• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGEMBANGKAN DIALOG TRANSACTIONAL DAN INTERPERSONAL MENGGUNAKAN KARTU INFO GAP (KIG) DI KELAS 8.1 SMP NEGERI 7 MATARAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENGEMBANGKAN DIALOG TRANSACTIONAL DAN INTERPERSONAL MENGGUNAKAN KARTU INFO GAP (KIG) DI KELAS 8.1 SMP NEGERI 7 MATARAM"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

525

MENGEMBANGKAN DIALOG TRANSACTIONAL DAN

INTERPERSONAL MENGGUNAKAN KARTU INFO GAP (KIG) DI

KELAS 8.1 SMP NEGERI 7 MATARAM

Nasrullah

Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMP Negeri 7 Mataram

E-mail:-

ABSTRAK: Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan di SMP Negeri 7 Mataram, Kelas VIII.1. PTK ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bermain peran (role play) dengan bantuan Kartu Info Gap (KIG) dalam meningkatkan kemampuan siswa melakukan Transactional-Interpersonal Dialogue (TID). PTK berlangsung dalam kurun waktu 3 (tiga) siklus yang mana masing-masing siklus berlangsung selama 4 kali pertemuan, dan setiap pertemuan menghabiskan waktu 90 menit. Langkah-langkah teknis yang dilakukan pada tiap-tiap siklus, yaitu: Drafting, masing-masing kelompok melanjutkan production yaitu menyusun draft dialog sesuai topik yang mereka pilih. Kemudian, guru memeriksa draft tersebut untuk memastikan kesempurnaan grammar, message dan diction serta coherence/cohesiveness; Rehearsal, siswa melakukan latihan untuk persiapan presentasi TID; Presentation, kelompok mempresentasikan Main Peran dalam TID. Hasil observasi pada siklus 1 menunjukkan bahwa hanya 86,7 persen siswa yang siap mengikuti pelajaran, kemudian meningkat menjadi 88 persen pada siklus 2 dan 94 persen pada siklus 3. Selanjutnya, hasil observasi partisipasi guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di siklus 1 baru mencapai grade baik, lalu meningkat menjadi baik (83,3 persen) dan baik sekali (16,7 persen) pada siklus 2, dan kemudian meningkat lagi menjadi baik (48,3 persen) dan baik sekali (41,7 persen) pada siklus 3. Hal ini menunjukkan ada peningkatan kesiapan siswa dan guru serta kwalitas partisipasi guru pada tiap-tiap siklus. Hasil evaluasi pada tiap-tiap siklus cenderung meningkat. Pada siklus 1, Nilai Rata-rata Presentasi (NRP) siswa adalah 70,3. Dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di SMP 7 Mataram: 70, tetapi Ketuntasan Klasikal (KK) baru mencapai 73,3 persen. Dengan meningkatnya kwalitas tindakan, capaian NRP pada siklus 2 juga sedikit meningkat, yaitu 71,7 . Demikian dengan KK meningkat menjadi 80 persen. Pada siklus 3 capain NRP meningkat menjadi 73,7 dan KK telah mencapai 93,3 persen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Bermain Peran dengan bantuan KIG dapat membantu meningkatkan kemampuan siswa melakukan TID.

Kata Kunci: Mengembangkan, Dialog Transactional-Interpersonal, Kartu Info Gap (KIG) PENDAHULUAN

Pembelajaran Bahasa Inggris dewasa ini mengalami banyak perkembangan. Pembelajaran di kelas tidak lagi monoton hanya berfokus pada grammar (Tata Bahasa), tenses (Bentuk kalimat menurut jenis waktu) dan structure (struktur Bahasa). Demikian juga dengan teknik dan metode belajar, tidak lagi monoton pada metode translation method (metode menterjemah) dan grammar based method (metode berbasis pada Tata Bahasa). Tetapi, proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) telah mengimplementasikan variety of stages (tahapan yang bervariasi) dengan penekanan pada communicative approach (pendekatan komunikatif).

Sejak diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK 2004) yang kemudian disempurnakan lagi dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006), materi KBM di sekolah menengah

(SMP dan SMA) tidak lagi berbasis pada tema atau topik tertentu, seperti misalnya: Sport, clothes, transportation atau urban and city life, seperti pada kurikulum 1994 (Sudaryanto: 1996). Namun, materi dikembangkan sedemikian rupa sehingga kompetensi menjadi fokus dari semua aktivitas belajar mengajar.

