• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (Ipms) Dalam Membangun Hubungan Sosial Dengan Masyarakat Sekitar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fungsi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (Ipms) Dalam Membangun Hubungan Sosial Dengan Masyarakat Sekitar"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

75

FUNGSI IKATAN PERSAUDARAAN MUSLIM SOCFINDO (IPMS)

DALAM MEMBANGUN HUBUNGAN SOSIAL DENGAN

MASYARAKAT SEKITAR

Henny Susanti1, Drs. Sismudjito, M. Si2

Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Secara umum masyarakat perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba lebih diidentikkan dengan masyarakat yang bersifat geselschaft telah membuat berkurangnya intensitas hubungan sosial yang dialami masyarakat perkebunan sehari-hari dengan masyarakat sekitarnya. Sehingga muncullah IPMS kebun Aek Loba yang merupakan lembaga kemasyarakatan yang dibuat masyarakat perkebunan untuk membangun hubungan sosial dengan masyarakat sekitar. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil akhir pada penulisan ini bahwa lembaga IPMS berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara masyarakat perkebunan dengan masyarakat sekitar dengan membuat berbagai kegiatan-kegiatan sosialnya. Selain itu, penulis juga menemukan terjadinya pergeseran budaya masyarakat pekebunan yang sebenarnya bersifat gemeinschaft berubah menjadi geselschaft terjadi karena tuntutan pekerjaan yang membuat masyarakat perkebunan tidak dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitar.

Kata Kunci : Fungsi IPMS, Membangun Hubungan Sosial Dengan Masyarakat Sekitar

1. Pendahuluan

Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama (Young:1959, dalam Soerjono Soekanto, 2001:67). Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan lain sebagainya. Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah dasar proses sosial, dimana menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.

Kedekatan suatu individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok dapat menumbuhkan sebuah interaksi sosial yang matang dan positif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sosial, pendidikan, dan budaya. Menurut 1

Mahasiswa Departemen Sosiologi FISIP USU 2

(2)

76 Ferdinand Tonnies (dalam Soerjono Soekanto, 2001:144) hubungan-hubungan positif antara manusia selalu bersifat Gemeinschaft (paguyuban) atau Gesellschaft (patembayan).

Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Sedangkan Gesellschaft

merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin. Seperti halnya pada masyarakat pedesaan, perkotaan, maupun pada masyarakat perkebunan yang memiliki pola interaksi yang berbeda-beda. Kalau masyarakat pedesaan biasanya diidentikan pada solidaritas masyarakat yang kuat dan kedekatan hubungan emosional yang bersifat kekeluargaan. Sedangkan masyarakat perkotaan diidentikkan dengan kedekatan hubungan dan kedekatan hubungannya dengan sesama memiliki interaksi sosial yang hanya bersifat sementara.

Interaksi sosial terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Seperti halnya masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, masyarakat perkebunan juga berinteraksi antara satu dengan yang lainnya baik itu dengan sesama masyarakat perkebunan ataupun dengan masyarakat bukan perkebunan. Dan kalau masyarakat perkebunan hampir sama dengan masyarakat pedesaan, hanya saja masyarakat perkebunan memiliki keterikatan dengan suatu perusahaan sehingga masyarakat perkebunan tidak dapat bergerak bebas dan memiliki sifat yang sedikit tetutup dikarenakan kesibukan mereka dalam bekerja demi mencukupi kebutuhan ekonomi.

Hal di atas sesuai dengan tulisan M. Situmorang (2011) dalam sebuah artikel online yang mengatakan bahwa masyarakat perkebunan merupakan masyarakat yang terikat, sehingga ruang gerak mereka sangat sempit dan kurang dalam berinteraksi antar sesama masyarakat perkebunan bahkan pada masyarakat luar. Buruh perkebunan misalnya, yang merupakan bagian organik dari kelompok masyarakat sipil (Civil Society). Meskipun secara struktural mereka adalah bagian tak terpisahkan dari perusahaan, tetapi kesatuan fundamental historis, secara kongkrit tidak tergabung dan tidak dapat bersatu. Karena mereka adalah sekelompok golongan masyarakat sipil yang menjadi subordinat atau golongan subyek dominan bagi kelompok-kelompok dominan. Kelompok-kelompok dominan itu adalah suatu kekuatan yang senantiasa eksis dalam sejarah masyarakat post kolonial meskipun bukan dalam bentuk aslinya. Struktur dikotomi masyarakat post kolonial adalah elite dan subaltern. Yang dimaksud elit adalah kelompok-kelompok dominan, baik pribumi maupun asing. Yang asing bisa pemilik industri, pemilik perkebunan yang pribumi dibagi menjadi dua yang

