• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG NILAI POTENSI HUTAN TANAMAN AKASIA DI BUKIT SOEHARTO. Oleh : SILVIANA TETING NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI TENTANG NILAI POTENSI HUTAN TANAMAN AKASIA DI BUKIT SOEHARTO. Oleh : SILVIANA TETING NIM"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TENTANG NILAI POTENSI HUTAN TANAMAN AKASIA DI

BUKIT SOEHARTO

Oleh :

SILVIANA TETING

NIM. 100500036

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN

JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

S A M A R I N D A

2013

(2)

STUDI TENTANG NILAI POTENSI HUTAN TANAMAN AKASIA DI

BUKIT SOEHARTO

Oleh :

SILVIANA TETING

NIM. 100500036

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN

JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

S A M A R I N D A

2013

(3)

STUDI TENTANG NILAI POTENSI HUTAN TANAMAN AKASIA DI

BUKIT SOEHARTO

Oleh :

SILVIANA TETING

NIM. 100500036

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN

JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

S A M A R I N D A

2013

(4)

Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Ir. Hasanudin, MP NIP.19630805 198903 1 005 Menyetujui,

Ketua Program Studi Manajemen Pertanian

Ir. M Fadjeri, MP NIP.19610812 198803 1 003

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Karya Ilmiah : Studi Tentang Nilai Potensi Hutan Tanaman di Bukit Soeharto

Nama : Silviana Teting

NIM : 100500036

Program Studi : Manajemen Hutan

Jurusan : Manajemen Pertanian

Lulus ujian pada tanggal : ... Pembimbing,

Ir.Fendy Ucche. M,Si NIP. 19620309 198803 1 002 Penguji II, Ir.Dadang Suprapto,MP 19620101 198803 1003 Penguji I Ir.Sofyan Bulkis,MP 19600321 198903 1002

(5)

ABSTRAK

SILVIANA TETING. Studi Tentang Nilai Potensi Hutan Tanaman Di bukit Soeharto.(di bawah bimbingan FENDY UCCHE)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi cara menghitung nilai potensi tanaman Akasia ditahura Bukit Soeharto.

Penelitian ini telah dilaksanakan di daerah Tahura Bukit Soeharto pada bulan September 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara acak ( Random Sampling ) dengan bentuk bujur sangkar ukuran 10 x 10 m sebanyak 3 plot. Pada setiap plot yang dibuat dilakukan pengukuran diameter menggunakan phi-band, sedangkan tinggi pohon menggunakan Hagameter.

Berdasarkan hasil pengukuran pada plot 1 diperoleh volume sebesar 2,707 m3 ,pada plot 2 diperoleh volume sebesar 4,82 m3,pada plot 3 diperoleh sebesar 4,348 m3. Volume pohon Akasia Mangium per hektar sebesar 395,8 m3

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi dan pertimbangan dalam memanfaatkan potensi hutan (Acacia mangium WILLD.) yang ada di Tahura Bukit Soeharto.

(6)

RIWAYAT HIDUP

SILVIANA TETING, lahir pada tanggal 25 Oktober 1990 di Mamahak Teboq Provinsi Kalimantan Timur, merupakan putri kedua dari pasangan Bapak Fransiskus Lawing dan Fransiska Tubuq.

Tahun 1997 memulai pendidikan dasar di SD 005 Memahak Teboq, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Katolik 3. Wr supratman tering dan lulus pada tahun 2006. Pendidikan menengah atasnya dimulai di SMA Negeri 1 Sendawar pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2009.

Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2010 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Manajemen Pertanian pada Program Studi Manajemen Hutan.

Selama menempuh pendidikan tinggi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, telah mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) selama kurang lebih dua bulan terhitung sejak tanggal 7 Maret sampai 7 Mei 2013 di PT. Ratah Timber.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang maha esa karena Atas ijin-Nya lah Karya Ilmiah ini dapat diselesaikan oleh Penulis dengan judul Pengamatan Studi Tentang Nilai Potensi Hutan Tanaman di Bukit Soeharto.

Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis selama dua bulan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh sebutan Ahli Madya Manajemen Hutan pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Fendy Ucche.M,Si. Selaku dosen Pembimbing Karya ilmiah yang Mengarahkan penulis mulai dari persiapan sampai penyusunan karya ilmiah. 2. Bapak Ir.Sofyan Bulkis,MP, Selaku Dosen Penguji I.

3. Bapak Ir. Dadang Suprapto,MP Selaku Dosen penguji II.

4. Bapak Ir. Hasanudin, MP., selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian. 5. Bapak Ir. M. Fadjeri, MP Selaku Ketua Program studi Manajemen Hutan

Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar di Program Studi Manajemen Hutan Jurusan Manajemen Pertanian.

