• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ginjal merupakan organ utama yang berfungsi menyaring zat sisa metabolisme tubuh yang harus dikeluarkan melalui ekskresi (Vanholder, 1992). Senyawa sisa metabolit tersebut berpotensi menumpuk dalam darah disebabkan ketidakmampuan ginjal menyaring dan mengeluarkan senyawa toksin uremat seperti kreatinin dan urea dari dalam tubuh yang akan menyebabkan penyakit gagal ginjal. Normalnya kadar urea dalam darah berkisar antara 15-40 mg/dL (Kumar et al., 2000) dan kadar kreatinin berkisar antara 0,7-1,2 mg/dL (Mei-Hwa et al., 2008). Kadar urea di atas 40 mg/dL dan kreatinin di atas 2,5 mg/dL menandakan ginjal gagal bekerja. Kondisi itu berbahaya karena bisa meracuni organ tubuh. Untuk mengatasinya, para penderita gagal ginjal harus menjalani proses cuci darah (hemodialisis) (Morti et al., 2003).

Hemodialisis merupakan suatu metode biomedis untuk menggantikan fungsi ginjal dalam proses pembuangan senyawa-senyawa sisa metabolisme keluar dari dalam tubuh. Prinsip dari hemodialisis adalah difusi senyawa toksin uremat dari tubuh ke larutan dialisat melewati suatu membran semi permeabel sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan (Vanholder, 1992). Unsur utama dalam proses hemodialisis adalah penggunaan membran semi permeabel dengan kompatibilitas, pori kecil, yang secara efisien mampu mentranspor metabolit toksik berberat molekul rendah dari darah dan menahan plasma protein serta sel-sel dengan berat molekul yang besar (Amiji, 1995).

Waktu yang diperlukan untuk sekali proses hemodialisis umumnya berkisar antara 3-5 jam. Kecepatan transfer masa yang tinggi melalui membran sangat diperlukan untuk memperpendek waktu yang dibutuhkan dalam setiap kali proses penanganan. Oleh karena itu, membran harus kompatibel terhadap darah dengan tidak membentuk adsorpsi protein pada permukaannya (Sun et al., 2003).

Pada awal perkembangannya, digunakan selulosa sebagai membran hemodialisis (Chandy dan Sharma, 1992). Membran selulosa berperan seperti saringan dengan selektivitas yang rendah terhadap molekul-molekul yang

(2)

melewatinya karena ukuran porinya cukup besar, yaitu 9,5-20,5 Ǻ. Akibatnya, senyawa berberat molekul besar dapat juga dilewatkan (Zaborska et al., 1991). Struktur molekul selulosa yang hidrofil (hanya mempunyai gugus hidroksil) juga mengakibatkan kurangnya gugus fungsi yang berperan aktif dalam pengikatan secara spesifik dengan molekul target. Masalah serius yang timbul dalam proses hemodialisis menggunakan membran selulosa adalah adanya adsorpsi protein pada permukaan membran yang menyebabkan terjadinya penggumpalan darah. Untuk mengatasi hal ini, secara kontinyu selama proses dialisis dimasukkan heparin untuk meminimalkan induksi trombosis pada permukaan membran. Penggunaan heparin dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus ternyata dapat meningkatkan kerusakan sel darah (Amiji, 1995).

Untuk meningkatkan biokompatibilitas membran selulosa para ahli mulai melakukan penelitian dengan cara memodifikasi permukaan membran. Lucchi et al. (1998) melakukan penggantian permukaan gugus hidroksil membran selulosa dengan gugus asetat dan gugus amina. Dengan subsitusi tersebut didapatkan bahwa aktivasi komplemen menurun secara signifikan. Mathew et al. (1992) mensubstitusi gugus hidrofil selulosa dengan gugus hidrofob dari akrilamida. Substitusi gugus tersebut dilaporkan mampu menurunkan koagulasi darah. Perimbangan yang tepat dari gugus hidrofil dan hidrofob pada blok kopolimer diyakini dapat berfungsi sebagai antikoagulan secara alami. Untuk meningkatkan sifat transpor terhadap urea, Idris et al. (2009) melakukan proses taut silang MSG (mono sodium glutamat) pada membran selulosa asetat. Proses taut silang tersebut dilaporkan dapat meningkatkan transpor urea dan tolakan terhadap protein (albumin).

