• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE BIMBINGAN ISLAM BAGI LANJUT USIA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS IBADAH DI RUMAH PERLINDUNGAN LANJUT USIA JELAMBAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE BIMBINGAN ISLAM BAGI LANJUT USIA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS IBADAH DI RUMAH PERLINDUNGAN LANJUT USIA JELAMBAR"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

METODE BIMBINGAN ISLAM BAGI LANJUT USIA

DALAM MENINGKATKAN KUALITAS IBADAH

DI RUMAH PERLINDUNGAN LANJUT USIA JELAMBAR

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

NUR APRIANTI NIM 107052000009

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M

(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

NUR APRIANTI NIM 107052000009

Pembimbing

Prof. Dr. Hj. Ismah Salman, M. Hum NIP 194705151967082001

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M

(3)
(4)

i

Metode Bimbingan Islam Bagi Lanjut Usia dalam Meningkatkan Kualitas Ibadah di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar.

Permasalahan penyandang masalah kesejahteraan sosial semakin lama kian meningkat. Banyak yang menjadi penyebab mengapa semua itu bisa terjadi. Masalah PMKS memang sangat beragam mulai dari anak jalanan, pemulung, PSK, dan lanjut usia terlantar. Sungguh sangat memperhatinkan bila hal tersebut semakin lama kian meningkat. Salah satunya adalah permasalahan lansia. Yang mana lansia adalah orang tua dan fisiknya pun sudah mulai menurun. Perlu adanya perhatian yang lebih kepada mereka. Untuk itu tepat sekali jika pemerintah menyediakan tempat bagi golongan-golongan lansia terlantar. Pada masa lansia perlu adanya kekuatan yang lebih dalam meningkatkan kualitas ibadah. Karena ketika tua seseorang akan mulai memikirkan masa depannya di akhirat nanti. Seperti yang telah dilakukan oleh salah satu Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar yang terletak di Jln. Jelambar Selatan 11/10 Jelambar Jakarta Barat. Rumah perlindungan lanjut usia ini telah memberikan bimbingan Islam kepada lansia dengan metode yang secara khusus diberikan oleh pihak panti yang berupa memberikan jalan yang dapat mempermudah lansia untuk bisa meningkatkan kualitas ibadahnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang proses pelaksanaan bimbingan Islam bagi lansia dalam meningkatkan kualitas ibadah dan metode-metode yang digunakan pada pelaksanaan bimbingan Islam bagi lansia dalam meningkatkan kualitas ibadahnya. Dimana bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu dapat memahami dirinya dan lingkungannya, dalam hal ini informan terdiri dari 3 pembimbing dan 3 lansia. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif. Adapun pengumpulan data penelitiannya dilakukan dengan wawancara dan observasi yang diperoleh langsung dari sasaran penelitian berupa catatan, rekaman, dan data-data dari sumber yang terkait dengan penelitian.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode bimbingan Islam yang diberikan kepada lansia dalam meningkatkan kualitas ibadahnya, yaitu dengan metode individu, kelompok, dan psikoanalisis. Metode-metode lain pun digunakan sesuai dengan kondisi dan keadaan lansia. Dalam hal ini berarti dapat dikatakan bahwa pelaksanaan bimbingan Islam cukup baik dan lancar serta berdampak positif bagi lansia. Dan memang untuk meningkatkan kualitas ibadah lansia.

(5)

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji serta syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT, karena rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil karya tulis ini, sehingga terlaksana sesuai dengan harapan. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada junjungan kita yang ummi, Nabi Muhammad SAW, sang suri tauladan yang telah memberikan pembelajaran hidup yang begitu berharga bagi kita semua. Semoga curahan kebaikan selalu mengiringi keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga hari akhir kelak. Amin.

Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mengalami berbagai halangan dan rintangan, mulai dari persiapan, pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan skripsi ini. Akan tetapi dengan bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Dan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada:

1. Jajaran dekanat Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Yang terhormat Dr. H. Arief Subhan,MA selaku Dekan, Drs. H. Wahidin Saputra, MA selaku Pembantu Dekan bidang Akademik, Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku pembantu Dekan bid. Administrasi Umum, dan Drs. Study Rizal LK, MA selaku pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan.

(6)

iii penulis.

3. Drs. Sugiarto, MA selaku Sekretariat Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

4. Prof. Dr. Hj. Ismah Salman, M. Hum selaku dosen Pembimbing penulis yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, penulis mohon maaf jika selama bimbingan banyak merepotkan.

5. Drs. M. Lutfi, M. Ag, selaku Pembimbing Akademik Mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam tahun 2007. Yang telah memberi arahan dan bimbingannya.

6. Seluruh Dosen pengajar Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi baik yang masih mengajar maupun yang sudah tidak mengajar. Yang telah memberikan Ilmu dan wawasan yang begitu banyak.

7. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bpk. Arifin dan Ibu Rohaeti yang selalu mendoakan penulis dalam menjalankan tugas skripsi ini, atas segala perhatian, kesabaran, dan semangat yang kalian berikan, mohon maaf jika penulis belum bisa memberikan yang terbaik. Akan tetapi, penulis akan berusaha untuk bisa lebih baik lagi.

8. Seluruh Staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas kerja sama dan bantuannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 9. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah

(7)

iv

yang telah menyediakan buku dan fasilitas wi-fi untuk mendapatkan referensi dalam memperkaya skripsi ini.

10. Ibu Hj. Murni Dinsos DKI Jakarta, yang telah membantu penulis untuk bisa melaksanakan penelitian di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar.

11. Ibu Siti Murtofingah, S.AP yang telah membimbing penulis selama penelitian di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar. Dan kepada Ustadz Abdul Hakim, Bpk Suwarso dan Staf/ karyawan RPLU Jelambar yang telah membantu penulis dalam penelitian di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar.

12. Lansia RPLU Jelambar, kepada Bpk. Shaleh, Ibu Yuli, dan Bpk. Maman yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

13. Wahyudi yang telah banyak membantu dalam kelancaran skipsi ini, yang selalu setia menemani penulis dari awal penelitian sampai selesai atas doa, kesabaran, motivasi, dan semangatnya.

14. Adik tercinta Usniawati, Ayaturrokhman, dan M. Hafidz Fairuz Amrullah, yang telah membantu dan mendoakan penulis dalam perjalanan menyelesaikan skripsi ini.

15. Sahabat karib Melia, Ulfah, Najwa, Nova yang telah memberikan semangat, motivasi, dan berbagai masukan-masukan yang diberikan. Dan tumpangannya ke kostsan kalian.

(8)

v

kita bisa menjadi seseorang yang dibanggakan. Buat keke, wiwin, aida, indah, najwa, fina, yang sama-sama berjuang dalam menyelesaikan skripsi atas semangat dan kerja samanya bersama demi menyelesaikan skripsi. Akhirnya, penulis hanya dapat berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis dan juga bagi pembaca umumnya. Sekali lagi penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis. Semoga apa yang telah diberikan menjadi amal sholeh di sisi Allah SWT. Amin.

