• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

30

ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menganalisis data secara sitematis sesuai dengan struktur penyajian pos-pos aset yang terdapat pada Neraca Kantor Pusat DJKN Per 31 Desember 2008 (lihat lampiran 1). Penulis akan menganalisis data dengan cara menyajikan nilai aset dan pengungkapannya secara ringkas, mendeskripsikan sistem pengendalian manajemen terkait dengan pos aset tersebut, menguji kehandalan dan pelaksanaan sistem pengendalian manajemen, melakukan perhitungan pengujian kewajaran nilai, dan kemudian membandingkan penyajian dan pengungkapan nilai aset tersebut menggunakan kriteria tertentu sesuai dengan peraturan/standar yang berlaku.

A. Aset Lancar

1. Kas di Bendahara Pengeluaran

Standar Akuntansi Pemerintahan mengatur bahwa Kas di Bendahara Pengeluaran merupakan kas yang dikuasai, dikelola dan di bawah tanggung jawab Bendahara Pengeluaran yang berasal dari Uang Persediaan (UP) yang belum dipertanggungjawabkan atau disetorkan kembali ke kas negara per tanggal neraca. Kas di Bendahara Pengeluaran mencakup seluruh saldo rekening bendahara pengeluaran, uang logam, uang kertas dan lain lain kas (termasuk bukti bukti pertanggungjawaban yang belum dipertanggungjawabkan) yang sumbernya berasal dari dana

(2)

kas kecil (UP) yang belum dipertanggungjawabkan atau belum disetor kembali ke kas negara per tanggal neraca.

Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran Kantor Pusat DJKN per 31 Desember 2008 sebesar Rp.0,00. Hal ini sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 73/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja. Pada pasal 11 PMK ini disebutkan bahwa “Pada akhir anggaran, Bendahara Pengeluaran wajib menyetorkan seluruh sisa UP/TUP ke Kas Negara”.

Kantor Pusat DJKN juga mengungkapkan terjadinya kesalahan setor pengembalian belanja kepada Kantor Pelayanan Pebendaharaan Negara (KPPN) dengan mengunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) sebesar Rp9.744.203,00 dengan rincian sebagai berikut:

a. Pengembalian sisa anggaran berupa uang persediaan sebesar Rp9.279.203,00

b. Pengembalan sisa anggaran belanja pemeliharaan sebesar Rp76.400,00 c. Kelebihan setor sisa anggaran sebesar Rp465.000,00.

Seharusnya untuk poin a dan b menggunakan Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB). Selanjutnya setelah dilakukan rekonsiliasi belanja dengan KPPN Jakarta II dalam neraca Kantor Pusat DJKN terdapat saldo Kas di Bendahara Pengeluaran sebesar Rp9.744.203,00. Oleh karena itu, Kantor Pusat DJKN telah menyampaikan surat nomor S-03/KN.1/2009 tanggal 19 Januari 2009 kepada KPPN Jakarta II guna

(3)

mengajukan usul ralat terhadap SSBP dimaksud agar dapat dipisahkan sebagaimana akun yang yang seharusnya. Dengan demikian seharusnya saldo Kas di Bendahara Pengeluaran Kantor Pusat DJKN per 31 Desember 2008 menjadi –Rp465.000,00 dan saldo poin a dan b akan mengurangi belanja MAK yang bersangkutan.

Namun, melalui surat Nomor S-648/WPB.11/KP/0104/2009 tanggal 22 Januari 2009, KPPN Jakarta I menindaklanjuti surat Kantor Pusat DJKN yang diteruskan dari KPPN Jakarta II, yaitu menolak usulan dimaksud. Namun, saldo sebesar tersebut telah dikeluarkan dari neraca Kantor Pusat DJKN per 31 Desember 2008 dengan penjelasan tambahan bahwa kelebihan setor sebesar Rp465.000,00 tersebut akan dibukukan sebagai Penerimaan Pendapatan Lain-lain. Sehingga saldo Kas di Bendahara Pengeluaran pada 31 Desember 2008 adalah Rp0,00.

Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang penulis gunakan untuk meneliti kehandalan sistem pengendalian Kas di Bendahara Pengeluaran pada Kantor Pusat DJKN. Untuk mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan pada tabel di bawah ini, penulis melakukan wawancara langsung dengan Bendahara Pengeluaran Kantor Pusat DJKN dan meneliti secara langsung data-data yang diperlukan.

JAWABAN

NO PERTANYAAN

YA TIDAK KET.

1.

Apakah Bendahara Pengeluaran dijabat oleh pegawai tertentu yang ditunjuk berdasarkan SK?

(4)

2.

Apakah Bendahara Pengeluaran merangkap jabatan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran atau Petugas/Anggota Panitia

Pengadaan Barang/Jasa?

V

3.

Apakah semua pengeluaran kas melalui Bendahara Pengeluaran memiliki bukti dan tercatat pada buku kas?

V

4.

Apakah Kuasa Pengguna Anggaran atau Pimpinan secara rutin melakukan opname fisik pada Kas di Bendahara Pengeluaran?

V Tiap bulan

5.

Apakah Bendahara Pengeluaran dapat membayar tagihan yang melebihi pagu/anggaran yang telah ditetapkan?

V

6.

Apakah Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi terhadap pembayaran yang dilaksanakannya?

V

7.

Apakah Bendahara Pengeluaran hanya menyimpan kas pada Rekening khusus Bendahara Pengeluaran dan bukan pada rekening pribadi?

V

8.

Apakah Rekening Bendahara Pengeluaran digunakan untuk menyimpan dana lain selain dana yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran?

V

9.

Apakah setiap bulan Bendahara Pengeluaran selalu menyusun Laporan Pertanggung Jawaban terhadap dana yang

dikelolanya?

V

10.

