• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - ANALISIS INTENSIFIKASI PENGAWASAN PEMBAYARAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM UPAYA PENINGKATAN KEPATUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JEPARA - UNISNU Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - ANALISIS INTENSIFIKASI PENGAWASAN PEMBAYARAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM UPAYA PENINGKATAN KEPATUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JEPARA - UNISNU Repository"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam suasana negara yang masih diliputi oleh sisa-sisa keterpurukan ekonomi beban yang dipikul pemerintah saat ini masih berat. Untuk membiayai pembangunan nasional pemerintah tidak dapat hanya tergantung pada hutang luar negeri dengan tingkat suku bunga yang tidak rendah ataupun dari sumber daya alam yang semakin lama semakin menipis. Harapan pemerintah salah satunya yang dapat diandalkan untuk membiayai pembangunan nasional adalah penerimaan dari sektor pajak.

(2)

Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis dalam upaya peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak. Dengan demikian pengkajian terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak sangat perlu mendapatkan perhatian, dimana salah satu cara yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajaknya ditempuh melalui intensifikasi pengawasan pembayaran masa atas pajak sebagai kewajibannya. Sehubungan dalam hal itu, maka perlu adanya pengawasan terhadap masa pajak dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak, dengan menerapkan langkah-langkah yang strategis dalam meningkatkan kepatuhan (law enforcement) sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak secara keseluruhan.

(3)

masyarakat agar mampu, sadar dan jujur dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Selain itu peningkatan mutu intensifikasi dapat juga berupa peningkatan kegiatan pemeriksaan oleh fiskus, melalui peningkatan kegiatan pemeriksaan lapangan (field audit) maupun pemeriksaan kantor (room audit), selain itu peningkatan kepatuhan wajib pajak perlu didukung dengan law enforcement yang berupa sanksi hukum secara konsisten. Diberlakukannya sanksi dalam perpajakan, yang berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana akan “memaksa” masyarakat untuk memenuhi peraturan yang ada. Disamping itu, upaya administrasi juga dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kerapian terhadap berkas-berkas yang penting bagi pengawasan pembayaran masa wajib pajak. Sedangkan peningkatan atau pemenuhan target dapat dititikberatkan pada perbaikan dan penyempurnaan fiskus untuk diarahkan pada pembentukan profesionalisme dan peningkatan moral.

(4)

perpajakannya baik itu dalam hal membayar, tidak melapor SPT masa maupun SPT tahunan. Sehingga salah satu pencerminan dalam hal wajib pajak tidak membayar pajaknya adalah semakin besarnya tunggakan pajak dari waktu ke waktu. Akibat yang ditimbulkan dari kurangnya tingkat kepatuhan wajib pajak akan berdampak pada naiknya jumlah tunggakan pajak dan masih belum diimbangi dengan kegiatan pencairannya, sehingga salah satu upaya dalam rangka mengantisipasi permasalahan tersebut adalah dengan kegiatan intensifikasi pengawasan pambayaran masa pajak PPh pasal 21.

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas maka skripsi ini penulis beri judul “ANALISIS INTENSIFIKASI PENGAWASAN PEMBAYARAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM UPAYA PENINGKATAN KEPATUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JEPARA”.

1.2. Ruang Lingkup

Berdasarkan pertimbangan, maksud dan perhatian penulis dan kemungkinan tersedianya data serta nantinya agar masalah tidak melebar dari masalah yang akan dibahas, maka penulis membatasi ruang lingkup masalah sebagai berikut ini.

(5)

1.2.2. Penelitian ini dibatasi pada intensifikasi pengawasan pembayaran masa pajak PPh pasal 21 yang meliputi pemberian surat teguran, pemeriksaan, surat tagihan pajak dan kegiatan penyuluhan.