7. Orang tua yang telah memberikan doa dan dukungannya baik materi maupun moril kepada penulis.

8. Teman - teman angkatan 2010 khususnya Bennet, Abdul Hafis, Hamzah, dan Ahmad Rosihan Galih yang telah banyak membantu Penulis dalam Karya Ilmiah.

Penulis menyadari bahwa apa yang telah tersusun ini masih banyak terdapat kekurangan, namun semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca sehingga dapat memberikan wawasan tambahan bagi para pembaca.

Penulis Kampus Sei Keledang, September 2013.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I. PENDAHULUAN... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. Tinjauan Umum Bukit Soeharto ... 3

B. Hutan Tanaman ... 4

C. Acacia mangium Willd ... 6

BAB III. METODE PENELITIAN ... 7

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 7

B. Alat dan Bahan Penelitian... 7

C. Prosedur Kerja Penelitian ... 7

D. Pengolahan Data... 10

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

A. Hasil... 12

B. Pembahasan ... 15

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 17

A. Kesimpulan... 17

B. Saran ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Lampiran Halaman

1

Plot Pengamatan………... 24

2

Pengambilan Data Diameter……… 24

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Tubuh Utama Halaman

1. Data Hasil Volume Per Plot ……… 18 Lampiran

2. Hasil Pengolahan Data dan Volume Pohon Akasia pada Plot

1..………...……… 23

3. Hasil Pengolahan Data dan Volume Pohon Akasia pada Plot

2………. 23

4. Hasil Pengolahan Data dan Volume Pohon Akasia pada Plot

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak tahun 1976, Gubernur Kalimantan Timur telah menetapkan kawasan Bukit Soeharto sebagai zona pelestarian lingkungan hidup, dan dua tahun kemudian diusulkan sebagai Hutan Lindung dengan luas 33.760 hektar. Pada 1982 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 818/Kpts/Um/11/1982 Bukit

Soeharto seluas 27.000 hektar ditetapkan sebagai hutan lindung. Pada tahun 1987

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 245/Kpts-II/1987 tanggal 18 Agustus 1987 statusnya diubah menjadi hutan wisata seluas 23.800 Ha dengan luas hutan sekitarnya lebih 41.050 Ha sehingga menjadi lebih kurang 64.850 Ha. Pada tahun 1991 ditetapkan statusnya menjadi kawasan Hutan Wisata Bukit Soeharto (HWBS) dengan luas 61.850 Ha melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 270/Kpts-II/1991, 20 Mei 1991. Pada tahun 2004 terjadi perubahan fungsi Taman Wisata Alam Bukit Soeharto menjadi Taman Hutan Raya ( TAHURA) melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 419/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004. Pada tahun 2004, Menteri Kehutanan mengeluarkan SK. No. 160/ MENHUT- II/2004 tanggal 4 Juni 2004 menetapkan salah satu kawasan di Hutan Wisata Bukit Soeharto seluas ± 20.271 ha Kawasan dengan Tujuan Khusus

sebagai Hutan Penelitian dan Pendidikan Unmul. Dalam SK.No.

160/MENHUT-II/2004 pada pasal 4 Unmul ditetapkan sebagai pengelola. Pada tahun 2007, Bukit Soeharto yang dikelola Pusat Penelitian Hutan Tropika Universitas Mulawarman ( PPHT UNMUL) seluas 20.271 hektare dikukuhkan oleh surat Dirjen PHKA Nomor S.467/IV-KK/2007 tanggal 11 Juli 2007.

(12)

Namun dengan seiringnya waktu, tekanan terhadap kawasan hutan berupa perambahan, pembukaan lahan hutan yang tidak terbukti menyebabkan fungsi hutan yang diharapkan seprti di atas tidak berjalan sesuai yang diharapkan.

Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam yang bertujuan untuk mengoleksi tumbuhan dan /atau satwa alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Arief, 2001).

Taman hutan raya yang diperuntukannya bukan hutan produksi, tapi kenyataannya di lapangan tanaman yang ada dalam kawasan tersebut mulai dimanfaatkan oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab. hal ini menimbulkan kerugian tertentu, yang dalam hal ini adalah perusahaan-perusahaan yang terlibat hutan material saja tapi fungsi hutan itu sendiri.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara menghitung nilai potensi hutan tanaman Akasia di Tahura Bukit Suharto.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya mengenai cara menghitung nilai potensi tegakan/kawasan hutan.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Jenis Acacia mangium WILLD

Akasia (Acacia Mangium WILLD) pertama kali ditemukan di Indonesia oleh

George Eberhard Rumpt atau Rumpius pada tahun 1653 di Maluku dan dipublikasikan pada tahun 1750. Nicolson pada tahun 1966 pertama kali memperkenalkan tanaman Akasia tersebut di Sabah Melayu dengan biji yang

berasal dari Queensland (Adisubroto dan Priasukmana, 1985 dalam Irwan

Ath’thariq, 1999).