Selanjutnya, kompetensi itu harus diwujudkan dalam bentuk teks-teks atau wacana, sehingga bernama genre based competence (kompetensi yang berbasis wacana). Karena pada hakekatnya pembelajaran bahasa (dalam hal ini Bahasa Inggris) yang berbasis kompetensi merupakan proses pembelajaran dengan fokus memproduksi, memahami dan menguasai suatu wacana. (Depdiknas: 2004)

Berkaitan dengan penguasaan kompetensi berbasis teks, Wels (dalam Sujana: 2010) membagi tingkat literasi menjadi empat, yaitu: performative, functional, informative dan

(2)

526

epistemic literacy. Tingat literasi yang ingin

dikembangkan di tingkat SMP adalah functional literacy (literasi fungsional), maksudnya adalah berkomunikasi secara lisan dan tulis untuk menyelesaikan masalah sehari-hari.

Berkaitan dengan itu, pembelajaran Bahasa Inggris di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Mengembangkan kompetensi

berkomunikasi dalam bentuk lisan dan tulis untuk mencapai tingkat literasi functional. 2. Memiliki kesadaran tentang hakikat dan

pentingnya Bahasa Inggris untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global.

3. Mengembangkan pemahaman peserta didik tentang keterkaitan antara bahasa dengan budaya.

Ketika pembelajaran yang berbasis teks seperti dikemukakan diatas diimplementasikan di dalam kelas, terjadi banyak kendala. Salah satu penyebabnya adalah karena selama ini siswa sudah terbiasa dengan pola Kegiatan Belajar Mengajar (KMB) yang monoton. Mereka tidak terbiasa memproduksi bahasa target (Target Language), dan proses KBM tidak memberi tekanan pada production stage (memproduksi Bahasa Target).

Selanjutnya, siswa kesulitan mengartikulasi Bahasa Target karena mereka hanya ditekankan untuk sekedar mampu menjawab soal-soal (test), misalnya Ulangan harian, Ulangan Mid-semester, Ulangan semester, Ujian Nasional (UN) serta tugas seperti mengerjakan LKS. Akibatnya, mereka tidak termotivasi untuk belajar Bahasa Inggris karena suasana KBM yang monoton.

Akibatnya, siswa kesulitan ketika, misalnya, mereka diminta melakukan dialog sederhana, secara spontan dengan teman sebangkunya. Mereka belum mampu mendialogkan hal-hal sederhana yang dilakukan sehari-hari misalnya: bagaimana memperkenalkan diri, menyapa teman (interpersonal dialogue), transaksi sederhana meminta, meminjam atau membeli sesuatu (transactional dialogue) dan sebagainya.

Berangkat dari latar belakang di atas, permasalahan yang terjadi ketika siswa melakukan TID, mereka masih sulit mengembangkan dialogue tersebut. Mereka mengalami berbagai kendala untuk mengembangkan dialog antara lain karena mereka tidak mengalami pembiasaan untuk itu,

proses KBM yang monoton dan

membosankan, materi dan metode yang tidak bervariasi dan kurangnya alat/media yang memancing kreativitas dan motivasi mereka.

Untuk memecahkan masalah tersebut, peneliti mencoba menerapkan Role Play (bermai peran) dengan menggunakan Kartu Info Gap (KIG). Dalam hal ini, siwa dalam kelompok bermain peran mempresentasikan TID dengan bantuan KIG. Dalam prakteknya, ada siswa A, B, C dan seterusnya yang mana masing-masing memegang kartu KIG yang berisi information gap (pesan yang berbeda) di dalamnya.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah menemukan teknik atau model pembelajaran yang aktif inovatif kreatif efektif dan

menyenangkan (PAIKEM) dengan

menggunakan Kartu Info Gap (KIG) untuk meningkatkan kemampuan siswa melakukan dialog transaksional-interpersonal.

Indikator keberhasilan dari PTK ini adalah apabila 85 persen siswa dapat mencapai atau melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70 (KKM Bahasa Inggris SMPN 7 Mataram).

KAJIAN PUSTAKA

1. Model Kompetensi dalam KTSP

Untuk itu, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), mengadopsi model kompetensi komunikatif seperti yang dikemukakan oleh Celce-Murcia (dalam Agustien: 2004) sebagai landasan filosofis pembelajaran Bahasa Inggris Sekolah Menengah Pertama.

Menurut Celce Murcia (dalam Agustien:2004) , kompetensi utama yang menjadi tujuan dalam pendidikan bahasa adalah discourse competence atau kompetensi wacana. Kompetensi wacana hanya dapat diperoleh jika siswa memperoleh kompetensi pendukungnya seperti: linguistic competence atau kompetensi kebahasaan, actional competence (kompetensi tindak tutur), socio-cultural competence (kompetensi sosiokultural) dan strategic competence atau kompetensi strategi (Depdiknas: 2004). 2. Genre sebagai Realisasi Proses Sosial

Menurut Kress (dalam Santoso, 2003), genre merupakan aspek bentuk teks-teks yang muncul dalam kejadian sosial tertentu. Kejadian sosial itu dipengaruhi oleh hubungan, peran serta tujuan sosial tertentu, setting tertentu dan praktek-praktek sosial tertentu. Praktek-praktek-praktek

(3)

527

sosial itu ada dua macam yaitu praktek

kebahasaan dan non-kebahasaan.

