• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2 912011019 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T2 912011019 Full text"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

i

Tesis

Diajukan kepada

Program Pascasarjana Magister Manajemen

Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan-persyaratan

untuk Mencapai Gelar Magister Manajemen

Oleh:

Christopher Daniel

912014019

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM menyebabkan gejolak ekonomi di Indonesia contohnya bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan dan industri. Kebijakan fluktuasi harga BBM juga menyebabkan harga saham pada sektor pertambangan dan industri menjadi tidak menentu, dimana investor akan mempertimbangkan fluktuasi harga minyak dunia saat melakukan proses investasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh harga minyak dunia terhadap nilai indeks sektoral pasca kebijakan fluktuasi harga BBM, dimana hal tersebut menyebabkan nilai investasi yang tidak menentu.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa dalam penulisan thesis ini masih terdapat kekurangan dan keterbatasan. Terlepas dari hal tersebut, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Salatiga, Juni 2016

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan thesis ini. Thesis ini berjudul “Pengaruh Harga Minyak Dunia terhadap Nilai Indeks Sektoral di Bursa Efek Indonesia Pasca Kebijakan Fluktuasi Harga BBM”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan thesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Orang tua saya, Bapak Tjong Tje dan Ibu Melinda Tjioe, yang telah mendukung baik moril maupun materil serta dukungan dan doanya dalam penulisan skripsi ini.

2. Prof. Christantius Dwiatmadja, SE., ME., PhD, selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

3. Bapak Hari Sunarto, SE, MBA, PhD, selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

4. Prof. Supramono, SE, MBA, DBA, selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran dan bimbingan yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

(8)

6. Ibu Ira Yuliani, S.Pd., selaku Staf Sekretariat Pasca Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

7. Teman-teman saya, khususnya Vita Agesi Argentina yang selalu mendukung, memberi semangat dan mendoakan saya selama penulisan thesis ini.

Penulis menyadari bahwa thesis ini memiliki keterbatasan dan masih jauh dari sempurna. Namun, penulis berharap kiranya thesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Salatiga, Juni 2016

(9)

ix

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xi

PENDAHULUAN ... 1

KAJIAN LITERATUR ... 4

Konsep Efficient-market Hypothesis ... 4

Hubungan fluktuasi harga minyak dan pasar modal ... 6

Hubungan fluktuasi harga minyak dunia di pasar modal negara berkembang ... 8

Peran dan Kebijakan Migas di Indonesia ... 10

PENGEMBANGAN HIPOTESIS ... 11

METODE PENELITIAN ... 13

Populasi dan Sampel ... 13

Tahapan Pengujian ... 20

HASIL ... 24

Analisis Deskriptif ... 24

Pengujian Asumsi... 26

1. Uji Akar Unit (Unit Root Test) ... 26

2. Hasil Panjang Lag Optimal ... 28

3. Uji Kointegrasi ... 29

4. Uji Granger Causality ... 30

5. Analisis Vector Auto Regression (VAR) ... 32

PEMBAHASAN ... 35

(10)

Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap nilai

indeks di sektor industri dasar ... 37

Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap nilai indeks di sektor aneka industri dan sektor industri barang konsumsi ... 38

PENUTUP ... 40

Simpulan ... 40

Implikasi Teoritis ... 41

Saran ... 42

Referensi ... viii

Lampiran 1: Hasil Uji Akar ... vi

Lampiran 2: Hasil Uji Panjang Lag Optimal ... viii

Lampiran 3: Hasil Uji Kointegrasi ... vi

Lampiran 4: Hasil Uji Granger Causality ... vi

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Rangkaian waktu event study ... 15

Gambar 2: Grafik Histogram pergerakan perubahan harga Minyak WTI antara Oktober 2013 sampai Oktober 2014 ... 16

Gambar 3: Grafik Histogram pergerakan perubahan harga Minyak WTI antara November 2014 sampai November 2015... 17

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Jumlah data yang diolah sebelum dan sesudah kebijakan ... 18

Tabel 2: Peristiwa yang tidak mempunyai kaitan dengan harga minyak dunia dan mempunyai pengaruh langsung pada nilai saham di Bursa Efek Indonesia ... 19

Tabel 3: Deskripsi Data Penelitian ... 25

Tabel 4: Output Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test ... 27

Tabel 5: Panjang Lag Optimal ... 28

Tabel 6: Ranking Kointegrasi dari Variabel Minyak WTI dan Keempat Sektor yang Diteliti ... 29

Tabel 7: Uji Kausalitas Granger untuk Keempat Sektor yang Diteliti ... 30

(12)

1

substansial dalam produk minyak bumi. Hal tersebut diakibatkan kenaikan harga minyak mentah dunia yang cukup signifikan. Pada 17 November 2014, Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga BBM. Premium naik dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500, sedangkan solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 per liter (Nashrillah, 2014). Selanjutnya, pada 1 Januari 2015, Presiden Joko Widodo resmi menghapus subsidi BBM yang telah diterapkan sejak tahun 1980 untuk jenis premium, dan untuk bahan bakar solar ditetapkan subsidi tetap sebesar Rp 1.000. Harga BBM Premium dan Solar akan diumumkan oleh pemerintah setiap awal bulan. Perhitungan harga akan menggunakan rumus yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan mengacu pada harga minyak dunia, kurs Rupiah terhadap Dolar AS, serta faktor inflasi (Gumelar, 2015). Kenaikan harga minyak mentah telah memaksa pemerintah Indonesia untuk menanggung kenaikan biaya kepada konsumen. Harga baru memicu reaksi keras baik dari perusahaan maupun konsumen.

Ketidakpastian harga BBM di Indonesia yang dipengaruhi oleh harga minyak dunia akan berimbas pada bisnis dan perusahaan. Para pengusaha khawatir bahwa kenaikan harga akan berdampak negatif terhadap bisnis mereka dan konsumen pun juga akan terkena imbasnya dengan adanya kenaikan umum harga barang dan jasa. Setelah berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM, pemerintah sudah tidak akan lagi memberikan subsidi BBM terhadap masyarakat Indonesia, dimana harga BBM di Indonesia akan mengikuti pergerakan harga pasar minyak dunia.

(13)

negara pengekspor minyak (Humberto, 2010). Kenaikan harga minyak dipandang sebagai sinyal awal potensi kenaikan kapasitas produksi industri yang kemudian dapat memberi beberapa dampak positif terhadap kinerja pasar saham Indonesia. Kondisi seperti ini masih sangat baru bagi masyarakat negeri ini, berbeda dengan masyarakat luar negeri yang sudah terbiasa dengan fluktuasi harga BBM. Kasus semacam ini juga dapat dikatakan baru bagi bidang akademis, belum ada penelitian yang dilakukan untuk melihat hal tersebut.

Studi yang meneliti hubungan antara harga minyak dan pasar saham masih relatif sedikit. Penelitian yang dilakukan oleh Jones & Kaul (1996) merupakan studi pertama untuk menganalisis pengaruh pergerakan harga minyak di pasar saham. Gjerde & Sættem (1999) dan Papapetrou (2001) memperluas penelitian ke Norwegia dan Yunani.

Lescaroux & Mignon (2008) menemukan kausalitas Granger yang kuat dari harga minyak dengan harga saham, terutama untuk negara-negara pengekspor minyak. Bhar & Nikolova (2010) menemukan kembali bahwa harga minyak dunia memiliki dampak yang signifikan terhadap tingkat pengembalian ekuitas di Rusia. Seshaiah & Behera (2009) menemukan bahwa indeks harga saham India terintegrasi dengan harga minyak mentah.

(14)

sejumlah hipotesis, jika pergerakan harga minyak mencerminkan perubahan dalam permintaan secara agregat, harga minyak berhubungan secara positif dengan harga saham, namun akan berhubungan secara negatif dengan harga saham, apabila pergerakan harga minyak mencerminkan perubahan dalam penawaran.

Berdasarkan pemaparan tersebut, harga minyak mentah, yang merupakan bahan bakar utama kegiatan industri, memainkan peran penting dalam membentuk perkembangan ekonomi, tidak hanya dengan langsung mempengaruhi indikator agregat, tetapi juga dengan mempengaruhi biaya operasional dan pendapatan perusahaan. Ketika pasar saham dalam keadaan efisien, pergerakan harga minyak mentah akan mempengaruhi arus kas dan nilai pasar perusahaan secara negatif, menyebabkan penurunan langsung dalam pengembalian pasar saham secara keseluruhan.

