• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI PERCAKAPAN KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES SAINTIFIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESKRIPSI PERCAKAPAN KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES SAINTIFIK"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI PERCAKAPAN KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES SAINTIFIK

(Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII-2 SMP Global Madani Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2018/2019)

(Skripsi)

Oleh DETA MARLITA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2019

(2)

ABSTRAK

DESKRIPSI PERCAKAPAN KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES SAINTIFIK

(Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII-2 SMP Global Madani Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2018/2019)

Oleh

DETA MARLITA

Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan percakapan kritis matematis siswa dalam pembelajaran Socrates saintifik. Subjek penelitian ini adalah 9 siswa kelas VII-2 SMP Global Madani Bandar Lampung tahun pelajaran 2018/2019. Subjek penelitian dipilih secara purposif dengan mempertimbangkan kemampuan matematis siswa. Kemudian, berdasarkan nilai UTS siswa, observasi pendahuluan, dan informasi yang diperoleh dari guru mata pelajaran di kelas tersebut, dipilih 9 siswa sebagai subjek penelitian yang terdiri dari tiga siswa berkemampuan matematis tinggi, sedang, dan rendah. Data penelitian ini merupakan data kualitatif tentang percakapan kritis matematis siswa yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya, dilakukan analisis data melalui tiga tahapan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh simpulan bahwa: (1) Percakapan kritis matematis siswa yang terjadi dalam pembelajaran Socrates saintifik lebih dominan memunculkan indikator kemampuan berpikir kritis siswa yaitu interpretasi dan analisis, (2) Percakapan kritis matematis siswa lebih sering

(3)

muncul saat guru mengajukan pertanyaan Socrates tipe klarifikasi dan alasan-alasan dan bukti penyelidikan, (3) Percakapan kritis matematis siswa lebih dominan muncul saat siswa melakukan tahapan saintifik yaitu menalar dan mengomunikasikan.

(4)

DESKRIPSI PERCAKAPAN KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES SAINTIFIK

(Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII-2 SMP Global Madani Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2018/2019)

Oleh

DETA MARLITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2019

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung, Lampung, pada tanggal 15 September 1996. Penulis adalah anak ketiga dari pasangan Bapak Mundiri dan Ibu Paikem. Penulis memiliki dua orang kakak bernama Sugeng Riadi dan Riyono.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Al-Huda 1 Kemiling, pendidikan dasar di SD Negeri 4 Sumberrejo, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 13 Bandar Lampung, pendidikan menengah atas di SMA Negeri 16 Bandar Lampung. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2015 melalui jalur Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN) dengan mengambil Program Studi Pendidikan Matematika.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT) pada tahun 2018 di Desa Kacamarga, Kecamatan Cukuh Balak, dan menjalani Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Negeri 1 Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus. Selama menjalani pendidikan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan diantaranya Himpunan Mahasiswa Pendidikan Eksakta (HIMASAKTA) pada tahun 2015 dan Forum Keluarga Besar Mahasiswa Pendidikan Matematika (MEDFU) pada tahun 2015 sampai 2019.

(9)

`ÉàÉ

Semua impian kita bisa terwujud jika kita

memiliki keberanian untuk mengejarnya.

(10)

i

cxÜáxÅut{tÇ

Alhamdulillahorobbil’alamiin

Segala Puji Bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Sempurna

Sholawat serta Salam selalu tercurah kepada Uswatun Hasanah Rasulullah

Muhammad SAW

Ku persembahkan karya ini sebagai tanda cinta dan kasih sayangku kepada:

Ayahku tercinta (Mundiri) dan Ibuku tercinta (Paikem), yang telah

membesarkan dan mendidik dengan penuh kasih sayang serta selalu

mendoakan dan melakukan semua yang terbaik untuk keberhasilanku juga

kebahagiaanku

Kakak-kakakku yang tercinta Sugeng Riadi dan Riyono yang telah memberikan

dukungan dan semangatnya padaku

Seluruh keluarga besar yang telah memberikan do’a dan dukungannya

Para pendidik yang telah mengajar dengan penuh kesabaran, semoga ilmu

yang telah diberikan menjadi jariah yang mengalir deras.

Semua sahabatku yang begitu tulus menyayangiku, sabar menghadapiku, menerima

semua kekuranganku, dan sepenuh hati mendukungku. Terima kasih karena kalian

mengajarkanku arti pertemanan yang sesungguhnya

Almamater Universitas Lampung tercinta.

(11)

ii

SANWACANA

Bismillaahirrohmaanirrohiim.

Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Deskripsi Percakapan Kritis Matematis Siswa dalam Pembelajaran Socrates Saintifik (Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII-2 SMP Global Madani Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2018/2019)”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah atas manusia yang akhlaknya paling mulia, yang telah membawa perubahan luar biasa, menjadi uswatun hasanah, yaitu Rasulullah Muhammad SAW.

Penyusunan skripsi ini disadari sepenuhnya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada:

1. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan sumbangan pemikiran, perhatian, kritik, saran, motivasi, dan semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terimakasih telah memberikan kesempatan untuk terlibat dan ikut serta dalam penelitian kualitatif Socrates ini.

(12)

iii

2. Ibu Widyastuti, S.Pd., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan sumbangan pemikiran, perhatian, kritik, saran, motivasi, dan semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Dosen Pembahas dan Ketua Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan kritik dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Rini Amrista Wijayanti, S.Pd., M.Sc., selaku Kepala SMP Global Madani Bandar Lampung, staf, dan karyawan yang telah memberikan kemudahan selama penelitian.

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

8. Ayah tercinta Mundiri, Ibu tercinta Paikem, Kakak-kakak tercinta Sugeng Riadi dan Riyono yang memberikan banyak cinta dan kasih sayang dengan tulus dan penuh kesabaran, bimbingan dan nasihat, semangat, doa, serta kerja keras yang tak kenal lelah demi keberhasilan penulis.

(13)

iv

9. Ibu Reni Astari Hidayat, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam penelitian.

10. Seluruh siswa kelas VII-2 SMP Global Madani Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019, khususnya Dina, Aca, Farhan, Hanna, Arkan, Cheyra, Almas, Mufid, dan Mutiara atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin. 11. Keluarga besar Alm. Guntoro dan Alm. Supardi yang telah membantu dalam

berbagai hal dan selalu memberikan dukungan demi keberhasilan penulis. 12. Kakak iparku tersayang dan keponakan-keponakanku tercinta, Desti, Silvi,

dan Anindya yang telah memberikan kasih sayang tulus, doa, semangat, serta dukungan penuh demi keberhasilan penulis.

13. Keluarga Om Purwanto, Bibi Chairiyah, Kinanti, dan Bintang yang sudah memberikan semangat, dukungan, doa, motivasi, serta kasih sayang kepada penulis.

14. Sahabat-sahabatku tercinta “Trio Telur”, Desta Kusuma dan Tiur Lina yang telah memberikan semangat dikala terpuruk, menjadi penggembira dikala sedih, serta memberikan kasih sayang yang tulus. Terima kasih untuk kebersamaannya sampai saat ini.

15. Tim penelitian skripsi: Wanda Restia Rosa yang selalu memberikan semangat, bantuan dan berbagi pendapat mengenai segala hal. Terima kasih atas kerjasama yang telah terjalin.

16. Sahabat-sahabatku tersayang “Pance Squad”: Desta Kusuma, Tiur Lina, Irma Agnesia Tambunan, dan Desak Afriani yang telah memberikan warna dihidupku, menerima segala kekuranganku dan selalu ada di saat suka maupun duka.

