• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LAMA WAKTU PAJAN TERHADAP KADAR TIMBAL (Pb) DALAM MAKANAN JAJANAN GORENGAN DI LINGKUNGAN WORKSHOP UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH LAMA WAKTU PAJAN TERHADAP KADAR TIMBAL (Pb) DALAM MAKANAN JAJANAN GORENGAN DI LINGKUNGAN WORKSHOP UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGARUH LAMA WAKTU PAJAN TERHADAP KADAR TIMBAL (Pb)

DALAM MAKANAN JAJANAN GORENGAN DI LINGKUNGAN WORKSHOP UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

EFFECT OF LONG TIME EXPOSE ON LEVELS OF LEAD (Pb) IN FOOD FRIED SNACK AT WORKSHOP ENVIRONMENT

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Andi Muthmainnah1, Saifuddin Sirajuddin1, Ulfah Najamuddin1 1

Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (Alamat Respondensi : muthmainnahgizi09@gmail.com/085241527065)

ABSTRAK

Makanan jajanan gorengan yang umumnya disajikan tanpa penutup jika terlalu lama terpajan oleh lingkungan luar memungkinkan terjadinya kontaminasi dengan asap kendaraan bermotor yang merupakan salah satu sumber logam berat timbal (Pb). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kadar timbal dalam makanan jajanan gorengan yang dijajakan di Workshop Unhas Makassar. Jenis penelitian adalah Experiment laboratory dengan Post Test Only Control Design. Populasi penelitian adalah semua penjual jajanan gorengan yang tersebar di Workshop Makassar yaitu sebanyak 7 penjual gorengan. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan 1 penjual gorengan dengan jenis gorengan pisang goreng. Data hasil penelitian berupa kadar timbal dalam pisang goreng akan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan kadar timbal untuk masing-masing sampel setelah dipaparkan sebesar 0.00065 mg/kg (<1 menit), 0.00121 mg/kg (1 jam), 0.00253 mg/kg (2 jam), 0.00783 mg/kg (3 jam), dan 0.00771 mg/kg (4 jam) dimana peningkatan kadar timbal dalam pisang goreng berbanding lurus dengan lama waktu pajannya meskipun peningkatannya tidak signifikan. Semua sampel memenuhi batas aman yang telah ditetapkan BPOM (2009). Salah satu penyebab peningkatan kadar timbal pada makanan jajanan tersebut adalah karena makanan tersebut dijual dalam keadaan terbuka. Olehnya itu, sebaiknya gorengan dikonsumsi tidak berlebihan dan tidak mengkonsumsi gorengan ataupun makanan lainnya yang telah terpapar lebih dari 3 jam.

Kata Kunci : Gorengan, lama waktu pajan, kadar timbal (Pb) dalam makanan

ABSTRACT

Food fried snacks are generally presented publicly without cover if exposed too long by the outside environment allows for contamination with smoke in motor vehicles is one of the sources of heavy metal lead. The purpose of this research was to determine the levels of lead in the fried snack food sold in Workshop Unhas Makassar. The type of research is Experiment Laboratory with Post Test Only Control Design. The study population was all sellers fried snacks scattered Workshop Makassar as many as 7 sellers fried. Sampling was done by purposive sampling with 1 sellers fried with kind of fried are bananas. Research data in the form of lead content in fried banana snacks will be analyzed descriptively. The results showed lead levels for each sample after exposed at 0.00065 mg/kg (<1 min), 0.00121 mg/kg (1 hour), 0.00253 mg/kg (2 hours), 0.00783 mg/kg (3 hours), and 0.00771 mg/kg (4 hours) in which elevated levels of lead in the fried bananas directly proportional to the length of exposure time although the increase is not significant. All samples meet safe limits established BPOM (2009). One cause elevated levels of lead (Pb) on the street food because these foods are sold in an open. Therefore, fried foods should be consumed in moderation and not eat fried foods or another foods that have been exposed to more than 3 hours

(2)

2 PENDAHULUAN

Dewasa ini masyarakat Indonesia sangat akrab dengan makanan siap saji. Gaya hidup yang semakin menuntut efisiensi waktu menjadikan masyarakat lebih senang mengonsumsi makanan yang tidak memerlukan waktu lama untuk diolah dan disajikan. Berdasarkan data Susenas, alokasi pengeluaran rumah tangga untuk makanan jadi meningkat 3-5% pada tahun 1999-2005. Data Susenas memperlihatkan, selama tahun 1999-2004 sekitar 80% rumahtangga di Indonesia mengaku jajan. Dari 22 jenis jajanan yang ditanyakan dalam Susenas, gorengan adalah jajanan yang paling disukai di Indonesia. Data Susenas modul konsumsi 2002 menyebutkan bahwa gorengan dipilih oleh 49% rumah tangga Indonesia (Suleeman dan Sulastri, 2006).

