• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Identitas Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Identitas Nasional"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Situasi dan kondisi masyarakat kita dewasa ini menghadapkan kita pada suatu keprihatinan dan sekaligus juga mengundang kita untuk ikut bertanggung jawab atas mosaik Indonesia yang retak bukan sebagai ukiran melainkan membelah dan meretas jahitan busana tanah air, tercabik-cabik dalam kerusakan yang menghilangkan keindahannya. Untaian kata-kata dalam pengantar sebagaimana tersebut merupakan tamsilan bahwasannya Bangsa Indonesia yang dahulu dikenal sebagai “het zachste volk ter aarde” dalam pergaulan antar bangsa, kini sedang mengalami tidak saja krisis identitas melainkan juga krisis dalam berbagai dimensi kehidupan yang melahirkan instabilitas yang berkepanjangan semenjak reformasi digulirkan pada tahun 1998. (Koento W, 2005)

Krisis moneter yang kemudian disusul krisis ekonomi dan politik yang akar-akarnya tertanam dalam krisis moral dan menjalar ke dalam krisis budaya, menjadikan masyarakat kita kehilangan orientasi nilai, hancur dan kasar, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan spritual. “Societal terorism” muncul dan berkembang di sana sini dalam fenomena pergolakan fisik, pembakaran dan penjarahan disertasi pembunuhan sebagaimana terjadi di Poso, Ambon, dan bom bunuh diri di berbagai tempat yang disiarkan secara luas baik oleh media massa di dalam maupun di luar negeri. Semenjak peristiwa pergolakan antar etnis di Kalimantan Barat, bangsa Indonesia di forum internasional dilecehkan sebagai bangsa yang telah kehilangan peradabannya.

(2)

telah hilang hanyut dilanda oleh derasnya arus modernisasi dan globalisasi yang penuh paradoks. Berbagai lembaga kocar-kacir semuanya dalam malfungsi dan disfungsi. Trust atau kepercayaan antar sesama baik vertikal maupun horisontal telah lenyap dalam kehidupan bermasyarakat. Identitas nasional kita dilecehkan dan dipertanyakan eksistensinya.

Krisis multidimensi yang sedang melanda masyarakat kita menyadarkan kita semua bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan Identitas Nasional kita telah ditegaskan sebagai komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara kita dalam Pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah memajukan kebudayaan Indonesia.Dengan demikian secara konstitusional pengembangan kebudayaan untuk membina dan mengembangkan Identitas Nasional kita telah diberi dasar dan arahnya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji tentang identitas nasional.

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui dan mengkaji tentang identitas nasional.

(3)

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi Identitas Nasional

Kata identitas berasal dari bahasa Inggris Identity yang memiliki pengertian harafiah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam term antropologi identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu pada pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata tetapi berlaku pula pada suatu kelompok. Sedangkan kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang kemudian disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (colective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme.

Bila dilihat dalam konteks Indonesia maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang “dihimpun” dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai dasar dan arah pengembangannya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah

(4)

dalam arti luas, misalnya dalam aturan perundang-undangan atau hukum, sistem pemerintahan yang diharapkan, nilai-nilai etik dan moral yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan baik dalam tataran nasional maupun internasional dan lain sebagainya. Nilai-nilai budaya yang tercermin di dalam Identitas Nasional tersebut bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang “terbuka” yang cenderung terus-menerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan yang dimilki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah bahwa Identitas Nasional adalah sesuatu yang terbuka untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.

Identitas Nasional merupakan salah satu bentuk dari identitas sosial (Michener dan Delamater, 1999; Bostock Dan Smith, 2001). Identitas Nasional dianggap sebagai konsep utama dari identifikasi individu pada kelompok sosial dalam dunia modern (Davidov, 2009). Kelekatan anggota kelompok terhadap negara mereka diekspresikan dengan rasa memiliki, cinta, loyalitas, kebanggaan, dan perlindungan terhadap kelompok dan tanah air-nya (Davidov,2009). Tajfel dan Turner (1986) menyatakan bahwa secara umum Identitas Nasional menggambarkan perasaan yang subjektif terhadap suatu bangsa, yang pada dasarnya bersifat positif. Sejalan dengan pendapat tersebut, Blank, Schmidt dan Westle (2001) menggambarkan Identitas Nasional sebagai perasaan kedekatan yang kuat terhadap negara sendiri.

Berdasarkan definisi Identitas Nasional menurut beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Identitas Nasional merupakan salah satu bentuk dari identitas sosial yang mencerminkan identifikasi, perasaan dan penilaian yang positif dari individu terhadap bangsa dan negaranya.

(5)

2. Hakikat Bangsa a. Pengertian Bangsa

Dalam arti sosiologis Antropologis adalah persekutuan masyarakat yang berdiri sendiri yang masing-masing Anggota persekutuan tersebut merasa satu kesatuan ras, agama, bahasa, dan adat istiadat. Jadi menjadi satu bangsa karena disatukan oleh kesamaan ras, budaya,keyakinan, bahasa dan sebagainya.

Dalam arti Politis adalah suatu masyarakat dalam daerah yang sama dan mereka tunduk pada kedaulatan negaranya sebagai kekuasaan tertinggi ke luar dan kedalam. Jadi mereka diikat oleh kekuatan politik yaitu negara, jadi bangsa dalam arti politik adalah bangsa yang sudah bernegara dan mengakui serta tunduk pada kekuasaan dari negara yang bersangkutan . setelah mereka bernegara, terciptalah bangsa, misalnya kemunculan bangsa Indonesia (arti politis) setelah terciptanya negara Indonesia

Dalam arti Cultural Unity dan Political Unity yaitu bangsa dalam pengertian antropologi/sosiologi dan bangsa dalam pengertian politik kenegaraan

b. Proses Pembentukan Bangsa

Secara umum dikenal ada dua proses pembentukan bangsa-negara, yaitu :

 Model Ortodoks

Yaitu bermula dari adanya suatu bangsa terlebih dahulu, untuk kemudian bangsa itu membentuk satu negara tersendiri.

 Model Mutakhir

Yaitu berawal dari adanya negara terlebih dahulu yang terbentuk melalui proses tersendiri, sedangkan penduduk negara merupakan sekumpulan suku bangsa dan ras.

(6)

3. Hakikat Negara (a). Definisi Negara

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) negara mempunyai dua arti, yaitu :

 Negara adalah Organisasi disuatu wilayah yang mempunyai kekuasaan yang sah dan ditaati Rakyatnya.

 Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi dibawah lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya

 Menurut Pendapat para ahli

Negara ditinjau dari organisasi kekuasaan : a. Menurut Logemann

Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang menyatuhkan kelompok manusia yang kemudian disebut bangsa

b. Menurut Geoge Jellinek

Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah menetap diwilayah tertentu

Negara ditinjau dari organisasi politik a. Menurut Roger H. Sultou

Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat

b. Menurut Robert M. Mac. Iver

Negara adalah asosiasi yang berfungsi memelihara ketertiban dalam masyarakat berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh pemerintah yang diberi kekuasaan memaksa c. Menurut Max weber

(7)

Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasaan fisik secara sah dalam suatu wilayah.

