• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan sumberdaya ikan berada pada kondisi akses terbuka karena adanya anggapan bahwa perairan laut sulit diberi batas atau zonasi. Selain itu, pola migrasi ikan yang bersifat multi lintas, seperti lintas samudra dan lintas musim, juga masih menjadi penyebab terjadinya penangkapan ikan yang bersifat akses terbuka. Namun, pulau-pulau kecil dan ekosistemnya mempunyai area pengaruh yang terbatas dan menjadi bagian dari proses keberlanjutan ketersediaan sumberdaya ikan. Di negara kepulauan Indonesia, pulau-pulau kecil dan ekosistemnya dapat dibangun sebagai suatu bentuk pembatasan pada jarak tertentu.

Informasi karakteristik pulau kecil dan ekosistemnya perlu diketahui terlebih dahulu agar wilayah yang dibatasi merupakan perairan laut yang memiliki sifat relatif homogen. Batas ini adalah batas imajiner yang memungkinkan pengelolaan ekosistem laut menjadi lebih sesuai dengan karakteristik alamiahnya. Perolehan informasi karakteristik biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya memerlukan suatu teknik yang sesuai bagi puluhan ribu pulau kecil dan ekosistemnya yang terdapat pada wilayah dengan luas sekitar delapan juta kilometer persegi.

Pulau kecil adalah salah satu ekosistem laut (Gambar 1). Pulau kecil memiliki keunikan geologis dan ekologis sebagai hasil proses dari beberapa ekosistem di sekitarnya dan membentuk sistem perikanan yang spesifik menurut ruang dan waktu. Pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki nilai penting dari sisi politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, dan keamanan (Dutton, 1998). Di sisi lain, konsep negara kepulauan telah diperjuangkan melalui deklarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957, dan dimanifestasikan ke dalam konsep geopolitik dan geostrategi yaitu wawasan Nusantara. Nusantara (archipelagic) dipahami sebagai konsep kewilayahan nasional dengan penekanan bahwa wilayah negara Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang dihubungkan oleh laut (Dephankam dan BPPT, 1999).

Penelitian di bidang perikanan sebagian besar membahas cara mengetahui posisi ikan dan pola perpindahannya. Sebagai contoh, perikanan internasional sejak tahun 2002 memiliki dua program yaitu memperkirakan data sumberdaya yang akurat di daerah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan mengembangkan teknologi perikanan yang sejalan dengan perkembangan zaman informasi. Dari kedua program ini dilakukan studi untuk mengkaji tentang aspek ekonomi sumberdaya ikan dan selanjutnya memperkirakan tangkapan maksimum lestari

(2)

(Maximum Sustainable Yield) (Sugimori et al., 2006). Di sini aspek lingkungan yang terkait dengan ekosistem laut belum menjadi prioritas kajiannya. Siklus hidup perkembangbiakan ikan tidak terlepas dari substrat dasar sehingga kondisi biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya perlu mendapat perhatian untuk dikaji.

Pada Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Pasal (4), menyebutkan bahwa, kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai suatu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnyaPenataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kriteria yang perlu disepakati yaitu “pembagian zonasi (ruang) wilayah kerja“ untuk menetapkan batasan tanggung jawab masing-masing sektor dan menghindari terjadinya tumpang tindih kepentingan, tugas, dan wewenang.

a) Pulau Makalehi di Kabupaten Sitaro yang termasuk pulau kecil terluar berbatasan dengan negara Filipina. Pulau ini terbentuk di samudra, berbentuk melingkar, dan terdapat danau di tengahnya. Karakteristik fisik ini mengindikasi-kan sebagai pulau tipe vulmengindikasi-kanik.

b) Pulau-pulau Semangkau, Besar, Nur, Cingam, Par, Terih, Nabi, dan Arus di Kota Batam. Contoh pulau-pulau kecil ini dengan jarak

berdekatan dan secara fisik tergabungkan oleh perairan laut dangkal. Di sini terbentuk gugus-pulau.

(3)

Seiring dengan perubahan pendekatan pembangunan yang bergeser dari pendekatan sektoral ke pendekatan kawasan, maka diperlukan perencanaan pembangunan secara terpadu dan berkelanjutan di sebuah wilayah kepulauan. Tata ruang yang dimaksud mencakup penetapan peruntukan lahan yang terbagi menjadi empat zona yaitu: 1) zona preservasi, 2) zona konservasi, 3) zona penyangga, dan 4) zona budidaya (zona pemanfaatan) (Dahuri et al., 1996).