(3)

77 beroperasi di tingkat nasional (pegawai pribumi di birokrasi tinggi) dan mereka yang beroperasi di tingkat lokal (pegawai pribumi di birokrasi lokal, birokrasi perkebunan). (http://www.kpsmedan.org/index.php? option=com_content&view=article&id=246&lang=en diakses pada tanggal 28 Desember 2012 pukul 18:09 WIB).

Dari pernyataan di atas terlihat bahwa interaksi yang terjadi berbeda satu sama lain tergantung di wilayah mana suatu masyarakat berada, atau dengan kata lain terdapat pengelompokan-pengelompokan di dalam struktur organisasi masyarakat perkebunan yang juga mempengaruhi proses interaksi sosialnya. Misalnya karyawan hanya bisa bergaul dengan sesama karyawan, atau buruh bergaul dengan sesama buruh saja. Hal ini menumbuhkan sebuah interaksi yang kaku serta menimbulkan ketidakharmonisan dalam kehidupan masyarakat perkebunan. Masyarakat perkebunan yang sangat bergantung dengan mata pencahariannya pada perusahaan kemudian jadi sulit berkembang apalagi bergaul. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para karyawan perkebunan membuat mereka kurang berinteraksi dengan masyarakat lainnya dikarenakan sebagian besar waktu mereka gunakan untuk bekerja. Tentu saja ini kemudian membuat masyarakat perkebunan menjadi tertutup. Keterikatan akan kontrak kerja dengan perusahaan membuat para buruh perkebunan menjadi kurang ruang gerak dan pemikirannya sehingga berdampak pada kurangnya kesempatan untuk mengembangkan diri atau mensejahterakan diri dan keluarganya ke arah yang lebih baik melalui jalan lain. Bahkan mereka lebih memilih anak dan seluruh keluarganya bekerja di perkebunan juga. Selain itu, kehidupan masyarakat perkebunan yang terikat ini juga mempengaruhi pola interaksinya, baik itu terhadap sesama masyarakat perkebunan maupun dengan masyarakat sekitar yang notabenenya bukan masyarakat perkebunan. Karena jarang sekali bertemu dan bersosialisasi, hal ini tentu saja kemudian menciptakan hubungan yang tidak harmonis di antara kedua masyarakat yang berbeda status ini.

Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana fungsi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba dalam membangun hubungan sosial dengan masyarakat sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana fungsi lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) dalam membangun hubungan sosial serta interaksi dengan masyarakat desa sekitarnya.

Manfaat penelitian merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah penelitian sudah selesai. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain sebagai

(4)

78 bahan rujukan untuk perbandingan atas masalah yang sama terutama dalam bidang ilmu sosiologi khususnya tentang studi masyarakat perkebunan yang sangat sedikit referensinya. Sedangkan manfaat secara praktis penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah melalui penelitian ini. Selain itu hasil penelitian juga nantinya diharapkan dapat memberi manfaat bagi peneliti selanjutnya dalam menjadikan sebuah referensi tentang fungsi organisasi dalam meningkatkan hubungan sosial antara masyarakat perkebunan dengan masyarakat desa.

2. Tinjauan Pustaka 2.1. Organisasi Sosial

Organisasi sosial disebut juga dengan lembaga kemasyarakatan, pranata sosial atau institusi sosial. Menurut Koentjaraningrat (dalam Ibrahim, 2003:87), lembaga kemasyarakatan (pranata sosial) adalah suatu sistem dan norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat. Soerjono Soekanto (dalam Ibrahim, 2003:87) mendefenisikan lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan dari norma-norma segala tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok manusia di dalam kehidupan masyarakat.

Gillin dan Gillin (dalam Basrowi, 2005:99) dalam bukunya General Features Of Social Institutions mengatakan bahwa ciri umum lembaga kemasyarakatan adalah sebagai berikut :

1. Merupakan suatu organisasi yang berisi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktifitas-aktifitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan dalam hal ini berisi tata kelakuan, adat istiadat, kebiasaan, serta unsur-unsur kebudayaan yang secara langsung atau tidak tergabung dalam satu unit fungsional.