Dengan demikian, jenis teks yang menjadi tema diskusi siswa di dalam kelas tentunya harus disesuaikan dengan setting sosial, dan latar belakang budaya mereka sendiri. Kalau yang menjadi kajian adalah transactional/interpersonal dialogue, tentu saja objek-obyek atau bahan yang disajikan atau dibahas yaitu yang dekat dengan latar belakang sosiokultural siswa. Misalnya, bagaimana mereka saling menyapa, berkenalan bersenda gurau (interpersonal dialogue), bertransaksi di supermarket, tawar menawar di pasar, dialog dengan dokter dan interaksi sosial masyarakat perkotaan lainnya (transactional dialogue), sesuai dengan latar belakang siswa SMPN 7 Mataram yang sebagian besar adalah masyarakat perkotaan.

3. Role Play (Bermain Peran)

Salah satu aktivitas yang menarik dalam pembelajaran bahasa di dalam kelas, khususnya Bahasa Inggris adalah bermain peran. Dengan bermain peran, siswa bisa berlakon (acting) seakan-akan mereka sedang dalam kehidupan nyata. Mereka (dalam kelompoknya) bisa berbagi peran macam-macam. Mereka bisa berperan sebagai dokter, pasien dan perawat, misalnya, kalau mereka sedang berdialog tentang topik penyakit atau rumah sakit. Kelompok lain bisa bermain peran dengan menjadi pelayan, kasir dan pembeli, misalnya, kalau mereka sedang berdialog tentang restaurant, supermarket dan sebagainya.

Ketika mendiskusikan suatu aktivitas, mereka bisa mengerjakan dengan berpasangan (in pair) atau berkelompok ( in group). Setelah terbentuk pasangan atau kelompoknya, mereka melanjutkan dengan pembagian peran: si A berlakon sebagai apa, si B berlakon sibagai siapa, dan sebagainya (Spratt, dkk: 2005).

4. Gap Informasi (Information Gap) Gap informasi diperlukan tatkala terjadi komunikasi antar siswa. Supaya komunikasi terbentuk siswa memerlukan pasangan (pair) atau kelompok (group) yang mana satu sama lain memegang pesan yang berbeda-beda. Untuk menyambung atau menghubungkan pesan-pesan yang berbeda tersebut mereka perlu saling bertanya, sehingga terjadilah dialog atau percakapan (Harmer: 2003).

Dalam pembelajaran Bahasa, guru bisa mengatur suatu materi di mana terjadi

gap informasi antara siswa A dan B (pairwork) atau A, B, C, D dan seterusnya (groupwork). Dengan bermain peran seperti dikemukakan di atas, mereka bisa menghubung-hubungkan gap informasi tersebut dalam transactional-interpersonal dialogue.

5. Transactional-Interpersonal Dialogue (TID)

Transactional dialogue adalah dialog yang mengandung maksud atau tujuan tertentu atau dengan kata lain ada sesuatu yang ditransaksikan dalam dialogue tersebut. (Aguetien, dkk: 2004). Misalnya, ketika dua atau lebih orang melakukan percakapan di super market, mereka tentu ada maksudnya, yaitu transaksi membeli dan menjual barang.

Interpersonal Dialogue adalah bentuk percapakan ringan dan sederhana yang tidak mengandung maksud tertentu (Agustin: 2003). Dua atau lebih orang melakukan percakapan hanya sekedar untuk saling menyapa, menanyakan kabar, nama, alamat dan sebagainya. Dengan demikian, tidak terjadi transaksi sama sekali di dalam percakapan tersebut.

TID dalam tulisan ini adalah gabungan dari dua hal di atas, suatu dialog yang dihasilkan oleh siswa bersama pasangan atau kelompoknya ketika bermain peran.

6. Kartu Info Gap (KIG)

KIG adalah kartu yang didesain sedemikian rupa yang mana isinya mengandung gap informasi. Dengan demikian, ada KIG untuk siswa A, B, C dan sebagainya. Mereka melakukan percakapan berdasarkan KIG tersebut. Misalnya, siswa yang berperan sebagai dokter menanyakan penyakit si pasien, siswa yang berperan sebagai pasien, menanyakan apa obatnya, apa yang boleh dan tidak boleh dia makan, dan sebagainya. Singkatnya, siswa melakukan dialog karena didorong oleh info-gap (perbedaan informasi) yang mereka miliki.

