• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PROPORSI LIMBAH FLY ASH PAITON DAN TJIWI KIMIA TERHADAP KUAT TEKAN PASTA GEOPOLIMER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PROPORSI LIMBAH FLY ASH PAITON DAN TJIWI KIMIA TERHADAP KUAT TEKAN PASTA GEOPOLIMER"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-11

ANALISIS PROPORSI LIMBAH FLY ASH PAITON DAN TJIWI KIMIA

TERHADAP KUAT TEKAN PASTA GEOPOLIMER

SRIE SUBEKTI

DiplomaTeknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS )

Ema

Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi campuran yang optimum

pada pasta Geopolimer agar menghasilkan kuat tekan yang optimal. Geopolimer merupakan suatu bahan alam anorganik yang pembuatannya melalui proses polimerisasi. Bahan yang digunakan Fly Ash Paiton dan limbah Tjiwi kimia, sebagai pelarut adalah larutan sodium hidroksida dan sodium silikat sebagai aktivatornya. Perbandingan massa campuran antara Fly Ash Paiton dengan limbah Tjiwi kimia adalah 0% : 100% ; 20% : 80% ; 30% : 70% ; 40% : 60% ; 60% : 40% ; 80% : 20% ; 100% : 0% dengan menggunakan Molaritas 8 mol dan 12 mol. Perbandingan massa larutan antara adalah 0,5.

Benda uji berupa binder berdiameter 25 mm dan tinggi 50 mm, dilakukan serangkaian pengujian diantaranya uji kuat tekan pada umur 3hr, 7hr, 14hr, 21hr, 28hr dan 56hr, uji Porositas pada umur 56 hari. Dari serangkaian pengujian didapat kuat tekan optimal pada komposisi molaritas 12 Mol 0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 0% : Tjiwi kimia 100% mempunyai kuat tekan sebesar 14,39 Mpa dan porositas tertutup sebesar 1,88.

Kata kunci– aktivator, fly ash, geopolimer, kuat tekan.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Industri semen dan beton semakin sering disorot, ini disebabkan emisi karbondioksida, komponen terbesar gas rumah kaca yang dihasilkan dari proses produksi semen konvensional. Dalam produksi satu ton semen Portland, akan dihasilkan sekitar satu ton gas karbondioksida yang dilepaskan ke atmosfer. Tampaknya perbaikan teknologi produksi semen tidak terlalu bisa diharapkan dapat menekan produksi karbondioksida secara signifikan. Dengan mengganti sejumlah

bagian semen dalam proses pembuatan beton, atau secara total dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan menjadi pilihan yang lebih menjanjikan.

Geopolimer semen, menjadi harapan utama mereduksi penggunaan semen untuk keperluan pembangunan infrastruktur. Saat ini, riset beton geopolimer giat dilakukan di sejumlah lembaga riset atau universitas khususnya di Prancis, Amerika Serikat dan Australia

(http://betoncoid.wordpress.com/2008/06/30/ abu-terbang-solusi-pencemaran-semen/). Pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh batubara berasal dari sisa pembakaran batu bara yang berupa abu layang, abu dasar,

(2)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-12

slag dan flue gas (merupakan elemen yang paling berbahaya yang dapat menimbulkan hujan asam). Limbah padat berupa abu sebanyak 500-1.000 ton per hari yang dapat menghasilkan debu di musim kering. Limbah tersebut selanjutnya dipindahkan ke lokasi penimbunan abu dan menumpuk di lokasi industri dalam jumlah yang sangat banyak. Dengan bertambahnya jumlah abu batu bara maka sebaiknya ada usaha-usaha untuk memanfaatkan limbah padat tersebut sehingga perlu adanya penelitian untuk mengatahui pemanfaatan limbah dari batu bara. Berdasarkan penelitian terdahulu yang menggunakan fly ash Paiton sebagai bahan utama dalam pembuatan geopolimer, maka dalam penelitian ini kami ingin mengembangkannya dengan menambahkan limbah Tjiwi Kimia untuk dinilai perilaku fisik dan mekaniknya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Komposisi kimia apa saja yang terkandung dalam fly ash dan limbah Tjiwi Kimia yang akan digunakan.

2. Berapa kuat tekan paling tinggi yang dihasilkan oleh binder dengan komposisi campuran:

a. Perbandingan molaritas larutan NaOH 8M dan 12M.

b. Perbandingan massa larutan Na2SiO3

1. Fly ash yang digunakan dalam penelitian

ini berasal dari PLTU Paiton Probolinggo dan PT. Tjiwi Kimia Mojokerto.

: NaOH adalah 0,5.

c. Perbandingan massa antara fly ash dengan limbah Tjiwi Kimia adalah 0% : 100%, 20% : 80%, 40% : 60%, 60% : 40%, 80% : 20%, 100% : 0%.

3. Perilaku fisik dan mekanik apa saja yang terjadi pada binder geopolimer tersebut.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

2. Aktivator menggunakan larutan sodium hidroksida (NaOH) dan sodium silikat (Na2SiO3

Beton geopolimer diperkenalkan sebagai suatu jenis beton baru yang 100% tidak menggunakan semen. Penggunaan fly ash sepenuhnya sebagai pengganti semen lewat proses yang disebut polimerisasi anorganik (geopolimer) yang dipelopori oleh

).

3. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades.

4. Benda uji berupa binder berdiameter 25mm dan tinggi 50mm.

5. Uji standar yang dilakukan adalah uji kuat tekan, dan uji porositas.

6. Pengujian kuat tekan dilakukan pada binder umur 3, 7, 14, 21, 28, dan 56 hari dengan menggunakan dua benda uji. Sedangkan pengujian porositas dilakukan pada binder umur 56 hari menggunakan dua benda uji.

1.4 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam fly ash Paiton dan limbah Tjiwi Kimia.

2. Mendapatkan perbandingan komposisi campuran yang paling baik untuk menghasilkan kuat tekan yang paling tinggi sesuai dengan standar yang berlaku.

