• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Ascaris Lumbricoides dengan Karakteristik Murid SD X, Bantargebang, Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Ascaris Lumbricoides dengan Karakteristik Murid SD X, Bantargebang, Bekasi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Ascaris Lumbricoides dengan

Karakteristik Murid SD X, Bantargebang, Bekasi

Lusi Tania Rahmartani, Saleha Sungkar

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia E-mail: lusirahmartani@gmail.com

Abstrak

Daerah Bantargebang merupakan daerah tempat pembuangan sampah terpadu (TPST), kumuh, serta memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi sehingga berisiko tinggi terjadinya askariasis. Askariasis sering dialami oleh anak usia SD yaitu usia 7-12 tahun. Untuk mencegah askariasis, perlu dilakukan penyuluhan kepada murid SD. Penelitian bertujuan mengetahui hubungan tingkat pengetahuan mengenai A. lumbricoides dengan karakteristik demografi murid SD. Agar tercapai tujuan penyuluhan optimal, dibutuhkan penyesuaian dengan karakteristik demografinya. Penelitian menggunakan desain cross-sectional pada 58 murid SD X Bantargebang dengan metode total populasi. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 17 Desember 2011 dengan cara mengisi kuesioner yang berisi 5 pertanyaan tentang A. lumbricoides. Data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov dengan hasil perbandingan tingkat pengetahuan A. lumbricoides dengan usia (p=0,965), tingkat pendidikan (p=0,610), sumber informasi (p=1,000), dan info terdahulu (p=1,000). Dari total 58 murid, didapatkan murid yang memiliki pengetahuan kurang berjumlah 46 orang (79,3%), cukup 10 orang (17,2%), dan baik 2 orang (3,4%). Dari analisis statistik didapatkan tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) antara tingkat pengetahuan mengenai A. lumbricoides dengan usia, tingkat pendidikan, info terdahulu dan sumber informasi. Disimpulkan bahwa pengetahuan murid SD X mengenai A. lumbricoides tergolong buruk dan tidak memiliki hubungan bermakna dengan karakterstik demografinya.

Kata kunci: A. lumbricoides, karakteristik demografi, murid SD Bantargebang, pengetahuan

The Relationship between Student’s Knowledge Level about A. lumbricoides and Their Demographic Characteristic in SD X, Bantargebang, Bekasi.

Abstract

Ascariasis often experienced by children of primary school age group, aged 7-12 years. Bantargebang is an area that has a landfield area, slump, and has a high population so that Bantargebang have a high risk of ascariasis. This can be prevented either by providing counseling as a health promotion. In order to achieve the optimal goal, counseling needs to be adjusted according to the characteristic. This study aims to determine the relationship of student’s knowledge about A. lumbricoides with their demographic characteristics. Studies using cross-sectional design applied on 58 students X elemetary school Bantargebang with total population method. Data collection was done on December 17th, 2011 by filling questionnaires which contains 5 question about A. lumbricoides. Data processing was performed using SPSS version 20.0, analyzed by Kolmogorov-Smirnov test with the result shows relationship between student’s knowledge about A. lumbricoides with their age

(2)

(p=0,965), level of education (p=0,610), source of knowledge (p=1,000), and prior knowledge (p=1,000). The result shows students who have poor knowledge was 46 students (79.3%), fair 10 students (17.2%), and good 2 students (3.4%). Based on Kolmogorov-Smirnov test, there is no significant difference (p> 0.05) between the level of knowledge about A. lumbricoides with age, level of education, prior knowledge and source of knowledge. It was concluded that students have poor knowlege about A. lumbricoides and has no significant relationship with their demographic charateristics.

Keywords: A. lumbricoides, demographic characteristic, Bantargebang elementary students, knowledge

Pendahuluan

Infeksi soil-transmitted helminth (cacing yang ditularkan melalui media tanah) sering menginfeksi manusia, seperti A. lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus serta Ancylostoma duodenale. Menurut WHO pada tahun 2013, di dunia lebih dari 1.5 juta orang (24%) telah terinfeksi oleh STH. Indonesia memiliki memiliki angka prevalensi mencapai 60-90%, di antara keempat macam cacing tersebut, infeksi A. lumbricoides adalah yang tertinggi prevalensinya. 1-3