Apakah seluruh saldo kas sudah disetorkan ke Kas Negara pada akhir periode anggaran?

V Tabel 4.1

(5)

Bendahara Pengeluaran merupakan jabatan khusus yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang dalam hal ini KPA dijabat oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Jabatan Bendahara Pengeluaran juga merupakan jabatan yang tidak bisa dirangkap pegawai yang telah menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara Penerimaan, dan Petugas/Anggota Panitia Pengadaan Barang/Jasa. Hal ini ditujukan untuk menghindari penyalahgunaan anggaran dan tercampurnya dana bendahara penerimaan dengan dana bendahara pengeluaran.

Dalam melaksanakan pengeluaran Uang Persediaan (Kas di Bendahara Pengeluaran), Bendahara Pengeluaran terlebih dahulu harus: a. Mendapat perintah dari Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna

Anggaran (KPA).

b. Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diajukan oleh PA/KPA meliputi kuitansi/tanda terima, faktur pajak, dan dokumen lainnya yang menjadi dasar hak tagih.

c. Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran, termasuk perhitungan pajak dan perhitungan atas kewajiban lainnya yang berdasarkan ketentuan dibebankan kepada pihak ketiga.

d. Menguji ketersediaan dana, meliputi pengujian kecukupan pagu/sisa pagu DIPA untuk jenis belanja yang dimintakan pembayarannya.

(6)

Bendahara Pengeluaran juga wajib menolak perintah membayar dari PA/KPA apabila persyaratan pada poin b, c, dan d tidak terpenuhi. Bendahara Pengeluaran juga bertanggung jawab secara pribadi terhadap seluruh pembayaran yang dilakukannya.

Bendahara Pengeluaran memiliki rekening khusus yang hanya digunakan untuk mengelola dana yang ada pada Bendahara Pengeluaran. Bendahara Pengeluaran juga tidak diijinkan untuk memindahkan dana yang dikelolanya ke rekening lain. Hal ini berguna untuk mempermudah kontrol terhadap kas di bendahara pengeluaran, mempermudah saat opname fisik, dan menghindari penyalahgunaan serta tercampurnya dana bendahara pengeluaran dengan dana lain.

Setiap bulan Bendahara Pengluaran juga menyusun Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) atas dana yang dikelolanya. LPJ tersebut menyajikan informasi sebagai berikut:

a. Keadaan pembukuan pada bulan pelaporan, meliputi saldo awal, penambahan, penggunaan, dan saldo akhir dari buku-buku pembantu. b. Keadaan kas pada akhir bulan pelaporan, meliputi uang tunai di

brankas dan saldo di rekening bank/pos.

c. Hasil rekonsiliasi internal (antara pembukuan bendahara dengan UAKPA).

(7)

Bendahara Pengeluaran Kantor Pusat DJKN menyampaikan LPJ tersebut kepada Kepala KPPN Jakarta II, Menteri Keuangan, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran juga telah disetorkan seluruhnya ke Kas Negara c.q. KPPN Jakarta II pada tanggal 30 Desember 2008, sehingga saldo pada akhir periode anggaran 2008 adalah Rp0,00. Penulis dapat meyakini kebenaran jumlah saldo Rp0,00 ini setelah melihat Berita Acara Penutupan Kas, Register Penutupan Kas, dan print out transaksi/saldo rekening bendahara pengeluaran pada 31 Desember 2008 yang terlampir dalam Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008 (lihat lampiran 2, 3, dan 4).

Berdasarkan penelitian di atas penulis menyimpulkan bahwa sistem pengendalian kas bendahara pengeluaran telah cukup handal dan telah dilaksanakan secara konsisten. Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran yang tersaji di dalam Neraca Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008 juga telah sesuai prosedur (Rp0,00) dan dapat diyakini kewajarannya, meskipun terdapat kesalahan klasifikasi penyetoran ke Kas Negara c.q. KPPN Jakarta II namun jumlahnya tidak materiil dan telah diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

2. Persediaan

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntasi Pemerintahan (PSAP), yang dimaksud dengan persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan

(8)

operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

Penambahan nilai persediaan dalam neraca disebabkan oleh transaksi saldo awal, pembelian, transfer masuk, hibah masuk, rampasan, koreksi tambah nilai/kuantitas persediaan, dan perolehan lainnya. Sedangkan pengurangan nilai persediaan disebabkan oleh transaksi habis pakai, transfer keluar, hibah keluar, persediaan usang, persediaan rusak, koreksi kurang nilai/kuantitas persediaan, dan penghapusan lainnya.

Persediaan yang terdapat pada Kantor Pusat DJKN TA 2008 berupa barang konsumsi (alat tulis kantor), bahan untuk pemeliharaan (misal: gunting), dan persediaan lainnya (misal: CD-R).

Adapun mekanisme penatausahaan persediaan pada Kantor Pusat DJKN adalah sebagai berikut:

a. Sub Bagian Rumah Tangga Kantor Pusat DJKN mengajukan permohonan pengadaan barang persediaan sesuai dengan kebutuhan kepada Panitia Pengadaan Barang/Jasa dengan sepengetahuan Kepala Bagian Umum.

b. Panitia Pengadaan Barang/Jasa melaksanakan pengadaan barang persediaan yang diminta sesuai peraturan yang berlaku (Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dan dengan mempertimbangkan anggaran yang tersedia. Karena pengadaan barang persediaan tersebut tidak dapat dilaksanakan apabila anggaran tidak tersedia.

