Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VIII, Januari - Juni 2010
1
PENERAPAN ANALISIS LATEN KLAS UNTUK PENGELOMPOKAN INDIVIDU
(Studi Kasus: Pengelompokan Pasien Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah
Dengue (DBD) RSCM Jakarta)
(Applied Latent Class Analysis to Cluster Individual)
Oleh : Bonifasius MH NainggolanDosen STEIN, Jakarta
Abstract
This research is aim to see the application of latent class analysis to cluster the measured objects with qualitative and quantitative variable for the grouping of DD/DBD patients based on clinical phenomena and comparing the result with the WHO standard. The patients being researched are 252 patients who have been declared to be DD/DBD positive from the medical records of RSCM patients. By comparing the result of clustering the DD/DBD patients using WHO standard and using the latent class analysis, it can be seen that the patients in cluster 1 shows similarities in the characteristics as the DD patients with WHO standard and cluster 2 and cluster 3 shows similarities with the DBD patients. The level of similarities of the latent class model to cluster DD/DBD patients is quite high, comparing it to the WHO standard. From the high level of similarities, the latent class analysis can be used as a device to cluster DD/DBD patients. Based on clinical phenomena, a patient generally has got a greater chance of becoming cluster 1 with DD characteristics, except for the patients who have petekie, melena and having deltahematokrit 20%. In the latter case patient has a greater chance to be cluster 2 with DBD characteristics.
Keywords: Latent Class Analysis, WHO Standard, EM Algorithm, BIC,Local Independence
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
Analisis gerombol (cluster analysis)
merupakan suatu metode pengelompokan satuan objek pengamatan menjadi beberapa kelompok objek pengamatan berdasarkan peubah-peubah yang dimiliki sedemikian hingga objek-objek yang terletak dalam kelompok yang sama relatif lebih homogen dibandingkan dengan objek-objek pada kelompok yang berbeda. Selama ini, penggerombolan yang umum digunakan berbasis ukuran jarak sebagai basis penggerombolan, di mana peubah pengamatannya merupakan peubah kuantitatif. Metode berbasis ukuran jarak ini terdiri dari metode penggerombolan berhirarki, diantaranya: metode pautan tunggal, metode pautan lengkap, metode pautan rataan, metode terpusat dan metode Ward serta metode pengelompokan tak berhirakhi, diantaranya misalnya metode K-rataan (Danerberg 1973).
Pada kasus-kasus tertentu, individu/ objek pengamatan diukur dengan peubah kualitatif, baik dengan skala nominal maupun ordinal. Pada data tersebut, penggerombolan dengan metode klasik seperti K-rataan atau metode lain yang telah disebutkan sebelumnya kurang tepat diterapkan. Hal ini dapat memberikan hasil penggerombolan yang keliru sehingga
menghasilkan kesimpulan yang kurang tepat. Terdapat metode lain untuk menggerombolkan individu dengan peubah kualitatif (kategorik) adalah dengan Analisis Laten Klas (Latent Class Analysis) yang selanjutnya disingkat dengan ALK.
ALK merupakan suatu teknik statistik untuk analisis dari data kategorik, di mana objek-objek diasumsikan sebagai milik dari salah satu himpunan k-laten klas, dalam hal ini banyaknya klaster/gerombol dan ukurannya tidak diketahui sebelumnya. ALK menggambarkan hubungan antara suatu himpunan peubah pengamatan dengan peubah laten. Kategori dari peubah laten disebut laten klas atau klaster.
ALK pertama sekali diperkenalkan oleh Lazarfeld dan Henry (1968) untuk peubah
dikotomous. Pada model ALK penggerombolan objek dimungkinkan dilakukan pada peubah campuran, mencakup peubah kategori (nominal dan ordinal) dan peubah kontinu ( Vermunt & Magidson 2001). Oleh karena itu penerapan ALK untuk mengelompokan individu dengan peubah kategori maupun peubah kontinu menjadi suatu hal yang perlu dan menarik untuk dikaji.