Negara sebagai organisasi kesusilaan

a. Menurut George Wilhelin Fredrich Hegel

Negara merupakan organisasi kesusilaan yang timbul sebagai sintesis antara kemerdekaan individu dengan kemerdekaan universal

b. Menurut J.J Rousseau

Kewajiban negara adalah untuk memelihara individu dan menjaga ketertiban kehidupan manusia

(b). Unsur-Unsur Negara

Menurut ahli kenegaraan, Oppenheimer dan Lautherpahct, syarat berdirinya negara adalah :

 Rakyat yang bersatu  Daerah atau wilayah

 Pemerintahan yang berdaulat  Pengakuan dari negara lain

Unsur rakyat, wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat merupakan unsur konstitutif atau unsur pembentuk, yang harus terpenuhi agar terbentuk negara, selain ada unsur rakyat, wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat,ada unsur pengakuan dari negara lain. Pengakuan dari negara lain merupakan unsur deklaratif yang sifatnya menyatakan, bukan unsur yang mutlak.

 Rakyat

(8)

1. Penduduk dan bukan penduduk

Penduduk adalah mereka yang bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah negara (menetap). Biasanya, penduduk adalah mereka yang lahir secara turun temurun dan besar didalam negara tersebut. Bukan Penduduk adalah mereka yang berada didalam di dalam suatu wilayah negara hanya untuk sementara waktu. Contoh: turis asing atau tamu Negara

2. Warga negara dan bukan warga Negara

Warga negara adalah mereka yang berdasarkan hukum tertentu merupakan anggota dari suatu negara. Bukan Warga Negara (orang asing) adalah mereka yang bersangkutan, namun tunduk pada pemerintah dimana ia berada.

 Wilayah / Daerah

Wilayah negara adalah batas wilayah di mana kekuasaan negara berlaku. Wilayah suatu negara meliputi :

1. Wilayah daratan

Yaitu wilayah darat dengan batas-batas tertentu. Biasanya batas-batas itu ditentukan dengan perjanjian atau traktat.

2. Wilayah Lautan

Meliputi perairan wilayah laut dengan batas-batas yang telah ditentukan menurut hukum internasional. Batas-batas wilayah laut adalah sebagai berikut :

- Batas laut territorial

Laut sejauh 12 mil diukur dari garis lurus yang ditarik dari pantai titik terluar

(9)

- Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Laut sejauh 200 mil diukur dari pangkal laut wilayah. Diwilayah ini negara yang bersangkutan berhak mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang ada didalamnya. Sedang wilayah laut ini bebas untuk dilayari oleh kapal asing.

- Batas Zona Bersebelahan

Ditentukan 24 mil diukur dari pangkal laut wilayah atau 12 mil laut di luar batas laut teritorial

- Batas Landas Benua

Wilayah laut suatu negara yang lebih dari 200 mil laut. Di wilayah ini negara pantai boleh mengeksploitasi kekayaan alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban membagi keuntungan dengan masyarakat Internasional 3. Wilayah Udara, meliputi wilayah udara yang

berada di atas daratan dan lautan negara yang bersangkutan

 Pemerintah yang Berdaulat

Pemerintah yang berdaulat diperlukan sebagai organ dan fungsi yang melaksanakan tugas-tugas esensial dan fakultatif. Dalam arti organ ini, pemerintah dapat menjadi dua, yaitu :

1. Pemerintah dalam arti luas

Pemerintah yang berdaulat adalah gabungan dari semua badan kenegaraan yang berkuasa dan pemerintah di wilayah suatu negara, melalui badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Di Indonesia,

(10)

pemerintah masih ditambah badan konsultatif, eksaminatif, dan konstitutif.

2. Pemerintah dalam arti sempit

Pemerintah yang berdaulat adalah suatu badan yang mempunyai wewenang melaksanakan kebijakan negara (eksekutif) yang terdiri atas presiden, wakil presiden, dan para menteri.

 Pengakuan dari Negara Lain

Pengakuan dari negara lain bagi negara yang baru merupakan faktor yang sangat penting, karena :

1. Dapat menempatkan perwakilannya dinegara lain atau organisasi internasional

2. Adanya kekhawatiran terancam kelangsungan hidupnya, baik yang timbul dari dalam maupun intervensi dari negara lain

3. Dapat membuka hubungan bilateral dan multilateral dengan negara lain

Pengakuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengakuan de facto dan pengakuan de jure.

1. Pengakuan de facto

Pengakuan de facto diberikan kalau suatu negara baru sudah memenuhi unsur konstitutif dan juga telah menunjukkan diri sebagai pemerintahan yang stabil. Pengakuan de facto menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi :

(11)

Artinya pengakuan dari negara lain terhadap suatu negara hanya bisa menimbulkan hubungan di lapangan perdagangan dan ekonomi.

(b). Pengakuan de facto bersifat sementara

Artinya pengakuan yang diberikan oleh negara lain dengan tidak melihat lebih jauh, apakah negara itu akan mati atau akan jalan terus. Apabila negara baru tersebut hancur, maka negara lain akan menarik kembali pengakuannya.

2. Pengakuan de Jure

Menurut sifatnya pengakuan de jure dari negara lain dapat dibedakan menjadi :

(a). Pengakuan de jure bersifat tetap

Artinya pengakuan dari negara lain berlaku untuk selama-lamanya setelah melihat kenyataan bahwa negara baru tersebut dalam beberapa waktu lamanya menunjukkan pemerintahan yang stabil.

(b). Pengakuan de jure bersifat penuh

Artinya terjadi hubungan antara negara yang mengakui dan diakui, yang meliputi hubungan dagang,ekonomi, dan diplomatic

(c). Asal Mula Terbentuknya Negara

Terjadinya negara secara primer, negara terjadi melalui empat tingkat, yaitu :

(12)

Awal kehidupan manusia dimulai dari keluarga. Keluarga berkembang mmbentuk kelompok masyarakat atau suku. Dalam kelompok ini berlaku adat istiadat yang merupakan kesepakatan bersama dan dipilih seorang kepala suku untuk mengatur kehidupan bersama.

b. Kerajaan

Dari satu suku berkembang menjadi beberapa suku sehingga komunitas itu makin besar dan kompleks, Kepala suku yang semula hanya berkuasa dalam masyarakatnya kemudian mengadakan ekspansi dengan menaklukkan daerah-daerah lain sehingga status kepala suku berubah menjadi raja dengan wilayah yang makin luas dan rakyat yang makin besar.

c. Negara Nasional

Raja dengan rakyatnya dalam mempertahankan kehidupannya tidak selalu mampu menghadapi kesulitan dalam mencukupi kebutuhan hidup, maka tumbuhlah kesadaran akan kebangsaan dalam bentuk negara nasional. d. Negara demokrasi

Pada mulanya, negara nasional ini diperintah oleh raja yang absolut dengan pemerintahan tersentralisasi. Secara bertahap, akhirnya rakyat sadar akan hak dan kewajibannya sehingga muncullah keinginan rakyat untuk menentukan pemerintahan serta menentukan pimpinannya, maka lahirlah negara demokrasi

Terjadinnya negara secara sekunder beranggapan bahwa negara telah ada sebelumnya. Namun, karena adanya revolusi, intervensi, dan penaklukan timbul negara yang menggantikan negara yang telah ada tersebut.