Tanaman ini merupakan jenis tanaman yang banyak dipakai dalam kegiatan pembangunan Hutan Tanam Industri. Akasia termasuk dalam salah satu dari familli Leguminoceae dan sub famili Mimosaceeae. Jenis ini asli tumbuhan Indonesia, yaitu dari Maluku yang merupakan daerah asalnya, dimana jenis ini tumbuh secara

alami. (Sindusuwarno dan Utomo, 1979).

1. Daerah penyebaran

Menurut Bratawinata (1987), daerah penyebaran jenis Akasia adalah

sebagai berikut :

a. Daerah Quennsland, Australia pada 180 LS.

b. Irian Jaya bagian Utara, misalnya daerah Fak-fak dan Tomage (Rokas) dan agvada (Babo) yang tumbuh di daerah dataran rendah.

c. Kepulauan Aru, Maluku Selatan< Seram Barat (Wang Hang)

d. Di daerah Bentuas Kal-Tim, jenis Akasia Mangium ditemukan pada tahun 1979 dan dapat tumbuh secara alam

(14)

2. Bentuk pohon

Pohon Akasia bartajuk menyerupai kerucut sampai lonjong. Sewaktu masih muda memiliki daun majemuk ganda, setelah dewasa muncul daun semu tunggal. Lebar daun tengah antara 4 – 10 cm dengan panjang antara 10 – 26 cm. Bentuk batang bulat lurus, bercabang banyak (syimpodial), berkulit agak kasar dan kadang– kadang beralur kecil dengan warna coklat muda. Pohon yang dewasa tingginya dapat mencapai 30 m dengan diameter batang 75 cm dan mempunyai tinggi bebas cabang sekitar 8–10 m (Khaerudin, 1994).

3. Pembungaan dan Pembuhaan

Tanaman Akasia pada umur 2 tahun sudah mulai berbunga dan berbuah. Buah jenis ini dapat dipanen 2 kali dalam satu tahun, bunganya berwarna putih dan kuning dengan panjang kurang lebih 10 cm. Penyerbukan terjadi dalam satu pohon atau terjadi persilangan dengan pohon lain. Setelah pembuahan, bunga berkembang dan menjadi buah polong yang berwarna hijau berangsur–angsur berubah menjadi coklat gelap.

Biji tersusun memanjang dalam buah dengan semacam pria berwarna kuning yang berfungsi menaham biji terhambur ke tanah atau disebarkan ke tempat lain dengan bantuan angin, burung atau serangga. Tetapi buah yang baik untuk dijadikan benih berasal dari tanaman yang berumur minimal 5 tahun atau lebih. Jumlah per kilogramnya adalah 120.000 biji (Khaerudin,1994).

4. Tempat Tumbuh

Persyaratan tumbuh bagi akasia tidak terlalu memerlukan tempat tumbuh yang relatif rumit karena jenis ini mampu tumbuh dengan baik pada lahan yang

(15)

miskin akan unsur hara, atau tidak subur, padang alang – alang dan areal bekas tebangan. Jenis Akasia dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 30–130 di atas permukaan laut, pada tanah podzoloik merah kuning dataran rendah dan tanah komplek pegunungan, selain itu dapat tumbuh pada alang–alang yang rapat dan pada ketinggian 0,5– 1 m pada tanah gersang.

Jenis Akasia dijumpai pada tumbuh di daerah peralihan antara hutan campuran dan hutan alam kayu putih di daerah Way Hang (Seram Barat)

(Sindusuwarno dan Utomo, 1979).

Akasia juga dapat tumbuh secara alami dan dapat berasosiasi dengan jenis

Eucaliptus deglupta, E. Intermedia, bahkan juga dengan jenis Alstonia mollerana,

selain dari pada itu jenis ini dapat tumbuh pada daerah belakang hutan mangrove dan hutan rawa, daerah beralur, daerah datar sampai ketinggian 720 m dpl.

(Bratawinata, 1989).

5. Kegunaan Kayu

Kayu Akasia dapat dipanen pada umur 18 tahun, untuk dipergunakan sebagai bahan baku pulp dan dapat dipanen pada umur lebih dari 12 tahun untuk dipergunakan sebagai bahan baku kayu pertukangan atau non pulp

(Khaerudin,1994).

Menurut Bratawinata (1987), kayu gelondongan Akasia mempunyai ukuran

yang sangat besar, dapat digergaji atau dikupas, kayu tebal dan keras, berwarna coklat muda dengan kayu gubal yang tipis, keras dan padat. Jenis ini potensial untuk kayu gergajian, moulding, perabotan rumah, vinir, kayu bakar dan arang, karena akasia mempunyai kerapatan dan nilai kalorinya 4.800 – 4.900 cal/kg). Kayu jenis ini

(16)

juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan pulp, kertas dan papan partikel

(Anonim, 1983dalamIrwan Ath’thariq, 1999).