Gorengan terutama menjadi pilihan masyarakat karena selain harganya yang murah, enak, mudah didapat, juga dapat memberikan asupan energi di antara waktu makan. Namun kenyataannya belum banyak yang mengetahui keamanan gorengan tersebut untuk dikonsumsi. Salah satu aspek yang dapat menyebabkan gorengan kurang aman bagi kesehatan jika dikonsumsi adalah kadar cemaran di dalamnya seperti pencemaran mikrobiologis, kimia dan fisik. Posisi tempat berjualan di tepi jalan raya memungkinkan terjadinya penyerapan logam berat dari asap kendaraan bermotor (Marbun, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati dkk (2012), sebanyak 3.9% mahasiswa mengaku selalu mengkosumsi gorengan, 31.9% mengaku sering, 43% mengaku kadang-kadang, dan 17.6% mengaku jarang mengkonsumsi gorengan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Steffan dkk (2008), sebanyak 34% responden membeli gorengan dengan intensitas 1-2 kali, 18% dengan intensitas 3-4 kali, dan 48% responden lainnya mengaku tidak tahu.

Di lingkungan kontaminasi timbal dapat terjadi pada makanan, air, udara, tanah dan minuman (Fischbein dan Hu, 2007). Sumber lain cemaran timbal adalah peralatan dapur seperti yang terbuat dari porselin, khususnya yang digunakan untuk memasak dan menyajikan makanan. Air minum yang disalurkan lewat pipa timbal akan tinggi kandungan timbal yang terlarut dalam air tersebut (Agustina, 2010). Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi Pb dalam lingkungan adalah pemakaian bensin bertimbal yang masih tinggi di Indonesia sebagai bahan bakar kendaraan yang mengakibatkan makin tinggi tingkat pencemaran Pb di udara (Kusnoputranto, 1995). Kadar timbal yang mengkontaminasi jajanan di pinggir jalan juga dipengaruhi lama waktu pajannya dimana jika makanan tersebut terlalu lama terpajan oleh lingkungan luar maka akan meningkatkan kandungan timbal dalam jajanan tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Marbun (2009) yang menunjukkan seluruh sampel gorengan yang dijajakan di pinggir jalan mengandung logam berat timbal (Pb) berdasarkan

(3)

3 waktu pajannya. Rata-rata kadar timbal (Pb) sesaat setelah diangkat dari kuali penggorengan yaitu 0.4287 ppm, 3 jam terpajan setelah diangkat 0.8398 ppm dan 6 jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan 1.1197 ppm. Rata-rata kadar timbal dalam gorengan mengalami peningkatan dengan semakin lamanya waktu pajanan oleh bahan pencemar. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fillaeli dkk (2012) menunjukkan dari 26 sampel gorengan yang diteliti, semua mengandung timbal dengan kisaran konsentrasi 0,003–0,531 ppm.

Efek pertama pada keracunan timbal kronis sebelum mencapai target organ adalah adanya gangguan pada biosintesis heme, apabila hal ini tidak segera diatasi akan terus berlanjut mengenai target organ lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2012) sebanyak 85% responden yang mengalami anemia normositik normokromik dan 15% responden yang mengalami anemia mikrositik hipokromik yang masing-masing terpapar timbal sehingga dapat dikatakan terdapat pemaparan timbal dalam darah responden.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar timbal (Pb) dalam makanan jajanan gorengan yang dijajakan di lingkungan Workshop Universitas Hasanuddin Makassar serta mengidentifikasi apakah kadar timbal dalam jajanan gorengan memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat menurut BPOM (2009).