(13)

Asal mula Terjadinya negara berdasarkan Fakta Sejarah atau di zaman modern

a. Occupatie (Pendudukan)

Suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai, kemudian diduduki dan dikuasai oleh suku atau kelompok tertentu.

b. Fusi (Peleburan)

Negara kecil yang mendiami suatu wilayah mengadakan perjanjian untuk saling melebur menjadi negara baru.

c. Accesie (Penaikan)

Suatu wilayah terbentuk akibat penaikan lumpur sungai atau timbul dari dasar laut, kemudian wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok orang sehingga terbentuklah negara.

d. Cessie (Penyerahan)

Suatu wilayah diserahkan kepada negara lain berdasarkan perjanjian tertentu.

e. Anexatie (Pencaplokan/Penguasaan)

Suatu negara berdiri si suatu wilayah yang kuasai (dicaplok oleh negara lain) tanpa reaksi yang berarti

f. Proclamation (proklamasi)

Suatu wilayah yang diduduki oleh bangsa lain mengadakan perjuangan sehingga berhasil merebut wilayahnya kembali dan menyatahkan kemerdekaanya. g. Inovation

Munculnya suatu negara baru di atas wilayah suatu negara yang pecah karena suatu hal kemudian lenyap. h. Separatise (Pemisahan)

(14)

Suatu wilayah negara yang memisahkan diri dari negara yang semula menguasainya, kemudian menyatakan kemerdekaannya.

(d). Fungsi Negara

Fungsi negara menurut para pakar dan ahli hukum tata Negara John locke, membagi fungsi negara menjadi tiga, yaitu :

1. Fungsi Legislatif, membuat peraturan.

2. Fungsi Eksekutif, melaksanakan peraturan dan mengadili pelanggar undang-undang.

3. Fungsi yudikatif, mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang serta perdamaian.

Montesquieu (Trias Polotika), menyatakan bahwa fungsi negara mencakup tiga tugas pokok, yaitu :

1. Fungsi legislatif , membuat undang-undang 2. Fungsi eksekutif, Melaksanakan undang-undang 3. Fungsi yudikatif, mengadili pelanggar undang-undang

Van Vollenhoven (teori Catur Praja), mencakup empat tugas pokok, yaitu :

1. Regeling, membuat peraturan

2. Bestuur, menyelenggarakan pemerintahan 3. Reschspraak, fungsi mengadili

4. Politie, fungsi ketertiban dan keamanan

(15)

1. Policy making (kebijakan negara pada waktu tertentu untuk seluruh masyarakat)

2. Policy executing (kebijakan yang harus dilaksanakan untuk mencapai policy making)

Moh. Kusnadi, S.H, membagi tugas negara menjadi dua bagian, yaitu :

a. Melaksanakan ketertiban (stabilisator)

Untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, negara harus melaksanakan ketertiban.

b. Menghendaki kesejahteraan dan kemakmuran rakyat

Menurut Mirriam Budiardjo Setiap negara apapun ideologinya, menyelenggarakan beberapa fungsi minimal yang mutlak, yaitu :

a. Melaksanakan ketertiban (law and order)

Untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrok-bentrok dalam masyarakat, maka negara harus melaksanakan penelitian. Dan dapat dikatakan bahwa negara bertindak sebagai “Stabilisator”.

b. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Dewasa ini, fungsi ini di anggap sangat penting terutama bagi negara-negara baru atau negara berkembang.

c. Pertahanan

Hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk ini negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan yang kuat dan canggih.

d. Menegakkan keadilan

(16)

(e). Tujuan Negara

Tujuan Negara Menurut Para Ahli 1. Tujuan negara menurut Plato

Memajukan kesusilaan manusia, baik secara individu maupun sebagai makhluk sosial.

2. Tujuan negara menurut Roger.H Sultou

Memungkinkan rakyat berkembang dan mengungkapkan daya cipta sebebas-bebasnya.

3. Tujuan negara menurut Harold J. Laski

Menciptakan keadaan dimana rakyat dapat mencapai keinginan secara maksimal.

4. Tujuan negara menurut Thomas Aquino dan Agustinus

Untuk mencapai penghidupan dan kehidupan yang aman dan tenteram dengan taat kepada dan dibawah pimpinan Tuhan, pimpinan negara menjalankan kekuasaan hanyalah berdasarkan kekuasaan Tuhan yang diberikan kepadanya.

5. Tujuan negara menurut Shang Yang

Mengumpulkan kekuasaan sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut segala cara dapat ditempuh, menghalalkan segala cara. Antara negara dan rakyat merupakan dua pihak yang saling bertentangan, Apabila negara kuat, maka rakyat akan lemah. Sebaliknya bila rakyat kuat, maka negara akan lemah. Keselamatan dan kemakmuran tidak diperlukan asal negara sentosa.

(17)

Untuk menghimpun dan memperbesar kekuasaan negara agar mencapai kebesaran, kehormatan, dan kesejahteraan bangsa Italia, Untuk mencapai tujuan, segala cara dapat dilakukan, termasuk melanggar hukum,kesusilaan, dan agama.

7. Tujuan negara menurut Dante Allighieri

Untuk menciptakan Perdamaian dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut harus diwujudkan suatu imperium atau kerajaan dunia di bawah satu orang pimpinan yang terpusat seperti kaisar atau raja.

8. Tujuan negara menurut Immanuel kant

Membentuk dan memelihara hak dan kemerdekaan warga negara. Untuk mewujudkan tujuan negara tersebut, maka diperlukan norma atau kaidah. Norma itu harus berisi perintah dan larangan beserta sanksi bagi pelanggarnya.

(f). Teori mengenai Tujuan Negara 1. Teori Fasisme

Menurut teori ini, tujuan negara ditentukan oleh pimpinan negara. Tujuan negara menurut teori fasisme imperium dunia, yaitu pemimpin bercita-cita mempersatukan semua bangsa didunia menjadi satu tenaga atau satu kekuatan bersama.

2. Teori Individualisme

Bahwa negara tidak boleh campur tangan urusan pribadi, ekonomi, dan agama bagi warga negaranya. Tujuan dibentuknya negara menurut teori ini hanyalah berfungsi

(18)

kebebasan seluas-luasnya dalam memperjuangkan kehidupannya.

3. Teori Sosialisme

Bahwa negara mempunyai hak campur tangan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Hal ini dilakukan agar tujuan negara dapat tercapai. Tujuan negara sosialis adalah memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya yang merata bagi setiap anggota masyarakat.

4. Teori Integralistik

Bahwa tujuan negara merupakan gabungan dari paham individualisme dan sosialisme. Teori ini menggabungkan kemauan rakyat dengan penguasa (negara). Paham integralistik beranggapan bahwa negara didirikan bukan hanya untuk kepentingan perorangan atau golongan tertentu saja, tetapi juga untuk kepentingan seluruh masyarakat negara yang bersangkutan.

Dalam negara integralistik, semua golongan, semua bagian, dan semua anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan kesatuan masyarakat yang bersifat organik, semua komponennya penting dan harus ada keseluruhan.

Negara merupakan suatu kesatuan organisasi yang terdiri dari indivudu, kelompok, masyarakat dan penguasa yang sama-sama berperan/berkontribusi terhadap makna hidup bernegara dalam rangka mencapai tujuan bersama yakni kemakmuran hidup masyarakat.

(19)

Menurut Supomo, negara yang dijiwai semangat kekeluargaan dan kebersamaan termasuk aliran pikiran integralistik, menyatakan tentang negara sebagai berikut :

“Negara ialah suatu masyarakat yang integral menjamin kepentingan seluruh rakyat sebagai persatuan untuk mengatasi kepentingan golongan atau seseorang”

(g). Sifat Negara

1. Memaksa, Artinya memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan ketertiban dengan memakai kekerasan fisik secara legal.

2. Monopoli, artinya memiliki hak menetapkan tujuan bersama masyarakat. Negara memiliki hak unutuk melarang sesuatu yang bertentangan dan manganjurkan sesuatu yang dibutuhkan masyarakat.