Demam Dengue (DD) adalah penyakit
febris-virus akut, dengan gejala minimal dua dari gejala sebagai berikut: sakit kepala, nyeri
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VIII, Januari - Juni 2010
2
retro-orbital (nyeri sekitar leher), mialgia
(pegal-pegal), artralgia (nyeri sendi tulang), ruam, manifestasi perdarahan, leucopenia
(WHO 1997). Demam Berdarah Dengue (DBD) suatu penyakit yang lebih parah dari DD, yang ditandai oleh gejala utama: demam, atau riwayat demam akut, berlangsung 2-7 hari, kadang bifasik, ditambah dengan kecenderungan perdarahan, dibuktikan sedikitnya dengan satu hal berikut: tes tourniket positif, petekie, ekimosis atau purpura, perdarahan dari mukosa, saluran
gastrointestinal, tempat injeksi atau lokasi lain, hematemesis atau melena. Selain dari pada itu kadar trombosit penderita kurang atau sama dengan 100.000 sel per mm3, terjadinya peningkatan hematokrit lebih besar atau sama dengan 20% di atas rata-rata usia, jenis kelamin, dan populasi dan penurunan hematokrit setelah tindakan penggantian volume lebih besar atau sama dengan 20% data dasar (WHO 1997).
Selama ini pengelompokan pasien DD/ DBD hanya berdasarkan standar WHO (World Health Organization) dengan cukup banyak peubah yang mencirikan gejala. Penerapan teknik-teknik statistika memungkinkan untuk menganalisis pengelompokan pasien yang diukur dengan peubah kualitatif dan kuantitatif yang selanjutnya dapat digunakan sebagai pembanding.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menerapkan ALK untuk
penggerombolan objek yang diukur dengan peubah kualitatif dan kuantitatif. 2. Menyusun model dengan ALK pada
kasus pasien yang terkena DD/DBD berdasarkan beberapa gejala klinis. 3. Membandingkan hasil model ALK
dengan hasil pengelompokkan menurut standar WHO dalam pengelompokkan pasien DD/DBD.
BAHAN DAN METODE Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini merupakan data rekam medis pasien yang diduga menderita DD/DBD dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta tahun 2008. Data pasien yang diteliti sebanyak 252 pasien yang dinyatakan positip menderita DD/DBD, yang dikumpulan pada bulan April– Mei 2009. Peubah-peubah yang diamati dalam penelitian ini antara lain: sakit kepala (, pegal-pegal (, nyeri sendi tulang (,
rumple leede (, bintik merah (,
mimisan(, buang air besar hitam (, leukosit di bawah normal (, perubahan kadar hematokrit (delta hematokrit) dan kadar trombosit terendah ( di dalam darah. Peubah sampai dengan merupakan peubah kategori (0= tidak; 1=ya), (1<5000, 0
5000) sedangkan peubah dan merupakan peubah kontinu hasil pengukuran laboratorium. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah microsoft excel, SPSS versi 15 dan Latent Gold versi 4.0. Metode
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Mengumpulkan rekam medis pasien yang dinyatakan positip DD/ DBD di RSCM. 2. Menyusun data pasien dari hasil rekam
medis.
3. Mengelompokkan pasien menjadi kategori DD/ DBD berdasarkan standar WHO (1997) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pasien termasuk kategori Demam Dengue (DD): Minimal ada 2 dari
berdasarkan
gejala klinis dan hasil tes laboratorium (leukosit) dinyatakan menderita positip (ya=1) dan 20% dan 100000/, di mana
b. Pasien termasuk kategori Demam Berdarah Dengue (DBD): Minimal ada
2 dari
berdasarkan gejala klinis dan hasil tes laboratorium (leukosit) dinyatakan positip (ya=1) dan 20% dan 100000/
c. Di luar ketentuan pasien tidak termasuk DD maupun DBD.
4. Analisis deskripsi data pasien berdasarkan usia pasien, lama pasien menderita demam sebelum masuk rumah sakit, lama pasien dirawat di rumah sakit.