(9)

c. Panitia Pemeriksa Barang/Jasa memeriksa jumlah dan kesesuaian barang yang disediakan oleh penyedia barang/jasa dengan spesifikasi yang diminta oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa.

d. Panitia Pengadaan Barang/Jasa menerima barang dari penyedia barang/jasa yang telah diperiksa oleh Panitia Pemeriksa Barang/Jasa, kemudian menyerahkannya kepada Sub Bagian Rumah Tangga (dalam hal ini langsung diterima oleh Petugas Pengurus Persediaan).

e. Petugas Pengurus Persediaan mencatat dan menyimpan barang persediaan ke dalam gudang persediaan. Pencatatan dilakukan menggunakan aplikasi persediaan. Aplikasi ini digunakan dalam rangka akuntansi persediaan.

f. Petugas Pengurus Persediaan hanya mendistribusikan barang apabila ada permintaan resmi dari Sub Bagian Tata Usaha masing-masing Direktorat atau permintaan resmi dari masing-masing Kepala Bagian di Kantor Pusat DJKN. Barang yang telah didistribusikan dikeluarkan dari catatan/saldo persediaan Kantor Pusat DJKN.

g. Petugas Pengurus Persediaan melakukan opname fisik setiap akhir periode pelaporan keuangan untuk mengetahui jumlah dan kondisi riil barang, membuat Berita Acara Opname Fisik, dan mencatat hasil opname fisik tersebut ke dalam Aplikasi Persediaan.

Tabel di bawah ini memuat beberapa pertanyaan untuk menguji kehandalan sistem pengendalian manajemen Kantor Pusat DJKN dalam mengurus persediaannya dan untuk mengetahui apakah pelaksanaan

(10)

pengurusan persediaan telah sesuai dengan prosedur-prosedur operasional yang ditetapkan. Penulis melakukan wawancara langsung dengan Petugas Pengurus Persediaan DJKN dan meneliti langsung beberapa bukti yang terkait dengan persediaan, seperti: nota dinas permintaan barang, surat perintah mengeluarkan barang, faktur pembelian, dsb.

JAWABAN

NO PERTANYAAN

YA TIDAK KET.

1. Apakah persediaan diadakan

sesuai dengan kebutuhan? V 2. Apakah kebutuhan pembelian

persediaan telah dianggarkan? V 3.

Apakah pembelian dan pengurusan persediaan dilakukan oleh orang yang sama?

V 4. Apakah barang selalu diperiksa

sebelum diterima di gudang? V 5.

Apakah semua pegawai mendapatkan akses untuk masuk ke gudang?

V 6.

Apakah pendistribusian barang keluar selalu berdasarkan permintaan resmi?

V 7.

Apakah akuntansi persediaan dilaksanakan menggunakan

software (aplikasi)?

V

8.

Apakah selalu dilakukan opname fisik pada setiap akhir periode pelaporan? V Terakhir dilakukan pada 30 Juni 2008 Tabel 4.2

Pengujian Sistem Pengendalian Persediaan

Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum sistem pengendalian manajemen persediaan Kantor Pusat DJKN sudah cukup bagus meskipun

(11)

belum semuanya dilaksanakan secara konsisten. Hal ini dibuktikan dengan:

a. Persediaan hanya diadakan/dibeli jika ada permintaan.

b. Penganggaran terhadap kebutuhan persediaan telah dibuat. Hal ini menunjukkan bahwa perencaanaan terhadap terhadap kebutuhan pembelian persediaan telah dilaksanakan.

c. Pemisahan fungsi antara pembelian dan pengurus persediaan selalu dilakukan.

d. Sebelum masuk ke gudang persediaan, barang persediaan selalu diperiksa oleh Panitia Pemeriksa Barang yang beranggotakan pegawai-pegawai yang tidak menangani pembelian ataupun pengurusan persediaan.

e. Hanya pegawai tertentu saja yang mendapatkan otorisasi untuk memasuki gudang persediaan.

f. Keluarnya barang persediaan dari gudang untuk didistribusikan senantiasa dilakukan berdasarkan permintaan resmi dari unit pemohon. Dalam kondisi tertentu dan mendesak, barang dapat dikeluarkan terlebih dahulu dengan syarat surat permintaan resmi harus disusulkan. g. Kantor Pusat DJKN telah menggunakan Aplikasi Persediaan untuk

melaksanakan akuntansi persediaan. Aplikasi ini dibuat oleh Direktorat Sistem Perbendaharaan Direktorat Jenderal Perbandaharaan Departemen Keuangan Republik Indonesia dengan cara kerja berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP)

(12)

Nomor 5 tentang Akuntansi Persediaan. Aplikasi ini merupakan aplikasi yang digunakan oleh semua instansi pemerintah pusat untuk melaksanakan akuntansi persediaan.

h. Pada akhir periode akuntansi tahun 2008 Kantor Pusat DJKN tidak melakukan salah satu kewajiban dalam pengurusan persediaan, yaitu tidak melakukan opname fisik pada 31 Desember 2008. Opname fisik terakhir dilakukan pada tanggal 30 Juni 2008 (akhir periode akuntansi semester I).

Sementara itu Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN mengungkapkan bahwa persediaan Kantor Pusat DJKN untuk TA 2008 adalah sebesar Rp.53.626.250,00. Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 81,56 persen apabila dibandingkan dengan TA 2007 yang sebesar Rp.290.824.252,00. Tidak ada pengungkapan lain terkait dengan saldo ini selain dari pengungkapan tersebut.

Dalam tabel di bawah ini penulis mengemukakan beberapa pertanyaan terkait dengan penyajian dan dan pengungkapan akun persediaan dalam Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008.

Tabel 4.3

Penelitian Penyajian dan Pengungkapan Persediaan dalam Laporan Keuangan DJKN Tahun 2008

JAWABAN

NO PERTANYAAN

YA TIDAK KET.

1.

Apakah dalam laporan

keuangan tersebut melampirkan Laporan Persediaan per 31 Desember 2008?

(13)

2.

Apakah dalam nilai persediaan yang tercantum pada neraca dinilai berdasarkan harga beli barang terakhir?