3. Mencakup Semua, artinya semua peraturan dan kebijakan negara berlaku untuk semua orang tanpa kecuali.

4. Muatan dan Unsur-Unsur Identitas Nasional a. Muatan Unsur-Unsur Identitas Nasional

Berbicara mengenai muatan Identitas Nasional maka dapat digambarkan sebagai berikut:

(20)

Dari gambaran tersebut di atas bisa dikatakan bahwa Identitas Nasional adalah merupakan Pandangan Hidup Bangsa, Kepribadian Bangsa, Filsafat Pancasila dan juga sebagai Ideologi Negara sehingga mempunyai kedudukan paling tinggi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk disini adalah tatanan hukum yang

Geopolitik Indonesia Geostrategi Ketahanan Nasional

Etika Politik Hak dan Kewajiban WN

Demokrasi dan HAM Rule of Law Norma Peraturan

Dasar Negara Pandangan Hidup Bangsa

Kepribadian Bangsa Filsafat Pancasila

(21)

berlaku di Indonesia, dalam arti lain juga sebagai dasar negara yang merupakan norma peraturan yang harus dijunjung tinggi oleh semua warganegara tanpa kecuali “Rule of Law”, yang mengatur mengenai hak dan kewajiban warga negara, demokrasi serta hak asasi manusia yang berkembang semakin dinamis di Indonesia. Hal inilah akhirnya menjadi etika Politik yang kemudian dikembangkan menjadi konsep geopolitik dan geostrategi Ketahanan Nasional di Indonesia.

b. Unsur-Unsur Identitas Nasional

Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas yaitu suku bangsa, agama, kebudayaan dan bahasa.

1) Suku Bangsa

Adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.

2) Agama

Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara namun sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan. 3) Kebudayaan

Adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk

(22)

digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.

4) Bahasa

Merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.

Dari unsur-unsur Identitas Nasional tersebut di atas dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut :

1). Identitas Fundamental

Yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Negara.

2) Identitas Instrumental

Yang berisi UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”.

3) Identitas Alamiah

Yang meliputi Negara Kepulauan (archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya dan agama serta kepercayaan (agama).

5. Karakteristik Identitas Nasional

Jati diri atau identitas merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia, karena secara otomatis kita tentu akan bersikap dan berperilaku sesuai dengan jati diri. Selain itu, jati diri atau identitas inilah yang membedakan setiap manusia dengan manusia yang lain.

(23)

Dengan kata lain, jati diri merupakan pengakuan yang dilakukan oleh publik terhadap seseorang berdasarkan ciri orang tersebut, mulai dari golongannya, pangkatnya, harta benda yang dimilikinya, terutama segala tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Jati diri atau identitas ini akan muncul ketika kita berinteraksi dengan orang lain, karena kita tentu tidak mungkin dapat menilai diri kita sendiri secara menyeluruh. Identitas tersebut akan terbentuk secara sendirinya melalui interaksi fisik maupunpsikis dalam kehidupan sosial, baik identitas individu maupun identitas kolektif.

Setiap individu memiliki peranan dan atribut masing-masing yang turut mendukung dirinya untuk menyesuaikan peran dalam setiap situasi di masyarakat ketika berinteraksi. Misalnya saja ketika murid berinteraksi dengan guru dan ketika murid tersebut berinteraksi dengan ibunya. Tentu murid itu harus menyesuaikan perananan atau bagaimana ia bersikap selayaknya terhadap masing-masing orang tersebut. Konsep jati diri kemudian menjadi penting karena jika kita tidak dapat mempertahankan jati diri atau identitas pribadi kita, maka kita tidak dapat bertahan di lingkungan yang beragam, sebab kita akan mudah terpengaruh oleh orang lain dan tidak memiliki perbedaan dari mereka. Dengan demikian, setiap individu memiliki beragam jati diri atau identitas serta atribut yang menjadi ciri khas individu tersebut, tinggal bagaimana ia bersikap sesuai dengan situasinya. Selain identitas individu dan kolektif, lingkungan sosial juga menciptakan identitas nasional bagi tiap individu yang termasuk dalam suatu bangsa. Kondisi, pengalaman, dan sejarah yang sama merupakan faktor pembentuk identitas nasional itu sendiri. Dengan adanya hal-hal semacam itu semangat persatuan, kerja sama, dan keinginan untuk mewujudkan hal yang serupa pun menjadi pemantik bagi bangsa untuk semakin mencintai dan menanamkan identitas nasionalnya sebagai bagian dari

(24)

Identitas nasional tentu tidak sekedar menjadi penyatu seluruh bangsa. Kembali pada hakikat identitas yang berbeda, maka identitas nasional pun turut membedakan antara bangsa yang satu dengan bangsa lain. Identitas nasional didapatkan dari nilai-nilai budaya dan agama yang kebenarannya tidak dipungkiri lagi. Oleh karena itu, ketika kita tidak mengaplikasikan nilai moral, etika, hidup dengan mengesampingkan adab, maka secara otomatis kita bukanlah seseorang yang berkepribadian atau berjati diri nasional. Sebagai anak bangsa, kita harus menanamkan identitas nasional ke dalam jiwa raga kita sebagai penyemangat akan persatuan demi menciptakan negara yang damai dan terhindar dari perpecahan akibat pluralitas bangsa. Pluralitas bangsa merupakan keberagaman yang dimiliki suatu bangsa dalam suatu negara. Di setiap negara pasti terdapat pluralitas semacam ini, begitu juga dengan Indonesia yang kaya akan keaneka ragaman. Indonesia memiliki suku bangsa, agama, bahasa, serta budaya yang bermacam-macam. Sebagai bangsa Indonesia yang tinggal dalam keberagaman, sudah seharusnya kita memahami secara mendalam seperti apa dan bagaimana dinamika keanekaragaman itu sendiri.

Sering kita dengar berbagai nama suku yang tersebar di kepulauan Indonesia, seperti Suku Bugis, Suku Tengger, Suku Jawa, bahkan Suku Badui sekalipun. Namun apa sebenarnya suku bangsa itu? Seperti apakah mereka? Apakah suku bangsa kita masing-masing? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut kita harus mengetahui apa sebenarnya yang disebut dengan suku bangsa. Suku bangsa ialah suatu golongan sosial khusus yang ada sejak lahir. Yang menjadi ciri khas ialah bagaimana cara suku bangsa itu diperoleh. Kita secara otomatis menjadi anggota suatu suku bangsa sejak lahir dan tidak memerlukan perjuangan khusus dan berat untuk mendapatkannya. Maka dari itulah suku bangsa tidak dapat ditiadakan, sebab ciri tersebut melekat seumur hidup pada diri tiap individu.

(25)

Kemudian agama, yang merupakan salah satu dari sekian banyak keanekaragaman, turut berpartisipasi dalam proses pembentukan suatu negara seperti yang terjadi di Indonesia. Agama termasuk ke dalam lima nilai fundamental yang menjadi ideologi bangsa Indonesia, yang biasa kita sebut dengan Pancasila. Ragam agama yang muncul mempengaruhi bagaimana pemerintah menentukan kebijakan negara tersebut dalam mempertahankan persatuan dan perdamaian, misalnya dengan menetapkan undang-undang mengenai kebebasan beragama, toleransi dalam beragama, dan sebagainya. Sebenarnya, meskipun pemerintah tidak menciptakan kebijakan semacam itu, sebagai bangsa Indonesia yang memiliki jati diri nasional tentu kita akan dengan sendirinya saling bertoleransi dan menghormati setiap agama yang dianut.

