• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Simulasi Peningkatan Perolehan Minyak Dengan Metode Injeksi Foam Sebagai Tertiary Recovery di Lapangan X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Simulasi Peningkatan Perolehan Minyak Dengan Metode Injeksi Foam Sebagai Tertiary Recovery di Lapangan X"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Simulasi Peningkatan Perolehan Minyak

Dengan Metode Injeksi Foam Sebagai Tertiary Recovery

di Lapangan X

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Dafi Al-madani

101316077

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

UNIVERSITAS PERTAMINA

2020

(2)
(3)

Studi Simulasi Peningkatan Perolehan Minyak

Dengan Metode Injeksi Foam Sebagai Tertiary Recovery

di Lapangan X

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Dafi Al-madani

101316077

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

UNIVERSITAS PERTAMINA

2020

(4)
(5)

Universitas Pertamina - i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir

: Studi Simulasi Peningkatan Perolehan Minyak

Dengan Metode Injeksi

Foam Sebagai

Tertiary

Recovery di Lapangan X

Nama Mahasiswa

: Dafi Al-madani

Nomor Induk Mahasiswa

: 101316077

Program Studi

: Teknik Perminyakan

Fakultas

: Teknologi Eksplorasi dan Produksi

Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir : Kamis, 03 September 2020

Jakarta, 10 September 2020

MENGESAHKAN,

Pembimbing I

Iwan Setya Budi, M.T NIP. 116158

MENGETAHUI, Ketua Program Studi

Dr. Astra Agus Pramana DN NIP. 116111

(6)

Universitas Pertamina - ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul Studi Simulasi Peningkatan

Perolehan Minyak Dengan Metode Injeksi

Foam Sebagai

Tertiary Recovery di

Lapangan X ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak

mengandung materi yang ditulis oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai referensi

yang sumbernya telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya

ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya bersedia

menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Pertamina hak bebas royalti noneksklusif (non-exclusive royalty-free right)

atas Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak bebas royalti

noneksklusif ini Universitas Pertamina berhak menyimpan, mengalih

media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkatan data (database), merawat, dan

mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Jakarta, 09 September 2020

Yang membuat pernyataan,

(7)

Universitas Pertamina - iii

ABSTRAK

Dafi Al-madani. 101316077.

Studi Simulasi Peningkatan Perolehan Minyak Dengan

Metode Injeksi

Foam

Sebagai

Tertiary Recovery

di Lapangan X.

Metode injeksi

foam

(busa) adalah salah satu teknik

Enhanced Oil Recovery

(EOR)

yang diterapkan setelah tahap pemulihan minyak sekunder. Penerapan pemulihan

tersier menggunakan busa dapat mengatasi permasalahan penyapuan (

sweep efficiency

)

yang rendah yang diakibatkan oleh perbedaan densitas antara fluida injeksi dengan

minyak. Penelitian menggunakan perangkat lunak ECLIPSE dengan melakukan

perbandingan varian

gas flood

antara injeksi CO

2

dan injeksi busa, serta melakukan uji

sensitivitas untuk mengetahui laju dan konsentrasi penggunaan surfaktan pada metode

injeksi busa. Berdasarkan hasil simulasi, pemilihan laju injeksi dan penggunaan

konsentrasi surfaktan yang tepat, dapat meningkatkan recovery factor di Lapangan X.

(8)

Universitas Pertamina - iv

ABSTRACT

Dafi Al-madani. 101316077.

Simulation Study of Increasing Oil Recovery Using

Foam Injection Method as Tertiary Recovery in Field X.

The foam injection method is one of the Enhanced Oil Recovery (EOR) techniques that

is applied after the secondary oil recovery stage. Application of tertiary recovery using

foam can overcome the problem of low sweeping (sweep efficiency) caused by the

density difference between the injection fluid and the oil. The research used ECLIPSE

software by comparing the gas flood variants between CO2 injection and foam

injection, as well as conducting a sensitivity test to determine the rate and

concentration of surfactant use in the foam injection method. Based on the simulation

results, selecting the injection rate and using the right surfactant concentration can

increase the recovery factor in Field X.

(9)

Universitas Pertamina - v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdullilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul

Studi Simulasi Perolehan Minyak Dengan Metode Injeksi

Foam Sebagai

Tertiary

Recovery di Lapangan X ini tepat waktu.

Tugas Akhir yang penulis sajikan ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan terhitung sejak Februari 2020 hingga Juli 2020 dalam rangka memenuhi

persyaratan kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi

Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Eksplorasi dan Produksi, Universitas

Pertamina.

Dapat terlaksananya penelitian ini hingga selesainya Tugas Akhir ini tentunya tidak

lepas dari dukungan dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

tentunya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat, yaitu:

1.

Kedua orangtuaku tercinta Papa Affandy Budi Matahir dan Mama Widiawati

Walangadi, beserta Kakak ku Difa Rizky Maghfirah Matahir, atas segala doa

dan dukungan serta kasih sayang kalian yang begitu besar;

2.

Bapak Dr. Astra Agus Pramana selaku Koordinator Program Studi Teknik

Perminyakan Universitas Pertamina;

3.

Bapak Iwan Setya Budi, M.T selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan masukan dan arahan serta menyediakan waktu kepada penulis

untuk membantu Menyusun Tugas Akhir ini;

4.

Teman-teman seperjuangan PE 2016 yang telah bersama-sama mengalami suka

duka dan saling memberi semangat satu sama lain;

5.

Serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan Tugas

Akhir ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dari pihak yang telah disebutkan di atas

melalui cinta dan kasih sayang Nya yang tak terhingga.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih memiliki banyak kekurangan.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan

guna perbaikan dimasa mendatang. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan

memberikan dampak yang positif bagi masyarakat khususnya civitas akademika

Universitas Pertamina.

Jakarta, 09 September 2020

(10)

Universitas Pertamina - vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………i LEMBAR PERNYATAAN………...ii ABSTRAK………iii ABSTRACT………...iv KATA PENGANTAR………...v DAFTAR ISI………...vi DAFTAR TABEL………...viii DAFTAR GAMBAR………ix BAB I. PENDAHULUAN………1 1.1 Latar Belakang………...1 1.2 Batasan Masalah………....2 1.3 Rumusan Masalah………..3 1.4 Tujuan Penelitian………...3 1.5 Manfaat Penelitian……….3 1.6 Lokasi Penelitian………...4

1.7 Waktu Pelaksanaan Penelitian………...4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………6

2.1 Teori Dasar……….6

2.2 Pembentukan Busa……….7

2.3 Busa pada Media Berpori………...10

2.4 Pemodelan Busa………...11

2.5 Metode Injeksi Busa dan Gravity Segregation……….12

BAB III. METODE PENELITIAN………..15

3.1 Bentuk Penelitian……….15

3.2 Metode Pengumpulan Data………..15

3.3 Metode Analisis Data………...16

(11)

Universitas Pertamina - vii

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….27

4.1 Simulasi yang Dilakukan………..27

4.2 Simulasi Sensitiitas EOR Foam………..27

4.2.1 Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan………...27

4.2.2 FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan……….28

4.2.3 FOPR (Oil Production Rate vs Time) Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan…………30

4.2.4 FPR (Pressure Reservoir vs Time) Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan………31

4.2.5 Sensitivitas Rate Injection………...32

4.2.6 FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) Sensitivitas Rate Injection………33

4.2.7 FOPR (Oil Production Rate vs Time) Sensitivitas Rate Injection………34

4.2.8 FPR (Pressure Reservoir vs Time) Sensitivitas Rate Injection……….36

4.3 Simulasi Tahapan Oil Recovery………...37

4.3.1 Ilustrasi 3D setiap Tahapan Oil Recovery………...39

4.3.2 FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) Tahapan Oil Recovery……….42

4.3.3 FOPR (Oil Production Rate vs Time) Tahapan Oil Recovery………...43

4.3.4 FPR (Pressure Reservoir vs Time) Tahapan Oil Recovery………...45

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………...48

5.1 Kesimpulan………...…...48

5.2 Saran………48

DAFTAR PUSTAKA………...50

LEMBAR BIMBINGAN TUGAS AKHIR………...…...52

(12)

