• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I

PENDAHULUAN

A. PERMASALAHAN

A.1.Latar Belakang Permasalahan

Kerusakan hutan di Indonesia saat ini dalam tahap yang sangat memprihatinkan. Longgena Ginting –eksekutif nasional WALHI– menyebutkan kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3,8 juta hektar setahun. Ini berarti dalam satu menit ada 7,2 hektar hutan yang mengalami kerusakan. Sementara itu, pendataan yang dilakukan oleh World Resource Institute (sebuah lembaga think tank di Amerika Serikat) pada tahun 1997, menyebutkan kerusakan hutan di Indonesia sudah pada tahap kritis. Sebanyak 72% dari 130 juta hektar luas hutan asli di Indonesia telah hilang.1

Parahnya kerusakan hutan di Indonesia terlihat dari rusaknya hutan di berbagai wilayah di Indonesia. Kerusakan hutan terjadi bukan hanya di luar pulau Jawa. Hutan di pulau Jawa juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Jawa Timur misalnya, laju kerusakan hutan di Jawa Timur saat ini melesat cepat. Dari total jumlah kawasan hutan di Jawa Timur seluas 1.357.206,3 hektar telah rusak seluas 700.000 hektar (65 %).2 Artinya bahwa saat ini luas hutan yang tersisa di wilayah Jawa Timur hanya 35 % dari luas hutan keseluruhan. Jumlah ini akan terus berkurang jika masih ada penebangan hutan yang dilakukan di Jawa Timur.

Akibat dari kerusakan hutan di Jawa Timur adalah dengan munculnya berbagai bencana alam di berbagai wilayah di Jawa Timur. Salah satu contoh adalah bencana banjir bandang di Wanawisata Padusan, Pacet, Kabupaten Mojokerto pada tahun 2002. Bencana ini menelan korban puluhan orang meninggal dunia, puluhan orang terluka dan bahkan beberapa orang hilang. Penyebab utama kerusakan hutan adalah kebakaran hutan di DAS (Daerah Aliran sungai) Dawuhan (Gunung Welirang).3 Selain banjir bandang dan tanah longsor, kerusakan hutan di Jawa Timur juga menimbulkan bencana kekeringan. Dari pantauan WALHI Jatim dilaporkan bahwa sedikitnya 20 daerah di Jatim terancam bahaya kekeringan pada setiap musim kemarau (antara bulan Januari – Agustus). Bahaya kekeringan ini mengakibatkan lebih dari 23.000 hektar

1 Lih. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/nusatenggara/2004/05/24/brk,20040524-14,id.html 2 Lih. www.walhi.or.id/kampanye/bencana/banjirlongsor/040205 3 Ibid

(2)

lahan pertanian mengalami kekeringan dan sedikitnya 4.000 hektar lahan pertanian mengalami gagal panen.4

Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia dengan 2022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85% dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor yang diakibatkan kerusakan hutan [Bakornas Penanggulangan Bencana, 2003].5 Bencana banjir dan tanah longsor juga terjadi di wilayah Malang Selatan. Bencana banjir terbesar di Malang Selatan terjadi pada tanggal 22 – 24 November 2003 yang melanda desa Tambakrejo, Sitiarjo, Pujiarjo dan Purwodadi.6 Bencana tersebut telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur jalan dan pemukiman penduduk serta fasilitas–fasilitas umum lainnya. Bencana banjir bukan hanya terjadi pada saat itu saja, hampir setiap musim penghujan di desa Tambakrejo, Sitiarjo, Pujiarjo dan Purwodadi selalu mengalami ancaman banjir dan tanah longsor. Sementara pada musim kemarau desa–desa tersebut mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih.