V

3.

Apakah dalam laporan

keuangan tersebut melampirkan Berita Acara Opname Fisik pada 31 Desember 2008?

V

Dalam Laporan Keuangan Tahun 2008, Kantor Pusat DJKN tidak melampirkan Laporan Persediaan per 31 Desember 2008. Hal ini seyogianya tidak terjadi karena:

a. Hal ini melanggar Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor: PER-51/PB/2008 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara.

b. Laporan Persediaan merupakan satu-satunya dokumen sumber yang digunakan untuk menyajikan nilai persediaan dalam neraca. Dengan tidak adanya Laporan Persediaan maka dapat menimbulkan keraguan terhadap nilai akun persediaan yang tercantum dalam neraca.

c. Laporan Persediaan memuat nilai per kode dan nama subkelompok barang. Tanpa adanya dokumentasi nilai per sub kelompok barang akan memperbesar kemungkinan terjadinya rekayasa dalam akuntansi dan pengurusan persediaan.

Namun berdasarkan keterangan yang penulis peroleh dari pihak Kantor Pusat DJKN, tidak dilampirkannya Laporan Persediaan dalam Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008 bukanlah karena faktor kesengajaan, tetapi karena human eror (lupa). Dan pihak Kantor

(14)

Pusat DJKN pun bersedia menambahkan Laporan Persediaan sebagai lampiran dalam Laporan Keuangannya (lihat lampiran 5).

Sedangkan nilai persediaan pada tanggal 31 Desember 2008 dapat dipastikan telah dinilai berdasarkan harga pembelian barang terakhir. Penulis dapat meyakini bahwa metode penilaian tersebut telah dilakukan karena dalam aplikasi persediaan yang digunakan, telah secara otomatis menilai persediaan berdasarkan harga pembelian barang terakhir.

Selanjutnya, dalam Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008 tidak terlampir Berita Acara Opname Fisik pada 31 Desember 2008. Padahal, sesuai dengan paragraf 16 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 5 tentang Akuntansi Persediaan disebutkan bahwa “Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik”. Tanpa adanya Berita Acara Opname Fisik pada 31 Desember 2008, maka sulit untuk dapat meyakini bahwa pencatatan nilai persediaan telah sesuai dengan PSAP. Dan berdasarkan konfirmasi dari pihak Kantor Pusat DJKN, memang benar pada 31 Desember 2008 Kantor Pusat DJKN belum melakukan inventarisasi/opname fisik terhadap barang-barang persediaan. Inventarisasi fisik persediaan terakhir dilakukan pada tanggal 30 Juni 2008. Terkait dengan hal tersebut, penulis mencoba untuk melakukan kroscek data antara saldo 31 Desember 2008 dengan saldo terkini dengan mempertimbangkan pembelian dan pengeluaran persediaan. Namun karena keterbatasan akses data, penulis tidak dapat menyajikan hasil kroscek tersebut sehingga tidak dapat meyakini

(15)

kewajaran saldo persediaan yang tercantum dalam neraca. Di sisi lain, auditor juga tidak melakukan opname fisik terhadap persedian dan juga tidak memberikan catatan terkait dengan akun persediaan pada laporan keuangan ini.

Berdasarkan penelitian tersebut di atas penulis menyimpulkan tidak dapat meyakini kewajaran penyajian dan pengungkapan nilai akun persediaan pada Neraca Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008.

B. Aset Tetap

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntasi Pemerintahan (PSAP) Nomor 7 tentang Akuntansi Aset Tetap, aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.

Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud dan memenuhi kriteria:

a. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas)bulan; b. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;

c. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan d. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.

Penambahan nilai aset tetap dalam neraca terjadi sebagai akibat dari beberapa transaksi, yaitu penambahan saldo awal, pembelian, transfer masuk, hibah masuk, rampasan, penyelesaian pembangunan, pembatalan penghapusan, reklasifikasi masuk, bangun serah guna, bangun guna serah,

(16)

pertukaran, pengembangan aset, koreksi tambah nilai/kuantitas aset, penerimaan aset dari pengembangan aset renovasi, dan perolehan lainnya. Sedangkan pengurangan nilai aset tetap dalam neraca terjadi karena adanya transaksi penghapusan, transfer keluar, hibah keluar, reklasifikasi keluar, dan koreksi kurang nilai/kuantitas aset.

Gambaran Umum Aset Tetap Kantor Pusat DJKN

Aset tetap yang dimiliki oleh Kantor Pusat DJKN TA 2008 terdiri dari beberapa kelompok aset tetap, yaitu:

1. Tanah,

2. Peralatan dan Mesin, 3. Gedung dan Bangunan, 4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan, 5. Aset Tetap Lainnya.

Nilai aset tetap yang dimiliki oleh DJKN dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

No. Uraian per 31 Desember 2008 per 31 Desember 2007

Kenaikan / (penurunan) 1 Tanah Rp 105,503,414,000 Rp 1,174,821,000 7343.07% 2 Peralatan dan Mesin Rp 34,083,754,001 Rp 25,665,034,345 33.55% 3 Gedung dan Bangunan Rp 928,109,315 Rp 37,401,000 2381.50% 4 Jalan, Irigasi, dan Jaringan Rp 994,539,700 Rp - 0.00% 5 Aset Tetap Lainnya Rp 485,788,463 Rp 137,703,198 252.77%

Jumlah Rp 141,995,605,479 Rp 27,014,959,543 359.47%

Tabel 4.4

(17)

Gambar 4.1

Perbandingan Nilai Aset Tetap Kantor Pusat DJKN

Berdasarkan tabel di atas, selama tahun 2008 Kantor Pusat DJKN mengalami kenaikan nilai aset tetap sebesar Rp114.980.645.936,00.