3. Mengetahui perilaku fisik dan mekanik yang terjadi pada binder geopolimer.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum

(3)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-13

seorang ilmuwan Prancis, Prof. Joseph Davidovits, sekitar 20 tahun lalu.

Atas pertimbangan itulah, banyak riset yang telah dilakukan di sejumlah lembaga riset atau universitas di berbagai negara.

2.2 Geopolimer

Geopolimer adalah suatu bahan alam nonorganik yang pembuatannya melalui proses polimerisasi. Hampir semua bahan buangan industri yang mengandung unsur-unsur silika dan alumina bisa dibuat menjadi semen geopolimer.

Terdapat beberapa kelebihan beton geopolimer jika dibandingkan dengan beton konvensional antara lain:

a. Pembuatan geopolimer juga tidak menghasilkan emisi gas CO2

Fly ash merupakan hasil sisa

pembakaran yang halus dari pembakaran batubara yang dialirkan dari ruang pembakaran (ketel) berupa campuran asap dan dikenal sebagai serbuk abu pembakaran.

Fly ash dapat dihasilkan oleh Pembangkit

Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya. Batubara itu sendiri ada dua macam yaitu antrasit (bitumen) dan batubara lignit (sub bitumen). Unsur utama batubara

adalah karbon karena batubara bersumber dari alam, maka di dalamnya juga terkandung unsur-unsur mineral tanah yaitu silika, alumina, oksida besi, kapur alkali, belerang dan air. Pada saat batubara dibakar, ada bagian yang terbakar dan yang menguap yaitu karbon, belerang dan air yang akan menghasilkan panas, gas CO

seperti pada pembuatan semen Portland (Malhotra, 1999).

b.Beton geopolimer juga hemat energi dan ramah lingkungan karena geopolimerisasi hanya memerlukan pemanasan di suhu yang relatif rendah. Energi yang diperlukan hanya kurang lebih 3/5 dibanding pembuatan portland semen (Davidovits, 1991).

2.3 Fly Ash

2, SO2, dan uap.

Bagian yang tidak terbakar berupa tanah liat yang menjadi massa lebur. Massa ini akan melewati ruang pembakaran bersuhu rendah dan akan membentuk partikel padat berbentuk butiran. Sebagian butiran ini akan terkumpul menjadi abu dasar tetapi sebagian besar butiran halus layang mengikuti aliran gas, keluar dari ketel uap melalui cerobong. Partikel abu ini dipisahkan dari gas buang dengan alat electrostatic presipirator, sehingga menghasilkan fly ash (Van Deventer et all, 2006).

Tabel 2.1 Klasifikasi Fly Ash

PROPERTIES JENIS FLY ASH F C Kandungan SiO2, Al2O3, Fe2O3 70 , min % 50 Kandungan sulfur trioxide (SO3 5 ), max % 5 CaO, % <10 >10 Loss on ignition, % 6 6

Sumber : ASTM 618-94a, 1994

Berdasarkan Tabel 2.1, fly ash kelas F mempunyai kandungan CaO kurang dari 10%, yang berasal dari pembakaran antrasit atau bitumen batubara. Fly ash kelas ini

(4)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-14

mempunyai sifat sebagai pozzolan, namun tidak bereaksi langsung dengan air karena kandungan CaO-nya sedikit sehingga kandungan Ca(OH)2 yang dihasilkan lebih

kecil dari abu layang kelas C. Fly ash rendah kalsium (kelas F) adalah yang paling umum digunakan dalam sintesis geopolimer.

2.4 Alkali Aktivator

Alkali aktivator dibuat dari campuran natrium hidroksida (NaOH) dan natrium silikat (Na2SiO3). Komposisi natrium silikat

saat kering adalah Na2SiO3 dengan

komposisi air yang bervariasi. Bentuknya bening sampai putih atau putih keabu-abuan, kristalin atau seperti lem. Natrium silikat juga dapat mengiritasi kulit (Windholtz, 1976).

2.5 Aquades

Aquadestilata (aquades) adalah air dari hasil penyulingan, kandungannya murni H2

Curing time dapat mempengaruhi

kuat tekan geopolimer. Hasil penelitian membuktikan bahwa semakin lama proses

curing, maka akan meningkatkan kuat tekan

geopolimer. Sedangkan kandungan air dalam

geopolimer yang semakin banyak akan mengurangi nilai kuat tekan geopolimer. Kandungan air dapat diperoleh dari natrium silikat yang mengandung H

O.

2.6 Pasta Semen

Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150-1985,

2.7 Kuat Tekan

Salah satu sifat mekanik yang digunakan sebagai parameter geopolimer adalah kuat tekan. Kuat tekan geopolimer dapat dipengaruhi oleh:

• Umur geopolimer

• Temperatur dan lama waktu curing

• Kadar air dalam geopolimer

2O serta hasil

penguraian dari NaOH menjadi Na2O dan

H2

...(2.1) Keterangan: σ = kuat tekan (Mpa)

P = gaya terhadap binder (kg) A = luas permukaan binder (cm O.

Nilai kuat tekan dihitung melalui rumus:

2

) g = percepatan gravitasi bumi (9,8106 m/s2

...(2.2)

Keterangan: pf = porositas tertutup pt = porositas total po = porositas terbuka III . METODOLOGI 3.1 Studi Pustaka ) 2.8 Porositas

Porositas adalah ukuran banyaknya ruang kosong dalam bahan tertentu, dan dalam hal ini adalah geopolimer. Beberapa metode pengukuran porositas antara lain: penguapan kandungan air, porositas penjenuhan kembali, porositas pertukaran pelarut, porosimetri gangguan merkuri, dan serapan nitrogen.

