• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA MAHASISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH NON RUTIN PADA TOPIK VARIABEL ACAK DAN DISTRIBUSI PELUANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KINERJA MAHASISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH NON RUTIN PADA TOPIK VARIABEL ACAK DAN DISTRIBUSI PELUANG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

439

KINERJA MAHASISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH

NON RUTIN PADA TOPIK VARIABEL ACAK DAN

DISTRIBUSI PELUANG

Muhamad Sabirin

Prodi Pendidikan Matematika FTK IAIN Antasari Banjarmasin E-mail: m.sbrn@yahoo.co.id

ABSTRAK: Soal non rutin adalah soal yang secara eksplisit penyelesaiannya

belum ada. Soal non rutin sangat baik untuk melatih kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan matematis lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja mahasiswa semester IV jurusan pendidikan matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Antasari Banjarmasin dalam menye-lesaikan soal non rutin pada topik variabel acak dan distribusi peluang. Pembelajaran dilakukan melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan topik variabel random dan distribusi peluang. Instrumen penelitian terdiri dari 2 buah soal, 1 soal rutin dan 1 soal non rutin. Subjek penelitian sebanyak 31 mahasiswa peserta mata kuliah Statistika Matematika 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebanyak 3,2% mahasiswa yang mampu menyelesaikan soal dengan sempurna, dan sebanyak 96,8% tidak mampu menyelesaikan soal non rutin yang diberikan. Faktor utama rendahnya kemampuan mahasiswa antara lain disebabkan kesalahan dalam inter pretasi/memahami maksud soal dan hanya memandang masalah bagian per bagian, tidak secara utuh.

Kata kunci: Soal non Rutin, Kinerja Mahasiswa.

Suatu situasi dikatakan masalah bagi seseorang jika ia menyadari adanya situasi tersebut, mengakui bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan dan tidak dengan segera dapat menemukan pemeca-hannya (Bell, 1981). Masalah muncul dari adanya ketidaksesuaian antara kedaan sekarang dengan harapan atau tujuan yang ingin dicapai.

Suatu situasi tertentu bisa menjadi masalah bagi seseorang tetapi belum tentu menjadi masalah bagi orang lain. Lebih jauh, suatu situasi mungkin menjadi masalah bagi seseorang pada saat ini, tetapi bisa jadi tidak menjadi masalah lagi bagi dia pada saat berbeda. Hal ini disebabkan karena ia sudah memperoleh jawaban atau pemecahan dari masalah yang ia hadapi tersebut.

Karena adanya masalah, mendo-rong seseorang untuk berusaha mencari

pemecahannya. Untuk itu ia menggunakan segala macam usaha agar bisa meme-cahkan masalahnya, baik melalui berpikir, memprediksi, mencoba-coba dan usaha lainnya agar masalahnya dapat segera diatasi. Boleh jadi sebagai hasil dari usaha yang ia lakukan diperoleh sebuah cara atau langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah serupa yang mungkin saja berbeda dengan orang lain.

Secara umum ciri-ciri suatu soal disebut “masalah/problem” paling tidak memuat 2 hal yaitu:

a. soal tersebut menantang pikiran (challenging),

b. soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (nonroutine).

Departemen Matematika dan Ilmu Komputer di Saint Louis University (dalam Department of Mathematics and

(2)

Computer Science, 1993) mengemukakan lima tipe soal matematika:

a. Soal-soal yang menguji ingatan (memo-ry).

b. Soal-soal yang menguji keterampilan (skills).

c. Soal-soal yang membutuhkan pene-rapan keterampilan pada situasi yang biasa (familiar).

d. Soal-soal yang membutuhkan penera-pan keterampilan pada situasi yang tidak biasa (unfamiliar) mengembang-kan strategi untuk masalah yang baru. e. Soal-soal yang membutuhkan eksten-si

(perluasan) keterampilan atau teori yang kita kenal sebelum diterapkan pada situasi yang tidak biasa (unfamiliar).

Soal tipe 1, 2, dan 3 termasuk pada kelompok soal rutin (routine problems). Soal tipe inilah yang sering di berikan kepada siswa, walaupun harus di sadari bahwa dengan hanya memberi soal-soal tipe ini, tidak dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam pemecahan masalah. Soal-soal dengan tipe 4 dan 5 merupakan soal-soal dalam kelompok non-rutin (non-routine problems) yang banyak mengasah kemampuan dalam pemecahan masalah.