Pertanyaan penelitian yang muncul adalah bagaimana pergerakan harga ini akan mempengaruhi return pasar saham untuk sektor pertambangan dan sektor industri di Bursa Efek Indonesia.. Banyak analis telah memprediksi bahwa berkaitan dengan kondisi ketidakstabilan pergerakan harga minyak dalam beberapa tahun terakhir, pergerakan return pasar saham juga akan terpengaruh. Hal tersebut sesuai apabila dikaitkan dengan yang terjadi di Indonesia mengenai kebijakan harga BBM yang fluktuatif mengikuti harga minyak dunia. Dengan kebijakan yang tergolong baru bagi kegiatan ekonomi Indonesia yang pada sebelumnya harga BBM di dalam negeri disubsidi oleh pemerintah, maka dapat diteliti perbandingan efek sebelum dan sesudah kebijakan harga BBM fluktuatif dilakukan di Indonesia.

(15)

hingga Oktober 2014 ketika harga BBM masih disubsidi pemerintah dan November 2014 sampai November 2015 saat kebijakan fluktuasi harga BBM dilakukan. Selain itu, juga ditujukan untuk melihat dampak dari pergerakan harga minyak di sektor masing-masing industri di Indonesia pasca kebijakan fluktuasi harga BBM. Sektor-sektor tersebut mencakup konsumsi, industri dasar, pertambangan, dan aneka industri.

Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi bagi investor pasar modal dapat menjadikan penelitian ini sebagai sumber informasi bagi pelaku pasar saham dalam mengambil keputusan investasi dan menjadi bahan acuan yang diharapkan memberi gambaran mengenai hubungan kausalitas antara variabel makro yang dalam penelitian ini adalah harga minyak dunia dengan pergerakan harga saham.

KAJIAN LITERATUR

Konsep Efficient-market Hypothesis

Konsep efficient-market hypothesis pertama kali dikemukakan dan dipopulerkan oleh Fama (1970). Dalam konteks ini yang dimaksud dengan pasar adalah pasar modal (capital market) dan pasar uang. Suatu pasar dikatakan efisien apabila tidak seorangpun, baik investor individu maupun investor institusi, akan mampu memperoleh return tidak normal (abnormal return), setelah disesuaikan dengan risiko, dengan menggunakan strategi perdagangan yang ada. Artinya, harga-harga yang terbentuk di pasar merupakan cerminan dari informasi yang ada atau “stock prices reflect all available information”.

(16)

mempelajari konsep pasar efisien, perhatian kita akan diarahkan pada sejauh mana dan seberapa cepat informasi tersebut dapat mempengaruhi pasar yang tercermin dalam perubahan harga sekuritas. Dalam hal ini Haugen (2001) membagi kelompok informasi menjadi tiga, yaitu (1) informasi harga saham masa lalu (information in past stock prices), (2) semua informasi publik (all public information), dan (3) semua informasi yang ada termasuk informasi orang dalam (all available information including inside or private information). Masing-masing kelompok informasi tersebut mencerminkan sejauh mana tingkat efisiensi suatu pasar.

(17)

Berdasarkan hipotesis ini, akan masuk akal untuk perusahaan di mana minyak adalah input atau output, pasar saham akan cepat menyerap informasi baru dari perubahan harga minyak.

Hubungan fluktuasi harga minyak dan pasar modal

(18)

menyebabkan biaya produksi lebih tinggi dan output potensial negara pengimpor menurun. Selama tiga dekade terakhir, para peneliti menyelidiki secara signifikan terjadinya inflasi harga minyak, fluktuasi ekonomi dan produktivitas secara keseluruhan akan berdampak pada perusahaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ketika harga minyak diukur dalam mata uang domestik dampaknya lebih tinggi karena faktor nilai tukar dan variabel ekonomi makro lainnya. Dalam jangka pendek, uji Granger menemukan bahwa perubahan harga minyak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Jepang, Korea Selatan dan Thailand. Harga minyak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap inflasi di semua negara yang dianalisis. Namun, Malaysia menunjukkan hubungan yang kurang signifikan dibandingkan negara-negara Asia lainnya, hal ini disebabkan karena Malaysia merupakan negara pengekspor minyak. International Monetary Fund (2000) menyatakan bahwa perubahan harga minyak dunia akan mempengaruhi kegiatan ekonomi, pendapatan perusahaan, inflasi dan kebijakan moneter yang juga memiliki implikasi untuk harga saham perusahaan dan dengan demikian juga dengan pasar keuangan. Berikut ini akan diberikan pengenalan singkat dengan hipotesis pasar yang efisien dan hubungan antara pergerakan harga minyak dan pasar saham.

(19)

harga minyak akan mempengaruhi ekonomi makro dan akhirnya berimbas pada tingkat return ekuitas. Hal ini dikarenakan, pergerakan harga minyak sangat mempengaruhi output riil dan dengan demikian memiliki efek buruk pada keuntungan perusahaan dimana minyak digunakan sebagai input. Jones (2004) menyatakan: “Ideally, stock values reflect the market's best estimate of the future profitability of firms, so the effect of oil price shocks on the stock market is a meaningful and useful measure of their economic impact. Since asset prices are the present discounted value of the future net earnings of firms, both the current and expected future impacts of an oil price shock should be absorbed fairly quickly into stock prices and returns without having to wait for those impacts to actually occur”.

Seperti barang dan jasa, teori permintaan dan penawaran juga berlaku untuk harga minyak dunia. Jika terjadi surplus permintaan untuk minyak akan menyebabkan harga minyak menjadi lebih tinggi. Dengan demikian akan muncul dua skenario, konsumen pertama berusaha untuk menemukan energi alternatif yang lebih murah, dan skenario kedua, biaya perusahaan non-minyak akan meningkat dan ini meningkatkan resiko dan ketidakpastian yang akan berpengaruh negatif terhadap harga saham dan mengurangi modal dan investasi perusahaan.

Hubungan fluktuasi harga minyak dunia di pasar modal negara

berkembang

(20)

hemat energi dan mereka memiliki konsumsi rendah untuk produk minyak. Di sisi lain, negara-negara berkembang cenderung menggunakan lebih banyak minyak dan lebih banyak produk minyak untuk mendukung industri mereka. Maka dari itulah alasan pasar saham mereka menjadi sasaran risiko harga minyak yang tinggi. Untuk tujuan penilaian, mereka mengembangkan sebuah model regresi berganda. Data yang dikumpulkan didapat dari 2 sumber berbeda yaitu Morgan Stanley World Index untuk data yang terkait dengan return saham dan untuk data return minyak berjangka didapat dari West Texas Intermediate (WTI). Semua data diambil setiap hari dan telah dikumpulkan di 21 negara berkembang. Temuan penelitian jelas menyebutkan adanya hubungan positif dari dampak risiko harga minyak pada tingkat return pasar saham di negara berkembang. Nandha & Hammoudeh (2006) mempelajari hubungan risiko beta dengan return dari pasar saham dengan harga minyak dunia di 15 negara Asia Pasifik. Dasar pemikiran di balik studi ini adalah permintaan minyak di negara-negara tersebut meningkat secara signifikan dan telah dilaporkan bahwa peningkatan permintaan minyak dari kawasan Asia Pasifik lebih besar daripada peningkatan permintaan dunia pada tahun 2004 dan beberapa dari 15 negara Asia tersebut adalah pemain terbaik di pasar saham di tahun 1990-an.

(21)

proxy. Harga minyak diambil sebagai variabel independen sedangkan return saham digunakan sebagai variabel dependen. Studi ini menyimpulkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara harga minyak dan tingkat pengembalian saham. Mereka berpendapat bahwa harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) lebih mempunyai pengaruh terhadap return di bursa saham daripada fluktuasi harga minyak.

Peran dan Kebijakan Migas di Indonesia

Di Indonesia, energi minyak dan gas masih menjadi andalan utama perekonomian Indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun pemasok kebutuhan energi dalam negeri. Pembangunan prasarana dan industri yang sedang giat-giatnya dilakukan di Indonesia, membuat pertumbuhan konsumsi energi rata-rata mencapai 7% dalam 10 tahun terakhir. Sementara itu, konsumsi minyak bumi (BBM) di dalam negeri sudah melebihi kapasitas produksi. Dalam beberapa tahun belakangan ini penyediaan BBM dalam negeri tidak dapat seluruhnya dipenuhi oleh kilang minyak domestik, hampir 20%-30% kebutuhan minyak bumi dalam negeri sudah harus diimpor dari luar negeri (Biro Riset LM FE UI, 2010). Kebutuhan impor minyak bumi ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat dan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri yang diharapkan semakin membaik ditahun-tahun mendatang.