Universitas Pertamina - viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian……….4

Tabel 2.1 Properti foam (busa) untuk setiap mode injeksi………..8

Tabel 3.1 Data Reservoir………17

Tabel 3.2 Data Properti Reservoir………..18

Tabel 3.3 Skenario Pengaruh Perubahan Konsentrasi Surfaktan………....20

Tabel 3.4 Skenario Pengaruh Perubahan Rate Injection………...21

Tabel 3.5 Skenario Simulasi Perbandingan Tahapan Perolehan Minyak Bumi……….22

Tabel 4.1 Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan……….27

Tabel 4.2 Hasil Kurva FOEW Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan……...29

Tabel 4.3 Hasil Kurva FOPR Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan…...30

Tabel 4.4 Hasil Kurva FPR Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan………32

Tabel 4.5 Sensitivitas Rate Injection………32

Tabel 4.6 Hasil Kurva FOEW Sensitivitas Rate Injection...33

Tabel 4.7 Hasil Kurva FOPR Sensitivitas Rate Injection………....35

Tabel 4.8 Hasil Kurva FPR Sensitivitas Rate Injection………...36

Tabel 4.9 Simulasi Tahapan Oil Recovery………..37

Tabel 4.10 Hasil Kurva FOEW Tahapan Oil Recovery…...42

Tabel 4.11 Hasil Kurva FOPR Tahapan Oil Recovery……….43

(13)

Universitas Pertamina - ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema perbandingan aliran busa pada media berpori………8

Gambar 2.2. Pengaruh suhu terhadap stabilitas busa……….10

Gambar 2.3. Pengaruh permeabilitas absolut membatasi saturasi air………11

Gambar 3.1 Grid Reservoir oleh FloViz ECLIPSE………...19

Gambar 3.2 Five Spot Pattern………20

Gambar 4.1 Kurva FOEW Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan………..28

Gambar 4.2 Kurva FOPR Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan………30

Gambar 4.3 Kurva FPR Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan………31

Gambar 4.4 Kurva FOEW Sensitivitas Rate Injection………...33

Gambar 4.5 Kurva FOPR Sensitivitas Rate Injection……….34

Gambar 4.6 Kurva FPR Sensitivitas Rate Injection……….36

Gambar 4.7 Tahapan Primary Recovery di Lapangan X……….39

Gambar 4.8 Tahapan EOR CO2 di Lapangan X………..40

Gambar 4.9 Tahapan EOR Foamdi Lapangan X……….………..41

Gambar 4.10 Kurva FOEW Tahapan Oil Recovery……….42

Gambar 4.11 Kurva FOPR Tahapan Oil Recovery…………...43

(14)
(15)

Universitas Pertamina-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Di dunia perminyakan mengenal 3 jenis tahapan oil recovery yaitu tahap primer, sekunder, dan tersier atau lebih dikenal dengan istilah Enhanced Oil Recovery (EOR). Pengertian tahap primer adalah ketika hidrokarbon mengalir secara alami ke permukaan karena perbedaan tekanan antara sumur bor dan kepala sumur. Tingkat pengurasan minyak dari tahap primer sebesar 10%. Selanjutnya, ketika tekanan reservoir berkurang dan hidrokarbon tidak mampu diproduksi secara alamiah, maka kita akan masuk ke tahap sekunder. Tahap ini bertujuan untuk meningkatkan tekanan reservoir dengan cara menginjeksikan gas atau air yang memiliki tekanan tertentu kedalam sumur. Tahap sekunder dapat meningkatkan persenan pengurasan minyak hingga empat puluh persen (40%).

Ketika operasi tahap sekunder menunjukkan indikasi tidak ekonomis serta tidak efektif lagi, maka dilakukan tahap pengurasan selanjutnya yaitu tahap tersier atau EOR. Pada tahap ini, faktor pengurasan minyak dapat mencapai angka lima puluh persen (50%) hingga tujuh puluh persen (70%). Terdapat 3 Jenis utama dari EOR yaitu miscible (injeksi gas hidrokarbon atau karbon dioksida), kimiawi (alkali, surfaktan, busa, atau polimer) dan termal (uap panas atau pembakaran in-situ).

Salah satu metode yang paling terkenal pada tahap tersier adalah injeksi gas. Metode ini pertama kali ditemukan pada tahun 1930 dengan tingkat ke-efektifan tinggi jika diaplikasikan pada jenis reservoir yang memiliki tipikal high relief atau dengan komponen

gravity drainage yang dominan. Namun, metode injeksi gas memiliki kelemahan pada proses penyapuan hidrokarbon yang dapat menyebabkan terjadinya fenomena gravity segregation, viscous fingering, serta channeling, terlebih jika diaplikasikan pada kondisi reservoir yang memiliki kontras densitas besar dan kontras permeabilitas yang tinggi.

(16)

Universitas Pertamina-2

Oleh karena itu, untuk kondisi reservoir seperti yang telah dipaparkan, metode Water Alternating Gas (WAG) ataupun juga injeksi busa akan lebih efektif diterapkan di lingkungan tersebut.

Umumnya ada dua penggunaan busa dalam proses pemulihan minyak. Pertama, busa akan membantu meningkatkan efisiensi penyapuan dengan mengurangi mobilitas gas. Busa akan mengontrol mobilitas gas di reservoir untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dengan cara meningkatkan viskositas efektif gas dan mengurangi permeabilitas gas. Fungsi kedua, busa akan mematikan gas secara berurutan untuk mengurangi rasio gas / minyak (GOR) di sumur produksi.

Meskipun ditujukan untuk peningkatan efisiensi penyapuan, busa juga memiliki peran dalam meningkatkan efisiensi pendesakan (displacement efficiency). Hal ini dikarenakan, busa dibentuk dengan dialirkannya gas pada larutan surfaktan. Busa akan menurunkan tegangan antar permukaan minyak dan air, sehingga minyak menjadi lebih mudah didesak. Efek dari injeksi busa diharapkan memiliki kesamaan fungsi dengan injeksi EOR menggunakan surfactant-Polymer (SP).

Kendala teknisnya, metode injeksi busaini belumlah banyak diaplikasikan karena mekanisme pembentukan busa yang belum banyak dipahami. Dewasa ini, injeksi busa masih dalam tahap pengembangan dan belum banyak digunakan sebagai aplikasi komersial full field, sehingga referensi praktis juga terbatas.

1.2

Batasan Masalah

Agar penelitian ini mendapatkan hasil yang lebih terarah dan terfokus, maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun batasan masalah yang diberikan dalam penelitian ini adalah:

1. Simulasi hanya dilakukan dengan software Eclipse Black Oil Model tanpa melakukan simulasi pada Eclipse 300.

(17)

Universitas Pertamina-3

3. Model reservoir yang diteliti bersifat konseptual menggunakan data literatur. 4. Pembahasan sensitivitas hanya membandingkan laju injeksi dan konsentrasi busa

yang paling efektif digunakan di Lapangan X.

1.3

Rumusan Masalah

1. Apakah injeksi busa memiliki recovery factor lebih tinggi jika dibandingkan dengan injeksi gas dalam perolehan minyak di Lapangan X?

2. Berapa konsentrasi busa yang digunakan di Lapangan X untuk mendapatkan angka perolehan minyak tertinggi?

3. Berapa tingkat rate injection dalam injeksi busa yang paling stabil untuk mendapatkan angka perolehan minyak tertinggi di Lapangan X?