Topik Variabel Acak dan Distri-busi Peluang adalah materi awal dari Mata kuliah Statistika Matematika I. Berdasar-kan pengalaman penulis selama beberapa tahun mengampu mata kuliah tersebut, mahasiswa pada umumnya mengalami kesulitan dalam memahami materi tersebut. Banyak faktor yang berpengaruh, diantaranya faktor kualitas input mahasis-wa yang masuk masih rendah, kurang dikuasainya pengetahuan prasyarat, dan faktor pembelajaran yang digunakan.

Melalui Penelitian yang sederhana ini, peneliti ingin melihat bagaimana kinerja mahasiswa dalam menyelesaikan masalah non-rutin yang terkait dengan

topik variabel random dan distribusi peluang, sebagai bahan masukan untuk perbaikan perkuliahan ke depan.

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

Dalam NCTM (2000) dijelaskan bahwa pemecahan masalah (problem solving) melibatkan konteks yang beragam sebagai hasil pengaitan antara satu masalah dengan masalah lainnya dalam kehidupan sehari-hari untuk situasi mate-matika yang ditimbulkan. Jadi, pemecahan masalah sangat penting dan bermanfaat bagi siswa sebagai kemampuan yang harus ia miliki dalam kehidupannya.

Menurut Kusumah (2008), belajar pemecahan masalah pada hakekatnya adalah belajar untuk berfikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning to reason), yaitu belajar berfikir dan bernalar mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh untuk menyelesaikan masalah baru yang sebelumnya tidak pernah dijumpai. Melalui pemecahan masalah, siswa akan mampu mempertajam kekuatan daya analisisnya secara lebih kritis. Oleh karena itu, siswa perlu dibekali dan dilatih kemampuan pemecahan masalah melalui berbagai contoh masalah dan pemeca-hannya secara mendalam. Dengan banyak latihan, maka mereka akan lebih terampil dalam memecahkan setiap masalah yang dihadapi.

Secara umum pemecahan masalah dapat dipandang dari 2 konteks, (1) sebagai pendekatan pembelajaran, dan (2) sebagai tujuan pembelajaran. Dalam konteks pendekatan pembelajaran, siswa harus mampu menggunakan masalah sebagai alat atau cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan dalam konteks tujuan pembela-jaran, pemecahan masalah diar-tikan sebagai target atau tujuan yang ingin dicapai. Kusumah (2008), menjelaskan bahwa untuk sampai pada tahapan

(3)

kemampuan ini, siswa harus memiliki kemampuan menyatakan masalah dalam bentuk simbol dan notasi matematis (mathematical modelling); menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (masalah sejenis ataupun masalah baru) di dalam atau di luar matematika; dan menafsirkan hasil yang diperoleh secara bermakna sesuai dengan konteks masalah.

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Tan (2003) mengemukakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berfokus pada tantangan yang membuat siswa benar-benar berpikir untuk mencari solusi dari masalah yang diberikan. PBM menurutnya diakui sebagai sebuah pembe-lajaran aktif yang progresif (progressive active-learning) dan sebuah pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana masalah-masalah yang tidak terstruktur (bisa masalah dunia nyata maupun simulasi yang kompleks) digunakan sebagai titik awal dan acuan selama proses pembe-lajaran.

Moffit (Berns dan Erickson, 2001) mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa dalam investigasi pemecahan masalah, yang mengin-tegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai konten area. Gijselaers (1996,13) mengungkapkan bahwa PBM merupakan pembelajaran dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya. Demi-kian juga dengan Barrows dan Tablyn (dalam Delishe, 1997: 3) mengatakan bahwa PBM adalah belajar yang didapat dari proses pemahaman dan pemecahan masalah.

Fogarty (1997: 2) menjelaskan bahwa PBL adalah model kurikulum yang dirancang dari masalah yang terdapat disekitar kita yang bentuknya belum jadi (ill-structured problem), terbuka

(open-ended), ambigu. Sementara Ngeow dan San (2001: 1) mengungkapkan bahwa PBL adalah pendekatan pembelajaran yang menantang siswa untuk belajar, bekerja secara kooperatif, dalam rangka mencari pemecahan masalah, mampu mengembangan ketrampilan siswa dalam pemecahan masalah

Berdasarkan pandangan-panda-ngan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan ataupun mengintegrasikan pengetahuan baru dimana siswa aktif bekerja secara kooperatif mengkonstruksi pengetahuannya. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong pengeta-huan mereka.