1.3. Perumusan Masalah Berpijak pada uraian latar belakang tersebut, terdapat

permasalahan yang menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan wajib pajak dalam melaporkan kewajiban pajaknya antara lain: (a) ketidaktahuan kewajiban pajaknya; (b) terjadi force major (bencana alam, meninggal); (c) Character dari wajib pajak yang jelek, sehingga menyebabkan tindakan tidak patuh yang pada akhirnya dapat mengganggu kelancaran penerimaan pajak.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, pertanyaan peneliti dapat dirumuskan sebagai berikut ini.

1.3.1. Apa pengaruh antara intensifikasi pengawasan pembayaran masa pajak ditinjau dari Surat Teguran, Pemeriksaan dan Surat Tagihan Pajak (STP) terhadap kepatuhan wajib pajak penghasilan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara ?

(6)

penghasilan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara ?

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh antara intensifikasi pengawasan pembayaran masa pajak ditinjau dari pemberian Surat Teguran, Pemeriksaan dan Surat Tagihan Pajak (STP) secara parsial dan berganda terhadap kepatuhan wajib pajak penghasilan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara.

1.4.2. Untuk mendiskripsikan kendala-kendala dan upaya apa saja yang dihadapi dalam melakukan tindakan intensifikasi pengawasan pembayaran masa pajak penghasilan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara.

1.5. Kegunaan Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut :

1.5.1. Sebagai sumbangan dan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang berhubungan dengan bidang-bidang perpajakan.

(7)

1.6. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, dibagi dalam lima BAB yaitu : BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas mengenai landasan teori mengenai perpajakan yang meliputi : Pengertian pajak, asas – asas hukum pajak, sistem perpajakan di Indonesia, kebijakan perpajakan, dasar pungutan pajak, pajak – pajak yang dikelola Kantor Pelayanan Pajak, pengertian intensifikasi pajak, istilah perpajakan dan pajak penghasilan pasal 21.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini akan membahas metode penelitian berupa definisi operasional variabel, jenis data yang diperoleh, metode pengolahan data dan metode analisis data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas uraian dekripsi obyek penelitian, analisis data dan pembahasan.

BAB V : PENUTUP

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pajak

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum) tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. (Mardiasmo, 2008).

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) degan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Rohmat Soemitra, 2008).

Dilihat dari pengertian diatas, ada empat unsur pembentuk pengertian pajak yang utama, yaitu : (Rohmat Soemitra, 2008).

a) Iuran dari rakyat kepada negara. b) Berdasarkan undang-undang.

c) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk.

(9)

2.2. Azas-azas Hukum Pajak

Dalam menyusun undang-undang, peraturan dan kebijakan perpajakan ada tiga hal pokok yang menjadi landasan dasar yang lazim azas-azas hukum pajak. Tiga hal pokok ini adalah :

2.2.1. Kesederhanaan (Simplicity) Perundang-undangan

Sebelum reformasi pajak pada tahun 1983 berlaku ordonansi pajak pendapatan 1941 dan 1932, ordonansi perseroan 1925 dan ordonansi pajak upah 1934 yang kemudian dihapuskan dan semua dimaksudkan dalam undang-undang pajak penghasilan 1983. Menyatukan ketiga ordonansi tersebut kedalam satu bentuk sangatlah tidak mudah, tetapi demi kepentingan kesederhanaan hal ini harus juga dilakukan.

Azas kesederhanaan mensyaratkan undang-undang dapat mudah dimengerti oleh wajib pajak, dan mudah untuk diubah dan atau diperbaharui sesuai dengan perkembangan perekonomian dan perdagangan yang cepat.

2.2.2. Azas Keadilan (Equity) Perundang-undangan

Azas keadilan ini mensyaratkan bahwa dibidang perpajakan disamping disusun dengan sederhana juga memenuhi rasa keadilan bagi tiap wajib pajak.

2.2.3. Azas Kepastian Hukum (Certainly)

(10)

peraturan tertinggi yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai ketatanegaraan dan hak serta kewajiban warga negara termasuk pajak. Pajak hanya dapat dipungut dengan undang-undang.