Infeksi A. lumbricoides disebut dengan askariasis. Di seluruh dunia, askariasis dapat menyebabkan kematian sebanyak 60.000 jiwa per tahun, terutama pada anak. Askariasis lebih sering menyerang anak usia 7-12 tahun karena mereka lebih sering berkontak langsung dengan tanah dan belum dapat memelihara kebersihan diri.4,5 Hasil survei kecacingan nasional 2009 oleh Ditjen P2PL menyebutkan bahwa 31,8% siswa SD menderita cacingan. 6,7 Pengobatan cacingan dapat menurunkan prevalensi dengan cepat, namun jika tidak diikuti dengan upaya pencegahan, maka reinfeksi akan segera terjadi. Upaya yang dilakukan sebagai pencegahan salah satunya adalah dengan diadakan program edukasi atau penyuluhan. Keefektifan penyuluhan dibantu juga dengan penelitian melalui kuesioner mengenai tingkat pengetahuan terhadap askariasis pada daerah tersebut terlebih dahulu. Kuesioner diberikan pada anak SD kelas 4, 5, dan 6 dengan alasan mereka lebih memungkinkan untuk diberikan edukasi dan diwawancarai dalam penelitian ini. Kuesioner berisi pertanyaan pengetahuan mengenai morfologi dan siklus hidup A. lumbricoides.

Pada penelitian ini dipilih daerah Bantargebang yang terkenal dengan daerah kumuh dan padat. Selain itu, banyak anak di daerah tersebut yang bekerja menjadi pemulung sampah sehingga meningkatkan risiko terjadinya askariasis. Pada penelitian bertujuan untuk

(3)

mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan tersebut dengan karakteristik yang berhubungan seperti tingkat pendidikan, sumber informasi, usia, dan jenis kelamin. Selanjutnya, perlu diberikan pengetahuan mengenai A. lumbricoides.

Tinjauan Pustaka Definisi Akariasis

Askariasis merupakan penyakit akibat infeksi parasit Ascaris lumbricoides (cacing gelang). Penyakit ini memiliki prevalensi tinggi di tempat yang beriklim tropis, kumuh, sanitasi buruk, serta berpenduduk padat. A. lumbricoides merupakan cacing parasit yang tergolong ke dalam STH (soil-transmitted helminth) yang ditularkan melalui tanah karena memerlukan media tanah untuk berkembang biak. 2

Epidemiologi Askariasis

Prevalensi askariasis pada anak lebih tinggi dibandingkan pada dewasa. Hal tersebut dikarenakan kebanyakan anak khususnya usia 10 tahun kebawah masih sulit untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitarnya. Infeksi STH di Indonesia mencapai 60-90% dan A. lumbricoides memiliki angka prevalensi tertinggi dibandingkan dengan Trichuris trichiura, Necator americanus serta Ancylostoma duodenale. 3

Morfologi A. lumbricoides

A. lumbricoides tergolong bersifat monogenetic yang berarti memerlukan satu host, yaitu manusia, agar dapat menyelesaikan siklus hidupnya secara keseluruhan. A. lumbricoides yang telah dewasa berbentuk silinder dan berwarna merah muda. A. lumbricoides jantan lebih kecil dibandingkan dengan yang betina.

Gambar 1. Cacing dewasa A. lumbricoides8

Pada cacing jantan, panjang tubuhnya dapat mencapai hingga 15-31 cm dan berdiameter 2-4 mm. 8 Pada bagian ujung posterior terdapat lengkungan ekor cacing. Cacing betina panjang tubuhnya dapat mencapai 20-49 cm dan diameter 3-6 mm. 8 Vulva berada pada 1/3 panjang tubuh pada anterior. Pada cacing betina dewasa, uterusnya dapat memuat sampai 27 juta telur,

(4)

dan dalam satu hari dapat menghasilkan 200.000 telur yang kemudian akan dibuahi sehingga menjadi telur infektif dalam kurun waktu beberapa minggu. 8,9

Gambar 2. Telur A. lumbricoides terfertilisasi (A) dan belum terfertilisasi (B) 9

Telur yang telah terfertilisasi berbentuk oval, memiliki panjang 45-75 µm dan lebar 35-50 µm, disertai dengan lapisan luar yang tebal dan kental. Terdapat perbedaan bentuk antara telur yang tidak dibuahi dan telah dibuahi. 9