1.4

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengidentifikasi apakah injeksi busa memiliki recovery factor lebih tinggi jika dibandingkan dengan injeksi gas dalam hal perolehan minyak di Lapangan X. 2. Untuk mengetahui konsentrasi busa terbaik untuk mencapai faktor perolehan minyak

tertinggi di Lapangan X.

3. Untuk menyelidiki laju injeksi terbaik untuk injeksi busa di Lapangan X.

1.5

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak antara lain yaitu pihak peneliti dan akademis selanjutnya

1. Manfaat bagi penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan penulis mengenasi simulasi peningkatan perolehan minyak dengan injeksi busa sebagai tertiary recovery.

2. Manfaat bagi Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian simulasi peningkatan perolehan minyak dengan injeksi busa sebagai

(18)

Universitas Pertamina-4

1.6

Lokasi Penelitian

Penulis melakukan penelitian di Laboratorium Teknik Perminyakan Universitas Pertamina.

1.7

Waktu Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan sejak Februari 2020 sampai dengan Juli 2020 dengan aktivitas dan jadwal yang dinyatakan dalam Gantt Chart jadwal penelitian berikut ini.

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian

Jadwal Penelitian

No. Aktivitas Februari Maret April Mei Juni Juli 1 Studi Pustaka

2 Pembuatan Proposal 3 Pengumpulan Data 4 Reduksi Data 5 Penyajian Data

6 Penyusunan Laporan Tugas Akhir

(19)
(20)

-6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar

Dalam buku Enhanced Oil Recovery Case Studies karya James J. Sheng (2013), busa memiliki dua fungsi utama yaitu Mobility Control dan Diverting Agent. Pertama, mobility control, bertujuan dalam peningkatan efisiensi penyapuan dengan cara meningkatkan viskositas efektif gas dan mengurangi permeabilitas gas sehingga busa dapat menyapu minyak tersisa menuju sumur produksi. Dalam proses penyapuan ini, busa harus memiliki komposisi khusus agar tidak mudah mengalami decay sehingga injection front tidak mengalami collapse.

Kedua, diverting agent, dimana busa akan menjadi (selective plugging) untuk memblok lapisan yang telah tersapu oleh injeksi gas sebelumnya. Lapisan yang telah tersapu (swept zone) biasanya memiliki karakteristik high permeability dan high watercut sehingga dibutuhkan karakteristik busa yang tidak mudah destabilize dengan kehadiran saturasi brine.

Penggunaan metode EOR injeksi gas menggunakan Greenhouse gases (GHG) semakin marak dikembangkan. Hal ini berkaitan dengan upaya menurunkan emisi gas mitigasi penyebab global warming. Jenis gas yang digunakan dalam metode ini seperti, carbon dioxide (CO2), methane (CH4), nitrous oxide (N2O), dan ozone (O3). Sedangkan untuk produk kimiawi,

berasal dari kegiatan industri, seperti: fluorine, chlorine, bromine, chlorofluorocarbons (CFCs), dan hydrochlorofluorocarbons (HCFCs).

Dari daftar tersebut, menurut US Greenhouse Gas Inventory Report (2011), CO2

menyumbangkan 83% dari total emisi gas rumah kaca di Amerika Serikat pada tahun 2009 diikuti oleh CH4 dan N2O. Sedangkan di Indonesia, emisi gas rumah kaca adalah 2,4 miliar

ton setara CO2 (GtCO2e) pada tahun 2015, menurut data yang dikumpulkan oleh Potsdam

Institute for Climate Impact Research (PIK).

Berdasarkan data tersebut, gas CO2 menjadi kandidat kuat dalam metode EOR injeksi

gas. Penggunaan metode ini juga bertujuan dalam menangkap dan menyimpan gas CO2 dalam

(21)

Universitas Pertamina-7

Selain itu, CO2 memiliki beberapa keunggulan jika digunakan sebagai injectant.

Pertama, CO2 memiliki tekanan kritis (Pcrit) = 73.0 atm (1073 psia) dan suhu kritis (Tcrit) =

31oC (87.8oF). Dengan karakteristik tersebut, CO

2 dapat membentuk fasa dense atau

supercritical pada kondisi tekanan dan suhu yang relatif rendah. CO2 dikatakan bersifat

supercritical” jika tekanan dan suhu reservoir lebih besar daripada tekanan dan suhu kritis,

sedangkan disebut “dense” apabila tekanan reservoir lebih besar dari tekanan kritis dan suhu

reservoir lebih rendah dari suhu kritis. Pada kondisi dense/supercritical, CO2 memiliki densitas

dan viskositas tinggi sehingga pendesakan menjadi lebih stabil karena berkurangnya efek

gravity segregation dan viscous fingering.Displacement dengan fluida dense/supercritical ini akan mengurangi permasalahan terkait perbedaan densitas sehingga oil recovery akan meningkat.

Pada tahap lanjut, jika injeksi CO2 memenuhi syarat miscibility maka akan tercapai

miscible flooding yang akan menurunkan tegangan antar permukaan kedua fluida sehingga tidak ada minyak yang akan tertinggal karena pengaruh tekanan kapiler. Di samping itu, jika CO2 yang diinjeksikan dapat bercampur dan larut (dissolved) dalam minyak reservoir, gas yang

tercampur meningkatkan volume dari fase oleic. Fenomena ini disebut swelling effect, yang dapat meningkatkan produksi minyak.

2.2 Pembentukan Busa

Busa merupakan gelembung gas yang dilewatkan pada larutan surfaktan (foaming agent) membentuk lapisan tipis yang disebut lamellae. Tujuan penggunaan surfaktan sebagai

foaming agent, untuk membuat lamellae menjadi stabil dan tidak mudah pecah. Di beberapa kasus, busa dicampur dengan polymer atau addition acid untuk mencapai karakteristik busa yang sesuai diaplikasikan di real field.

(22)

Universitas Pertamina-8

Gambar 2.1. Skema perbandingan aliran dua fase cairan tanpa busa, busa lemah, busa kuat pada media berpori (Sheng, 2013)

Penentuan kualitas dan ukuran busa dilihat dari fraksi/persentase volume gas didalam busa yang umumnya berkisar 75% - 90%. Sedangkan, rata-rata ukuran gelembung mulai dari ukuran colloidal (0.01 - 0.1 μm) sampai puluhan millimeter. Kualitas dari gelembung busa berkaitan erat dengan ukuran busa yang terbentuk. Semakin besar ukuran busa maka semakin rendah kualitas busa (tidak stabil).

Dibutuhkan riset dan pengujian lab lebih lanjut untuk mengetahui kemampuan, kestabilandan mobilitas dari busa sebelum diaplikasikan. Adapun sifat busa yang dibutuhkan untuk tiap aplikasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(23)

Universitas Pertamina-9

Umumnya, penentuan penggunaan jenis surfaktan pada pembentukan busa harus melewati uji laboratorium dan simulasi numerikal menggunakan model geologi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan busa tersebut jika diterapkan di lapangan. Namun, studi simulasi tidak dilakukan secara deterministik, karena parameter yang digunakan sangat luas mulai dari parameter batuan reservoir, parameter fluida statik dan dinamik, serta interaksi antara fluida dan batuan. Setiap parameter tersebut memiliki faktor ketidakpastian yang akan menyebabkan hasil akhir proyek menjadi tidak ekonomis.