Terhadap pulau-pulau kecil di Indonesia perlu dilakukan penataan menurut kondisi lingkungan alami (natural environment) untuk suatu desain sistem pembangunan negara maritim berkelanjutan. Di ruang wilayah ekosistem laut terkandung sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai sektor kepentingan yang berbeda. Sumberdaya ikan, saat ini, dijadikan sebagai penggerak utama di sektor kelautan oleh pemerintah.

Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antarsektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahtaraan masyarakat (UU RI No. 27 Tahun 2007). Tahun 1987, Jawatan Hidro Oseanografi menghitung pulau-pulau di Indonesia sebanyak 17.508 pulau yaitu 5.707 pulau bernama dan 11.801 pulau belum memiliki nama, yang disahkan oleh Menhankam melalui surat Nomor: B/858/M/IX/1987. Tahun 2006, Pusat Survei Geologi melakukan pengelompokan pulau-pulau kecil berdasarkan tektonogenesis menjadi empat kelompok. Tahun 2008, Tim Nasional pembakuan nama rupabumi telah melakukan verifikasi di lapangan terhadap 8.172 pulau untuk 25 provinsi. Proses verifikasi masih berlangsung di delapan provinsi lainnya, yaitu Nangroe Aceh Darusalam, Banten, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.

Kebiasaan masyarakat pulau kecil sebagai nelayan atau petani dalam mengelola lingkungan dipengaruhi oleh kondisi fisiknya. Nelayan Indonesia sebagian besar memanfaatkan perairan laut dangkal atau zona neritik. Perairan ini merupakan daerah ikan yang produktif dan banyak mendapat pengaruh dari daratan. Pulau-pulau kecil dan ekosistemnya memiliki karakteristik fisik dan potensi alam yang terkandung di dalamnya yang dapat dimanfaatkan guna pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial. Perencanaan pengelolaan pulau kecil dan semua ekosistem laut yang terkait memerlukan informasi kondisi biogeofisik dan sosial-ekonomi. Dalam hal ini dapat dimengerti bahwa, pemahaman terhadap karakteristik

(4)

biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya dapat memengaruhi sikap dan pola tindak dalam mengelola lingkungan kepulauannya terutama pada pengelolaan berbasis tradisional.

Saat ini, untuk mengimbangi laju pembangunan yang pesat, maka informasi karakteristik biogeofisik pulau-pulau kecil dan ekosistemnya sangat diperlukan. Data penginderaan jauh satelit dapat memberikan informasi secara spasial, kualitatif, dan kuantitatif serta dapat diperoleh secara cepat dan akurat. Teknologi penginderaan jauh satelit telah berkembang sejak dekade tujuh-puluhan dan didukung oleh piranti lunak pengolahan citra dan Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu teknologi yang dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan informasi tersebut. Keunggulan ini sesuai untuk diterapkan di Indonesia, karena variasi luas cakupan citra dan variasi tingkat kedetailan informasi ekosistem laut dapat ditampilkan dalam keterkaitan antar obyek secara spasial. Selanjutnya berbagai komponen terkait dianalisis untuk perencanaan pengelolaan wilayah ekosistem daerah penangkapan ikan. Salah satu sifat data penginderaan jauh satelit adalah mempunyai variasi tingkat resolusi spasial, sehingga data ini secara bertingkat dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan akurasi perolehan informasi karakteristik fisik permukaan bumi atau bentuklahan suatu pulau kecil. Identifikasi bentuklahan melalui analisis geomorfologi adalah didasarkan pada relief dan proses pembentukannya. Pada prakteknya hasil analisis ini banyak dipakai oleh bidang-bidang aplikasi lain, seperti bidang-bidang perencanaan, pengelolaan, dan pengembangan sumberdaya alam, melalui pengaturan tata ruang wilayah dan daerah.

1.2 Perumusan Masalah

Negara kepulauan Indonesia mempunyai puluhan ribu pulau dimana sebagian besar adalah pulau kecil. Pulau-pulau ini terbentuk pada suatu wilayah dengan kondisi sebagai berikut:

(1) Luas wilayah Indonesia adalah sekitar 8.686.000 km2 dengan luas laut kurang lebih 8 juta km2, pada koordinat antara 94°BT hingga 141°BT dan 6°LS hingga 11°LS.