Kebutuhan yang semakin meningkat akan ketersediaan membran hemodialisis, memaksa ilmuwan mencari biomaterial pengganti untuk mengatasi kekurangan sifat dari selulosa. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan mensintesis membran berbahan dasar biopolimer yang mempunyai stabilitas kimia lebih baik, mengandung carrier spesies yang secara aktif mampu mentranspor senyawa toksin, berkekuatan mekanik tinggi, serta lebih biokompatibel. Sistem membran yang dibuat juga harus mempunyai permukaan

(3)

yang tidak berorientasi untuk mengadsorpsi protein (Sun et al., 2003). Adsorpsi protein tidak hanya menurunkan permeabilitas membran tetapi juga menginduksi terjadinya koagulasi sehingga diperlukan penambahan antikoagulan selama proses hemodialisis berlangsung.

Biopolimer yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan dasar membran hemodialisis adalah kitosan. Material ini mempunyai struktur serupa dengan selulosa, dimana sebagian gugus hidroksilnya teraminasi. Kitosan mempunyai sifat biodegradabel, inert, nontoksik dan biokampatibel, mudah dimodifikasi secara kimiawi karena memiliki dua gugus aktif, yaitu gugus amina dan hidroksil (Dutta et al., 2004, Hoven et al., 2007). Kitosan bersifat hidrofob, namun kandungan gugus amina berulang pada rantai backbone (rangka utama penyusun rantai glikosida) menyebabkan polimer ini mudah larut dalam asam-asam encer dan membentuk film tipis. Kemampuan kitosan untuk mengembang menjadi suatu film tipis yang kuat secara mekanik menyebabkan banyak peneliti menggunakannya sebagai salah satu bahan dasar dalam pembuatan teknologi membran untuk hemodialisis. Akan tetapi, Nasir et al. (2005) melaporkan bahwa membran kitosan tanpa modifikasi dapat memicu koagulasi bila kontak dengan darah. Ini terutama disebabkan terprotonasinya gugus amina primer pada permukaan membran menjadi bermuatan positif pada pH asam. Muatan positif pada permukaan membran akan memicu terjadinya adsorpsi protein, karena adanya gaya tarik menarik dengan protein yang bermuatan negatif.

Untuk mengatasi kelemahan sifat dari kitosan, modifikasi permukaan membran secara kimiawi merupakan teknik yang cukup efektif (Sun et al., 2003, He et al., 2005). Beberapa strategi modifikasi yang biasa dilakukan diantaranya adalah perubahan situs muatan pada permukaan membran, menambah gugus aktif penangkap senyawa target dan meningkatkan hidrofilisitas membran (Hoven, 2007). Ketiga modifikasi tersebut dapat ditempuh melalui reaksi pencangkokan, taut silang dan paduan dengan polimer lain (Don et al., 2005). Menurut Amiji (1995) serta Ming-Chien dan Ting-Yu (2003) permeabilitas membran terhadap kreatinin dan urea meningkat sebanding dengan meningkatnya gugus hidrofilik yang terdapat di dalam membran.

(4)

Reaksi pencangkokan merupakan strategi pertama untuk mendapatkan material turunan kitosan dengan selektivitas tinggi terhadap senyawa target. Pada reaksi pencangkokan, molekul rangka kitosan dicangkok dengan senyawa lain yang memiliki kekuatan sebagai senyawa pembawa yang akan meningkatkan kecepatan dan kemampuan transpor terhadap molekul toksin uremat (Don et al., 2006). Reaksi cangkok yang dilakukan pada gugus amina primer kitosan akan mengubah amina primer menjadi amina sekunder atau tersier. Pencangkokan ini tidak serta merta akan mengubah situs muatan positif dari kitosan namun akan membantu menurunkan muatan positif membran dengan menetralisasi muatan positif amina. Untuk mengubah situs muatan dibutuhkan gugus cangkok yang bersifat elektronegatif, dengan begitu akan mengubah situs muatan positif menjadi muatan negatif dan selanjutnya akan berimplikasi pada penurunan adsorpsi protein pada permukaan membran (Wang et al., 2004). Penelitian tentang pencangkokan beberapa gugus fungsi berlainan muatan pada rantai dasar kitosan telah menghasilkan data bahwa gugus cangkok yang bermuatan negatif (-SO3-)

mampu mengubah situs muatan positif permukaan membran menjadi negatif sehingga dapat menurunkan adsorpsi protein (Sagnella and Mai-Ngam, 2005). Hoven et al., 2007 melaporkan bahwa pencangkokan metil iodida mengubah muatan positif kitosan menjadi negatif dan perubahan ini berimplikasi pada turunnya adsorpsi protein dibandingkan dengan senyawa kitosan murni.