Proses seleksi foamer/surfactant umumnya meliputi proses Pre-Screening, Screening,

Qualification, dan Optimization.

a) Pre-Screening, merupakan tahap awal yang meliputi uji kompatibilitas busa dengan

brine, crude oil, perbedaan suhu reservoir dan keadaan bawah permukaan.

b) Screening, meliputi pengujian pada media berpori dengan permeabilitas reservoir yang menjadi target injeksi serta pengujian pressure drop yang disesuaikan dengan kriteria kondisi reservoir.

c) Qualification, dimana pengujian dilakukan dengan pendekatan kondisi sebenarnya yaitu menggunakan data batuan reservoir.

d) Optimization, merupakan tahap penentuan komposisi busa yang akan digunakan. Pengujian variasi konsentrasi surfaktan serta tingkatan adsorps busa yang terbentuk.

Busa adalah campuran larutan aqueous dan non-aqueous. Ketika di injeksi, busa akan menyebar dan mempengaruhi kestabilan busa. Stabilitas merupakan faktor yang sangat penting dalam injeksi busa. 3 poin yang diperhatikan dalam kestabilan busa yaitu decay, adsorption

dan instability (sebagai fungsi saturasi air/minyak). Busa akan mengalami decay pada kondisi suhu tinggi dan pH yang menurun (Spirov, 2012), sedangkan adsorption surfaktan akan mengalami penurunan saat suhu meningkat.

(24)

Universitas Pertamina-10

Gambar 2.2. Pengaruh suhu terhadap stabilitas busa (M.Dalland & E.Hanssen, 1996)

Untuk proses instabilitas busa terhadap saturasi minyak/air dapat diamati pada eksperimen displacement test coreflood. Salah satu indikasi karakteristik busa lemah adalah turunnya pressure drop sepanjang core saat dilakukannya tes. Keberadaan saturasi minyak menyebabkan berkurangnya mobility reduction factor (MRF) yang mengganggu proses pembentukan busa.

Permasalahan dengan stabilitas umumnya dapat diminimalisir dengan menaikkan konsentrasi surfaktan. Penentuan konsentrasi ini biasanya dilakukan pada tahap terakhir uji lab. Konsentrasi ini juga akan tergantung pada adsorpsi pada permukaan batuan reservoir. Pada tahap screening dan qualification, biasanya akan digunakan konsentrasi yang tinggi untuk memastikan semua produk busa yang diuji dapat menampilkan level performa yang baik.

2.3 Busa pada Media Berpori

Pembentukan busa dapat didefinisikan sebagai proses perubahan mobilitas gas dari tinggi ke rendah. Dalam menurunkan mobilitas gas diperlukan penambahan zat dimana penambahan tersebut perlu memperhatikan faktor minimum pressure gradient, critical velocity, geometri pori, saturasi air dan minyak, serta konsentrasi surfaktan yang dibutuhkan.

Setelah busa terbentuk, fase liquid akan mengalir sebagai fasa kontinyu melalui jaringan lamellae yang telah terbentuk, sedangkan fase gas akan menjalar dengan proses ‘breaking and reforming’ dari gelembung busa. Busa dapat mengalami coalescence pada

(25)

Universitas Pertamina-11

tekanan kapiler tertentu yang disebut limiting capillary pressure (Pc*) yang tergantung pada parameter limiting water saturation (Sw*) dimana pada saturasi dibawah angka tersebut

lamellae akan mengalami penipisan dan akhirnya busa akan mengalami collapse.

Salah satu sifat busa paling menarik dalam media berpori adalah mampu mengatasi heterogenitas bawah permukaan karena sensitivitasnya terhadap tekanan kapiler. Perbedaan permeabilitas mempengaruhi heterogenitas dan sapuan dari cairan injeksi. Busa akan lebih stabil di lingkungan permeabilitas baik dengan tekanan kapiler rendah. Busa tidak stabil di lingkungan permeabilitas rendah dengan tekanan kapiler tinggi.

Gambar 2.3. Pengaruh permeabilitas absolut membatasi saturasi air (Sheng, 2013)

Dari gambar 2.3. Lapisan 1 dan K1 = memiliki busa yang lebih stabil (Sw 1 lebih rendah). Lapisan 2 dan K2 = memilliki busa yang tidak stabil (Sw 2 lebih tinggi). Ini memberikan penjelasan bahwa gradien tekanan yang diperlukan untuk mencapai busa kuat bertekstur halus menjadi lebih rendah dengan meningkatnya permeabilitas absolut, yang berarti bahwa memperoleh busa kuat lebih mudah dicapai dalam lapisan dengan permeabilitas tinggi.

2.4 Pemodelan Busa

Pembuatan model busa dibagi menjadi dua kategori yaitu model Empiris/Semi-empiris/local steady-state dan Population Balance Model. Model pertama yaitu Empiris/Semi-empiris biasa dilakukan dengan bantuan simulator seperti Eclipse dan STARSCM. Pada model ini, pembentukan busa menggunakan asumsi local steady-state dimana busa akan terbentuk

(26)

Universitas Pertamina-12

secara instan. Pengurangan mobilitas gas dihitung berdasarkan eksperimen laboratorium yang dilakukan sebelumnya meliputi viskositas busa efektif atau mobility reduction. Model ini merupakan yang paling sederhana, berfungsi baik terutama pada kondisi dimana efek transien tidaklah signifikan.

Model yang kedua, Population Balance Model. Model ini menjelaskan pembentukan dan transportasi busa dengan menggunakan persamaan konservasi massa, sehingga dapat dihitung laju pembentukan dan peluruhan dari lamellae. Kelemahannya berada pada banyaknya parameter yang digunakan, sehingga waktu yang diperlukan untuk proses komputasi akan lebih lama jika dibandingkan dengan model empiris. Pada teori ini mobilitas busa dihubungkan dengan populasi gelembung yang ditentukan oleh tekstur busa (ηf) dengan persamaan di bawah:

• ηf dan ηt adalah tekstur busa di dalam masing-masing flowing gas dan

trapped gas.

• ꭒg adalah laju pembentukan dari busa.

• Sgt dan Sgf = trapped gas saturation dan flowing gas saturation.

Adapun saturasi gas dinyatakan dengan persamaan berikut:

Metode Population-Balance sendiri dapat dibagi menjadi dua versi, yaitu: full-physics

dan local-equilibrium. Full-physics menggunakan persamaan differential untuk mendapatkan parameter tekstur busa sedangkan local-equilibrium mengkombinasikan korelasi yang terdapat pada local-equilibrium atau bubble population dengan tujuan untuk mengurangi beban komputasi dari versi pertama.

2.5 Metode Injeksi Busa dan Gravity Segregation

Salah satu poin penting dalam penerapan metode injeksi busa adalah memaksimalkan injektivitas busa. Diperlukan strategi penggunaan surfaktan yang merupakan foaming agent

(27)

Universitas Pertamina-13

agar dapat tersebar secara merata di dalam reservoir. Secara umum terdapat dua metode dalam penginjeksian busa ke dalam reservoir yaitu metode co-injection dan metode SAG ( Surfactant-Alternating-Gas).

Co-injection merupakan injeksi gas dan larutan surfaktan secara bersamaan dimana busa dirancang untuk terbentuk/pregenerated di dalam injection tubing dan masuk ke dalam formasi yang terbentuk tidak jauh dari wellbore.

Sedangkan metode SAG (Surfactant-Alternating-Gas) merupakan injeksi gas dan larutan surfaktan secara bergantian (alternating) yang dilakukan dalam beberapa tahapan. Dimana proses ini akan menyebabkan fluktuasi tekanan kapiler karena berulangnya proses

drainage dan imbibition, yang akan menyebabkan terbentuknya busa bertekstur halus (fine) yang umumnya diasosiasikan sebagai busa yang ‘kuat’.

Sama halnya dengan variasi metode injeksi immiscible yang lain, injeksi busa juga akan mengalami gravity segregation secara alami karena terdapat perbedaan densitas antara minyak dan fluida injeksi, dimana fase gas berdensitas rendah cenderung untuk bermigrasi ke atas sedangkan fase air yang berdensitas lebih tinggi cenderung untuk menyusup ke bagian bawah dari reservoir.