METODE

Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bersifat kolaboratif, yaitu melibatkan dua orang guru atau lebih pada mata pelajaran yang sama dan di sekolah yang sama (SMPN 7 Mataram). Satu orang guru menjadi peneliti dan yang lain menjadi pengamat (observer). Menurut Nawawi (2005), syarat agar observasi berjalan efektif, seorang observer harus : memiliki

(4)

528

pengetahuan yang cukup tentang obyek yang

diteliti (baca: Siswa) dan memahami tujuan umum dan khusus dari penelitian itu. Dengan alasan tersebut, maka PTK ini melibatkan dua orang Guru Bahasa Inggris di SMPN 7 Mataram sebagai pengamat.

Tempat PTK ini adalah di SMPN 7 Mataram, Kelas VIII.1 Tahun Ajaran 2011/2012. Siswa di kelas itu berjumlah 30 orang dengan rincian 14 orang laki-laki dan 16 orang perempuan. Adapun alasan kelas tersebut dijadikan tempat Penelitian ini karena menurut

pantuan penulis mereka masih kesulitan melakukan dialog transaksional dan interpersonal, dengan free-practice (secara bebas) dengan menentukan sendiri tema dan isi dialog. Hasil tes awal membuktikan bahwa lebih 60 persen siswa di kelas tersebut masih kesulitan melakukan dialog sederhana.

Sebagai panduan dalam penilaian, maka perlu dibuatkan suatu rubrik penilaian. Rubrik tersebut merupakan penjabaran dari ke-empat indikator tersebut di atas.

1. Rubrik Penilaian a. Grammar

Excellent 2.5

Apabila siswa telah mampu berbahasa Inggris dengan tata bahasa yang berterima (acceptable grammar) dengan sempurna dalam hal: antara lain tenses, struktur kalimat dan aspek Tata Bahasa Inggris yang lain, sehingga lawan bicara dengan mudah memahami maksudnya.

Very

Good 2.4 - 2.0

Apabila siswa telah mampu berbahasa Inggris dengan tata bahasa yang berterima (acceptable grammar) dengan sangat baik. Dalam hal, antara lain tenses, struktur kalimat dan aspek Tata Bahasa Inggris yang lain, mereka melakukan kesalahan-kesalahan kecil saja.

Good 1.9 - 1.8

Apabila siswa telah mampu berbahasa Inggris dengan tata bahasa yang berterima (acceptable grammar) dengan baik. Walaupun mereka masil melakukan kesalahan-kesalahan dalam tenses, struktur kalimat dan/atau aspek tata Bahasa Inggris yang lain, tidak mengurangi makna kalimat.

Okay 1.7 - 1.5

Apabila siswa telah mampu berbahasa Inggris dengan tata bahasa yang berterima (acceptable grammar) cukup. Mereka banyak melakukan kesalahan-kesalahan dalam tenses, struktur kalimat dan aspek tata Bahasa Inggris yang lain, namun kalimat-kalimat mereka masih komunikatif.

Lack 1.4 - 0.5

Apabila siswa berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dengan tata bahasa yang tidak berterima (unacceptable grammar); mereka banyak melakukan kesalah-kesalahan tenses, struktur kalimat dan aspek tata bahasa Inggris yang lain, sehingga kalimatnya sulit dipahami orang lain.

b. Diction

Excellent 2.5

Apabila siswa telah mampu berbahasa Inggris dengan pilihan kata yang sesuai (appropriate diction) dengan sempurna yang menyebabkan komunikasi menjadi lancar dan nyambung.

Very

Good 2.4 - 2.0

Apabila siswa telah mampu berbahasa Inggris dengan pilihan kata yang sesuai (appropriate diction) dengan baik sekali yang menyebabkan komunikasi menjadi lancar dan nyambung. Mereka hanya melakukan kesalahan kecil dalam pilihan kata namun tidak mengurangi makna komunikasi.

Good 1.9 - 1.8

Apabila siswa mampu berbahasa Inggris dengan pilihan kata yang sesuai (appropriate diction) dengan baik. Walaupun mereka masil melakukan kesalahan-kesalahan dalam pilihan kata, tidak mengurangi makna kalimat dan komunikasi masih nyambung.

Okay 1.7 - 1.5

Apabila siswa masih bisa berbahasa Inggris dengan pilihan kata yang berterima dengan standar cukup. Mereka banyak melakukan kesalahan-kesalahan dalam pilihan kata, namun ide-ide mereka masih bisa dipahami.

Lack 1.4 - 0.5 Apabila siswa berkomunikasi dalam Bahasa Inggris banyak melakukan kesalahan dalam pilihan kata (unappropriate diction).

(5)

529

Hal ini menyebabkan lawan bicaranya atau orang lain sulit memahami maksud dari ide-idenya dan komunikasi menjadi tidak lancar.

c. Message

Excellent 2.5

Apabila siswa telah mampu menyampaikan pesan dalam Bahasa Inggris dengan sempurna yang menyebabkan komunikasi menjadi lancar dan nyambung.