Strategi kedua adalah reaksi taut silang. Reaksi taut silang merupakan reaksi yang digunakan untuk menghubungkan rantai polimer satu dengan yang lain agar membentuk ikatan permanen melalui ikatan kovalen/ionik. Taut silang diyakini mampu meningkatkan stabilitas polimer, memecah ikatan intramolekular polimer digantikan dengan ikatan yang lebih fleksibel melalui reagen taut silang (Uragami, 2010). Nakatsuka (1992) meneliti pengaruh taut silang (glutaraldehida, glioksal) terhadap membran paduan PVA/kitosan untuk mempelajari proses permeasi vitamin B12 (BM 1325). Modifikasi taut silang tersebut dilaporkan

mampu menurunkan permeasi vitamin B12 pada membran. Bahrami et al. (2003)

melakukan proses taut silang glutaraldehida terhadap kitosan dan campuran kitosan/PVA, dengan hasil bahwa proses taut silang mampu meningkatkan sifat

(5)

biokompatibel kedua membran, namun meningkatnya kadar glutaraldehida yang digunakan menyebabkan membran menjadi rapuh dan tidak fleksibel. Tahun 2006, Gohil dan Ray meneliti mekanisme taut silang asam maleat pada PVA. Reaksi tersebut bertujuan mendapatkan perimbangan sifat hidrofil dan hidrofob membran. Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa reaksi taut silang mampu menurunkan hidrofilisitas PVA dengan menurunnya serapan PVA terhadap air.

Strategi ketiga adalah pemaduan kitosan dengan polimer lain yang bersifat lebih hidrofilik. Paduan ini dapat menghasilkan perimbangan yang tepat antara gugus hidrofil dengan hidrofob yang merupakan sifat dasar suatu membran. Dengan demikian akan dihasilkan membran yang kuat dan lentur. PVA (polivinil alkohol) merupakan polimer sintetik yang hidrofil, nontoksik, biokampatibel dan kuat secara mekanik. Don et al. (2005) meneliti mekanisme pencangkokan PVA terhadap kitosan yang menghasilkan kesimpulan bahwa pencangkokan PVA pada kitosan meningkatkan kekuatan mekanik membran.

Transpor selektif terhadap molekul urea serta kreatinin merupakan isu penting dalam bidang medis, namun sampai saat ini hal tersebut belum banyak dilakukan karena selektivitas membran terutama ditentukan oleh berat molekul senyawa target dan bukan interaksi spesifik antara senyawa target dengan gugus fungsi yang ada pada membran. Crego et al. (1991) mengemukakan teori bahwa yang berperan penting pada membran hemodialisis adalah timbulnya ikatan hidrogen yang kuat antara senyawa pembawa dengan urea yang berakibat meningkatkan transpor urea melewati membran. Dengan demikian ketersediaan gugus yang mampu berfungsi sebagai senyawa pembawa penyedia ikatan hidrogen pada permukaan membran adalah penting agar proses transpor dapat berjalan secara optimal. Teori tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wilma et al.(1993) yang mempelajari pengaruh beberapa senyawa pembawa dengan variasi kandungan gugus N pada membran untuk transpor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transpor urea terjadi karena adanya ikatan hidrogen yang kuat antara urea dan senyawa pembawa.

Selain ditentukan oleh sifat kimiawi material, proses hemodialisis juga ditentukan oleh sifat fisika membran, yaitu ukuran pori tertentu (mikropori),

(6)

kelenturan, kemampuan serapan terhadap air, koefisien difusi tinggi dan ketipisan membran (Deppisch et al., 1998, Ulbricht, 2006).

Dengan mempertimbangkan uraian akan hasil-hasil penelitian di atas, maka pada penelitian ini akan dilakukan sintesis beberapa senyawa turunan kitosan dengan reaksi cangkok dan taut silang untuk menghasilkan senyawa yang mampu berfungsi sebagai membran hemodialisis. Prinsip dasar strategi dalam kajian ini adalah substitusi terhadap gugus amina dan hidroksil kitosan menggunakan gugus karboksilat dan epoksida yang dapat berfungsi sebagai gugus aktif senyawa pembawa yang dapat mengikat senyawa target melalui terbentuknya ikatan hidrogen. Selanjutnya senyawa yang dihasilkan akan dibuat menjadi membran dan dilakukan uji transpor terhadap senyawa urea, kreatinin, vitamin B12 serta albumin.

Untuk meningkatkan sifat fisika membran, akan dilakukan pemaduan antara turunan kitosan dengan PVA. Pemaduan dilakukan untuk mendapatkan perimbangan yang tepat antara gugus hidrofob dengan gugus hidrofil agar membran yang dihasilkan mempunyai kekuatan mekanik dan kelenturan. Kekuatan mekanik dan kelenturan optimal berarti membran tidak bocor ketika digunakan dalam proses transpor karena kapasitas penyerapan air yang optimal yang mempunyai rentang nilai tertentu. Sifat tersebut akan berkorelasi dengan meningkatnya permeasi terhadap permeat.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah senyawa yang dihasilkan dari reaksi cangkok terhadap kitosan menggunakan asam kloarasetat pada kondisi basa untuk menghasilkan senyawa N-KMK dan N,O-KMK dapat dimanfaatkan sebagai bahan membran hemodialisis yang memiliki kemampuan permeasi terhadap urea dan kreatinin ?