(22)

kinerja industri khususnya pada profit perusahaan menjadi lebih rentan terhadap kenaikan harga minyak dunia.

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Sebuah studi oleh Nandha & Faff (2008) menganalisis 35 indeks industri global untuk periode antara tahun 1983 sampai 2005. Temuan mereka menunjukkan bahwa harga minyak memiliki dampak negatif pada pengembalian ekuitas untuk semua industri kecuali pertambangan, serta industri minyak dan gas. Faff dan Brailsford (1999) mendapatkan dampak negatif yang sama dari pergerakan harga minyak pada industri seperti kertas dan pengemasan, bank dan transportasi. Dibalik itu, sektor keuangan mempunyai kinerja yang lebih stabil dan kurang terpengaruh dengan fluktuasi harga minyak yang tinggi.

(23)

menggunakan minyak sebagai output produksi, pergerakan terhadap harga minyak mentah dunia akan berimbas pada meningkatnya kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dan kemampuan dalam memberikan dividen. Peningkatan kemampuan menghasilkan laba dan membagikan dividen akan membuat minat investor menjadi tinggi, dan akan cenderung untuk membeli saham sehingga harga saham menjadi naik. Kenaikan harga saham akan meningkatkan return yang diperoleh oleh investor. Maka dari itu dirumuskan hipotesis pertama yaitu:

Hipotesis 1: Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh

positif terhadap nilai indeks di sektor

pertambangan di Bursa Efek Indonesia.

(24)

Konsumsi. Maka dari itu dirumuskan hipotesis sebagai berikut, pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap nilai indeks di golongan sektor industri di Bursa Efek Indonesia. Untuk memaparkan lebih jelas dampak pergerakan harga minyak dunia terhadap nilai indeks per sektor yang termasuk golongan industri, dirumuskan 3 sub-hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 2a: Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh

negatif terhadap nilai indeks di sektor Industri

Dasar di Bursa Efek Indonesia.

Hipotesis 2b: Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh

negatif terhadap nilai indeks di sektor Aneka

Industri di Bursa Efek Indonesia.

Hipotesis 2c: Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh

negatif terhadap nilai indeks di sektor Industri

Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel

(25)

Untuk untuk menghindari adanya confounding effect atau tercampurnya informasi dari suatu peristiwa dengan peristiwa lain, penelitian ini menggunakan metode event study dengan menghapus beberapa data saat peristiwa yang tidak mempunyai kaitan dengan harga minyak dunia terjadi dan mempunyai pengaruh langsung pada nilai saham di Bursa Efek Indonesia.

Menurut MacKmlay (1997), event study merupakan salah satu metodologi penelitian yang menggunakan data-data pasar keuangan untuk mengukur dampak dari suatu kejadian yang spesifik terhadap nilai perusahaan, biasanya tercermin dari harga saham dan volume transaksinya.

Penerapan event study banyak digunakan dalam penelitian di bidang keuangan dengan variasi kejadian yang sangat luas, seperti merger & akuisisi, pengumuman earnings, pengumuman variabel ekonomi makro seperti defisit perdagangan dan lain-lain.

Untuk melakukan event study, hampir seluruh literatur yang ada menyebutkan kesamaan langkah-langkah yang harus ditempuh, menurut MacKinlay (1997) terdiri dari beberapa tahap, yaitu mendefinisikan kejadian yang diamati, yaitu berupa informasi baru yang tersedia di pasar. Mengidentifikasi kumpulan perusahaan yang mengalami kejadian tersebut dan mengidentifikasi tanggal kejadian (event dates); dengan perkataan lain pada tahap ini melakukan kriteria seleksi untuk memasukkan suatu pemisahan apakah termasuk di dalam sampel penelitian. Memilih sebuah event window yang cocok dan justifikasi jaraknya, apabila melebihi dua hari.

(26)

pada Gambar 1. Tahap selanjutnya adalah mengeliminasi atau menyesuaikan perusahaan-perusahaan yang mengalami kejadian lain yang relevan selama event window.

Gambar 1: Rangkaian waktu event study

(27)

Gambar 2: Grafik Histogram pergerakan perubahan harga Minyak WTI antara Oktober 2013 sampai

(28)

Gambar 3: Grafik Histogram pergerakan perubahan harga Minyak WTI antara November 2014

sampai November 2015

Distribusi normal adalah salah satu distribusi teoretis dari variabel random kontinu, merupakan distribusi yang simetris dan berbentuk genta atau lonceng. Pada bentuk tersebut ditunjukkan hubungan ordinat pada rata-rata dengan berbagai ordinat pada berbagai jarak simpangan baku yang diukur dari rata-rata.

Beberapa bagian luas dibawah kurva untuk distribusi normal umum dengan rata-rata �dan simpangan baku �tertentu, dapat ditentukan. Dapat dilihat kedua histogram yang ditunjukan gambar 3 dan 4 memiliki distribusi normal maka dapat diterjemahkan sebagai berikut:

1) kira-kira 68,27% dari kasus ada dalam daerah satu simpangan baku sekitar rata-rata, yaitu antara �–�dan �+�;

(29)

3) kira-kira 99,73% dari kasus ada dalam daerah satu simpangan baku sekitar rata-rata, yaitu antara �–3�dan �+3�.

Selanjutnya, data yang berada di luar batasan gejolak yaitu �–� dan

�+�, dapat digunakan dalam penelitian ini. Pengolahan data dikelompokan dari dua kali standar deviasi hingga tiga kali standar deviasi, guna membandingkan besarnya pengaruh perubahan fluktuasi harga minyak WTI juga memberikan pengaruh yang besar terhadap nilai indeks masing-masing sektor.

Tabel 1: Jumlah data yang diolah sebelum dan sesudah kebijakan

Jumlah data yang diolah sebelum kebijakan setelah kebijakan

�–2�dan

(30)

peristiwa isu reshuflle kabinet, rencana buyback saham dengan mengeleminasi 2 hari, dan rencana The Federal Reverse akan menaikkan suku bunga acuan yang mempunyai dampak langsung pada nilai saham di Bursa Efek Indonesia.

Masing-masing data dari 110 data sebelum berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM mengikuti harga pasar terdiri dari 22 data untuk harga minyak WTI, 22 Pertambangan, 22 Industri Dasar, Aneka Industri, dan 22 Industri Barang Konsumsi. Selanjutnya untuk 185 data pasca berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM mengikuti harga pasar masing-masing terdiri dari 37 data harga minyak WTI, 37 data Pertambangan, 37 data Industri Dasar, 37 data Aneka Industri, dan 37 data untuk Industri Barang Konsumsi. Berikut adalah data peristiwa yang tidak mempunyai kaitan dengan harga minyak dunia dan mempunyai pengaruh langsung pada nilai saham di Bursa Efek Indonesia.

Tabel 2: Peristiwa yang tidak mempunyai kaitan dengan harga minyak dunia

dan mempunyai pengaruh langsung pada nilai saham di Bursa Efek Indonesia

Waktu Peristiwa Januari 2014 Banjir Jakarta

10 Juli 2014 Pemilu Presiden

11 September 2014

Kebijakan The Federal Reverse melanjutkan program pengurangan stimulus (tappering off) dan rencana menaikkan suku bunga

acuan (Fed Rate). 12 Agustus 2015 Isu reshuflle kabinet 25 Agusuts 2015 Rencana buyback saham

29 Oktober 2015 The Federal Reverse akan menaikkan suku bunga acuan

(31)

Selanjutnya, pengolahan data pada penelitian ini dibantu oleh software EViews 8.

Tahapan Pengujian

1. Data saham yang didapat merupakan indeks penutupan harian sektoral, untuk mendapatkan perubahan nilai indeks harian diperlukan pengolahan terlebih dahulu melalui versi sederhana dari rumus lognatural. Hal yang sama pun diterapkan pada data variabel independent yaitu harga minyak mentah harian, guna memperoleh nilai dari perubahan harga minyak harian dilakukan perhitungan melalui rumus yang serupa dengan perhitungan return saham.