Panjang serat kayu Akasia yaitu 1,0 – 1,2 mm menurut hasil percobaan di Australia Akasia dari sabah Malaysia diambil dari tegakan berumur 9 tahun dapat menghasilkan pulp yang baik (Anonim, 1992).

A. Potensi Tegakan

Salah satu fungsi hutan adalah fungsi produksi yaitu untuk memproduksi hasil hutan yang berupa kayu guna memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya, khususnya untuk pembangunan industri dan eksport. Hutan yang merupakan sumber kekayaan alam yang tidak ternilai besarnya wajib dipelihara dan dipergunakan untuk sebesar–besarnya kemakmuran rakyat.

Di satu pihak pertambahan penduduk yang semakin pesat dengan kemajuan teknologinya dan perkembangan industri perkayuan menyebabkan permintaan akan hasil hutan berupa kayu semakin meningkat pula. Di pihak lain luas dan potensi hutan yang ada semakin berkurang.

Tegakan biasanya merupakan unit–unit pengelolaan yang membentuk hutan. Tegakan dapat diidentifikasikan sebagai unit agak homogen yang dapat dibedakan dengan jelas dan tegakan di sekitarnya oleh umur. Komposisi struktur, tempat tumbuh atau geografi. Tidak ada areal yang tepat yang dapat disebut tegakan dan ukuran bisa berubah menurut intensitas pengelolaan. Di samping dalam kondisi khusus tegakan mungkin terbilang banyak sekali dalam suatu hutan atau rotasi kerja.

(17)

Tegakan diklasifikasikan berdasarkan, komposisi kelas umur secara tegas tegakan seumur diidentifikasikan sebagai tegakan yang semua pohonnya ditanam pada tahun yang sama, atau ditanam pada waktu yang bersamaan. Sebaliknya tegakan tidak seumur secara teoritis berisi pohon–pohon setiap umur, dari semai yang belum setahun sampai pohon yang lewat masa tebang . Definisi yang kaku ini menandai dua maksud teoris, tetapi dalam kedua bentuk tersebut jarang ada hutan tanaman seumur mempunyai kisaran umur sekitar 20 % umur rotasi (umur ketika tegakan dipungut hasilnya dan diregenerasi). Tegakan tidak seumur mempunyai paling sedikit tiga kelas umur yang berbeda dan biasanya mempunyai kesenjangan dalam kelas umur.

Agar semua perlakuan silvikultur dapat dilaksanakan pada tegakan seumur, diperlukan pengenalan individu pohon dalam arti posisi relatifnya dalam tajuk. Perbedaan di antara pohon - pohon pada tegakan seumur sudah dikenal sejak lama tetapi klasifikasi sistematis formal masih sangat kurang. Terdapat banyak klasifikasi yang lebih komplek yang dinyatakan pengenalan bentu–bentuk batang dan kondisi tajuk dengan posisi tajuk, tetapi tidak digunakan di Amerika Serikat (Gevorlaantz,

dkk., 1944).

Ini merupakan penyebab hutan seumur di Eropa dalam periode yang lama ketika prinsip silfikultur hutan tidak seumur. Permulaan praktik silvikultur di Amerika Serikat digambarkan oleh kenyataan bahwa sesudah ratusan tahun penebangan aneka ragam tegakan tidak seumur. Pada tahun 1920 Dunning menyusun klasifikasi pohon untuk tipe conifer campuran tidak seumur di California. Prinsipnya telah digunakan sebagai dasar untuk klasifikasi pohon pada tegakan tidak seumur yang

(18)

lain unsur yang unik pada tegakan adalah kenyataan bahwa sapihan di tempat terbuka harus dipertimbangkan sama dominan terhadap lungkungannya seperti pohon dewasa dalam ruangannya. Karena itu klasifikasi pohon pada tegakan tidak seumur harus memberikan pedoman bagi keputusan yang mempengaruhi keduanya.

Mengingat luas areal yang di khawatirkan makin menyempit dan tidak sebanding lagi dengan kebutuhan masyarakat banyak, maka usaha-usaha untuk menyelamatkan dan pendayagunaan hutan secara maksimal perlu terus diusahakan, misalnya dengan teknik – teknik silvikultur yang baik, eksploitasi yang benar dan m manajemen yang baik. Untuk jenisnya, kayu yang mempunyai potensi penting dalam memenuhi jumlah kebutuhan masyarakat. Kini di tanam di dalam jumlah yangv relatif luas. Pertimbangan yang sekarang di usahakan pemerintah adalah dengan menggalakkan Hutan Tanam Industri di setiap wilayah HPH yang beroperasi di seluruh dunia (Gevorlaantz, dkk., 1944).