Selain suku bangsa dan agama, kebudayaan menjadi salah satu hal yang juga harus diketahui oleh setiap individu dalam suatu bangsa. Ketika setiap individu memiliki kepahaman terhadap tiap-tiap budaya dalam interaksi sosial yang dilakukan, maka budaya-budaya tersebut akan menjadi satu kesatuan kebudayaan yang sistematik, hingga mampu melahirkan jiwa toleransi tinggi pada individu-individu tersebut. Hal yang sama pentingnya untuk diketahui ialah bahasa. Dalam menciptakan kesatuan dan identitas nasional, bahasa dapat digunakan sebagai alat pemersatu karena meski terdiri dari berbagai suku, agama, ras, budaya, namun kita tetap dapat saling berkomunikasi jika memahami dan mampu berbahasa nasional. Maka dari itu bahasa nasional menjadi elemen penting yang sebenarnya wajib ada dalam suatu negara untuk memudahkan interaksi. Misalnya saja pada sektor perdagangan dimana kita dituntut untuk mampu bernegosiasi mengenai harga barang, jumlah, pajak, dan sebagainya. Bagaimana mungkin kita dapat melakukannya jika menggunakan bahasa yang berbeda-beda

(26)

bahasa nasional menjadi sesuatu yang pokok, sebab ada dampak-dampak tertentu yang dapat ditimbulkan jika tidak memiliki dan tidak mampu berbahasa nasional. Bahkan bahasa termasuk dalam Sumpah Pemuda yang menjadi panutan kita, „berbahasa satu, Bahasa Indonesia‟. Meski kaya akan keaneka ragaman, ada hal-hal yang tetap harus diingat bahwa sejatinya perbedaan akan dengan mudah memicu konflik atau pertentangan. Tidak mudah menyatukan visi dan misi suatu bangsa dengan banyaknya perbedaan yang ada, yang tentu saja akan melahirkan beragam pespektif dan ide-ide kreatif. Oleh karena itu, kita tidak boleh mengedepankan ego masing-masing demi kepentingan pribadi karena kesadaran diri, toleransi, interdependensi, dan kerja sama lah yang mampu menyatukan perbedaan tersebut menuju kemanan dan perdamaian bersama. Dan kita sebagai bangsa Indonesia telah memiliki pedoman tersebut, yakni Bhineka Tunggal Ika. Tinggal bagaimana kita mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar jati diri atau identitas nasional kita tidak memudar.

6. Faktor Pembentuk Identitas Nasional

(a). Persamaan Asal Keturunan Bangsa (Ethnic)

Bangsa Indonesia berasal dari rumpun bangsa melayu, bagian dari ras mongoloid yang diperkaya variasi percampuran darah antar ras.

(b). Persamaan Pola Kebudayaan

Cara hidup sebagai suku-suku bangsa petani dan pelaut dengan segala adat istiadat dan pranata sosialnya. Manifestasi persamaan kebudayaan itu adalah bahasa nasional : Bahasa Indonesia.

(27)

Yang disebut dengan nama khas Tanah air Nusantara, yakni tanah tumpah darah seluruh bangsa yang merupakan satu kesatuan wilayah laut yang didalamnya terhimpun puluhan ribu pulau. (d). Persamaan Nasib Kesejarahannya

Baik kejayaan di masa kerajaan-kerajaan besar zaman sriwijaya dan majapahit, maupun

penderitaan bersama dikala meringkuk di bawah dominasi penjajahan asing.

(e). Persamaan Cita-Cita Hidup Bersama

Sebagai inspirasi, motivasi, visi, sebuah bangsa yang besar, yang merdeka, berdaulat, serta membangun negaranya dalam ikatan kesatuan dan persatuan Indonesia.

Jati diri bangsa Indonesia yang berasal dari ciri-ciri khusus bangsa Indonesia sendiri, yaitu :

a. Ber-Ketuhanan b. Ber-Kemanusiaan c. Ber-Persatuan d. Kerakyatan e. Ber-Keadilan

7. Identitas Nasional sebagai Bentuk dari Identitas Sosial

Banyak peneliti yang berasusmsi bahwa identifikasi nasional sama dengan identifikasi kolektivitas (identifikasi sosial) yang lain (Gibson, 2003). Müller-Peters (1998) mendefinisikan Identitas Nasional sebagai bentuk khusus dari identitas kolektif atau sosial, dan dalam hal

(28)

Martin dan Nakayama (2010) kemudian mengemukakan konsep dimana terdapat beberapa bentuk-bentuk utama dari identitas sosial dalam konteks komunikasi interkultural. Identitas Nasional merupakan salah satu bentuk dari identitas sosial dalam konteks tersebut.

Teori identitas sosial sendiri awalnya dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, perubahan sosial dan konflik antar kelompok. Menurut Tajfel (1978), social identity (identitas sosial) adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut. Social identity berkaitan dengan keterlibatan, rasa peduli dan juga rasa bangga dari keanggotaan dalam suatu kelompok tertentu (Tajfel & Turner, 1979).

Branscombe, Ellemers, Spears, dan Doosje (1999) mengemukakan tiga komponen dalam identitas sosial, yaitu cognitive component (self categorization), evaluative component (group self esteem), dan emotional component (affective component).

a. Cognitive component (Self categorization)

Kesadaran kognitif akan keanggotaannya dalam kelompok. Individu mengkategorisasikan dirinya dengan kelompok tertentu yang akan menentukan kecenderungan mereka untuk berperilaku sesuai dengan keanggotaan kelompoknya. Komponen ini juga berhubungan dengan self stereotyping yang menghasilkan identitas pada diri individu dan anggota kelompok lain yang satu kelompok dengannya. Self stereotyping dapat memunculkan perilaku kelompok (Hogg, 1988).

b. Evaluative component (group self esteem)

Merupakan nilai positif atau negatif yang dimiliki oleh individu terhadap keanggotaannya dalam kelompok. Evaluative component

(29)

ini menekankan pada nilai-nilai yang dimiliki individu terhadap keanggotaan kelompoknya.

c. Emotional component (affective component)

Merupakan perasaan keterlibatan emosional terhadap kelompok. Emotional component ini lebih menekankan pada seberapa besar perasaan emosional yang dimiliki individu terhadap kelompoknya (affective commitment). Komitmen afektif cenderung lebih kuat dalam kelompok yang dievaluasi secara positif karena kelompok lebih berkontribusi terhadap social identity yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa identitas individu sebagai anggota kelompok sangat penting dalam menunjukkan keterlibatan emosionalnya yang kuat terhadap kelompoknya walaupun kelompoknya diberikan karakteristik negatif.

8. Fungsi Identitas Nasional

Menurut Smith (1991) terdapat tiga fungsi dari Identitas Nasional, yaitu:

(1). Identitas Nasional memberikan jawaban yang memuaskan terhadap rasa takut akan kehilangan identitas melalui identifikasi terhadap bangsa.

(2). Identitas Nasional menawarkan pembaharuan pribadi dan martabat bagi individu dengan menjadi bagian dari keluarga besar suatu bangsa

(3). Identitas Nasional memungkinkan adanya realisasi dari perasaan persaudaraan, terutama melalui simbol-simbol dan upacara.

9. Dimensi Identitas Nasional

Secara umum terdapat beberapa dimensi yang menjelaskan kekhasan suatu bangsa. Faktor-faktor identitas itu secara normatif,

(30)

berbentuk sebagai nilai, bahasa, adat istiadat, dan letak geografis. Beberapa dimensi dalam identitas nasional antara lain:

a. Pola Perilaku

Adalah gambaran pola perilaku yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari, Misalnya : adat istiadat, budaya, dan kebiasaan, ramah tamah, hormat kepada orang tua, dan gotong royong merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat istiadat dan budaya. Semangat masyarakat tentang pola perilaku ini sudah mulai memudar, seiring dengan waktu budaya ramah tamah khas Indonesia serta semangat gotong royong sudah beralih wajah menjadi acuh tak acuh dan individualistis dan materialistis.

b. Lambang-Lambang

Adalah sesuatu yang menggambarkan tujuan dan fungsi Negara. lambang-lambang ini biasanya dinyatakan dalam undang-undang, Misalnya : Bendera, Bahasa, dan lagu Kebangsaan.

c. Alat-alat perlengkapan

Adalah Sejumlah perangkat atau alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan yang berupa bangunan, peralatan dan teknologi, misalnya : bangunan candi, Masjid, Gereja, Peralatan manusia seperti pakaian Adat, dan teknologi Bercocok tanam : dan teknologi seperti kapal laut, Pesawat terbang, dan lainnya

10. Bentuk-bentuk Identitas Nasional: Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism)

Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) menggambarkan bentuk yang lebih spesifik dari Identitas Nasional (Blank dan Schmidt, 2003). Nasionalisme (Nationalism) merupakan sebuah idealisasi bangsa, keyakinan terhadap

(31)

superioritas bangsa sendiri, penilaian positif tehadap bangsa serta penolakan terhadap sikap danemosi negatif dan ambivalen pada bangsa. Schmidt (2003) mengemukakan tiga indikator Sikap Nasionalisme (Nationalism), yaitu :

a. Penilaian positif terhadap bangsa sendiri secara general (generalized positive assessment of the nation). Penilaian positif ini mencakup hal-hal berupa penekanan sikap ambivalen terhadap bangsa, sebuah penerimaan penuh dari otoritas nasional, negara, dan politik.

b. Perasaan superioritas (feelings of superiority). Indikator ini mencakup perasaan individu bahwa bangsa dan negaranya lebih superior daripada bangsa dan negara lain (a feeling of national superiority). Selain itu, terdapat juga relevansi yang tinggi dari perbandingan sosial dengan kelompok yang tidak dianggap sebagai bagian dari bangsa,

c. Kecenderungan Idealisasi terkait dengan bangsa (nation-related tendencies of idealization). Indikator ini mencakup konsep mengenai idealisasi bangsa (idealization of the nation), idealisasi terhadap bangsa ini juga mencakup idealisasi terhadap sejarah bangsa sendiri.

Sementara itu, Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) merupakan bentuk lain dari Identitas Nasional yang menolak konsep idealisasi bangsa. Orang-orang dengan Identitas Nasional Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) akan mencerminkan pandangan kritis dan konstruktif terhadap bangsanya, mereka akan memberikan dukungan terhadap sistem selama sistem tersebut sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam sikap Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) juga terdapat penerimaan terhadap emosi negatif pada bangsa. Secara lebih rinci,

(32)

Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) digambarkan memiliki indikator-indikator berikut ini (Schmidt, 2003) :

(1). Aspek demokrasi dari Patriotisme Membangun (democratic aspects of patriotism). Aspek demokrasi ini mencakup penolakan terhadap penerimaan penuh dari suatu otoritas nasional, penolakan terhadap budaya otoriter dan dukungan terhadap budaya demokrasi. Dukungan terhadap sistem berakhir segera setelah tujuan bangsa tidak lagi sesuai dengan keyakinan nilai-nilai humanis.

(2). Kritik membangun terhadap negara (constructive critic of one’s country). Individu dapat menganggap bahwa bangsa ini tidak ideal yang ditinjau dari hati nurani. Hati nurani di sini mengacu pada pembentukan opini bangsa yang independen dari elit dalam kelompok. Dalam Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) juga terdapat penerimaan emosi negatif terhadap bangsa sendiri.

Dalam sikap Nasionalisme (Nationalism) terdapat penekanan afiliasi nasional kedalam konsep diri individu. Sementara itu, Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) tidak terlalu menekankan afiliasi nasional terhadap konsep diri individu. Sikap Nasionalisme (Nationalism) juga memiliki kecenderungan untuk menganggap kelompok sendiri lebih homogen dan mendefinisikan kelompoknya melalui garis keturunan, ras, atau afiliasi budaya, sedangkan dalam sikap Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism), terdapat penolakan terhadap pendefinisian kelompok sendiri berdasarkan kriteria objektif tersebut (Schmidt, 2003).

11. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Nasional

(33)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Identitas Nasional bangsa Indonesia, meliputi primordial, sakral, tokoh, bhineka tunggal ika, konsep sejarah, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan (Surbakti, 1999).

a. Primordial

Ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan kesamaan suku bangsa, daerah, bahasa, dan adat-istiadat merupakan faktor-faktor primordial yang dapat membentuk negara-bangsa. Primordialisme tidak hanya menimbulkan pola perilaku yang sama, tetapi juga melahirkan persepsi yang sama tentang masyarakat negara yang dicita-citakan. Walaupun ikatan kekerabatan dan kesamaan budaya itu tidak menjamin terbentuknya suatu bangsa (karena mungkin ada faktor yang lain yang lebih menonjol), namun kemajemukan secara budaya mempersulit pembentukan satu nasionalitas baru (negara bangsa) karena perbedaan ini akan melahirkan konflik nilai.

b. Sakral

Kesamaan agama yang dianut oleh suatu masyarakat, atau ikatan ideologi yang kuat dalam masyarakat, juga merupakan faktor yang dapat membentuk negara-bangsa.

c. Tokoh

Kepemimpinan dari seorang tokoh yang disegani dan dihormati secara luas oleh masyarakat dapat menjadi faktor yang menyatukan suatu bangsa-negara. Pemimpin ini menjadi panutan sebab warga masyarakat mengidentifikasikan diri kepada sang

(34)

pemimpin, dan ia dianggap sebagai "penyambung lidah" masyarakat.

d. Sejarah

Persepsi yang sama tentang asal-usul (nenek moyang) dan tentang pengalaman masa lalu, seperti penderitaan yang sama akibat dari penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas (sependeritaan dan sepenanggungan), tetapi juga tekad dan tujuan yang sama antar kelompok suku bangsa. Solidaritas, tekad, dan tujuan yang sama itu dapat menjadi identitas yang menyatukan mereka sebagai bangsa, sebab dengan membentuk konsep ke-kita-an dalam masyarakat.

e. Bhineka Tunggal Ika

Prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity) merupakan salah satu faktor yang dapat membentuk bangsa-negara. Bersatu dalam perbedaan artinya kesediaan warga masyarakat untuk bersama dalam suatu lembaga yang disebut Negara, atau pemerintahan walaupun mereka memiliki suku bangsa, adat-istiadat, ras atau agama yang berbeda.

f. Perkembangan Ekonomi

Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesialisasi pekerjaan yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Semakin tinggi mutu dan semakin bervarariasi kebutuhan masyarakat, semakin tinggi pula tingkat saling bergantung di antara berbagai jenis pekerjaan. Setiap orang bergantung pada pihak lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin kuat suasana saling bergantung antar anggota masyarakat karena perkembangan ekonomi, maka semakin besar pula solidaritas dan persatuan dalam masyarakat.