2. Mempunyai tingkat kekekalan tertentu. Dalam hal ini sistem kepercayaan dan tindakan yang lain baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama.

3. Mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Sebagai contoh, suatu lembaga persaingan bebas dalam kehidupan ekonomi yang bertujuan agar produksi berjalan secara efektif oleh karena para individu akan terpaut pada keuntungan yang akan

(5)

79 diperolehnya kepada orang-orang yang mempunyai pengaruh serta mengetahui cara-caranya.

4. Mempunyai alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, misalnya peralatan penggunaannya biasanya akan berlainan untuk masing-masing masyarakat.

5. Mempunyai lambang-lambang yang berbeda, yang menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga tersebut. Misalnya sekolah-sekolah mempunyai lambang yang merupakan ciri khas sekolah tersebut.

6. Mempunyai tradisi yang tertulis maupun tidak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku.

2.2. Interaksi Sosial

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang sejak dilahirkan sudah membutuhkan pergaulan dengan orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya (Gerungan, 2000:24). Interaksi sosial merupakan suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat. Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku, interaksi sosial itu sendiri dapat berlangsung dengan baik jika aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada dapat dilakukan dengan baik. Jika tidak adanya kesadaran atas pribadi masing-masing, maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai dengan yang kita harapkan. Di dalam kehidupan sehari-hari tentunya manusia tidak dapat lepas dari hubungan antara satu dengan yang lainnya, ia akan selalu perlu untuk mencari individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun bertukar pikiran. Interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. (Soerjono Soekanto, 2001).

Interaksi Sosial menurut menurut Shaw (dalam Ali, 2004:87) merupakan suatu pertukaran antar pribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka dan masing-masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu interaksi merupakan stimulus bagi individu lain yang menjadi pasangannya dan pada akhirnya mereka akan saling berperilaku satu sama lain untuk menunjukkan adanya kegiatan timbal balik yang saling berhubungan.

Menurut Ferdinand Tonnies (dalam Soerjono Soekanto, 2001:144-146) bahwa suatu masyarakat memiliki hubungan-hubungan positif satu sama lainnya. Adapun bentuk hubungan tersebut dibedakan atas dua yaitu paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (Gesellschaft). Paguyuban (Gemeinschaft) adalah bentuk kehidupan bersama dimana

(6)

80 anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata dan organis, sebagaimana dapat diumpamakan dengan organ tubuh manusia atau hewan. Bentuk paguyuban terutama akan dapat dijumpai di dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga dan lain sebagainya. Sebaliknya patembayan (Gesellschaft) merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk dalam fikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin. Bentuk Gesellschaft terutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik, misalnya ikatan antara pedagang, organisasi dalam suatu pabrik atau industri dan lain sebagainya.

Di dalam Gemeinschaft atau paguyuban terdapat suatu kemauan bersama (common will), ada suatu pengertian serta juga kaidah-kaidah yang timbul dengan sendirinya dari kelompok tersebut. Apabila terjadi pertentangan antara anggota suatu paguyuban, maka pertentangan tersebut tidak akan dapat dibatasi dalam suatu hal saja. Hal itu disebabkan karena adanya hubungan yang menyeluruh antara anggota-anggotanya. Tak mungkin suatu pertentangan yang kecil diatasi, oleh karena pertentangan tersebut, akan menjalar ke bidang-bidang lainnya. Keadaan yang sedikit berbeda akan dijumpai pada patembayan atau

Geselschaft, dimana terdapat public life yang artinya bahwa hubungannya bersifat untuk semua orang; batas-EDWDV DQWDUD ³NDPL´ GHQJDQ ³EXNDQ NDPL´ NDEXU 3HUWHQWDQJDQ -pertentangan yang terjadi antara anggota dapat dibatasi pada bidang-bidang tertentu, karena suatu persoalan dapat dilokalisasi (Basrowi, 2005:54). Dari teori yang dikemukakan Ferdinand Tonnies tersebut terlihat bahwa hubungan masyarakat saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya baik itu dari ikatan darah, keluarga, maupun saudara jauh. Begitu juga dengan lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) yang berperan sebagai suatu kelompok sosial dalam bidang keagamaan yang dapat mendekatkan masyarakat perkebunan dari berbagai status sosial dan ekonominya.