5. Menerapkan ALK untuk mengelompokan pasien di RSCM berdasarkan model:
a. : Peubah Biner,
untuk peubah ini diambil nilai 0 dan 1 yang mengikuti sebaran Bernoulli berganda dengan sebaran peluang: "#|%& ' ∑+ )&*|%& '
&,
∑ )&∏ %2 *&./1 0 %*&1./
*, +
&,
%*&' peluang suatu objek pada klaster K. Jumlah parameter M=(K-1)+K*p, derajat kebebasan (df) adalah DF(K) =23-M-1, p=jumlah peubah.
b. : Peubah kuantitatif (Normal): Fungsi sebaran peluang bergandanya adalah:
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VIII, Januari - Juni 2010
3
"#|4&, 5* ' ∑+&,)&∏ 2)1 6 75*1 6 7 2 *, 809/7∑ *2*, 0 4*&: (2)4*& adalah lokasi parameter dari peubah kontinu xi dalam klaster K; 5*:
ragam dari peubah ke i. Jumlah parameter (2p+1)K-1.
6. Pendugaan Parameter
Metode utama menduga parameter-parameter pada ALK adalah Maximum Likelihood (ML) dan metode Newton Raphson. Fungsi log-likelihood yang disyaratkan pada pendekatan ML dapat diturunkan dari fungsi kepadatan peluang yang mendefenisikan model. Vektor indikator yan tidak diketahui dari K klaster memiliki bentuk likelihood lengkap seperti berikut: =>|, ? ' ∑ ∑+ ?#& &, @ *, log )&*|%& (3) Dinotasikan ? ' ?, … , ?+ dengan ?&' ?&, … , ?@& dan zik =1 jika xi muncul
dari klaster k, zik=0 untuk lainnya. Log
likelihood lengkap di atas dimaksimumkan menggunakan EM algoritma (Ekspektasi Maksimum) dengan kendala ∑+&,)&' 1. Persamaan EM dari bentuk log likelihood dengan titik awal >' E), %, 4, 5. Setiap lingkaran algoritma EM terdiri dari dua langkah, yaitu pada langkah ekspektasi (E) dan pemaksimalan (M), dengan tahapan:
1) Defenisikan nilai awal >' E), %, 4, 5F.
2) Hitung
3) Tahapan E: Dihitung GHI|#J, K ' 1, … , I ' 1, … , Ldi mana GHI|#Jadalah peluang bersyarat yang menyatakan # muncul dari K, di mana:
GHI|#J' MNOPQE.R,SNOFP
∑UTV6MNTPQE.R,SNTFP
(4) 4) Tahapan M: Disesuaikan penduga
parameter yang baru: )W&'
∑XRV63H&|.R
@
(5)
Pendugaan peluang bersyarat yaitu xi=1 klaster K peubah biner:
%W&'∑ ./Y3H&|.R
X RV6
@MNO
Penduga parameter untuk peubah kuantitatif (normal) :
Rataan dari klaster K: 4̂*& ' ∑ ./R[3H&|.R
@MNO
@
#, Varians (diasumsikan konstan) pada
setiap klaster:
5W*'∑XRV6∑OOV6./R1\N/O73H&|.R
∑X/V6∑UOV63H&|.R
Ulangi tahap 2 dan 3 sampai konvergen 5) Pada saat EM algoritma telah memiliki solusi yang optimal, program dialihkan ke metode Newton-Raphson, yang dimulai dari suatu himpunan parameter >.
>H]' >H]10 ^_1
Pada setiap iterasi, dinotasikan sebagai vektor gradien dari fungsi log likelihood ke semua parameter yang dievaluasi pada >H]1. H adalah matrik
Heissian yang berisi turunan kedua dari seluruh parameter dan ^ adalah skalar yang menotasikan ukuran tahapan. Lebih tepat, ketika suatu standar Newton-Raphson disesuaikan 0_1 menghasilkan suatu penurunan dari log likelihood, tahapan ukuran dikurangi hingga tidak panjang. Matriks 0_1 dievaluasi sampai menghasilkan >H akhir.