(28)
(29)

Universitas Pertamina-15

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Bentuk Penelitian

Menurut Sugiyono (2015:6) metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.

Dalam penelitian ini, bentuk atau metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Menurut Sugiyono (2015:14) metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistic dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Penggunaan metode kuantitatif dalam penelitian ini adalah peneliti menggunakan alat bantu analisis seperti software computer untuk mengolah data yaitu aplikasi ECLIPSE. Dimana peneliti ingin mengetahui perbandingan antara metode EOR injeksi CO2 dan injeksi busa. Serta, mengetahui bagaimana pengaruh atau sensitivitas

laju injeksi dan konsentrasi surfaktan yang dipakai dalam memaksimalkan penginjeksian busa untuk meningkatkan perolehan minyak di Lapangan X.

3.2

Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, penulis akan melakukan pengumpulan data dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan referensi yang relevan seperti buku, jurnal, tulisan ilmiah, literatur, surat kabar, makalah, dan internet terkait dengan objek penelitian untuk mendapatkan konsep dan data-data yang relevan dengan permasalahan yang dikaji sebagai penunjang penelitian.

Sumber data primer adalah data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, sedangkan data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2015:309). Menurut Sanusi

(30)

Universitas Pertamina-16

(2013:104), data primer adalah data yang pertama kali dicatat dan dikumpulkan oleh peneliti, sedangkan data sekunder adalah data yang sudah tersedia dan dikumpulkan oleh pihak lain.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkaji data reservoir yang diambil dari laporan penelitian oleh Mohd Emir bin Ismail yang berjudul “Determination the Best Foam Injection Strategy in Ensuring High Hydrocarbon Recovery” Universiti

Teknologi Petronas. Data yang diambil merupakan data reservoir sebagai data sekunder dalam penelitian penulis.

3.3

Metode Analisis Data

Metode atau teknik analisis data menurut Sanusi (2015:115) adalah mendeskripsikan teknik analisis apa yang akan digunakan oleh peneliti untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan, termasuk pengujiannya. Analisis data menurut Sugiyono (2015:335) adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data model Miles dan Huberman (1984) sebagaimana dijelaskan oleh Sugiyono (2015:337), yaitu:

1. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan mencari, mencatat, dan mengumpulkan data sekunder yang merupakan data reservoir oleh Mohd Emir bin Ismail yang berjudul “Determination the Best Foam Injection Strategy in Ensuring High Hydrocarbon Recovery” Universiti Teknologi Petronas.

Adapun data yang dikumpulkan selama penelitian ialah sebagai berikut: a. Data PVT (Tekanan, Suhu, GOR, dan lain-lain)

(31)

Universitas Pertamina-17

c. Data Properti Fluida Reservoir d. Data Produksi Lapangan X

Tabel 3.1 Data Reservoir

No

Parameter

Nilai

Satuan

1 Model Reservoir 15 x 15 x 10 block

2 Each Block Length 100 feet

3 Each Block Width 100 feet

4 Each Block Thickness 20 feet

5 Total in Length & Width 1500 feet

6 Total Thickness 200 feet

7 Bulk Volume 450,000,000 ft3

8 Pore Volume 135,000,000 ft3

9 Depth Top Layer 4200 feet

10 Gas-Oil contact 4173 feet

11 Oil-Water contact 4455 feet

12 Connate water sat 12 %

15 Porosity 30 %

16 Permeability 50 md

17 Bubble point press 1363 psia (Oil)

(32)

Universitas Pertamina-18 19 Reservoir temp 215 0F 20 Wellbore diameter @ 2 7/8” tubing in between 0.5 feet 2. Simulasi

Simulasi dilakukan dengan menggunakan model sintetis dengan bentuk persegi dan ukuran dimensi 15 x 15 x 10, kedalaman datum berada di 4200 feet dengan tekanan 1854 psia. Saturasi air sebesar 0.12 dan saturasi gas 0.0, maka saturasi minyak pada reservoir ini diketahui sebesar 0.88 dengan properti tiap

layer dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2 Data Properti Reservoir

Layer Permeabilitas Horizontal Permeabilitas Vertikal Porositas Ketebalan (ft) 1 50 50 0.3 20 2 50 50 0.3 20 3 50 50 0.3 20 4 50 50 0.3 20 5 50 50 0.3 20 6 50 50 0.3 20 7 50 50 0.3 20 8 50 50 0.3 20 9 50 50 0.3 20 10 50 50 0.3 20

(33)

Universitas Pertamina-19

Gambar 3.1 Grid Reservoir oleh FloViz ECLIPSE

3. Sensitivitas Injeksi Busa

Sebelum melakukan perbandingan injeksi antara tahapan Primary, Injeksi CO2, dan Injeksi Busa, terlebih dahulu dilakukan simulasi sensitivitas injeksi busa. Sensitivitas yang dilakukan untuk membandingkan dan mencari (1) Laju Injeksi dan (2) Konsentrasi surfaktan yang paling efektif digunakan di Lapangan X.

Penelitian ini dilakukan dengan pola atau pattern inverted five spots dengan jumlah sumur produksi sebanyak empat buah, dan satu sumur injeksi. Gambar pola pattern tersebut dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut ini:

(34)

Universitas Pertamina-20

Gambar 3.2 Five Spot Pattern

Untuk skenario pengaruh perubahan konsentrasi surfaktan dapat dilihat di tabel 3.3 berikut ini:

Tabel 3.3 Skenario Pengaruh Perubahan Konsentrasi Surfaktan

No. Gas Injection Rate (Mscf/day) Surfactant Concentration

(lb/stb)

Case C1 1600 1

Case C2 1600 2.5

Case C3 1600 5

(35)

Universitas Pertamina-21

Case C5 1600 10

Untuk skenario pengaruh perubahan rate injection dapat dilihat di tabel 3.4 berikut ini:

Tabel 3.4 Skenario Pengaruh Perubahan Rate Injection

No. Gas Injection Rate (Mscf/day) Surfactant Concentration

(lb/stb) Case C1 400 2.5 Case C2 600 2.5 Case C3 800 2.5 Case C4 1000 2.5 Case C5 1200 2.5 Case C6 1400 2.5 Case C7 1600 2.5

4. Perbandingan tahapan Primary, Waterflooding, Injeksi CO2 dan Injeksi Busa

Untuk mengetahui perbandingan terhadap 3 jenis perolehan minyak bumi, yaitu tahapan Primary, Waterflooding, EOR Injeksi CO2, dan EOR Injeksi Busa.

Penelitian tetap memakai pola atau pattern inverted five spots. Untuk skenario masing-masing tahapan dapat dilihat pada tabel 3.5 berikut ini:

(36)

Universitas Pertamina-22

Tabel 3.5 Skenario Simulasi Perbandingan Tahapan Perolehan Minyak Bumi

No. Skenario Keterangan

1 Baseline (No Injection) Dilakukan skenario tanpa adanya injeksi fluida apapun selama 50 tahun dengan

control rate produksi 1500 stb/day dengan BHP sumur sebesar 100 psia.

2 CO2 Injection Dilakukan skenario tanpa adanya injeksi

fluida apapun selama 10 tahun dengan

control rate produksi 1500 stb/day dengan BHP sumur sebesar 100 psia.

Dilanjutkan dengan skenario CO2

Injection selama 20 tahun setelah

waterflooding dengan control rate

produksi 1500 stb/day dan control rate injection 1600 Mscf/day dengan BHP tiap sumur produksi sebesar 100 psia.

3 Foam Injection Dilakukan skenario tanpa adanya injeksi fluida apapun selama 10 tahun dengan

control rate produksi 1500 stb/day dengan BHP sumur sebesar 100 psia.