2. Setelah mendapatkan perubahan nilai indeks harian dan perubahan nilai harga minyak harian dilakukan uji akar unit untuk menguji adanya anggapan bahwa sebuah data time series stasioner. Stasioneritas merupakan salah satu prasyarat penting dalam model ekonometrika untuk data time series. Apabila setelah dilakukan pengujian akar unit, data yang tersedia memiliki sifat tidak stasioner maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi. Uji ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat integrasi berapa derajat data yang diamati stationer.

3. Pengujian berikutnya adalah uji kointegrasi berguna untuk menyelidiki adanya hubungan antar variabel time series yang stabil dalam jangka panjang.

(32)

5. Apabila data yang tersedia lolos dari 3 uji asumsi diatas, dilakukan analisis Vector Auto Regression (VAR) untuk menganalisis dampak dinamis dari faktor gangguan yang terdapat dalam sistem variabel tersebut.

Pengukuran Variabel

Variabel dependent yang dianalisis dalam penelitian ini adalah Perubahan nilai indeks sektoral harian, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

ISit = ��− ��−1

��−1 ... (1)

dimana:

ISit : Perubahan nilai indekssaham sektor i pada hari ke t Pit : Penutupan indekssektor i pada hari ke t

Pit-1 : Penutupan indekssektor i pada hari ke t-1

Variabel independent di penelitian ini adalah harga minyak dunia harian yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

POILt =����−����−1

����−1 ... (2)

dimana:

POILt : Perubahan harga minyak dunia pada hari ke t WTIt : Harga minyak dunia pada hari ke t

WTIt-1 : Harga minyak dunia pada hari ke t-1

(33)

R�� = � + � ���−1+ ��... (3)

dimana:

Rit : Perubahan nilai indekssaham sektor i pada hari ke t POILt-1 : Perubahan harga minyak dunia pada hari ke t-1

Uji akar unit (Unit Root Test)

Uji akar unit digunakan untuk menguji adanya anggapan bahwa sebuah data time series stasioner. Uji yang biasa digunakan adalah uji Dickey–Fuller. Uji lain yang serupa yaitu Uji Phillips–Perron. Keduanya mengindikasikan keberadaan akar unit sebagai hipotesis nol. Perlu diketahui bahwa data yang dikatakan stasioner adalah data yang bersifat flat, tidak mengandung komponen trend, dengan keragaman yang konstan, serta tidak terdapat fluktuasi periodik. Hipotesis yang digunakan pada pengujian augmented dickey fuller adalah:

H0 : ρ = 0 (Terdapat unit roots, data tidak stasioner)

H1 : ρ ≠ 0 (Tidak terdapat unit roots, data stasioner)

Kesimpulan hasil root test diperoleh dengan membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel pada tabel Dickey-Fuller.

Uji Kointegrasi

(34)

Dalam konsep kointegrasi, dua atau lebih variabel runtun waktu stasioner akan terkointegrasi bila kombinasinya juga linier sejalan dengan berjalannya waktu, meskipun bisa terjadi masing-masing variabelnya bersifat tidak stasioner. Bila variabel runtun waktu tersebut terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Uji kointegrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kointegrasi yang dikembangkan oleh Johansen. Uji Johansen menggunakan analisis trace statistic dan nilai kritis pada tingkat kepercayaan α= 5 %. Hipotesis nolnya apabila nilai trace statistic lebih besar dari nilai kritis pada tingkat kepercayaan α= 5 % atau nilai probabilitas lebih kecil dari α= 5 % maka terindikasi kointegrasi.

Uji Granger Causality

Tujuan dari uji kausalitas menggunakan Granger Causality adalah mendeteksi ada tidaknya hubungan sebab akibat (causalities) antara variabelnya yang dapat dijelaskan oleh nilai-nilai masa lalu. Variabel independentdikatakan “granger-causes” variabel dependent, apabila variabel independent membantu memprediksi variabel dependent. Maka dari itu rumusan hipotesis dari Granger Causality adalah :

H0 : Variabel dependent tidak memiliki Granger cause terhadap variabel independent

H1 : Variabel dependent memiliki Granger cause terhadap variabel independent

Analisis Vector Auto Regression (VAR)

(35)

dalam sistem variabel tersebut. Pada dasarnya Analisis VAR bisa dipadankan dengan suatu model persamaan simultan, oleh karena dalam Analisis VAR kita mempertimbangkan beberapa variabel endogen secara bersama-sama dalam suatu model. Perbedaannya dengan model persamaan simultan biasa adalah bahwa dalam Analisis VAR masing-masing variabel selain diterangkan oleh nilainya di masa lampau, juga dipengaruhi oleh nilai masa lalu dari semua variabel endogen lainnya dalam model yang diamati. Analisis VAR juga merupakan alat analisis yang sangat berguna, baik di dalam memahami adanya hubungan timbal balik (interrelationship) antara variabel-variabel ekonomi, maupun di dalam pembentukan model ekonomi berstruktur. Di samping itu, dalam analisis VAR biasanya tidak ada variabel eksogen dalam model tersebut. Salah satu karakteristik dari proses VAR adalah stabilitasnya. Artinya bahwa prosesnya menghasilkan deret waktu yang stasioner dengan rata-rata yang tidak berubah pada fungsi waktu.

HASIL

Analisis Deskriptif

(36)

25

Min Max Mean Std. Deviasi

Sebelum Kebijakan

harga minyak WTI -5.81% 2.84% -0.08% 0.99

harga saham

MING -3.39% 2.77% 0.00% 0.11

BIND -5.55% 4.20% 0.05% 0.13

MISC -5.53% 5.76% 0.04% 0.15

CONS -3.09% 2.66% 0.05% 0.10

Sesudah Kebijakan

harga minyak WTI -10.53% 10.31% -0.21% 0.99

harga saham

MING -3.58% 3.48% -0.19% 0.11

BIND -7.68% 6.83% -0.09% 0.17

MISC -7.24% 8.90% -0.04% 0.19

CONS -3.79% 5.44% 0.00% 0.13

Sumber: Data Diolah (2016)

keterangan:

MING : Mining Index (sektor Pertambangan)

BIND : Basic Industry and Chemicals Index (sektor Industri Dasar)

MISC : Miscellaneous Index (sektor Aneka Industri)

(37)

26

2.84% dan penurunan terekstrem sebanyak 5.81%. Sedangkan untuk rata-rata data perubahan harga minyak WTI setelah berlakunya kebijakan Fluktuasi Harga BBM mengalami depresiasi sebesar 0.21% dengan nilai kenaikan terbesar 10.31% dan penurunan 10.53%.

Pada sektor pertambangan, data perubahan harga saham sebelum berlakunya kebijakan Fluktuasi Harga BBM memiliki rata-rata kenaikan sebesar 0.003%. Sebaliknya, data perubahan harga saham pada sektor pertambangan setelah berlakunya kebijakan Fluktuasi Harga BBM mengalami penurunan rata-rata sebesar 0.19%.

Selanjutnya, pada data perubahan harga saham pada ketiga sektor industri yang diteliti sebelum berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM mengalami kenaikan dengan nilai mean masing-masing sebesar 0.05%, 0.04% dan 0.05%. Akan tetapi, rata-rata data perubahan harga saham pada sektor industri dasar dan sektor aneka industri setelah berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM masing-masing mengalami penurunan sebesar 0.09% dan 0.04%. Sedangkan, untuk sektor industri barang konsumsi mengalami kenaikan 0.004%.

Pengujian Asumsi

1. Uji Akar Unit (Unit Root Test)

(38)

Tabel 4: Output Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test

Panel A: sebelum Kebijakan

Nilai t-statistic dan critical

values

Variabel

MING BIND MISC CONS

Augmented Dickey-Fuller

t-Statistic -15.513 -15.499 -16.896 -19.668

Critical values 5% -2.871

Panel B: pasca Kebijakan

Nilai t-statistic dan critical

values

Variabel

MING BIND MISC CONS

Augmented Dickey-Fuller

t-Statistic -13.519 -11.956 -13.842 -16.726

Critical values 5% -2.872

Sumber: Data Diolah (2016)

keterangan:

MING : Mining Index (sektor Pertambangan)

BIND : Basic Industry and Chemicals Index (sektor Industri Dasar)

MISC : Miscellaneous Index (sektor Aneka Industri)

CONS : Consumer Goods Index (sektor Industri Barang Konsumsi)

(39)

2. Hasil Panjang Lag Optimal

Pendekatan VAR sangat sensitif terhadap jumlah lag data yang digunakan, maka perlu ditentukan jumlah lag yang optimal. Penentuan panjang lag dimanfaatkan untuk mengetahui lamanya periode keterpengaruhan suatu variabel terhadap variabel masa lalunya maupun terhadap variabel endogen lainnya.