Very

Good 2.4 - 2.0

Apabila siswa telah mampu menyampaikan pesan dalam Bahasa Inggris dengan baik sekali. Walaupun pesan yang disampaikan ada sedikit kesalahan, hal itu tidak mengurangi makna komunikasi sehingga lawan bicara atau orang lain masih bisa memahaminya.

Good 1.9 - 1.8

Apabila siswa telah mampu menyampaikan pesan sederhana (simple message) dalam Bahasa Inggris dengan baik. Walaupun pesan yang disampaikan mengandung beberapa kesalahan, hal itu tidak mengurangi makna komunikasi sehingga lawan bicara atau orang lain masih bisa memahaminya.

Okay 1.7 - 1.5

Apabila siswa telah mampu menyampaikan pesan sederhana (simple message) dalam Bahasa Inggris dengan standar yang cukup. Pesan yang disampaikan masih banyak mengandung kesalahan. Namun demikian lawan bicara atau orang lain masih bisa menangkap makna kalimat-kalimatnya.

Lack 1.4 - 0.5

Apabila siswa belum mampu menyampaikan pesan sederhana (simple message) dalam Bahasa Inggris sesuai standar yang berterima. Pesan yang disampaikan mengandung kesalahan yang elementer yang menyebabkan lawan bicara atau orang lain sulit memahaminya.

d. Fluency

Excellent 2.5 Apabila siswa telah mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dengan kemahiran yang sempurna (native-like).

Very

Good 2.4 - 2.0

Apabila siswa telah mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dengan mahir, bisa dipahami oleh lawan bicara atau pendengar dengan baik sekali.

Good 1.9 - 1.8

Apabila siswa mampu menyampaikan ide tentang hal-hal sederhana dalam Bahasa Inggris dengan lancar, bisa dipahami oleh lawan bicara atau pendengar dengan baik.

Okay 1.7 - 1.5

Apabila siswa cukup bisa menyampaikan ide-ide sederhana dalam Bahasa Inggris, dan cukup dipahami oleh lawan bicara atau pendengar.

Lack 1.4 - 0.5

Apabila siswa belum lancar berkomunikasi dalam Bahasa walaupun untuk hal-hal sederhana, dan lawan bicara atau pendengar kesulitan memahami maksudnya.

(diolah dari Cambridge-ICELT Course) 2. Langkah-Langkah Siklus

a. Drafting, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Bersama kelompoknya, siswa menyusun draft dialog berdasarkan topik dan KIG yang telah ditentukan sebelumnya.

2) Siswa mengumpulkan draft yang mereka susun kepada guru.

3) Guru mengoreksi dan mengomentari draft siswa.

4) Draft yang sudah baik/sempurna dikembalikan untuk rehearsal; draft

yang masih belum sempurna dikembalikan untuk diperbaiki lagi. b. Rehearsal, dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1) Guru memastikan semua siswa sudah mendapatkan peran sesuai KIG masing-masing, dan draft yang telah disusun sebelumnya telah disempurnakan.

2) Siswa melakukan rehearsal sesuai peran mereka masing-masing. c. Presentation, dengan langkah-langkah

(6)

530

1) Guru memanggil kelompok dengan

acak, untuk menghindari diskriminasi atau faktor psikologis kesiapan siswa.

2) Siswa mempresentasikan role play berdasarkan peran mereka masing-masing sesuai topik yang mereka pilih.

3) Guru menilai presentasi siswa secara individual.

4) Hasil presentasi siswa dianalisis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu lembar observasi, hasil belajar, lembar keterlaksanaan RPP.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

1. Siklus 1

a. Hasil Observasi Kesiapan Siswa Hasil pengamatan pada siklus pertama menunjukkan bahwa sebagian siswa belum siap menerima pelajaran. Dari 30 orang siswa di kelas tersebut, hanya 16 orang siswa yang memiliki buku referensi. Ada juga diantara mereka yang tidak membawa buku LKS, ada yang belum menyiapkan alat-alat tulis, serta belum duduk ditempat mereka masing-masing. Secara umum, hanya 86,7 persen dari mereka yang sudah siap menerima pelajaran. b. Hasil Observasi Partisipasi Belajar

Siswa

Hasil pengamatan pada siklus pertama menunjukkan bahwa siswa yang aktif dalam KBM masih kurang sekali. Sebagian besar siswa masih pasif; mereka belum menunjukkan antusiasme untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang belum mereka pahami. Mereka juga masih belum begitu konsentrasi menerima pelajaran, sehingga mereka tidak menyimak penjelasan guru dengan baik. Hal ini menjadi bukti bahwa kelihatan sekali mereka belum fokus dalam proses KMB. Mereka juga lemah dalam merespon umpan balik atau konsep checking dari guru. Ada sebagian di antara mereka yang masih kelihatan malu-malu ketika berinteraksi dengan guru; walaupun sebenarnya mereka bisa merespon tetapi mereka tidak melakukannya. Secara umum partisipasi belajar siswa dalam siklus

pertama ini baru mencapai 50 persen.