Jakarta, 03 Mei 2011

(9)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitin ... 8

D. Tinjaun Pustaka ... 9

E. Metodologi Penelitian ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II LANDASAN TEORI A. Bimbingan Islam 1. Pengertian Metode, Bimbingan, Islam ... 18

2. Metode Bimbingan Islam ... 23

3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Islam ... 26

B. Ibadah 1. Pengertian Ibadah ... 28 2. Pembagian Ibadah ... 29 3. Kualitas Ibadah ... 32 C. Lansia 1. Pengertian ... 34

(10)

vii

USIA JELAMBAR

A. Sejarah Berdirinya ... 39

B. Visi, Misi, Fungsi, dan Tujuan ... 40

C. Program Kerja dan Kegiatan ... 44

D. Struktur Organisasi ... 48

E. Sarana dan Prasarana ... 50

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A. Temuan 1. Pembimbing ... 51

2. Terbimbing ... 54

3. Metode Bimbingan ... 56

B. Analisis Metode Bimbingan Islam 1. Metode Individu ... 65 2. Metode Kelompok ... 66 3. Metode Psikoanalisis ... 68 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 71 B. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN

(11)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal Kegiatan harian warga binaan sosial ... 45 Tabel 2 Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Kesejahteraan Sosial WBS ... 46

(12)
(13)
(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam hidupnya, selalu ingin mendapatkan dan menikmati ketentraman batin, ketenangan hidup dan kebahagian diri. Hal tersebut merupakan tuntutan fisik maupun psikis, baik berasal dari internal maupun eksternal, dan manusia selalu berusaha mencarinya. Semua ini di sebabkan oleh bermacam-macam hambatan yang terjadi, yang merupakan problema-problema kehidupan, sehingga banyak manusia yang tidak sanggup menghadapi dan menyelesaikan problema-problema itu dan akhirnya mengalami reaksi-reaksi fisiologis dan psikologis seperti cemas, gelisah, takut, merasa tidak puas dan merasa daya pikirnya menurun, hal inilah yang biasanya dialami oleh para lansia.

Sepanjang rentang kehidupan, seseorang akan mengalami perubahan fisik dan psikologis. Dalam psikologi perkembangan disebutkan bahwa dalam diri manusia terjadi perubahan-perubahan fisik, bahkan sampai pada anggapan bahwa masa tua merupakan masa yang mudah dihinggapi segala penyakit dan akan mengalami kemunduran mental seperti menurunnya daya ingat, masa ini disebut dengan masa lansia.1

Menurut Sarlito Wirawan Sarwono bahwa pada masa lansia, maka seseorang akan merasa kehilangan kesibukan, sekaligus merasa mulai tidak

1 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Erlangga, 1998), Cet. Ke-5, h.30.

(15)

2

diperlukan lagi. Bertepatan dengan itu, anak-anak mulai menikah dan meninggalkan rumah. Badan mulai lemah dan tidak memungkinkan untuk berpergian jauh. Sebagai akibatnya, semangat mulai menurun, mudah dihinggapi penyakit dan segera akan mengalami kemunduran-kemunduran mental. Hal ini disebabkan oleh mundurnya fungsi-fungsi otak dan daya konsentrasi berkurang.2

Masa lanjut usia adalah masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada kenyataannya tidak semua lanjut usia mendapatkannya. Berbagai persoalan hidup yang menimpa lanjut usia sepanjang hayatnya seperti merasa dirinya tidak berguna, kurang mendapat perhatian, merasa diasingkan, sehingga mereka berpikir bahwa dirinya tidak ada gunanya lagi dan hanya menjadi beban bagi orang disekelilingnya.3

Pada usia senja ini, lazimnya sebagian besar manusia masih ingin memperoleh pengakuan kejayaan dan prestasi masa lalu yang pernah dicapainya. Pergulatan antara kejayaan dan ketidakberdayaan diri seperti itu merupakan situasi batin yang dialami manusia usia senja. Makin bertambah usia akan semakin tersiksa dirinya. Untuk mengatasi kendala psikologis seperti ini umumnya manusia usia lanjut ini menempuh berbagai jalan yang

2

Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta:Bulan Bintang.2001), Cet ke-8, h. 35.

3

Akhmadi, “Permasalahan Lanjut Usia,” artikel diakses pada 01 Mei 2011 dari http://www.G:/326-permasalahan-lanjut-usia-lansia.html

(16)

diperkirakan dapat meredam gejolak batinnya.4 Di antara alternatif yang cenderung dipilih adalah ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan positif, baik dari segi agama, sosial, atau kesehatan.

Sehingga dengan adanya banyak kegiatan yang positif memberikan kepercayaan yang penuh bahwa mereka masih bisa aktif dan berperan dalam hidupnya. Dan mereka pun harus bisa banyak bersyukur kepada Allah SWT karena di usia tua masih bisa diberikan kesehatan. Dan sudah seharusnya pada masa tua lansia bisa lebih meningkatkan amal ibadah mereka untuk bekal mereka di hari akhirat nantinya.

Kehidupan keagamaan pada usia lanjut ini menurut hasil penelitian psikologi agama ternyata meningkat M. Argle mengutip sejumlah penelitian yang dikemukakan oleh Cavan yang mempelajari 1.200 orang sampel berusia 60-100 tahun. Temuan menunjukkan secara jelas kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan yang semakin meningkat pada umur-umur ini. Sedangkan, pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat baru muncul sampai 100 persen setelah usia 90 tahun.5

Dan dengan realitas yang ada maka pada masa tualah seseorang bisa lebih memfokuskan hidupnya untuk kehidupan akhirat dan bisa lebih meningkatkan amal ibadahnya. Karena pada masa tua apa lagi yang harus di cari kecuali bekal untuk di akhirat nanti. Dan secara garis besarnya ciri-ciri keberagamaan pada lansia adalah bahwa tingkat keberagamaan pada lansia sudah mulai mantap dan mulai timbul rasa takut kepada kematian yang

4 Ibid

5 Jalaluddin, Psikologi Agama, ( Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.2007 ), Cet. ke-10, h. 110.

(17)

4

meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya. Dan dengan perasaan takutnya kepada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keberagamaan dan kepercayaan terhadap kehidupan abadi (akhirat).6

Untuk itulah perlu adanya kegiatan keagamaan yang dapat mendukung para lansia dalam meningkatkan amal ibadah mereka menjadi lebih baik lagi sesuai dengan ajaran Islam. Salah satunya adalah dengan adanya kegiatan Bimbingan Islam bagi Lansia.

Dalam buku “Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam” yang dikemukan oleh M. Lutfi, bimbingan adalah usaha membantu orang lain dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang dimilikinya. Sehingga dengan potensi itu, ia akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal, yakni dengan cara memahami dirinya, mengenal lingkungannya, mengarahkan dirinya, mampu mengambil keputusan untuk hidupnya, dan dengannya ia akan dapat mewujudkan kehidupan yang baik, berguna, dan bermanfaat di masa kini dan masa yang akan datang. 7

Menurut Abu Ahmadi dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam”, bahwa agama Islam adalah risalah yang disampaikan kepada Nabi sebagai petunjuk bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata cara

6 Ibid., h. 108.

7 M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2008 ), h. 6.

(18)

hidup nyata serta mengatur hubungan dengan sesama dan tanggung jawab kepada Allah SWT.8

Agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia di dunia yang mengandung ketentuan-ketentuan ibadah, yang menentukan proses berpikir, merasa berbuat, dan proses terbentuknya kata hati.

Penulis menyimpulkan bahwa bimbingan Islam adalah segala usaha dan kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana, sebagai upaya kerja keras mendidik dan mengarahkan objek jamaah lanjut usia yang beragama Islam agar mereka mampu mengadakan perubahan, perbaikan, peningkatan, dan pengamalan-pengamalan terhadap ajaran Islam sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadits, khususnya dalam hal menjalankan akidah dan ibadah, serta telah ada kesesuaian dengan hukum Islam yang berlaku umum.

Dengan adanya kegiatan bimbingan Islam diharapkan para lansia dapat menjadi lebih baik akan pemahaman ibadahnya sehingga mereka dapat mempersiapkan sisa-sisa hari tua mereka dengan melaksanakan ibadah-ibadah yang akan menjadi bekal amalan mereka di hari akhirat nanti.

Kegiatan bimbingan Islam bagi lansia juga diterapkan di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar. Bimbingan tersebut diberikan kepada lansia guna bisa meningkatkan kualitas ibadah lansia. Yang mungkin dari yang pengamalannya sudah mantap bisa lebih ditingkatkan lagi dan dari yang

8Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Penndidikan Agama Islam, ( Jakarta : Grafika Offset, 2004), Cet. ke-4, h. 4.