7. Menetapkan jumlah klaster dengan mengacu pada nilai BIC (Bayesian Information Criterion) (Fraley & Raftery 1998), dengan formulasi:
`abcc' 02 ln == e f ln g N adalah banyaknya pengamatan, dan M adalah jumlah parameter, LL adalah log-likelihood.
8. Memeriksa Asumsi Kebebasan Lokal: Asumsi kebebasan lokal pada model ALK dipenuhi jika nilai BVR<3.84 (Vermunt & Magidson 2005). Untuk memodifikasi model agar memiliki pendekatan lebih baik dibanding model dasar apabila nilai BVR tidak terpenuhi dilakukan dengan menambahkan satu atau lebih pengaruh langsung (direct effect)
9. Membandingkan hasil pengelompokan antara ALK dengan hasil WHO.
10.Menunjukkan besaran peluang posterior dan keanggotaan klaster setiap pasien/objek pada model dengan ALK
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VIII, Januari - Juni 2010
4
11. Menentukan peluang keanggotaan pasienantar klaster berdasarkan gejala klinis dengan ALK.
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data
Menurut standar WHO (1997), ke 252 pasien tersebut diklasifikasikan 161 orang (63.89%) penderita DD, 76 orang (30.16%) penderita DBD, 15 orang (5.95%) pasien tidak termasuk DD maupun DBD (Non DD/DBD).
Tabel 1 menginformasikan bahwa usia rata-rata pasien non DD/ DBD lebih tinggi dari 2 kelompok lain (28.27 tahun). Lama demam pasien sebelum masuk rumah sakit antar ke-3 kelompok pasien tersebut relatif sama, yaitu sekitar 4 hari. Pasien penderita DBD lebih lama menjalani perawatan di rumah sakit dibandingkan dengan dua kelompok lain, lama perawatan di rumah sakit penderita DBD rata-ratanya adalah 7.58 hari.
Tabel 1 Statistik Deskriptif Pasien DD, DBD dan Non DD/ DBD RSCM
Keterangan DD DBD Non DD/ DBD
Usia (tahun)
hi 26.59 26.37 28.27
i 5.01 8.51 14.60
Lama Demam (hari)
hj 4.17 4.20 4.07
j 1.19 1.42 1.39
Lama Perawatan (hari)
hk 6.17 7.58 4.67
k 2.07 3.13 1.23
Analisis Laten Klas untuk Pengklasteran Pasien DD/ DBD RSCM
Tabel 2 menyajikan berbagai variasi model ALK dengan seluruh peubah berdasarkan jumlah klaster. Dari hasil pemeriksaan nilai BIC pada model 6 klaster awal diperoleh informasi bahwa nilai BIC pada model 1 sampai 3 klaster mengalami penurunan, pada model 4 sampai 6 klaster nilai BIC kembali mengalami peningkatan. Dengan demikian nilai BIC terkecil ditemukan pada model 3 klaster (BIC=6218.6677).
Langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan gangguan kebebasan
lokal pada model 3 klaster dengan melakukan alternatif pengaruh langsung (direct effect) pada pasangan peubah dengan BVR terbesar, yaitu nyerisenditulang dan pegal-pegal, sehingga diperoleh model terbaik adalah model 9 dengan BIC =6188.8418 setelah melalui 3 kali proses pengaruh langsung, yaitu: model 3
klaster+pengaruh langsung
nyerisenditulang*pegal-pegal (3-klaster+1pengaruh langsung), model 3 klaster+2pengaruh langsung dengan nilai BIC=6191.6545, dan model 3 klaster + 3 pengaruh langsung dengan BIC=6188.8418. Dari hasil pemeriksaan, pada model 9 tidak ditemukan adanya gangguan kebebasan lokal. Tabel 2 Hasil Analisis Klaster dengan seluruh peubah
No Model Model LL BIC(LL) AIC(LL) Npar
1 1-Klaster -3237.5166 6541.3864 6499.0332 12 2 2-Klaster -3054.1986 6246.6330 6158.3973 25 3 3-Klaster -3004.2747 6218.6677 6084.5494 38 4 4-Klaster -2973.0568 6228.1144 6048.1136 51 5 5-Klaster -2952.9813 6254.8051 6028.9217 64 6 6-Klaster -2935.4284 6296.6128 6024.8468 77 7 3-Klaster+1 pengaruh langsung -2993.5726 6202.7929 6065.1452 39 8 3-Klaster+2pengaruh -2985.0387 6191.2545 6050.0773 40
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VIII, Januari - Juni 2010
5
langsung 9 3-Klaster+3pengaruh langsung -2981.0676 6188.8418 6044.1352 41 10 3-Klaster+4 pengaruh langsung -2979.1807 6190.5975 6042.3614 42Perbandingan klasifikasi pasien DD/DBD RSCM antara standar WHO dengan Analisis Laten Klas
Dengan membandingkan hasil antara standar WHO dengan ALK untuk mengelompokan pasien penderita DD dan DBD, pasien pada klaster 1 hasil ALK menggambarkan ciri-ciri penderita DD pada
standar WHO seperti disajikan pada Tabel 3. Ini dapat diketahui dari adanya kesamaan ciri-ciri keduanya seperti gejala sakit kepala, pegal-pegal, nyeri sendi tulang, pendarahan rumple leed, bintik merah, mimisan, BAB hitam, maupun kadar Leukosit dalam darah. Pasien yang Non DD/ DBD juga dicirikan oleh klaster 1 pada ALK.
Tabel 3 Perbandingan klasifikasi pasien DD/DBD RSCM antara standar WHO dengan Analisis Laten Klas
Standar WHO (%) Analisis Laten Klas (%)
DD DBD
Non
DD/DBD Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Ukuran Klaster 63.89 30.16 5.95 62.70 27.80 9.49 Indikator T 20.50 5.26 33.33 22.35 9.36 0.51 Y 79.50 94.74 66.67 77.65 90.64 99.49 T 36.65 17.11 20.00 37.19 12.41 31.48 Y 63.35 82.89 80.00 62.81 87.59 68.52 T 36.65 18.42 33.33 37.16 27.27 0.76 Y 63.35 81.58 66.67 62.84 72.73 99.24 T 83.23 84.21 100.00 85.23 80.29 92.26 Y 16.77 15.79 0.00 14.77 19.71 7.74 T 60.87 7.89 100.00 69.17 13.52 0.94 Y 39.13 92.11 0.00 30.83 86.48 99.06 T 93.79 92.11 100.00 94.48 91.94 93.15 Y 6.21 7.89 0.00 5.52 8.06 6.85 T 98.14 93.42 93.33 98.07 95.47 88.43 Y 1.86 6.58 6.67 1.93 4.53 11.57 50004m 13.04 9.21 20.00 13.02 11.78 9.09 50004m 86.96 90.79 80.00 86.98 88.22 90.91 (%)
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VIII, Januari - Juni 2010
6
Mean 10.89 39.70 9.60 10.48 27.07 57.41
(ribu/)
Mean 48.80 32.31 114.47 56.72 38.58 14.74
Klaster 2 dan klaster 3 pada ALK mencirikan penderita DBD pada standar WHO, hal ini dibuktikan dengan adanya kesamaan ciri mulai dari sakit kepala, pegal-pegal, nyeri sendi tulang, rumple leed, bintik merah, mimisan, BAB hitam, dan Leukopenia.