(2) Posisi Indonesia pada pertemuan tiga lempeng tektonik dan pada busur magmatik memungkinkan terjadi proses endogen secara aktif, sehingga sifat fisik pulau-pulau yang terbentuk menjadi beragam,

(3) Posisi Indonesia di daerah tropis memungkinkan terumbu karang, mangrove, dan lamun berkembang baik. Selain itu, proses pelapukan, erosi,

(5)

dan pengendapan juga aktif sehingga ekosistem delta, estuari, dan dinamika pantai menjadi aktif,

Kondisi wilayah perairan dan posisi Indonesia membentuk keragaman karakteristik pulau-pulau kecil dan ekosistemnya. Permasalahan utama terkait dengan kondisi pulau-pulau kecil dan ekosistemnya ada empat macam meliputi cara perolehan informasi pulau kecil dan ekosistemnya, klasifikasi tipe pulau, identifikasi ekosistem laut, dan pengelompokan pulau kecil dan ekosistemnya.

Cara perolehan informasi pulau kecil dan ekosistemnya yang berupa karakteristik fisik belum diketahui secara menyeluruh dan sulit dilaksanakan, karena sulit dibangun metode yang dapat berlaku secara umum bagi keragaman yang ada di Indonesia. Skala peta yang tersedia sebagian besar masih relatif kasar bagi sebuah negara kepulauan yang memiliki banyak pulau kecil. Sebagai contoh, Peta Rupabumi Indonesia skala besar, 1:25.000, yang bersifat regional baru tersedia untuk Jawa dan Nusa Tenggara Timur. Saat ini, peta skala besar, jika tersedia, masih bersifat sangat lokal karena peta-peta ini biasanya dibuat untuk memenuhi permintaan khusus, misalnya peta batimetri detail untuk pelabuhan. Teknologi penginderaan jauh dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pemecahan masalah ketersediaan data. Data penginderaan jauh satelit sumberdaya alam seperti Landsat memiliki berbagai tingkat resolusi spasial. Citra ini memiliki cakupan 185 km X 185 km, sehingga ukuran ini sesuai untuk keperluan identifikasi pulau kecil di Indonesia secara efisien dan efektif. Namun, teknik pengolahan dan bentuk analisis yang dapat diterapkan belum tersedia khususnya untuk karakteristik biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya, sehingga dapat menyebabkan kesalahan interpretasi.

Klasifikasi tipe pulau kecil belum mencerminkan karakter biogeofisiknya. Klasifikasi tipe pulau perlu didasarkan pada proses terbentuknya agar digunakan untuk memahami keragaman karakter biogeofisik ekosistem laut di sekitarnya. Di Indonesia peminat penelitian di bidang geomorfologi relatif masih kurang sehingga pemahaman proses terbentuknya pulau kecil dan ekosistemnya juga masih rendah. Bentuk klasifikasi yang didasarkan pada proses terbentuknya pulau juga dapat digunakan untuk membantu masalah sedikitnya jumlah interpreter dengan latar belakang ilmu geomorfologi. Perpaduan antara bentuk klasifikasi dan tenaga teknis dalam bentuk petunjuk kerja atau suatu model berguna untuk meningkatkan akurasi hasil interpretasi. Bentuk klasifikasi tipe pulau kecil diperlukan karena jumlah pulau kecil di Indonesia sangat banyak dengan karakteristik sangat beragam.

(6)

Identifikasi ekosistem laut tanpa memperhatikan pembentuk substrat dasarnya menyebabkan akurasi informasinya kurang sesuai. Keterkaitan antar ekosistem laut perlu dikenali secara menyeluruh dan pulau-pulau kecil mempunyai pengaruh nyata terhadap ekosistem perairan laut di sekitarnya. Pulau-pulau kecil ini terbentuk pada sebagian besar wilayah Indonesia, yaitu wilayah lautan (75%), oleh karena itu identifikasi ekosistem laut perlu untuk pengelolaan ekosistem daerah penangkapan ikan