(14)

v

17. Sobatku selama bimbingan, Kiki, Amel, Mba Hanani, dan Mba Rizkana yang telah memberikan semangat, motivasi, dukungan, dan nasihat demi keberhasilan penulis.

18. Teman-teman seperjuangan, seluruh angkatan 2015 Kelas A dan Kelas B Pendidikan Matematika. Semoga kita bisa mencapai semua yang dicita-citakan.

19. Kakak-kakakku seperjuangan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lampung angkatan 2013 dan 2014 serta adik-adikku angkatan 2016, 2017, dan 2018 yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan kebersamaannya. 20. Keluarga besar Medfu FKIP Unila dan Himasakta FKIP Unila yang telah

memberikan pengalaman berorganisasi selama ini.

21. Keluarga besar Bapak Nasir, Ibu Ratna, Fandi, dan Fauzi, serta rekan seperjuangan KKN-KT di Desa Kacamarga, Kecamatan Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus dan PPL di SMK Negeri 1 Cukuh Balak: Nadya Ayu Paradita, Cahaya Eriza Saputri, Eka Nurfitriana, Mukti Rohmah, Siti Faradila Suardi Putri, Tomi Rizki Putra, Sari Agung Tamba, Hernugrah Santosa, dan Danang Dirgantara, terima kasih atas kebersamaan selama kurang lebih 45 hari yang penuh makna dan kenangan.

22. Bapak Dwi Mardianto, S.Pd., selaku guru pamong PPL dan keluarga besar SMK Negeri 1 Cukuh Balak, terimakasih untuk dukungan, bantuan, dan semangat yang diberikan selama ini.

23. Pak Mariman, Pak Liyanto, Mba Eka, Mas Aji, Pak Riswandi, dan Pak Muh, terima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini. 24. Almamater Universitas Lampung tercinta yang telah mendewasakanku.

(15)

vi

25. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan pahala dari Allah SWT, dan semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin ya Robbal ‘Alamin.

Bandar Lampung, Oktober 2019 Penulis,

(16)

vii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Percakapan Matematis ... 13

B. Kemampuan Berpikir Kritis ... 19

C.Metode Socrates ... 23

D.Pendekatan Saintifik... 28

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 33

B. Subjek Penelitian ... 34

C. Teknik Pengumpulan Data ... 35

(17)

viii

E. Tahap-Tahap Penelitian ... 39

F. Teknik Analisis Data ... 41

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 48

1. Hasil Pengamatan pada Pertemuan Pertama…... . 49

2. Hasil Pengamatan pada Pertemuan Kedua…... .... 62

3. Hasil Pengamatan pada Pertemuan Ketiga…... .... 68

4. Hasil Pengamatan pada Pertemuan Keempat…... 83

B. Pembahasan ... 97

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 112

B. Saran ... 113 DAFTAR PUSTAKA

(18)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman 2.1 Pertanyaan-Pertanyaan Matematis antara Guru dan Murid ... 16 2.2 Langkah-Langkah Berpikir Kritis Serta Kaitannya dengan

Indikator Kemampuan Berpikir Kritis (KBK) ... 23 2.3 Jenis-Jenis Pertanyaan Socrates dan Contohnya ... 27 3.1 Pengodean Data yang Digunakan ... 43 4.1 Rincian Waktu dan Jumlah Transkrip Percakapan Kritis

Matematis Siswa Setiap Pertemuan ... 48 4.2 Frekuensi Percakapan Kritis Matematis Siswa pada

Pertemuan Pertama ... 61 4.3 Frekuensi Percakapan Kritis Matematis Siswa pada

Pertemuan Kedua ... 68 4.4 Frekuensi Percakapan Kritis Matematis Siswa pada

Pertemuan Ketiga... 82 4.5 Frekuensi Percakapan Kritis Matematis Siswa pada

Pertemuan Keempat ... 96

(19)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

4.1 Hasil Perbandingan Warna Name tag di Papan Tulis ... 50

4.2 Tabel Perbandingan (Teka-teki) pada Lembar Latihan Soal 1 ... 51

4.3 Hasil Perbandingan Kelompok Tanding 1 Lawan 1 ... 52

4.4 Tabel Perbandingan (Teka-teki) Kelompok Tanding ... 56

4.5 Teka-teki pada Latihan Soal 1... 59

4.6 Hasil Perbandingan Uang Saku Keluarga A, B, dan C... 65

(20)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman A. INSTRUMEN PENELITIAN

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 118

A.2 Lembar Kerja Peserta Didik ... 163

A.3 Daftar Kode Siswa ... 176

A.4 Nilai Ulangan Tengah Semester ... 177

A5 Lembar Catatan Lapangan ... 178

A.6 Hasil Reduksi Data ... 241

A.7 Lembar Observasi ... 282

A.8 Hasil Wawancara ... 298

B. LAIN-LAIN B.1 Surat Izin Penelitian ... 302

(21)

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin pesat menuntut tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan kompetitif. Untuk menghasilkan SDM yang berkualitas dan kompetitif, dibutuhkan banyak cara, salah satunya adalah menyelenggarakan pendidikan yang efektif dan bermutu. Melalui pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya secara optimal sehingga menjadi manusia yang berkualitas dan kompetitif. Oleh karena itu, pendidikan dibutuhkan untuk menghasilkan SDM yang dimaksud. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa:

“Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif agar peserta didik mampu mengembangkan potensinya secara optimal dan memiliki kekuatan spritual keagamaan, akhlak mulia, kepribadian, kecerdasan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”

Salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional adalah menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang terdiri dari rangkaian pendidikan formal mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan tinggi. Hal tersebut didukung dengan diselenggarakannya program wajib belajar

(22)

2

dua belas tahun. Berbagai mata pelajaran diajarkan di jenjang tersebut antara lain: ilmu agama, bahasa, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan matematika.

Matematika merupakan suatu ranah yang memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dengan diterapkannya matematika sebagai salah satu mata pelajaran wajib dalam setiap Ujian Akhir Nasional (UAN). Selain itu, matematika juga merupakan ilmu logis, terstruktur, dan terorganisir. Untuk mempelajari matematika konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami konsep selanjutnya.

Menurut Rahma (2014: 18) pembelajaran matematika merupakan suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan hubungan-hubungan serta simbol-simbol yang kemudian diterapkan pada situasi nyata. Matematika merupakan ilmu yang selalu berkembang baik dari sisi materi, maupun manfaatnya bagi masyarakat dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, matematika harus dikuasai peserta didik sejak dini agar memiliki kemampuan berpikir logis, sistematis, analisis, kritis, dan kreatif.

Johnson dan Mykelebust (Abdurrahman, 2003: 252) mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis yang mempunyai fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan yang kuantitatif dan mempunyai fungsi teoritis untuk memudahkan proses berpikir. Oleh karena itu, sudah seharusnya mata pelajaran matematika dikuasai oleh siswa dari setiap jenjang pendidikan karena mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan kemampuan siswa, terutama dalam kemampuan berpikir.

(23)

3

Pada pembelajaran matematika terdapat beberapa kemampuan berpikir tingkat tinggi yang harus dikembangkan oleh siswa, salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan yang menyatakan bahwa “Siswa harus memiliki kemampuan berpikir dan bertindak diantaranya: kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif.”