(35)

g. Kelembagaan

Proses pembentukan bangsa berupa lembaga-lembaga pemerintahan dan politik, seperti birokrasi, angkatan bersenjata, dan partai politik. Setidak-tidaknya terdapat dua sumbangan birokrasi pemerintahan (pegawai negeri) bagi proses pembentukan bangsa, yakni mempertemukan berbagai kepentingan dalam instansi pemerintah dengan berbagai kepentingan di kalangan penduduk sehingga tersusun suatu kepentingan nasional, watak kerja, dan pelayanannya yang bersifat impersonal; tidak saling membedakan untuk melayani warga negara. Angkatan bersenjata berideologi nasionalistis karena fungsinya memelihara dan mempertahankan keutuhan wilayah dan persatuan bangsa, personilnya direkrut dari berbagai etnis dan golongan dalam masyarakat. Selain soal ideologi, mutasi dan kehadirannya di seluruh wilayah negara merupakan sumbangan angkatan bersenjata bagi pembinaan persatuan bangsa Keanggotaan partai politik yang bersifat umum (terbuka bagi warga negara yang berlainan etnis, agama, atau golongan), kehadiran cabang-cabangnya di wilayah negara, dan peranannya dalam menampung dan memadukan berbagai kepentingan masyarakat menjadi suatu alternatif kebijakan umum merupakan kontribusi partai politik dalam proses pembentukan bangsa.

Robinson (2009) menemukan bahwa tingkat pendapatan juga dapat mempengaruhi Identitas Nasional seseorang. Salah satu interpretasi dari hubungan ini adalah bahwa pendapatan yang lebih tinggi kemudian menyebabkan modernisasi yang lebih besar, yang pada gilirannya akan meningkatkan nasionalisme melalui pendidikan, industrialisasi dan urbanisasi. Selain itu, usia dan jenis kelamin

(36)

diketahui juga merupakan prediktor Identifikasi Nasional. Laki-laki secara signifikan lebih mengidentifikasikan dirinya dengan negara. Dari segi usia, rata-rata usia memiliki hubungan non-linier untuk nasionalisme. Identitas Nasional lebih tinggi pada orang-orang yang berusia dewasa keatas (Robinson, 2009). Rajiman, Davidov, Schmidt dan Hochman (2008) menemukan bahwa pada beberapa negara, pendidikan dan orientasi politik mempengaruhi Identitas Nasional Individu. Individu yang berpendidikan rendah dan memiliki orientasi politik sayap kanan cenderung lebih nasionalis.

Blank, Schmidt dan Westle (2001) menemukan pengaruh usia dalam perbedaan tingkat Identitas Nasional individu. Identitas Nasional secara konsisten dan signifikan meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Hasil ini ditemukan dari penelitian yang dilakukan di Austria, Jerman Barat, Jerman Timur, Inggris, Italia, Amerika dan Rusia. Usia dapat memoderator tingkat identifikasi nasional individu berdasarkan pengalaman hidupnya dengan bangsa. Dan usia dapat menjadi indikator untuk kemungkinan dan realisasi pengalaman internasional individu. Kemungkinan individu yang lebih tua untuk memiliki pengalaman internasional lebih sedikit jika dibandingkan dengan individu yang lebih muda, sehingga memungkinkan mereka untuk memiliki hubungan yang lebih kuat dengan bangsa dan negaranya dibandingkan individu yang lebih muda (Blank, Schmidt dan Westle, 2001).

12. Identitas Nasional Bangsa Indonesia

Identitas nasional Indonesia menunjukan identitas-identitas yang sifatnya nasional. Pada uraian sebelumnya identitas nasional bersifat buatan, dan sekunder. Bersifat buatan oleh karena identitas nasional itu dibuat, dibentuk dan disepakati oleh warga bangsa sebagai identitasnya setelah mereka bernegara. Bersifat sekunder oleh karena identitas lahir

(37)

belakang bila dibandingkan dengan identitas kesukubangsaan yang memang telah dimiliki warga bangsa itu secara askriptif.

Proses pembentukan identitas nasional umumnya membutuhkan waktu dan perjuangan panjang diantara warga bangsa-negara yang bersangkutan. Hal ini disebabkan identitas nasional adalah hasil kesepakatan masyarakat bangsa itu. Contoh, kasus Negara sri Lanka yang diliputi pertikaian terus-menerus antara bangsa Sinhala dan Tamal sejak Negara itu merdeka.

Setelah bangsa Indonesia bernegara, mulai dibentuk dan disepakati apa-apa yang dapat menjadi identitas nasional Indonesia. Bisa dikatakan Indonesia relative berhasil dalam membentuk identitas nasionalnya kecuali pada saat proses pembentukan ideolagi pancasila sebagai identitas nasional yang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan warga bangsa.

Proses pembentukan Identitas Nasional bangsa Indonesia cukup panjang, dimulai dari kesadaran adanya perasaan senasib sepenanggungan “bangsa Indonesia” akibat penjajahan Belanda, kemudian memunculkan komitmen bangsa (tekad dan kemudian menjadi kesepakatan bersama). Dalam perkembangan selanjutnnya dirumuskan beberapa Identitas Nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 dalam pasal 35-36C, yaitu:

(1). Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia

Bangsa Indonesia berawal dari rumpun bahasa melayu yang dipergunakan sebagai bahasa pergaulan yang kemudian diangkat sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928. Bangsa Indonesia sepakat bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional sekaligus sebagai identitas nasional Indonesia.

(38)

(2). Bendera Negara yaitu Sang Merah Putih

Warna merah berarti berani dan putih berarti suci. Lambang merah putih sudah dikenal pada masa kerajaan di Indonesia yang kemudian diangkat sebagai bendera Negara. Bendera warna merah putih dikibarkan pertama kali pada 17 Agustus 1945, namun telah ditunjukan pada peristiwa Sumpah Pemuda.

(3). Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya

Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan yang pada tanggal 28 Oktober 1928 dinyanyikan untuk pertama kali sebagai lagu kebangsaan Negara.

(4). Lambang Negara yaitu Pancasila

Garuda adalah burung khas Indonesia yang dijadikan lambang Negara.

(5). Semboyan Negara yaitu Bhinnika Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Menunjukan kenyataan bahwa bangsa kita heterogen, namun tetapi berkeinginan untuk menjadi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia.

(6). Dasar Falsafah Negara yaitu pancasila

Berisi lima nilai dasar yang dijadikan sebagai dasar filsafat dan ideolagi dari Negara Indonesia. Pancasila merupakan identitas nasional Indonesia.

(7). Konstituti (Hukum Dasar) Negara yaitu UUD 1945

Merupakan hukum dasar tertulis yang menduduki tingkatan tertinggi dalam tata urutan perundangan dan dijadikan sebagai pedoman penyelenggaraan bernegara.

(8). Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat

(39)

Bentuk Negara adalah kesatuan, sedang bentuk pemerintahan adalah republik. System politik yang digunakan adalah system demokrasi (kedaulatan rakyat).

(9). Konsepsi Wawasan Nusantara

Sebagai cara pandang Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragama dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah dalam penyelengaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

(10). Kebudayaan daerah yang telah diteria Kebudayaan Nasional Berbagai kebudayaan dari kelompok-kelompok bangsa di Indonesia yang memiliki cita rasa tinggi, dapat dinikmati dan diterima masyarakat luas merupakan kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional pada dasarnya adalah puncak-puncak dari kebudayaan daerah.

Tumbuh dan disepakatinya beberapa identitas nasional Indonesia itu sesungguhnya telah diawali dengan adanya kesadaran politik bangsa Indonesia sebelum bernegara. Hal demikian sesuai dengan ciri dari pembentukan Negara-negara model mutakhir. Kesadaran politik itu adalah tumbuhnya semangat nasionalisme (semangat kebangsaan) sebagai gerakan menentang penjajahan dan mewujudkan Negara-negara Indonesia. Dengan demikian, nasionalisme yang tumbuh kuat dalam diri bangsa Indonesia turut mempermudah terbentuknya identitas nasional Indonesia.