Pengelompokan pulau kecil dan ekosistemnya diperlukan untuk pengelolaan ekosistem daerah penangkapan ikan. Laut Indonesia sebagai daerah penangkapan ikan perlu dilakukan zonasi. Zonasi yang diperlukan adalah yang dapat melokalisir permasalahan sumberdaya ikan sehingga dapat menuntun kepada bentuk perlakuan dan pengelolaan yang tepat. Akan tetapi, ekosistem laut daerah penangkapan ikan di Indonesia mempunyai karakteristik beragam sebagai akibat kondisi luas wilayah laut dan terbentuknya pulau-pulau kecil seperti disebutkan di atas. Akibatnya pengelolaan antar ekosistem laut belum terpadu dan pengelolaan pulau kecilnya juga kurang memperhatikan aspek keberlanjutan. Permasalahan geografis berupa aspek morfoarrangement adalah menyangkut ”pola” susunan keruangan setiap ekosistem laut yang belum dipahami. Permasalahan terakhir ini dapat diselesaikan dari berbagai sudut pandang, tetapi jika identifikasinya belum tepat, maka hasil informasi biogeofisiknya akan memiliki akurasi rendah.

Dari keempat komponen struktur masalah yang diidentifikasi, secara mendasar yang menjadi masalah ilmiah dan masalah praktis pada pulau-pulau kecil dan ekosistemnya adalah:

(1) Pengenalan karakteristik biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya sulit dicapai karena belum dibangun metode yang selektif dan sesuai bagi keragaman yang ada di Indonesia,

(2) Klasifikasi tipe pulau kecil kurang mencerminkan karakteristik biogeofisiknya,

(3) Ekosistem laut belum dapat dikenali secara menyeluruh karena belum tersedia metode identifikasinya,

(4) Pengelolaan ekosistem daerah penangkapan ikan kurang mempertimbangkan sifat alamiahnya, sehingga akan sulit dicapai pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan.

Berdasarkan uraian beberapa permasalahan tersebut, penelitian ini membangun pengelompokan pulau kecil dan ekosistemnya berbasis geomorfologi.

(7)

Secara ringkas masalah pulau-pulau kecil di Indonesia secara skematik ditunjukkan pada Gambar 2, dalam bentuk diagram alir struktur masalah.

Gambar 2 Struktur permasalahan pengelompokan pulau kecil dan ekosistemnya.

Pertanyaan penelitian yang bersifat praktis sehubungan dengan permasalahan tersebut adalah:

(1) Bagaimana teknik pengolahan citra penginderaan jauh satelit yang sesuai untuk analisis geomorfologi pulau kecil dan ekosistemnya?

(2) Dasar apa yang sesuai untuk membuat klasifikasi tipe pulau kecil agar dapat mencerminkan karakternya?

Pengelompokan pulau kecil dan ekosistemnya tidak berbasis geomorfologi

Dinamika proses magmatik & tektonik

aktif tidak dipahami Kondisi geografis

Kepulauan Indonesia

Posisi di busur magmatik dan tiga

lempeng tektonik

Posisi di daerah tropis

Teknik pengolahan citra satelit untuk pulau kecil belum

terseleksi Kaitan kondisi fisik

antar ekosistem laut tidak diketahui

Cara perolehan informasi biogeofisik pulau kecil tidak tersedia

Akurasi informasi biogeofisik rendah Identifikasi ekosistem

laut belum tepat Klasifikasi tipe pulau

tidak mencerminkan karakternya

Pengelolaan ekosistem laut kurang optimal

Belum ada pengaturan pemanfaatan SDA pulau

kecil berkelanjutan

Pola

morfoarrangement belum dipahami

Pengelolaan antara pulau kecil & ekosistemnya belum

dipadukan

Belum ada zonasi pulau kecil berbasis

karakteristik biogeofisik

(8)

(3) Bagaimana bentuk penerapan hasil pengolahan citra penginderaan jauh satelit yang praktis untuk mendapatkan informasi karakteristik biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya?

(4) Bagaimana cara mengkaji korelasi kondisi fisik antara pulau kecil dan ekosistemnya?

(5) Bagaimana penerapan informasi karakteristik biogeofisik pulau kecil untuk identifikasi karakteristik biogeofisik ekosistem laut?

(6) Bagaimana penerapan informasi karakteristik biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya dalam kaitannya dengan habitat ikan?