Studi Pustaka dilakukan dengan mendalami materi yang relevan dengan penelitian, meliputi mengumpulkan data, mempelajari

(5)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-15

berbagai buku teks, peraturan dan standar nasional maupun internasional, pedoman masalah metode spesifikasi dan tata cara pelaksanaan penelitian. Diantaranya membahas masalah:

a. Geopolimer

b. Material abu terbang (fly ash) c. Alkali Aktivator

d. Mix desain binder geopolimer

e. Beberapa uji tes terhadap benda uji binder

3.2 Persiapan Bahan

Dalam pembuatan binder geopolimer dipakai bahan dasar fly ash (PLTU Paiton) dan limbah Tjiwi Kimia dengan menggunakan alkali aktivator larutan Sodium Hidroksida (NaOH) dan Sodium Silikat (Na2SiO3

3.2.3 Alkali Aktivator

).

3.2.1 Fly Ash dan Limbah Tjiwi Kimia

Fly ash yang paling baik untuk

dijadikan bahan dasar pembuatan binder geopolimer adalah fly ash kelas F (Hardjito, 2005). Dalam penelitian ini digunakan fly ash

yang berasal dari PLTU Paiton Probolinggo, Jawa Timur yang berasal dari sisa pembakaran batu bara. Sedangkan limbah Tjiwi Kimia berasal dari abu terbang PT. Tjiwi Kimia yang didistribusikan ke PT. Varia Usaha Beton.

Oleh karena itu fly ash ini harus diuji terlebih komposisi kimianya untuk menentukan apakah fly ash tersebut termasuk dalam kelas F atau kelas C (ASTM C 618-94a).

3.2.2 Air Aquades

Air ini didapatkan di toko-toko bahan kimia, dengan kadar kemurnian 100%.

Jenis aktivator yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu Sodium Hidroksida (NaOH) dan Sodium Silikat (Na2SiO3

n = V x M

= 1 liter x 8 = 8 mol

Dimana : n = jumlah mol zat tersebut M = kemolaran larutan V = volume larutan

). Larutan Sodium Hidroksida (NaOH) yang digunakan adalah Larutan NaOH 8M dan 12M.

Sodium Hidroksida

Sodium hidroksida berfungsi sebagai aktivator dalam reaksi polimerisasi, sedangkan sodium silikat sebagai katalisator untuk mempercepat pengikatan silika dan oksida alumina pada fly ash.

Pembuatan larutan tersebut dilakukan di Laboratorium Beton Diploma Teknik Sipil FTSP-ITS.

Cara membuat 1 liter larutan NaOH adalah sebagai berikut:

a. Peralatan yang diperlukan - labu volume 1 liter - timbangan digital - alat pengaduk

b. Bahan yang diperlukan - aquades murni

- serpihan sodium hidroksida (NaOH) c. Langkah kerja

Cara membuat 1 liter larutan NaOH 8M adalah sebagai berikut :

1. Menghitung kebutuhan NaOH yang akan digunakan.

Massa NaOH = n mol x Mr

= 8 mol x 40 = 320 gram

(6)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-16

Cara membuat 1 liter larutan NaOH 12M adalah sama seperti NaOH 8 Mol

Sodium Silikat

Sodium silikat yang dipakai adalah berbentuk larutan kental yang sudah siap dipakai, dan dijual di pasaran. Sebelum pemakaian tidak ada perlakuan khusus.

Larutan Aktivator

Pada pembuatan binder geopolimer, sodium silikat dan sodium hidroksida dicampur dan diaduk kemudian didiamkan sampai campuran tersebut dingin dan siap dipakai untuk membuat binder geopolimer.

3.4 Mix Desain Binder Geopolimer Ukuran 25x50 mm

Digunakan komposisi binder sebagai berikut: 2

1. Kadar Sodium Hidroksida sebesar 8M dan 12M

2. Perbandingan antara Sodium Silikat dengan Sodium Hidroksida diambil 0,5 3. Perbandingan fly ash Paiton dengan

limbah Tjiwi Kimia dibuat 0% : 100%, 20% : 80%, 40% : 60%, 60% : 40%, 80% : 20%, dan 100% : 0%

4. Massa aktivator dalam binder sebesar 26%, sedangkan massa fly ash dalam binder 74%

Dalam penelitian ini akan digunakan 24 buah komposisi campuran binder yang terbagi dalam 2 kelompok. Pengelompokkan ini berdasarkan molaritas larutan NaOH yang digunakan yaitu:

1. Penggunaan larutan Sodium Hidroksida (NaOH) 8M dengan perbandingan massa larutan antara

antara = 0,5.

2. Penggunaan larutan Sodium Hidroksida (NaOH) 12M dengan perbandingan massa larutan antara

= antara 0,5.

Setiap komposisi campuran tersebut, akan dibuat 15 benda uji.

• Rumus volume binder

………..(3.3) • Rumus massa binder

………(3.4)

Binder dibuat dengan ukuran 25 x 50 mm2.

3.5 Pembuatan Binder Geopolimer Ukuran 25 x 50 mm

Pembuatan binder dilaksanakan di laboratorium beton Diploma Sipil FTSP ITS.

2

Gambar 3.1 Serpihan NaOH

Gambar 3.2 Sodium Silikat

(7)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-17

Pembuatan benda uji berupa binder geopolimer ini diperlukan untuk tes kuat tekan, tes porositas, dan tes XRD. Benda uji berbentuk silinder berdiameter 25mm dan tinggi 50mm. Untuk setiap komposisi campuran dibuat 15 benda uji.

Langkah-langkah pembuatan binder geopolimer dengan kadar 8M dan perbadingan antara = 0,5 dengan perbandingan massa fly ash dan limbah Tjiwi Kimia 0% : 100%.

1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

• Alat :

1. Seperangkat mixer

2. Cetakan berukuran 25 x 50 mm2, berisi 6 binder 3. Wadah/ mangkuk 4. Timbangan digital 5. Kawat kecil • Bahan : 1. NaOH 8M = 10,211 gr x 15 sampel = 153,17 gr 2. Na2SiO3 = 5,105 gr x 15 sampel = 76,58 gr

3. Fly ash = 0 gr x 15 sampel = 0 gr 4. Tjiwi Kimia = 43,59 gr x 15 sampel

= 653,85 gr 5. Oli

2. Buat larutan aktivator dengan berat NaOH dan Na2SiO3

5. Adonan dirojok dengan kawat kecil dan cetakan digetarkan agar campuran mengisi seluruh cetakan dan padat.

seperti di atas, kemudian campur dengan fly ash ke dalam wadah. Setelah itu, aduk dengan menggunakan mixer selama ± 3 menit hingga adonan menjadi rata.