Kesesuaian hasil klaster ALK untuk mengelompokan pasien DD/ DBD dengan standar WHO yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pasien DD dan klaster 1 ada 153 pasien (60.71%), pasien non DD/DBD dan klaster 1 ada 15 pasien (5.95%) sedangkan pasien DBD dan klaster 1 tidak ada. Pasien DD dan klaster 2 ada 8 pasien (3.17%), pasien DBD dan klaster 2 ada 57 pasien (22.62%), sedangkan non DD/DBD dan klaster 2 tidak ada. Pasien klaster3 dan DBD ada 19 pasien (7.54%)
Jika jumlah pasien klaster1, 2 dan 3 disesuaikan berdasarkan pengelompokan
standar WHO ditemukan bahwa dari 168 pasien pada klaster 1, (91.07%) merupakan pasien DD dan 15 pasien (8.93%) penderita non DD/ DBD, dan tidak ada pasien (0%) pada klaster 1 penderita DBD. Dari 65 pasien yang masuk kelompok klaster 2, 8 pasien (12.31%) merupakan pasien DD, 57 pasien (87.69%) merupakan pasien DBD, sedangkan yang masuk kriteria non DD/ DBD tidak ada. Dari hasil pemeriksaan lanjutan, 8 pasien yang masuk kriteria DD pada klaster 2 adalah pasien yang memiliki deltahematokrit mendekati 20% selama menjalani rawat inap. Pada klaster 3, dari 19 pasien yang ada seluruhnya adalah pasien penderita DBD. Tingkat kesesuaian klaster 1 untuk mengelompokan pasien DD (91.07%), klaster 2 mengelompokan pasien DBD (87.69%), dan klaster 3 seluruhnya penderita DBD.
Tabel 4: Kesesuaian keanggotaan klaster antara standar WHO dengan ALK
Standar WHO Total
DD DBD Non DD/DBD
ALK Klaster 1 153 (60.71%) 0 (0%) 15(5.95) 168(66.67%)
Klaster 2 8(3.17%) 57 (22.62%) 0 (0%) 65(25.79%)
Klaster 3 0 (0%) 19(7.54%) 0 (0%) 19(7.54%)
Total 161(63.89%) 76 (30.16%) 15 (5.85%) 252 (100%)
Peluang antar klaster pasien dengan Analisis Laten Klas
Peluang seorang pasien menjadi anggota klaster disajikan pada Tabel 5. Gambar 1 dan 2 menggambarkan kesesuaian koordinat Barycentrik yang ditunjukkan model ALK untuk 3 klaster. Titik-titik pada Gambar 1 umumnya berada pada dimensi horizontal dari gambar yang sebarannya memiliki kecenderungan ke klaster 1, ini memberikan informasi peluang pasien anggota klaster 1 lebih besar dibandingkan klaster 2 dan klaster 3. Bagian sebelah kiri vertikal pada Gambar 1 cenderung kosong memberikan arti pasien yang menjadi anggota klaster 3 jauh lebih kecil dibandingkan lainnya.
Pasien yang merasakan gejala sakit kepala, cenderung ke klaster 1 (58.49%). Hal yang sama terjadi pada pasien yang merasakan pegal-pegal, nyeri sendi tulang dan mengalami pendarahan rumple leed. Dari Gambar 1, pasien yang merasakan sakit kepala dan nyeri
senditulang posisinya saling berdekatan, keduanya berada di atas garis horizontal dan mendekati titik pusat gambar yang memiliki kecenderungan ke klaster 1, tetapi masih ada menyebar ke klaster 2 dan 3.
Pasien yang merasakan pegal-pegal, mimisan dan rumple leed pada Gambar 1 dan 2 posisinya saling berdekatan, di atas garis horizontal gambar. Pasien yang mengalami gejala ini memiliki kecenderungan ke klaster 1. Pasien yang tidak mengalami rumple leed dan mimisan peluangnya relatif sama ke klaster 2 dan 3. Pasien yang mengalami pendarahan bintik merah peluangnya lebih besar ke klaster 2 (45.57%). Dari sisi grafik, pasien yang mengalami bintik merah di badan berada di atas garis horizontal dan mengarah ke sebelah kanan Gambar 1, artinya pasien ini cenderung ke klaster 2. Pasien yang tidak mengalami pendarahan bintik merah, peluangnya ke klaster 1 adalah 92.06 %, informasi ini memberikan arti bahwa pasien yang tidak mengalami pendarahan
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VIII, Januari - Juni 2010
7
bintik merah peluangnya kecil ke klaster 3, jikadilihat pada Gambar 1, pasien yang tidak mengalami bintik merah tepat berada pada garis horizontal yang mendekat ke klaster 1.