Masalah yang dikemukakan dalam PBM merupakan suatu strategi yang merupakan refleksi dari apa yang dipelajari, dan bagaimana hal itu terjadi. Menurut Savery dan Duffy (1996,2), masalah dapat berperan sebagai: (1) petunjuk, bertujuan untuk memfokuskan perhatian siswa, (2) integrator atau tes, disajikan setelah setelah membaca sedemikian rupa sehingga siswa dapat menggunakan pengetahuan yang mereka peroleh dari hasil bacaan, (3) sebagai contoh, digunakan sebagai ilustrasi dalam hal tertentu, (4) sebagai kendaraan untuk memproses, fokusnya adalah berpikir kritis dan melatih ketrampilan berpikir, (5) sebagai stimulus.

Masalah yang disajikan dalam PBM adalah masalah yang tidak terstruktur (ill- stucture), atau kontekstual dan menarik (contextual and engaging), sehingga merangsang siswa untuk bertanya dari berbagai perspektif (Barrow dalam Gijselaers, 1996). Pembelajaran

(4)

berbasis masalah menurut Ibrahim dan Nur (2000), bertujuan untuk: (1) membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah, (2) belajar peranan orang dewasa yang autentik dan (3) menjadi pembelajar yang mandiri

Tan (2003) mengemukakan bebe-rapa karakteristik pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:

(1) Masalah adalah sebagai titik awal pembelajaran

(2) Masalah biasanya adalah masalah dunia nyata (real-world) yang tidak terstruktur atau masalah simulasi yang kompleks. Masalahnya yang disajikan menantang siswa untuk menggunakan kompetensi yang ada untuk memecahkan masalah tersebut.

(3) Utamanya adalah self-directed learning.

(4) Menggunakan berbagai sumber penge-tahuan dan informasi.

(5) Pembelajarannya biasanya collabo-rative, communicative, dan coopera-tive. Siswa bekerja dalam kelompok kecil, berinteraksi dengan teman kelompok, dengan guru dan dalam presentasi kelas.

(6) Mengembangkan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah.

(7) Proses PBM meliputi sintesis dan integrasi selama pembelajaran.

(8) PBM juga mencakup evaluasi dan memeriksa kembali pengalaman siswa dan proses pembelajaran.

Menurut Slavin (1994) karak-teristik lain dari pembelajaran berbasis masalah adalah : meliputi pengajuan pertanyaan terhadap situasi atau masalah, fokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikkan autentik, kerjasama, dan menghasilkan produk atau karya yang harus dipamerkan. Sependapat dengan Slavin, Pierce dan Jones (Howey et al, 2001: 71) mengungkapkan bahwa pada

pembelajaran berbasis masalah terdapat proses yang harus dimunculkan, seperti: keterlibatan (engagement), inkuiri dan investigasi (inquiry and investigation), kinerja (performance), tanya jawab dan diskusi (debriefing).

Herman (2005) mengemukakan bahwa hal-hal yang penting diperhatikan dalam mengimplementasikan belajar berbasis masalah adalah:

1. Sajian bahan ajar berupa masalah harus memicu terjadinya konflik kognitif.

2. Tidak perlu cepat-cepat memberikan, agar perkembangan aktual peserta didik maksimal. Intervensi yang diberikan harus minimal dan ketika memang benar-benar dibutuhkan. 3. Agar intervensi yang dilakukan

efektif, perlu mengetahui pengetahuan individual (prior-knowledge) peserta didik dan mempertimbangkan berba-gai alternatif solusi masalah yang berada dalam koridor pengetahuan mereka.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yakni ingin mendeskripsikan bagaimana kinerja mahasiswa dalam pemecahan masalah non-rutin pada topik variabel acak dan ditribusi peluang. Desain yang digunakan adalah one group only post test design. Sebuah kelas mata kuliah Statistika Matematika I yang berjumlah 31 mahasiswa diberikan pembelajaran berba-sis masalah pada topik variabel acak dan distribusi peluang sebanyak 3 kali perte-muan. Setelah pembelajaran (per-temuan ke-4), mahasiswa diminta menyelesaikan 2 buah soal dengan alokasi waktu 100 menit, yang terdiri atas satu soal rutin dan satu soal non-rutin terkait dengan materi yang diberikan. Perangkat soal yang diberikan di adaptasi dari Bain & Engelhardts (1992) sebagai berikut.