(19)

6

belum baik bisa menjadi baik. Dan dengan adanya bimbingan diharapkan dapat merubah adab dan tingkah laku yang buruk menjadi lebih baik. Yang mana tujuan pembimbing dengan adanya bimbingan adalah berupaya mengembalikan kembali lansia menjadi manusia yang mana dahulunya lansia hidup terlantar dan tidak dihargai dan bisa mendapatkan pengakuan dari banyak orang.

Dengan keterbatasn yang dimiliki oleh lansia maka pembimbing berupaya memberikan cara yang mudah yang dapat dimengerti oleh lansia karena lansia butuh praktik bukan teori lagi. Maka pembimbing pun dengan adanya bimbingan Islam berharap lansia bisa memiliki cita-cita meninggal dalam keadaan khusnul khatimah.

Tujuan diadakannya metode bimbingan islam tersebut adalah agar para lansia dapat melaksanakan pengamalan-pengamalan ibadah seperti shalat, puasa, mengaji, dan ibadah-ibadah lain. Dan diharapkan pula mereka dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dan dengan bimbingan tersebut memberikan dampak yang besar bagi perubahan hidup mereka. Contohnya terlihat dari perubahan ibadah shalat mereka dari yang tadinya tidak tepat waktu menjadi tepat waktu.

Dari penelitian psikologi agama yang menyatakan bahwa pada masa tua adalah masa dimana kecenderungan menerima pendapat keagamaan meningkat dan mengapa pada masa usia-usia sebelumnya mereka tidak memikirkan agamanya dengan baik. Dan banyak juga terdapat faktor yang menyebabkan lansia tidak mampu melaksanakan ibadahnya secara maksimal

(20)

karena keterbatasan fisik dan menurunnya fungsi organ tubuh. Maka peneliti ingin bermaksud mengetahui cara (metode) apa yang digunakan oleh Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar dalam memberikan bimbingan kepada lansia agar mereka dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pengamalan ibadah dengan baik walaupun dengan segala keterbatasan secara fisik dan daya fikir yang dimiliki oleh lansia.

Dengan paparan latar belakang dia atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti Metode Bimbingan Islam Bagi Lansia dengan judul: “Metode

Bimbingan Islam Bagi Lanjut Usia Dalam Meningkatkan Kualitas Ibadah di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar.” .

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis memfokuskan kajian serta membatasi masalahnya pada “Metode Bimbingan Islam bagi Lansia dalam Meningkatkan Kualitas Ibadah di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar Jakarta Barat.”

Berdasarkan pembatasan masalah di atas dan untuk lebih memperjelas permasalahan yang akan diteliti, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Pelaksanaan Bimbingan Islam bagi Lansia dalam Meningkatkan Kualitas Ibadah di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar?

2. Bagaimana Metode Bimbingan Islam bagi Lansia dalam Meningkatkan Kualitas Ibadah di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar?

(21)

8

3. Apa Faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan Metode Bimbingan Islam bagi Lansia dalam meningkatkan Kualitas Ibadah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan bimbingan islam bagi lansia dalam meningkatkan kualitas ibadah di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar.

b. Untuk mengetahui metode apa yang digunakan pada pelaksanaan bimbingan Islam bagi lansia dalam meningkatkan kualitas ibadah di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar.

c. Untuk Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan bimbingan islam bagi lansia dalam meningkatkan kualitas ibadah di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar.

2. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

1) Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran ilmiah yang dapat menambah pengetahuan dalam

(22)

bidang ilmu dan bimbingan konseling serta pengetahuan tentang bimbingan Islam.

2) Dan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya pada kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam di bidang bimbingan Islam.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi Peneliti, dapat menambah pengalaman dan mengetahui cara metode bimbingan Islam yang dapat diterapkan bagi lansia.

2) Bagi Lembaga, dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk memberikan masukan-masukan terhadap metode yang digunakan. 3) Bagi Jurusan, penelitian ini dapat menambah koleksi kajian tentang

metode bimbingan Islam bagi lansia.

4) Bagi Akademik, dapat menambah wawasan, informasi dan pengetahuan tentang metode bimbingan Islam bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi dan di Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengadakan penelitian lebih lanjut kemudian menyusunnya menjadi satu karya ilmiah, maka langkah awal yang penulis teliti adalah menelaah terlebih dahulu terhadap skripsi-skripsi terdahulu yang mempunyai judul yang hampir sama dengan yang akan penulis teliti.

(23)

10

Setelah penulis mengadakan kajian kepustakaan, akhirnya penulis menemukan beberapa skripsi yang memiliki judul yaitu:

1. “Peran Pembimbing dalam Memberikan Motivasi Hidup Pada Lansia Di Pusaka Cengkareng Jakarta Barat”. Yang ditulis oleh Khayrul Mutta Qori Baini Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam tahun 2009. Dalam skripsi ini lebih ditekankan mengenai bagaimana peran pembimbing dalam memberikan motivasi hidup pada lansia, harapan-harapan lansia dan kesesuaian antara harapan lansia dengan konseling yang diberikan oleh pembimbing. Akan tetapi di dalam penelitian penulis, membahas mengenai bimbingan Islam bagi Lansia yang mana pembimbing memberikan bimbingan keagamaan yang secara khusus guna untuk meningkatkan ibadah lansia.

2. “Bimbingan Islam dalam memberikan motivasi bershadaqah di kalangan siswa SMPN 254 Jagakarsa Jakarta Selatan”. Yang ditulis oleh Riri Fikriyati Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam tahun 2006. Dalam skripsi ini menerangkan bagaimana bimbingan islam dapat memberikan motivasi bershadaqah bagi siswa. Akan tetapi dalam penelitian penulis bimbingan Islamnya diberikan kepada subyek yang berbeda yaitu lansia. 3. “Pelaksanaan bimbingan Islam dalam kecerdasaan spritual kaum dhuafa di

yayasan Irtiqo kebajikan ciputat tangerang”. Yang ditulis oleh Atie Mutya Wulansari Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam tahun 2008. Dalam penelitian ini bermaksud untuk mengembangakan kecerdasaan spiritual terhadap kaum dhuafa agar menjadi insan bertakwa. Materi yang diberikan

(24)

bersumber dari Al-Qur’an, Al-Hadits, dan pengetahuan umum lainnya. Akan tetapi dalam penelitian penulis, pelaksanaan bimbingan Islam yang diberikan kepada lansia menggunakan metode yang khusus agar dapat mempermudah lansia dalam mengamalkannya.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Burhan Bungin metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.9

Sedangkan penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti yang dikutif Lexy J. Moleong yaitu, “sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.10

Dalam hal ini, penulis melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisa serta disajikan dalam suatu pandangan yang utuh. Dan penelitian ini bermaksud mengungkapkan fakta-fakta yang tampak di lapangan dan digambarkan

9

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 63.

10 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.Remaja Rasta Karya, 2000), h. 3.

(25)

12

sebagaimana adanya dengan berupaya memahami sudut pandang responden dan konteks subyek penelitian secara mendalam, sehingga diperlukan metode deskiptif dan pendekatan kualitatif.

Dan kegiatan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data yang erat hubungannya dengan metode bimbingan Islam bagi lansia dalam meningkkatkan kualitas ibadah berupa data apa adanya ketika penelitian dilakukan.