Tingkat kepatuhan wajib pajak memegang peranan penting dalam menentukan tingkat realisasi penerimaan pajak, karena sistem self assesment yang diterapkan saat ini memberikan kebebasan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri. Tingkat kepatuhan yang tinggi mendorong kebijakan dan rencana pembangunan yang disusun dapat berjalan dengan baik.

Janji pemerintah meningkatkan tax ratio lima tahun kedepan sebesar 16% yang disampaikan oleh menteri keuangan Republik Indonesia, membawa tantangan sendiri bagi efektifitas penerapan self assessment, karena banyak kalangan juga menghubungkan indikator kepatuhan wajib pajak di suatu Negara dengan tax ratio-nya.

(11)

Tingkat kepatuhan wajib pajak sulit diukur, tetap dapat dilihat dari indikasi-indikasi tertentu. Indikasi (yang akan diteliti) pelaksanaan self Assesmant dikatakan baik bila tingkat kepatuhan wajib pajak tinggi. Tinggi rendahnya kepatuhan dilihat dari:

a) Tingginya persentase wajib pajak yang terdaftar dan aktif, (tingkat diterima kembali surat pemberitahuan (SPT) Tahunan, realisasi jumlah terdaftar). Dalam bahasan ini diajukan asumsi secara umum terhadap statistik kasar potensi pajak dengan tax ratio di Indonesia.

b) Tingkat realisasi penerimaan dibanding rencana (persentase, dimana sekian % kepatuhan mempengaruhi sekian rupiah penerimaan Negara). c) Jumlah pemeriksaan yang semakin sedikit (% dari

jumlah wajib pajak). Tinggat kepatuhan pengisian SPT secara benar.

2.3. Sistem Perpajakan di Indonesia

(12)

Pemungutan pajak di Indonesia dengan instrument hukum dari kolonial dirasakan sebagai beban oleh masyarakat, disamping banyaknya jenis Undang-undang dimaksud dengan struktur tarif, beragam jenis-jenis pajak yang diatur serta suasana kolonial yang mendasari undang-undang pajak tersebut. Walaupun masa-masa berikutnya aturan mengenai perpajakan tersebut telah mengalami beberapa perubahan nomor 11 tahun 1967 yang mengatur mengenai tata cara pengenaan pajak atas penghasilan terutama berupa laba usaha. Namun perubahan tersebut belum menjawab secara fundamental akan tuntutan nasional tentang perlunya seperangkat peraturan perundang-undangan yang sesuai falsafah Negara (Reformasi Perpajakan Indonesia, kumpulan tulisan. 1995).

(13)

Pada tanggal 26 agustus 1967 terjadi perubahan dalam tata cara pemungutan pajak atas tiga ordonansi yang masih berlaku. Mulai saat itu diperkenalkan system MPS dan MPO atau menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang lain.

Pada tahun 1983, disahkan paket undang-undang perpajakan yaitu UU Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (UU KUP), UU nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan (UU PPh), dan UU nomor 8 tahun 1983 tentang pajak prttambahan nilai barang dan jasa pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM).

Perubahan undang-undang perpajakan tersebut dikenal dengan “Tax Reform”, karena paket undang-undang tersebut telah mengubah secara total system dan mekanisme pemungutan pajak colonial, khususnya perubahan dari Official assessment menjadi self assessment.

(14)

2.4. Kebijakan perpajakan

Kebijakan pajak atau fiskal policy berarti penggunaan perbuatan dan tindakan pemerintah tertentu yang ditujukan kepada perkembangan dan stabilitas ekonomi. Dan yang menjadi alat untuk melaksanakan fiscal policy adalah berupa:

a) Penerimaan-penerimaan negara sebagai hasil sumber-sumber pendapatan negara, terutama pajak-pajak. b) Pengeluaran-pengeluaran (expenditures)

c) Kredit (debt. Management)

Untuk melaksakan kebijakan fiskal yang baik ketiga-tiganya unsur ini harus dikoordinasikan dan diintegrasikan dengan pengawasan keuangan dan pengawasan kredit. (Moh. Zain, 2001).