3. Lumuri cetakan dengan oli agar binder yang dihasilkan tidak lengket di cetakan pada saat dibuka.

4. Masukkan adonan geopolimer yang telah rata tersebut ke dalam cetakan.

6. Setelah agak sedikit mengeras, ratakan permukaan binder tersebut.

7. Setelah seluruh cetakan terisi merata dan padat kemudian ditutup rapat dan dibaut. 8. Setelah 24 jam binder mengeras, dilepas

dari cetakan dan dimasukkan dalam tempat plastik tertutup selama 3 hari, kemudian tutupnya dibuka dan dibiarkan dalam suhu kamar sampai tiba waktu pengetesan.

9. Dengan langkah pengerjaan yang sama seperti pada nomor 1 sampai dengan nomor 8 dapat dibuat binder geopolimer dengan komposisi-komposisi yang lain.

3.6 Perawatan (Curing)

Setelah dilepas dari cetakan, binder geopolimer ini kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik tertutup agar tidak mudah rusak selama 3 hari, kemudian tutupnya dibuka dan dibiarkan dalam suhu ruangan. Dan siap untuk dites tekan pada umur binder 3, 7, 14, 21, 28, dan 56 hari.

3.7.1 Melakukan Tes Kuat Tekan Binder

Tes kuat tekan binder geopolimer ini dilakukan pada umur 3, 7, 14, 21, 28 dan 56 hari. Untuk setiap tes kuat tekan digunakan dua benda uji dari setiap komposisi untuk diambil rata-rata dari setiap nilai yang diperoleh.

Tes kuat tekan binder dilakukan di Laboratorium Beton Diploma Sipil FTSP ITS. Alat yang digunakan untuk melakukan pengetesan ini adalah torsi universal testing machine AU-5 berkapasitas 5 ton.

Binder

D

L P

(8)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-18

D. Rumus kuat tekan

Untuk menghitung besarnya kuat tekan binder geopolimer, maka digunakan rumus berikut :

……….(3.5)

Keterangan :

σ = kuat tekan (MPa)

P = gaya terhadap binder (kg) A = luas permukaan binder (cm2)

g = percepatan gravitasi bumi (9,8106 m/s2

Ada dua macam pori yaitu pori terbuka dan pori tertutup. Pori terbuka yaitu pori yang bersifat permeable (dapat ditembus baik, oleh udara ataupun air). Pori tertutup

adalah pori yang bersifat impermeable (tidak dapat ditembus). Pori yang tertutup lebih baik daripada pori yang terbuka karena pori yang tertutup memiliki tekanan hidrostatis yang menambah kuat tekan beton dan terhindar dari retak, sedangkan yang terbuka membuat beton menjadi keropos (menurunkan kuat tekan beton).

Tes porositas dilakukan pada umur 56 hari. Dan diambil dua benda uji dari masing-masing komposisi yang memiliki kuat tekan paling tinggi.

° Perhitungan :

♦ Kepadatan absolut (ρ) adalah

perbandingan berat dan volume dalam keadaan halus.

)

3.7.2 Melakukan Tes Porositas Binder Geopolimer (AFNOR NF B 49104)

……….(3.6)

♦ Kepadatan visual (α) adalah

perbandingan contoh dalam keadaan kering (Mo) terhadap volume yang tampak (Mh – μ).

………...(3.7) ♦ Porositas total (pt) dalam persen adalah

perbandingan volume pori terhadap volume yang tampak.

……..(3.8) ♦ Porositas terbuka (po) dalam persen

adalah perbandingan volume porositas terbuka terhadap volume yang tampak.

…………(3.9)

♦ Porositas tertutup (pf) adalah

perbandingan porositas tertutup terhadap volume yang tampak.

………(3.10)

Gambar 3.4 Mesin Test Hidrolis (Torsee Universal Testing Machine)

(9)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-19

3.8 Diagram Alur Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi Kimia Material

Geopolimer

Bahan-bahan untuk mensintetis geopolimer dalam penelitian ini meliputi fly ash sebagai sumber monomer dari alumino-silikat yang diperoleh dari PLTU Paiton, Probolinggo dan PT. Tjiwi Kimia, Mojokerto. Kandungan kimia dari material-material tersebut diharapkan dapat memberikan informasi tentang golongan kelas dari fly ash yang akan digunakan, apakah termasuk jenis fly ash kelas F atau fly ash kelas C. pada sifat bahan yang akan dianalisis.

4.1.1 Komposisi Kimia Fly Ash Paiton, Probolinggo

Tabel 4.1 akan menunjukkan komposisi kimia yang dimiliki oleh fly ash

Paiton tersebut. Hasil analisis tersebut dinyatakan dalam bentuk senyawa oksida yang meliputi kadar SiO2, CaO, MgO,

Fe2O3, Na2O, SO3, Al2O3, kadar air, dan

LOI yang dinyatakan dalam %.

Tabel 4.1 Komposisi Kimia Fly Ash Paiton (% massa

No. Zat Penyusun % Massa

1. SiO2 46,00 2. CaO 6,79 3. MgO 11,63 4. Fe2O3 10,11 5. Na2O 2,15 6. SO3 2,77 7. Al2O3 6,35 8. H2O 0,12 9. LOI 0,40

Sumber: Laboratorium Kualitas Lingkungan ITS, 2010

Gambar 3.7 Diagram Komposisi Binder Geopolimer Ratio Massa Sodium Hidroksida dengan

Binder Geopolimer ukuran 25 x 50 74 % Fly 26 % A = Larutan NaOH Larutan NaOH

Fly ash 0%: Limbah tjiwi kimia 100%

Fly ash 20%: Limbah tjiwi kimia 80%

Fly ash 40% : Limbah tjiwi kimia

Gambar 3.6 Diagram Alur Penelitian

A

Studi Pustaka

Mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat binder geopolimer berupa :

• Fly ash

•Sodium Silikat (Na2SiO3)&Sodium Hidroksida (NaOH) • Aquades

Mix design campuran

Membuat binder geopolimer dengan ukuran 25x50 mm2 Perawatan (curing) selama 3

hari dalam wadah plastik

Tes kuat tekan binder geopolimer umur 3, 7, 14, 21, 28 dan 56 hari diambil dua benda uji setiap pengetesannya

Tes porositas binder geopolimer pada umur 56 hari

(10)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-20

Dari tabel 4.1, dapat disimpulkan bahwa fly ash Paiton ini termasuk fly ash kelas F karena kadar kapur (CaO) yang terkandung di dalamnya kurang dari 10% (ASTM C 618-94a).