B. Nilai Tegakan

Pengertian utama dalam pengukuran kualitas tempat tumbuh yang diukur adalah produktivfitas tempat tumbuh untuk jenis tertentu selama periode waktu tertentu, volume board-foot tergantung pada diameter tegakan rata–rata, jenis pohon dan tinggi.

1.

Diameter

Diameter adalah panjang garis antara dua titik pada garis lingkaran yang

(19)

yang bulat atau silindris, maka dalam pengukuran diameter ditentukan berdasarkan hasil rata – rata dari pengukuran sumbu panjang dan sumbu pendek.

Dalam mengukur diameter, pada umumnya diukur pada garis setinggi dada atau 1,30 m di atas permukaan tanah atau pohon yang tidak berbanir. Sedangkan untuk pohon yang berbanir, diameter diukur pada garis setinggi 20 cm dari pucuk banir. yang dimaksud banir disini adalah pembebasan bagian bawah batang dekat dengan permukaan tanah yang disebabkan oleh adanya akar tunjang, akar papan,

atau pembengkakan (Anonim, 1979 dalam Irwan Ath’tharik, 1999).

Untuk mengukur keliling atau diameter pohon, lebih dianjurkan menggunakan alat pengukur yang terbuat dari logam karena dengan alat ini kemungkinan terjadinya kesalahan praktik lebih kecil dibanding dengan alat pengukur yang terbuat dari logam karena dengan alat ini kemungkinan terjadinya kesalahan praktik lebih kecil dibanding dengan alat pengukur yang terbuat dari pita atau plastik. Alat pengukur Phi-band dapat mengukur langsung besarnya diameter pohon dengan cara melingkarkan alat tersebut pada pohon. Dalam mengukur diameter yang lazim dipilih adalah diameter setinggi dada, sebab pengukurannya paling mudah dan mempunyai korelasi yang kuat dengan parameter pohon yang lainnya, seperti luas bidang dasar dan volume batang.

2.

Pengukuran Tinggi Pohon

Tinggi adalah jarak terpendek antara satu titk dengan titik proyeksinya pada bidang horizontal atau bidang datar. Tinggi pohon, bidang datar, tetapi bila miring maka tidak sama dengan panjangnya. Oleh Karena itu yang dimaksud dengan panjang adalah jarak yang menghubungkan antara dua titik yang diukur menurut

(20)

atau tidak menurut garis lurus, dimana proyeksi puncak jatuh tepat pada pangkal

pohon (ENDANG,1990).

Sebagai komponen untuk menentukan volume kayu, maka dalam pengukuran tinggi pohon dibedakan atas 2 macam, yaitu :

a.

Tinggi pohon seluruhnya (tinggi total) yaitu jarak antara titik puncak pohon

dengan proyeksinya pada bidang datar atau horizontal.

b.

Tinggi bebas cabang atau sampai batas tajuk yaitu jarak antara titik lepas dahan atau lepas cabang atau batas tajuk dengan proyeksinya pada bidang datar.

Selanjutnya Sukawibowo (1986), mengemukakan bahwa pohon menurut titik

ukur dapat dibedakan sebagai berikut :

a.

Tinggi total vertikal antara permukaan tanah dengan puncak pohon.

b.

Tinggi bebas cabang sampai permukaan tajuk yaitu jarak vertikal antara

permukaan tanah dengan pangkal tajuk.

c.

Tinggi pohon untuk ukuran kayu perdagangan adalah jarak permukaan tanah

dengan bagian pohon yang diperdagangka

3.

Volume Tegakan

Penaksiran volume tegakan pada dasarnya merupakan penjumlahan seluruh pohon yang menyusun tegakan tersebut. Jadi,untuk penaksiran volume harus melalui penaksiran volume individu pohon rumus umum volume kayu individu pohon ini didasarkan pada rumus silinder, maka rumus tersebut di koreksi dengan apa yang disebut dengan bilangan bentuk. Jadi yang dimaksud dengan bilangan bentuk adalah suatu faktor reduksi, yang menggambarkan selisih antara volume silinder dengan volume kayu yang sebenarnya, untuk parameter yang sama.

(21)

Penaksiran volume kayu pohon yang masih berdiri, hanya merupakan langkah awal untuk menghitung hasil akhir dengan dalam inventore hutan. Target yang lebih penting adalah menaksir volume tegakan dari berbagai areal hutan yang ada. Volume tegakan merupakan jumlah pohon yang terdapat di suatu areal hutan.