2.5. Dasar Pungutan Pajak

Pajak sebagai sumber penerimaan pemerintah dalam melaksanakannya diatur oleh undang-undang. Dengan perkembangannya tata cara pungutan pajak yang dibebankan kepada masyarakat, maka Undang-undang pajak juga mengalami perubahan dari Undang-undang lama menjadi Undang-undang baru sebagai berikut :

2.5.1. Undang-Undang Pajak yang Lama

(15)

undang-undang perpajakan untuk memenuhi kepentingan kas Negara ;

b) Tanggung jawab pemungutan pajak terletak sepenuhnya pada penguasa pemerintah seperti yang tercermin dalam tata cara penetapan pajak yang keseluruhannya menjadi wewenang administrasi perpajakan ;

c) Pelaksanaan kewajiban perpajakan, dalam banyak hal sangat tergantung dari pelaksanaan administrasi perpajakan yang dilakukan oleh aparat perpajakan, hal mana mengakibatkan anggota masyarakat wajib pajak kurang mendapat pembinaan dan pambimbingan terhadap kewajiban perpajakannya dan kurang ikut berperan serta dalam memikul beban Negara dalam mempertahankan kelangsungan pembangunan nasional. (Moh. Zain, dan Kustadi arinta, 2001). 2.5.2. Undang-Undang Pajak Yang Baru

(16)

b) Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat wajib pajak sendiri. Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan ;

(17)

2.6. Pajak-pajak yang dikelola Kantor Pelayanan Pajak 2.6.1. Pajak penghasilan pasal 25 dan PPh pasal 25/29 2.6.1.1. Pajak PPh pasal 25

PPh pasal 25 merupakan besaran pajak, dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan dimana perhitungannya adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak lalu dikurangi dengan pajak penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Ada dua macam PPh pasal 25, yaitu :

a. PPh pasal 25 orang pribadi

(18)

b. PPh pasal 25 Badan

Yang dimaksud pajak penghasilan badan menurut Undang-undang nomor : 17 tahun 2000 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, dan bentuk badan lainnya.

2.6.1.2. Pajak PPh pasal 29

PPh pasal 29 adalah jenis PPh yang dibayar oleh orang pribadi atau badan setelah seluruh PPh dalam satu tahun pajak selesai diperhitungkan, PPh pasal 29 ini ada, apabila pada akhir tahun ternyata masih ada PPh yang kurang atau masih harus dibayar, dimana PPh yang terutang lebih besar dari pada PPh yang telah dibayar pada satu tahun pajak.

2.6.2 Pajak Partambahan Nilai

(19)

kena pajak di dalam daerah pabean seperti yang dijelaskan dalam undang-undang pajak.

2.6.3. Pajak Penghasilan Pemotongan / Pungutan oleh pihak Lain a. Pajak penghasilan pasal 21

(20)

b. Pajak Penghasilan Pasal 22

Pajak penghasilan pasal 22 merupakan pajak atas pembelian barang dan lainnya yang pemungutannya dilakukan badan-badan tertentu yang ditunjuk oleh pemerintah.

c. Pajak penghasilan pasal 23

Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak penghasilan atas jasa deviden, bunga, hadiah dan penghargaan, sewa harta dan jasa-jasa lainnya yang pemotongannya dilakukan oleh semua badan usaha.

d. Pajak penghasilan pasal 24 ayat (2)

Pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 merupakan pajak panghasilan atas bunga tabungan, deposito, sewa rumah dan atau bangunan serta pajak penghasilan final lainnya yang pemotongannya dilakukan pihak ketiga.