Dilanjutkan dengan skenario Foam Injection selama 20 tahun setelah

waterflooding dengan control rate

produksi 1500 stb/day dan control rate injection CO2 1600 Mscf/day, serta

konsentrasi surfaktan sebesar 2.5 lb/stb dengan BHP tiap sumur produksi sebesar 100 psia.

(37)

Universitas Pertamina-23

5. Evaluasi Hasil

Hasil yang didapatkan berupa kurva FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) untuk mengetahui recovery factor dari tiap-tiap simulasi yang dilakukan, lalu kurva FOPR (Oil Production Rate vs Time) untuk mengetahui laju produksi minyak setiap tahunnya, dan kurva FPR (Pressure Reservoir vs Time) untuk mengetahui tekanan reservoir selama simulasi berlangsung.

Secara teknisnya, penelitian ini menggunakan alur berpikir sesuai dengan

(38)

Universitas Pertamina-24

No

Yes

Input properti & komponen reservoir

Start

Stop

Pembuatan Grid & Fluid model (sensitivity study) Running Model Nilai Diterima? Input parameter Perbandingan Running Perbandingan Evaluasi dan Rekomendasi

(39)

Universitas Pertamina-25

3.4

Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana atau strategi yang dilakukan untuk dapat menjawab rumusan masalah serta mengontrol variabel yang menjadi fokus penelitian yang digunakan untuk dapat memperoleh bukti-bukti empiris dalam menjawab pertanyaan penelitian. Sehingga, desain penelitian dapat diartikan sebagai rancangan penelitian yang dijadikan pedoman dalam melakukan proses penelitian.

Penelitian ini diawali dengan studi pustaka yang berkaitan dengan berbagai tahapan dan teknis perolehan minyak dan gas bumi. Pada penelitian ini, setelah didapat data yang relevan selanjutnya dilakukan pembuatan grid reservoir yang nantinya digunakan dalam simulasi. Selanjutnya akan ditentukan variabel input dan output yang digunakan dalam software. Output yang didapat merupakan suatu prediksi yang dapat digunakan sebagai dasar dilakukannya produksi minyak bumi dimasa yang akan datang dengan berdasarkan model reservoir yang digunakan pada penelitian.

Tahap selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya (Sugiyono, 2015:345). Pada penelitian ini, kesimpulan awal yang akan dikemukakan oleh peneliti dan didukung oleh data-data yang diperoleh peneliti di saat melakukan simulasi. Jawaban dari hasil penelitian akan memberikan penjelasan dan kesimpulan atas permasalahan penelitian yang diteliti dalam penelitian ini.

(40)
(41)

Universitas Pertamina-27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Simulasi yang Dilakukan

Berikut merupakan daftar simulasi yang dilakukan oleh peneliti menggunakan simulator Black Oil Model Eclipse 100:

1. Baseline (No Injection)

2. Baseline (10 years) + Waterflooding (20 years) + EOR CO2 (20 years)

3. Baseline (10 years) + Waterflooding (20 years) + EOR Foam (20 years)

4. Baseline (10 years) + Waterflooding (20 years) + Sensitivities EOR Foam (20 years)

4.2

Simulasi Sensitivitas EOR Foam

4.2.1 Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan

Tabel 4.1 Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan

No. Gas Injection Rate (Mscf/day) Surfactant Concentration (lb/stb)

Case C1 1600 1

Case C2 1600 2.5

Case C3 1600 5

Case C4 1600 7.5

Case C5 1600 10

Dilakukan skenario tanpa adanya injeksi fluida apapun selama 10 tahun dengan

(42)

Universitas Pertamina-28

dengan skenario Waterflooding selama 20 tahun dan Foam Injection selama 20 tahun dengan control rate produksi 1500 stb/day dengan variasi control rate injection CO2

serta konsentrasi surfaktan dengan BHP tiap sumur produksi sebesar 100 psia.

Pada tahap uji sensitivitas terdapat 2 pengujian yaitu uji penggunaan konsentrasi surfaktan dan rate injeksi gas CO2. Untuk pengujian pertama dilakukannya pengujian

konsentrasi surfaktan dengan menaikkan konsentrasi untuk setiap kasus yang diuji. Setiap kasus akan menghasilkan kurva FOEW (Oil Recovery Factor vs Time), FOPR (Oil Production Rate vs Time), dan FPR (Pressure Reservoir vs Time).

4.2.2 FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan

Gambar 4.1 Kurva FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan

(43)

Universitas Pertamina-29

Tabel 4.2 Hasil FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan

No. Case Description Recovery

1 Case C1 Conc: 1 lb/stb 37.07%

2 Case C2 Conc: 2.5 lb/stb 37.43%

3 Case C3 Conc: 5 lb/stb 37.43%

4 Case C4 Conc: 7.5 lb/stb 37.43%

5 Case C5 Conc: 10 lb/stb 37.41%

Hasil kurva FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) sensitivitas konsentrasi surfaktan menunjukkan bahwa kasus 2 dengan konsentrasi surfaktan sebesar 2.5 lb/stb memberikan hasil recovery factor sebesar 37.43%. Berdasarkan hasil tersebut, konsentrasi 2.5 lb/stb, 5 lb/stb, dan 7.5 lb/stb memberikan persen hasil penyapuan yang sama. Ini menunjukkan bahwa 2.5 lb/stb adalah konsentrasi surfaktan yang optimal dalam menghasilkan recovery factor tertinggi saat dilakukannya injeksi busa di lapangan X.

(44)

Universitas Pertamina-30 4.2.3 FOPR (Oil Production Rate vs Time) Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan

Gambar 4.2 Kurva FOPR (Oil Recovery Rate vs Time) Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan

Tabel 4.3 Hasil FOPR (Oil Recovery Rate vs Time) Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan

No. Case Highest Oil

Rate (STB/Day)

Year Lowest Rate (STB/Day) Year 1 Case C1 448 30 80.76 50 2 Case C2 453 30 90.21 50 3 Case C3 450 30 80.59 50 4 Case C4 447 30 78.32 50 5 Case C5 446 30 78.97 50

(45)

Universitas Pertamina-31

Pada simulasi kasus sensitivitas konsentrasi surfaktan yang sudah disebutkan, perolehan minyak mengalami nilai produksi konstan sebesar 1500 stb/day hingga tahun ke-4 produksi. Penurunan terus terjadi hingga tahun ke-10 dengan nilai produksi sebesar 1.73 stb/day.

Maka dari itu, setelah dilakukan skenario injeksi busa, terjadi peningkatan produksi minyak. Beberapa kasus yang telah di simulasikan menunjukkan bahwa Case C2 memiliki Oil Recovery rate yang lebih stabil dibandingkan dengan kasus yang lain. Perolehan minyak tertinggi terjadi pada tahun ke-30 setelah injeksi sebesar 453 stb/day dengan penurunan pada tahun ke-50 sebesar 90.21 stb/day. Masih lebih tinggi dibandingkan dengan kasus yang lain.

4.2.4 FPR (Pressure Reservoir vs Time) Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan

Gambar 4.3 Kurva FPR (Pressure Reservoir vs Time) Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan

(46)

Universitas Pertamina-32

Tabel 4.4 Hasil FPR (Pressure Reservoir vs Time) Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan

No. Case Initial Pressure (Psia) Final Pressure (Psia)

1 Case C1 604 313

2 Case C2 604 340

3 Case C3 604 341

4 Case C4 604 341

5 Case C5 604 341

Hasil kurva dari Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan terhadap FPR (Pressure Reservoir vs Time) menunjukkan bahwa adanya injeksi busa dengan rate 1600

mscf/day CO2 dan perbedaan konsentrasi surfaktan yang digunakan memberikan

pengaruh pada tekanan reservoir. Terjadinya perubahan tekanan reservoir menyebabkan perolehan minyak dapat berlangsung hingga tahun ke-50.