C. Penentuan Harga

Harga pasar suatu dan jumlah yang diperjual belikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari komoditi tersebut. Dengan harga pasar dimaksudkan harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Penentuan harga pasar tergantung dari penawaran, permintaan dan bentuk pasar dimana penawaran dan permintaan itu terjadi oleh karena itu,perlu penentuan harga pasar yang tergantung dari penawaran, permintaan dan bentuk pasar dimana penawaran dan permintaan itu terjadi. Oleh karena itu, perlu secara serentak dilakukan analisis terhadap permintaan dan penawaran akan suatu komoditi untuk menentukan harga dan jumlah yang diperjual belikan dari suatu komoditi tertentu.

Analisis permintaan dan penawaran digunakan untuk menggambarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah, permintaan dan penawaran dengan sendirinya akan mencapai keseimbangan harga dan jumlah komoditi yang diperjualbelikan bagaimana harga dan jumlah bervariasi sepanjang waktu, tergantung pada bagaimana permintaan dan penawaran bereaksi terhadap perubahan variabel-variabel ekonomi lainnya. Respon yang di tunjukkan akan berbeda dari satu pasar ke pasar lainnya dalam memahami dampak fenomena tersebut.

(22)

Harga barang pada suatu pasar yang terjadi akan sangat dimengerti mengapa mengalami goncangan hebat sedangkan di pasar lainnya tidak, mengapa pengumuman mengenai rencana untuk kebijakan atau ramalan pemerintah dikemudian hari tentang kondisi-kondisi ekonomi di masa depan dapat mempengaruhi pasar, jauh sebelum kondisi tersebut menjadi kenyataan.

Pada umumnya untuk menjamin berlangsungnya interaksi antara permintaan dan penawaran suatu komoditi sebagaimana yang diharapkan diasumsikan pasar yang dihadapi adalah pasar persaingan sempurna dan harga yang ‘fleksibel’ sehingga memungkinkan tercapainya kondisi pasar bersih (market clearing model).

Secara garis besarnya terdapat dua bentuk pasar, yaitu bentuk pasar dengan persaingan murni (pure competition) dan bentuk pasar dengan persaingan tidak sempurna (imperfect competition).

Bentuk pasar dengan persaingan murni ditandai oleh sifat-sifat berikut : a. Komoditi yang diperjual belikan haruslah homogen jadi dalam persaingan murni

itu sejenis komoditi tertentu yang dijual oleh penjual- penjualnya harus sama dalam segala hal.

b. Terdapat jumlah penjual atau pembeli yang amat banyak, sehingga jumlah yang dibeli oleh seorang pembeli atau jumlah yang dijual oleh seorang penjual sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah yang ada dipasar, maka dengan demikian baik pembeli maupun penjual secara orang seorang tidak akan mungkin dapat mempengaruhi harga pasar dari komoditi yang diperjual belikan tersebut.

(23)

c. Tidak ada penetapan-penetapan dari luar yang bersifat memaksa baik terhadap penawaran komoditi, permintaan komoditi, ataupun terhadap harga dari komoditi yang diperjua belikan.

d. Terhadap mobillitas sumber-sumber daya. Barang-barang dan/atau jasa-jasa dalam aktivitas ekonomi sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi.

Bentuk pasar yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas dapat digolongkan ke dalam bentuk pasar dengan persaingan tak sempurna, murni perlu dipelajari mengingat asas-asas persaingan murni merupakan langkah pertama yang sederhana untuk analisis ekonomi dalam keadaan yang sebenarnya.

Sebagai pelengkap ada ahli-ahli yang membedakan antara bentuk pasar persaingan sempurna (perfect competition) pasar persaingan sempurna ialah bentuk pasar dengan persaingan murni ditambah dengan syarat dimana semua unit ekonomi mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai harga komoditi yang akan dibeli. Apabila ada seorang penjual ingin menjual komoditinya dengan harga yang lebih tinggi dari penjual-penjual lainnya, maka tidak akan ada pembelinya, sebab semua pembeli mengetahui dengan sempurna bahwa di tempat lain mereka bisa membeli komoditi yang sama dengan harga yang lebih rendah. Karena adanya pengetahuan yang sempurna mengenai harga-harga ini, hanya ada satu harga dari satu macam komoditi di pasar.

Dalam persaingan murni dan dalam keadaan yang paling sederhana, kurva penawaran dari produsen adalah suatu fungsi yang berisi dua variabel, yaitu harga yang mereka lepaskan pada harga itu. Demikian pula dengan kurva permintaan pembeli adalah suatu yang berisi dua variabel, yaitu harga yang mau mereka bayar

(24)

dengan jumlah komoditi yang mau mereka beli pada harga tersebut harga pembelian dan penjualan yang disepakati oleh kedua pihak untuk jumlah komoditi tertentu merupakan satu titik pada kurva penawaran dan juga satu titik pada kurva permintaan. Hal ini berarti harga yang disepakati terjadi pada perpotongan kurva penawaran dan kurva permintaan, yang dikatakan harga komoditi pada keadaan keseimbangan.