2.7. Pengertian Intensifikasi Pajak

(21)

Jepara dalam memenuhi target tersebut adalah dengan meningkatkan mutu pelaksanaan administrasi perpajakan dengan cara memberikan bimbingan, dan juga pembinaan pada masyarakat agar mampu, sadar dan jujur dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

Selain itu peningkatan mutu intensifikasi dapat juga berupa peningkatan kegiatan pemeriksaan oleh fiskus, melalui penigkatan kegiatan pemeriksaan lapangan (field audit) maupun pemeriksaan kantor ( room audit), selain itu peningkatan kepatuhan wajib pajak perlu didukung dengan Law enforcement yang berupa sanksi hukum secara konsisten. Diberlakukannya sanksi dalam perpajakan, yang berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana akan “memaksa” masyarakat untuk memenuhi peraturan yang ada.

(22)

Secara keseluruhan kegiatan intensifikasi pengawasan pembayaran masa pajak yang selama ini berjalan ditempuh melalui :

a) Surat Teguran b) Pemeriksaan

c) Surat Tagihan Pajak (STP) d) Penyuluhan

2.8. Istilah Perpajakan

Menurut undang-undang RI nomor 16 tahun 2000 berkaitan dengan kegiatan Intensifikasi pengawasan pembayaran masa pajak dapat dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan istilah perpajakan sebagai berikut :

2.8.1. Pengertian SPT Tahunan

(23)

2.8.2. Wajib Pajak

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan atau pemotong pajak tertentu.

2.8.3. Badan

Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang murupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya. Badan Usaha Milik Negara, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. 2.8.4. Pengusaha

(24)

2.8.5. Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha kena pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang melakukan penyerahan barang kena pajak tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak.

2.8.6. Nomor Pokok Wajib Pajak

Nomor pokok wajib pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri dan identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

2.8.7. Masa Pajak

Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lainnya yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim.

2.8.8. Tahun Pajak

(25)

2.8.9. Bagian Tahun Pajak

Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu satu tahun pajak.

2.8.10. Pajak Yang Terutang

Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.8.11. Surat Pemberitahuan

Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan pajak dan atau pembayaran masa pajak. Obyek pajak dan atau buku obyek pajak dan atau harta atau kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.8.12. Surat Pemberitahuan Masa

Surat pemberitahuan masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak.

2.8.13. Surat Pemberitahuan Tahunan

(26)

2.8.14. Surat Setoran Pajak

Surat setoran pajak adalah surat yang digunakan wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas Negara melalui kantor pos atau bank badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk menteri keuangan.

2.8.15. Pemeriksaan

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.9. Pajak Penghasilan Pasal 21

2.9.1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan sebagai imbalan atas jasa. (Yusdianto Prabowo, 2002)

(27)

dibayar atau dipotong dan bersifat final, pada akhir tahun pajak diwajibkan untuk menyanpaikan SPT Tahunan PPh dan atas PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh pemberi kerja dapat dijadikan sebagai kredit pajak atas PPh yang terutang pada akhir tahun.

2.9.2.Wajib Pajak PPh Pasal 21

Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah (Mardiasmo, 2008) :

a. Pejabat Negara adalah :

1. Presiden dan wakil presiden.

2. Ketua, Wakil Ketua dan anggota DPR/MPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten atau kota.

3. Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.

4. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Mahkamah Agung.

5. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung.

6. Menteri dan Menteri Negara. 7. Jaksa Agung.

(28)

9. Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah Kabupaten.

10. Walikota dan Wakil Walikota Kepala Daerah Kota.

b. Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah pusat, PNS-daerah dan PNS lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU no.8 tahun 1974.

c. Pegawai adalah setiap orang pribadi yang melakukan pekerjaan berdasrkan perjanjian atau kesepakatan kerja, tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau BUMN atau BUMD.

d. Pegawai Tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala.

(29)

f. Tenaga Lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.

g. Penerima Pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.

h. Penerima Honorarium adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya. i. Penerima Upah adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan.