Siklus Hidup A. lumbricoides

Gambar 3. Siklus Hidup A. lumbricoides8

Cacing dewasa hidup di rongga usus halus. Cacing betina memproduksi 200.000 telur setiap hari yang akan keluar bersama feses. Telur yang fertil kemudian akan menjadi infektif setelah 18 hari hingga beberapa minggu (bergantung pada keadaan kelembaban, iklim, dan keadaan tanah). Setalah telur termakan, kemudian akan menetas dan menjadi larva di usus manusia. Setelah itu, larva akan menembus membran usus dan menuju ke vena porta hepatika hingga sampai ke hati. Kemudian, larva dari vena cava inferior akan menuju ke jantung yang

(5)

kemdian mencapai paru-paru melalui arteri pulmonaris. Dari paru-paru, larva akan menuju ke saluran pernafasan (bronkus, trakea, laring dan faring). Setelah mencapai faring, larva dapat menyebabkan iritasi yang mengakibatkan host akan batuk dan mengakibatkan larva dapat tertelan kembali dan menuju ke saluran pencernaan. Di usus, larva akan berkembang menjadi cacing dewasa dalam kurun waktu 6-10 minggu, dan siklus hidup dimulai kembali.8,9

Gejala Klinis Askariasis

Gejala pada askariasis dapat berakibat fatal, ringan, bahkan dapat tidak terdapat gejala. Pada stadium larva, Ascariasis lumbricoides dapat menimbulkan gejala yang cukup berat yaitu sindrom Loeffler, ditandai dengan pneumonia dan dapat mengalami batuk darah beserta dengan keluarnya larva cacing.10 Setelah stadium dewasa di usus, A. lumbricoides akan menimbulkan gejala yang menyerag sistem pencernaan dan mengakibatkan berkurangnya asupan gizi, muntah, mual, diare, dan konstipasi. 11-13 Pada kasus berat, cacing dapat keluar bersama muntahan. Namun, apabila A. lumbricoides masuk hingga ke saluran empedu, maka dapat menimbulkan ikterik atau kolik. Pada sebagian besar kasus pada anak, askariasis sangat berdampak pada perkembangan dan pertumbuhan anak. Hal tersebut dikarenakan terganggunya asupan nutrisi dan dapat mengakibatkan gizi buruk pada anak.

Diagnosis Askariasis

Cara yang paling sering untuk mendeteksi A. lumbricoides adalah dengan memeriksa feses (stool sample) dengan menggunakan mikroskop. Dengan banyaknya telur yang dihasilkan cacing betina maka akan mudah untuk mendeteksi keberadaan telur pada feses. 8 Pada pemeriksaan dengan menggunakan stool sample, minimal dilakukan tiga kali secara berturut-turut untuk mencapai keakuratan data.

Pengobatan dan Pencegahan Askariasis

Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah askariasis yaitu dengan menjagaa kebersihan diri dan lingkungan, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, menjaga kebersihan makanan, mencegah kontak langsung dengan tanah yang mengandung feses manusia, serta denga cara edukasi kesehatan. Pada sayuran atau makanan yang yang tumbuh di/dekat tanah, perlu dimasak atau dicuci bersih sebelum dimakan, karena telur dari A. lumbricoides dapat bertahanan pada suhu yang dingin, namun terbunuh pada suhu diatas 43°C.

Pada pengobatan yang dapat diaplikasikan untuk askariasis dapat digunakan mebendazol, piperazin, pirantel pamoat, levamisol serta albendazol. 3,14 Albendazol yang paling sering

(6)

digunakan pada dosis satuan 400 mg, karena memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam penyembuhan askariasis. Pada pengobatan Pirantel pamoat digunakan pada dosis 10mg/kgBB. Obat tersebut memiliki efek samping berupa muntah diare, dan sakit kepala. Pada pengobatan dengan mebendazol dpat diberikan secara oral dengan dosis 100 mg, diberikan selama tiga hari dengan pengonsumsian 2 kali sehari. 14 Obat piperazine dignakan dosis 75 mg/kg berat badan selama dua hari. Pada levamisole dengan satuan dosis 120 mg, dapat memberi angka penyembuhan askariasis sebesar 100%, namun terdapat efek samping pada obat ini yaitu dapat mengalami mual dan mules. 14