c. Hasil Observasi Partisipasi Guru Menurut hasil pengamatan, keaktivan guru dalam proses KBM pada siklus pertama masih belum memadai; 61 persen AK (aktif) dan 19,3 persen CA (Cukup Aktif). Artinya, bahwa guru belum begitu terlibat (get involved) secara total dalam proses KBM, karena yang bersangkutan belum begitu sempurna melakukan apersepsi, menjelaskan topik, memanage kelas dan sebagainya. Pada siklus ini, pengamat memberikan penilaian BAIK.

d. Tahap Refleksi

Hasil pelaksanaan

menunjukkan bahwa baik nilai rata-rata maupun ketuntasan klasikal belum memenuhi harapan. Hal ini terjadi tentu saja karena kesiapan dan partisipasi belajar siswa, serta partisipasi guru yang belum maksimal. Hal-hal tersebut tentu saja menjadi catatan untuk diperbaiki pada siklus berikutnya. 2. Siklus 2

a. Observasi Kesiapan Siswa

Pada siklus ke dua kesiapan siswa mengikuti pelajaran sedikit meningkat. Namun demikian, masih 14 dari 30 orang siswa di kelas itu yang belum membawa buku referensi, ada di antara mereka yang belum duduk di tempatnya masing-masing, serta sebagian kecil dari mereka yang tidak membawa LKS dan alat tulis. Secara umum kesiapan siswa menerima pelajaran pada siklus kedua meningkat menjadi 88 persen.

b. Hasil Observasi Partisipasi Belajar Siswa

Sejalan dengan meningkatnya kesiapan siswa menerima pelajaran, hasil pengamatan pada siklus ke dua

menunjukkan bahwa ada

peningkatan yang signifikan mengenai partisipasi belajar siswa dalam KBM. Mereka mulai berani mereka mulai mengajukan pertanyaan kalau ada hal-hal yang belum mereka pahami, dan menjawab pertanyaan guru. Namun demikian, masih ada sebagian kecil di antara mereka yang belum aktif

(7)

531

dalam kegiatan diskusi, belum

bekerja sama dengan baik bersama kelompoknya, serta ada sebagian kecil yang tidak menyelesaikan tugas kelompok dengan baik dan belum berinteraksi dengan baik dalam kelompoknya. Secara umum partisipasi belajar siswa pada siklus ke dua ini meningkat menjadi 61 persen.

c. Hasil Observasi Partisipasi Guru Selanjutnya belajar dari kekurangan pada siklus pertama, menurut hasil pengamatan, partisipasi guru dalam proses KBM mulai mengalami peningkatan pada siklus ke dua. Pengamat menilai, yang bersangkutan sudah melaksanakan pembelajaran sesuai kompetensi siswa, sudah bersifat kontekstual dan memungkinkan tumbuhnya karakter. Tugas siswa juga sudah dinilai baik sekali. Pengamat memberikan dua kriteria penilaian yaitu: 16,7 persen untuk kriteria Baik Sekali dan 83,3 persen untuk kriteria baik. Namun demikian, menurut pengamat, kinerja tersebut masih perlu ditingkatkan lagi.

d. Tahap Refleksi

Setelah melalui proses perbaikan dalam beberapa hal seperti bisa dilihat pada data-data sebelumnya, maka pada siklus ke dua ini siswa mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam berbagai indikator keberhasilan. Namun demikian penelitian ini masih perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya (siklus 3) karena belum mencapai ketuntasan klasikal (85 %).

3. Siklus 3

a. Hasil Tindakan Siklus 3

Pada siklus ke tiga, nilai rata-rata presentasi siswa telah meningkat menjadi 73,7, dengan rincian sebagai berikut: message: 75,3, diction: 79,3, grammar: 70 dan fluency: 69,3. Dengan demikian, sampai siklus ke tiga ini (yang merupakan siklus terakhir) fluency siswa belum mampu mencapai KKM. Namun demikian, ketuntasan Klasikal mereka telah cukup memuaskan, yaitu mencapai 90 persen. Oleh

sebab itu, guru menganggap tidak perlu lagi melanjutkan siklus lagi. b. Hasil Observasi Kesiapan Siswa

Pada siklus ketiga, kesiapan siswa menerima pelajaran meningkat secara signifikan. Hasil pengamatan menunjukkan, hanya sebagian kecil (5 orang) di antara mereka tidak membawa buku referensi, dan sebagian kecil lagi (1 orang) tidak membawa LKS. Ketika pelajaran dimulai sebagian kecil sekali di antara mereka belum menyiapkan alat tulis dan tidak menempati tempat duduknya (masing-masing 1 orang). Pada siklus ketiga ini kesiapan siswa menerima pelajaran telah meningkat menjadi 94 persen. Menurut hemat penulis kondisi ini sudah cukup bagus.