(7) Apakah dasar untuk menentukan pengelompokan pulau-pulau kecil dan ekosistemnya sehingga terjaga pemanfaatan sumberdayanya secara berkelanjutan?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan umum penelitian ini adalah menyumbangkan teknik pengolahan data penginderaan jauh satelit untuk pengelompokan pulau kecil dan ekosistemnya dengan pendekatan geomorfologi.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

(1) Menyeleksi teknik pengolahan data penginderaan jauh satelit untuk analisis geomorfologi pulau kecil dan ekosistemnya,

(2) Menyusun klasifikasi tipe pulau kecil berbasis geomorfologi, (3) Mendesain identifikasi ekosistem laut dan

(4) Mendesain pengelompokan pulau-pulau kecil menurut karakteristik biogeofisik.

Manfaat penelitian yang diperoleh, yaitu:

(1) Menyediakan pilihan jenis fusi multispektral dan multispasial serta penajaman yang telah terseleksi menurut tipe pulau,

(2) Menyediakan klasifikasi tipe pulau menurut morfogenesisnya dan cara identifikasinya dari data penginderaan jauh satelit,

(3) Menyediakan identifikasi ekosistem laut untuk mendapatkan informasi karakteristik biogeofisik,

(4) Menyediakan pilihan pengelompokan pulau kecil atas dasar karakteristik biogeofisik.

(9)

(5) Menyediakan cara zonasi daerah perairan laut dengan batas menurut pilihan pengelompokan pulau kecil atau karakteristik biogeofisik untuk pengelolaan ekosistem daerah penangkapan ikan.

1.4 Hipotesis

Pulau kecil dan ekosistemnya merupakan suatu sistem yang kompleks dan saling terkait. Ekosistem-ekosistem ini berpengaruh pula pada perikanan pantai terutama sejauh perairan laut dangkal. Upaya untuk mendapatkan karakter biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya ini tidak dapat dilakukan secara parsial mengingat sifat antar ekosistem laut yang saling terkait. Pulau kecil yang berjumlah relatif banyak dapat dimanfaatkan dengan membatasi area pengelolaan ekosistem daerah penangkapan ikan melalui pengelompokan pulau. Pemanfaatan sumberdaya ikan yang bersifat akses terbuka (Open Access Free Entry/OAFE), yaitu melalui pengelompokan pulau kecil dapat dirubah menjadi akses terbatas (License Access Limiting Entry/LALE). Dalam hal ini, pengolahan citra penginderaan jauh satelitdapat memberikan pilihan yang optimal untuk identifikasi karakteristik biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya.

Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis kerja yang digunakan adalah: (1) Proses geomorfologi pulau kecil dan ekosistemnya yang berbeda memiliki

karakteristik spektral berbeda.

(2) Terbentuknya pulau-pulau kecil melalui proses yang berbeda yang menjadi karakteristiknya

(3) Ekosistem laut mempunyai nilai spektral yang spesifik sesuai karakteristik biogeofisiknya

(4) Proses geomorfologi mempengaruhi pengelompokan pulau kecil dan ekosistemnya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Indonesia memiliki wilayah lautan 75% dan terdapat puluhan ribu pulau kecil. Pulau-pulau kecil ini memiliki bentuk beragam sebagai akibat adanya proses endogen seperti pergeseran lempeng tektonik dan aktivitas magmatik. Keragaman bentuk pulau-pulau kecil memiliki variasi sangat kompleks dan terkait dengan terbentuknya ekosistem laut di perairan laut dangkal sekitarnya. Lokasi pulau-pulau kecil sulit dijangkau dan distribusinya membentang di sekitar katulistiwa dari Sabang sampai Merauke.

(10)

Kondisi kepulauan Indonesia tersebut menimbulkan permasalahan dalam hal upaya menghimpun informasi karakteristik biogeofisik setiap pulau kecil. Kepentingan yang lebih utama adalah dalam hal pengelolaan pulau-pulau kecil karena jumlahnya banyak, sifatnya beragam, dan lokasinya berjauhan dan sulit dijangkau. Informasi karakteristik biogeofisik pulau-pulau kecil bagi negara kepulauan Indonesia adalah hal penting karena datanya menjadi dasar Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP- 3-K). Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tersurat bahwa Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP-3-K) perlu dijaga kelestariannya dan perlu dikelola secara berkelanjutan. Dalam hal ini, upaya perolehan informasi karakteristik biogeofisik pulau-pulau kecil dan ekosistemnya adalah bagian dari WP-3-K.