4.2.5 Sensitivitas Rate Injection

Tabel 4.5 Sensitivitas Rate Injection

No. Gas Injection Rate (Mscf/day) Surfactant Concentration (lb/stb)

Case C1 400 2.5 Case C2 600 2.5 Case C3 800 2.5 Case C4 1000 2.5 Case C5 1200 2.5 Case C6 1400 2.5 Case C7 1600 2.5

(47)

Universitas Pertamina-33

Seperti yang telah disebutkan bahwa pada tahap uji sensitivitas terdapat 2 pengujian yaitu uji penggunaan konsentrasi surfaktan dan rate injeksi gas CO2. Untuk pengujian

kedua dilakukannya pengujian dengan menaikkan dan meng-variasikan rate injeksi gas CO2 untuk setiap kasus yang diuji. Setiap kasus akan menghasilkan kurva FOEW (Oil

Recovery Factor vs Time), FOPR (Oil Production Rate vs Time), dan FPR (Pressure Reservoir vs Time).

4.2.6 FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) Sensitivitas Rate Injection

Gambar 4.4 Kurva FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) Sensitivitas

Rate Injection

Tabel 4.6 Hasil Kurva FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) Sensitivitas Rate Injection

No. Case Description Recovery

1 Case R1 Rate: 400 Mscf/day 35.62%

2 Case R2 Rate: 600 Mscf/day 36.28%

(48)

Universitas Pertamina-34 4 Case R4 Rate: 1000 Mscf/day 36.94%

5 Case R5 Rate: 1200 Mscf/day 37.08%

6 Case R6 Rate: 1400 Mscf/day 37.29%

7 Case R7 Rate: 1600 Mscf/day 37.43%

Hasil FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) sensitivitas Rate Injection

menunjukkan bahwa Case R7 dengan rate injection gas CO2 sebesar 1600 Mscf/day

memberikan hasil recovery factor sebesar 37.43%. Berdasarkan hasil tersebut, penggunaan rate injection 1600 Mscf/day merupakan rate injection yang optimal saat dilakukannya injeksi busa di lapangan X.

4.2.7 FOPR (Oil Production Rate vs Time) Sensitivitas Rate Injection

Gambar 4.5 Kurva FOPR (Oil Production Rate vs Time) Sensitivitas

(49)

Universitas Pertamina-35

Tabel 4.7 Hasil Kurva FOPR (Oil Production Rate vs Time) Sensitivitas Rate Injection

No. Case Highest Oil Rate (STB/Day)

Year Lowest Rate (STB/Day) Year

1 Case R1 278 30 63.57 50 2 Case R2 315 30 79.89 50 3 Case R3 362 30 89.63 50 4 Case R4 381 30 86.54 50 5 Case R5 409 30 78.41 50 6 Case R6 431 30 100.35 50 7 Case R7 453 30 90.21 50

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perolehan minyak mengalami nilai produksi konstan sebesar 1500 stb/day hingga tahun ke-4 produksi. Penurunan terus terjadi hingga tahun ke-10 dengan nilai produksi sebesar 1.73 stb/day.

Maka dari itu, setelah dilakukan skenario injeksi busa, terjadi peningkatan produksi minyak. Beberapa kasus yang telah di simulasikan menunjukkan bahwa Case R7 memiliki Oil Recovery rate yang lebih stabil dibandingkan dengan kasus yang lain. Perolehan minyak tertinggi terjadi pada tahun ke-30 setelah injeksi sebesar 453 stb/day

(50)

Universitas Pertamina-36 4.2.8 FPR (Pressure Reservoir vs Time) Sensitivitas Rate Injection

Gambar 4.6 Kurva FPR (Pressure Reservoir vs Time) Sensitivitas Rate Injection

Tabel 4.8 Hasil Kurva FPR (Pressure Reservoir vs Time) Sensitivitas Rate Injection

No. Case Initial Pressure (Psia) Final Pressure (Psia)

1 Case R1 604 240.28 2 Case R2 604 261.44 3 Case R3 604 282.54 4 Case R4 604 298.87 5 Case R5 604 315.46 6 Case R6 604 346.56 7 Case R7 604 340.19

Hasil dari Sensitivitas Konsentrasi Surfaktan terhadap FPR (Pressure Reservoir vs

(51)

Universitas Pertamina-37

perbedaan konsentrasi surfaktan yang digunakan memberikan pengaruh pada tekanan reservoir. Terjadinya perubahan tekanan reservoir menyebabkan perolehan minyak dapat berlangsung hingga tahun ke-50.

4.3

Simulasi Tahapan Oil Recovery

Tabel 4.9 Simulasi Tahapan Oil Recovery

No. Case Description

1 Natural Production (50 years) No Injection

2 Natural Production (10 years) + Waterflooding (20 years) + EOR CO2

(20 years)

1600 Mscf/Day CO2 Injection Rate

3 Natural Production (10 years) + Waterflooding (20 years) + EOR Foam (20 years)

1600 Mscf/Day CO2 Injection Rate and

2.5 lb/stb Surfactant Concentration

Berikut merupakan daftar simulasi yang dilakukan oleh peneliti menggunakan simulator Black Oil Model Eclipse 100:

1. Baseline (No Injection)

Dilakukan skenario tanpa adanya injeksi fluida apapun selama 50 tahun dengan control rate produksi 1500 stb/day dengan BHP sumur sebesar 100 psia.

2. Baseline (10 years) + Waterflooding (20 years) + EOR CO2 (20 years)

Dilakukan skenario tanpa adanya injeksi fluida apapun selama 10 tahun dengan control rate produksi 1500 stb/day dengan BHP sumur sebesar 100 psia.

Dilanjutkan dengan skenario Waterflooding selama 20 tahun dan CO2

Injection selama 20 tahun dengan control rate produksi 1500 stb/day dan

control rate injection 1600 Mscf/day dengan BHP tiap sumur produksi sebesar 100 psia.

(52)

Universitas Pertamina-38

3. Baseline (10 years) + Waterflooding (20 years) + EOR Foam (20 years)

Dilakukan skenario tanpa adanya injeksi fluida apapun selama 10 tahun dengan control rate produksi 1500 stb/day dengan BHP sumur sebesar 100 psia.

Dilanjutkan dengan skenario Waterflooding selama 20 tahun dan Foam Injection selama 20 tahun dengan control rate produksi 1500 stb/day dan

control rate injection CO2 1600 Mscf/day, serta konsentrasi surfaktan

(53)

Universitas Pertamina-39 4.3.1 Ilustrasi 3D setiap Tahapan Oil Recovery (Saturasi Minyak)

1. Baseline

Gambar 4.7 Tahapan Primary Recovery di Lapangan X

01 Januari 1991 29 Desember 2000

27 Desember 2010 24 Desember 2020

22 Desember 2030 19 Desember 2040

0,29

0,58

0,88

(54)

Universitas Pertamina-40

2. EOR CO2

Gambar 4.8 Tahapan EOR CO2 di Lapangan X

01 Januari 1991 30 Desember 2000

29 Desember 2010 26 Desember 2020

24 Desember 2030 21 Desember 2040

0,29

0,58

0,88

(55)

Universitas Pertamina-41

3. EOR Foam

Gambar 4.9 Tahapan EOR Foamdi Lapangan X

01 Januari 1991 31 Desember 2000

29 Desember 2010 26 Desember 2020

24 Desember 2030 21 Desember 2040

0,29

0,58

0,88

(56)

Universitas Pertamina-42 4.3.2 FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) Tahapan Oil Recovery

Gambar 4.10 Kurva FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) Tahapan

Oil Recovery

Tabel 4.10 Hasil Kurva FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) Tahapan Oil Recovery

No. Case Description Recovery

1 Natural Production (50

years)

No Injection 18%

2 Natural Production (10

years) + Waterflooding (20

years) + EOR CO2 (20 years)

1600 Mscf/Day CO2 Injection

Rate

35.65%

3 Natural Production (10 years) + Waterflooding (20 years) + EOR Foam (20 years)

1600 Mscf/Day CO2 Injection

Rate and 2.5 lb/stb Surfactant Concentration

37.69%

Hasil kurva FOEW (Oil Recovery Factor vs Time) sensitivitas Rate Injection

menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi surfaktan pada Case C2 yaitu 2.5

FOAM

CO2

(57)

Universitas Pertamina-43

lb/stb dan Case R7 dengan rate injection gas CO2 sebesar 1600 Mscf/day

memberikan hasil recovery factor sebesar 37.69%. Berdasarkan hasil tersebut, penggunaan rate injection 1600 Mscf/day dan konsentrasi surfaktan 2.5 lb/stb merupakan rate injection dan konsentrasi surfaktan yang optimal saat dilakukannya injeksi busa di lapangan X.