Bantargebang

Bantargebang merupakan Kecamatan yang menjadi bagian dari Kota Bekasi. Kecamatan Bantargebang berada di bagian barat Kota Bekasi dan berbatasan dengan Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor. Kecamatan Bantargebang memiliki luas wilayah yaitu 1.843.890 ha dan terbagi menjadi empat kelurahan yaitu: (1) Kelurahan Bantargebang (406,244 ha); (2) Kelurahan Cikiwul (525,351 ha); (3) Kelurahan Ciketingudik (568,955 ha); dan (4) Kelurahan Sumurbatu (343,340 ha). Bantargebang menjadi salah satu tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) bagi DKI Jakarta yang terletak 13 Km sebelah Selatan Kota bekasi atau berkisar 2 km dari jalan raya Bekasi-Bogor. Selain Bantargebang, Kelurahan Sumurbatu juga menjadi tempat pembuangan akhir (TPA) miliki DKI Jakarta.15

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan subjek penelitian murid SD X di daerah Bantargebang, Bekasi. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2011. Variabel dependen yang diteliti adalah tingkat pengetahuan mengenai morfologi siklus hidup A. lumbricoides, dengan karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, sumber informasi, dan tingkat pendidikan) sebagai variabel independen. Sementara itu, variabel perancu seperti tingkat pendidikan orangtua serta keadaan ekonomi, sosial, dan budaya tidak diteliti.

Semua responden (58 murid) dikumpulkan lalu diberi penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan dimintakan persetujuannya untuk diikutsertakan dalam penelitian. Murid yang bersedia kemudian akan diberikan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai karakteristik demografi murid tersebut, mencakup usia, sumber informasi, info terdahulu, tingkat pendidikan, serta pengetahuan mengenai Soil-transmitted Helminths dengan di dalamnya termasuk pengetahuan mengenai cacing A. lumbricoides. Data yang digunakan adalah data primer berupa kuesioner yang telah divalidasi. Subjek dibimbing oleh peneliti

(7)

pada saat pengisian kuesioner agar tidak terjadi kesalahan dalam pengisian kuesioner. Kuesioner yang telah dikerjakan dengan lengkap kemudian dikumpulkan kepada peneliti untuk dinilai dan dianalisis. Setiap butir soal diberi poin maksimal 5, sehingga jika dijumlah total skor semua anak adalah 290. Setelah pemeriksaan selesai data dianalisis dengan program SPSS for Windows versi 20.0 lalu dianalisis dengan Kolmogorov Smrinov untuk mengetahui hubungan antar variabel yang diteliti yaitu umur dan jenis kelamin.

Hasil Penelitian

Survei Dari Tabel 1, diketahui bahwa responden kuesioner yang terbanyak dengan rentang usia 11-12 tahun (55,2%), tingkat pendidikan kelas 4 SD (46,6%) dengan jenis kelamin laki-laki (51,7%) dan telah mengetahui informasi mengenai cacingan (86,2%) dari <3 sumber yang berbeda (62,1%).

Tabel 1. Karakteristik Demografi Murid SD X Bantargebang, Bekasi

Variabel Kategori Jumlah

Jenis kelamin Perempuan 28 (48,3%)

Laki-laki 30 (51,7%)

Kelompok usia 9-10 20 (34,5%)

11-12 32 (55,2%)

>12 6 (10,2%)

Tingkat pendidikan Kelas 4 27 (46,6%)

Kelas 5 10 (17,2%)

Kelas 6 21 (36,2%)

Sumber informasi <3 sumber 36 (62,1%)

>3 sumber 22 (37,9%)

Informasi Terdahulu Tahu 50 (86,2%)

Tidak tahu 8 (13,8%)

Dari Tabel 2 diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 21 murid (36,2%) pernah mendapatkan informasi mengenai cacingan dengan jumlah sebanyak 3 sumber.

Tabel 2. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Sumber Informasi Jumlah Sumber Informasi Jumlah

3 sumber informasi 21 (36,2%)

2 sumber informasi 19 (32,8%)

1 sumber informasi 9 (15,5%)

Tidak mendapat informasi 8 (13,8%)

(8)

Dari Tabel 3. diketahui bahwa responden dapat menjawab pertanyaan dengan benar dan mendapat nilai tertinggi yaitu pada pertanyaan nomor 4 dengan jumlah skor total 226 poin (77,9%). Pertanyaan dengan nilai terendah yaitu pertanyaan nomor 2 dengan jumlah skor 25 poin (8,6%).