2. Penetapan Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar, Jln.Jelambar Selatan II/ 10 Jelambar Jakarta Barat. Di mulai pada tanggal 27 Januari sampai 12 Mei 2011. Adapun yang dijadikan alasan dan pertimbangan pemilihan lokasi ini adalah pertama, belum ada yang meneliti tentang bimbingan Islam bagi lansia dalam meningkatkan pengamalan ibadah. Dan di tempat penelitian pun belum ada yang meneliti tentang metode bimbingan Islam bagi lansia. Kedua, pihak panti bersedia untuk diadakan penelitian dan memberikan data dan informasi sesuai dengan permasalahan. Ketiga, lokasi penelitian tersebut cukup strategis, karena terletak dekat tempat tinggal peneliti sehingga mudah dijangkau dan lebih hemat energi dan biaya.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun subjek penelitian ini adalah Penaggung jawab RPLU yaitu Siti Murtofingah, S.AP, 2 Staf RPLU yaitu Suwarso (Bag. Pembinaan dan perawatan PMKS) dan Abdul Hakim (Bag. Bimbingan & Penyuluhan

(26)

Islam ) dan 3 orang lansia yaitu M. Shaleh (68 tahun), Yuli (69 tahun), dan Maman (67 tahun). Kemudian objek dalam penelitian ini adalah metode bimbingan Islam bagi Lansia dalam meningkatkan pengamalan ibadah di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar.

4. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari penelitian dimaksud.11 Adapun sumber data dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Data Primer, yaitu berupa wawancara kepada penanggung jawab RPLU yaitu Siti Murtofingah, S.AP, dan 2 Staf RPLU yaitu Suwarso ( Bag. Pembinaan dan perawatan PMKS) dan Abdul Hakim (Bag. Bimbingan & Penyuluhan Islam ) dan 3 orang lansia yaitu M. Shaleh (68 tahun), Yuli (69 tahun), dan Maman (67 tahun).

b. Data Sekunder, yaitu data tidak langsung yang berupa catatan-catatan, dokumen-dokumen, buku, rekaman suara dan sebagainya.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.12 Dalam penelitian ini teknik observasi yang dilakukan langsung ke tempat lokasi penelitian di RPLU Jelambar. Mengenai bimbingan Islam bagi lansia dalam meningkatkan kualitas ibadah. Dan selama observasi, penulis dibantu dengan alat-alat observasi seperti kamera, buku, catatan, dan alat tulis.

11 M. Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, ( Bandung : Pustaka Setia, 2005 ), h. 115. 12 Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2000), h.54

(27)

14

b. Wawancara yaitu bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.13. Dalam penelitian ini wawancara ditujukan kepada Penaggung jawab RPLU yaitu Siti Murtofingah, S.AP, 2 Staf RPLU yaitu Suwarso ( Bag. Pembinaan dan perawatan PMKS) dan Abdul Hakim (Bag. Bimbingan & Penyuluhan Islam ) dan 3 orang lansia yaitu M. Shaleh (68 tahun), Yuli (69 tahun), dan Maman (67 tahun). c. Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui

dokumen-dokumen.14 Dan dalam hal ini penulis menyelidiki benda tertulis seperti buku, dokumen-dokumen, catatan-catatan dan sebagainya. Dan dokumentasi dilakukan dengan pengumpulan data-data tertulis yang terdapat di RPLU Jelambar Jakarta Barat, dengan masalah yang diteliti.

6. Teknik Analisis Data

Yang dimaksud dengan teknik analisis data adalah suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar kemudian dianalisa agar mendapatkan hasil berdasarkan data yang ada. Hal ini disesuaikan dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.15

13 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2004), h. 180.

14 Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2000), h. 73 15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Bulan Bintang, 2003), Cet. Ke-9, h.11

(28)

Seperti penjelasan Murdiyatmoko dan Handayani yang dikutip oleh Upi Zahra16 tentang analisa data yakni secara garis besar, pengolahan data kualitatif memiliki tiga alur kegiatan, yakni:

a. Reduksi Data

Pada bagian awal, proses analisa dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara dengan responden/informan observasi yang telah dituliskan dalam lembar observasi lapangan, dsb. Data-data tersebut tak lain adalah kesimpulan kata-kata mentah yang masih perlu dibaca, dipelajari dan ditelaah lebih lanjut. Untuk mengubah kata-kata mentah tersebut menjadi bermakna, maka peneliti kemudian mengadakan reduksi data. Reduksi data adalah suatu kegiatan yang berupa penajaman analisis, pengolongan data, pengarahan data, pembuangan data yang tidak perlu dan pengorganisasian sedemikian rupa untuk bahan penarikan kesimpulan.

b. Penyajian Data

Setelah ditemukannya hasil olahan data mentah hadir dalam bentuk kalimat yang mudah dicerna, selanjutnya peneliti menganalisa masing-masing kasus tersebut. Peneliti kembali melakukan analisa dengan mengombinasikan berbagai kasus, yang selanjutnya data tersebut dijadikan panduan untuk menjawab semua pertanyaan yang terdapat pada perumusan masalah dengan cara menganalisanya dalam

16 Upi Zahra, Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Pengaruhnya terhadap Tingkat

Kematangan Emotional Anak : Studi pada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat.

(29)

16

bentuk narasi yang bersifat deskriptif sehingga tujuan dari penelitian ini dapat terjawab.

c. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Sedangkan pada tahap akhir, data yang tersaji pada analisa antar kasus khususnya yang berisi jawaban atas tujuan penelitian kualitatif diuraikan secara singkat, sehingga mendapat kesimpulan mengenai pelaksanaan bimbingan Islam bagi lansia dalam meningkatkan pengamalan ibadah.

7. Teknik Penulisan

Dalam penelitian ini penulis berpedoman dan mengacu kepada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.” Yang diterbitkan oleh CeQDA, April 2007, Cet. Ke-2.

F. Sistematika penulisan

Untuk mempermudah dalam skripsi ini, maka penulis membuat rancangan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN. Meliputi latar belakang masalah, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian

BAB II: LANDASAN TEORI. Meliputi Pengertian metode, metode

(30)

ibadah, pembagian ibadah, kualitas ibadah, pengertian Lansia, pembagiannya

BAB III : GAMBARAN UMUM RUMAH PERLINDUNGAN LANJUT

USIA JELAMBAR. Meliputi sejarah dan dan perkembangannya,

visi, misi, tugas pokok dan fungsi, tujuan, program kerja dan kegiatan, struktur organisasi, sarana dan prasarana.

BAB IV : TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA. Meliputi temuan lapangan (pembimbing, terbimbing, dan metode bimbingan), analisa metode bimbingan (metode 1, metode 2, dan metode 3) BAB V : PENUTUP. Meliputi kesimpulan, saran, daftar pustaka dan

(31)

18

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Bimbingan Islam

1. Pengertian Metode, Bimbingan, Islam a. Pengertian Metode

Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan

“hodos” berarti “jalan”. Bila digabungkan maka metode bisa

diartikan “jalan yang dilalui”. Dalam pengertian yang lebih luas, metode bisa pula diartikan sebagai “segala sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan”.1

Sedangkan menurut “Kamus Besar Bahasa Indonesia” metode ialah “cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.2 Sedangkan menurut “Kamus Manajemen” metode ialah “cara melaksanakan pekerjaan”.3

Begitu pun yang diungkapkan oleh M. Arifin dalam bukunya yang berjudul “Pedoman pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan Islam”

1 M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 120.

2 Depdiknas, Kamus Bahasa Indonesia, edisi ke. 3, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), h. 740.

(32)

bahwa metode adalah adalah segala sarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik sarana yang tersebut bersifat fisik seperti alat peraga, alat administrasi, dan pergedungan dimana proses kegiatan bimbingan berlansung, bahkan pelaksana metode seperti pembimbing sendiri adalah termasuk metode juga.

Selain kata metode adapula kata “teknik” dan “pendekatan”, keduanya dipahami sebagai cara-cara ilmiah yang dipakai sebagai peralatan (instrument) dalam melakukan pekerjaan yang sifatnya lebih di fokuskan kepada subyek atau obyek yang dijadikan sasaran pelayanan.

Sesungguhnya antara metode dan teknik secara subtansial, memiliki pengertian yang sama. Perbedaannya adalah pada sisi fungsionalisasinya, yaitu unsur-unsur dan penggunaan metode bersifat teoritis dan lebih luas sebagai bagian dari upaya ilmiah.