Kerusakan hutan adalah salah satu bentuk adanya krisis lingkungan hidup. Krisis lingkungan hidup telah mengancam kenyamanan tempat tinggal manusia. Penyebab krisis lingkungan adalah perbuatan manusia dalam mengelola alam. Sebagai contoh, kerusakan hutan yang terjadi di Malang Selatan adalah akibat penduduk sekitar hutan yang menebangi hutan itu. Krisis lingkungan akibat ulah manusia menurut William Chang menunjukkan bahwa pengelolaan lingkungan hidup secara bertanggung jawab belum membudaya.7 Lebih tajam Robert P. Borong menyebutkan bahwa krisis lingkungan terjadi karena manusia dalam mengelola sumber-sumber alam hampir tidak mempedulikan peran etika.8

Kerusakan hutan sebagai salah satu bentuk krisis lingkungan menuntut keseriusan berpikir dan bertindak oleh manusia demi masa depan yang lebih baik dan luput dari bencana-bencana yang memprihatinkan. Keseriusan berpikir dan bertindak dalam menghadapi permasalahan kerusakan hutan, seharusnya juga dilakukan oleh gereja. Gereja sebagai bagian masyarakat, terpanggil untuk mewartakan imannya dalam kehidupan umat manusia demi terwujudnya Kerajaan Allah di

4

Lih. Hendra dkk, ‘Alam Lara Manusia Berduka,’ dalam majalah Duta edisi Februari 2004, hlm. 8 5

Lih. http://www.walhi.or.id/kampanye/hutan/hut_punah 6

Bdk. Raymond Valiant, ‘Banjir Malang Selatan,’ dalam Majalah Duta edisi Februari 2004, hlm. 5 7

Lih. William Chang, Moral Lingkungan Hidup, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 29 8

Pengabaian terhadap etika dalam mengelola lingkungan oleh Borrong disebut pengelolaan lingkungan “nir etik”. Lih.Robert P. Borrong, Etika Bumi Baru,(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm. 1

(3)

bumi. Dengan kata lain, gereja sebagai bagian dari masyarakat tidak pernah terlepas dari segala permasalahan yang berada dalam masyarakat. Konteks gereja adalah masyarakat yang berada disekitarnya termasuk segala permasalahan di dalam masyarakat. Sebagai kawan sekerja Allah, gereja terpanggil untuk melayani konteksnya yaitu masyarakat dengan segala pergumulannya.9 Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) sebagai salah satu gereja yang berada di Jawa Timur juga mengamini panggilannya untuk mewartakan kasih, kebenaran, keadilan, damai sejahtera bagi masyarakat, bangsa dan negara.10 Dengan keterpanggilannya itu maka GKJW bersifat dinamis dalam berkarya sebagai kawan sekerja Allah. Di sinilah penyusun melihat bahwa gereja (secara khusus GKJW) harusnya memiliki peran dalam kehidupan masyarakat demi tercapainya kehidupan bersama yang lebih baik.

A.2. Perumusan Masalah

Kerusakan hutan merupakan fenomena umum yang terjadi di Indonesia. Kerusakan hutan juga terjadi di wilayah hutan Malang Selatan – Jawa Timur. Kerusakan hutan yang terjadi di Malang Selatan sudah mencapai tahap kritis karena hutan di wilayah tersebut sudah habis ditebangi. Adapun yang melakukan penebangan terhadap hutan tersebut adalah penduduk desa yang tinggal di sekitar hutan tersebut.11 Hal ini terlihat dari kerusakan hutan yang terjadi di Purwodadi – Malang Selatan. Pertanyaannya adalah: mengapa penduduk desa sekitar hutan melakukan penebangan hutan?

Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia pastilah ada nilai dan paham tertentu yang melatarbelakanginya. Dalam kasus penebangan hutan yang dilakukan oleh penduduk desa sekitar hutan, pertanyaan yang muncul adalah nilai-nilai apa yang melatarbelakangi masyarakat melakukan penebangan hutan? Sementara itu akibat yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan tersebut juga langsung dirasakan oleh penduduk sekitar hutan. Penduduk sekitar hutan Malang Selatan dalam kasus kerusakan hutan di samping sebagai pelaku mereka juga sebagai korban atas kerusakan hutan di wilayahnya. Sebagai pelaku karena merekalah yang melakukan penebangan hutan. Sebagai korban karena mereka pulalah yang langsung mengalami ancaman bencana banjir maupun tanah longsor. Jadi, kerusakan hutan yang terjadi sebagi akibat perbuatan manusia juga mengancam kelangsungan hidup manusia. Berkaca dari permasalahan yang terjadi di dalam

9

Bdk. Emanuel Gerrit Singgih, Reformasi dan Transformasi Pelayanan Gereja Menyongsong Abad ke- 21, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hlm. 24 - 28

10

Lih. Bagian Tata Gereja dalam Tata dan Pranata Greja Kristen Jawi Wetan, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm. 5

11

(4)

masyarakat Purwodadi – Malang Selatan, memunculkan pertanyaan reflektif sebagai berikut: bagaimanakah manusia memahami hubungannya dengan alam (secara khusus hutan)?