Menurut Murti (2009: 1) berpikir kritis mencakup kemampuan untuk memahami dan menggunakan bahasa dengan akurat, jelas dan diskriminatif (yakni melihat dan membuat perbedaan yang jelas tentang setiap maknanya), kemampuan untuk menafsirkan data, menilai bukti-bukti dan argumentasi, dan mengenali ada tidaknya hubungan yang logis antara dugaan satu dengan dugaan yang lainnya. Seseorang dikatakan telah memiliki kemampuan berpikir kritis ketika ia sudah dapat menafsirkan sesuatu secara bermakna serta mengungkapkan kembali penafsiran tersebut dengan bahasa yang tepat dan akurat.

Abdullah (2013: 66) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu proses yang bertujuan agar kita dapat membuat keputusan-keputusan yang masuk akal, sehingga apa yang kita anggap baik tentang suatu hal dapat menjadi pilihan yang tepat. Hal ini sejalan dengan pemikiran yang dikemukakan oleh Noer (2009: 474) yang menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan sebuah proses yang mengarah pada penarikan kesimpulan tentang apa yang harus kita percayai dan tindakan yang akan kita lakukan. Jadi, berpikir kritis merupakan proses kognitif yang akan dilakukan secara sistematis dan bernalar untuk menghasilkan suatu kesimpulan

(24)

4

yang masuk akal sehingga dapat memutuskan suatu keputusan baik dan juga melakukan suatu tindakan dengan benar.

Syahbana (2012: 52) menyatakan bahwa berpikir kritis dalam belajar matematika merupakan suatu proses kognitif yang dilakukan dalam upaya memperoleh pengetahuan berdasarkan penalaran matematis. Fachrurazi (2011: 76) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis menjadi kemampuan yang sangat diperlukan agar siswa sanggup menghadapi suatu tantangan-tantangan di dalam kehidupan yang selalu berkembang.

Pada kenyataannya kemampuan berpikir kritis siswa di Indonesia masih tergolong rendah. Schafersman (Yunarti, 2016: 1) menyatakan bahwa hanya sepertiga siswa berusia 17 tahun yang dapat menyelesaikan sebuah persoalan matematika yang kompleks. Selanjutnya Tim Survei IMSTEP-JICA (Zaqiah, 2013: 3) menyatakan bahwa:

“Sejumlah kegiatan yang dianggap sulit oleh siswa untuk mempelajarinya dan oleh guru untuk mengajarkannya ialah pembuktian pemecahan masalah yang membutuhkan penalaran matematis, generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta yang diberikan.”

Kegiatan yang dianggap sulit tersebut, jika kita perhatikan merupakan kegiatan yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu berpikir kritis. Melalui pembelajaran di sekolah diharapkan kemampuan berpikir kritis siswa dapat dikembangkan.

Lambertus (2009: 142) menjelaskan bahwa melatih keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan pemberian soal-soal tidak rutin atau tugas-tugas yang berhubungan dengan dunia nyata dan terkait

(25)

5

dengan kehidupan sehari-hari, asalkan penyajiannya disesuaikan dengan perkembangan kognitif anak. Oleh sebab itu, untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis, siswa harus dibiasakan dengan permasalahan-permasalahan yang tidak rutin serta berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Pada umumnya pendidik melihat perkembangan kemampuan berpikir kritis matematis siswanya hanya dari kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Akan tetapi, ada hal lain yang seharusnya diperhatikan oleh pendidik dalam melihat perkembangan kemampuan berpikir kritis yaitu proses siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Menurut Lambertus (2009: 137) salah satu hal yang termuat dalam berpikir kritis ialah adanya proses pemecahan masalah dalam suatu konteks interaksi dengan diri sendiri, dunia orang lain atau lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, interaksi siswa dalam memecahkan masalah perlu mendapat perhatian pendidik, salah satu bentuk interaksi tersebut adalah percakapan.

Percakapan merupakan satuan interaksi bahasa antara dua pembicara atau lebih. Ketika dua orang atau lebih sedang melakukan interaksi, disitulah terjadi aktivitas berdialog atau berkomunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dialog diartikan sebagai percakapan. Dalam proses pembelajaran percakapan dapat terjadi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ritchhart dan Lippman (Yunarti, 2016: 26) yang menyatakan bahwa salah satu aktivitas pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir ialah melalui percakapan atau dialog.

(26)

6

Percakapan yang membahas persoalan matematika yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis siswa disebut percakapan kritis matematis. Melalui percakapan kritis matematis yang dilakukan oleh siswa seorang pendidik dapat mengetahui apakah siswa tersebut sudah memahami materi yang diajarkan atau belum. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Anderson et.al (2009) yang

menyatakan bahwa “teacher can spot student misunderstanding much more easily

when they are revealed by a discussion instead of remaining unspoken” yang artinya guru dapat melihat atau menemukan kesalahpahaman siswa jauh lebih mudah ketika mereka mengungkapkan sendiri melalui percakapan atau diskusi daripada saat mereka tidak berbicara.

Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Anderson et.al (Mentari, 2017) yang merinci lima faktor utama pentingnya percakapan matematis di kelas, yaitu:

“Five major reasons that talk is critical in teaching and learning: (1) talk can reveal understanding and misunderstanding, (2) talk supports robust learning by boosting memory, (3) talk supports deeper reasoning, (4) talk supports language development, (5) talk support development of social skills”.

Hal ini berarti terdapat lima faktor pentingnya percakapan matematis dalam proses belajar dan mengajar, yaitu:

(1) percakapan dapat mengungkap pemahaman dan kesalahpahaman, (2) percakapan mendukung pembelajaran dengan cara meningkatkan memori, (3) percakapan mendukung penalaran secara mendalam, (4) percakapan mendukung perkembangan berbahasa, (5) percakapan mendukung kemampuan bersosialisasi.

Pada kenyataannya merupakan suatu tantangan bagi seorang guru untuk menciptakan percakapan kritis matematis siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh salah satu guru bidang studi

(27)

7

matematika yang mengajar di kelas VII-2 SMP Global Madani Bandar Lampung yaitu: “setiap kali saya mengajar, saya memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk memancing kemampuan mereka dalam berpikir kritis matematis. Dari 21 siswa hanya satu atau dua orang saja yang menanggapi meskipun pertanyaan ataupun jawaban yang diberikan tidak selalu sesuai dengan konteks pembicaraan. Kemudian, faktor lain yang memengaruhi adalah anak-anak kurang menyukai pelajaran matematika atau persiapan belajar mereka yang kurang”.

Untuk menciptakan suatu percakapan matematis di kelas diperlukan pembentukan lingkungan belajar yang tepat. Namun, sampai sekarang masih banyak guru kesulitan untuk menciptakan lingkungan belajar yang dapat memunculkan suatu percakapan kritis matematis selama proses pembelajaran di kelas. Saat di kelas siswa cenderung takut untuk mengungkapkan gagasan-gagasan yang ada dalam pikirannya dan kurang aktif saat berdiskusi dengan temannya. Selain itu, faktor pelajaran matematika yang sulit ditambah lagi dengan guru yang mendominasi menyebabkan percakapan tersebut sulit muncul dalam pembelajaran. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu lingkungan pembelajaran yang menyenangkan sehingga muncul percakapan kritis matematis di kelas. Pembelajaran yang dianggap baik dalam meningkatkan kemampuan percakapan kritis matematis siswa adalah pembelajaran Socrates saintifik.

Pembelajaran Socrates saintifik adalah pembelajaran yang menggunakan metode Socrates dan pendekatan saintifik. Metode Socrates dianggap sebagai metode yang baik untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran karena dengan metode ini guru menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat

(28)

8

membuat siswa aktif sehingga mampu memunculkan percakapan matematis. Hal

ini sejalan dengan pendapat para pemikir dari The Critical Thinking Community

(Yunarti, 2016: 25) mengatakan bahwa “thinking is not driven by answers but by

questions” yang artinya berpikir tidak didorong oleh jawaban namun dari pertanyaan. Agar dapat berpikir, seseorang harus berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pemikirannya. Selanjutnya, Yunarti (2016: 27) menjelaskan fungsi pertanyaan antara lain untuk merangsang aktivitas berpikir,

memfasilitasi komunikasi, memperkuat konseptualisasi, dan menilai

pembelajaran.