BAHAN DAN METODE

Lokasi penelitian bertempat di lingkungan Workshop Universitas Hasanuddin Makassar. Untuk preparasi sampel (kadar abu) dilakukan di Laboratorium Terpadu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin dan Laboratorium Terpadu Biofarmaka untuk uji kadar timbal (Pb). Waktu penelitian dilaksanakan selama bulan Maret-Mei 2013.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Experiment laboratory dengan desain

post test only control design. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan metode

analisa laboratorium dengan teknik dua kali pengulangan (duplo). Lama waktu pajan gorengan adalah variabel independen dan kadar timbal adalah variabel dependen.

Populasi penelitian adalah semua penjual jajanan gorengan yang tersebar di Workshop Makassar yaitu sebanyak 7 penjual gorengan. Pengambilan sampel dilakukan secara

purposive sampling. dengan jumlah sampel 1 penjual gorengan dengan jenis gorengan pisang

goreng.

Data yang dikumpulkan berupa data primer dari penelitian pendahuluan yang dilakukan berupa observasi untuk mengetahui seberapa banyak penjual gorengan serta untuk mengetahui gorengan apa saja yang terdapat di lingkungan Workshop Unhas Makassar, lalu

(4)

4 mengurutkannya dari jenis gorengan apa saja yang dijual yang didapatkan dari penjual gorengan. Sedangkan data sekunder mengenai kadar timbal diperoleh melalui hasil analisis laboratorium. Data hasil penelitian berupa kadar timbal dalam jajanan pisang goreng yang diperoleh dari pengujian dengan alat Spektofotometer Serapan Atom akan dianalisis secara deskriptif.

HASIL PENELITIAN Penetapan Kadar Abu

Tabel 1 menunjukkan perbedaan kadar abu masing-masing sampel dapat dikatakan relatif kecil. Sampel A dengan waktu pajan <1 menit memiliki kadar abu 0.800%, B 0.8535, C 0.768%, D 0.714%, dan E 0.847%. hasil tersebut menunjukkan kadar abu yang paling banyak terdapat pada sampel B yang terpajan selama 2 jam sebesar 0.847% dan sampel yang paling sedikit mengandung kadar abu adalah sampel D (3 jam) sebesar 0.714.

Penetapan Kadar Timbal (Pb) dalam Pisang Goreng

Kadar timbal untuk masing-masing sampel setelah dipaparkan sebesar 0.00065 µg/g (< 1 menit), 0.00121 µg/g (1 jam), 0.00253 µg/g (2 jam), 0.00783 µg/g (3 jam), dan 0.00771 µg/g (4 jam) (Tabel 2). ini menunjukkan bahwa sampel yang memiliki kadar timbal paling banyak adalah sampel D yang terpajan selama 3 jam sebesar 0.00783 µg/g dan yang paling sedikit kadar timbalnya adalah sampel A dengan waktu pajan <1 menit sebesar 0.00065 µg/g. dari hasil labaratorium tersebut, terlihat bahwa semua sampel memenuhi ambang batas yang telah ditetapkan oleh BPOM yaitu tidak lebih 0.25 µg/g. Akan tetapi jika konsumsi pisang goreng dengan berat rata-rata 54.81 gr per buah maka akan terlihat bahwa kadar Pb dalam pisang goreng akan semakin tinggi (Tabel 3).

PEMBAHASAN

Analisis Kadar Timbal (Pb) dalam Pisang Goreng

Berdasarkan hasil analisis di laboratorium terhadap pisang goreng, diperoleh kadar abu dan kadar timbal (Pb). Pengukuran kadar abu yang merupakan proses preparasi dengan dekstruksi kering bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam pisang goreng. Material yang tersisa setelah pemanasan merupakan mineral-mineral atau logam karena unsur organik yang mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen telah menguap sebagai uap air dan gas karbondioksida. Selain itu, kandungan kadar abu juga menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Dari hasil penelitian laboratorium, kadar abu semua sampel tidak berbeda jauh yaitu berkisar 0.714% - 0.847%.