Pasien yang mengalami BAB hitam cenderung memiliki peluang yang sama ke-3 klaster. Peluang terbesar BABhitam adalah ke
klaster 2 (35.40%). Gambar 2 menyajikan pasien yang mengalami BABhitam cenderung mengarah ke tengah gambar, artinya peluang pasien tersebut cenderung sama kepada ketiga klaster. Pasien yang mengalami Leukopenia, peluang ke klaster 1 (62.19%) lebih besar dibanding dua klaster lainnya.
Tabel 5 : Peluang antar klaster pasien dengan Analisis Laten Klas
Standar WHO (%) Analisis Laten Klas (%)
DD DBD
Non
DD/DBD Klaster1 Klaster2 Klaster3
Seluruhnya 63.89 30.16 5.95 62.70 27.80 9.49 Indicator T 78.57 9.52 11.90 84.25 15.59 0.16 Y 60.95 34.29 4.76 58.40 30.24 11.36 T 78.67 17.33 4.00 78.43 11.52 10.05 Y 57.63 35.59 6.78 56.05 34.70 9.26 T 75.64 17.95 6.41 75.39 24.51 0.10 Y 58.62 35.63 5.75 57.03 29.28 13.70 T 62.91 30.05 7.04 63.23 26.40 10.37 Y 69.23 30.77 0.00 59.85 35.46 4.69 T 82.35 5.04 12.61 92.06 7.88 0.06 Y 47.37 52.63 0.00 36.52 45.57 17.91 T 63.98 29.66 6.36 63.26 27.29 9.44 Y 62.50 37.50 0.00 54.45 35.30 10.25 T 65.02 29.22 5.76 63.78 27.52 8.70 Y 33.33 55.56 11.11 33.78 35.24 30.99 50004m 67.74 0.22.58 9.68 66.38 26.63 6.99 50004m 63.35 0.31.22 5.43 62.19 27.96 9.85 (%) 2.244 - 13.67 91.27 00.00 8.73 94.59 5.32 0.08 13.75 - 191.8 36.51 60.32 3.17 31.02 50.21 18.77 (ribu/) 2-41 57.14 42.86 00.00 47.08 34.01 18.91 42 – 137 70.63 17.46 11.90 78.45 21.55 00.00
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VIII, Januari - Juni 2010
8
Gambar 2 memberi informasi, pasien yang mengalami leukopenia berada di atas horizontal, mengarah ke sebelah kiri dan berdekatan dengan titik pusat gambar, begitu juga terjadi pada pasien yang tidak mengalami leukopenia, berarti pasien yang mengalami leukopenia peluangnya paling besar ke klaster 1.Gambar 1: Koordinat Baricentrik model dengan tiga klaster peubah
Dari perubahan deltahematokrit pasien, tabel 5 menginformasikan pasien dengan deltahematokrit 13.75-191.8% memiliki peluang lebih besar ke klaster 2 (50.21%). Pasien dengan deltahematokrit 2.244-13.67% peluangnya ke klaster 1 adalah 94.59%, sedangkan peluangnya ke klaster 3 tidak ada, berarti pasien dengan ciri-ciri tersebut umumnya berada pada klaster 1.
Gambar 2: Koordinat Baricentrik model dengan tiga klaster peubah SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengelompokan pasien klaster 1 dari hasil ALK memiliki ciri-ciri yang mirip dengan penderita DD berdasarkan standar WHO, klaster
2 dan klaster 3 memiliki ciri-ciri yang mirip dengan penderita DBD.
Tingkat kesesuaian model ALK untuk pengelompokan penderita DD/ DBD cukup tinggi dengan dengan standar WHO. Dari
Cluster1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Cluster2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Cluster3 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 T Y T Y T Y T Y T X_1 X_2 X_3 X_4 Y X_5 Cluster1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Cluster2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Cluster3 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 T Y T Y <5000 2.244 - 13.67 2 - 41 42 - 137 X_6 X_7 X_10 >= 5000 X_8 13.75 - 191.8 X_9
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VIII, Januari - Juni 2010
9
tingginya tingkat kesesuaian tersebut, modelALK dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mengklaster penderita DD/DBD.