Untuk dapat memunculkan percakapan salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan ialah metode Socrates. Yunarti (2016: 32) mengatakan bahwa metode Socrates adalah metode yang berisikan pengajaran Socrates yang memuat dialog atau diskusi yang dipimpin oleh guru, guru memiliki peranan penting karena gurulah yang tahu ke arah mana tujuan pembelajaran akan dicapai. Pertanyaan-pertanyaan Socrates memuat pertanyaan sederhana sampai dengan pertanyaan kompleks, pertanyaan tersebut digunakan untuk menguji validitas keyakinan siswa terhadap suatu objek.

Tentunya dalam setiap metode yang digunakan terdapat kelemahan, sama halnya dengan metode Socrates. Lammendola (Himawan, 2018: 8) menyebutkan ada

beberapa kelemahan metode Socrates yaitu “creates a fearful learning

environment and generally more time consuming than lecture based environment.” yang berarti metode Socrates dapat menciptakan lingkungan belajar yang menakutkan dan pada umumnya memakan waktu lebih banyak dibandingkan

(29)

9

dengan pembelajaran berbasis kuliah. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya variasi pendekatan yang tepat dalam menggunakan metode Socrates, salah satunya yaitu menggunakan pendekatan saintifik.

Pendekatan saintifik merupakan proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan. Menurut Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 bahwa tahapan pada pendekatan saintifik terdiri atas lima langkah pokok, yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau mengolah

informasi, dan mengomunikasikan. Pendekatan saintifik dimaksudkan

memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai materi secara ilmiah dengan berbagai cara tidak hanya bergantung dari guru, salah satunya adalah dengan membaca. Apabila siswa telah membaca materi terlebih dahulu maka akan lebih mudah bagi guru untuk melakukan aktivitas bertanya. Dengan demikian, terciptanya percakapan kritis matematis siswa dalam pembelajaran akan lebih mudah dan menyenangkan karena siswa dapat menentukan sendiri cara belajar yang akan dilakukan. Oleh sebab itu, pendekatan saintifik ini dianggap sangat tepat untuk mengurangi rasa bosan, takut serta memberi kemudahan dalam menggunakan metode Socrates.

Pada penelitian ini percakapan kritis matematis siswa yang muncul dalam proses pembelajaran akan dideskripsikan karena ini merupakan suatu hal yang cukup penting. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukmadinata (Sarnawi, 2012: 78) bahwa deskripsi pada fenomena-fenomena kegiatan pendidikan, pembelajaran, serta implementasi kurikulum merupakan hal yang cukup penting dalam dunia

(30)

10

pendidikan. Oleh karena itu, percakapan kritis matematis siswa yang muncul sebagai suatu fenomena kegiatan pembelajaran menjadi perlu untuk dideskripsikan.

Berdasarkan uraian di atas, ada kemungkinan bahwa pembelajaran menggunakan metode Socrates dengan pendekatan saintifik dapat membantu memunculkan percakapan kritis matematis siswa. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan percakapan kritis matematis siswa dengan metode Socrates dan pendekatan saintifik di SMP Global Madani Bandar Lampung.

B.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dibuat suatu pertanyaan penelitian yakni, “Bagaimanakah percakapan kritis matematis siswa di kelas VII-2 SMP Global Madani Bandar Lampung dalam pembelajaran Socrates saintifik?”

C.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian kualitatif ini ialah untuk mendeskripsikan percakapan kritis matematis siswa kelas di VII-2 SMP Global Madani Bandar Lampung selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pembelajaran Socrates saintifik.

D.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(31)

11

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan percakapan kritis matematis siswa kelas VII menggunakan metode Socrates dan pendekatan saintifik dalam pendidikan matematika.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi guru mata pelajaran matematika dalam melaksanakan pembelajaran sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai penerapan metode Socrates dalam pendekatan saintifik pada pembelajaran matematika kelas VII.

E.Ruang Lingkup

Dengan memerhatikan judul penelitian, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar tidak terjadi perbedaan persepsi antara penyusun dengan pembaca.

Adapun istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Percakapan kritis matematis merupakan percakapan matematis yang

melibatkan kemampuan berpikir kritis di dalamnya. Percakapan yang akan dideskripsikan dalam penelitian ini adalah percakapan kritis matematis pada materi perbandingan.

2. Metode Socrates adalah metode yang memuat suatu dialog atau diskusi yang

dipimpin oleh guru melalui serangkaian pertanyaan-pertanyaan induktif untuk menguji validitas keyakinan siswa akan suatu objek dan membuat kesimpulan yang benar akan objek tersebut secara konstruktif.

(32)

12

3. Pendekatan Saintifik adalah kegiatan pembelajaran yang melatih siswa untuk

melakukan sesuatu berdasarkan langkah-langkah atau prosedur ilmiah yang terdiri atas mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba, menalar, dan mengomunikasikan.

(33)

13

II.TINJAUAN PUSTAKA A.Percakapan Matematis

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) percakapan diartikan sebagai sebuah perundingan mengenai suatu masalah dengan cara bertukar pikiran. Selanjutnya Bradford (2007: 41) mendefinisikan percakapan yaitu cara untuk

menambah pengetahuan melalui how a procedure works (cara kerja suatu

prosedur), pose questions to peers (mengajukan pertanyaan ke teman sebaya), dan

compare their own perspectives to the others (membandingkan sudut pandangnya

kepada orang lain). Kemudian Bradford juga menambahkan bahwa: “discourse is

a vehicle for constructing knowledge”. Artinya, percakapan adalah suatu alat atau cara untuk mengonstuksi pengetahuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa percakapan adalah sebuah perundingan suatu masalah dengan cara bertukar pikiran dan sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan.

Percakapan dapat memuat berbagai topik sesuai dengan keperluan percakapan itu sendiri salah satunya yaitu percakapan matematis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematis diartikan sebagai hal yang bersangkutan dengan matematika atau bersifat matematika. Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud dengan percakapan matematis adalah percakapan yang timbul sebagai akibat

(34)

14

adanya kegiatan perundingan terhadap suatu masalah terkait dengan matematika dan dalam hal ini kegiatan tersebut dipersempit dalam pembelajaran.

Percakapan matematis sangat penting untuk diciptakan dalam proses

pembelajaran. Hal ini diperjelas oleh National Council of Teachers of

Mathematics (NCTM) (GCTM, 2015) yaitu: “the dialogue that takes place helps everyone understand math concepts more deeply, and it helps children to increase their competence in using mathematical and everyday language”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa percakapan matematis penting bagi siswa. Karena interaksi melalui percakapan matematis dapat membantu siswa untuk memahami konsep matematika secara lebih dalam dan juga membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan dirinya dalam menggunakan bahasa matematisnya.