B. PEMILIHAN JUDUL B.1. Rumusan Judul

Permasalahan-permasalahan tersebut di atas, akan dibahas oleh penyusun dalam judul dari skripsi sebagai berikut:

KERUSAKAN HUTAN PURWODADI – MALANG SELATAN SEBAGAI TANTANGAN ETIS – TEOLOGIS BAGI GEREJA

Penjelasan Judul:

1. Yang akan digali dalam skripsi ini adalah permasalahan-permasalahan yang melatarbelakangi kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia. Adapun hutan yang dimaksud dalam judul ini adalah hutan tropis (hutan alami) yang berada di wilayah desa Purwodadi – Malang Selatan. Dengan demikian, penyebutan kerusakan hutan mengacu kepada kerusakan hutan alami di wilayah Purwodadi – Malang Selatan.

2. Adapun etis yang dimaksudkan di sini adalah etika lingkungan. Sama seperti etika lainnya, etika lingkungan bertolak dari refleksi mengenai perilaku manusia. Secara khusus etika lingkungan berbicara tentang refleksi hubungan manusia dengan lingkungan.12 Adapun teologi yang dimaksudkan adalah teologi Kristen. Penyebutan etis-teologis dimaksudkan penyusun untuk menunjukkan keterkaitan antara teologi dengan etika demikian juga sebaliknya. Dengan begitu maka etis- teologis dalam judul skripsi ini adalah mengacu kepada etika lingkungan berdasarkan perspektif Kristen.

3. Gereja dan realita sosialnya tidak pernah terpisahkan. Gereja senantiasa memiliki tugas dan panggilan untuk mewartakan imannya kepada umat dalam konteks sosialnya. Penyusun menyebutkan gereja dengan maksud bahwa gerejalah yang menjadi subyek berteologi yaitu melalui pemahaman iman dan pelayanannya kepada realita sosialnya.

12

(5)

B.2. Alasan Pemilihan Judul

Alasan yang menyebabkan penyusun memilih kerusakan hutan sebagai pokok pembahasan skripsi ini adalah: pertama kerusakan hutan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan hutan menjadi fenomena umum yang menimpa seluruh masyarakat Indonesia. Akibat yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan adalah dengan semakin banyaknya bencana yang menyengsarakan kehidupan manusia.13 Artinya, kerusakan hutan sudah menjadi masalah yang mengancam kehidupan umat manusia. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan tersebutlah yang mengundang keprihatinan penyusun untuk membuat refleksi atas kerusakan hutan. Dengan demikian pembahasan permasalahan kerusakan hutan menurut penyusun adalah suatu hal yang menarik. Kedua, fenomena kerusakan hutan memang bukanlah fenomena baru apalagi dalam konteks Indonesia. Banyak disiplin ilmu yang juga mulai memberikan perhatian atas fenomena tersebut. Namun demikian, pemberian perhatian terhadap kerusakan hutan dikaitkan dengan teologi (secara khusus teologi Kristen) bagi penyusun adalah suatu hal yang baru. Dengan kata lain, penyusun bermaksud untuk memberikan perhatian terhadap permasalahan-permasalahan yang melatarbelakangi kerusakan hutan ditinjau dari perspektif teologi Kristen. Ketiga, karena perspektif teologi yang digunakan untuk melihat kerusakan hutan adalah teologi Kristen, maka diharapkan skripsi ini memiliki manfaat bagi iman Kristen secara khusus gereja.

C. METODE PEMBAHASAN C.1. Metode Penulisan

Pembahasan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Artinya, dalam penulisannya penyusun mencoba memulai dengan suatu deskripsi untuk kemudian dianalisa. Dengan demikian diharapkan metode pembahasan skripsi ini dapat membantu pembaca untuk memahami pembahasan permasalahan skripsi ini secara menyeluruh. Deskripsi tersebut berdasarkan data-data yang didapatkan dari hasil penelitian. Adapun penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan dan penelitian literatur.