(5)

5 Pada tabel 4 yang memperlihatakan korelasi antara persentase kadar abu dengan kadar timbal sampel. Persentase kadar abu tidak meningkat signifikan seperti yang terjadi pada kadar timbal. Menurut Raimon (1993) ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam hal menggunakan metode destruksi terhadap sampel, apakah dengan destruksi basah ataukah kering (pengabuan), antara lain sifat matriks dan konstituen yang terkandung di dalamnya, jenis logam yang akan dianalisis, metode yang akan digunakan untuk penentuan kadarnya. Selain itu pengguana HNO3 sebagai pendekstruksi merupakan oksidator yang kuat sehingga komponen yang dapat menguap atau terdekomposisi pada suhu tinggi dapat dipertahankan dalam abu yang berarti penentuan kadar abu lebih baik. Hal ini akan berpengaruh pada pembacaan dengan menggunakan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS).

Untuk uji kadar timbal (Pb) dari pisang goreng terlihat bahwa semua sampel positif mengandung timbal (Pb) dengan kisaran 0.00065 µg/g-0.00783 µg/g. Perbedaan kadar timbal untuk masing sampel ini disebabkan karena perlakuan yang berbeda untuk masing-masing sampel. Dari hasil tersebut, maka semua sampel tidak melewati ambang batas menurut BPOM yaitu sebesar 0.25 µg/g. Akan tetapi jika mengkonsumsi gorengan yang terlalu banyak, maka timbal yang terdapat dalam gorengan akan terakumulasi dalam tubuh yang kemudian dapat menimbulkan penyakit anemia, penurunan IQ anak, gangguan fungsi ginjal, dan menurunkan fertilitas. Penelitian telah menghubungkan paparan timbal dengan peningkatan risiko untuk hasil kesehatan yang beragam. Beberapa penelitian telah mengevaluasi asosiasi paparan timbal dan kematian pada populasi umum (Lustberg dan Silbergeld, 2002). Keracunan Pb dapat dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat penurunan sintesis globin walaupun tak tampak adanya penurunan kadar zat besi dalam serum. Anemia ri ngan yang terjadi disertai dengan sedikit peningkatan kadar ALA ( Amino

Levulinic Acid) (Sudarmaji, 2006). Penelitian yang dilakukan Muntaha (2011) menunjukkan

bahwa terdapat hubungan antara kandungan Pb dalam darah dengan kejadian anemia pada pekerja yang terpapar timbal (Pb). Penelitian lain yang dilakukan oleh Lanphear et al. (2000) menunjukkan untuk setiap kenaikan 1 pg/dL konsentrasi timbal dalam darah, ada penurunan 0,7 poin dalam rata skor aritmatika dan membaca, 0,1 poin penurunan dalam skor rata-rata pada ukuran penalaran nonverbal, dan 0,5 poin penurunan dalam skor rata-rata-rata-rata pada ukuran memori jangka pendek.

Berdasarkan tabel 3, maka dapat dilihat seberapa banyak konsumsi pisang goreng sehari agar tidak melewati ambang batas yang telah ditetapkan BPOM. Terlihat bahwa pisang goreng dengan paparan 3 jam dan 4 jam sudah tidak aman dikonsumsi karena sudah melewati ambang batas sehingga hal ini dapat menjadi acuan bagi masyarakat secara umum agar tidak

(6)

6 mengkonsumsi pisang goreng dengan paparan di lingkungan luar lebih dari 3 jam. Selain kontaminasi timbal oleh kendaraan bermotor, lingkungan terbuka juga dapat mengkontaminasi makanan dengan bahan pencemar lainnya yang tentunya berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan.

Pengaruh Lama Waktu Pajan Terhadap Kadar Timbal Dalam Pisang Goreng

Lama waktu pajan yang dimaksudkan adalah lama waktu pisang goreng terpapar, terpajan, ataupun terkontaminasi dengan lingkungan luar yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi timbal yang diukur pada <1 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4 jam. Jadi, kontaminasi timbal yang yang terdapat pada semua sampel ini merupakan hasil kontaminasi pisang goreng dengan lingkungan luar yang kemungkinan mengandung timbal dari emisi kendaraan bermotor. Untuk peningkatan kadar timbal dalam pisang goreng yang terpajan lingkungan luar dapat dilihat pada grafik 1. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Marbun (2009) yang menunjukkan seluruh sampel gorengan yang dijajakan di pinggir jalan mengandung logam berat timbal (Pb) berdasarkan waktu pajannya dimana rata-rata kadar timbal dalam gorengan mengalami peningkatan dengan semakin lamanya waktu pajanan oleh bahan pencemar.