Dalam pelayanan bimbingan dan penyuluhan (konseling) pada umumnya penggunaan istilah metode dan teknik kadangkala dipakai berganti-ganti tergantung kepada obyek permasalahan yang sedang dilayani. Hal ini perlu dikemukakan untuk memberikan wacana yang lebih luas dan fleksibel mengenai berbagai metode dan teknik serta pendekatan yang digunakan dalam pelayanan bimbingan dan konseling.4

Untuk itu penulis menyimpulkan bahwa metode adalah sebuah cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan dan dengan adanya metode maka diharapkan apa yang

4 M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 121.

(33)

20

diinginkan dapat sesuai dengan harapan. Karena metode berupaya secara sistematis melakukan cara-cara atau tahapan-tahapan suatu tujuan yang diinginkan dapat dilakukan dengan baik.

b. Pengertian Bimbingan

Bimbingan merupakan terjemahan dari istilah Guidance &

Counseling dalam bahasa Inggris. Sesuai dengan istilahnya maka

bimbingan dapat diartikan secara umum sebagai suatu bantuan atau tuntunan.5

Pada prinsipnya bimbingan adalah pemberian pertolongan atau bantuan. Bantuan atau pertolongan itu merupakan hal yang pokok dalam bimbingan. Bimbingan merupakan suatu pertolongan yang menuntun. Bimbingan merupakan suatu tuntunan. Hal ini mengandung pengertian bahwa dalam memberikan bimbingan bila keadaan menuntut, kewajiban dari pembimbing untuk memberikan bimbingan secara aktif, yaitu memberikan arah kepada yang dibimbingnya.6

Hal senada juga diungkapkan M. Umar bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik.7

5

Djumhur, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV Ilmu, 1975), h. 25. 6 Bimo Walgito, Bimbingan dan Koseling (studi & karier), (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2010), Cet. Ke- 3, h. 5.

(34)

Sedangkan Prayitno memaknai bimbingan sebagai pemberian yang dilakukan orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu baik anak-anak, remaja, maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuannnya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada, dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.8

Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa bimbingan adalah proses membantu seorang individu yang mengalami permasalahan yang berhubungan secara psikis, dimana dilakukan secara terus-menerus dan memiliki tujuan untuk membantu individu agar individu menemukan potensinya sehingga individu itu dapat hidup secara mandiri serta mampu beradaptasi dengan baik bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya.

c. Pengertian Islam

Kata Islam berasal dari bahasa arab, yaitu: Aslama, Yuslimu,

Islaman, yang artinya patuh, tunduk, menyerahkan diri, selamat.

Sedangkan menurut istilah, Islam yaitu agama yang mengajarkan agar manusia berserah diri dan tunduk sepenuhnya kepada Allah. Yang dimaksud dengan tunduk atau menyerah diri adalah mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.9

Menurut Abul A‟la Islam itu adalah “tunduk dan patuh kepada perintah orang yang memberi perintah dan kepada larangannya tanpa

8 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta), Cet. Ke-1, h. 28.

(35)

22

membantah”. Agama kita telah diberi nama Islam, karena ia berarti taat kepada Allah dan tunduk kepada perintahNya tanpa membantah.10

Arti perkataan Islam adalah bahwa Islam kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan (kepada kehendak Allah) berasal dari kata salama artinya patuh atau menerima. Kata dasarnya adalah salima yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat. Dari kata itu terbentuk kata masdar salamat (yang dalam bahasa Indonesia menjadi selamat).11

Demikianlah analisis makna perkataan Islam Intinya adalah berserah diri, tunduk, patuh, dan taat dengan sepenuh hati kepada kehendak Ilahi.

Agama Islam sebagai wahyu yang memberi bimbingan kepada manusia mengenai semua aspek hidup dan kehidupannya, dapat diibaratkan seperti jalan raya yang lurus dan mendaki, memberi peluang kepada manusia yang melaluinya sampai ke tempat yang dituju, tempat tertinggi dan mulia.12

Dengan demikian, bimbingan Islam adalah pemberian bantuan secara sistematis kepada individu yang mengalami permasalahan menyangkut masa kini dan masa depan dimana bantuan ini dalam bentuk pembinaan mental spritual dengan pendekatan keagamaan melalui

10 Abul A‟la Al-Maududi, Prinsip-prinsip Islam,( Bandung: PT. Alma‟arif, 1988), Cet. Ke-4, h.8.

11 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), Cet. Ke-1, h. 49.

(36)

kekuatan iman dan taqwa kepada Allah SWT. Sehinggga sasarannya adalah untuk membangkitkan daya rohaninya.

2. Metode Bimbingan Islam

Dalam bimbingan Islam banyak metode yang dapat dipergunakan: a. Wawancara adalah salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaaan

yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup kejiwaan seseorang pada saat tertentu yang memerlukan bantuan. b. Metode „group guidance‟ ( bimbingan secara kelompok )

Bilamana metode interview atau wawancara merupakan cara pemahaman tentang keadaan seseorang secara individual ( Pribadi ), maka bimbingan kelompok adalah sebaliknya, yaitu pengungkapan jiwa/batin serta pembinaannya melalui kegiatan kelompok seperti ceramah, diskusi, seminar, dsb.

c. Metode non-direktif ( cara yang tidak mengarah )

Cara lain untuk mengungkapkan segala perasaan dan pikiran yang tertekan sehingga menjadi lebih baik. Metode ini dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1) „Client centered‟, yaitu cara pengungkapan tekanan batin yang dirasakan menjadi penghambat dengan sistem pancingan yang berupaya satu dua pertanyaan yang terarah. Selanjutnya client diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menceritakan segala uneg-uneg ( tekanan batin) yang disadari menjadi hambatan jiwanya. Pembimbing

(37)

24

bersikap memperhatikan dan mendengarkan serta mencatat point-point penting yang dianggap rawan untuk diberi bantuan.

2) Metode edukatif yaitu cara mengungkapkan tekanan perasaan yang menghambat perkembangan belajar dengan mengorek sampai tuntas perasaan/sumber perasaan yang menyebabkan hambatan dan ketegangan dengan cara-cara „client centered‟, yang diperdalam dengan permintaan/pertanyaan yang motivatif dan persuatif (meyakinkan) untuk mengingat-ingat serta mendorong agar berani mengungkapkan perasaan tertekan sampai keakar-akarnya.

d. Metode Psikoanalitis ( penganalisahan jiwa )

Metode ini berasal dari psiko-analisis Freud yang dipergunakan untuk mengungkapkan segala tekanan perasaan yang sudah tidak lagi disadari. Untuk memperoleh data-data tentang jiwa tertekan bagi penyembuhan jiwa klien tersebut, diperlukan metode psiko-analitis yaitu menganalisis gejala tingkah laku, baik melalui mimpi atau pun melalui tingkah laku yang serba salah, dengan menitik beratkan pada perhatian atas hal-hal apa sajakah perbuatan salah itu terjadi berulang-ulang. Dengan demikian, maka pada akhirnya akan diketahui bahwa masalah pribadi klien sebenarnya akan terungkap dan selanjutnya disadarkan kembali (dicerahkan) agar masalah tersebut dianggap telah selesai dan tidak perlu dianggap suatu hal yang memberatkan, dan sebagainya. Disini perlu adanya nillai-nilai iman dan taqwa dibangkitkan dalam pribadi seseorang,

(38)

sehingga terbentuklah dalam pribadinya sikap tawakal dan optimisme dalam menempuh kehidupan baru yang lebih cerah lagi.

e. Metode Direktif (metode yang bersifat mengarahkan)

Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada klien untuk berusaha mengatasi kesulitan (problema) yang dihadapi. Pengarahan yang diberikan kepada klien ialah dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sebab kesulitan yang dihadapi.13

f. Teknik Rasional-Emotif

Dalam istilah yang lain teknik ini disebut dengan “rational-emotif therapy”, atau model „RET‟ yang dikembangkan oleh Dr. Albert Ellis (ahli psikologi klinis). Dalam pelayanan bimbingan dan penyuluhan (konseling), teknik ini dimaksudkan untuk mengatasi pikiran-pikiran yang tidak logis (tidak rasional) yang disebabkan dorongan emosinya yang tidak stabil. Pelayanan teknik dan pendekatan rasional-emotif merupakan bentuk terapi yang berupaya membimbing dan menyadarkan diri klien, sesungguhnya cara berpikir ynag tidak rasional itulah yang menyebabkan terjadinya gangguan-gangguan emosionalnya. Maka dalam layanan ini konselor membantu klien dalam membebaskan diri dari cara-cara berpikir atau pandangan-pandangannya yang tidak rasional, dan selanjutnya diarahkan ke arah cara-cara berpikir yang lebih rasional.