C.2. Metode Penelitian

Skripsi ini secara umum ingin menyelidiki penyebab dari kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia. Perbuatan manusia selalu mempunyai keterkaitan dengan konteks sosialnya. Untuk mengetahui latar belakang atas perbuatan manusia itulah maka pendekatan yang dipilih

13

Hasil analisa Wahana Lingkungan Hidup (walhi ) menyebutkan bahwa daerah-daerah di seluruh Indonesia saat ini mengalami ancaman bencana banjir dan tanah longsor akibat kerusakan hutan. Lih. www.walhi.or.id

(6)

dalam skripsi ini adalah dengan melakukan analisa sosial atau analisa masyarakat. Menururt J.B Banawiratma dan J.Muller, analisa sosial memiliki dua arti yaitu sempit dan luas. Dalam arti sempit analisa sosial hanya berusaha menganalisa suatu keadaan atau masalah sosial secara obyektif tanpa memikirkan tindak lanjut atas hasil analisa sosial tersebut. Arti luas analisa sosial adalah berusaha menganalisa suatu keadaan atau masalah sosial untuk kemudian berusaha mengubah keadaan atau memecahkan masalah yang dianalisa tersebut. Lebih tajam disebutkan: ”... analisis sosial mencoba mengkaitkan analisa ilmiah dengan kepekaan etis, artinya memperhatikan dan memikirkan tindakan yang mau dilaksanakan.”14

Berangkat dari definisi analisa sosial di atas, skripsi ini dimaksudkan untuk membuat analisa atas permasalahan-permasalahan yang ada dalam masyarakat dalam hubungannya dengan kerusakan hutan. Analisa ini untuk mengetahui akar permasalahan yang menjadi penyebab kerusakan hutan. Akar permasalahan tersebut kemudian menjadi titik tolak refleksi etis-teologis atas kerusakan hutan. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas serta dapat mengetahui permasalahan sosial yang ada dalam masyarakat maka penyusun perlu mengadakan pembatasan ruang lingkup yang menjadi kajian skripsi ini. Pembatasan ruang lingkup tersebut meliputi ruang lingkup pokok persoalan dan ruang lingkup obyek penelitian.15 Selain ruang lingkup di atas, hal yang tidak kalah penting adalah masalah metode pengumpulan data di lapangan. Penyusun merasa perlu menjelaskan metode pengumpulan data ini agar dapat diketahui proses penelitian yang ditempuh.

C.2.1. Penentuan Ruang Lingkup Penelitian

Dalam pembahasan skripsi ini penulis akan membahas masalah kerusakan hutan. Dengan membatasi pada kerusakan hutan tidak berarti bahwa permasalahan lingkungan yang lainnya tidak penting. Kerusakan lingkungan selalu kait-mengait dan saling mempengaruhi. Berbicara kerusakan alam secara umum akan sangat luas dan kompleks, demi terfokusnya penulisan skripsi ini maka penyusun membatasi pembahasan skripsi ini hanya kepada permasalahan-permasalahan yang menyebabkan kerusakan hutan. Kerusakan hutan yang menjadi obyek kajian skripsi ini adalah kerusakan hutan yang terjadi di daerah Malang Selatan – Jawa Timur. Hutan Malang Selatan yang dimaksud penyusun adalah hutan yang berada disepanjang pesisir pantai Malang Selatan secara khusus hutan yang berada di wilayah desa Tambakrejo, Sitiarjo, Pujiarjo,

14

J.B.Banawiratma dan J.Muller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu, (Yogyakarta: Kanisius, 1993) hlm. 70 15

Bdk. Mely G.Tan, ’Masalah Perencanaan Penelitian’ dalam Koentjaraningrat (eds) Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 17-18

(7)

Tambakasri dan Purwodadi. Kerusakan hutan di daerah tersebut disebabkan oleh tindakan penduduk desa sekitar hutan yang melakukan penebangan hutan.16