Secara fisik, fly ash yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

4.1.2 Komposisi Kimia Limbah Tjiwi Kimia, Mojokerto

Untuk hasil analisis komposisi kimia dari limbah Tjiwi Kimia dinyatakan dalam bentuk senyawa oksida yang meliputi beberapa paramater diantaranya kadar SiO2,

Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O, SO3,

kadar air, dan LOI yang dinyatakan dalam %. Tabel 4.2 akan menunjukkan komposisi kimia yang dimiliki oleh limbah Tjiwi Kimia tersebut.

Tabel 4.2 Komposisi Kimia Limbah Tjiwi Kimia (% massa)

No. Zat Penyusun % Massa

1. SiO2 73,21 2. Al2O3 2,15 3. Fe2O3 5,20 4. CaO 6,72 5. MgO 4,66 6. Na2O 0,75 7. K2O 0,27 8. SO3 0,26 9. H2O 1,54 10. LOI 4,69 Sumber: TAKI, 2009

4.2 Perhitungan Untuk Mendapatkan Massa Fly Ash, Na2SiO3

Dalam penelitian ini akan digunakan 12 buah komposisi campuran binder yang terbagi dalam 2 kelompok. Pengelompokkan ini berdasarkan molaritas larutan NaOH yang digunakan yaitu:

, dan NaOH Dalam Pembuatan Binder Geopolimer

1. Penggunaan larutan Sodium Hidroksida (NaOH) 8M dengan perbandingan massa larutan antara

= antara 0,5.

2. Penggunaan larutan Sodium Hidroksida (NaOH) 12M dengan perbandingan massa larutan antara

= antara 0,5.

Setiap komposisi campuran tersebut, akan dibuat 15

benda uji.

4.2.1 Menetukan Massa 1 Binder

1. Volume satu silinder benda uji binder

Vbinder = ¼ x π x d2 x t ………(4.1) = ¼ x π x 2,52 x 5 = 24,544 cm3 Keterangan : π = 3,14

d = diameter benda uji (cm) t = tinggi benda uji (cm)

Gambar 4.1 Fly Ash PLTU Paiton, Probolinggo

t = 5 cm

(11)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-21

2. Massa satu silinder benda uji binder

mbinder = ρ x V ……….(4.2)

= 2,4 gr/cm3 x 24,544 cm3 = 58,906 gr

Keterangan :

m = massa satu binder

ρ = massa jenis beton diasumsikan 2,4 gr/cm3

V = volume benda uji (cm3

Massa aktivator = 26% x massa 1

binder

)

4.2.2 Menentukan Massa Fly Ash

Berat fly ash direncanakan sebesar 74% dari massa 1 binder.

Massa fly ash = 74% x massa 1 binder = 74% x 58,906 gr = 43,59 gr

Komposisi 1 = fly ash 0%: limbah Tjiwi Kimia 100%

= 0 gr : 43,59 gr

Komposisi 2 = fly ash 20%: limbah Tjiwi Kimia 80%

= 8,718 gr : 34,872 gr Komposisi 3 = fly ash 40%: limbah Tjiwi Kimia 60%

= 17,436 gr : 26,154 gr Komposisi 4 = fly ash 60%: limbah Tjiwi Kimia 40%

= 26,154 gr : 17,436 gr Komposisi 5 = fly ash 80%: limbah Tjiwi Kimia 20%

= 34,872 gr : 8,718 gr Komposisi 6 = fly ash 100%: limbah Tjiwi Kimia 0%

= 43,59 gr : 0 gr

4.2.3 Menentukan Massa Aktivator

Direncanakan massa aktivator sebesar 26% dari massa satu binder, sedangkan perbandingan massa antara sodium silikat dengan sodium hidroksida direncakan sebesar 0,5.

= 26% x 58,906 gr = 15,316 gr

Massa pencampur = massa (sodium silikat + sodium hidroksida)

Dengan demikian, komposisi tersebut dapat ditabelkan sebagai berikut:

Tabel 4.3 Komposisi Binder 8M :

Nama Binder

Na2SiO3

Massa Fly

Ash Massa

NaOH Paiton Tjiwi Kimia NaOH Na2SiO3 (gr) (gr) (gr) (gr) B1 0,5 0 43,59 10,211 5,105 B2 0,5 8,718 34,872 10,211 5,105 B3 0,5 17,436 26,154 10,211 5,105 B4 0,5 26,154 17,436 10,211 5,105 B5 0,5 34,872 8,718 10,211 5,105 B6 0,5 43,59 0 10,211 5,105 Keterangan : 1. Komposisi A1 =Molaritas 8 M 0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 0% : Tjiwi Kimia 100%.