2.9.3. Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21

Yang tidak termasuk penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 antara lain (Yusdianto Prabowo, 2002) :

a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing.

(30)

2.9.4. Obyek PPh Pasal 21

Penghasilan yang dikenakan pemotong PPh pasal 21 antara lain (Mardiasmo, 2008):

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, tunjangan jabatan, premi dasar yang dibayar oleh pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun. b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak

teratur berupa jasa produksi, bonus, premi tahunan, tunjangan lain dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali dalam setahun.

c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan dan upah borongan.

d. Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua, uang pesangon dan pembayaran lain sejenis.

e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak dalam negeri, terdiri dari :

(31)

2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya.

3. Olahragawan.

4. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator.

5. Pengarang, peneliti dan penerjemah.

6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan social.

7. Agen iklan.

8. Pengawas, pengelola proyek, anggota, dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat.

9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan.

10. Peserta perlombaan.

(32)

13. Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai.

14. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya. f. Gaji, gaji kehormatan, tunjagan-tunjangan lain yang

terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara dan PNS.

g. Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.

h. Penerima dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan PPh berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit).

2.9.5. Penghasilan yang tidak dipotong PPh pasal 21

(33)

a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.

b. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah kecuali yang diberikan Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit).

c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

2.9.6. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat final antara lain : (Wirawan dan Waluyo, 2002)

(34)

sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja.

b. Uang pesangon.

c. Hadiah dari penghargaan perlombaan.

d. Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaga barang dan petugas dinas luar asuransi.

e. Penghasilan bruto berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh pejabat Negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI yang sumber dananya berasal dari keuangan Negara atau keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan oleh pegawai negeri sipil golongan II.d kebawah dan anggota TNI atau POLRI berpangkat pembantu letnan Satu kebawah atau ajun inspektur tingkat satu kebawah. 2.9.7. Pemotongan Pajak PPh Pasal 21

Yang termasuk pemotongan pajak pasal 21 antara lain : (Yusdianto, 2002).

(35)

b. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan tetap dan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang dibebankan pada keuangan Negara.

c. Dana pensiun, PT. Taspen, PT. Jamsostek yang membayar uang pensiun, uang tebusan pensiun dan tunjangan hari tua (THT).

d. Yayasan-yayasan seperti yayasan kesejahteraan, rumah sakit,pendidikan, lembaga, kepanitiaan dan organisasi dalam bentuk apapun dalam segala kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.

e. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan suhubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status wajib pajak luar negeri.

f. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan pemegangan.

(36)

dilakukan diindonesia oleh tenaga ahli dan atau persekutuan tenaga ahli sebagai wajib pajak dalam melakukan pekerjaan bebas.

2.9.8. Tidak Termasuk obyek PPh pasal 21

Tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah: (Mardiasmo, 2008).

a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari nagara asing dan orang-orang yang diperbantukan

b. kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka.

c. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.

2.9.9. Tarif PPh Pasal 21

Tarif PPh pasal 21 secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut : (Mardiasmo, 2008).

Tabel 2.1. Tarif PPh pasal 21

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

sampai dengan Rp 50.000.000 5%

di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15% di atas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25%

di atas Rp 500.000.000 30%

(37)

2.10. Penelitian terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya Sutris Pratomo; 2007, Analisis intensifikasi pengawasan pembayaran masa pajak penghasilan pasal 21 dalam upaya peningkatan kepatuhan kewajiban perpajakan di Kantor Pelayanan Pajak Pati, mengungkapkan bahwa:

a. Terdapat pengaruh antara intensifikasi pengawasan pembayaran masa pajak penghasilan pasal 21 terhadap kepatuhan kewajiban perpajakan di Kantor Pelayanan Pajak Pati. Bahwa ternyata variabel pemberian Surat Teguran Pajak, Pemeriksaan, Surat Tagihan Pajak (STP) terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel Kepatuhan wajib pajak penghasilan dalam melapor dan membayarkan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pati.. Variabel yang terbukti memiliki pengaruh paling besar terhadap kepatuhan wajib pajak penghasilan dalam melapor dan membayarkan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pati adalah variabel Surat Teguran.