1. Tanah

Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.

Sesuai dengan Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008, nilai tanah Kantor Pusat DJKN pada 31 Desember 2008 sebesar Rp105.503.414.000,00. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar Rp104.328.593.000,00 atau 8880,38% dibandingkan pada 31 Desember 2007 sebesar Rp1.174.821.000,00. Kenaikan tersebut karena Koreksi nilai

Rp-Rp20.000.000.000 Rp40.000.000.000 Rp60.000.000.000 Rp80.000.000.000 Rp100.000.000.000 Rp120.000.000.000

Tanah Gedung dan Bangunan Aset tetap Lainnya (dalam rrupiah

2008

(18)

Tim Penertiban Aset. Selain itu, terdapat mutasi kurang senilai Rp24.576.000,00 yang berasal dari reklasifikasi masuk tanah dan bangunan perumahan senilai Rp7.936.000,00 dan aset tanah senilai Rp16.640.000,00 yang disebabkan oleh perlunasan pembayaran atas tanah negara berdasarkan tanda bukti hak milik rumah dan pelepasan hak atas tanah dari Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. 2. Peralatan dan Mesin

Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektonik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.

Sesuai dengan Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008, nilai peralatan dan mesin Kantor Pusat DJKN pada 31 Desember 2008 sebesar Rp34.083.754.001,00 atau mengalami kenaikan sebesar Rp8.418.719.656,00 (32,80%) jika dibandingkan pada 31 Desember 2007 sebesar Rp25.665.034.345,00.

31 Desember 2008 31 Desember 2007 Kenaikan / (penurunan)

Kenaikan / (penurunan) Rp34,083,754,001 Rp25,665,034,345 Rp8,418,719,656 32.80%

Tabel 4.5

(19)

Mutasi/perubahan peralatan dan mesin sebesar Rp8.418.719.656,00 tersebut adalah sbb: Saldo Awal Rp 180,200,000 Pembelian Rp 19,682,920,994 Transfer Masuk Rp 55,543,390 Hibah Rp 424,671,500

Koreksi Nilai Tim Penertiban Aset Rp 11,145,349,526 Jumlah Rp 31,488,685,410

Transfer Keluar Rp 22,731,533,990

Penghentian Aset dari Penggunaan Rp 338,431,764 Koreksi Nilai Rp -Jumlah Rp 23,069,965,754 Jumlah Penambahan/(Pengurangan) Rp 8,418,719,656 Penambahan : Pengurangan : Tabel 4.6

Mutasi Peralatan dan Mesin

Realisasi Belanja Modal peralatan dan mesin sampai dengan 30 Desember 2008 adalah sebagai berikut:

MA Uraian Jumlah

532111 BM Peralatan dan Mesin Rp 19,682,920,994 535111 Belanja Biaya Pemeliharaan Peralatan dan

Mesin Lainnya Yang Dikapitalisasi Rp 348,085,265 Jumlah Belanja Rp 20,031,006,259

Tabel 4.7

Penambahan Aset/Belanja yang Dikapitalisasi

Penambahan peralatan dan mesin tidak sama dengan realisasi belanja modal senilai Rp20.738.747.965,00. Hal ini disebabkan oleh terdapatnya aset tetap renovasi gedung Sekretariat Jenderal yang belum diserahterimakan sebesar Rp348.085.265,00 dan pengadaan jaringan Rp994.593.700,00.

(20)

3. Gedung dan Bangunan

Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.

Nilai Gedung dan Bangunan Kantor Pusat DJKN pada 31 Desember 2008 adalah sebesar Rp928.109.315,00, yaitu mengalami kenaikan sebesar 2.381,50% jika dibandingkan dengan nilai pada 31 Desember 2007 sebesar Rp37.401.000,00. Kenaikan tersebut karena Koreksi nilai Tim Penertiban Aset.

4. Jalan, Irigasi dan Jaringan

Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.

Nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan Kantor Pusat DJKN pada 31 Desember 2008 sebesar Rp994.539.700,00, yaitu mengalami kenaikan sebesar Rp994.539.700,00 (100%) jika dibandingkan pada 31 Desember 2007 sebesar Rp0,00.

5. Aset Tetap Lainnya

Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.

(21)

Berdasarkan Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008, nilai Aset Tetap Lainnya pada 31 Desember 2008 sebesar Rp485.788.463,00, yaitu mengalami kenaikan sebesar Rp348.085.265,00 atau 252,77% jika dibandingkan pada 31 Desember 2007 yang sebesar Rp137.703.198,00. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut :

a. Pada tahun 2008, Kantor Pusat DJKN merenovasi gedung Syafruddin Prawiranegara dengan belanja modal senilai Rp348.085.265,00;

b. Pada tahun 2007, Kantor Pusat DJKN merenovasi Gedung Syafrudin Prawiranegara dengan belanja modal Rp128.768.200,00;

c. Pengadaan buku perpustakaan tahun sebelumnya yang dicatat dalam SIMAK BMN Rp8.934.998,00.

Namun, sehubungan gedung dan bangunan tersebut bukan milik Kantor Pusat DJKN dan statusnya sebagai pinjaman/hak pakai, maka nilai penambahan renovasi gedung dan bangunan tersebut masih tercatat dalam aset tetap lainnya. Hal tersebut mengacu pada Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 04 Tahun 2006.

Penelitian Terhadap Nilai Aset Kantor Pusat DJKN

Untuk mengetahui tingkat kewajaran dan kecukupan pengungkapan nilai aset tetap Kantor Pusat DJKN tanggal 31 Desember 2008, penulis melakukan penelitian sebagai berikut:

a. Meneliti dasar pengukuran nilai aset yang dilaporkan dalam laporan keuangan.