Yulianti (2005) mengatakan kita mesti mewaspadai kandungan timbal (Pb) dalam berbagai jenis jajanan, terutama jajanan pasar seperti kue lapis, naga sari, putu ayu, bolu kukus, kue talam, dadar gulung, dan berbagai jenis susu karena dalam sebuah penelitian ditunjukkan bahwa ternyata kadar timbal (Pb) dalam makanan cukup tinggi, yakni berkisar antara 1,73-4,25 ppm. Penelitian mengenai kandungan timbal oleh Prasetyorini dan Wardatun (2011) menunjukkan semua sampelyang diuji memiliki kadar logam timbal yang berbeda – beda yaitu berkisar 0,08 µg/g sampai 0,124 µg/g.

Sampel A dengan pengambilan <1 menit setelah diangkat dari penggorengan yang menjadi kontrol mengandung timbal sebesar 0.00065 µg/g yang tidak melewati ambang batas menurut BPOM. Hal ini disebabkan waktu terpajannya yang singkat yaitu <1 menit sehingga kemungkinan kontaminasi timbal oleh udara luar sangat kecil. Kepadatan kendaraan yang kurang juga mempengaruhi kontaminsi timbal sampel B yang dipaparkan pada jam 09.00-10.00 siang dan C jam 09.00-10.00-11.0 siang dimana belum terlalu banyak kendaraan yang melewati jalan Workshop karena belum waktu makan siang.

Sementara sampel E (0.00771µg/g) yang terpajan paling lama yaitu selama 4 jam kadar timbalnya menurun dengan perbedaan 0.00012 µg/g dari sampel D (3 jam), sehingga peningkatannya tidak signifikan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan pada saat sampel D dipaparkan, kepadatan kendaraan yang berlalu lalang sudah banyak karena sudah

(7)

7 memasuki waktu makan siang (jam 12.00 siang) sehingga lebih banyak terkontaminasi dengan udara yang mengandung timbal jika dibandingkan dengan sampel E. Akan tetapi kadar timbal sampel E meningkat jika dibandingkan dengan sampel A, B, dan C yang disebabkan perbedaan waktu lama terpajanya.

Kadar timbal (Pb) yang tinggi akan semakin meningkatkan resiko penyakit bagi orang yang mengkonsumsi pangan gorengan tersebut karena minyak yang masih ada pada daerah

outer zone gorengan juga ikut termakan (Ketaren, 2008). Terdapatnya timbal pada semua

sampel yang tidak melewati ambang batas juga disebabkan arah angin yang dominan ke arah barat dari tempat sampel dipaparkan, sehingga terhalang oleh dinding atau pembatas antara penjual. Menurut Depkes RI (1991) menyebutkan akibat pergerakan angin, akan terjadi proses penyebaran bahan pencemar. Arah dan kecepatan angin sangat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar di suatu tempat. Kecepatan angin itu sendiri mempengaruhi ditribusi pencemar. Jarak antara penjual memaparkan jualannya dengan jalan raya juga tidak ada dimana lingkungan di lingkungan Workshop itu sendiri tidak adanya jarak antara emperan jalan tempat penjual menjajakan jualannya dan langsung bersambungan dengan jalan raya tempat kendaraan bermotor banyak berlalu lalang. Hal ini menjadi faktor penting mengingat partikel timbal dapat disebarkan angin hingga mencapai jarak 100-1000 km dari sumbernya.

Penelitian yang dilakukan Hasibuan (2012) menunjukkan kadar timbal (Pb) pada seluruh sampel minyak sesudah digunakan untuk menggoreng mengalami peningkatan. Kondisi yang mendukung tingginya peningkatan tersebut di antaranya lokasi dagang hanya berjarak ±20 meter dari traffic light, lampu merah menyala sangat lama (151 detik), dan panjang antrian kendaraan bermotor yang mencapai ±90 meter.

KESIMPULAN

Kesimpulan penelitian adalah peningkatan kadar timbal dalam pisang goreng berbanding lurus dengan lama waktu pajannya meskipun peningkatannya tidak signifikan. Semua sampel pisang goreng memenuhi syarat menurut BPOM tahun 2009 dimana semua sampel tidak melewati ambang batas yang telah ditetapkan yaitu sebesar 0.25 mg/kg (µg/g).