b. Kendala dan upaya dalam melakukan tindakan intensifikasi: Kendala :

1. Tidak tercapainya target pencairan tunggakan PPh Pasal 21 yang berupa STP Maupun SKPKB PPh Pasal 21. 2. Kurangnya pengetahuan bendaharawan proyek

(38)

penghapusan NPWP sehubungan dengan selesainya pengerjaan proyeknya. Sebab dengan tidak adanya permintaan tersebut makabendaharawwan tersebut masih dianggap WP Efektif sehingga masuk dalam perhitungan target penerimaan PPh Pasal 21.

3. Pada tahun 2005 target yang ditetapkan dinilai terlalu tinggi bahkan melebihi realisasi penerimaan tahun 2004 padahal terdapat kenaikan PTKP yang berpengaruh pula terhadap kemungkinan pengurangan yang cukup besar terhadap realisasi penerimaan PPh Pasal 21 tahun 2005. 4. Jumlah personel juru sita yang sangat minim. Dengan

dua wilayah unit Kerja, yaitu Pati, Rembang dan Blora Kantor Pelayanan Pajak Pati hanya mempunyai 2 orang juru sita pajak.

Adapun Upayanya adalah sebagai berikut :

1. Melakukan penyuluhan secara berkala kepada masyarakat mengenai kesadaran dalam memenuhi kewajiban pajak dengan cara mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.

(39)

Persamaan dari penelitian terdahulu yaitu memiliki variabel penelitian yang sama. Sedangkan perbedaan dari penelitian terdahulu adalah mengenai waktu dan lokasi penelitian.

2.11. Kerangka Pikir Teoritis

Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka mengenai intensifikasi pengawasan pembayaran masa pajak ditinjau dari Surat Teguran, Pemeriksaan, dan Surat Tagihan Pajak (STP) terhadap kepatuhan wajib pajak penghasilan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara, untuk memperjelas hubungan antara variable tersebut dapat dilihat dalam kerangka pemikiran teoritis dalam gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1. Kerangka Pikir

(X2) Pemeriksaan

(X3) STP

(Y) Kepatuhan Wajib Pajak (X1)

Surat Teguran

H1

(40)

2.12. Hipotesis

Hipotesis adalah merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan – pertanyaan dalam rumusan masalah. Hipotesis tersebut harus diuji atau dibuktikan kebenarannya lewat pengumpulan dan penganalisaan data penelitian. Sejalan dengan latar belakang masalah, perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dapat diambil suatu hipotesis sebagai berikut :

H1 : Ada pengaruh positif antara Surat Teguran terhadap kepatuhan wajib pajak penghasilan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara.

H2 : Ada pengaruh positif antara Pemeriksaan terhadap kepatuhan wajib pajak penghasilan PPh pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara.

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara.

3.1.2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian yang terdiri dari persiapan, perijinan, sampai dengan penulisan laporan dilaksanakan selama 3 bulan, dimulai pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2009.

3.1.3. Jenis Penelitian

(42)

di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jepara selama periode tahun 2004 – 2008.

3.2. Variabel Penelitian 3.2.1. Surat Teguran (X1)

Merupakan Surat Teguran Masa untuk suatu Masa Pajak karena keterlambatan dalam membayar tanggungan pajaknya, yang dinyatakan dalam satuan.