13. Keterkaitan Globalisasi dengan Identitas Nasional a. Globalisasi

Adanya Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka

(40)

atau tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada. Nilai-nilai tersebut baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Ini semua merupakan ancaman, tantangan dan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi, dan berinovasi di segala aspek kehidupan.

Di Era Globalisasi pergaulan antar bangsa semakin ketat. Batas antar negara hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antar bangsa yang semakin kental itu akan terjadi proses alkulturasi, saling meniru dan saling mempengaruhi antara budaya masing-masing. Yang perlu kita cermati dari proses akulturasi tersebut apakah dapat melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa Indoensia. Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor yaitu :

1) Semakin menonjolnya sikap individualistis yaitu mengutamakan kepentingan pribadi diatas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan azas gotong-royong.

2) Semakin menonjolnya sikap materialistis yang berarti harkat dan martabat kemanusiaan hanya diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini bisa berakibat bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi. Bila hal ini terjadi berarti etika dan moral telah dikesampingkan.

Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap nilai-nilai asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak segera dibendung akan berakibat lebih serius dimana pada puncaknya mereka tidak bangga kepada bangsa dan negaranya.

Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang telah ada di dalam masyarakat kita. Jika semua ini tidak dapat dibendung maka akan mengganggu ketahanan di segala aspek bahkan mengarah kepada kreditabilitas sebuah ideologi.

(41)

Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut kita harus berupaya untuk menciptakan suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga. Dengan cara membangun sebuah konsep nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep Identitas Nasional

b. Keterkaitan Globalisasi dengan Identitas Nasional.

Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional menjadi semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut antara lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundering), peredaran dokumen keimigrasian palsu dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi mulai memudar. Hal ini ditunjukkan dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat merusak kepribadian dan moral bangsa khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak dapat dibendung maka akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di segala aspek kehidupan bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai identitas nasional.

14. Keterkaitan Integrasi Nasional Indonesia dan Identitas Nasional Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidimensional. Untuk mewujudkannya diperlukan keadilan, kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membedakan ras, suku, agama, bahasa dan sebagainya. Sebenarnya upaya membangun keadilan, kesatuan dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya membangun dan membina stabilitas politik disamping upaya

(42)

lain seperti banyaknya keterlibatan pemerintah dalam menentukan komposisi dan mekanisme parlemen.

Dengan demikian upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu terus dilakukan agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu karena pada hakekatnya integrasi nasional tidak lain menunjukkan tingkat kuatnya persatuan dan kesatuan bangsa yang diinginkan. Pada akhirnya persatuan dan kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang makmur, aman dan tentram. Jika melihat konflik yang terjadi di Aceh, Ambon, Kalimantan Barat dan Papua merupakan cermin dan belum terwujudnya Integrasi Nasional yang diharapkan. Sedangkan kaitannya dengan Identitas Nasional adalah bahwa adanya integrasi nasional dapat menguatkan akar dari Identitas Nasional yang sedang dibangun.

15. Data dan Fakta

Salah satu contoh tentang masalah Identitas Nasional adalah: Keungulan Pelaksanaan Unsur-Unsur Identitas Nasional Kekurang berhasilan Pelaksanaan Unsur-Unsur Identitas Nasional

Alasan Kurang berhasilnya Pelaksanaan Identitas Nasional 1.Identitas Funda- mental: -Tetap tercantum dalam UUD 1945 walaupun sudah diamandemen.

- Baru dihayati pada tataran kognitif

- Impelementasinya tidak konsisten

- Bangsa Indonesia belum

- Para Pemimpin tidak bisa menjadi contoh yang baik bagi rakyat

(43)

2. Identitas Instru- mental: - Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia 3.Identitas Alamiah - Kekayaan alam yang melimpah

menggunakan dengan baik dan benar

-Belum bisa mengoptimal- kan kekayaan alam yang ada

tinggi

- Kualitas SDM yang rendah

(44)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Identitas Nasional adalah sebuah kesatuan yang terikat oleh wilayah dan selalu memiliki wilayah (tanah tumpah darah mereka sendiri), kesamaan sejarah system hokum/perundang – undangan, hak dan kewaiban serta pembagian kerja berdasarkan profesi

Hakekat Bangsa adalah sekelompok manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses sejarahnya, sehingga mempunyai persamaan watak yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah sebagai suatu “kesatuan nasional”.

Hakekat Negara adalah merupakan suatu wilayah dimana terdapat sekelompok manusia melakukan kegiatan pemerintahan.

Bangsa dan Negara Indonesia adalah sekelompok manusia yang mempunyai persamaan nasib sejarah dan melakukan tugas pemerintahan dalam suatu wilayah “Indonesia”

B. Saran

Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih mendalami isi makalah dapat dibaca dalam buku-buku rujukan yang tercantum dalam daftar pustaka. Kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini sangat diharapkan untuk penulisan makalah di masa-masa mendatang.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42405/3/Chapter%20II.pdf diunduh pada 27 April 2015 jam 9.58 wib.

Laksmi, Nurlaili. 2013. Karakteristik Identitas Nasional Indonesia. http://nurlaili-laksmi-w-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-75330-

Semester%20II-Karakteristik%20Identitas%20Nasional%20Indonesia.html diunduh

pada 27 April 2015 jam 11.41 wib.

Samsuri. ___. Identitas Nasional Indonesia Di Tengah Pergaulan Internasional.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/IDENTITAS%20NASIONAL

%20INDONESIA.pdf diunduh pada 27 April 2015 jam 11.57 wib.

Winarno.2006.Pendidikan Kewarganegaraan Paradigma Baru, Edisi kedua. Bumi Aksara. Jakarta

Kaelan dan Zubaidi.2007.Pendidikan Kewarganegaraan.Paradigma, Edisi

pertama. Yogyakarta

www.geocities.com/apii-berlin/aktual/identitas_0600.html

Setyaningsih, titik.2006.Kewarganegaraan Kelas X.Solo:Kuala Pustaka chaplien77.blospot.com/2008/07/pengertian dan hakikat-bangsa.html

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sukamto dan Shalahuddin (2013:70) berpendapat bahwa “Data Flow Diagram (DFD) atau dalam bahasa Indonesia menjadi Diagram Alir Data (DAD) adalah representasi

Untuk lima potensi risiko yang bernilai sangat tinggi lainnya yaitu potensi risiko nomor (2) Hasil pelaksanaan yang tidak sesuai spesifikasi, (5) Adanya sanggahan

Misalnya, publik mungkin akan menentang prinsip-prinsip organisasi dan mencoba untuk mengganggu kegiatan organisasi tersebut; (2) Publik masalah tunggal (single-issue public)

Pembelajaran Sejarah tidak hanya menonjolkan atau mengagungkan masa lalu, pembelajaran Sejarah harus dapat memasukkan semua kelompok masyarakat sebagai tokoh sejarah,

Ternyata penyelesaian garis pembatas yang berupa lisplank terasan, tidak hanya berupa garis yang serasi dengan bentuk geometri yang ada, garis arbitrary dapat juga digunakan

Perusahaan yang memakai metode harga pokok pesanan seringkali memakai metode identifikasi khusus untuk bahan baku yang tidak disediakan dalam persediaan gudang (yang hanya secara

Hasil penelitian adalah sebagai berikut ini: Pertama, terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel persepsi mahasiswa tentang kesejahteraan guru dan prestasi

Setelah dilakukan wawancara dengan subjek penelitian, diperoleh tambahan informasi mengenai jawaban siswa pada tes kemampuan berpikir kreatif yaitu: sebagian besar