2. Komposisi A2 =Molaritas 8 M 0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 20% : Tjiwi Kimia 80%.

ma Binde r

Na2SiO3 Massa Fly Ash Massa NaOH Paito n Tjiwi Kimia NaOH Na2Si O3 (gr) (gr) (gr) (gr) A1 0,5 0 43,59 10,211 5,105 A2 0,5 8,718 34,872 10,211 5,105 A3 0,5 17,436 26,154 10,211 5,105 A4 0,5 26,154 17,436 10,211 5,105 A5 0,5 34,872 8,718 10,211 5,105 A6 0,5 43,59 0 10,211 5,105

(12)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-22

3. Komposisi A3 =Molaritas 8 M 0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 40% : Tjiwi Kimia 60%.

4. Komposisi A4 =Molaritas 8 M 0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 60% : Tjiwi Kimia 40%.

5. Komposisi A5 =Molaritas 8 M 0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 80% : Tjiwi Kimia 20%.

6. Komposisi A6 =Molaritas 8 M 0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 100% : Tjiwi Kimia 0%.

7. Komposisi B1 =Molaritas 12M0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 0% : Tjiwi Kimia 100%.

8. Komposisi B2 =Molaritas 12M0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 20% : Tjiwi Kimia 80%

9. Komposisi B3 =Molaritas 12M0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 40% : Tjiwi Kimia 60%

10.Komposisi B4=Molaritas 12M0,5

perbandingan massa

fly ash Paiton 60% : Tjiwi Kimia 40%.

11.Komposisi B5 =Molaritas 12M0,5 perbandingan massa

fly ash Paiton 80% : Tjiwi Kimia 20%

12.Komposisi B6 =Molaritas 12M0,5 perbandingan massa

fly ash Paiton 100% : Tjiwi Kimia 0%.

4.2.4 Tes Kuat Tekan

Tes kuat tekan binder geopolimer ini dilakukan pada saat binder berumur 3, 7, 14, 21, 28, dan 56 hari. Untuk setiap tes kuat tekan digunakan dua benda uji dari setiap komposisi untuk diambil rata-rata dari setiap nilai yang diperoleh.

Berikut ini adalah hasil tes kuat tekan yang dilakukan pada masing-masing komposisi campuran dengan menggunakan mesin torsi universal testing machine AU-5 berkapasitas 5 ton yang berada di Laboratorium Beton Diploma Teknik Sipil, ITS.

Tabel 4.4 Hasil Tes Kuat Tekan Binder Geopolimer:

Kode Binder

3 Hari 7 Hari 14 Hari

kg MPa kg MPa kg MPa

A1 524 10,89 530 11,01 542 11,28 524 530 544 A2 524 10,88 526 10,94 534 11,09 523 527 534 A3 523 10,87 528 10,97 535 11,13 523 528 536 A4 522 10,86 524 10,92 534 11,11 522 527 536 A5 520 10,81 524 10,91 532 11,06 521 526 533 A6 522 10,83 526 10,92 538 11,19 521 525 539 Kode Binde r

21 Hari 28 Hari 56 Hari

kg MPa kg kg MPa kg A1 548 11,41 556 548 550 11,41 556 556 550 556 544 A2 540 11,24 552 540 542 11,24 552 552 542 552 534 A3 542 11,28 550 542 544 11,28 550 551 544 551 536 A4 541 11,23 548 541 540 11,23 548 548 540 548 536 A5 539 11,23 551 539 542 11,23 551 549 542 549 533 A6 545 11,31 550 545 544 11,31 550 552 544 552 539

Sumber : Hasil Penelitian

Persamaan yang digunakan untuk menghitung besarnya kuat tekan dari

(13)

masing-Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-23

masing binder geopolimer adalah persamaan (3.5). Contoh perhitungan kuat binder A1 hari ke-56 . Diketahui: P1 = 588 kg P2 Penyelesaian: σ = 580 kg 1 = = σ1 = = σ1.2 =

Cara perhitungan yang sama dapat digunakan untuk menghitung kuat tekan binder geopolimer dengan komposisi yang lainnya.

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Umur dengan Kuat Tekan Binder A1

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Umur dengan Kuat Tekan Binder A3

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Umur dengan Kuat Tekan Binder A4

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Umur dengan Kuat Tekan Binder A2

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Umur dengan Kuat Tekan Binder A5

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Umur dengan Kuat Tekan Binder A6

(14)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-24

Secara keseluruhan dapat diamati pada Gambar 4.37 bahwa kuat tekan binder geopolimer mengalami kenaikan kuat tekan dari umur 3 hari hingga umur 56 hari. Meskipun terlihat kecenderungan bahwa kuat tekan umur 56 hari untuk masing-masing binder seolah-olah berkumpul pada satu titik, akan tetapi tetap terdapat adanya perbedaan kuat tekan antar masing-masing komposisi (walaupun tidak begitu signifikan).

Dari Gambar 4.37 dapat diamati bahwa kuat tekan binder A1 adalah komposisi binder molaritas 8 M 0,5 yang paling tinggi dengan mencapai kekuatan 12,13 Mpa pada umur 56 hari. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan Silika (SiO2) pada limbah Tjiwi Kimia.

Tabel 4.5 Hasil Tes Kuat Binder Geopolimer Komposisi C1 (Molaritas 12 M 0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 0% : Tjiwi Kimia 100%)

NO UMUR KUAT TEKAN

(hari) (MPa) 1 3 12,65 2 7 12,69 3 14 12,92 4 21 12,96 5 28 13,25 6 56 14,47

Sumber : Hasil Penelitian

Tabel 4.6 Hasil Tes Kuat Binder Geopolimer Komposisi C2 (Molaritas 12 M 0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 20% : Tjiwi Kimia 80%)

NO UMUR KUAT TEKAN

(hari) (MPa) 1 3 12,65 2 7 12,73 3 14 12,82 4 21 12,89 5 28 13,17 6 56 14,32

Sumber : Hasil Penelitian

Tabel 4.7 Hasil Tes Kuat Binder Geopolimer Komposisi C3 (Molaritas 12 M 0,5

perbandingan massa fly ash Paiton 40% : Tjiwi Kimia 60%)

NO UMUR KUAT TEKAN

(hari) (MPa) 1 3 12,56 2 7 12,63 3 14 12,76 4 21 12,85 5 28 13,11 6 56 14,24

Sumber : Hasil Penelitian

Tabel 4.8 Hasil Tes Kuat Binder Geopolimer Komposisi C4 (Molaritas 12 M 0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 60% : Tjiwi Kimia 40%)