(22)

b. Membandingkan jumlah penambahan aset tetap pada neraca Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008 dengan mutasi/transaksi aset selama tahun tersebut.

c. Meneliti pelaksanaan penyusutan aset tetap pada Kantor Pusat DJKN. d. Meneliti pengungkapan aset tetap pada Catatan atas Laporan

Keuangan DJKN Tahun 2008.

Dengan melakukan penelitian tersebut di atas diharapkan penulis dapat memperoleh data yang dapat penulis gunakan untuk menarik kesimpulan pada sub bab ini.

a. Dasar Pengukuran Nilai Aset Tetap.

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap menentukan pengukuran nilai aset tetap sebagai berikut:

1) Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan.

2) Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh.

3) Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas

(23)

menggunakan biaya perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada.

Berdasarkan observasi langsung pada Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN) dan wawancara dengan pihak Kantor Pusat DJKN, pengukuran nilai aset tetap pada Kantor Pusat DJKN adalah sebagai berikut:

1) Aset tetap yang diperoleh setelah 31 Desember 2004 dinilai menggunakan nilai perolehan. Nilai perolehan yang diakui adalah sebesar nilai seluruh Surat Perintah Membayar (SPM) dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh aset tetap tersebut sampai dengan siap digunakan (apabila aset tetap tersebut diperoleh dengan pembelian) atau nilai yang tertera pada Berita Acara Serah Terima (BAST) ditambah dengan seluruh nilai SPM yang dikeluarkan sampai aset tetap tersebut siap digunakan (apabila aset tetap tersebut diperoleh dari transfer masuk ataupun hibah).

2) Aset tetap yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2004 dinilai menggunakan nilai wajar dari hasil penilaian Tim Inventarisasi dan Penilaian Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Penilaian ini sesuai dengan program nasional pemerintah dalam rangka pembentukan neraca awal Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2004.

(24)

3) Aset tetap yang tidak diketahui nilai perolehannya, dinilai berdasarkan nilai wajar.

Dokumen sumber yang digunakan untuk menginput nilai aset pada poin 1 di atas ke dalam aplikasi SIMAK BMN adalah SPM dan/atau BAST. Sedangkan dokumen sumber yang digunakan untuk menginput nilai aset pada poin 2 dan 3 adalah Laporan Hasil Penertiban Barang Milik Negara dari Tim Penertiban Barang Milik Negara dan/atau Laporan Hasil Penilaian dari Tim Penilai DJKN.

Dari penelitian tersebut di atas penulis menyimpulkan bahwa dasar pengukuran nilai aset tetap pada Kantor Pusat DJKN telah sesuai dengan SAP.

b. Perbandingan Jumlah Penambahan Aset Tetap pada Neraca Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008 dengan mutasi/transaksi aset selama tahun tersebut.

Penambahan aset tetap pada neraca laporan keuangan Kantor Pusat DJKN pada tahun 2008 adalah:

Nilai Aset Tetap per 31 Desember 2008 141.995.605.479 Nilai Aset Tetap per 31 Desember 2007 27.014.959.543

(25)

Sedangkan transaksi penambahan dan pengurangan aset tetap Kantor Pusat DJKN selama tahun 2008 adalah:

Penambahan : + Saldo Awal 799.181.315 + Pembelian 20.677.460.694 + Transfer Masuk 55.543.390 + Hibah (Masuk) 424.671.500 + Reklasifikasi Masuk 16.672.000 + Koreksi Nilai Tim Penertiban Aset 115.542.029.526 + Renovasi Gedung Bukan Milik Sendiri 348.085.265

Total Penambahan 137.863.643.690

Pengurangan :

- Penghapusan 41.665.000 - Transfer Keluar 22.486.228.990 - Reklasifikasi Keluar 16.672.000 - Penghentian Aset dari Penggunaan 338.431.764

Total Pengurangan 22.882.997.754

Kenaikan Nilai Aset Tetap 114.980.645.936

Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa tidak terdapat selisih antara penambahan aset tetap pada neraca tahun 2008 dengan mutasi/transaksi aset tetap selama tahun 2008.

c. Meneliti Pelaksanaan Penyusutan Aset Tetap pada Kantor Pusat DJKN.

Penyusutan didefinisikan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP 07) sebagai penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset. Selanjutnya Komite Standar Akuntansi Pemerintahan secara teknis mengatur peyusutan aset tetap ini dalam Buletin Teknis (Bultek) 05 Standar Akuntansi Pemerintahan tentang Akuntansi Penyusutan. Adapun langkah-langkah penyusutan dalam buletin teknis ini penulis sertakan dalam lampiran 6.

(26)

Berdasarkan observasi penulis, Kantor Pusat DJKN belum menerapkan penyusutan aset tetap sebagaimana PSAP 07 dan Bultek 05 Standar Akuntansi Pemerintahan. Hal ini juga terjadi di seluruh instansi/satuan kerja pemerintah yang lain. Penyebabnya adalah belum adanya instruksi resmi dari Pemerintah Pusat untuk secara serentak menerapkan akuntansi penyusutan ini, belum adanya menu penyusutan dalam sistem akuntansi instansi, dan belum siapnya sumber daya manusia yang memahami akuntansi penyusutan pada masing-masing satuan kerja.

d. Meneliti Pengungkapan Aset Tetap pada Catatan atas Laporan Keuangan DJKN Tahun 2008.

Berdasarkan PSAP, laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap sebagai berikut:

1) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying amount);

2) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan penambahan, pelepasan, akumulasi penyusutan dan perubahan nilai (jika ada), dan mutasi aset tetap lainnya;

3) Informasi penyusutan yang meliputi nilai penyusutan, metode penyusutan yang digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.

(27)

Laporan keuangan juga harus mengungkapkan: 1) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;

2) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap;

3) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan 4) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.

Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal berikut harus diungkapkan:

1) Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap; 2) Tanggal efektif penilaian kembali;

3) Jika ada, nama penilai independen;

4) Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya pengganti;

5) Nilai tercatat setiap jenis aset tetap.

Berdasarkan penelitian penulis terhadap Catatan atas Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008 diperoleh fakta-fakta sebagai berikut:

1). Pada bagian pengungkapan kebijakan akuntansi atas aset tetap, Kantor Pusat DJKN telah mengungkapkan nilai perolehan sebagai dasar penilaian atas aset tercatat dan nilai satuan minimum kapitalisasi, namun belum mengungkapkan bahwa nilai wajar digunakan sebagai dasar penilaian terhadap aset tetap tercatat yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2004.

(28)

2). Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan penambahan dan pengurangan aset tetap telah disajikan kecuali perihal penyusutan aset tetap yang memang belum diterapkan.

3). Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap tidak seluruhnya diungkapkan/dilampirkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan, namun dilaporkan secara terpisah dalam Laporan Penertiban Barang Milik Negara Kantor Pusat DJKN tanggal 30 Desember 2008.

4). Terdapat aset tetap yang dicatat dengan nilai wajar (penilaian kembali), namun tidak seluruhnya diungkapkan secara memadai dalam Catatan Atas Laporan Keuangan sesuai dengan kriteria pengungkapan aset yang dinilai kembali seperti tersebut di atas. Hanya laporan penilaian atas tanah dan bangunan saja yang dilampirkan dalam Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008, sementara laporan penilaian atas barang-barang inventaris lainnya tidak dilampirkan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengungkapan aset tetap dalam Catatan atas Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008 telah memadai kecuali dalam hal penilaian kembali atas aset tetap dengan perolehan sampai dengan 31 Desember 2004 dan dalam hal eksistensi serta batasan hak milik terhadap aset tetap.

(29)

C. Aset Lainnya

Aset lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang, dan aset tetap. Termasuk dalam aset lainnya adalah Tagihan Penjualan Angsuran (TPA), Tagihan Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang jatuh tempo lebih dari satu tahun, Kemitraan dengan Pihak Ketiga, Dana yang Dibatasi Penggunaannya, Aset Tak Berwujud, dan Aset Lain-lain.

Aset lainnya yang terdapat pada Neraca Kantor Pusat DJKN tanggal 31 Desember 2008 terdiri dari beberapa kelompok, yaitu:

1. Tagihan Tuntutan Perbendaharaan / Tuntutan Ganti Rugi, 2. Aset Tak Berwujud, dan

3. Aset Lain-lain.

1. Tagihan Tuntutan Perbendaharaan / Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR) Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR) merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap bendahara/ pegawai negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh bendahara/pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugasnya.

Nilai TP/TGR pada Neraca Kantor Pusat DJKN tanggal 31 Desember 2008 adalah Rp0,00. Pada Catatan atas Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008 dijelaskan bahwa pada Neraca Kantor

(30)

Pusat DJKN s.d. 30 Oktober 2008 terdapat saldo nilai Tuntutan Ganti Rugi/Tuntutan Perbendaharaan (TGR/TP) sebesar Rp203.000.000,00.

Namun demikian, per 31 Desember 2008 saldo TP/TGR tersebut telah dikeluarkan dari Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN mengingat berdasarkan hasil rekonsiliasi data dan Surat Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Nomor S-1293/SJ/2008 tanggal 1 Desember 2008 perihal Tindak Lanjut Penyelesaian Kasus Kerugian Negara di Lingkungan Departemen Keuangan ternyata jumlah tersebut di atas tidak terdapat pada Kantor Pusat DJKN tetapi terdapat pada beberapa satuan kerja vertikal DJKN dengan rincian sebagaimana tersebut pada tabel 4.8. Berdasarkan surat Sekretaris DJKN Nomor S-575/KN.1/2008 tanggal 15 Desember 2008 perihal yang sama, Kantor Pusat DJKN telah menyampaikan pemberitahuan kepada satuan kerja yang terdapat TGR/TP agar melaporkannya kepada Kantor Pusat DJKN dan Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan serta membukukannya dalam laporan keuangan satuan kerja masing-masing (lihat lampiran 7). Oleh karena itu, penulis berkesimpulan bahwa penyajian dan pengungkaan saldo TP/TGR Kantor Pusat DJKN tanggal 31 Desember 2008 dapat dipertangungjawabkan.

No. Satker Kerugian Negara Angsuran Sisa Kerugian

Negara 1 KP2NL Serang/Bandung Rp 21,500,000 Rp 20,000,000 Rp 1,500,000 2 PUPN Cabang NTT Rp 7,650,000 Rp 1,650,000 Rp 6,000,000 3 Kanwil VI DJKN Serang Rp 11,700,000 Rp 5,850,000 Rp 5,850,000 4 KPKNL Jakarta II Rp 45,000,000 Rp 5,625,000 Rp 39,375,000 85,850,000 Rp Rp 33,125,000 Rp 52,725,000 Jumlah Tabel 4.8

(31)

2. Aset Tak Berwujud

Aset Tak Berwujud merupakan aset yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset Tak Berwujud meliputi

software komputer; lisensi dan franchise; hak cipta (copyright), paten,

goodwill, dan hak lainnya, hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang.

Nilai Aset Tak Berwujud Kantor Pusat DJKN pada 31 Desember 2008 adalah sebesar Rp10.166.528.476,00. Nilai ini mengalami kenaikan sebesar 100% jika dibandingkan dengan 31 Desember 2007 yang sebesar Rp0,00. Aset tak berwujud yang terdapat pada Kantor Pusat DJKN berupa Software yang berada di Direktorat Hukum dan Informasi.