Selanjutnya Hufferd-Ackles, Fuson, dan Sherin (Fuson, 2015: 4) mengatakan

bahwa “in the math talk community everyone in the class can assist the learning

of others, engaging and involving includes inviting all students to share ideas and questions, promoting analysis and discussions”, yang artinya dalam percakapan matematis setiap siswa di dalam kelas dapat membelajarkan siswa lainnya, melibatkan dan mengajak siswa lainnya untuk membagikan ide dan pertanyaan mereka, serta menjelaskan hasil analisis dan diskusi. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam percakapan matematis adalah proses dimana siswa dapat saling berbagi pengetahuan dan ide-ide matematis yang mereka miliki yang nantinya kumpulan ide-ide dan pengetahuan tersebut dapat memudahkan mereka dalam mengembangkan dan memperdalam konsep matematis yang mereka miliki.

(35)

15

Hufferd (Wagganer, 2015: 250) menyatakan bahwa: “a math talk learning

community is a place where meaningful mathematical discussions construct knowledge and support the mathematical learning of all participants”. Artinya, percakapan matematis adalah sarana diskusi pembelajaran matematika yang dapat membentuk pengetahuan dan membantu pembelajaran matematika untuk seluruh peserta didik. Hal ini berarti percakapan matematis penting dilakukan oleh siswa, karena dengan munculnya percakapan matematis siswa cenderung lebih memahami suatu konsep matematika secara mendalam dan juga membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan menggunakan bahasa matematisnya. Untuk mewujudkan suatu percakapan matematis siswa, guru tidak hanya sekadar berperan sebagai sumber pengetahuan melainkan guru harus bisa membimbing dan mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Hal ini sesuai dengan

pernyataan yang dikemukakan oleh Ball (Wagganer, 2015: 250), yaitu: “teachers

are not the bearers of knowledge, but instead, they guide and extend students thinking as the class listens and learns to accept other students ideas”, artinya guru tidak hanya menyokong pengetahuan, tetapi membimbing dan mengembangkan pemikiran siswa saat kelas mendengarkan dan belajar untuk menerima ide-ide siswa lainnya.

Guru sangat besar pengaruhnya dalam pembelajaran di dalam kelas salah satunya adalah mengendalikan kelas selama proses pembelajaran. Hal ini dipertegas oleh

pernyataan Larriva (Bradford, 2007: 47) bahwa:“teachers are in position to

influence participation by establishing classroom norms and expectations that will giude students to interact in more favorable ways”. Artinya, guru memegang peranan penting selama pembelajaran untuk membuat siswa lebih interaktif,

(36)

16

sehingga dapat memunculkan percakapan matematis siswa. Untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam kemampuan menggunakan bahasa matematisnya, guru dapat melakukan upaya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan matematis selama pembelajaran matematika berlangsung. Menurut Fuson (2015: 7) pertanyaan-pertanyaan matematis tersebut dapat seperti berikut:

Tabel 2.1 Pertanyaan-Pertanyaan Matematis Antara Guru dengan Siswa No Jenis Pertanyaan Contoh Pertanyaan

1. Elicit student thinking

(memperoleh pemikiran siswa)

1. Jadi, apa yang dibicarakan dalam permasalahan ini?

2. Ceritakan apa yang kamu lihat! 3. Jelaskan apa yang kamu pikirkan! 2. Support student thinking

(mendukung pemikiran siswa)

1. Apa yang kamu maksud dengan berkata ___?

2. Apa yang kamu pikirkan ketika kamu mengambil keputusan untuk ___? 3. Extend student thinking

(memperjelas pemikiran siswa)

1. Jadi, kamu berkata bahwa ___?

2. Kamu telah menyelesaikan dengan cara itu, bisakah kamu memberikan cara lain? 3. Bagaimana bisa cara penyelesainmu

sama/berbeda dari cara si ___? 4. Apa yang terjadi jika ___? 4. Increase participation of other

students in the conversation

(meningkatkan partisipasi siswa lain dalam percakapan

matematis)

1. Bisakah kamu ulangi tentang ___ dengan kata-katamu sendiri?

2. Apakah kamu setuju atau tidak, dan mengapa?

3. Apakah ada yang jawabannya sama, tetapi caranya berbeda?

5. Probe specific math topics

(menyelidiki topik matematika)

1. Mengapa kamu menulis hasil kali 6 dan 4 dalam ratusan? Dan tunjukkan caranya! 2. Mengapa kamu memilih 12 untuk

menyamakan penyebut dalam penjumlahan 3/4 dan 5/6?

Kemudian, beberapa tahapan berikut dapat digunakan guru sebagai upaya dalam mengembangkan percakapan matematis siswa menurut Garcia (2010).

1. Talk moves that engage student in discourse

Tahap ini merupakan tahap awal, guru berusaha untuk membuat siswa berbicara sehingga percakapan bisa muncul. Cara yang ditempuh adalah

(37)

17

dengan memberikan pertanyaan revoicing, sebagai contoh yaitu: “Dapatkah

kamu menyebutkan jawaban yang dibuat oleh temanmu tadi dengan bahasanmu sendiri?”, “Menurut pendapatmu bagaimana jawaban temanmu tadi?”

2. The art questioning

Tahap kedua adalah memberikan pertanyaan yang membantu siswa untuk mengendalikan diri mereka sendiri dalam menemukan kebenaran dari jawaban yang dibuatnya, sebagai contoh yaitu: “Bagaimana kamu mencapai kesimpulan bahwa ____ ? Dapatkah kamu membuat model dan menunjukkan bahwa ___?” 3. Using student thinking to propel discussions

Pada saat mengupayakan suatu percakapan matematis di dalam kelas, sering kali muncul kesalahpahaman antar guru dan siswa akibat adanya pendapat yang beragam. Untuk mengatasi hal ini, guru perlu merespon agar siswa menyadari dengan sendirinya kesalahpahaman tersebut. Hal yang dapat dilakukan adalah mengedarkan pertanyaan ke seluruh kelas, seperti contoh, “Apa yang kalian pikirkan tentang itu? Bagaimana pendapat kalian?”. Guru juga perlu memilih siapa saja yang akan memberikan pendapat, karena tujuan utama melakukan percakapan adalah memilih ide, strategi, dan representasi dengan cara yang bermanfaat.

4. Setting up a supportive environment

Pengaturan lingkungan yang mendukung kegiatan percakapan matematis juga sangat penting, sebagai contoh pengaturan tempat duduk yang melingkar atau dalam suatu kelompok kecil. Hal ini akan memudahkan siswa melihat dan mengarahkan komentar satu sama lain.

(38)

18

5. Orchestrating the discourse

Dalam mengembangkan percakapan matematis, guru bertindak sebagai konduktor dalam sebuah pertunjukan percakapan di dalam kelas.

NCTM (GCTM, 2015) menjelaskan tentang bentuk-bentuk percakapan matematis yang dapat dimunculkan saat pembelajaran di kelas yaitu:

1. Solve and discuss (solve, explain, question, justify)

Siswa dikelompokkan menjadi empat sampai lima siswa dan setiap siswa diminta menyelesaikan suatu masalah menggunakan cara yang dipilihnya. Kemudian minta dua atau tiga siswa menjelaskan cara yang digunakannya untuk menyelesaikan masalah dan siswa yang lain membantu satu sama lain untuk memahami masalah dan penyelesaiannya.

2. Step by step

Percakapan matematis ini dapat muncul saat diskusi dan penyelesaian (solve

and discuss). Bentuk percakapan matematis ini meminta seorang siswa untuk

menunjukkan setiap langkah demi langkah (step by step) dan mendeskripsikan

langkah-langkah tersebut. 3. Student pairs

Pada bentuk percakapan matematis ini, dua siswa bekerja sama untuk menyelesaikan masalah, menjelaskan cara penyelesaian masalah, atau membantu teman lainnya yang kesulitan.