13 M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1994), Cet. Ke-5, h. 44-49.

(39)

26

g. Teknik Konseling Klinikal

Pelayanan bimbingan dan penyuluhan (konseling) dengan menggunakan teknik klinikal menitikberatkan pada pengembangan skill klien sesuai dengan latar belakang dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan teknik klinikal tidak semata-mata berorientasi kepada pengembangan intelektul, tetapi juga berorientasi juga kepada kemampuan personal secara keseluruhan, baik jasmani maupun rohani. Pada teknik ini, bantuan atau pelayanan yang diberikan tidak sebatas mengungkapkan masalah-masalah klien atau membimbing memecahkannya. Namun selanjutnya, konselor membantu mengarahkan klien kepada kemungkinan atau peluang-peluang yang bisa bermanfaat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.14

3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Islam

Tujuan dari adanya bimbingan Islam adalah dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan. Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar seseorang mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar seseorang mengenal lingkungannya secara obyektif, baik lingkungan keluarga, masyarakat, budaya, dan norma-norma yang ada. Sedangkan bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar seseorang

14 M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 131-134.

(40)

mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depannya.15

Di dalam buku bimbingan konseling islami (di Sekolah Dasar). Fungsi Bimbingan Islam dibagi menjadi tujuh, yaitu:

a. Bimbingan berfungsi preventif (pencegahan) adalah usaha bimbingan yang ditujukan kepada seseorang yang belum bermasalah agar orang tersebut terhindar dari kesulitan-kesulitan dalam hidupnya.

b. Bimbingan berfungsi kuratif (penyembuhan) adalah usaha bimbingan yang ditujukan kepada seseorang yang mengalami kesulitan (sudah bermasalah) agar setelah menerima layanan dapat memecahkan sendiri kesulitannya.

c. Bimbingan berfungsi preservatif (pemeliharaan/penjagaan) adalah usaha bimbingan yang ditujukan kepada seseorang yang sudah dapat memecahkan masalahnya agar kondisi yang sudah baik tetap dalam kondisi yang baik.

d. Bimbingan berfungsi developmental (pengembangan) adalah usaha bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar kemampuan yang mereka miliki dapat ditingkatkan.

e. Bimbingan berfungsi distributif (penyaluran) adalah fungsi bimbingan dalam hal membantu seseorang menyalurkan kemampuan (kecerdasan, bakat, minat).

(41)

28

f. Bimbingan berfungsi Adaptif (pengadaptasian) adalah fungsi bimbingan agar seseorang bisa beradaptasi dengan orang yang lebih luas.

g. Bimbingan berfungsi Adjustif (penyesuaian) adalah bimbingan dalam hal membantu seseorang agar dapat menyesuaikan diri secara tepat dalam lingkungannya.16

B. Ibadah

1. Pengertian Ibadah

Kata ibadah berasal dari kata „abada, yu‟aabidu, „ibadatan, artinya menyembah, mempersembahkan tunduk, patuh, taat. Seseorang yang tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina dihadapan yang disembah disebut „abid‟ (yang beribadah).17

Dalam “kamus Bahasa Indonesia” ibadah diartikan segala usaha lahir batin sesuai dengan perintah Tuhan untuk mendapatkan kebahagiaan dan keseimbangan hidup, baik untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, maupun terhadap alam semesta.18

Dan ulama tauhid mengartikan ibadah dengan “Mengesakan Allah, menta‟dhimkanNya dengan sepenuh-penuh ta‟dhim serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kepada-Nya ( menyembah Allah sendiri-Nya)”.19

16 Elfi Mu‟awanah, Bimbingan dan Konseling Islami (di Sekolah Dasar), (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. Ke-1, h.71.

17

Zurinal Z, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), Cet. Ke-1, h. 26.

18 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 415. 19 Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah, ( Jakarta: Bulan bintang, 1987), Cet. Ke-6, h. 4.

(42)

Adapun ibadah dapat di bagi menjadi dua bagian yaitu ibadah

mahdoh dan ibadah ghoiru mahdoh. Ibadah mahdoh adalah ibadah yang

terbatas (khusus) contohnya adalah shalat, zakat, puasa dll. Sedangkan ibadah ghoiru mahdoh adalah ibadah yang luas (tidak terbatas) contohnya adalah menolong orang yang kesusahan, berzikir kepada Allah, berperang dll.20

Dari definisi-definisi di atas dapat dipahami bahwa ibadah adalah segala kegiatan manusia sebagai wujud ketaatan dan kepatuhan kepada Allah baik berupa perbuatan yang diperintahkan Allah, juga perbuatan yang berhubungan dengan Allah, sesama manusia, dan alam lingkungan.

2. Pembagian Ibadah

Ibadah dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu ibadah mahdoh dan ibadah ghoiru mahdoh. Ibadah mahdoh adalah segala jenis ibadah yang tata caranya telah ditetapkan oleh Allah (khusus) atau terbatas. Contohnya shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya.

Sedangkan ibadah ghoiru mahdoh adalah segala jenis ibadah kepada Allah akan tetapi semua perbuatan yang diperintahkan Allah baik perbuatan yang berhubungan dengan Allah, sesama manusia, dan alam lingkungan, misalnya berzikir kepada Allah, menolong orang yang kesusahan, menjaga lingkungan, bergaul dengan teman, dan menghormati orang lain.

Adapun dari macam-macam bagian ibadah itu dapat di bagi menjadi beberapa bagian:

20 Ibid., h. 5.

(43)

30

a. Ibadah Itiqodiyah

Ibadah itiqodiyah adalah ibadah berupa keyakinan kepada Allah dan Nabi Muhammad. Adapun macam-macamnya adalah sebagai berikut:

1) Berkeyakinan tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah.

2) Cinta kepada Allah

3) Takut kepada Allah serta mengharapkan rahmatnya. 4) Tawakal dan minta pertolongan kepada Allah b. Ibadah Qouliyah

Ibadah qauliyah adalah ibadah yang terdiri atas perbuatan atau ucapan lidah. Adapun macam-macamnya sebagai berikut:

1) Mengucapkan syahadat

2) Dzikir kepada Allah, tasbih dan istigfar

3) Berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah 4) Amar Ma‟ruf nahi munkar

c. Ibadah Amaliyah

Ibadah amaliyah adalah ibadah yang sudah terinci baik perkataan maupun perbuatannya. Adapun macam-macamnya sebagai berikut: 1) Mendirikan shalat

Shalat menurut pengertian bahasa adalah doa, sedangkan menurut istilah adalah ibadah yang mengandung perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan

(44)

salam. Shalat hukumnya fardu‟ain atas setiap orang beriman laki-laki dan wanita yang mesti didirikan pada waktu-waktu yang telah ditentukan.