NO UMUR KUAT TEKAN

(hari) (MPa) 1 3 12,55 2 7 12,64 3 14 12,78 4 21 12,85 5 28 13,09 6 56 14,19

Sumber : Hasil Penelitian

Gambar 4.8 Grafik Kuat Tekan Binder Molaritas 8 M 0,5

(15)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-25

Tabel 4.9 Hasil Tes Kuat Binder Geopolimer Komposisi C5 (Molaritas 12 M 0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 80% : Tjiwi Kimia 20%)

NO UMUR KUAT TEKAN

(hari) (MPa) 1 3 12,51 2 7 12,59 3 14 12,73 4 21 12,82 5 28 13,02 6 56 14,14

Sumber : Hasil Penelitian

Tabel 4.10 Hasil Tes Kuat Binder

Geopolimer Komposisi C6 (Molaritas 12 M 0,5 perbandingan massa fly ash Paiton 100% : Tjiwi Kimia 0%)

NO UMUR KUAT TEKAN

(hari) (MPa) 1 3 12,53 2 7 12,63 3 14 12,80 4 21 12,88 5 28 13,08 6 56 14,39

Sumber : Hasil Penelitian

Secara keseluruhan dapat diamati pada Gambar 4.9 bahwa kuat tekan binder geopolimer mengalami kenaikan kuat tekan dari umur 3 hari hingga umur 56 hari. Meskipun terlihat kecenderungan bahwa kuat tekan umur 56 hari untuk masing-masing binder seolah-olah berkumpul pada satu titik, akan tetapi tetap terdapat adanya perbedaan kuat tekan antar masing-masing komposisi

(walaupun tidak begitu signifikan). Dari Gambar 4.54 dapat diamati bahwa kuat tekan binder C1 adalah komposisi binder molaritas 12 M 0,5 yang paling tinggi dengan

mencapai kekuatan 14,47 Mpa pada umur 56 hari. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan Silika (SiO2) pada limbah Tjiwi

Kimia.

Gambar 4.9 Grafik Kuat Tekan Binder Molaritas 12 M 0,5

(16)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-26

Sumber : Hasil Penelitian Keterangan :

µ = Berat benda uji dalam air (gram)

Mh = Berat benda uji dalam keadaan SSD (gram) Mo = Berat benda uji setelah selasai dioven (gram) mo = Berat benda uji yang telah dihaluskan (gram) Vo = Volume benda uji (ml)

r = Perbandingan berat : volume dalam keadaan halus α = Perbandingan mo terhadap volume yang tampak Pt = Total pori (%)

Po = Pori yang terbuka (%) Pf = Pori yang tertutup (%)

Adapun contoh perhitungan untuk mendapatkan besarnya pori yang tertutup pada binder B1 (8 M 1,5 perbandingan fly ash Paiton 0% : Tjiwi Kimia 100%) adalah sebagai berikut : Diketahui: µ1 = 22,60 gr µ2 = 22,80 gr Mh1 = 42,40 gr Mh2 = 43,90 gr Mo1 = 36,40 gr Mo2 = 37,70 gr mo1 = 36,10 gr mo2 = 37,10 gr Vo1 = 13,40 ml Vo2 = 14,40 ml Penyelesaian:

Cara perhitungan yang sama dapat digunakan untuk menghitung besarnya pori yang tertutup pada masing-masing komposisi binder geopolimer dengan molaritas larutan NaOH 8M dan 12 M. Rasio Kode Parameter Porositas µ Mh Mo mo Vo r α Pt Po Pf (gr) (gr) (gr) (gr) (ml) (%) (%) (%) 8 M 0,5 A1 22,40 41,50 35,50 35,00 12,70 2,76 1,86 32,56 31,41 1,14 A1’ 22,30 41,70 36,00 35,30 13,20 2,67 1,86 30,61 29,38 1,23 Rata-rata 22,35 41,60 35,75 35,15 12,95 2,72 1,86 31,58 30,40 1,19 12 M 0,5 C1 23,10 43,50 38,70 38,10 15,10 2,52 1,90 24,81 23,53 1,29 C1’ 23,20 42,80 38,40 37,80 14,60 2,59 1,96 24,33 22,45 1,88 Rata-rata 23,15 43,15 38,55 37,95 14,85 2,56 1,93 24,57 22,99 1,58

(17)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-27

Tabel 4.11 Hasil Rata-rata Tes Porositas Binder Geopolimer pada Molaritas 8M dan 12M Parameter 8 M 0,5 12 M 0,5 Pt 31,58 24,57 Po 30,40 22,99 Pf 1,19 1,58

Sumber : Hasil Penelitian

Secara umum dapat disimpulkan bahwa : a. Semakin tinggi molaritas maka jumlah

pori tertutup juga akan semakin banyak. Hal ini dapat diamati pada Gambar 4.10 di bawah ini.

b. Pori total

Semakin tinggi molaritas, jumlah total pori semakin sedikit tetapi jumlah pori tertutup semakin banyak. Hal ini dipengaruhi oleh kekentalan yang dimiliki oleh NaOH dalam campuran setiap komposisi. Kepekatan berhubungan dengan banyaknya air yang dicampurkan dalam larutan. Pada saat curing dilakukan, air yang berada dalam binder akan menguap sehingga rongga yang dulunya ditempati oleh air menjadi kosong. Binder yang menggunakan larutan NaOH 12M lebih pekat jika dibandingkan dengan binder yang menggunakan larutan 8M. Oleh sebab itu

diperkirakan jumlah air yang berada dalam rongga binder 12M lebih sedikit jika dibandingkan dengan binder yang menggunakan larutan NaOH 8M dan hal itu menyebabkan jumlah total pori binder 8M relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan binder 12M. Hal ini dapat diamati pada gambar dibawah ini:

c. Jumlah pori terbuka

Secara umum dapat diperhatikan binder geopolimer dengan menggunakan larutan NaOH 12M memiliki pori terbuka yang lebih kecil jika dibandingkan dengan binder geopolimer yang menggunakan larutan NaOH 8M. Hasil yang diperoleh dari tes porositas ini berhubungan erat dengan hasil kuat tekan yang diperoleh. Pori terbuka yang ada di dalam binder menyebabkan binder menjadi keropos.