Tabel 3. Sebaran Subjek Berdasarkan Skor Benar terhadap Pertanyaan Morfologi dan Siklus Hidup A.lumbricoides

No Pertanyaan Skor total

seluruh subjek

Skor maksimal total subjek 1 Cacing yang menghinggapi manusia dan

berukuran paling besar adalah… 120 (41,3%) 290

2 Di dalam tubuh manusia, cacing gelang hidup

di dalam… 25 (8,6%) 290

3 Cacing gelang paling banyak ditemukan

pada… 70 (24,1%) 290

4 Pasangkan gambar cacing berikut (1-3) dengan

nama cacing (a-c) yang sesuai! 226 (77,9%) 290

5 Pasangkan gambar telur cacing berikut (1-3)

dengan nama cacing (a-c) yang sesuai! 88 (30,3%) 290

Pada Tabel 4 menunjukkan mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan tentang A. lumbricoides yang kurang. Total murid yang yang memiliki pengetahuan kurang berjumlah 46 orang (79,3%), cukup 10 orang (17,2%), dan baik 2 orang (3,4%). Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan p>0,05 pada setiap variabel yang berarti tidak terdapat hubungan antara karakteristik murid SD X, Bantargebang kelas 4, 5, dan 6 dengan tingkat pengetahun terhadap A. lumbricoides.

(9)

Tabel 4. Tingkat Pengetahuan Subjek Mengenai Pengetahuan A. lumbricoides dan Karakteristik yang Berhubungan

Variabel Kategori BaikTingkat Pengetahuan Cukup Kurang P

Usia <11 tahun 1 3 16 0,965

≥11 tahun 1 7 30

Tingkat Pendidikan Kelas 4 1 5 21 0,610

Kelas 5 dan kelas 6*

1 5 25

Sumber Informasi <3 sumber 1 6 29 1,000

≥3 sumber 1 4 17

Info Terdahulu Ya 2 8 40 1,000

Tidak 0 2 6

*digabung untuk kepentingan analisis data Pembahasan

Lingkungan tempat tinggal Murid SD X Bantargebang merupakan lingkungan yang padat, banyak sawah, dan terdapat tumpukan pembuangan sampah di sekitanya. Daerah tersebut juga menjadi salah satu TPST (tempat pembuangan sampah terpadu) milik DKI Jakarta. Selain itu, tidak jauh dari daerah Bantargebang, daerah Sumurbatu juga menjadi salah satu TPA (tempat pembuangan akhir) milik DKI Jakarta.15 Lingkungan tersebut digunakan oleh para murid SD X Bantargebang dan sekitarnya untuk melakukan kegiatan mereka sehari-hari, khususnya yang berkontak dengan tanah, seperti kegiatan bersawah ataupun bermain di halaman. Kondisi tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya askariasis. Kasus askariasis di Indonesia, khususnya pada anak usia SD tergolong tinggi, sehingga hal tersebut ditambah dengan kondisi lingkungan tempat tinggal murid SD X menjadi alasan utama bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan A. lumbricoides pada murid SD X tersebut.

Sebenarnya askariasis mudah diobati, namun jika tidak diikuti dengan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) dapat mengakibatkan terjadinya infeksi berulang (reinfeksi) yang lebih berat serta. Infeksi A. lumbricoides dapat dicegah jika diikuti dengan PHBS individu yang benar. PHBS dapat diterapkan oleh murid apabila murid memiliki pegetahuan yang cukup mengenai hal tersebut, khususnya yang berkaitan dengan A. lumbricoides.

(10)

Dari hasil penelitian ini, mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan tentang A. lumbricoides yang kurang. Total murid yang yang memiliki pengetahuan kurang berjumlah 46 orang (79,3%), cukup 10 orang (17,2%), dan baik 2 orang (3,4%). Rendahnya pengetahuan dapat diatasi salah satunya dengan pemberian edukasi melalui penyuluhan, khususnya mengenai A. lumbricoides dan PHBS. Agar tujuan dari penyuluhan dapat tercapai secara optimal, penyuluhan perlu disesuaikan dengan karakteristik demografi murid SD X Bantargebang yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan.

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Karakteristik Demografi

Hasil penelitian tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan seluruh karakteristik demografi murid SD X Bantargebang, Bekasi yaitu usia, tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi dan info terdahulu.