2) Menunaikan Zakat

Zakat adalah sebagian harta yang mesti diberikan kepada fakir miskin yang merupakan suatu kewajiban syariah dengan menggunakan syarat-syarat tertentu. Zakat difardhukan pada setiap muslim yang memiliki nisab, yaitu suatu kadar yang bila seseorang memilikinya dan sampai satu tahun ia wajib mengeluarkan zakatnya. 3) Puasa Ramadhan

Puasa menurut syariah adalah menahan dari makan, minum, bersetubuh, dan segala yang membatalkan, mulai dari terbit fajar sampai tenggelam matahari, dengan niat taqorrub (mendekatkan diri kepada Allah Ta‟aala. Puasa ramadhan adalah fardu „ain bagi setiap muslim yang baligh, berakal, dan mampu berpuasa.

4) Haji ke Baitullah

Haji menurut syariah adalah menuju Baitullah al-Haram untuk melakukan amalan-amalan tertentu yang dijelaskan dalam Al-qur‟an dan Sunnah. Haji adalah satu rukun islam yang diwajibkan kepada setiap muslim muslimah yang sanggup satu kali seumur hidup.

(45)

32

5) Berjihad di jalan Allah 6) Thawaf di Baitullah.21

3. Kualitas Ibadah

Menurut “Kamus Besar Bahasa Indonesia” kualitas diartikan sebagai

tingkat buruknya sesuatu, kadar, derajat atau taraf ( kepandaian, kecakapan, dan sebagainya), bisa juga diartikan mutu, sangat dibutuhkan tenaga, tenaga terampil yang tinggi.22

Ibadah merupakan hal penting yang akan selalu ada ketika kita mencoba menggali lebih dalam mengenai agama Islam. Kita sebagai seorang muslim dituntut untuk mengetahui, melaksanakan atau mengamalkan apa-apa saja yang kita punya dan sudah kita ketahui bahwa ibadah berupaya agar menjadi insan-Nya yang taqwa.

Sebelum kita bahas lebih dalam mengenai bagaimana dan upaya apa saja yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kualitas ibadah kita, kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian ibadah itu sendiri. Menurut Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Ibadah secara bahasa (etimologi)

berarti merendahkan diri serta tunduk.

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:

21

Yulian Mirza, “Makna ibadah dalam Islam,” artikel diakses pada 11 April 2011 dari http://www.G:/makna-ibadah-dalam-islam.html.

22 Depdiknas, Kamus Bahasa Indonesia, edisi ke. 3, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), h. 603.

(46)



















































“Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat : 56-58].

Berdasarkan pengertian dari ibadah tadi, hubungannya dengan manusia adalah bahwa ibadah secara tidak langsung berarti ketundukkan kita sebagai seorang hamba serta sarana hubungan vertikal manusia kepada Tuhan pencipta alam semesta, Allah SWT.

Sekarang bagaimana kita sebagai seorang manusia memaksimalkan atau meningkatkan kualitas-kualitas dari ibadah tadi. Hal pertama yang bisa kita lakukan adalah mengevaluasi diri sendiri sejauh mana ibadah-ibadah yang telah kita lakukan apakah sudah baik, sudah sesuai aturan-Nyakah atau belum. Setelah mengevaluasi, kita bisa buat suatu perencanaan apa-apa saja yang bisa mendukung untuk meningkatkan kualitas ibadah kita. Sebagai contoh, kalau sebelumnya kita hanya melakukan ibadah wajib saja seperti sholat lima waktu, puasa di bulan ramadhan, dan lainnya, tetapi setelah melakukan evaluasi, kita bisa menambah rangkaian ibadah kita dengan ibadah-ibadah sunnah lainnya yang mempunyai nilai-nilai keutamaan seperti shalat sunnah dhuha, tahajud, dan lain sebagainya. Membuat form mutabaah yaumiah pun dapat memotivasi kita untuk selalu meningkatkan kualitas ibadah kita.

(47)

34

Begitupun untuk aktifitas kita sesama manusia, kita juga harus mengevaluasi diri kita, apakah selama ini dalam menjalin hubungan dengan orang lain kita sudah menyakitinya, atau perbuatan yang selama ini kita lakukan tanpa kita sadari telah melanggar aturan yang sudah ditetapkan Al-Quran dan Hadist. Sehingga apabila kita sudah mengetahui kesalahan-kesalahan kita selama ini, kedepannya kita tidak mengulanginya lagi. Mungkin cara untuk meningkatkan kualitas ibadah kita dengan cara memperbanyak membaca buku-buku pengetahuan umum, Islam, dan sejarah-sejarah umat terdahulu dalam melaksanakan hubungannya sesama manusia.

Jadi, untuk meningkatkan kualitas ibadah sangat bergantung dari manusianya itu sendiri. Semuanya pun membutuhkan niat dan tekad yang kuat untuk selalu memotivasi diri agar menjadi insan yang lebih baik di hadapan-Nya. Metode-metodenya pun disesuaikan atau tergantung dari manusia itu sendiri.23

C. Lansia

1. Pengertian

Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang

23 Yazid bin Abdul Qadir Jawas, “Pengertian Ibadah dalam Islam”, artikel diakses pada 15 Juni 2011 dari http://salafiunsri.blogspot.com/2009/06/pengertian-ibadah-dalam-islam1.html

(48)

menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi.24

Menurut Elizabeth Hurlock dalam bukunya “Psikologi

Perkembangan” masa lansia adalah masa dimana seseorang mengalami

perubahan fisik dan psikologis. Bahkan ketika masa tua disebut sebagai masa yang mudah dihinggapi segala penyakit dan akan mengalami kemunduran mental seperti menurunnya daya ingat, dan pikiran.25

Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik, psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi labil, mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan, dan tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan mengalami gangguan psikiatrik seperti depresi,

ansietas (kecemasan), psikosis (kegilaan) atau kecanduan obat. Pada

umumnya masalah kesehatan mental lansia adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan berpenghasilan) menjadi kemunduran.26

Memasuki masa lanjut usia merupakan periode akhir di dalam rentang kehidupan manusia di dunia ini. Banyak hal penting yang perlu diperhatikan guna mempersiapkan memasuki masa lanjut usia dengan sebaik-baiknya.

24 Akhmadi, “Permasalahan Lanjut Usia,” artikel diakses pada 01 Mei 2011 dari http://www.G:/326-permasalahan-lanjut-usia-lansia.html

25 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Erlangga, 1998), Cet. Ke-5, h.30.

26 Akhmadi, “Permasalahan Lanjut Usia,” artikel diakses pada 01 Mei 2011 dari http://www.G:/326-permasalahan-lanjut-usia-lansia.html.

(49)

36

Kisaran usia yang ada pada periode ini adalah 60 tahun ke atas. Perubahan fisik ke arah penurunan fungsi-fungsi organ merupakan indikator utama yang tampak jelas, guna membedakan periode ini dengan periode-periode sebelumnya.27

Adapun tugas-tugas perkembangan usia lanjut adalah sebagai berikut: 1. Menyesuaikan diri dengan kondisi fisik dan kesehatan yang semakin

menurun.

2. Menyesuaikan diri dengan situasi pensiun dan penghasilan yang semakin berkurang.

3. Menyesuaikan diri dengan kematian dari pasangan hidup. 4. Membina hubungan dengan sesama usia lanjut.

5. Memenuhi kewajiban-kewajiban sosial dan kenegaraan secara luwes. 6. Kesiapan menghadapi kematian.28

Jadi masa tua adalah masa dimana seseorang telah mengalami kemunduran-kemunduran dalam hidupnya baik fisik, daya tahan tubuh, pikiran yang sudah mulai menurun. Untuk itulah perlu adanya perhatian yang khusus kepada lansia agar mereka bisa hidup dengan nyaman dan batinnya bisa merasa tenang tanpa harus berpikir bahwa mereka sudah tidak berdaya guna. Dan dengan adanya motivasi yang diberikan diharapkan lansia bisa lebih aktif dalam menjalani sisa-sisa hidupnya dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang kesehatannya baik jasmani maupun

27

Zahrotun, Psikologi Perkembangan ( Tinjaun psikologi barat dan psikologi islam), (Jakarta: UIN Jakarta press, 2006), Cet. Ke-1, h. 126.