2.3. Masyarakat Perkebunan

Sejarah perkembangan perkebunan di Indonesia memang sangat ditentukan oleh politik kolonial penjajah, terutama Belanda. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diterapkan dari waktu ke waktu telah mewarnai wajah perkebunan di Indonesia hingga mencapai bentuk seperti sekarang ini. Dimulai dari sejak berkuasanya VOC yang menerapkan sistem monopoli

(7)

81 dan pungutan paksa terhadap usaha kebun di Indonesia, kemudian Daendels dan Raffles dengan pandangan liberal, disusul kemudian oleh berkuasanya Gubernur Jenderal Van den Bosch yang menerapkan sistem tanam paksa dalam mengembangkan perkebunan di Indonesia, hingga dikeluarkannya Agrarische wet tahun 1870 (Mubyarto, 1992:16).

Kehadiran perkebunan kelapa sawit berpengaruh terhadap perubahan pola pekerjaan, yang diikuti dengan peningkatan penghasilan masyarakat. Konsekuensi lain adalah berpengaruh terhadap pola hidup dan hubungan sosial yang ditandai dengan pergeseran berbagai irama kehidupan, perubahan pola interaksi sosial yang sederhana dan bercorak lokal berubah ke pola interaksi yang kompleks serta menembus batas pedesaan, bertambahnya penduduk sehingga berbagai pola kehidupan saling mempengaruhi.

Dalam tradisi kolonialis, sistem ini memang sengaja dibangun untuk mengefektifkan proses produksi dan untuk mengakumulasikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Sistem semacam ini merupakan perpaduan antara sistem kapitalisme yang menghambakan pada pemupukan modal dan sistem feodalisme yang menghambakan ketaatan pada sang penguasa. Sistem masyarakat semacam ini masih banyak menjadi fenomena di masyarakat perkebunan sekarang ini. Tidak banyak perubahan yang terjadi secara signifikan dalam masyarakat perkebunan dari masa kolonial hingga sekarang. Secara geografis mereka terisolir, akses untuk informasi dan pendidikan sangat minim. Pagar pembatas atau palang pintu untuk masuk dan keluar perkebunan dijaga ketat oleh security. Letak perumahan yang masih sangat membedakan antara kelas administratur dengan buruh perkebunan. Perilaku elit adiministratur yang kurang manusiawi yang masih memandang rendah dan sebelah mata para golongan kaum buruh.

3. Metode Penelitian

Jenis penelitan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba kecamatan Aek Kuasan kabupaten Asahan. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil jumlah informan sebanyak 11 (sebelas) orang yang terdiri dari 7 (tujuh) orang informan kunci dan 4 (empat) orang informan biasa. Informan kunci yang terdiri dari 7 (tujuh) orang yaitu terdiri dari 1 (satu) orang ketua Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba dan sisanya adalah pengurus dan anggota-anggotanya. Sedangkan informan biasa yang terdiri dari 4 (empat) orang merupakan pihak yang mewakili pemerintahan kecamatan Aek Kuasan, tokoh agama, dan masyarakat sekitar yang sering

(8)

82 mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba.

4. Hasil Dan Pembahasan

Anggota Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba merupakan seluruh karyawan, pegawai staf dan pegawai nonstaf yang beragama Islam di perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba, baik itu yang sudah lama bekerja maupun yang baru saja masuk bekerja di perusahaan PT. Socfindo kebun Aek Loba. Adapun struktur organisasi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) yaitu dewan penasehat, sekretaris, bendahara, bidang Perayaan Hari Besar Islam (PHBI), bidang Serikat Tolong Menolong (STM), bidang seni, bidang pendidikan, ketua ranting, dan anggota. Susunan kepengurusan pusat disahkan dalam rapat anggota yang dihadiri oleh seluruh anggota dan utusan dari cabang-cabang. Selanjutnya susunan Dewan Pengurus Cabang disahkan oleh rapat anggota cabang dan disahkan oleh Dewan Pengurus Pusat. Lalu susunan Dewan Pengurus Ranting disahkan oleh rapat anggota ranting yang dihadiri oleh pengurus cabang.