Keadaan di pasar dikatakan dalam keadaan seimbang (equilibirium) bila jumlah yang ditawarkan para penjual pada suatu tingkat harga tertentu adalah sama dengan jumlah yang diminta para pembeli pada harga tersebut. Dengan demikian harga suatu komoditi dan jumlah yang diperjual belikan ditentukan dengan menggunakan angka dan menggunakan kurva permintaan dan penawaran. Penentuan keadaan keseimbangan secara angka dapat dilihat dari interaksi antara jumlah yang diminta pada daftar permintaan dan jumlah yang ditawarkan pada daftar penawaran pada berbagai tingkat harga. (Sugiarto, 2000).

(25)

BAB III

METODE PENGAMATAN

A. Lokasi dan Waktu Pengamatan

Penelitian ini dilakukan di areal hutan tanaman TAHURA Bukit Suharto, adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September 2013.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam peneltian ini adalah :

a. Parang , untuk menebas/merintis daerah plot sehingga memudahkan dalam pengukuran.

b. Meteran untuk membuat plot.

c. Phi-band,untuk mengukur diameter pohon sampel. d. Hagameter, untuk mengukur tinggi pohon sampel. e. Kalkulator, untuk menghitung data.

f. Alat tulis menulis, untuk mencatat. g. Kompas, untuk mengukur arah plot. h. Kamera, untuk dokumentasi penelitian.. Bahan penelitian adalah :

a. Bahan yang digunakan dalam pengamatan ini adalah tanaman Akasia penanaman tahun 1992-1993

(26)

C. Prosedur Kerja

Dalam pelaksanaan pengamatan pertumbuhan tanaman akasia di Bukit Suharto dengan urutan kerja sebagai berikut :

1. Orientasi lapangan, yaitu melakukan peninjauan ke lokasi areal TAHURA Bukit Suharto.

2. Membuat plot pengamatan, dengan cara pembuatan plot secara acak (Random

Sampling) dengan bentuk bujur sangkar ukuran 10x10 m sebanyak 3 plot, yang

tersebar di beberapa tempat pelaksana reboisasi.

3. Pengukuran tinggi dan diameter, dilakukan pada semua plot ukur. Semua pohon yang berada pada plot ukur (10 m x 10 m) dicatat jenis, diameter dan tingginya. Pengukuran diameter menggunakan phi-band, sedangkan tingginya menggunakan alat ukur tinggi Hagameter. Pelaksanaan pengukuran tinggi dilakukan sampai tinggi puncak pohon. Sedangkan pengukuran diameter, dilakukan pada ketinggian 1.30 m dari permukan tanah.

D. Pengolahan Data

Semua pohon sampel yang telah diukur diameter dan tingginya dilakukan perhitungan volume pohonnya dengan rumus sebagai berikut :

Volume pohon : V = ¼ π x d2 x t x 0,339

Dimana : V = volume pohon

d = diameter pohon t = tinggi pohon

0,339 = faktor bentuk untuk tegakan Acacia mangium

(27)

Rata-rata volume tegakan perhektarnya menggunakan rumus : VH = Vp X Σ t

Dimana : VH = volume pohon perhektar Vp = volume rata-rata pohon

Σt = jumlah plot dalam satu hektar

Selanjutnya untuk mengetahui nilai tegakan di dalam pengamatan menggunakan rumus sebagai berikut :

Nt = VH X P

Dimana : Nt = Nilai tegakan

VH = Volume pohon perhektar P = Harga

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan hasil pengukuran diameter dan tinggi pohon Akasia pada areal hutan tanaman dibukit Soeharto, maka diperoleh hasil perhitungan pengukuran seperti dalam Tabel dibawah ini :

Tabel 1. Data Hasil Volume Per plot

No. No Plot Volume (m3)

1. 1 2,707

2. 2 4,82

3. 3 4,348

Jumlah 11,875

Rata-rata per plot 3,958

Volume per hektar 395,8

Dengan mengetahui volume rata-rata dalam plot, maka volume per

Hektarsebesar 395,8 m3, Selanjutnya dengan diketahui harga kayu bakar sebesar

Rp.80.000,-/m3 dan papan partikel sebesar Rp.125.000,-/m3, maka untuk

mengetahui nilai potensi kayu Akasia dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini : 1. papan partikel, plup:

395,8 m3 x Rp.125.000,-/ m3= Rp 375.000,Ha

2. Kayu bakar

(29)