c. Hasil Observasi Partisipasi Belajar Siswa

Sebagaimana dikatakan bahwa kesiapan siswa pada siklus ke tiga meningkat secara signifikan. Hal ini tentu perpengaruh positif terhadap partisipasi belajar siswa. Menurut hasil pengamatan, siswa yang aktif dan cukup aktif meningkat secara signifikan. Siswa yang menjawab pertanyaan apersepsi, feedback guru sudah meningkat jumlahnya. Mereka yang aktif dalam diskusi kelompok, menyelesaikan tugas-tugas kelompok, serta berinteraksi yang positif dengan guru sudah meningkat secara signifikan pula. Demikian juga dengan siswa yang bertanya tentang kesulitan mereka, mereka yang memperhatikan penjelasan guru dan bekerja sama dalam kelompok juga meningkat secara signifikan. Namun demikian, tak ada gading yang tak retak. Masih ada sebagian kecil di antara mereka yang menyelesaikan tugas-tugasnya, ada juga yang belum berinterkasi dengan baik dalam kelompok diskusinya. Dengan demikian, secara umum partisipasi belajar siswa pada siklus ketiga ini sudah melebihi 85 persen.

Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kemajuan yang cukup baik dalam partisipasi belajar siswa pada siklus ketiga ini.

d. Hasil Observasi Partisipasi Guru Belajar dari kekurangan-kekurangan pada siklus sebelumnya,

(8)

532

guru berusaha keras meningkatkan

kinerjanya pada siklus ketiga. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya kwalitas partisipasi guru dalam KBM secara signifikan. Guru sudah sangat baik menjelaskan topik, melakukan lead-in (membuka pelajaran dengan memperkenalkan topik), modeling (mencontohkan materi), mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan, memantau jalannya diskusi dalam kelompok dan menyimpulkan pelajaran. Secara umum, pengamat menilai guru telah berpartisipasi dengan kriteria sangat baik 41,7 persen dan kriteria baik 48,3persen. Ini tentunya merupakan suatu hal yang cukup menggembirakan. e. Tahap Refleksi

Setelah melalui tiga siklus, hasil penelitian menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hasil tindakan pada tia-tiap siklus menunjukkan kecenderungan grafik yang terus meningkat, sampai akhirnya pada siklus 3, nilai rata-rata dan ketuntasan klasikal telah tercapai sesuai harapan. Dengan demikian maka siklus 3 merupakan akhir dari penelitian ini.

Selengkapnya hasil analisa presentasi siswa untuk semua siklus, dapat dilihat pada gambar 1 dibawah.

Gambar 1. Persentasi siswa semua siklus B. Pembahasan

1. Presentasi Siswa

Secara keseluruhan dari siklus 1 sampai siklus 3, hasil presentasi siswa menunjukkan kwalitas yang terus meningkat.Untuk melihat hasil Presentasi siswa secara keseluruhan

dapat diperhatikan gambar 1 di bawah ini.

Gambar 2. Hasil Presentasi Siswa Peningkatan nilai rata-rata maupun ketuntasan klasikal seperti tampak pada tabel di atas tidak terlepas dari tindakan yang terus meningkat kwalitasnya. Menigkatnya tindakan tidak terlepas dari hasil refleksi yang dilakukan pada tiap akhir siklus. Hasil siklus tentu saja berbasis pada hasil observasi, baik terhadap siswa maupun terhadap guru.

2. Pembahasan Hasil Observasi Kesiapan Siswa

Menurut hasil observasi, kesiapan siswa mengikuti/menerima pelajaran pada masing-masing siklus

menunjukkan kecenderungan

meningkat. Secara keseluruhan, perkembangan kesiapan siswa mengikuti/menerima pelajaran dapat dilihan pada Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1. Perkembangan kesiapan siswa

mengikuti pelajaran siklus I sampai siklus III

SIKLUS 1 SIKLUS 2

SIKLUS 3

86,7 % 88% 94%

Tabel 1 di atas menunjukkan perkembangan yang konsisten dari kesiapan siswa mengikuti pelajaran pada masing-masing siklus. Hal ini tentu berpengaruh pada peningkatan hasil prestasi mereka yang mana juga cenderung meningkat dari siklus ke siklus.