Pengurus Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba dipilih berdasarkan hasil musyawarah dari seluruh warga perkebunan. Perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba yang terdiri dari 8 (delapan) Divisi kemudian mengirim perwakilannya sebanyak 2 sampai 3 orang untuk bermusyawarah dan kemudian menjadi pengurus di lembaga ini. Biasanya pengurus-pengurus lama yang ada kemudian terpilih menjadi pengurus lagi di bidang yang berbeda dengan sebelumnya. Tidak ada kriteria khusus untuk menjadi pengurus Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba, yang penting merupakan pekerja perkebunan dan beragama Islam.

Dari penjelasan singkat di atas, Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) memiliki maksud untuk mencapai satu tujuan yang sama agar dapat menjadi sebuah organisasi yang dikenal oleh masyarakat perkebunan dan masyarakat sekitar. Seperti yang dikemukakan oleh Thompson (dalam Liliweri:1997), yang menyatakan bahwa ³tujuan organisasi adalah suatu objek yang bersifat abstrak dari organisasi, dia merupakan cita-cita ideal yang harus dicapai oleh semua anggota organisasi. Tanpa adanya sebuah tujuan dalam pembentukan organisasi maka tidak akan ada manfaat dari sebuah organisasi. Karena tujuan organisasi merupakan bentuk mutlak yang ada dalam struktur keorganisasian agar dapat berdiri tegak sesuai dengan keinginan para anggotanya.´

(9)

83 Dari teori tersebut dapat dikaitkan bahwa Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba berdiri karena seluruh stakeholder memiliki tujuan yang sama dalam membesarkan nama lembaga tersebut. Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba membuat program kegiatan sosial setiap tahunnya agar eksistensi lembaga ini dikenal oleh masyarakat perkebunan dan masyarakat sekitar. Sehingga fungsi organisasi melalui program-program kegiatan yang dicanangkan lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) dapat berjalan sesuai dengan tujuannya dalam menjalin hubungan silaturrahmi antara masyarakat perkebunan dengan masyarakat sekitar.

4.1. Program Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) Kebun Aek Loba Dalam Menjalin Silaturrahmi Kepada Masyarakat

Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) merupakan sebuah lembaga masyarakat yang berazaskan Islam. Oleh karena itulah kemudian lembaga ini banyak membuat program-program untuk meningkatkan tali persaudaraan di dalam masyarakat. Adapun program-program kegiatan yang dibuat oleh Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo khususnya kebun Aek Loba yaitu pengajian rutin (Tabligh Akbar), pengajian rutin Al-Munawwaroh, pengajian rutin Az-Zidiniyah, upah-upah calon jamaah haji, safari Ramadhan, sunat massal, santunan anak yatim, membentuk panitia Lembaga Amil Zakat (LAZ), perayaan hari besar Islam.

Secara sosiologis peneliti mengaitkan teori interaksi sosial yang dikemukakan oleh Ferdinand Tonnies. Menurut Ferdinand Tonnies (dalam Soerjono Soekanto, 2001:144-146) bahwa ³suatu masyarakat memiliki hubungan-hubungan positif satu sama lainnya. Adapun bentuk hubungan tersebut dibedakan atas dua yaitu paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (Gesellschaft).´ Paguyuban (Gemeinschaft) adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Dalam hasil penelitian yang dilakukan ternyata maksud dan tujuan lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) adalah untuk menciptakan hubungan silaturrahmi yang bersifat kekeluargaan antara masyarakat perkebunan dengan masyarakat sekitar yang secara umum sebagian masyarakat memandang bahwa masyarakat perkebunan lebih tertutup daripada masyarakat sekitar. Akan tetapi peneliti menganalisis bahwa hal tersebut tidak semuanya benar. Karena dengan adanya Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS), lembaga ini menjadi suatu alat penghubung antara masyarakat

(10)

84 sekitar dengan masyarakat perkebunan. Sehingga secara alami menumbuhkan rasa kepedulian antar sesama umat beragama yang saling tolong menolong dalam menjalani kehidupan sosial.

Sedangkan kalau dilihat pada konsep patembayan (Gesellschaft) merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk dalam fikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin. Bentuk Gesellschaft terutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik. Dalam konsep ini dapat dijelaskan bahwa kegiatan IPMS berlangsung dengan bantuan masyarakat sekitar dengan tujuan untuk mensukseskan kegiatan yang sifatnya hanya sementara dan tidak untuk melakukan proses dalam jangka waktu yang panjang.