Pemilihan kriteria menggunakan Schwarz Information Criterion (SIC) mengikuti Reimers (1992) menemukan bahwa SIC berjalan baik dalam pemilihan panjang lag yang optimal. Setelah melakukan trial error terhadap panjang lag, berdasarkan tabel panjang lag optimal dapat dilihat dari Schwarz Information Criterion (SIC) lag yang optimal untuk kedua kelompok data adalah lagpertama. Hal ini berarti estimasi dengan panjang lag sebesar 1 hari akan menghindarkan dari risiko terjadi kesalahan spesifikasi model akibat lag terlalu pendek atau pengurangan derajat kebebasan akibat lag terlalu panjang.

Tabel 5: Panjang Lag Optimal

Lag sebelum Kebijakan

pasca Kebijakan

0 -28.040 -27.411

1 -27.712* -26.988*

2 -27.327 -26.435

3 -26.906 -25.900

4 -26.471 -25.342

5 -26.051 -24.812

6 -25.661 -24.303

7 -25.273 -23.768

(40)

Sumber: Data Diolah (2016)

(*) menunjukan panjang lag optimal dan signifikan

apabila nilai probability < 0.05

3. Uji Kointegrasi

Berdasarkan panjang lag diatas, peneliti melakukan uji kointegrasi untuk mengetahui apakah akan terjadi keseimbangan dalam jangka panjang, yaitu terdapat kesamaan pergerakan dan stabilitas hubungan diantara variabel-variabel di dalam penelitian ini atau tidak. Dalam penelitian ini, uji kointegrasi dilakukan dengan menggunakan metode Johansen’s Cointegration Test. Berikut ini disajikan tabel hasil uji kointegrasi untuk setiap sektor dengan metode Johansen’s Cointegration Test.

Tabel 6: Ranking Kointegrasi dari Variabel Minyak WTI dan Keempat Sektor yang Diteliti

Variabel Sebelum kebijakan Pasca kebijakan

Prob Prob

MING 0.0001 0.0001

BIND 0.0001 0.0001

MISC 0.0001 0.0001

CONS 0.0001 0.0001

Sumber: Data Diolah (2016)

keterangan:

MING : Mining Index (sektor Pertambangan)

BIND : Basic Industry and Chemicals Index (sektor Industri Dasar)

MISC : Miscellaneous Index (sektor Aneka Industri)

CONS : Consumer Goods Index (sektor Industri Barang Konsumsi)

(*) signifikan apabila nilai probability < 0.05

(41)

signifikansi 5%. Hal ini berarti menerima hipotesis nol yang menyatakan bahwa ada kointegrasi. Berdasarkan analisis ekonometrik di atas dapat dilihat bahwa semua variabel dalam penelitian ini menunjukkan kointegrasi pada tingkat signifikansi 5%. Dengan demikian, dari hasil uji kointegrasi mengindikasikan bahwa di antara nilai indeks di sektor industri dasar, aneka industri, industri barang konsumsi dan pertambangan dengan perubahan harga minyak dunia memiliki hubungan stabilitas atau keseimbangan dan kesamaan pergerakan dalam jangka panjang. Dengan kata lain, dalam setiap periode jangka pendek, seluruh variabel cenderung saling menyesuaikan, untuk mencapai ekuilibrium jangka panjangnya.

4. Uji Granger Causality

Hasil Uji Granger Causality untuk menguji arah dan hubungan kausalitas antara perubahan harga minyak WTI dan keempat sektor yang diteliti disajikan dalam tabel 5 berikut:

Tabel 7: Uji Kausalitas Granger untuk Keempat Sektor yang Diteliti

Null Hypothesis: Sebelum

Kebijakan

Pasca Kebijakan

POIL→ MING 0.048* 0.028*

MING → POIL 0.381 0.213

POIL→ BIND 0.758 0.617

BIND → POIL 0.789 0.108

POIL→ MISC 0.037* 0.038*

MISC → POIL 0.084 0.256

POIL→ CONS 0.033* 0.049*

CONS → POIL 0.753 0.961

(42)

keterangan:

POIL : harga minyak WTI

MING : Mining Index (sektor Pertambangan)

MISC : Miscellaneous Index (sektor Aneka Industri)

CONS : Consumer Goods Index (sektor Industri Barang Konsumsi)

(*) signifikan apabila nilai probability < 0.05

Perubahan harga Minyak WTI secara statistik signifikan mempengaruhi nilai indeks sektor pertambangan (MING) karena mempunyai nilai probabilty 0.048 dan 0.028. Namun, nilai indeks sektor pertambangan secara statistik tidak signifikan memengaruhi perubahan harga Minyak WTI yang dibuktikan dengan nilai probabilty lebih besar dari 0.05 yaitu 0.381 dan 0.21. Dengan demikian, disimpulkan bahwa terjadi kausalitas searah sebelum dan sesudah kebijakan fluktuasi harga BBM antara nilai indeks sektor pertambangan dan perubahan harga Minyak WTI yaitu hanya perubahan harga Minyak WTI yang secara statistik signifikan memengaruhi nilai indeks sektor pertambangan namun tidak berlaku sebaliknya.

Fluktuasi harga Minyak WTI secara statistik tidak signifikan mempengaruhi nilai indeks sektor industri dasar (BIND) dan begitu pula sebaliknya nilai indeks sektor industri dasar secara statistik tidak signifikan memengaruhi perubahan harga Minyak WTI baik sebelum dan sesudah kebijakan fluktuasi harga BBM diberlakukan yang dibuktikan dengan nilai probabilty masing-masing lebih besar dari 0.05 yaitu 0.758 dan 0.789 sehingga disimpulkan bahwa tidak terjadi kausalitas apapun untuk nilai indeks sektor industri dasar dan perubahan harga Minyak WTI. Oleh karena itu, hipotesis pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap nilai indeks di sektor industri dasar di Bursa Efek Indonesia ditolak.

(43)

(MISC) karena mempunyai nilai probabilty 0.037 dan 0.038. Namun, nilai indeks sektor aneka industri secara statistik tidak signifikan memengaruhi perubahan harga Minyak WTI yang dibuktikan dengan nilai probabilty lebih besar dari 0.05 yaitu 0.084 dan 0.256. Dengan demikian, disimpulkan bahwa terjadi kausalitas searah sebelum dan sesudah kebijakan fluktuasi harga BBM antara nilai indeks sektor aneka industri dan perubahan harga Minyak WTI yaitu hanya perubahan harga Minyak WTI yang secara statistik signifikan memengaruhi nilai indeks sektor aneka industri namun tidak berlaku sebaliknya.

Fluktuasi harga Minyak WTI secara statistik signifikan mempengaruhi nilai indeks sektor industri barang konsumsi (CONS) karena mempunyai nilai probabilty 0.033 ketika kebijakan fluktuasi harga BBM belum diberlakukan dan 0.049 ketika kebijakan telah diberlakukan. Namun, nilai indeks sektor industri barang konsumsi secara statistik tidak signifikan memengaruhi perubahan harga Minyak WTI yang dibuktikan dengan nilai probabilty lebih besar dari 0.05 masing-masing 0.753 dan 0.961. Dengan demikian, disimpulkan bahwa terjadi kausalitas searah antara nilai indeks sektor industri barang konsumsi dan perubahan harga Minyak WTI yaitu hanya perubahan harga Minyak WTI yang secara statistik signifikan memengaruhi nilai indeks sektor industri barang konsumsi dan tidak berlaku sebaliknya.