Pengetahuan pengetahuan menurut Notoatmodjo,16 yaitu hasil tahu sesorang terhadap suatu obyek lewat indera yang dimilikinya dan juga dipengaruhi oleh persepsi dan intensitas perhatian individu tersebut terhadap obyek tersebut. Pengetahuan merupakan keseluruhan pemikiran, gagasan, konsep, dan pemahaman yang dimiliki oleh individu mengenai dunia beserta isinya, termasuk manusia dan juga kehidupannya. Pengetahuan dapat dibagi menjadi enam tingkat pengetahuan secara berurutan yaitu: (1) tahu; (2) memahami; (3) Aplikasi; (4) Analisis; (5) Sintesis; (6) dan Evaluasi.17 Pada umumnya, semakin bertambahnya usia seseorang, maka individu tersebut dapat berpikir lebih matang, namun hal tersebut tidak dapat mendukung penelitian ini karena tidak terdapat perbedaan bermakna dari hubungan tingkat pengetahuan dan usia murid SD X Bantargebang. Jika berdasarkan analisis tersebut, penyuluhan pada murid SD X Bantargebang tidak perlu mempertimbangkan aspek usia. Tingkat pendidikan seseorang juga pada umumnya dapat mempengaruhi tingkat pengetahuannya. Memahami merupakan salah satu tahap pengetahuan ketika seseorang telah paham mengenai informasi yang didapatkan sehingga dapat menjelaskan secara benar mengenai objek yang diketahui dan menginterpretasikan materi tersebut secara benar.18 Hal tersebut tidak dapat mendukung penelitian ini karena tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan murid SD X Bantargebang dengan tingkat pendidikan mereka. Hasil penelitian tersebut salah satunya dapat disebabkan informasi yang tidak diberikan mengenai A. lumbricoides secara khusus kepada murid SD X dari pihak sekolah. Rentang usia antara murid SD X Bantargebang yang tergolong dekat juga dapat berkontribusi dalam hal ini.

(11)

Selain tingkat pendidikan, info terdahulu dan banyaknya jumlah informasi yang didapatkan secara umum juga dapat meningkatkan tingkat pengetahuan seseorang. Hal tersebut dikemukakan oleh Marini,18 yang mengatakan bahwa semakin banyak seseorang mendapatkan informasi, maka akan mempengaruhi tingkat pengetahuan orang tersebut. Ketidakcocokan teori dan hasil penelitian ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor penyebab. Salah satu penyebabnya yaitu kurangnya intensitas perhatian individu tersebut terhadap informasi tersebut sehingga walaupun murid pernah terpapar dengan informasi tersebut, intensitas yang kurang dapat menyebabkan kurangnya pemahaman tentang informasi yang ditangkapnya, khusunya informasi mengenai A. lumbricoides.

Tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan dan karakteristik demografi murid SD X Bantargebang karena murid tersebut memiliki kondisi lingkungan tempat tinggal yang sama. Hal tersebut dapat menyebabkan murid SD X Bantargebang memiliki pendidikan serta paparan sumber informasi yang serupa yang dapat mengakibatkan kemiripan pada karakteristik demografi. Selain itu kurangnya sampel penelitian dari harapan jumlah awal yang terjadi pada penilitian ini juga dapat berkontribusi dalam hal tersebut. Jumlah sampel awal yang diharapkan yaitu seluruh siswa kelas 4, 5, dan 6 dengan jumlah murid total 123 murid. Namun terdapat beberapa murid yang tidak dapat hadir karena sedang dilakukan penerimaan hasil evaluasi pembelajaran pada saat dilakukan penelitian.

Proporsi Pertanyaan

Pada kuesioner penelitian, pertanyaan mengenai A. lumbricoides berjumlah 5 soal. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat murid yang mendapatkan skor maskimal dari seluruh pertanyaan. Skor tertinggi terdapat pada pertanyaan keempat, sedangkan skor terendah terdapat pada pertanyaan kedua. Pada pertanyaan keempat terdapat tiga bentuk cacing (A. lumbricoides, T. trichiura, dan hookworm) dan murid mencocokkan gambar cacing tersebut dengan namanya. Pada pertanyaan kedua mengenai tempat hidup A. lumbricoides dalam tubuh manusia, murid diberikan pilihan (a) lambung, (b) usus halus, (c) usus besar, (d) tidak tahu.