4.3.3 FOPR (Oil Production Rate vs Time) Tahapan Oil Recovery

Gambar 4.11 Kurva FOPR (Oil Production Rate vs Time) Tahapan Oil Recovery

Tabel 4.11 Hasil Kurva FOPR (Oil Production Rate vs Time) Tahapan Oil Recovery

No. Case Highest Oil

Rate (STB/Day)

Year Lowest Rate (STB/Day) Year 1 Natural Production (50 years) 1500 1 3,60 50 FOAM CO2 Baseline

(58)

Universitas Pertamina-44 2 Natural Production (10 years) + Waterflooding (20 years) + EOR CO2 (20 years) 489 30 44.42 50 3 Natural Production (10 years) + Waterflooding (20

years) + EOR Foam (20 years)

468 30 81.62 50

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perolehan minyak mengalami nilai produksi konstan sebesar 1500 stb/day hingga tahun ke-4 produksi. Penurunan terus terjadi hingga tahun ke-10 dengan nilai produksi sebesar 1.73

stb/day.

Maka dari itu, setelah dilakukan skenario tahapan recovery, terjadi peningkatan produksi minyak. Beberapa kasus yang telah di simulasikan menunjukkan bahwa Natural Production (10 years) + Waterflooding (20 years) + EOR Foam (20 years) memberikan penurunan kurva yang lebih landai jika dibandingkan dengan tahapan recovery EOR CO2.

(59)

Universitas Pertamina-45 4.3.4 FPR (Pressure Reservoir vs Time) Tahapan Oil Recovery

Gambar 4.12 Kurva FPR (Pressure Reservoir vs Time) Tahapan Oil Recovery

Tabel 4.12 Hasil Kurva FPR (Pressure Reservoir vs Time) Tahapan Oil Recovery

No. Case Initial Pressure

(Psia)

Final Pressure (Psia)

1 Natural Production (50 years) 1824 103.6 2 Natural Production (10 years) +

Waterflooding (20 years) + EOR CO2 (20 years)

604 196

3 Natural Production (10 years) + Waterflooding (20 years) + EOR

Foam (20 years)

604 335

Baseline

FOAM

(60)

Universitas Pertamina-46

Hasil kurva dari sensitivitas konsentrasi surfaktan terhadap FPR (Pressure Reservoir vs Time) menunjukkan bahwa adanya injeksi CO2 dan injeksi busa

memberikan pengaruh yang cukup signifikan. Terjadinya perubahan tekanan reservoir menyebabkan perolehan minyak dapat berlangsung hingga tahun ke-50.

Rate Injection Maximum

F 0.65 x depth (ft)

= 0.65 x 4200 ft = 2730 psia

(61)
(62)

Universitas Pertamina-48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Injeksi busa menunjukkan angka recovery factor 37.69% sedangkan injeksi

CO2hanya 35.65% pada periode injeksi masing-masing 20 tahun. Injeksi busa memiliki angka recovery factor yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan injeksi CO2 di Lapangan X.

2. Penggunaan konsentrasi surfaktan 2.5 pound per stock tank barrel

mendapatkan angka perolehan minyak tertinggi yaitu 37.69% di Lapangan X selama periode 20 tahun injeksi busa.

3. Penggunaan tingkat injeksi gas CO2 untuk pencampuran dengan surfaktan dalam pembentukkan busa yaitu 1600 Mscf per day merupakan rate paling stabil untuk mendapatkan angka perolehan minyak tertinggi di Lapangan X yaitu 37.69%

5.2 Saran

1. Diperlukan kelengkapan data lapangan sehingga nilai yang didapat bisa sesuai atau mendekati nilai sebenarnya.

2. Diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai faktor geologi suatu reservoir terhadap sensitivitas injeksi busa.

3. Diperlukan pembahasan tentang keekonomisan guna menentukan pemilihan skenario agar segala pertimbangan dapat diperhitungkan dengan baik.

(63)
(64)

Universitas Pertamina- 50

DAFTAR PUSTAKA

Budi, I. S., Rudiyono, A., & Pramana, A. (2019). Injeksi Foam Sebagai Tertiary Oil Recovery. Jakarta: Universitas Pertamina.

Dalland, M., and Hanssen, J.E. (1996). Foam Application in North Sea Reservoirs, II: Efficient Selection of Products for Field Use. SPE/DOE 35375.

Ismail, M. E. (2014). Determination of The Best Foam Injection Strategy in Ensuring High Hydrocarbon Recovery. Tronoh, Perak: Universiti Teknologi Petronas.

Schlumberger, (2015). ECLIPSE Technical Description and Reference Manual. Sheng, J.J. (2013). Enhanced Oil Recovery: Field Case Studies. Elsevier, 140-143.

Taber, J.J., Martin, F.D. (1996). EOR Screening Criteria Revisited – Part 1: Introduction to Screening Criteria l. Proceeding Society of Petroleum Engineers, Paper SPE 35385.

(65)
(66)

Universitas Pertamina- 52

LEMBAR BIMBINGAN TUGAS AKHIR

(67)
(68)
(69)
(70)
(71)

Universitas Pertamina- 57

LAMPIRAN

(72)
(73)
(74)
(75)

Gambar

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian
Tabel 2.1 Properti busa untuk setiap mode injeksi (M.Dalland & E.Hanssen, 1996)
Gambar 2.3. Pengaruh permeabilitas absolut membatasi saturasi air (Sheng, 2013)     Dari gambar 2.3
Tabel 3.1 Data Reservoir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Objek penelitiannya adalah aspek kepribadian tokoh utama yang terdapat dalam Novel Rinai Kabut Singgalang karya Muhammad Subhan dengan tinjauan psikologi sastra

Menggambarkan tentang takdir Allah dan keputusan Allah terhadap suatu makhluknya sebagai keimanan yang harus disyukuri dan diteladani dalam rangka menghargai

Sudah semestinya setiap Pemrakarsa kegiatan bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan dari kegiatannya, sehingga perlu melakukan tindakan perbaikan jika menjumpai pelaksanaan RKL

Dalam Pembelajaran Seni Tari Tradisional Di SD Negeri Pekauman 1 Kota Tegal”. Tujuan dari penelitian Meliga untuk mengetahui presentase minat siswa terhadap seni tari

Memeriksa apakah semua informasi (entitas, relasi, dan atribut) yang dibutuhkan oleh setiap transaksi telah disediakan oleh model, dengan mendokumentasikan

Dengan kegiatan membaca teks pada Power Point peserta didik dapat menganalisis gagasan pokok dan gagasan pendukung yang didapat dari teks tulis pada buku siswa

Demi pengembangan ilmu pengetahuan daya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : ANALISIS PERAN MATA KULIAH SISTEM INFORMASI