5. Analisis Vector Auto Regression (VAR)

(44)

33

Sektor POILt-1 ISt-1POILt-1 ISt-1

Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien Koefisien

(t-statistics ) (t-statistics ) (t-statistics ) (t-statistics ) (t-statistics ) (t-statistics )

MING Sebelum -0.000 0.061 0.072 0.011 0.668 0.668

(-1.577) ( 3.060)** (1.236) (0.547) (2.165)* (2.058)*

Pasca -0.177 1.068 0.006 0.009 0.317 2.496

(-2.567)* ( 3.468)** (0.098) (0.234) (2.640)** (0.652)

MISC Sebelum 0.000 -0.013 0.000 0.021 -0.395 0.871

(0.457) (-2.388)* (1.007) (0.880) (-2.101)* (0.536)

Pasca 0.000 -1.000 1.004 0.007 -0.266 1.280

(0.129) (-2.009)* ( 2.058)* (0.162) (-0.522) (0.418)

CONS Sebelum 0.000 -0.003 0.150 0.021 -0.340 0.311

(2.123)* (-2.142)* (2.564)* (0.019) (-2.382)* (2.270)*

Pasca 0.000 -1.001 1.184 0.008 -0.362 1.069

(0.963) ( -2.067)* (2.574)* (1.148) (-2.117)* (2.208)*

(45)

34

MING : Mining Index (sektor Pertambangan)

MISC : Miscellaneous Index (sektor Aneka Industri)

CONS : Consumer Goods Index (sektor Industri Barang Konsumsi)

(*) wilayah tolak H0 pada tingkat signifikansi 5%: nilai t-statistics > 1.968 atau < -1.968

(**) wilayah tolak H0pada tingkat signifikansi 1%: nilai t-statistics > 2.576 atau < -2.576

Model Persamaan Vector Auto Regression adalah seperti berikut (hanya memasukan variabel yang signifikan):

R�� = + � ���−1+ ���−1... (4)

keterangan:

Rit : Perubahan nilai indekssaham sektor i pada hari ke t

: konstanta

POILt-1 : harga minyak WTI pada lag sehari sebelumnya

ISt-1 : Indeks Sektor padalag sehari sebelumnya

Dari hasil estimasi model VAR dapat disimpulkan bahwa nilai indeks sektor pertambangan dalam periode berjalan (MING) sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak WTI pada periode sebelumnya (POILt-1) dilihat dari nilai t-statistiknya 3.060, 2.165, 2.058, -2.567, 3.468, dan 2.640 berada di wilayah penerimaan hipotesis pergerakan harga minyak dunia berpengaruh positif terhadap nilai indeks di sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia. Perubahan harga minyak WTI pada periode sebelumnya memberikan pengaruh positif dan secara statistik signifikan. Maka dari itu, hipotesis pergerakan harga minyak dunia berpengaruh positif terhadap nilai indeks di sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia dapat diterima.

(46)

sebelumnya (POILt-1) yang ditunjukkan oleh nilai statistiknya kurang dari -1.968. Selanjutnya dari tabel diatas dapat dilihat dengan menggunakan pengolahan data standar tiga kali deviasi menunjukkan bahwa untuk nilai indeks sektor aneka industri sebelum kebijakan fluktuasi harga BBM secara signifikan hanya dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak WTI pada periode sebelumnya (POILt-1) yang ditunjukkan oleh nilai statistiknya kurang dari -1.968. Maka dari itu, hipotesis pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap nilai indeks di sektor aneka industri di Bursa Efek Indonesia dapat diterima.

Pada sektor terakhir, nilai indeks sektor industri barang konsumsi hampir dipengaruhi oleh semua variabel, kecuali faktor-faktor lain yang ada (a) pada pengolahan menggunakan standar tiga kali deviasi dan dua kali deviasi pasca kebijakan fluktuasi harga BBM yang ditunjukkan oleh nilai statistiknya > 1.968 atau < -1.968. Maka dari itu, hipotesis pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap nilai indeks di sektor aneka industri di Bursa Efek Indonesia dapat diterima.

PEMBAHASAN

Output pada VAR Model Substituted Coefficients meringkaskan kompilasi permodelan secara keseluruhan baik variabel yang signifikan maupun yang tidak signifikan. Pada bagian ini akan dikupas intepretasi dari permodelan VAR dan juga termasuk hasil pengujian hipotesis untuk masing-masing sektor yang diteliti.

Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh positif terhadap

nilai indeks di sektor pertambangan

(47)

WTI mengalami kenaikan maka nilai indeks sektor pertambangan akan ikut mengalami kenaikan.

Saat penelitian ini ditulis, pasar masih beradaptasi menghadapi tren penurunan harga minyak dunia yang diikuti keputusan pemerintah memakai skema subsidi tetap untuk bahan bakar minyak (BBM). Skema subsidi tetap memang akan mengurangi beban APBN. Namun di sisi lain, skema ini membuat perusahaan sulit membuat rencana kerja karena harus menyesuaikan pergerakan harga minyak dunia. Dari pasar saham, emiten yang bergerak di sektor pertambangan harus mewaspadai tren penurunan harga minyak dunia yang terjadi karena konsumen berpotensi mengalihkan kebutuhan energi ke minyak mentah seiring dengan harga yang kian rendah. Imbasnya, tren penurunan harga minyak dunia akan membawa dampak positif bagi beberapa sektor seperti konsumer, ritel, dan transportasi.

Namun sejatinya, perusahaan yang menggunakan minyak sebagai output produksi, pergerakan terhadap harga minyak mentah dunia akan berimbas pada meningkatnya kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dan kemampuan dalam memberikan dividen. Peningkatan kemampuan menghasilkan laba dan membagikan dividen akan membuat minat investor menjadi tinggi, dan akan cenderung untuk membeli saham sehingga harga saham menjadi naik. Kenaikan harga saham akan meningkatkan return yang diperoleh oleh investor.

(48)

yang menyatakan bahwa terdapat 35 indeks industri global untuk periode antara tahun 1983 sampai 2005. Temuan mereka menunjukkan bahwa harga minyak memiliki dampak negatif pada pengembalian ekuitas untuk semua industri kecuali pertambangan, serta industri minyak dan gas.

Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap

nilai indeks di sektor industri dasar

Pergerakan nilai indeks sektor industri dasar tidak dipengaruhi oleh dinamika perubahan harga minyak WTI, hal ini dapat dibuktikan dalam uji Granger yang menyimpulkan tidak terjadi kausalitas apapun untuk nilai indeks sektor industri dasar dan perubahan harga Minyak WTI. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Agusman & Deriantino (2008) dimana kinerja industri khususnya pada profit perusahaan menjadi lebih rentan terhadap kenaikan harga minyak dunia.

(49)

Pergerakan harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap

nilai indeks di sektor aneka industri dan sektor industri barang

konsumsi

Diantara sektor aneka industri dan minyak WTI, harga minyak WTI dan variabel sektor aneka industri memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan nilai indeks sektor aneka industri pada lag satu hari sebelumnya. Selanjutnya, untuk pola nilai indeks sektor aneka industri dengan perubahan harga minyak WTI adalah negatif dan dengan dirinya sendiri adalah positif. Diantara hubungan antara variabel sektor industri barang konsumsi dan minyak WTI, harga minyak WTI pada lag sehari sebelumnya memberikan pengaruh yang signifikan. Pada variabel sektor industri barang konsumsi dipengaruhi oleh dinamika pergerakan dirinya sendiri pada lag satu hari sebelumnya. Pola hubungan nilai indeks sektor industri barang konsumsi dengan perubahan harga minyak WTI adalah negatif dan pola hubungan nilai indeks sektor industri barang konsumsi dirinya sendiri adalah positif.

(50)

Di lain sisi, saat terjadi penurunan harga minyak dunia akan menunjukkan kondisi negatif pasar komoditas secara keseluruhan. Namun, kondisi tersebut juga dapat dilihat dari sisi positif. Menurut Manurung (2015), setiap penurunan harga sebesar US$10 per barel akan mengurangi biaya antara US$36 juta-US$40 juta dari total biaya operasi perseroan, maka dari itu perseroan bisa menekan biaya operasionalnya.

Selanjutnya, Antarikso (2015) berpendapat jika ongkos distribusi berkontribusi sekitar 4,5% terhadap biaya operasional perseroan, sehingga penurunan harga minyak dapat memberikan dampak positif. Tren pelemahan harga minyak dunia telah memicu penurunan harga BBM yang menjadi unsur penting dalam proses distribusi. Jika harga BBM tetap rendah, hal ini akan menguntungkan emiten yang bergerak di sektor industri barang konsumsi. Selain itu, penurunan harga minyak mentah dunia juga akan memberikan dampak di biaya produksi. Hal ini mengingat beberapa perusahaan di sektor industri barang konsumsi juga menggunakan minyak mentah sebagai bahan baku.