2. Apakah senyawa yang dihasilkan dari reaksi taut silang terhadap kitosan menggunakan p(EGDE) pada kondisi basa lemah untuk menghasilkan

(7)

senyawa kitosan tertaut silang p(EGDE) dapat dimanfaatkan sebagai bahan membran hemodialisis yang memiliki kemampuan permeasi terhadap urea dan kreatinin ?

3. Apakah senyawa yang dihasilkan dari reaksi taut silang terhadap kitosan menggunakan asam sitrat pada kondisi asam untuk menghasilkan senyawa kitosan tertaut silang asam sitrat dapat dimanfaatkan sebagai bahan membran hemodialisis yang memiliki kemampuan permeasi terhadap urea dan kreatinin ?

1.3 Keaslian dan Kedalaman Penelitian

1. Sintesis turunan kitosan melalui reaksi cangkok menggunakan asam sitrat dan taut silang menggunakan p(EGDE) untuk menghasilkan material berpori aktif sebagai bahan membran hemodialisis belum pernah dilakukan.

2. Penggunaan gugus –COOH dan epoksida sebagai substituen yang bermuatan negatif untuk menurunkan adsorpsi protein pada permukaan membran belum pernah dilakukan.

3. Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian mengenai reaksi cangkok kitosan menggunakan asam kloroasetat untuk menghasilkan senyawa KMK yang diaplikasikan sebagai membran hemodialisis belum pernah dilakukan.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka penelitian ini secara umum bertujuan untuk menghasilkan senyawa turunan kitosan dengan reaksi cangkok dan taut silang yang mempunyai kemampuan sebagai membran hemodialisis.

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Membuat turunan kitosan dengan reaksi cangkok menggunakan asam kloarasetat pada kondisi basa untuk menghasilkan senyawa N-KMK dan

(8)

N,O-KMK sebagai bahan membran hemodialisis yang memiliki kemampuan permeasi terhadap urea dan kreatinin.

2. Membuat turunan kitosan dengan reaksi taut silang menggunakan p(EGDE) pada kondisi basa untuk menghasilkan senyawa kitosan tertaut silang p(EGDE) (CS.cl.p(EGDE)) sebagai bahan membran hemodialisis yang memiliki kemampuan permeasi terhadap urea dan kreatinin.

3. Membuat turunan kitosan dengan reaksi taut silang menggunakan asam sitrat pada kondisi asam untuk menghasilkan senyawa kitosan tertaut silang asam sitrat sebagai bahan membran hemodialisis yang memiliki kemampuan permeasi terhadap urea dan kreatinin.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menyumbang informasi tentang : 1. Struktur senyawa dan prinsip dasar karakteristik membran yang dapat digunakan sebagai membran hemodialisis yang kompatibel. Dengan dihasilkannya material dan informasi dasar pemanfaatan membran, maka akan dapat membantu meningkatkan permeasi urea dan kreatinin dan memperpendek waktu yang dibutuhkan dalam proses hemodialisis.

2. Perkembangan ilmu di bidang kesehatan dengan adanya senyawa baru yang kemungkinan dapat digunakan sebagai material membran untuk proses hemodialisis.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai yaitu mengetahui sejauh mana keterlibatan Tim Inti Pelatih Tutor dalam setiap kegiatan Pelatihan Tutor yang diselenggarakan

This research design used a descriptive qualitative method since it described and explored the roles of teachers and students in English classes using

Secara definitif, kepribadian (personality) merupakan satu set karakteristik dan kecenderungan-kecenderungan seseorang yang bersifat permanen (tidak mudah

Rencana pengembangan keorganisasian dilakukan dengan mengacu pada analisis dan evaluasi tugas dan fungsi satuan organisasi termasuk perumusan dan pengembangan jabatan

Sebagaimana dalam RDTRK yang dibahas oleh Pemkab dan DPRD Gresik tersebut, kawasan Gresik Utara menjadi salah satu kawasan industri besar dan kecil, membuktikan

Hasil penelitian menunjukkan: (1) penyebab kemajuan perkembangan matematika di negara-negara Islam pada abad pertengahan yakni gencarnya kegiatan penerjemahan karya-karya

Tujuan laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan

Berdasarkan tabel tersebut diatas, bahwa tingkat risiko pencemaran sumur gali terhadap kualitas bakteriologis (MPN Coli) yaitu tingkat risiko tinggi 25 buah (62,5%)