3. Pembahasan Partisipasi Belajar Siswa dalam KBM

Hasil observasi terhadap partisipasi belajar siswa dalam KBM juga sama, yaitu mengalami peningkatan dari siklus satu ke siklus berikutnya. Untuk lebih detailnya, perkembangan partisipasi belajar siswa dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:

(9)

533

Tabel 2. Perkembangan partisipasi belajar siswa

SIKLUS 1 SIKLUS 2 SIKLUS 3

AK CA KA TA AK CA KA TA AK CA KA TA

50 22,3 17,3 10,4 61 19,3 11,3 8,4 68,2 19 7,7 4,6

Keterangan: AK: aktif, CA: Cukup Aktif, KA: Kurang Aktif, TA: Tidak Aktif

Tabel 2 menunjukkan

perkembangan yang sikgifikan dari partisipasi belajar siswa pada masing-masing siklus. Perkembangan yang menggembirakan ini tentu saja berpengaruh signifikan dalam peningkatan hasil presentasi mereka. 4. Pembahasan Hasil Observasi

Partisipasi Guru

Sama dengan kesiapan guru, menurut hasil observasi, partisipasi guru juga menunjukkan grafik yang terus meningkat pada masing-masing siklus. Untuk melihat selengkapnya perkembangan partisipasi guru pada tiap-tiap siklus , perhatikan Tabel 4 berikut ini:

Tabel 3. Perkembagan partisipasi guru tiap siklus

SIKLUS 1 SIKLUS 2 SIKLUS 3

BS BK CB KB BS BK CB KB BS BK CB KB

- 100 - - 16,7 83,3 - - 41,2 48,3 - -

KET: BS: Baik Sekali , BK: Baik, CB: Cukup Baik, KB: Kurang Baik Tabel 3 di atas menunjukkan

perkembangan partisipasi guru dalam KBM yang cenderung meningkat dari siklus ke siklus. Hal ini tentu menggembirakan karena dengan demikian diharapkan ikut berpengaruh signifikan dalam peningkatan prestasi belajar siswa.

SIMPULAN

Dari hasil hasil observasi dan tindakan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kwalitas, kesiapan siswa, partisipasi belajar siswa dan partisipasi guru dalam KBM dari satu siklus ke siklus berikutnya. Karena kwalitas tindakan semakin meningkat, hal ini berpengaruh signifikan terhadap perkembangan kwalitas prestasi siswa dalam kelompok.

Kalau pada siklus 1 Nilai Rata-Rata (NR) siswa hanya 70,3 dan ketuntasan Klasikal (KK) adalah 73,3 persen, siklus 2 sedikit meningkat dengan NR 71,2 dan KK adalah 80 persen. Sampai pada siklus ke tiga hasil analisis menunjukkan bahwa NR mencapai 73,7 dan KK mencapai 93,3 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan bantuan KIG (1) kemampuan siswa melakukan TID meningkat dan (2), siswa termotivasi melakukan TID melalui bermain peran (Role-Play).

DAFTAR RUJUKAN

Agustien, Helena Dkk (2004). Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa Inggris. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Depdiknas (2004) Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Inggris Sekolah Menengah Pertama dan

Madrasah Tsanawiyah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Depdiknas (2004). Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK 2004). Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Depdiknas (2006). Kepmen N0 23 tahun 2006

tentang Standar Kelulusan (SKL). Jakarta: Departemen Pendidikan nasinal.

Depdiknas (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMPN 7 Mataram. Harmer, Jeremy (2003). How to Teach English.

Malaysia:Longman

Nawawi, Hadari (2005). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : UGM Press.

Santoso, Riyadi, 2003. Semiotika Sosial. Pandangan Terhadap Bahasa. Surabaya : Pustaka Eureka dan JP Press Surabaya. Spratt, Mary dkk (2005). The TKT; Teaching Knowledge Test Course. Cambridge: Cambridge University Press.

Sudaryanto, dkk (1996). Pelajaran Bahasa Inggris SMP. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sujana, I Made (2010). Workshop Penelitian Tindakan Kelas. Mataram: Arga Puji Press.

Gambar

Gambar 1. Persentasi siswa semua siklus

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok Tani yang diketuai oleh Bapak Uden ini merupakan salah satu kelompok tani yg ikut turut serta dalam program pengembangan lahan padi seluas 1000 hektar di sukabumi..

Menurut Devito (Gainau, 2011:4) sikap terbuka dalam komunikasi interpersonal dapat dilihat antara lain: (1) keterbukaan diri adalah suatu tipe komunikasi tentang

Pelayanan kesehatan yang ada pada waktu itu adalah klinik umum, klinik spesialis (bedah, kandungan, penyakit dalam dan kesehatan anak), klinik gigi, instalasi

Menurut Romney dan Steinbart (2015:3), “sistem adalah suatu rangkaian yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang saling berhubungan dan saling berinteraksi satu

Kayu Cempaka merupakan bahan baku utama dalam konstruksi rumah panggung Minahasa atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Rumah Woloan” karena rumah panggung ini

Simpulan yang dapat dibuat berdasar pada hasil analisis data adalah: (1) terdapat hubungan antara konsep diri dengan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII

“ Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka

Sejak Q2 2016, ADHI mampu menjaga tren percepatan pertumbuhan pendapatan, terutama ditopang oleh segmen konstruksi yang menyumbang sekitar 80% dari total