Dalam catatan atas laporan keuangannya, Kantor Pusat DJKN mengungkapkan bahwa telah terjadi kesalahan pembebanan dalam pengadaan aset tak berwujud berupa software yang seharusnya dibebankan pada belanja modal tetapi dibebankan pada belanja barang berupa kegiatan inventarisasi dan penilaian kekayaan negara/barang milik negara, sub kegiatan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, Mata Anggaran Kegiatan belanja barang non operasional 521219, senilai total Rp10.166.528.476,00. Adapun rincian belanja barang tersebut adalah sebagai berikut:

(32)

a. Pengadaan software dengan bukti SPK-PRJ-01/KN.PPBJ/HI.1.06/2008 tanggal 7 November 2008 dan bukti pembayaran SP2D No. 947167J tanggal 15 Desember 2008 senilai Rp4.586.128.476,00

b. Pengadaan software dengan bukti SPK-PRJ.01/KN/PPBJ/HI.1.05/2008 tanggal 7 November 2008 dan bukti pembayaran SP2D No. 947168J tanggal 30 Desember 2008 senilai Rp5.580.400.100,00

Meskipun terdapat kesalahan pelaksanaan prosedur sebagaimana tersebut di atas, penulis beranggapan penyajian dan pengungkapan akun ini adalah wajar karena pengungkapan sudah dibuat secara cukup jelas pada Catatan atas Laporan Keuangan.

Selanjutnya mengenai amortisasi terhadap aset tak berwujud ini, Kantor Pusat DJKN belum menentukan masa manfaat dan tingkat amortisasinya karena belum ada ketentuan yang mengatur mengenai akuntansi amortisasi terhadap aset tak berwujud dalam laporan keuangan instansi pemerintahan.

3. Aset Lain-lain

Aset Lain-lain merupakan aset lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam TPA, Tagihan TGR, Kemitraan dengan Pihak Ketiga, maupun Dana yang Dibatasi Penggunaannya. Aset lain-lain dapat berupa aset tetap pemerintah yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah.

(33)

Nilai Aset Lain-lain pada periode 31 Desember 2008 sebesar Rp338.431.764,00 atau naik 100% jika dibandingkan dengan periode 31 Desember 2007 sebesar Rp0,00. Berdasarkan Catatan atas Laporan Keuangan DJKN Tahun 2008, Aset lain-lain tersebut merupakan Aset Tetap yang Tidak Digunakan dalam Operasi Pemerintahan.

Aset yang Tidak Digunakan dalam Operasi Pemerintahan dapat berupa aset dengan kondisi rusak berat ataupun aset yang berdasarkan keputusan Pengguna Barang(PB)/Kuasa Pengguna Barang(KPB) tidak digunakan lagi dalam operasi pemerintahan karena alasan tertentu. Berhubung surat keputusan PB/KPB terhadap aset yang tidak digunakan lagi dalam operasi pemerintahan karena alasan tertentu belum pernah diterbitkan, maka penulis mencoba membandingkan saldo Aset yang Tidak Digunakan dalam Operasi Pemerintahan Kantor Pusat DJKN tanggal 31 Desember 2008 dengan jumlah nilai aset dengan kondisi rusak berat Kantor Pusat DJKN pada tanggal yang sama (lihat lampiran 8).

Barang Kondisi Rusak berat Rp 248,658,092 Aset yang Tidak Digunakan dalam Operasi

Pemerintahan (Aset Lain-lain) Rp 338,431,764 Selisih Rp 89,773,672

Berdasarkan penelitian tersebut di atas, terdapat selisih antara nilai Barang Kondisi Rusak Berat dengan nilai Aset yang Tidak Digunakan dalam Operasi Pemerintahan sebesar Rp89.773.672,00. Diindikasikan perbedaan tersebut terjadi karena adanya duplikasi data dan/atau kesalahan

(34)

input yang dilakukan oleh operator pada aplikasi Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN).

Berdasarkan keterangan yang penulis dapat dari satker-satker pengguna SIMAK BMN, beberapa satker memang pernah mengalami duplikasi data ketika menggunakan aplikasi ini. Duplikasi data ini berupa penggandaan kuantitas dan nilai barang pada database aplikasi yang terjadi di luar kendali operator sehingga menyebabkan nilai dan kuantitas barang yang tercantum pada laporan yang dihasilkan oleh aplikasi ini lebih besar daripada yang seharusnya.

Auditor juga telah memberikan catatan terkait dengan perbedaan nilai kedua akun tersebut di atas dan meminta Kantor Pusat DJKN untuk segera membenahi data yang tercantum pada SIMAK BMN. Dan sampai dengan skripsi ini dibuat, pihak Kantor Pusat DJKN masih melakukan pembenahan database dalam aplikasi SIMAK BMN.

Berdasarkan temuan tersebut di atas penulis menyatakan tidak dapat meyakini kewajaran terhadap nilai akun Aset Lain-lain yang tercantum dalam Laporan Keuangan Kantor Pusat DJKN Tahun 2008.

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak batang pepaya pada konsentrasi 1% memiliki aktivitas antibakteri paling efektif terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan diameter zona hambat sebesar 12 mm

Berdasarkan tujuan penggunaannya, mantra Sasak dikelompokkan menjadi: mantra pengobatan, mantra senggeger/pemikat hati lawan jenis, mantra penumbuh rasa kasih dan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karyawan menguasai pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan perusahaan. Dengan demikian dapat disimpulkan

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan khadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul -

[r]

Aplikasi data mining BPR Jateng memanfaatkan data masukan berupa data kredit nasabah BPR Jateng yaitu atribut plafon, jangka waktu, dan rata-rata penghasilan per bulan serta

Pada tahapan penelitian pengembangan ini produk yang dihasilkan adalah rancang bangun bahan pembelajaran dalam bentuk modul untuk siswa dengan gangguan belajar