(5)

1. Sebuah koin (mata uang logam, dengan sisi Angka dan Gambar) di toss 4x. Misalkan X menyatakan banyaknya sisi Angka yang muncul.

a. Daftarlah semua hasil yang mungkin

b. Buatkan tabel nilai pdf dan CDF nya

c. Peluang mendapatkan paling sedikit satu Angka.

d. Sketsa grafik pdf dan CDF. 2. Sebuah tas berisi 3 koin (mata

uang logam), 1 koin punya sisi yg sama (keduanya Gambar) dan 2 koin normal. Sebuah koin dipilih secara acak dari dalam tas dan di

toss 3x. Misalkan X menyatakan banyaknya Gambar yg muncul. a. Daftarlah semua hasil yang

mungkin

b. Buatkan tabel nilai pdf dan CDF nya.

c. Peluang mendapatkan ketiganya Gambar.

d. Sketsa grafik pdf dan CDF. Data yang diperoleh selanjutnya di analisis secara deskriptif kualitatif, untuk melihat bagaimana kinerja mahasiswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, khususnya yang terkait dengan pemecahan masalah non-rutin pada topik variabel random dan distribusi peluang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil penelitian disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1. Data Hasil Penelitian

Jawaban

Soal rutin (1) Soal Non-rutin (2) a b c d a B c d Benar 24 17 8 6 4 1 1 1 Salah 7 14 23 25 27 30 30 30

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat beberapa hal yang menarik sebagai berikut:

1. Sebanyak 6 orang (19,4%) yang mampu menjawab dengan benar soal kategori rutin.

Soal 1, adalah soal dengan kategori rutin yang terdiri atas empat komponen, yaitu (a) Kemampuan dalam membuat daftar semua hasil yang mungkin dari suatu peristiwa (ruang sampel), sebanyak 24 orang (77,4%) yang mampu menjawab dengan benar.

(b). Kemampuan dalam membuat tabel nilai pdf dan CDF (distribusi peluang), sebanyak 17 orang (54,8%) yang mampu menjawab dengan benar.

(c). Kemampuan menentukan nilai peluang, hanya 8 orang (25,8%) yang mampu menjawab dengan benar.

(d). Kemampuan dalam membuat sketsa grafik pdf dan CDF, hanya 6 orang (19,4%) yang mampu menjawab dengan benar.

2. Hanya 1 orang (3,2%) yang mampu menjawab dengan benar soal kategori non-rutin.

Soal 2, adalah soal dengan kategori non-rutin yang juga terdiri atas empat komponen sebagaimana soal nomor 1. Kemampuan dalam membuat daftar semua hasil yang mungkin dari suatu peristiwa (ruang sampel), hanya sebanyak 4 orang (12,9%) yang mampu menjawab dengan benar sedangkan komponen (b), (c) dan (d) hanya sebanyak 1 orang (3,2%) yang mampu menjawab dengan benar.

Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa secara umum

(6)

kemam-puan mahasiswa dalam materi variabel acak dan distribusi peluang masih sangat rendah, baik untuk kategori soal rutin maupun non-rutin. Kunci utama seseorang bisa menyelesaikan permasalahan yang diberikan, khususnya untuk soal kategori non-rutin adalah kemampuan dalam menentukan ruang sampel dari kejadian/ peristiwa yang diberikan dan menentukan tabel nilai pdf dan CDF-nya (komponen a dan b), sedangkan komponen (c) dan (d) sangat terkait dengan komponen sebelumnya.

Secara umum, berdasarkan penga-matan yang peneliti cermati dari hasil jawaban setiap mahasiswa ditemukan beberapa penyebab rendahnya kemampuan mereka sebagai berikut:

1. Kesalahan dalam membuat daftar semua hasil yang mungkin dari suatu peristiwa (ruang sampel), terutama untuk soal non-rutin. Penyebabnya, mereka kurang memahami dan menguasai konsep yang diberikan sehingga, begitu soal yang disajikan -. Berikut ini contoh kinerja mahasiswa

Dari jawaban di atas terlihat bahwa mereka kurang memahami konsep banyaknya anggota ruang sampel. Mereka beranggapan bahwa untuk koin yang tidak normal (kedua sisi Gambar), maka hanya satu anggota ruang sampel saja yang ada, yakni (GGG). Sehingga jumlah keseluruhan menjadi 17 anggota ruang sampel. Padahal semestinya juga ada 8 buah

seperti koin yang normal, hanya saja semuanya sama (GGG).

2. Kesalahan dalam membuat tabel nilai pdf dan CDF (distribusi peluang). Penyebabnya mereka kesulitan dalam mentransformasi data ruang sampel menjadi bentuk variabel random , sehingga berakibat tabel pdf dan CDF nya tidak sesuai dengan yang semestinya. Berikut ini contoh kinerja mahasiswa:

Pada jawaban ini, mereka memandang masalah secara terpisah, tidak utuh,

yakni hanya memandang bagian per bagian pdf dan CDF dari koin yang

(7)

normal dan tidak normal. Mereka kesulitan dalam menentukan pdf yang tepat dari masalah yang diberikan secara.