28 Elfi Yuliani Rochmah, Psikologi Perkembangan, ( Yogyakarta: STAIN Ponorogo Press, 2005), Cet. Ke-1, h. 84.

(50)

rohani. Dan bisa mempersiapkan amal ibadah yang lebih baik lagi untuk bekal mereka di akhirat nanti.

2. Pembagian

Oleh karena usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, biasanya usia tersebut dibagi-bagi ke dalam dua subbagian, yaitu :

a) Usia Madya Dini (antara usia 40 hingga 50 tahun).

Pada usia madya dini adalah bahwa usia ini merupakan masa transisi. Seperti halnya masa puber, yang merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja dan kemudian dewasa, demikian pula usia madya dini merupakan masa dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku baru.

Transisi senantiasa berarti penyesuaian diri terhadap minat, nilai, dan pola perilaku yang baru. Pada usia madya dini, cepat atau lambat, semua orang dewasa harus melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan jasmani dan harus menyadari bahwa pola perilaku pada usia mudanya harus diperbaiki secara radikal.

b) Usia Madya Lanjut (antara usia 50 tahun sampai 60 tahun keatas).

Umumnya pada masa usia madya lanjut ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat. Walaupun dewasa ini banyak yang mengalami perubahan-perubahan

(51)

38

tersebut lebih lambat dari pada masa lalu, namun garis batas tradisionalnya masih nampak. Meningkatkan kecenderungan untuk pensiun pada usia enampuluhan sengaja ataupun tidak sengaja usia enampuluhan tahun dianggap sebagai garis batas antara usia madya dini dengan usia madya lanjut.29

29 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Erlangga, 1998), Cet. Ke-5, h. 320-321

(52)

39 BAB III

GAMBARAN UMUM RUMAH PERLINDUNGAN LANJUT USIA

A. Sejarah Berdirinya

Jakarta sebagai kota metropolitan dalam perkembangannya saat ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu internal dan eksternal. Di samping itu tingkat mobilitas penduduknya yang tinggi membuat jakarta berbeda dengan daerah lain. Dengan tingkat kepadatan penduduknya yang tinggi sedangkan daya dukung lingkungan sangat rendah menjadikan beban Jakarta semakin bertambah, hal ini mengakibatkan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) semakin meningkat, salah satu diantaranya adalah Lanjut Usia Terlantar.

Untuk mengatasi hal tersebut, perlu adanya Panti yang khusus menampung Lanjut Usia terlantar agar dapat hidup layak dan normatif. Tahun 1994 secara bertahap Pemda DKI Jakarta membangun Panti Werdha 05 Jelambar hasil dari alih fungsi Panti Sosial 01 Jelambar yang menangani para Tuna Wisma, kemudian dengan SK Gubernur DKI Jakarta No.163 tahun 2002 nama Panti berubah menjadi Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar.1

Dasar hukum :

1. UUD No.13 tahun 1998 tentang Lanjut Usia.

1

(53)

40

2. Perda No.3 tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat.

3. SK Gubernur No.41 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Bina Mental Spritual dan Kesejahteraan Sosial Propinsi DKI Jakarta. 4. SK Gubernur No. 163 tahun 2002, tentang Organisasi dan tata kerja Unit

Pelaksana Teknis dilingkungan Dinas Bina Mental Spritual dan Kesejahteraan Sosial Propinsi DKI Jakarta.2

B. Visi, Misi, Fungsi, dan Tujuan

Visi Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar adalah memberikan

pembinaan dan penyantunan kepada para lanjut usia terlantar agar dapat hidup layak.

Misi Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar adalah agar para lanjut usia

terlantar dapat terbina dan tersantuni, sehinggga mampu melaksanakan fungsi sosialnya.

Tugas Pokok Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar adalah memberikan

pelayanan kesejahteraan sosial bagi Penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lanjut usia terlantar.

Fungsi :

1. Mengadakan pendekatan. Motivasi dan observasi calon klien serta penerimaan.

2. Pengungkapan dan pemahaman masalah (Assesment).

(54)

3. Penyusunan rencana intervensi. 4. Intervensi, meliputi:

a. Social Treatment (penyembuhan sosial).

Antara lain : penampungan, pelayanan, penyantunan, dan perawatan. b. Social Development ( Pengembangan sosial), antara lain: bimbingan

sosial individual, kelompok maupun masyarakat dengan kegiatannya pembinaan fisik, mental, bimbingan keterampilan dan rujukan. 5. Melakukan kegiatan pembinaan lanjut.

Tujuan Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar adalah terbina dan

tersantuninya PMKS lanjut Usia terlantar, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya.3

Dari tujuan tersebut pihak panti berupaya bisa menjadikan lansia bisa hidup dengan baik dari yang dulunya terlantar dan bisa melaksanakan tugas-tugas dan perannya sebagai individu yang lebih baik lagi.

Sasaran dan garapan

1. PMKS lanjut usia terlantar. 2. Rawan kondisi sosial ekonomi.

Pesyaratan

1. Laki-laki/ Perempuan.

2. Tidak menderita gangguan jiwa. 3. Tidak menderita penyakit menular. 4. Mampu mengurus diri

(55)

42

Prosedur Pelayanan

1. Penyerahan dari kepolisian

a. Menyerahkan langsung ke sasana b. Surat penyerahan

2. Penyerahan dari Institusi Sosial ( Pemerintah/ Swasta ) a. Surat pengantar penyerahan

b. Laporan sosial ( Case Study ) PMKS ybs. 3. Penyerahan dari keluarga/ masyarakat

a. Menyerahkan langsung ke sasana

b. Membuat surat pernyataan tertulis diatas materai yang cukup 4. Penyerahan dari rumah sakit

a. Menyerahkan ke sasana dengan surat Rekomendasi dari Dinas Sosial setempat.

b. Kelengkapannya: 1) Surat penyerahan. 2) Berita acara penyerahan. 3) Case Study.

Fasilitas Pelayanan

1. Penampungan dan perawatan. 2. Pelayanan Kesehatan.

3. Usaha Kesejahteraan Sosial, Mental dan Spritual bagi lansia binaan. 4. Kegiatan Rekreatif dan Rekreasi.

Gambar

Tabel 1 Jadwal Kegiatan harian warga binaan sosial  ........................................

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Fungsi parpol pada esensinya adalah merealisasikan kesejahteraan masyarakat dan politik yang adiluhung dalam bentuk: (1) sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan

Obyek adalah bagian dari jumlah situasi sosial yang ingin diteliti. 42 Menurut Anto Dajan objek penelitian adalah pokok persoalan yang hendak diteliti untuk mendapatkan

HASIL PENILAIAN SEJAWAT SEBIDANG ATAU PEER REVIEW KARYA ILMIAH : BUKU. Pengembangan Profesi Guru Berbasis Unity Of Science.. HASIL PENILAIAN SEJAWAT SEBIDANG ATAU

Dalam keadaan trance, seseorang hanya dapat berada pada kondisi pasif, yaitu sikap menerima sugesti yang telah direncanakan untuk meningkatkan kualitas hidup atau

Metode analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan besaran potongan harga dengan tingkat penjualan produk buah impor dan tingkat kunjungan konsumen, maka digunakan

Eksperimen dalam penelitan ini yaitu dengan mengganti agregat kasar yang digunakan pada beton umumnya seperti kerikil dengan agregat kasar ringan yaitu batu apung

Komunikasi yang dilakukan oleh Ketua Dewan Mahasiswa kadang tidak sesuai dengan yang disampaikan bapak wakil pengasuh, karena ketua Dewan Mahasiswa adalah bagian dari pada

Ketiga orang tua yang bersikap hangat (warm) mereka tidak permisif, namun tidak juga intimidatif.Orang tua selalu mengatahkan anak kepada hal-hal kebaikan,