Kerangka pemikiran seperti diilustrasikan pada Gambar 3 menguraikan secara khusus empat permasalahan pokok pulau-pulau kecil terkait dengan cara perolehan informasi karakteristik biogeofisiknya menggunakan data penginderaan jauh satelit. Spesifikasi dan cara pengolahan data penginderaan jauh untuk pulau kecil dan ekosistemnya merupakan tahap awal kegiatan penelitian. Citra penginderaan jauh untuk model pulau-pulau kecil yang telah diolah digunakan sebagai salah satu data untuk mendapatkan informasi karakteristik biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya. Data lain yaitu Peta Geologi, Peta Rupabumi Indonesia, Peta Pelayaran, dan data survei lapangan juga digunakan untuk mengumpulkan informasi geomorfologis pulau kecil dan ekosistemnya. Agar dapat mewakili keragaman karakter pulau-pulau kecil di Indonesia, model pulau kecil dipilih untuk mewakili tiga tipe pulau dan tiga ekosistem laut utama yaitu mangrove, terumbu karang, dan lamun.

Penelitian ini ditujukan untuk membangun pengelompokan pulau kecil dan ekosistemnya berbasis geomorfologi. Sebagai rangkaian penelitian, dibangun Klasifikasi tipe pulau kecil berbasis geomorfologi dan identifikasi ekosistem laut menurut tipe pulau. Rangkaian model ini dapat diaplikasikan secara langsung untuk menentukan zonasi daerah perairan laut dengan batas tertentu untuk pengelolaan perikanan.

Pembatasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(1) Permasalahan mengenai peningkatan penggunaan citra satelit untuk pulau kecil dan ekosistemnya.

(2) Permasalahan mengenai perolehan informasi biogeofisik secara efisien dan efektif

(11)

(3) Permasalahan mengenai pengelompokan pulau kecil berdasarkan karakteristik biogeofisik. sarkan karakteristik biogeofisik.

Gambar 3 Diagram alir kerangka pemikiran. Gambar 3 Diagram alir kerangka pemikiran.

(1) Pengolahan data terseleksi (2) Klasifikasi tipe pulau kecil (3) Identifikasi ekosistem laut (4) Pengelompokan pulau kecil dan ekosistemnya

Analisis

(1) Pengumpulan data inderaja (2) Teknik pengolahan data inderaja (3) Geomorfologi pulau kecil

(4) Geomorfologi ekosistem laut

Pengelolaan pulau kecil dan ekosistemnya

kurang sesuai Informasi (karakteristik

biogeofisik) pulau kecil dan ekosistemnya sulit

diperoleh

Diperlukan data dan cara analisis pulau kecil dan

ekosistemnya Permasalahan:

(1) Teknik pengolahan citra satelit untuk pulau kecil dan ekosistemnya belum terseleksi

(2) Klasifikasi tipe pulau tidak mencerminkan karakternya

(3) Identifikasi pulau kecil dan ekosistemnya belum tepat

(4) Belum ada pengelompokan pulau kecil dan ekosistemnya berbasis karakteristik biogeofisik Jumlah pulau kecil mencapai puluhan ribu Karakteristik biogeofisik pulau kecil beragam

Gambar

Gambar 1  Contoh pulau kecil dari citra Landsat.
Gambar 2  Struktur permasalahan pengelompokan pulau kecil dan ekosistemnya.
Gambar 3  Diagram alir kerangka pemikiran. Gambar 3  Diagram alir kerangka pemikiran.

Referensi

Dokumen terkait

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk

 Inflasi Kota Bengkulu bulan Juni 2017 terjadi pada semua kelompok pengeluaran, di mana kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Inflasi

Penataan promosi statis ialah suatu kegiatan untuk mempertunjukkan, memamerkan atau memperlihatkan hasil praktek atau produk lainnya berupa merchandise kepada masyarakat

Pendapat tersebut juga sesuai dengan pendapat Sudjana (2008, p.56) bahwa evaluasi produk mengukur dan menginterpretasi penca- paian program selama pelaksanaan program

5) Melihat animo masyarakat Kota Suwon yang begitu tinggi terhadap Kesenian Tradisional yang ditampilkan Tim Kesenian Kota Bandung, diharapkan Kota Bandung dapat

3 Scatter plot hasil clustering algoritme PAM untuk k=17 7 4 Scatter plot hasil clustering algoritme CLARA untuk k=19 9 5 Plot data titik panas tahun 2001 sampai dengan