Hasil penelitian ini, sesuai dengan pendapat Ciner (2001) dan Park dan Ratti (2008) yang menyatakan bahwa ketidakstabilan harga minyak memiliki dampak signifikan secara statistik pada pasar saham, terutama bagi perusahaan yang termasuk golongan industri. Penelitian ini juga mendukung pendapat Mohanty, Nandha, & Bota (2010) dimana harga minyak memiliki dampak negatif pada pengembalian ekuitas untuk semua industri kecuali pertambangan, serta industri minyak dan gas.

(51)

minyak bersama dengan modal, tenaga kerja dan bahan baku merupakan komponen paling penting dalam produksi barang dan perubahan harga input tersebut akan mempengaruhi arus kas. Naiknya harga minyak, yang dibarengi dengan tidak adanya efek substitusi lengkap antara faktor-faktor produksi, meningkatkan biaya produksi. Meningkatnya biaya produksi dan berimbas pada menurunnya kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dan kemampuan dalam memberikan dividen. Penurunan kemampuan menghasilkan laba dan membagikan dividen akan membuat minat investor menjadi rendah, dan investor perusahaan yang bersangkutan akan cenderung untuk menjual sahamnya sehingga harga saham turun. Penurunan harga saham akan menurunkan return yang diperoleh oleh investor.

PENUTUP

Simpulan

Setelah melakukan analisis dan pembahasan dari 330 observasi data harga minyak WTI harian dan penutupan indeks harian di 4 indeks saham sektoral di Bursa Efek Indonesia yaitu Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, dan Industri Barang Konsumsi selama 1 tahun sebelum adanya penghapusan subsidi untuk harga BBM dari Oktober 2013 sampai Oktober 2014 dan 1 tahun pasca berlakunya kebijakan fluktuasi harga BBM mengikuti harga pasar dari November 2014 hingga November 2015, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pergerakan harga minyak dunia memberikan pengaruh positif baik sebelum dan sesudah kebijakan fluktuasi harga BBM mengikuti harga pasar terhadap nilai indeks di sektor pertambangan.

(52)

pergerakan nilai indeks sektor aneka industri. Selanjutnya, perubahan harga minyak dunia memberikan pengaruh negatif untuk sektor industri barang konsumsi setelah kebijakan fluktuasi harga BBM mengikuti harga pasar diberlakukan.

Implikasi Teoritis

Dilihat dari perspektif ekonomi mikro, yang paling jelas adalah kenyataan bahwa banyak perusahaan, minyak merupakan sumber daya penting dan input penting dalam produksi barang. Maka dari itu perubahan harga minyak tentu akan berdampak pada biaya. Perubahan biaya diperkirakan akan berdampak lebih jauh terhadap harga saham. Hamilton (1983), Jones (2004), dan Cunado & Gracia (2004) menemukan bahwa ada hubungan antara harga minyak dan pasar saham dimana pergerakan harga minyak akan mempengaruhi ekonomi makro dan akhirnya berimbas pada tingkat return ekuitas. Hal ini dikarenakan, pergerakan harga minyak sangat mempengaruhi output riil dan dengan demikian memiliki efek buruk pada keuntungan perusahaan dimana minyak digunakan sebagai input. Fluktuasi harga minyak dunia memiliki pengaruh yang cukup penting dalam perekonomian. Hal tersebut memperkuat hasil penelelitian yang dilakukan Sadorsky (1999), Gjerde dan Sættem (1999), Ciner (2001), dan Park dan Ratti (2008).

(53)

masih bergantung pada bahan bakar minyak sebagai sumber energi. Sebagaimana yang kita ketahui, minyak mentah merupakan sumber energi yang membutuhkan waktu sangat lama untuk memperbaharuinya. Ini berarti dibutuhkan kebijakan yang mampu direspon lebih cepat oleh sektor riil.

Saran

Hendaknya harga minyak dunia dapat dijadikan pertimbangan untuk investor, khususnya yang berminat membeli saham di sektor pertambangan sebagai sumber informasi mengingat fluktuasi harga minyak dunia memberikan pengaruh terhadap nilai indeks di sektor pertambangan.

(54)

viii

Antarikso, S. (2015, January 19). Harga Minyak Dunia Ambrol, Waspadai Aksi Banting Saham Pertambangan. (R. A. Pratama, & A. M. Ardhanareswari, Editors) Diunduh pada tanggal 17 April 2016 dari Bisnis Indonesia: http://market.bisnis.com/read/20150119/191/ 392746/harga-minyak-dunia-ambrol-waspadai-aksi-banting-saham-pertambangan

Basher, S. A., & Sadorsky, P. (2006). Oil price risk and emerging stock markets. Global Finance Journal 17, 224–251.

Bhar, R., & Nikolova, B. (2010, May). Global Oil Prices, Oil Industry and Equity Returns: Russian Experience. Scottish Journal of Political Economy 57(2), 169-186.

Biro Riset LM FE UI. (2010). Analisis Industri Minyak dan Gas Di Indonesia: Masukan bagi Pengelola BUMN.

Ciner, C. (2001). Energy shocks and financial markets: Nonlinear linkages. Studies in Nonlinear Dynamics and Econometrics 5 (3), 203-212.

Cong, R. C., Wei, Y. M., Jiao, J. L., & Fan, Y. (2008). Relationships between oil price shocks and stock market: An empirical analysis from China. Energy Policy 36 (9), 3544-3553.

Cunado, J., & Gracia, P. D. (2004). Oil prices, economic activity and inflation: Oil prices, economic activity and inflation:.

El-Sharif, I., Brown, D., Burton, B., Nixon, B., & Russel, A. (2005). Evidence of the nature and extent of the relationship between oil prices and equity values in the UK. Energy Economics 27 (6), 819-830.

Enders, W. (2004). Applied Econometric Time Series. 2nd Edition. John Wiley and Sons. New York.

Faff, R. W., & Brailsford, T. J. (1999). Oil price risk and the Australian stock market. Journal of Energy Finance and Development 4, 69-87.

Fama, E. F. (1970). Efficient capital markets: A review of theory and empirical work. The Journal of Finance 2 (25), 383-417.

Gisser, M., & Goodwin, T. H. (1986). Crude oil and the macroeconomy: Tests of some popular nations. Journal of Money, Credit and Banking 18 (1), 95-103.

(55)

Gogineni, S. (2007). The Stock Market Reaction to Oil Price Changes. University of Oklahoma.

Gumelar, G. (2015, January 1). BI Apresiasi Reformasi Kebijakan Subsidi BBM

Jokowi. Retrieved from CNN Indonesia:

http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150101093005-78-21766/bi-apresiasi-reformasi-kebijakan-subsidi-bbm-jokowi/

Hamilton, J. D. (1983). Oil and macroeconomy since World War II. The Journal of Political Economy 91 (2), 228-248.

Hammoudeh, S., & Li, H. (2004). Risk-Return Relationships in Oil-Sensitive Stock Markets. Finance Letters 2, 10-15.

Haugen, R. A. (2001). Modern Portfolio Theory. 5th Edition. Prentice Hall. New Jersey.

Huang, R. D., Masulis, R. W., & Stoll, H. R. (1996). Energy shocks and financial markets. Journal of Futures Markets 16 (1), 1-27.

Huang, R. D., Masulis, R. W., & Stoll, H. R. (1996). Energy shocks and financial markets. Journal of Futures Markets 16 (1), 1-27.

Humberto, M. (2010, May 31). Indonesia leaves OPEC, GM downsizes. Diambil

kembali dari Asia Times:

http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/JF10Ae03.html

Indonesia: Oil for 2011. (2011). Diambil kembali dari International Energy Agency:

http://www.iea.org/statistics/statisticssearch/report/?&country=INDONE SIA&year=2011&product=Oil

International Monetary Fund 2000. (2014, January 30). The impact of higher oil prices on the global. Diambil kembali dari International Monetary Fund: <http://www.imf.org/external/pubs/ft/oil/2000/>.

Jimènez-Rodrìguez, R., & Sànchez, M. (2005). Oil price shocks and real GDP growth: Empirical evidence for some OECD countries. Applied Economics 37 (2), 201-228.

Jones, C. M., & Kaul, G. (1996). Oil and the stock markets. Journal of Finance 51 (2), 463-491.

Jones, D. W., Leiby, P. N., & Paik, I. K. (2004). Oil price shocks and the macroeconomy: What has been learned since 1996? Energy Journal 25, 1-32.