SARAN

Disarankan agar gorengan sebaiknya dikonsumsi tidak berlebihan dan tidak mengkonsumsi gorengan ataupun makanan lainnya yang telah terpapar lebih dari 3 jam karena pada dasarnya makanan yang dijajakan di lingkungan terbuka dengan waktu yang lama dapat terkontaminasi dari berbagai bentuk pencemar salah satunya ialah timbal (Pb).

(8)

8 DAFTAR PUSTAKA

Agustina, T. 2010. Kontaminasi Logam Berat Pada Makanan dan Dampaknya Pada Kesehatan. TEKNUBAGA, 2 (2), hal. 53-65.

BPOM RI. 2009. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Jakarta: Kepala Badan POM Indonesia.

Depkes RI. 1991. Pedoman Pengendalian Pencemaran Udara Ambien yang Behubungan

dengan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Ditjen PPM dan PL.

Fillaeli, A. et al. 2012. Studi Kandungan Pb dalam Gorengan Yang Dijual di Pinggir Jalan.

Jurnal Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, 2 (1), hal. 1-7.

Fischbein & Hu. 2007. Occupational and Environmental Exposure to Lead. In: Occupational

and Environmental Medicine. William, N. Rom. 4th ed. Lippincott, William and

Wilkins, New York.

Hasibuan, R. et al. 2012. Analisa Kandungan Timbal (Pb) pada Minyak Sebelum dan Sesudah Penggorengan yang Digunakan Pedagang Gorengan Sekitar Kawasan Traffic Light Kota Medan Tahun 2012. Lingkungan dan Kesehatan Kerja, hal. 1-8.

Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.

Kusnoputranto, H. 1995. Pengantar toksikologi lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.

Lanphear, B. P. et al. 2000. Cognitive Deficits Associated with Blood Lead Concentrations <10 µg/dL in US Children and Adolescents. Public Health Report, 115, p. 521-529.

Lustberg, M. & Silbergeld, E. 2002. Blood Lead Levels And Mortality. Arch Intern Med, 162, p. 2443-2449.

Marbun, N. B. 2009. Analisis Kadar Timbal (Pb) Pada Makanan Jajanan Berdasarkan Lama Waktu Pajanan yang Dijual Di Pinggir Jalan Pasar I Padang Bulan Medan Tahun 2009. Jurnal Kesehatan, 1 (2), hal. 12-25.

Muntaha, A. 2011. Analisis Kadar Timbal dalam Lingkungan Kerja Terhadap Kadar Timbal dalam Darah dan Hubungannya dengan Kejadian Anemia Pada Pekerja Industri Elektronik 2011. Jurnal Kesehatan Bina Husada, 7 (4), hal. 123-124.

Nurhayati dkk. 2012. Pengaruh Mata Kuliah Berbasis Gizi pada Pemilihan Makanan Jajanan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Tata Boga. Jurnal Penelitian Pendidikan, 13 (1). hal. 1-6.

Prasetyorini & Wardatun, S. 2011. Analisis Kandungan Timbal, Tembaga dan Arsen Pada Daun Kangkung (Ipomoea Aquatica) Yang Dijual di Tempat Yang Berbeda Dengan Metode SSA. Jurnal Ekologia 7, hal. 11-23.

(9)

9 Pratiwi, L. 2012. Perbedaan Kadar Hemoglobin Darah Pada Kelompok Polisi Lalu Lintas

Yang Terpapar dan Tidak Terpapar Timbal Di Wilayah Polres Jakarta Selatan. Jurnal

Kesehatan Masyarakat, 1 (2), hal. 738-749.

Raimon. 1993. Perbandingan Metoda Destruksi Basah dan Kering Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Lokakarya Nasional.Jaringan Kerjasama Kimia Analitik Indonesia. Yogyakarta.

Sudarmaji et al. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Lingkungan. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2 (2), hal. 129-142.

Steffan dkk. 2008. Pengaruh Gorengan Terhadap Pangan Warga Jakarta. Karya Tulis Ilmiah. SMA Kolese Kanisius, Jakarta.

Suleeman, E. & Sulastri, E. 2006. Jajanan Favorit Separuh Rumah Tangga Di Indonesia Mengandung Zat Berbahaya. Suara Pembaharuan, 11 Juli 2006.