Berdasarkan gejala klinis pasien, umumnya pasien memiliki peluang lebih besar menjadi anggota klaster 1 yang mencirikan DD, kecuali pasien yang mengalami bintik merah, BAB hitam dan deltahematokritnya 20% memiliki peluang lebih besar ke klaster 2 yang mencirikan DBD.
Saran
Perlu ada kajian lanjutan untuk membandingkan hasil klaster antara ALK dengan model klaster klasik pada pasien DD/ DBD untuk pengelompokan individu dan membandingkan kesesuaian hasilnya dengan standar WHO.
Perlunya pengkajian yang berkaitan dengan kombinasi gejala klinis pasien DD/ DBD untuk menentukan peluang keanggotaan individu/ objek pada klaster.
DAFTAR PUSTAKA
Damien Tessier, TAO, Marc Schoenauer, TAO, Christophe Bienarcki. 2006,
Evolutionary Latent Class Clustering of Qualitative Data, Unite de recherche INRIA Futurs Parc Club Orsay Universite, ZAC de Vignes, 4, rue Jacques Monod, 91893 ORSAY Cedex (France).
Danerberg, M.R, 1973, Cluster analysis for applications, New York: Academic Press.
Dempster A., Laird N, Rubin 1977, Maximum likelihood from incomplete observations, Jo R Stat Soc: Ser B 39: 1-38.
Drew A. Linzer dan Jeffrey B. Lewis, PoLCA:
An R Package for Polytomous Variable Latent Class Analysis, Journal of Statistical Software, Volume VV, Issue II
Fraley C and Raftery A. E. 1998., How many cluster? Which clustering method? Answer via Model based cluster analysis,
Technical Report No. 329. Department of Statistics University of Washington. Hagenaars J. A. 1988. Latent Structure Models
with directs effects between indicators, Local dependence models, Sociological Methods & Research.
Johnson, R. A. dan Wichern, D. W. 1998. ,
Applied Multivariate Statistical Analysis, 4th Edition, New Jersey: Prentice Hall., Lazarsfeld, P.F dan Henry, N. W.1968., Latent
structure analysis, Boston: Houghton Mifflin.
Moustaki I dan Papageorgiou I. 2004., Latent Class Models for Mixed Variables with application in Archaeometry,
Computational Statistics & Data Analysis, Elsevier.
Pardede T. 2002., Perbandingan Metode Berbasis Model (Model-Based) dengan Metode Ward dan Metode K-rataan dalam Analisis Gerombol,[Tesis]. Bogor:, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Reunanen E dan Suikkanen E.1999., Latent Class Analysis: Wandering in Latent Space, Universitat Konstantz, Konstantz, Germany.
Snellman Marja 2008., Case Defenition of Pneumococcal Pneumonia A Latent Class Analysis Approach, KTL-National Public Health Institute, Finland, Department of Vaccines Clinical unit Vermunt J. K dan Magidson J. 2001., Latent
Class Models, Statistical Innovations, Inc. Belmont.
Vermunt J. K dan Magidson J. 2002. , Latent Class Cluster Analysis. In J.A Hagenaars & A.L. Mc Cutcheon (Eds), Applied Latent Class Analysis,
Cambridge, U.K: Cambridge University Press.
Vermunt J. K dan Magidson J. 2002.
Nontechnical Introduction to Latent Class Models, Statistical Innovations White Paper.
Vermunt J. K dan Magidson J. 2005., Technical Guide for Latent GOLD 4.0: Basic dan Advanced, Statistical Innovations Inc. Vermunt J. K dan Magidson J. 2005., Latent
Gold 4.0 User’s Guide, Statistical Innovations Inc.,
[WHO] World Health Organization 1997,
Dengue Haemorrihagic
Fever:Diagnosis, treatment, prevention and control. Monica Ester, penerjemah; Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.