Hasil kuesioner ini didapatkan pada saat sebelum diberikan penyuluhan. Berdasarkan analisis data, mayoritas murid telah dapat mengetahui bentuk A. lumbricoides, namun belum mengetahui asal-usul dan sifat dari A. lumbricoides. Hal tersebut dapat diakibatkan karena A. lumbricoides memiliki morfologi yang besar sehingga dapat terlihat dengan kasat mata. Hal tersebut juga dibantu jika murid tersebut atau orang disekitarnya telah mengalami askariasis.

(12)

Walaupun murid telah mengetahui morfologi A. lumbricoides, mereka belum mengetahui siklus hidup A. lumbricoides. Selain itu, jawaban pilihan pada pertanyaan masih kurang sederhana karena mayoritas anak usia SD dan masih belum dapat membedakan organ abdomen dan nama segmen-segmen usus. Hal tersebut dapat mengakibatkan murid SD X Bantargebang belum dapat menjawab tempat hidup A. lumbricoides dalam tubuh manusia. Soal lainnya juga memiliki rata-rata nilai yang tergolong rendah. Pertanyaan nomor 1 dengan pertanyaan mengenai cacing yang menghinggapi manusia dan berukuran paling besar, dan memperoleh skor 120 dari total poin 290. Hal tersebut dapat disebabkan murid SD X tidak mengetahui ukuran-ukuran cacing yang ada dalam pilihan jawaban.

Pertanyaan nomor 3 mengenai golongan usia A. lumbricoides paling sering ditemukan juga belum dapat dijawab dengan baik dengan perolehan skor 70 dari total poin 290. Skor yang tergolong rendah dapat disebabkan oleh pengetahuan murid SD X Bantargebang belum mengerti betul tentang siklus hidup A. lumbricoides yang berkembang biak ditanah dan mengifeksi melalui kontak dengan tanah. Golongan usia yang sering melakukan kontak dengan tanah yaitu anak usia SD.

Pada pertanyaan nomor 5 merupakan pertanyaan mengenai morfologi telur STH, yaitu telur A. lumbricoides. responden memperoleh skor 88 dari poin total 290. Rendahnya nilai tersebut dapat disebabkan responden hanya mengetahui morfologi A. lumbricoides dewasa yang dapat dilihat dengan mudah secara kasat mata, sehingga responden tidak mengetahui morfologi telur A. lumbricoides.

Berdasarkan analisis data yang didapat, murid SD X Bantargebang telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang morfologi A. lumbricoides dewasa namun belum mengetahui morfologi telur A. lumbricoides. Selain itu, murid SD masih belum memahami siklus hidup A. lumbricoides. Penyuluhan perlu lebih menekankan pada hal yang belum dipahami oleh murid SD X Bantargebang.

Kesimpulan

Dari total 58 responden, responden terbanyak terdiri atas kelompok usia 11-12 tahun (55,2 %), murid kelas 4 SD (46,6%), dan jenis kelamin laki-laki (51,7%). Murid yang yang memiliki pengetahuan kurang berjumlah 46 orang (79,3%), cukup 10 orang (17,2%), dan baik 2 orang (3,4%).Tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan A. lumbricoides dengan karakteristik murid SD X, Bantargebang, Bekasi.

(13)

Saran

Perlu dilakukan penitlitian lebih lanjut mengenai perilaku murid SD dalam PHBS sebagai salah satu aspek yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan mengenai A. lumbricoides, serta perlu dilakukan penyuluhan tentang cacingan pada orang tua dan anak oleh petugas kesehatan setempat agar orang tua dapat sama-sama berupaya dalam pencegahan terhadap cacingan.

Kepustakaan

1. Bogitsh BJ, Carter CE, Oeltmann TN. Human parasitology. California: Elsevier Inc; 2005. p. 348-50.

2. World Health Organization. Soil-transmitted Helminth Infections [internet]. 2013. [diakses pada 1 Juli 2013]. Diunduh dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs366/en/

3. Egwunyenga OA, Ataikuru DP. Soil-transmitted helminthiasis among school age children in Ethiopie East Local Government Area, Delat State, Nigeria. African Journal of Biotechnology. 2005 Sep; 4(9):938-41

4. Broker, Simon. Human Helminth Infections in Indonesia, East Timor, and The Philippines. Report to UNICEF East Asia and Pacific Region Office, Thailand. 2002.