Lescaroux, F., & Mignon, V. (2008). On the Influence of Oil Prices on Economic Activity and other Macroeconomic and Financial Variables. OPEC Energy Review 32 (4), 343–380.

(56)

Manurung, E. (2015, January 19). Harga Minyak Dunia Ambrol, Waspadai Aksi Banting Saham Pertambangan. (R. A. Pratama, & A. M. Ardhanareswari , Editors) Diunduh pada tanggal 15 April 2016 dari Bisnis Indonesia: http://market.bisnis.com/read/20150119/191/392746/harga-minyak-dunia-ambrol-waspadai-aksi-banting-saham-pertambangan

Mohanty, S., Nandha, M., & Bota, G. (2010). Oil shocks and stock returns: The case of Central and Eastern European (CEE) oil and gas sector. Emerging Markets Review 11 (4), 358-372.

Mujahid, M., Ahmed, R., & Mustafa, K. (2007). Does Oil Price Transmit to Emerging Stock Returns: A case study of Pakistan Economy.

Nandha, & Hammoudeh. (2006). Systematic Risk, and Oil Price and Exchange Rate Sensitivities in Asia-Pacific Stock Markets.

Nandha, M., & Faff, R. (2008). Does Oil Move Equity Prices? A Global View. Energy Economics 30, 986-997.

Nashrillah, F. (2014, November 18). Umumkan Harga BBM, Jokowi Dinilai Berani.

Retrieved from tempo.co:

http://www.tempo.co/read/news/2014/11/18/090622792/Umumkan-Harga-BBM-Jokowi-Dinilai-Berani

Papapetrou, E. (2001). Oil price shocks, stock market, economic activity and employment in Greece. Energy Economics 23 (5), 511-532.

Park, J., & Ratti, R. A. (2008). Oil price shocks and the stock markets in the U.S. and 13 European countries. Energy Economics 30 (5), 2587-2608.

Pollet, J. (2002). Predicting Asset Returns with Expected Oil Price Changes. Harvard University.

Reimers, H.E. (1992). Comparisons of Tests for Multivariate Cointegration. Statistical Papers 33, 335-346.

Sadorsky, P. (1999). Oil price shocks and stock market activity. Energy Economics 21 (5), 449-469.

Sawyer, K. R., & Nandha, M. (2006). How Oil Moves Stock Prices. University of Melbourne.

Seshaiah, S., & Behera, C. (2009). Stock Prices and its Relation with Crude Oil Prices and Exchange Rates. Applied Econometrics and International Development 9 (1), 149-156.

(57)

vi

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -15.51328 0.0000

Test critical values: 5% level -2.871402

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: BIND has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=15)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -15.49956 0.0000

Test critical values: 5% level -2.871402

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: MISC has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=15)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -16.89669 0.0000

Test critical values: 5% level -2.871402

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: CONS has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=15)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -19.66853 0.0000

Test critical values: 5% level -2.871402

(58)

Null Hypothesis: MING has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=14)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -13.51916 0.0000

Test critical values: 5% level -2.876200

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: BIND has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=14)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -11.95651 0.0000

Test critical values: 5% level -2.876200

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: MISC has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=14)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -13.84278 0.0000

Test critical values: 5% level -2.876200

Null Hypothesis: CONS has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=14)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -16.72633 0.0000

(59)

Lampiran 2: Hasil Uji Panjang Lag Optimal

VAR Lag Order Selection Criteria

Endogenous variables: BIND CONS MING MISC WTI Exogenous variables: C

* indicates lag order selected by the criterion

VAR Lag Order Selection Criteria

Endogenous variables: BIND CONS MING MISC WTI Exogenous variables: C

(60)

vi

Trend assumption: Linear deterministic trend Series: MING WTI

Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.354421 211.9944 15.49471 0.0001

Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Date: 12/17/15 Time: 00:52 Sample (adjusted): 3 288

Included observations: 286 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: BIND WTI

Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.327088 206.0979 15.49471 0.0001

Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Date: 12/17/15 Time: 00:52 Sample (adjusted): 3 288

Included observations: 286 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: MISC WTI

Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

(61)

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.334655 215.6707 15.49471 0.0001

Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Date: 12/17/15 Time: 00:53 Sample (adjusted): 3 288

Included observations: 286 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: CONS WTI

Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.386183 233.0399 15.49471 0.0001

Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Date: 12/17/15 Time: 01:09 Sample (adjusted): 3 196

Included observations: 194 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: MING WTI

Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.392993 149.5908 15.49471 0.0001

Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Date: 12/17/15 Time: 01:09 Sample (adjusted): 3 196

(62)

Trend assumption: Linear deterministic trend Series: BIND WTI

Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.312366 133.6180 15.49471 0.0001

Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Date: 12/17/15 Time: 01:12 Sample (adjusted): 3 196

Included observations: 194 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: MISC WTI

Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.314320 141.9008 15.49471 0.0001

Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Date: 12/17/15 Time: 01:12 Sample (adjusted): 3 196

Included observations: 194 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: CONS WTI

Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.360031 148.4326 15.49471 0.0001

(63)
(64)

vi

Lags: 1

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.

WTI does not Granger Cause BIND 287 0.30078 0.7895

BIND does not Granger Cause WTI 0.55702 0.7588

WTI does not Granger Cause CONS 287 0.02036 0.0339

CONS does not Granger Cause WTI 0.11620 0.7537

WTI does not Granger Cause MING 287 9.36831 0.3816

MING does not Granger Cause WTI 2.67777 0.0487

WTI does not Granger Cause MISC 287 0.15124 0.0846

MISC does not Granger Cause WTI 0.46609 0.0379

Pairwise Granger Causality Tests Date: 12/17/15 Time: 01:13 Sample: 1 196

Lags: 1

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.

WTI does not Granger Cause BIND 195 0.58924 0.1082

BIND does not Granger Cause WTI 0.44480 0.6176

WTI does not Granger Cause CONS 195 0.00452 0.0495

CONS does not Granger Cause WTI 0.51864 0.9618

WTI does not Granger Cause MING 195 12.0313 0.213

MING does not Granger Cause WTI 2.84221 0.0287

WTI does not Granger Cause MISC 195 9.1E-05 0.2561

(65)

vi

Included observations: 287 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]

Mean dependent -0.002899 -0.001224

S.D. dependent 0.030458 0.010473

Vector Autoregression Estimates Date: 12/17/15 Time: 00:45 Sample (adjusted): 2 288

Included observations: 287 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]

WTI MISC

WTI(-1) -0.118094 -0.013491

(0.05895) (0.03469) [-2.00341] [-2.38889]

MISC(-1) 0.068932 0.000424

Gambar

Gambar 1: Rangkaian waktu event study
Gambar 2: Grafik Histogram pergerakan perubahan harga Minyak WTI antara Oktober 2013 sampai
Gambar 3: Grafik Histogram pergerakan perubahan harga Minyak WTI antara November 2014
Tabel 1: Jumlah data yang diolah sebelum dan sesudah kebijakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kantor DPRD sendiri memiliki Persatuan Wartawan Legislatif (PWL) Tugas persatuan wartawan legislatif ini biasa nya meliput atau memuat berita tentang apa saja

bermacam bentuk, seperti gerakan separatis dan lain-lain, antara lain: Gerakan Separatis dengan lepasnya Timor Timur dari Indonesia yang dimulai dengan

Orang Kelantan, walau pun yang berkelulusan PhD dari universiti di Eropah (dengan biasiswa Kerajaan Persekutuan) dan menjawat jawatan tinggi di Kementerian atau di Institusi

Untuk mengevaluasi kinerja dosen dalam pembelajaran pada setiap mata kuliah, maka dilakukan penyebaran kuesioner yang harus diisi mahasiswa serta pemberian kritik dan saran

Zat ini diklasifikasikan sebagai sama berbahayanya dengan debu mudah terbakar oleh Standar Komunikasi Bahaya OSHA 2012 Amerika Serikat (29 CFR 1910.1200) dan Peraturan Produk

bahwa dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler

kesesuaian tindakan aktor yang terlibat. • Yang menunjukkan bahwa lebih berpengaruh dibandingkan variabel lainnya, yang mana menunjukkan besarnya kekuatan masyarakat dalam

Duvall dan Miller (1985), menambahkan bahwa salah satu faktor yang mendasari pemilihan pasangan adalah faktor homogamy , yakni kesesuaian dengan pasangan baik secara