Untuk mengetahui permasalahan yang menyebabkan penduduk desa sekitar hutan melakukan penebangan hutan, penyusun melakukan penelitian secara mendalam kepada masyarakat sekitar hutan. Mengingat keterbatasan waktu dalam penulisan skripsi ini maka tidaklah mungkin untuk melakukan penelitian kepada seluruh penduduk desa-desa di sekitar hutan Malang Selatan. Demi terfokusnya penelitian inipulalah maka penyusun dalam melakukan penelitian membatasi tempat penelitian pada desa Purwodadi. Pemilihan desa Purwodadi disebabkan oleh beberapa hal antara lain: pertama kerusakan hutan yang terjadi di wilayah hutan Purwodadi telah mencapai tahap kritis karena hutan diwilayah tersebut telah habis ditebangi. Kedua pelaku penebangan hutan adalah penduduk Purwodadi.17 Ketiga dampak yang diakibatkan oleh kerusakan hutan telah mengancam kelangsungan hidup masyarakat Purwodadi. Masyarakat mengalami ancaman besar akibat kerusakan hutan di wilayah mereka. Ancaman tersebut adalah adanya bencana banjir dan tanah longsor pada setiap tahunnya akibat kerusakan hutan di sekitar desa Purwodadi.18

C.2.2. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan penelitian lapangan dan studi literatur. Studi literatur dilakukan penyusun untuk mendapatkan informasi dasar sebelum dan sesudah melakukan penelitian lapangan. Studi literatur juga dimaksudkan untuk mencari data pembanding. Studi literatur ini dirasa perlu sebab pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan interdisipliner. Untuk dapat mengetahui berbagai teori dan pengetahuan yang dapat digunakan dalam melakukan analisa masyarakat tersebutlah maka penyusun belajar dari karya para ahli. Adapun metode penelitian lapangan yang digunakan adalah penelitan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode berganda dalam fokus yang melibatkan pendekatan interpretatif dan wajar terhadap setiap pokok permasalahan.19 Dengan metode ini diharapkan penyusun dapat memahami, memberikan tafsiran terhadap fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang- orang dalam lapangan penelitian.

16

Berdasarkan dari pengamatan dan percakapan dengan penduduk desa di sekitar hutan tersebut, didapatkan informasi bahwa penebangan hutan yang terjadi di wilayah hutan Malang Selatan adalah karena masyarakat sekitar hutan yang menebanginya. Bdk. Raymond Valiant, ’Banjir Malang Selatan,’ dalam Majalah Duta edisi Februari 2004, hlm. 5- 6

17

Berdasarkan keterangan Sumijo (kepala desa Purwodadi) kepada penyusun pada tanggal 1 November 2005. 18

Sumijo (kepala desa Purwodadi) menyebutkan bahwa selama tahun 2001 sampai tahun 2005 pada setiap musim penghujan desa Purwodadi selalu mengalami banjir dan tanah longsor.

19

(8)

Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penyusun di lapangan adalah dengan cara: pertama melakukan observasi partisipatif dengan cara live in dalam jangka waktu tiga bulan (Maret – Juni) di tempat penelitian. Penyusun ikut ambil bagian dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian diharapkan penyusun mengetahui sekaligus mengalami langsung kondisi yang dirasakan oleh masyarakat desa sekitar hutan sehingga penyusun mendapatkan data yang jelas. Kedua metode pengumpulan data dengan metode wawancara kepada orang-orang kunci. Dalam hal ini orang-orang kunci yang dimaksud adalah orang-orang yang mewakili kelompok atau golongan tertentu yang berada dalam masyarakat.

Metode wawancara yang dilakukan oleh penyusun adalah wawancara terbuka. Menurut John M. Prior, wawancara terbuka dilakukan jika peneliti sudah memiliki hubungan pribadi dan peneliti diperlakukan sebagai sahabat. Dengan begitu maka wawancara dijalankan tanpa daftar pertanyan baku yang diarahkan oleh peneliti. Wawancara dijalankan seperti melakukan pembicaraan biasa walaupun peneliti mencatat pokok-pokok yang harus dibicarakan. Maksud dari wawancara terbuka ini adalah untuk menemukan kategori pemahaman budaya setempat (emik).20 Penyusun memakai metode ini karena penyusun ingin mengetahui pemahaman masyarakat. Dengan demikian diharapakan melalui wawancara terbuka audiens dapat memberikan jawaban dan pandangan-pandangannya secara bebas. Selain itu dengan metode wawancara terbuka ini diharapkan agar penyusun dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan lebih mendalam karena tidak memakai acuan yang sudah baku. Namun demikian dalam setiap wawancara akan dituliskan pokok-pokok ide dan pandangan audiens yang diwawancarai.

D. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I. Pendahuluan

Dalam bagian ini penyusun berusaha mendeskripsikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, rumusan judul, alasan pemilihan judul, metode pembahasan yang termasuk di dalamnya metode penulisan dan metode penelitian. Metode penelitian meliputi: pembatasan ruang lingkup penelitian dan pengumpulan data. Kemudian sistematika penulisan yang memberikan gambaran isi dari masing-masing bab. Bab ini memberikan gambaran umum tentang pokok pikiran dan alur berpikir yang dipakai dalam keseluruhan skripsi ini.

20

(9)

Bab II. Konteks Hutan dan Masyarakat Purwodadi - Malang

Bab II ini secara garis besar terbagi ke dalam dua kelompok besar yaitu: pertama deskripsi konteks masyarakat desa Purwodadi yang meliputi: sejarah berdirinya desa, struktur geografis desa Purwodadi serta kehidupan masyarakat Purwodadi. Kehidupan masyarakat Purwodadi dikelompokkan dalam tiga bidang yaitu: bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial- budaya. Kedua deskripsi tentang konteks hutan Purwodadi yang meliputi: status dan pengelolaan hutan, kondisi hutan saat ini. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang konteks hutan dan masyarakat Purwodadi.

Bab III. Kerusakan Hutan Purwodadi - Malang

Bab ini membuat analisa sosial atas permasalahan kerusakan hutan di Purwodadi. Analisa sosial tersebut berangkat dari pertanyaan: kapan mulai terjadi penebangan hutan di Purwodadi? Siapa pelaku penebangan hutan? Apakah yang melatarbelakangi penebangan hutan itu (permasalahan ekonomi, politik, sosio- budaya)? Diharapakan dari analisa itu akan diketahui apakah yang menjadi akar permasalahan yang menyebabkan masyarakat melakukan penebangan hutan di Purwodadi.

Bab IV. Permasalahan Kerusakan Hutan Sebagai Titik Tolak Refleksi Etis - Teologis Berangkat dari akar permasalahan yang terdapat pada bab III maka pada bab ini penyusun mencoba membuat refleksi teologis dari perspektif teologi Kristen. Adapun titik tolak refleksi teologis tersebut adalah permasalahan-permasalahan yang melatarbelakangi kerusakan hutan. sebelum membuat refleksi teologis maka penyusun melihat hubungan manusia dengan alam non manusia berdasarkan teori etika lingkungan.

Bab V. Kesimpulan

Bab ini akan mencoba menarik kesimpulan dari seluruh pembahasan skripsi ini sehingga diharapkan dalam bab ini akan diketahui secara jelas permasalahan dan refleksi etis-teologis dari permasalahan kerusakan hutan di Purwodadi. Setelah diambil kesimpulan dari seluruh Skripsi ini maka penyusun memberikan saran terhadap gereja di Indonesia umunya dan GKJW khususnya.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, direkomendasikan bahwa dalam proses produksi yang menggunakan bahan baku nira nipah yang masih segar dan manis tidak diperlukan penambahan gula, sehingga biaya

Semua pihak yang terlibat dalam sistem hubungan industrial, baik itu pekerja/buruh, pengusaha maupun pemerintah, berkewajiban bekerjasama satu dengan yang lainnya

Suseno ( 'aktunya sudah tiba.. Para pemuda berhamburan keluar dari tempat persembunyian dan menyerang para pasukan membabi buta. &enrick akhirnya tewas dan pasukan yang

BAB III PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PERUSAKAN OBJEK WISATA DI KABUPATEN BELITUNG DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2015

Lumpur tinja yang berasal dari truk tinja tidak langsung di proses atau ditampung di kolam stabilisasi anaerobik 1 akan tetapi akan ditampung terlebih dahulu di tangki imhoff

Salah satu yang dapat dilakukan PT Semen Padang yaitu mengidentifikasi setiap risiko yang berhubungan dengan proses produksi baik itu dari bagian tambang sampai

Dalam penelitian Soraya (2013) yang berjudul “Pengaruh Pembiayaan Pendidikan Oleh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X Sma Negeri.” Variabel biaya

Penelitian yang dilakukan pada home industry batik tulis Jetis, Sidoarjo menunjukkan bahwa masih banyak intensitas penerangan setempat yang tidak memenuhi standar