5. Mardiana, Djarismawati. Prevalensi cacing usus pada muid SD wajib belajar pelayanan gerakan terpadu pengetasan kemiskinan daerah kumuh di wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2008 Aug;7(2):769-74.

6. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2010.

7. Departemen Kesehatan RI tahun 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2006 [Internet].28 Feb 2011 [diakses tanggal 13 Juli 2013]. Diunduh dari:

http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Profil%20Kesehatan%20Indonesia%202006.pdf 8. Centers for Disease Control and Prevention. Parasites: Ascariasis [internet]. 2013. [diakses pada 17

Juli 2013] Diunduh dari http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/diagnosis.html

9. Roberts LS, Janovy J, Gerald D. Schmidt & Larry S: Robert’s foundation of parasitology. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2009. p. 433-8.

10. Bethony J, Brooker S, Albinico M, Geiger SM, Loukas A, Diemert D, et al. Soil-transmitted helminth infections: ascariasis, trichuriasis, and hookworm. Lancet. 2006 May 6; 367 (9521): 1521-32.

11. Noerdin S, Mat Nor MV. Acute airway obstruction due to Ascaris lumbricoides in a ventilated child. International Medical Journal Malaysia. 2002; 1(1): 1-3.

12. Warrell DA, Cox TM, Firth JD. Oxford Textbook of Medicine. Oxford University Press. 2005; 4th Edition. p. 805-807.

(14)

13. Heredia N, Wesley I, Garcia S. Microbiologically Safe Foods. John Wiley & Sons, Inc. 2009; p. 44-45.

14. Legesse M, Erko B, Medhin G. Comparative efficacy of albendazole and three brands of

mebendazole in the treatment of ascariasis and trichuriasis. East Afr Med J. 2004 Mar;81(3):134-8 15. Pemerintah Kota Bekasi. Kecamatan Bantargebang [Internet]. 2011 [diperbarui 5 Okt 2011;

diakses 10 Jul 2013]. Available from: http://bekasikota.go.id/read/152/kecamatan-bantargebang 16. Notoadmodjo S. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta; 2007

17. Pulungan R. Pengaruh metode penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dokter kecil dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD di Kecamatan Helvetia tahun 2007. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2007. Diunduh dari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6813/1/09E01341.pdf

18. Marini D. Gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai DBD pada keluarga di kelurahan Padang Bulan tahun 2009. [Skripsi]. Diunduh dari:

Gambar

Gambar 1. Cacing dewasa A. lumbricoides 8
Gambar 3. Siklus Hidup A. lumbricoides 8
Tabel 2. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Sumber Informasi  Jumlah Sumber Informasi  Jumlah
Tabel 3. Sebaran Subjek Berdasarkan Skor Benar terhadap Pertanyaan Morfologi dan  Siklus Hidup A.lumbricoides
+2

Referensi

Dokumen terkait

Bagi pemegang saham, menurunnya kondisi keuangan perusahaan dianggap dapat menurunkan profit yang akan didapatkan, sehingga investor akan beraksi secara cepat terhadap

Yang diatas adalah bentuk sederhana dari kunci dasar C mayor, dan apabila dipindahkan atau digeser ke kolom bar / greep yang lain dengan bentuk yang sama maka akan

Pandangan masyarakat lingkungan pekerjaan dokter dan perawat merupakan hal yang sangat dibedakan, namun secara normatif lingkup dan batas-batas kewenangan dokter dan perawat

Wilayah di sekitar stasiun curah hujan Indramayu, misalnya, merupakan wilayah yang cenderung mengalami kondisi ekstrim basah baik pada skala waktu 3, 6, maupun

Insersi hurdle technology pada home industry pengolahan tahu dengan perlakuan penambahan ekstrak kunyit 5 % (b/b) dan perendaman dalam larutan jeruk nipis dapat memperpanjang

SOL (Sarulla Operational Limmited) Panas Bumi terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara.. Metode penelitian ini menggunakan

Dalam pengerjaannya harus ditetesi terlebih dahulu dengan eter atau etanol 95% dikarenakan serbuk ini sangat ringan, mudah berterbangan, dan dapat merangsang

Berdasarkan temuan tersebut di atas penulis menyatakan tidak dapat meyakini kewajaran terhadap nilai akun Aset Lain-lain yang tercantum dalam Laporan Keuangan