8M 0,5 12M 0,5

Gambar 4.10 Grafik Jumlah Pori Tertutup Binder Geopolimer pada Molaritas 8M dan 12M

Gambar 4.11 Grafik Jumlah Pori Total Binder Geopolimer pada Molaritas 8M dan 12M

8M 0,5 12M 0,5

Gambar 4.12 Grafik Jumlah Pori Terbuka Geopolimer pada Molaritas 8M dan 12M

(18)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-28 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

Semakin tinggi molaritas yang digunakan, maka semakin tinggi pula kuat tekan yang dihasilkan. Binder geopolimer yang menggunakan molaritas 12M menghasilkan kuat tekan yang lebih besar dibandingkan binder geopolimer yang menggunakan molaritas 8M.

5.2 Saran

Selama pelaksanaan pekerjaan pembuatan binder geopolimer ini, sebaiknya menggunakan perlengkapan pelindung seperti masker dan sarung tangan karena zat kimia yang digunakan sangat berbahaya bagi tubuh manusia.

DAFTAR PUSTAKA

AFNOR NF B 49104.

Annual Book of ASTM Standard C 114-85. 1986. Chemical Analysis of Hydraulic Cement. (Uji Kimia Fly Ash: Halaman 99)

Annual Book of ASTM Standard C 191-82. 1986. Time of Setting of Hydraulic Cement by Vicat Needle. (Uji Setting Time: Halaman 205-207)

Annual Book of ASTM Standard C 305-82. 1986. Mechanical Mixing of Hydraulic Cement Pastes and Mortars of Plastic Consistency. (Mesin Mixer: Halaman 252-254)

Annual Book of ASTM Standard C 618-84.

1994. Coal Fly Ash and Raw or

Calcined Natural Pozzolan for Use as a Mineral Admixture in Portland Cement

Concrete. (Klasifikasi Fly Ash: Halaman 301-303)

Annual Book of ASTM Standard C 1181-91. 1994. Compressive Creep of Chemical-Resistant Polymer Machinery Grouts. (Ukuran Binder Geopolimer: Halaman 743)

Damayanti Nanna’, Oktavina. 2007. Analisa Sifat Mekanik Beton Geopolimer Berbahan Dasar Fly Ash Dengan Aktifator Sodium Hidroksida Molaritas 8M dan 10M. Surabaya: Teknik Sipil, FTSP-ITS. (Tes-tes Yang Dilakukan: Halaman 64-75)

Edgar. 2008. Apa Itu Aquades, <URL: http://id.answers.yahoo.com/question/inde x;_ylt=

AkkmhH0YAWKQHFuikp6uvtLJRAx.;_ ylv=3?qid=20080604092732Aabf rek>. Hardjito, Djwantoro. 2008. Abu Terbang

Solusi Pencemaran Semen, <URL: http: //betoncoid.wordpress.com/2008/06/ 30/abu-terbang-solusi-pencemaran-semen>.

Hardjito, D and Rangan, B.V. 2005.

Development and Properties of Low-Calcium Fly Ash-Based Geoplymer Concrete. Pert: Faculty of Engineering Curtin University of Technology. (Geopolimer: Halaman 5-15)

Nasron, Laili. 2008. Pemanfaatan Abu Layang PT. Tjiwi Kimia Sebagai Bahan Dasar Geopolimer. Surabaya: Kimia, FMIPA-ITS. (Tinjauan Pustaka Kuat Tekan, Porositas dan XRD: Halaman 15-19)

Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-0691. 1996. Tentang Bata Beton (Paving Block). Bandung: Badan Standardisasi Nasional. (Mutu Paving: Halaman 1-2) Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2847.

(19)

Material Bahan Bangunan dan Konstruksi F-29 Beton Untuk Bangunan Gedung,

Bandung: Badan Standardisasi Nasional. (Benda Uji Dalam Kuat Tekan: Halaman 28)

Subaer. 2008. Pengantar Fisika

Geopolimer. Solo: Maulana Offset. (Sifat Fisis dan Mekanik Geopolimer: Halaman 175)

Sudarmo, Unggul. 2004. Kimia SMA 1

untuk SMA Kelas X.Jakarta:Erlangga.(Tabel

Periodik:Halaman 1)

Triwulan. 1997. Pengaruh Sistem Curing Pada Kuat Tekan Pasta Semen Yang Memakai Abu Terbang (Fly Ash). Surabaya: Teknik Sipil, FTSP-ITS. (Kuat Tekan Pasta Semen: Halaman 19)

(20)

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Fly Ash
Gambar 3.2 Sodium Silikat
Gambar 3.4 Mesin Test Hidrolis   (Torsee Universal Testing Machine)
Tabel 4.1 akan menunjukkan  komposisi kimia yang dimiliki oleh fly ash  Paiton tersebut
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) Penelitian yang dilakukan oleh (Lehman, 1992) menginterpretasikan adanya perilaku stereotype maskulin merupakan faktor kunci keberhasilan dari kantor akuntan

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang 10 Pasal 12 B Undang-Undang Tipikor ini

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nida yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signif- ikan antara kepemilikan tempat sampah

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sebagai yaitu: Pengetahuan tentang hipertensi sebelum penyuluhan masyarakat usia 45-60

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keputusan pembelian yaitu, produk,harga,lokasi, promosi dan pelayanan prima dalam

Jika host A megirim dua paket berurutan ke host B pada sebuah Jika host A megirim dua paket berurutan ke host B pada sebuah jaringan paket datagram, jaringan tidak dapat

Jenis jamur kayu yang mampu beradaptasi dengan baik pada substrat sampah organik adalah jenis jamur tiram merah dengan sampah organik yang langsung diambil dari masyarakat dan terus

Dalam menerapkan model pembelajaran PBMP dalam pembelajaran kooperatifTPSdiharapkan siswa yang semula pasif bisa menjadi aktif dalam proses pembelajaran dan mampu