4. Whole-class practice and student leaders

Awalnya dipilih siswa yang berkompeten dalam pelajaran matematika. Siswa tersebut dikembangkan menjadi pemimpin atau tutor dengan aktivitas latihan yang cepat dan selanjutnyaakan menjelaskan ke siswa lainnya.

(39)

19

5. Scenarios

Tujuan utama skenario adalah untuk mendemonstrasikan hubungan matematis dalam visual dan ingatan. Dalam skenario, sekelompok siswa dipanggil ke depan kelas untuk berakting dengan situasi yang telah ditentukan.

Hasil penelitian Li (1998) (Bradford, 2007: 44) memberikan tiga petunjuk untuk guru matematika agar bekerja produktif dalam percakapan di kelas, yaitu:

1. Membuat perbedaan jelas dan koneksi antar konsep matematis

2. Menjaga ide-ide matematis tetap hidup

3. Menyampaikan makna matematis secara jelas

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa percakapan kritis matematis adalah percakapan yang timbul sebagai akibat adanya kegiatan perundingan suatu masalah terkait pembelajaran matematika. Dengan demikian, percakapan matematis sudah seharusnya diperhatikan dan dikembangkan lebih lanjut oleh guru dalam pembelajaran, sehingga siswa dapat lebih menggali ide-ide matematis yang ada dalam dirinya sebagai wujud bahwa siswa memahami konsep matematika dengan baik dan membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan menggunakan bahasa matematisnya.

B.Berpikir Kritis

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berpikir merupakan suatu kegiatan menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, sedangkan kritis merupakan sifat untuk tidak mudah percaya dan selalu berusaha melihat dan menemukan kesalahan atau kekeliruan. Jadi, berpikir kritis adalah kegiatan menentukan dan menarik kesimpulan terhadap sesuatu dengan

(40)

20

logis dan sistematis. Dengan demikian, kemampuan berpikir sangat diperlukan seseorang untuk menghadapi berbagai permasalahan sehari-hari serta melakukan penalaran logis dan sistematis sehingga dapat mengambil keputusan dengan tepat. Oleh karena itu, kemampuan berpikir menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Menurut Haryani (2011), berpikir kritis adalah suatu proses yang bertujuan untuk membuat keputusan rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Pernyataan tersebut sejalan dengan Hassoubah (Agusman, 2016: 113) yang menyatakan bahwa ada dua tanda utama berpikir kritis, yaitu: (1) berpikir kritis adalah berpikir layak yang memandu kearah berpikir deduksi dan pengambilan keputusan yang benar dan didukung oleh bukti-bukti yang benar, dan (2) berpikir kritis adalah berpikir reflektif yang menunjukkan kesadaran yang utuh dari langkah-langkah berpikir yang menjurus kepada deduksi-deduksi dan pengambilan keputusan-keputusan. Dengan demikian, berpikir kritis berarti suatu proses yang dilakukan dalam rangka penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan akan suatu hal yang harus diyakini dan dilakukan oleh individu tersebut.

Ennis (Fisher, 2010: 4) berpendapat bahwa berpikir kritis ialah berpikir yang masuk akal (rasional), reflektif, dan difokuskan pada pengambilan keputusan. Rasional berarti memiliki keyakinan dan pandangan yang didukung oleh bukti standar, aktual, cukup, dan relevan. Reflektif berarti mempertimbangkan secara aktif, tekun, dan hati-hati segala alternatif sebelum mengambil keputusan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis ialah

(41)

21

berpikir logis untuk menentukan suatu keputusan terbaik dengan menggunakan bukti-bukti yang mendukung yang merupakan bukti aktual dan relevan.

Lipmann (Himawan, 2018: 19) menjelaskan pemikir kritis sebagai “critical

thinker as one who is appropriately moved by reasons”, yang artinya pemikir kritis adalah orang yang benar-benar tergerak oleh akal. Selanjutnya Halpern

(Himawan, 2018: 19) mengatakan bahwa “when we think critically, we are

evaluating the outcomes of our thought process, how good a decisions is or how well a problem is solved”, yang artinya ketika kita berpikir kritis, kita mengevaluasi hasil pemikiran kita, memproses seberapa bagus keputusan atau seberapa baik sebuah masalah dapat dipecahkan. Kemampuan berpikir kritis perlu dimiliki oleh setiap peserta didik karena berpikir kritis memuat penalaran logis dan sistematis, sehingga seseorang dapat membuat keputusan dengan tepat. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis siswa harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika.

Yunarti (2016: 1) menjelaskan bahwa salah satu mata pelajaran yang diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah matematika. Karena matematika memuat konsep-konsep yang terstruktur, teroganisir, dan logis yang dapat diaplikasikan ke dalam mata pelajaran lain. Pada dasarnya, berpikir kritis dapat dilakukan oleh semua orang. Menurut Johnson (Yunarti, 2016: 4) berpikir kritis bukanlah sesuatu yang sulit untuk dipraktikkan dan bukan hanya milik orang-orang dengan IQ tinggi. Namun yang menjadi kendala ialah apakah semua peserta didik mampu diajari untuk berpikir kritis.

(42)

22

Hassoubah (Khikmah, 2015: 33) mengungkapkan beberapa indikator berpikir kritis, yaitu:

(1)mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan, (2) mencari alasan, (3) berusaha mengetahui informasi dengan baik, (4) memakai sumber yang memiliki kreadibilitas dan menyebutkannya, (5) memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan, (6) berusaha tetap relevan dengan ide utama, (7) mencari alternatif, (8) bersikap dan berpikir terbuka, (9) mengambil sikap ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu, (10) mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan, (11) bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah, (12) mengingat tujuan asli dan mendasar.

Lambertus (2009: 142) menyatakan bahwa melatih keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan pemberian soal-soal tidak rutin atau tugas-tugas yang berhubungan dengan dunia nyata dan terkait dengan kehidupan sehari-hari, asalkan penyajiannya disesuaikan dengan perkembangan kognitif peserta didik. Dengan demikian, kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat berkembang secara optimal dan guru harus membiasakan siswa dengan permasalahan atau pertanyaan yang tidak rutin atau soal-soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Cottrell (Yunarti, 2016: 13) menjabarkan beberapa keuntungan yang akan dirasakan seseorang apabila memiliki karakter sebagai pemikir kritis.

Keuntungan-keuntungan tersebut adalah:

(1)dapat meningkatkan perhatian dan pengamatan, (2) lebih fokus dalam membaca, (3) dapat meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi penting atau tidaknya sebuah informasi, (4) meningkatkan kemampuan untuk merespon sebuah informasi, (5) memiliki kemampuan menganalisis sesuatu objek dengan baik.

Dalam penelitian ini, merujuk langkah berpikir kritis yang telah disusun oleh Yunarti (2016: 15) dengan mengikuti langkah-langkah metode ilmiah dari Dye.

(43)

23

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Berpikir Kritis serta Kaitannya dengan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis (KBK)

Langkah-Langkah dalam Metode Ilmiah menurut

James Dye

Langkah-Langkah Berpikir Kritis dalam Penelitian

Indikator KBK yang

Mungkin Muncul

1. Merasakan suatu masalah (wonder)

1. Fokus pada suatu masalah atau situasi kontekstual yang dihadapi

Interpretasi 2. Membuat dugaan- dugaan

atau hipotesis

2. Membuat pertanyaan akan penyebab dan penyelesaiannya

Interpretasi dan analisis 3. Melakukan pengujian 3. Mengumpulkan data atau

informasi dan membuat hubungan antar data atau informasi tersebut. Membuat analisis dengan pertimbangan yang mendalam.

