghasilkan air bersih yang layak pakai oleh masyarakat di pengungsian.
Salah satu teknologi sederhana dan tepat guna dalam menyediakan air bersih yaitu instalasi pengolahan air portable yang dengan mudah dioperasikan serta dapat dipindahkan ke tempat yang lain. Alat ini mampu melayani 10 Kepala Keluarga dalam sehari. Proses yang dilakukan meliputi koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi sederhana. Setiap harinya alat ini mampu menghasilkan 1000 L dengan 5 kali pengoperasian. Alat ini dilengkapi dengan Standart
Operational Proccedure (SOP) untuk memudahkan masyarakat dalam mengoperasikannya.
Air hasil olahan dari alat ini telah diteliti di laboratorium dan diperoleh bahwa removal kekeruhan mencapai 99,94%. Dari hasil tersebut, air yang terolah sudah tergolong dalam air bersih yang siap pakai di tempat pengungsian. Selain kekeruhan, dilakukan juga uji mikrobiologi dari air hasil olahan. Berdasarkan hasil laboratorium, diperoleh bahwa masih terdapat kandungan
E-Coli dalam air hasil olahan sehingga jika ingin dikonsumsi harus dimasak terlebih dahulu.
Kata Kunci: Banjir, Pengolahan Air Portable, Penyediaan Air Bersih
1. Pendahuluan
Bencana merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan lagi. Secara umum bencana adalah kejadian (fenomena alam maupun ulah manusia) yang terjadi di suatu wilayah, yang menyebabkan kerusakan-kerusakan fisik, lingkungan, sosial ekonomi maupun hal-hal yang membahayakan keselamatan jiwa manusia. (Imamuddin, 2006). Salah satu bencana yang sering terjadi di Jawa Timur adalah meluapnya Kali Bengawan Solo. Meluapnya kali ini dapat dikatakan terjadi setiap tahun dengan lama dan tinggi genangan bervariasi sesuai dengan terjadinya perioda ulang hujan. Khusus lama genangan, hal ini dapat terjadi mulai beberapa hari saja hingga beberapa minggu. Saat terjadi genangan inilah ada puluhan hingga ratusan kepala keluarga harus mengungsi, baik dalam dalam tenda maupun tidak, hingga air menjadi surut. Saat menunggu air surut inilah harus tetap tersedia kesediaan air minum agar kesehatan lingkungan terus bisa terjaga (Garsadi
et al, 2008). Ketersediaan air minum yang selama
ini terjadi seperti misalnya di Kabupaten Bojonegoro yang dilewati oleh Kali Bengawan Solo, tidak selalu dapat disediakan oleh PDAM. Sangat ironis memang, dalam keadaan banjir malah tidak tersedia air minum. Untuk itu harus disediakan teknologi tepat guna penyediaan air
minum dan dapat dioperasikan sendiri oleh warga yang sedang mengalami kesusahan itu.
Salah satu strategi penyediaan air bersih zaman sekarang ini yaitu dengan memanfaatkan teknologi tepat guna. Teknologi tepat guna juga merupakan solusi yang tepat dalam menangani kebutuhan air dan sanitasi dengan menggunakan teknologi yang inovatif dan memberdayakan masyarakat untuk mencapai tujuan mereka sendiri (Murphy at al, 2009). Di luar masalah sosialisasi penggunaan teknologi tepat guna yang tidak
kalah pentingnya, penelitian ini mencoba
mengkaji penyediaan teknologi yang mudah dioperasikan oleh masyarakat yang sedang ditimpa musibah itu, khususnya pengguna teknologi dari kelompok wanita dan remaja. Kelompok inilah yang dari berbagai kajian merupakan pengguna utama dari air minum ini. Air yang dihasilkan dari teknologi ini, meskipun sulit untuk dicapai secara mudah, diupayakan
mengikuti standar yang dikeluarkan oleh
Permenkes nomor 492/Men.Kes/ PER/IV/2010. Banjir mengakibatkan masyarakat harus mengungsi ke tempat yang lebih aman. Sebagian masyarakat menetap di rumah masing masing meski dalam kondisi terkena banjir. Baru baru ini terjadi banjir di Kabupaten Karawang, Jawa