4.2. Interaksi Sosial Masyarakat Perkebunan Dengan Masyarakat Sekitar Dalam Mengikuti Kegiatan Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) Kebun Aek Loba

Dalam suatu masyarakat senantiasa terjalin interaksi sosial, artinya sebagai makhluk hidup yang memiliki sifat saling ketergantungan sudah tentu manusia saling memerlukan satu sama lain. Oleh karena itulah kemudian interaksi sosial sudah menjadi hal mutlak dalam pergaulan masyarakat sehari-hari. Mulai dari lingkungan keluarga sampai kepada masyarakat yang lebih luas. Aristoteles mendefinisikan bahwa manusia adalah Zoon Politicon artinya pada dasarnya manusia adalah makhluk yang selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan manusia yang lainnya dan jadi makhluk yang bermasyarakat. Dari sifat suka bergaul dan bermasyarakat itulah manusia dikenal sebagai makhluk sosial. Aristoteles seorang filsuf Yunani terkenal dengan gagasannya tentang manusia sebagai makhluk sosial, makhluk yang hidup bersama manusia yang lain, dan makhluk yang ada dan berelasi dengan manusia yang lain. Secara kodrati manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan untuk hidup dalam kebersamaan dengan yang lain untuk belajar hidup sebagai manusia.

Seiring dengan hal di atas, masyarakat perkebunan juga merupakan bagian dari makhluk sosial yang tentu saja memiliki rasa ketergantungan antara yang satu dengan yang lain. Sedikit memiliki perbedaan, masyarakat perkebunan merupakan sebuah komunitas yang diatur oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan di dalamnya. Dalam berinteraksi, masyarakat perkebunan juga tidak jauh berbeda dengan masyarakat lain pada umumnya. Di perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba misalnya, para pekerja berinteraksi sebagaimana mestinya, hanya saja intensitasnya sedikit bila dibandingkan dengan masyarakat desa di

(11)

85 sekitarnya. Hal ini dikarenakan para pekerja perkebunan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja.

Dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya, masyarakat perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba terbilang cukup kurang. Hanya jika ada kepentingan-kepentingan tertentu saja mereka berinteraksi. Misalnya dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba, barulah mereka saling berinteraksi. Masyarakat perkebunan di PT. Socfindo kebun Aek Loba cenderung tertutup dan kurang berinteraksi bukan karena mereka tidak mau bergaul, hanya saja karena mereka pada umumnya bekerja hingga seharian bahkan hingga malam hari, jadi waktu untuk berada di rumah dan bergaul dengan warga sekitar menjadi kurang. Hal ini telah menunjukkan suatu pergeseran antara masyarakat paguyuban (gemeinscaft) menjadi masyarakat patembayan (gesellscaft) yang disebabkan oleh tuntutan pekerjaan yang harus dilakukan masyarakat perkebunan setiap harinya. Masyarakat perkebunan menjadi kurang berinteraksi dengan masyarakat desa di sekitarnya dikarenakan mereka harus bekerja sesuai dengan prosedur waktu yang sudah ditentukan oleh pihak perusahaan. Dan hasilnya adalah mereka jadi kurang pergaulan sehingga membuat mereka terlihat tertutup dengan masyarakat luar. Akan tetapi hal ini tidak semata-mata membuat kualitas hubungan mereka menjadi tidak harmonis, hanya intensitasnya saja yang kurang. Selain itu juga bukan berarti sama sekali tidak ada interaksi di antara masyarakat kebun dengan masyarakat sekitarnya jika di luar kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Interaksi di antara keduanya tetap terjalin dengan baik walaupun di luar kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan.

Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba sebagai lembaga sosial keagamaan kemudian mencari solusi dengan mengadakan kegiatan-kegiatan sosial yang turut mengikutsertakan masyarakat desa di sekitarnya. Salah satu kegiatan andalan dari Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba adalah sunat massal yang diadakan setiap setahun sekali. Kegiatan ini diadakan pada saat liburan tahun ajaran baru sehingga diharapkan tidak menjadi penghalang belajar bagi para peserta karena memang bertepatan dengan liburan akhir semester. Kegiatan sunat massal ini mengikutsertakan masyarakat perkebunan dengan masyarakat desa di sekitarnya.

Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba sudah berhasil menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga sosial keagamaan yang bertanggung jawab terhadap kemaslahatan masyarakat tidak hanya pada

(12)

86 masyarakat perkebunan akan tetapi juga masyarakat di sekitarnya melalui kegiatan-kegiatan sosialnya. Masyarakat desa sekitarnya juga turut merasakan manfaat positif dari kehadiran lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba ini. Hal ini dikarenakan kegiatan-kegiatan yang diadakan Ikatan Persudaraan Muslim Socfindo (IPMS) secara tidak langsung dapat meningkatkan hubungan sosial serta ekonomi masyarakat.

Bentuk antusiasme masyarakat seperti yang telah dipaparkan di atas secara tidak langsung menimbulkan interaksi sosial. Masyarakat yang mengikuti kegiatan sunat massal dan saling berbaur satu sama lain dalam satu tempat kemudian merasa senasib dan akhirnya timbul hubungan emosional yang kemudian melahirkan interaksi sosial di antaranya. Sesuai dengan konsep hubungan Gemeinschaft yang dikemukakan oleh Ferdinand Tonnies mengatakan bahwa dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Masyarakat desa yang sebenarnya telah ditanamkan rasa cinta dan rasa kepedulian satu sama lain kemudian jika disatukan mereka akan langsung memiliki hubungan emosional yang merasa mereka adalah sama dan satu tujuan. Sehingga mereka kemudian saling berinteraksi tanpa ada rasa canggung ataupun individualistis. Bukan hanya interaksi jangka pendek seperti Geselschaft, akan tetapi akan berlanjut ketika mereka berada di luar kegiatan sekalipun. Hal inilah yang secara tidak langsung menumbuhkan rasa saling memiliki di antara semua lapisan masyarakat yang ada di sana.

Dari hasil penelitian ini masyarakat perkebunan memiliki pergeseran budaya yang dulunya dipandang sebagai masyarakat yang memiliki sifat individualis dan tidak mau berinteraksi dengan masyarakat sekitar yang dikarenakan oleh tuntutan pekerjaan yang tindak memiliki waktu untuk berinteraksi dan bersosialisasi. Ternyata mereka juga memiliki keinginan untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitar yang dikarenakan ingin menjalin hubungan kekeluargaan yang lebih dekat. Inilah yang menjadi hal yang mendasar terjadinya pergeseran budaya yang semakin terkikis oleh perubahan zaman yang dikarenakan masyarakat yang semakin lama semakin berkembang sumber daya manusia dan ilmu pengetahuannya.

5. Simpulan Dan Saran 5.1. Simpulan

1. Fungsi lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) dapat berjalan sesuai dengan tujuannya dalam menjalin hubungan silaturrahmi antara masyarakat perkebunan dengan masyarakat sekitar melalui program kerja yang dibuat setiap

(13)

87 tahunnya dengan cara membuat kegiatan-kegiatan sosial yang berbasis agama serta atas hasil kerjasama antar anggota pengurus lembaga dengan tujuan agar lembaga ini semakin lebih dikenal oleh masyarakat perkebunan dan masyarakat sekitar.

2. Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba sudah berhasil menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga sosial keagamaan yang bertanggung jawab terhadap kemaslahatan masyarakat tidak hanya pada masyarakat perkebunan akan tetapi juga masyarakat di sekitarnya melalui kegiatan-kegiatan sosialnya yang dianggap sebagai kegiatan yang positif.

3. Lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) yang ternyata telah menjadi suatu alat penghubung antara masyarakat sekitar dengan masyarakat perkebunan. Sehingga secara alami menumbuhkan rasa kepedulian antar sesama umat beragama yang saling tolong menolong dalam menjalani kehidupan sosial.

4. Kegiatan IPMS berlangsung dengan bantuan masyarakat sekitar dengan tujuan untuk mensukseskan kegiatan yang sifatnya hanya sementara dan tidak untuk melakukan proses dalam jangka waktu yang panjang.

5.2. Saran

1. Sebaiknya lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) meningkatkan hubungan silaturrahmi kepada masyarakat dengan cara membuat suatu program yang berbasis pendidikan dasar yang khususnya bagi anak dari latar belakang keluarga yang kurang mampu tanpa membedakan agama.