Analisis

4. Menerima hipotesis yang dianggap benar (Langkah yang dilakukan bisa kembali ke langkah (3) jika akibat yang

diprediksi tidak muncul melalui eksperimen

4. Melakukan penilaian terhadap hasil pada langkah 3. Penilaian dapat terus dievaluasi dengan kembali ke langkah 3.

Evaluasi

5. Melakukan tindakan yang sesuai

5. Mengambil keputusan akan penyelesaian masalah yang terbaik.

Pengambilan Keputusan

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berpikir untuk menyelesaikan persoalan matematika yang dilakukan dengan memfokuskan diri pada permasalahan, menemukan informasi-informasi atau fakta dari suatu masalah, menghubungkan informasi dengan solusi selesaiannya, mengevaluasi seberapa bagus solusi pemecahan masalah diperoleh, dan membuat sebuah kesimpulan.

C.Metode Socrates

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan apa yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan

(44)

24

suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Jadi, metode merupakan suatu cara kerja (langkah-langkah) yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Salah satu metode pembelajaran yang digunakan dalam dunia pendidikan ialah Metode Socrates.

Menurut Evindonta (2015: 11) untuk menyelesaikan suatu masalah, Socrates membagi permasalahan itu kedalam suatu rangkaian pertanyaan-pertanyaan yang nantinya jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut secara bertahap dapat memberikan jawaban sesungguhnya terkait suatu permasalahan. Berdasarkan percakapan yang telah dilakukan Socrates, Socrates menganggap bahwa dirinya berposisi sebagai siswa dan lawan bicaranya sebagai seorang guru.

Jones, Bagford, dan Walen (Yunarti, 2016: 31) mendefinisikan metode Socrates sebagai sebuah proses diskusi yang dipimpin guru untuk membuat siswa mempertanyakan validitas penalarannya atau untuk mencapai sebuah kesimpulan.

Magee (Khairi, 2017: 18) telah mendefinisikan metode Socrates sebagai “an

approach by which one seeks the truth via a process of questions and answers”.

Metode Socrates adalah sebuah pendekatan yang mencari satu kebenaran melalui

proses tanya jawab. Selanjutnya, Maxwell (Muhammad, 2016: 13)

mendefinisikan metode Socrates sebagai “a process of inductive questioning used

to successfully lead a person to knowledge through small steps”, artinya metode Socrates merupakan suatu proses yang menggunakan pertanyaan induktif untuk mengarahkan seseorang pada pengetahuan melalui tahapan-tahapan kecil.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode Socrates adalah metode tanya jawab yang dilakukan oleh guru dan siswa dimana guru

(45)

25

memberikan pertanyaan-pertanyaan induktif kepada siswa untuk menguji validitas keyakinan siswa akan suatu objek, serta membimbing siswa untuk menarik kesimpulan yang benar akan objek tersebut secara konstruktif.

Yunarti (2016: 36) mengatakan bahwa metode Socrates menuntut siswa untuk menggali dan menganalisis sendiri pemahamannya sehingga ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa jawabannya benar atau salah. Hal tersebut disebabkan oleh ciri khas pertanyaan-pertanyaan Socrates yang menggali pemahaman siswa. Melalui pertanyaan-pertanyaan Socrates yang diberikan oleh guru diharapkan siswa dapat memandang suatu persoalan matematika tidak hanya dari satu sudut pandang saja, melainkan diarahkan untuk membuka pikiran mereka terhadap berbagai kemungkinan yang ada, sehingga pada akhirnya siswa mendapatkan pemahaman baru dari suatu persoalan matematika yang mereka hadapi.

Menurut Qosyim (Pahlevi, 2014: 8) metode Socrates memiliki ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut.

1. Dialektik, artinya bahwa metode Socrates dilakukan oleh dua orang atau lebih

yang pro dan kontra, atau memiliki perbedaan pendapat.

2. Konfersasi, artinya bahwa metode Socrates dilakukan dalam bentuk

percakapan atau komunikasi lisan.

3. Tentatif, artinya kebenaran yang dicari bersifat sementara tidak mutlak, dan

merupakan alternatif-alternatif yang terbuka untuk semua kemungkinan.

4. Empiris dan induktif, artinya segala sesuatu yang dibicarakan dan cara

(46)

26

5. Konsepsional, artinya metode Socrates ditujukan untuk tercapainya

penetahuan, pengertian dan konsep yang telah pasti dari pada sebelumnya.

Dalam setiap metode pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, termasuk metode Socrates. Menurut Lammendola (Pahlevi, 2014: 10) metode Socrates memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu:

1. Stimulates critical thinking, artinya membimbing siswa berpikir rasional dan ilmiah.

2. Constant feedback, artinya memupuk rasa percaya diri sendiri pada siswa. 3. Forces a reasonably well-prepared student to go beyond the “obvious” to

consider broader implications, artinya mendorong siswa untuk aktif belajar dan menguasai ilustrasi pengetahuan.

4. Force non-perticipating students to question their underlying assumptions of the case under discussion, artinya menumbuhkan motivasi dan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan pikiran sendiri.

5. Fosters an interactive and intersting learning environment, artinya meningkatkan partisipasi siswa dan berlomba-lomba dalam belajar yang menimbulkan persaingan yang dinamis.

Sedangkan kekurangan dari metode Socrates adalah sebagai berikut:

1. The socratic method subjects unprepared student to scrutiny, artinya dalam pelaksanaannya sulit diterapkan, sebab siswa belum mampu berpikir mandiri. 2. Can faster an unhealthy adversarial relationship between an instructor and

(47)

27

siswa karena siswa dianggap sebagai mesin yang selalu dapat digerakkan oleh guru.

3. Creates a fearful learning environment, artinya menciptakan lingkungan belajar yang menakutkan.

4. Generally more time-consuming than lecture-based environment, artinya Metode Socrates lebih banyak memakan waktu dibandingkan dengan metode konvensional.

Interaksi berupa percakapan yang terjadi antara guru dengan siswa merupakan sesuatu yang dimunculkan berdasarkan penggunaan serangkaian pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru saat pembelajaran. Menurut Permalink (Sulistiowati, 2015: 26), Richard Paul telah menyusun enam jenis pertanyaan Socrates. Keenam jenis pertanyaan tersebut terdiri dari:

(1) pertanyaan klarifikasi (clarifying questions), (2) asumsi-asumsi

penyelidikan (assumption questions), (3) alasan-alasan dan bukti

penyelidikan (reason and evidence questions), (4) titik pandang dan

persepsi (view point and perpective questions), (5) implikasi dan

konsekuensi penyelidikan (implication and consequences questions), dan

(6) pertanyaan tentang pertanyaan (origin and source questions).

Selanjutnya (Yunarti, 2016: 33) mengemukakan bahwa jenis-jenis pertanyaan Socrates beserta contohnya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Jenis-jenis Pertanyaan Socrates dan Contohnya

No Tipe

Pertanyaan Contoh Pertanyaan

1. Klarifikasi Apa yang anda maksud dengan ….? Dapatkah anda mengambil cara lain?

Dapatkah anda memberikan saya sebuah contoh?

2. Asumsi-asumsi penyelidikan Apa yang anda asumsikan? Bagaimana anda bisa memilih asumsi-asumsi itu?

3. Alasan-alasan dan bukti penyelidikan

Bagaimana anda bisa tahu?

Mengapa anda berpikir bahwa itu benar? Apa yang dapat mengubah pemikiran anda?