3. Kesalahan menentukan nilai peluang. Penyebabnya mereka salah dalam

menafsirkan pertanyaan. Kurang me-mahami makna kata “paling sedikit”, sehingga jawaban tidak sesuai dengan maksud pertanyaan dalam soal seperti dalam contoh kinerja mahasiswa berikut:

4. Kemampuan dalam membuat sketsa grafik pdf dan CDF. Penyebabnya adalah kurang tepat dalam membuat

perbandingan skala dari sketsa yang di buat.

PENUTUP Kesimpulan

Secara umum kinerja mahasiswa dalam pemecahan masalah baik rutin maupun non rutin masih rendah, yang mengindikasikan kurangnya pemahaman dan penguasaan terhadap konsep yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebanyak 3,2% mahasiswa

yang mampu menyelesaikan soal dengan sempurna, dan sebanyak 96,8% tidak mampu menyelesaikan soal non rutin yang diberikan. Faktor utama rendahnya kemampuan mahasiswa antara lain di sebabkan kesalahan dalam inter pretasi/ memahami maksud soal dan hanya memandang masalah bagian per bagian, tidak secara utuh.

DAFTAR RUJUKAN

Bain, J. Lee & Englehardt, M. Introduction to Probability and Mathematical Statistics. Second Edition. New York: Duxbury Press.

Bell, F. (1981). Teaching and Learning

Mathematics (in Secondary

School). Dubuque, Iowa: Wm. C Brown Company Publishers. Bern, R.G. dan Erickson, P.M. (2001).

Contextual Teaching and learning.

http://www.nccte.org/publications/ infosyntesis/highlight05/index.asp ?dirid=145&dspid=1

Delishe, R. (1997). How to Use

Problem-Based Learning in The

Classroom. New York. ASCD. Fogarty, R. (1997). Problem-Based

Learning and the Other

(8)

Intelegences Classroom. Hawker Brownlow Education.

Gijselaers, W.H.(1996). Connecting Problem-Based Practice with Educational Theory. Dalam Wilkerson, L.(Ed). New

Direc-tion for Theaching and

Learning. No.68. Josey-Bass Publisher.

Herman, T (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Bandung: PPS UPI .Disertasi tidak diterbitkan.

Ibrahim, M. & Nur, M. (2000). Pembelajaran Berbasis Masa-lah. Suarabaya: UNESA Univer-sity Press.

Kusumah, Y.S. (2008). Konsep, Pengem-bangan, dan Implementasi

Compu-ter-Based Learning dalam Pening-katan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Pidato Pengukuhan Guru Besar [22 oktober 2008] Bandung: UPI. NCTM. (2000). Principles and Standards

for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Savery, J.R. dan Duffy, T.M. (1996). Problem-Based Learning: An Instructional Model and Its

Constructivist Framework.

[Online], Tersedia:

http//www.Soe.ecu.edu/Itdi/colar ic/KB/PBL.[23 April 2009] Tan, Oon-Seng (2003). Enhancing

Thinking Through Problem-based Learning; International Perspec-tives. Thomson: Singapore.

Gambar

Tabel 1. Data Hasil Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemodelan yang telah dilakukan menggunakan beberapa metode, yaitu Regresi Time Series , ARIMAX Variasi Kalender dengan Multi Input dan Single Input didapatkan bahwa

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

Pada bab lima berisi bab pembahasan hasil penelitian. Pada bab ini membahas mengenai rumusan masalah yang ada dari pendapatan bank dan tabungan wadi’ah mempengaruhi bonus

Ketimpangan masih menjadi masalah yang harus di perhatikan dalam pembangunan di setiap wilayah terutama di Provinsi Sulawesi Barat sebagai Provinsi baru di Indonesia, hal

Penyuluhan secara keseluruhan cukup berperan dalam kegiatan usahatani kelapa sawit pola swadaya, yang terdiri dari variabel fasilitasi, dan supervisi, serta monitoring dan

Tujuan penelitian di PDAM Kabupaten Bekasi ini adalah menghitung penerimaan usaha, penerimaan marginal, penerimaan total, biaya variable, biaya overhead, biaya kepemilikan

Namun perubahan tersebut belum menjawab secara fundamental akan tuntutan nasional tentang perlunya seperangkat peraturan perundang-undangan yang sesuai falsafah

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,