3.2.2. Pemeriksaan Pajak (X2)

Merupakan serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Pemeriksaan dilakukan pada wajib pajak karena keterlambatan dalam membayar tanggungan pajaknya, yang dinyatakan dalam satuan. 3.2.3. Surat Tagihan Pajak (X3)

(43)

3.2.4. Kepatuhan Kewajiban Perpajakan (Y)

Merupakan tindakan kooperatif dari wajib pajak dengan penuh kesadaran untuk bersedia melapor dan membayarkan kewajiban pajaknya sesuai dengan waktu yang ditentukan.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini data sekunder yang dibutuhkan adalah data yang berhubungan dengan catatan mengenai :

a) Latar belakang perusahaan.

b) Kegiatan operasional perusahaan lainnya.

c) Jumlah Surat Teguran selama periode tahun 2004 – 2008. d) Jumlah Pemeriksaan pajak selama periode tahun 2004 – 2008. e) Jumlah STP selama periode tahun 2004 – 2008.

f) Jumlah wajib pajak yang patuh dalam melapor dan membayarkan pajaknya selama periode tahun 2004 – 2008.

3.4. Metode Pengumpulan Data

(44)

3.5. Metode Pengolahan Data

Dalam penelitian ini metode pengolahan data yang digunakan adalah tabulating. Tabulating yaitu memasukkan data yang telah diklasifikasikan dalam tabel yang telah disediakan.

3.6. Metode Analisis Data 3.6.1. Uji Asumsi Klasik

3.6.1.1. Uji Multikolonieritas

Menurut Imam Ghozali (2006) Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independent. Jika variabel independent saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.

Variabel ortogonal adalah variabel independent yang nilai korelasi antar sesama variabel independent sama dengan nol.

3.6.1.2. Uji Autokorelasi

(45)

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. (Imam Ghozali,2006).

3.6.1.3. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. (Imam Ghozali,2006).

3.6.1.4. Uji Normalitas

(46)

3.6.2. Analisis Regresi

Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independent (variabel penjelas/bebas) dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independent yang diketahui (Gurajati, 2003).

Rumus :

Y = a + b1 x1 + b2 x2 +b3 x3 +e 3.6.3. Uji Hipotesis Parsial (Uji t)

Uji hipotesis parsial (uji t) adalah digunakan untuk menguji masing-masing variabel bebas secara sendiri-sendiri. Pengujian regresi secara parsial selain dengan menggunakan uji t test juga dapat dilakukan menggunakan uji signifikansi yaitu dengan melihat nilai sig 1- tailed dibandingkan dengan besarnya

α-sig (tingkat signifikansi sebesar 0,05) (Singgih Santoso, 2000). 3.6.4. Uji Hipotesis Berganda (Uji F)

Gambar

Tabel 2.1.
Gambar 2.1.

Referensi

Dokumen terkait

Orang tua peserta didik melalukan pertisipasi hanya pada pendanaan saja, itu pun tidak sepenuhnya orang tua mau, karena kita sadari bahwa tingkat ekonomi masyarakat Kauman

Pr ofil Peser t a Didik yang Mem er lukan Per hat ian Khusus dan yang Ber kesulit an Belaj ar di Sekolah Dasar.. Jakar t a: Pusat Kur ikulum Balit bang

Hasil dari penelitian ini adalah besarnya nilai Indeks Kepuasan Masyarakat pada penelitian ini yaitu 77,7275 masuk dalam kategori nilai persepsi 3, nilai interval

Menjabat sebagai Komisaris PT Jaya Beton Indonesia dan PT Jaya Trade Indonesia sejak 2009, merupakan Direktur PT Pembangunan Jaya serta Wakil Direktur Utama PT

Ž. The mean number of drinking bouts per pig per day was 30.9 S.E.M. 1.41, the median bout length was 21 s and the mean daily duration spent at the drinkers was 832 s. The frequency

After the formal acceptance as National Historic City, government officials gave up the original plan to build modern 6-storey buildings, and requested us to work out

Supported by several new & renewal products such as GATSBY Hairstyling Mist, GATSBY Styling Pomade and New Gatsby Styling Wax, hair care products managed to record

DQE reports are circulated to various mission teams as feedback on daily basis. However, it is required to systematically archive the quality information during various phases