B. Pembahasan

Dari hasil perhitungan diatas dapat diketahui nilai potensi untuk penggunaan papan partikel/pulp sebesar Rp.49.375.000,00/Ha dan untuk penggunaan kayu bakar nilai potensi sebesar Rp.31.664.000./Ha

Seperti kita ketahui keadaan hutan/TAHURA di Bukit Soeharto sangat memprihatinkan seperti penebangan yang tidak terkendali untuk dijadikan ladang perkebunan Jika diasumsikan luas tanaman akasia di Bukit Soeharto sebesar 50% dengan tahun tanam 1992-1993 maka diperoleh potensi tegakan sebesar 10.135,5

Ha x395,8 m3 =4011630,9m3 sedangkan nilai potensi tegakan penggunaan papan

partikel sebesar Rp.4011630,90 x 125.000 =5.014538625Ha

Dan untuk penggunaan kayu bakar sebesar Rp.4011630,9 x 80.000 =3.20930472 Ha

Dengan hasil tersebut jika tanpa pengawasan maka dimungkinkan potensi hutan tersebut dalam waktu dekat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Secara tidak langsung keadaan ini merupakan kerugian dipihak baru jika tidak dimanfaatkan secara bertanggung jawab.

(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitiani pohon Akasia Mangium (Acacia Mangium

WILLD) di TAHURA bukit soeharto, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Jumlah volume pohon Akasia volume Rata-rata sebesar 395,8 m3 / Ha

2. Harga papan partikel/plup untuk 395,8 m3/Ha sebesar Rp.49.375.000 dan harga

kayu bakar untuk 395,8 m3/Ha sebesar Rp.31.664.000/Ha

B. Saran

Dari hasil pengamatan dilapangan nilai potensi sebesar Rp.4011630,9m3.

Akan hilang tanpa pengawasan. Untuk itu diperlukan pengawasan dan aturan yg ketat.

(31)

22

(32)

23

Tabel 2. Hasil Pengolahan Data dan Volume Pohon Akasia pada Plot 1

No No Plot No Pohon Diameter (cm) Tinggi (m) Volume (m3) 1 1 1 47 22 1,294 2 2 29 14 0,313 3 3 27,1 15 0,293 4 4 24,2 10,5 0,164 5 5 33,9 21 0,643 Jumlah 2,707

Tabel 3. Hasil Pengolahan Data dan Volume Pohon Akasia pada Plot 2

1 2 1 43,3 20 0,998 2 2 46,2 19 1,080 3 3 30,3 18 0,440 4 4 44,6 20 1,059 5 5 35,1 24 0,787 6 6 27,3 23 0,456 Jumlah 4,82

Tabel 4. Hasil Pengolahan Data dan Volume Pohon Akasia pada Plot 3

1 3 1 62,1 26 2,670 2 2 27,4 24,2 0,484 3 3 22,6 21 ,2 0,288 4 4 35,2 25 0,825 5 5 23,5 5,5 0,081 Jumlah 4,348

(33)

24

Gambar 1. Plot Pengamatan Gambar 2. Pengambilan Data Diameter

Gambar

Tabel 1.  Data Hasil Volume Per plot
Tabel 2. Hasil Pengolahan Data dan Volume Pohon Akasia pada Plot 1
Gambar 1.  Plot Pengamatan      Gambar 2.  Pengambilan Data Diameter

Referensi

Dokumen terkait

Guru melakukan pendekatan dan bertanya kepada siswa terkait kesulitan yang mereka hadapi dalam materi “Tokoh-tokoh penting yang berperan dalam peristiwa proklamasi” Guru

Selanjutnya melakllkan tes diagnosa yang dilalmkan untuk mengetahui atau memastikan apakah pemeriksanaan yang dilakukan sesuai dengan tes diagnosa Dan yang terakhir

Konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya, Siti Mariyah Qibtiyah (2013), menunjukan bahwa Profitabilitas, Ukuran perusahaan, Financial Leverage tidak berpengaruh

Apabila siswa berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dengan tata bahasa yang tidak berterima (unacceptable grammar); mereka banyak melakukan kesalah-kesalahan

Bentuk kebahagiaan pada lansia yang bekerja sebagi pedagang asongan meliputi perasaan selalu bahagia dengan kondisi dan keadaan yang dijalani, bisa mendapatkan

Bagi memaksimumkan penggunaan senarai kata, sesuatu senarai kata perlulah membekalkan maklumat sisipan seperti kategori perkataan, frekuensi, makna utama, variasi

Penentuan teras optimal dilakukan dengan mengamati hasil perhitungan yang didapat yaitu distribusi fraksi bakar teras setimbang dan fluks neutron di fasilitas iradiasi untuk

Perbezaan jelas antara kajian di atas dengan kajian yang dijalankan pengkaji diantaranya adalah fokus kajian iaitu kajian pengkaji adalah kaedah pengajaran tafsir