Yulianti, E. 2005. Pengaruh Lama Waktu Pajanan Terhadap Timbal (Pb) Pada Makanan Jajanan Yang Dijual Di Depan Java Supermall Peterongan Semarang. Jurnal

(10)

10 LAMPIRAN

Sumber : Data Primer, 2013

Grafik 1. Grafik Peningkatan Kadar Timbal (Pb) Pisang Goreng

Tabel 1. Kadar Abu Pisang Goreng Di Lingkungan Workshop Unhas Makassar 2013

Sampel Berat abu (gr) % kadar abu

<1 menit (A) 1 jam (B) 2 jam (C) 3 jam (D) 4 jam (E) 0.0407 0.0429 0.0387 0.0358 0.043 0.800 0.853 0.768 0.714 0.847 Sumber : Data Primer, 2013

Tabel 2. Kadar Timbal (Pb) Pisang Goreng Di Lingkungan Workshop Unhas Makassar 2013

Sampel Kadar Pb (mg/kg atau µg/g)

<1 menit (A) 1 jam (B) 2 jam (C) 3 jam (D) 4 jam (E) 0.00065 0.00121 0.00253 0.00783 0.00771 Sumber : Data Primer, 2013

0,00065 0,00121 0,00253 0,00783 0,00771 0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,007 0,008 0,009 A B C D E ka d a r ti mb a l (P b ) sampel kadar timbal (µg/g)

(11)

11 Tabel 3. Batas Konsumsi Pisang Goreng Perhari Berdasarkan Lama Waktu Pajannya

Di Lingkungan Workshop Unhas Makassar 2013

Sampel Kadar Timbal/ I buah

(µg)

Konsumsi per hari (buah) <1 menit (A) 1 jam (B) 2 jam (C) 3 jam (D) 4 jam (E) 0.0356 0.0663 0.1387 0.4292 0.4226 7 3-4 1-2 0 0 Sumber : Data Primer, 2013

Tabel 4. Korelasi Persentase Kadar abu dengan Kadar Timbal Di Lingkungan Workshop Unhas Makassar 2013

Sampel % kadar abu Kadar Pb (mg/kg atau µg/g) <1 menit (A) 1 jam (B) 2 jam (C) 3 jam (D) 4 jam (E) 0.800 0.853 0.768 0.714 0.847 0.00065 0.00121 0.00253 0.00783 0.00771 Sumber : Data Primer, 2013

Gambar

Tabel 2. Kadar Timbal (Pb) Pisang Goreng Di Lingkungan Workshop Unhas Makassar  2013
Tabel  4.  Korelasi  Persentase  Kadar  abu  dengan  Kadar  Timbal  Di  Lingkungan  Workshop Unhas Makassar 2013

Referensi

Dokumen terkait

Handphone merupakan alat elektronika yang serba digital dengan komponen-komponen yang sangat kecil dan kompleks, tentunya ponsel akan sangat rentan sekali terhadap

Penelitian kode batang DNA spesies ikan lais genus Kryptopterus asal Sungai Mahakam Kalimantan Timur mengguna- kan gen COI DNA mitokondria dilakukan dengan tujuan untuk

terdekat dari lokasi yang terpilih sebelumnya dan jumlah permintaan tidak me lebihi kapasitas muat kendaraan. Apabila semua pelanggan telah dikunjungi satu kali ma ka

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran terbaru tentang praktek pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan yang telah go public di

Kalsium klorida diproduksi dari batu kapur (kalsium karbonat) yang direaksikan dengan asam klorida (HCl) pada kondisi tertentu untuk dapat bereaksi menjadi

Sebagai contoh, untuk partikel yang bergerak dalam bidang miring yang licin bahwa koordinat x (posisi bidang) tidak masuk dalam fungsi Lagrange L.. Dalam

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang telah dilakukan pada tanggal 9 Januari 2020 lalu dengan Kepala Rumah Autis cabang Depok, Bapak Suyono, disebutkan bahwa

Kemampuan registrasi gambar memungkinkan pengembang menyesuaikan posisi dan orientasi virtual objek, seperti 3D, model dan media lain dengan gambar dunia nyata ketika ini