2. Pemerintah setempat sebaiknya lebih intensif melakukan kerjasama dengan lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) dalam meningkatkan kegiatan-kegiatan yang dibuat oleh lembaga ini melalui bantuan dana dan ide-ide yang bersifat membangun agar keharmonisan hubungan antara pemerintah, pihak perkebunan, dan masyarakat dapat terjaga.

3. Sebaiknya masyarakat perkebunan dan masyarakat sekitar tidak hanya menjalin hubungan sosial pada saat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) saja, tetapi masyarakat tersebut menjalin silaturrahmi di luar kegiatan misalnya saja dengan cara membuat arisan, perwiritan, membuat kerajinan tangan, dan juga kegiatan-kegiatan lain yang membuat hubungan sosial yang hidup bersama di daereah tersebut tidak terputus.

(14)

88 Daftar Pustaka

Agusyanto, Rudi. 2007. Jaringan Sosial Dalam Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ali, M & Mohammad Asrori. 2004. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Alo, DR. Liliweri. 1997. Sosiologi Organisasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Ardana, Komang dkk. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ari, AAGN Dwipayana dkk. 2003. Membangun Good Governance di Desa. Yogyakarta: IRE Press.

Basrowi, Dr. M.S. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Bertrand, Alvin. 1980. Sosiologi (diterjemahkan oleh Saupiah S.F). Jakarta: PT. Bina Aksana. Breman, Jan.1997. Menjinakkan sang kuli : Politik Kolonial, Tuan Kebun, Dan Kuli di

Sumatera Timur Pada Awal Abad Ke-20. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Dwi, J. Narwoko & Bagong Suyanto. 2007. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Gerungan, WA. 2000. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Horton, Paul B., Chester L. Hunt. 1996. Sosiologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Meleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.

Mubyarto dkk. 1992. Tanah Dan Tenaga Kerja Perkebunan. Yogyakarta: Aditya Media. Mustain, Dr. 2007. Petani VS Negara: Gerakan Sosial Petani Melawan Hegemoni Negara.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Polak, Major. 1985. SosiologiSuatu Buku Pengantar Ringkas. Jakarta: PT Ichtiar Baru. Ritzer, Goerge & Douglas J. Goodman.2008. Teori-teori Sosiologi Modern Eds.ke-6. Jakarta:

Kencana.

Situmorang, M. 2011. Wajah Perkebunan. (online), (http://www.kpsmedan.org/index.php ?option=com_content&view=article&id=246&lang=en diakses pada 28 Desember 2012 pukul 18.09 WIB).

Sobirin, Achmad. 2007. Budaya Organisasi: Pengertian, Makna Dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Organisasi. Yogyakarta: Unit Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

(15)

89 Suyanto, Bagong dkk, 2005. Metode Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif Pendekatan.

Edisi 1. Jakarta: Pernada Media.

6X¶DGDK GNN Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Kesejahteraan Sosial.

Malang: UMM Press.

Tarik, Jabal Ibrahim. 2003. Sosiologi Pedesaan. Malang: UMM Press.

Sumber lain

Referensi

Dokumen terkait

Granola sebagai kultivar yang umum dibudidayakan petani dan dianggap resisten terhadap penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum ternyata masa inkubasinya lebih

Leukemia mieloid kronik (LMK) adalah penyakit sel induk ( stem cell ) hematopoetik yang ditandai oleh adanya leukositosis yang disertai imaturitas seri granulosit,

yang meliputi Distribus Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log Person III, dan Distribusi Gumbel. Selanjutnya, penentuan jenis distribusi yang digunakan akan

Carolina, 2013, Pengujian Aktivitas Hipoglikemik Ekstrak Air Daun Angsana (Pterocarpus Indicus Willd) terhadap Histopatologi Sel Beta Pankreas yang Diinduksi Tikus

Water heater yang dibuat memiliki dimensi tinggi 90 cm, diameter pada dinding luar 25 cm, diameter pada dinding dalam 20 cm, panjang pipa 20 meter, diameter bahan pipa 3/8 inci,

(5) Menyediakan cara zonasi daerah perairan laut dengan batas menurut pilihan pengelompokan pulau kecil atau karakteristik biogeofisik untuk pengelolaan ekosistem daerah

Sebagai tindak lanjut dari Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Analisis datanya dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif, analisis kuantitatif penelitian ini, analisis keuangan yang digunakan adalah dengan