(48)

28

No Tipe

Pertanyaan Contoh Pertanyaan

4. Titik pandang dan Persepsi Apa yang anda bayangkan dengan hal tersebut? Efek apa yang dapat diperoleh?

Apa alternatifnya? 5. Implikasi dan Konsekuensi

Penyelidikan

Bagaimana kita dapat menemukannya? Apa isu pentingnya?

Generalisasi apa yang dapat kita buat? 6. Pertanyaan tentang

pertanyaan

Apa maksudnya?

Apa yang menjadi poin dari pertanyaan ini? Mengapa anda berpikir saya bisa menjawab pertanyaan ini?

Terdapat enam tahapan prosedural metode Socrates yang dapat digunakan menurut Qosyim (Khairuntika, 2016: 91) yaitu:

(1) menentukan topik materi pokok bahasan apa yang akan dipelajari, (2)

mengembangkan dua atau tiga pertanyaan umum dan memulai pelaksanaan tanya jawab, (3) melihat atau mengobservasi apakah pada diri siswa ada kemungkinan terjadi ketidakcocokan, pertentangan, atau konflik kognitif, (4) menanyakan kembali tentang hal-hal yang menimbulkan konflik kognitif, (5) melanjutkan tanya jawab sehingga siswa dapat memecahkan konflik sampai bergerak ke tingkat analisis lebih dalam, dan (6) me-nyimpulkan hasil tanya jawab dengan menunjukkan hal-hal penting yang seharusnya diperoleh siswa.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode Socrates adalah suatu metode tanya jawab dalam proses pembelajaran yang menyajikan pertanyaan-pertanyaan, sehingga dapat membuat siswa harus menggali kemampuan yang dimilikinya untuk mencari tahu tentang kebenaran dari jawaban yang telah ia sampaikan.

D.Pendekatan Saintifik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendekatan ialah suatu proses, cara, atau perbuatan mendekati. Selanjutnya menurut Wina (Mutohir, 2015: 24), pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap proses

(49)

29

tertentu. Pembelajaran yang menerapkan sistem kurikulum 2013, pendekatan yang digunakan ialah pendekatan saintifik. Pendekatan tersebut sesuai karena dapat mengembangkan kemampuan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Abidin (Himawan, 2018: 28) menjelaskan pendekatan saintifik ialah proses pembelajaran yang memandu siswa untuk menyelesaikan sebuah masalah berdasarkan rencana, keakurasian data yang telah dikumpulkan, dan analisis data untuk membuat kesimpulan.

Lazim (2013: 1) menjelaskan bahwa pembelajaran dengan pendekatan saintifik

merupakan pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik dapat secara aktif mengonstruk konsep melalui tahap-tahap mengamati (menemukan masalah), merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengomunikasikan konsep yang telah ditemukan.

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Berpusat pada siswa

2. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum

atau prinsip

3. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang

perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa

4. Dapat mengembangkan karakter siswa

Selanjutnya Lazim(2013: 2) menjelaskan tujuan pembelajaran dengan pendekatan

saintifik, yaitu:

(1) untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, (2) untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah secara sistematik, (3) terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu

(50)

30

kebutuhan, (4) diperoleh hasil belajar yang tinggi, (5) untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah, (6) untuk mengembangkan karakter siswa.

Prinsip-prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran menurut Lazim (2013: 2) adalah sebagai berikut:

(1)Pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran membentuk students

self concept, (3) pembelajaran terhindar dari bentuk verbalisme, (4) pem-belajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip, (5) pembelajaran mendorong

terjadinya peningkatan kemampuan berpikir, (6) pembelajaran

meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru, (7) mem-berikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi, (8) adanya proes validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik menurut Lazim (2013: 2) meliputi:

1. Mengamati (Observing)

Metode mengamati lebih mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan seperti menyajikan media objek secara nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa, hendaknya guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Hal itu bertujuan untuk melatih mereka melihat, membaca, dan mendengar hal yang penting dari suatu objek.

2. Menanya (Questioning)

Guru perlu membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkret sampai kepada yang abstrak

(51)

31

berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi dimana siswa dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ketingkat dimana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri.

3. Menalar (Associating)

Kegiatan menalar ialah kegiatan memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda ataupun yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola, dan keterkaitan informasi.

4. Mencoba (Experimenting)

Mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum, (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan, (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya, (4) melakukan dan mengamati percobaan, (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data, (6) menarik kesimpulan atas hasil percobaan, (7) membuat laporan dan mengomunikasikan hasil percobaan.

(52)

32

5. Mengomunikasikan (Communicating)

Pada pendekatan saintifik guru diharapkan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan, dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang akan melatih siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang

terdiri dari observing, questioning, experimenting, associating, dan

communicating sehingga siswa dapat mengonstruksikan sendiri konsep dan prinsip pengetahuan serta membantu mengembangkan karakternya.

(53)

33

III. METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian kualitatif. Menurut Anderson dan Arsenault (Sulistiowati, 2015: 46) penelitian kualitatif adalah bentuk penyelidikan yang mengeksplorasi fenomena dalam pengaturan alami dan menggunakan multimetode untuk menafsirkan, memahami, menjelaskan, dan membawa makna kepada fenomena tersebut. Kemudian, Bogdan dan Taylor (Purwati, 2017: 128) berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Dengan demikian, metode penelitian kualitatif digunakan pada penelitian ini karena fokus penelitian adalah untuk mendeskripsikan percakapan kritis matematis siswa dalam pembelajaran Socrates saintifik.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengetahui secara detail, intensif, dan komprehensif terhadap percakapan kritis matematis siswa saat pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Socrates dalam pendekatan saintifik. Penelitian dilakukan dengan cara mengamati, mencatat, bertanya, dan menggali informasi dari sumber yang diteliti. Data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara, rekaman, catatan lapangan,

Gambar

Tabel 2.1 Pertanyaan-Pertanyaan Matematis Antara Guru dengan Siswa  No  Jenis Pertanyaan  Contoh Pertanyaan
Tabel 2.2   Langkah-Langkah  Berpikir  Kritis  serta  Kaitannya  dengan  Indikator Kemampuan Berpikir Kritis (KBK)
Tabel 2.3 Jenis-jenis Pertanyaan Socrates dan Contohnya
Tabel  3.1  Pengodean  untuk  Pengklasifikasian  Ucapan  serta  Kemungkinan  Pernyataan yang Muncul

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang dilakukan dalam pembelajaran Socrates Kontekstual ini menunjukkan bahwa disposisi berpikir kritis matematis siswa hanya muncul pada beberapa siswa

Disposisi pemahaman konsep matematis siswa dengan indikator kepercayaan diri banyak muncul pada siswa saat pembelajaran dengan menggunakan metode Socrates dalam pendekatan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa indikator disposisi matematis siswa kelas VII B SMP Gajah Mada dalam pembelajaran Socrates kontekstual

Hal ini sesuai dengan pen- dapat Yunarti (2011: 48 dan 14) bahwa seluruh percakapan yang dila- kukan oleh guru dan siswa dalam metode Socrates merupakan

Berdasarkan pe- maparan self-efficacy berpikir kritis I.25 pada pembelajaran Socrates Kontekstual dan hasil skala self- efficacy berpikir kritis siswa, dapat disimpulkan

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan mengenai deskripsi disposisi matematis siswa di kelas VII F SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung, dapat

Pada dimensi generality, pem- belajaran Socrates Kontekstual yang telah dilakukan dapat memunculkan indikator self-efficacy berpikir kritis matematis yaitu indikator berpedo-

Berlandaskan hasil yang diperoleh menyatakan = bahwa model pembelajaran CORE dengan pendekatan Open-Ended memberikan pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas