• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

PENDUGAAN LAJU INFILTRASI MENGGUNAKAN PARAMETER

SIFAT TANAH PADA

KAWASAN BERLERENG

SKRIPSI

Oleh:

DEWI SAGITA GINTING 041202022/ Budidaya Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng

Nama : Dewi Sagita Ginting

NIM : 041202022

Jurusan : Kehutanan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Bejo Slamet S.Hut, M.Si Dr.Deni Elfiati SP, MP NIP. 132 259 569 NIP. 132 299 347

Mengetahui:

Ketua Departemen Kehutanan

(3)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

ABSTRACT

DEWI SAGITA GINTING. The infiltration rate fore casting use the soil characteristic in hilly

forested area (case study The Bukit Barisan Forest Park, Tongkoh village Karo region. In under superrised by BEJO SLAMET and DENI ELFIATI.

The infiltration measure in the cycle area is seldom done, because it is difficult to puttng the tools and getting the water. It needs a research to forecast the number of infiltration rate in cycle area without have to measure infiltration directly.

The aim of this research is to find out infiltration rate model to based on soil properties in hilly forested area by double ring infiltrometer method. The research result showes that the best forecast model is using soil properties that clays fraction, bulk density, porosity and soil organic material to the maximum infiltration rate with determination coefficient 0,567 and the time to get constant with R2 0,760 and the pattern for minimum infiltration rate model is not suistable to use because it only has the low determination coefficient with 0,162.

(4)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

ABSTRAK

DEWI SAGITA GINTING. Pendugaan laju infiltrasi menggunakan sifat tanah kawasan hutan

berlereng (studi kasus Taman Hutan Raya Bukit Barisan Desa Tongkoh Kabupaten Karo). Dibawah bimbingan BEJO SLAMET dan DENI ELFIATI.

Pengukuran infiltrasi di kawasan berlereng sangat jarang dilakukan karena sulit dalam penempatan alat dan sulit mendapatkan air. Perlu dilakukan penelitian untuk menduga besarnya laju infiltrasi di kawasan berlereng tanpa harus mengukur infiltrasi secara langsung.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model laju infiltrasi terhadap tekstur tanah, bulk

density (kerapatan tanah) serta bahan organik tanah pada kawasan hutan yang berlereng dengan

menggunakan motode double ring infiltrometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan penduga yang paling baik adalah menggunakan fraksi liat, bulk density, porositas dan bahan organik tanah terhadap besarnya laju infiltrasi maksimum dengan koefisien determinasi R2 sebesar 0,567 dan waktu mencapai konstan dengan R2 sebesar 0,760. Sedangkan persamaan untuk laju infiltrasi minimum model yang dihasilkan tidak layak dipergunakan karena hanya menghasilkan koefisien determinasi 0,162.

(5)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan segala berkat dan karuniaNya, sehingga hasil penelitian yang berjudul “Laju

Pendugaan Infiltrasi Dengan Menggunakan Parameter Sifat Fisik Tanah Pada Kawasan

Berlereng (Studi Kasus Taman Hutan Raya Bukit Barisan Desa Tongkoh Kecamatan Dolat

Rakyat Kabupaten Karo)” selesai tepat waktu.

Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Bejo Slamet S.Hut,

M.Si dan Ibu Dr.Deni Elfiati SP, MP selaku komisi pembimbing yang telah banyak

mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua dan saudara-saudara atas

dukungan dan doanya kepada penulis serta teman-teman yang membantu dalam penulisan hasil

penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis menerima kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini. Atas kritikan

dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2008

(6)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Hutan... 4

Daur Hidrologi ... 5

Struktur Tanah ... 6

Tekstur Tanah ... 8

(7)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Bahan Organik Tanah ... 12

Infiltrasi ... 13

Pengukuran Laju Infiltrasi ... 17

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 20

Dasar Hukum, Letak dan Luas ... 20

Topografi... 20

Flora dan Fauna ... 20

METODOLOGI PENELITIAN ... 22

Tempat dan Waktu ... 22

Bahan dan Alat ... 22

Prosedur Penelitian ... 22

Penentuan Tempat Pengukuran ... 22

Pemasangan Alat ... 22

Mempertahankan Tinggi Muka Air ... 23

Pengukuran Infiltrasi ... 23

Pengambilan Sampel Tanah ... 24

Analisis Tekstur Tanah ... 26

Analisis Bahan Organik Tanah ... 26

(8)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Halaman

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

Analisis Sifat Fisik Tanah ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(9)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Klasifikasi Kelas Tekstur Tanah ... 10

2. Kriteria C-organik Tanah... 13

3. Data Rataan Laju Infiltrasi setiap ulangan ... 31

4. Analisis persentase pasir, debu liat setiap ulangan ... 35

5. Analisis Bulk density setiap ulangan ... 37

(10)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Double Ring Infiltrometer ... 23

2. Pengambilan Contoh Tanah tidak Terganggu ... 25

3. Konstruksi Cincin Infiltrometer ... 28

(11)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Laju infiltrasi terhadap waktu ... .... 44

2. Hasil Analisis Output Ymaks ... .... 45

3. Hasil Anaslisis Output Ymin ... .... 46

4. Hasil analisis Output Tkonstan ... .... 47

5. Hasil uji Multikolinearitas Ymaks ... .... 48

6. Hasil uji multikolinearitas Ymin ... .... 50

7. Hasil uji Heteroskedasitas Ymaks ... .... 51

(12)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi sebagian akan tersimpan/ tertinggal di

permukaan daun, atau batang tanaman dan sebagian lagi akan sampai di permukaan tanah. Air

yang sampai di permukaan tanah akan terinfiltrasi memasuki permukaan tanah. Banyaknya air

yang terserap oleh tanah sangat ditentukan oleh kecepatan infiltrasi, intensitas dan lamanya hujan

serta kedalaman lapisan tanah yang mampu menyimpan air. Kecepatan infiltrasi sangat

dipengaruhi oleh kondisi kejenuhan air tanah yang ada sebelum terjadi hujan dan permeabilitas

profil tanah di atas permukaan air tanah (ground water level). Bila tanah sudah jenuh air sebelum

terjadinya hujan maka kecepatan infiltrasi sangat lambat dan mendekati nol sehingga sebagian

besar air hujan akan mengalir menjadi air limpasan (surface runoff). Kecepatan infiltrasi tanah,

kelembaban tanah, intensitas curah hujan, banyaknya curah hujan dan lamanya hujan biasanya

menjadi faktor penentu yang sangat penting dalam menentukan terjadinya air limpasan

(Moehansyah, 2006).

Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke permukaan tanah. Proses ini merupakan

bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalihan hujan

menjadi aliran dalam tanah sebelum mencapai sungai. Karakteristik dari suatu kawasan

berpengaruh terhadap besarnya infiltrasi pada kawasan tersebut. Adapun faktor yang

mempengaruhi antara lain faktor kemiringan dan jenis vegetasi atau tanaman penutup yang ada.

Selain itu, jenis pemanfaatan lahan pada suatu kawasan akan memberikan pengaruh terhadap

(13)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Hutan memiliki peranan yang sangat penting dalam pengendalian besar limpasan

permukaan terutama fungsi hutan dalam infiltrasi dan intersepsi. Gerakan air tampungan di

dalam hutan dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah, bahan organik, flora dan fauna tanah ( Harto,

1995).

Ekologi ekosistem hutan pegunungan adalah komponen ekosistem yang berperan dalam

memelihara keseimbangan ekosistem daerah bawahannya dan proses hidrologi yang mengatur

proses air permukaan serta air tanah, sehingga hutan diasumsikan berada pada posisi supply

untuk memelihara ketersediaan air dengan daerah aliran sungai sebagai unit sistem hidrologi.

Adanya pertimbangan tersebut manfaat hutan pegunungan diukur melalui pendekatan pasokan

air yang diterima dan pengaruh perubahan tata guna lahan di sekitarnya dalam kaitannya sebagai

daerah tangkapan dan penyimpan air (Arief, 2002).

Kawasan hutan pegunungan kebanyakan bertopografi miring atau berlereng. Kawasan

berlereng merupakan suatu kawasan yang sangat jarang dilakukan pengukuran infiltrasi. Hal ini

terjadi karena pada kawasan ini sulit dilakukan pengukuran infiltrasi yang disebabkan sulitnya

menempatkan alat dan sulit mendapatkan air. Untuk mempermudah pendugaan besarnya laju

infiltrasi dikawasan berlereng maka perlu dilakukan penelitian tentang pendugaan laju infiltrasi

dengan memanfaatkan sifat-sifat tanah.

Lereng adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang horizontal yang

dinyatakan dalam persen. Kelerengan tanah sangat erat hubungannya dengan pengelolaan tanah

dan air. Pada tanah-tanah miring memungkinkan terjadinya erosi, yaitu makin rendah kelerengan

lahan makin tinggi produktivitasnya baik pada tanah tidak mudah tererosi maupun tanah yang

(14)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan model laju infiltrasi terhadap tekstur

tanah, struktur tanah, bulk density (kerapatan tanah) serta bahan organik tanah pada kawasan

yang berlereng.

Hipotesis Penelitian

Adanya model pendugaan laju infiltrasi terhadap tekstur tanah, struktur tanah, bulk

density, (kerapatan tanah) serta bahan organik tanah pada kawasan berlereng.

Manfaat Penelitian

Diperolehnya model pendugaan laju infiltrasi ini maka akan mempermudah menduga

(15)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan

Menurut Undang-Undang No 41. Tahun 1999 Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam yang didominasi oleh pepohonan dalam

persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Sementara hutan lindung merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air dan tanah, mencegah banjir,

pengendali erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.

Hutan telah lama dikenal sebagai suatu bagian dari ekosistem perlindungan terhadap

sumber air, bukan saja hutan menghambat erosi melainkan lahan hutan sangat bermanfaat bagi

manusia. Hutan mempunyai aspek yang paling menonjol dalam kaitannya terhadap pengelolaan

air, hutan dianggap sebagai kantong air yang dapat menyimpan air selama musim basah dan

melepaskan air pada saat musim kering atau kemarau. Perpindahan air melalui tanah

bersama-sama dengan aktivitas biologi dapat mengendalikan komposisi ion-ion yang lepas dari daerah

tangkapan air melalui aliran permukaan. Komponen-komponen kimia aktif ditemukan di dalam

(16)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Daur Hidrologi

Daur hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan tanah dan kembali lagi kelaut

yang tidak pernah berhenti, air akan tertahan sementara di sungai, danau dan dalam tanah

sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk lainnya. Dalam daur hidrologi,

masukan berupa curah hujan akan didistribusikan melalui beberapa cara yaitu air lolos, aliran

batang, dan air hujan yang langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi

menjadi air larian, evaporasi, dan air infiltrasi (Asdak, 1995).

Peranan hidrologi penutupan tajuk hutan diperbesar oleh bahan-bahan organik pada lantai

hutan dan zona perakaran. Suatu tegakan hutan biasanya menghasilkan 1 hingga 10 ton/ha/tahun

serasah organik, bahan ini melindungi tanah dari dampak tetesan hujan, memperbaiki

strukturnya, menghambat pembekuan, meningkatkan kapasitas infiltrasi, menyerap air hujan dan

salju yang melebur, serta benar-benar menjadi aliran permukaan dan erosi permukaan dalam

hujan yang paling lebat. Perakaran adalah satu parameter hidrologi yang penting, karena

membatasi volume air yang tersedia untuk transpirasi pada suatu tanah yang mengering

(Lee,1990).

Hutan memiliki fungsi yang sangat penting dalam daur hidrologi. Infiltrasi air hujan ke

dalam tanah terjadi sangat efektif pada lahan-lahan dengan intensitas penutupan vegetasi yang

tinggi, seperti kawasan hutan. Hal ini karena kandungan bahan organik dan aktivitas berbagai

organisasi dalam tanah di bawah hutan dapat meningkatkan porositas tanah. Pelapukan akar-akar

tanaman yang mati meninggalkan lubang-lubang yang cukup besar ke dalam tanah. Seluruh

faktor tersebut meningkatkan jumlah air hujan yang dapat masuk ke dalam tanah. Sisa-sisa

(17)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

mengurangi laju limpasan air di permukaan. Oleh karena mekanisme-mekanisme seperti ini,

hutan mampu mengendalikan laju aliran permukaan (run off) selama kejadian-kejadian hujan.

Tingginya laju infiltrasi dalam kawasan hutan menjadikan kawasan hutan sebagai tempat

pengisian kembali (recharge) yang efektif terhadap air tanah (Tarus, 2002).

Struktur Tanah

Struktur tanah adalah penyusunan antar partikel tanah primer (bahan mineral) dan bahan

organik serta oksida yang membentuk agregat sekunder. Volume pori tanah adalah nisbah ruang

pori terhadap volume bahan padat yang berperan penting terhadap (a) gerakan air/lengas tanah

(b) gerakan udara/udara tanah (c) temperatur (d) hara tanaman (e) ruang perakaran dan (f)

pengolahan tanah. Total porositas terdiri atas pori besar, sedang, dan kecil, mempunyai pengaruh

terhadap gerakan air udara didalam tanah. Berdasarkan ukuran partikel, tanah yang tidak

berstruktur cukup banyak mempunyai pori yang berukuran besar, sedangkan tanah yang pejal

memiliki lebih banyak pori berukuran kecil. Struktur remah atau granular meniadakan pengaruh

ukuran partikel. Pori berukuran halus dan medium meningkat pada tanah pasir, sedangkan pada

tanah lempungan pori berukuran besar meningkat (Sutanto, 2005).

Menurut Staf Pengajar Ilmu Tanah UGM (2008) Struktur tanah dapat dibagi dalam

struktur makro dan mikro. Struktur makro/struktur lapisan bawah tanah yaitu penyusunan

agregat-agregat tanah yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan struktur mikro ialah

penyusunan butir-butir primer tanah kedalam butir-butir majemuk atau agregat-agregat yang satu

(18)

butir-Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

butir primer menjadi agregat-agregat akan tetapi dapat dibedakan berdasarkan penyusunan

tertentu. Menurut Hasibuan (2005) struktur tanah dibedakan atas:

a. Bentuk Butir : Bentuk ini terdiri dari agregat-agregat kecil yang keras atau lunak,

bersudut atau membulat, bersifat porous.

b. Bentuk Remah : Terdiri dari agregat-agregat kecil berpori. Umumnya lunak, bentuk tidak

tentu. Bentuk struktur dan remah merupakan struktur yang baik karena lebih berpori dan

mempunyai kemampuan menyimpan air dan udara yang cukup bagi pertumbuhan

tanaman.

c. Bentuk Lempeng (platy) : merupakan keping-keping dimana sumbu vertikal lebih kecil

dari sumbu horizontal.

d. Bentuk Prisma : Merupakan kesatuan-kesatuan struktur yang mempunyai sumbu vertikal

lebih panjang dari sumbu horizontal dan bagian atasnya rata.

e. Bentuk Tiang : Bentunya seperti tiang, sumbu vertikal lebih besar dari sumbu horizontal,

bagian atasnya membulat.

f. Bentuk Gumpal : Bentuk seperti kubus dan dibedakan menjadi gumpal bersudut dan

gumpal membulat. Gumpal bersudut bentuknya seperti kubus dengan sudut-sudut tajam, gumpal

membulat bentuknya seperti kubus dengan sudut-sudut membulat.

Kemantapan struktur tanah dapat dibedakan atas (1) non struktur yaitu tidak ada tampak

adanya suatu bentuk tertentu, keseluruhannya biasa berbentuk lepas seperti pasir atau pejal dan

padat, (2) lemah, yaitu tingkat perkembangan masih lemah kesatuan struktur kurang nyata dan

butiran-butiran tanah mudah hancur (3) sedang yaitu tingkat perkembangan tanah dimana

(19)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

kuat yaitu butir-butir tanah telah memperlihatkan bentuk nyata dan struktur tanah kuat dan sukar

hancur (Hardjowigeno, 1989).

Struktur tanah dikatakan mempunyai struktur tanah yang baik apabila tanah-tanah yang

mempunyai tata udara dan daya menyimpan air yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan

mantap, tidak mudah rusak oleh pukulan-pukulan air hujan sehingga pori-pori tanah tidak cepat

tertutup. Struktur tanah yang baik umumnya dijumpai pada tanah yang berstruktur remah butiran

karena pada struktur ini terdapat keseimbangan yang baik antara udara dengan air (Seyhan,

2005).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif jumlah fraksi pasir, debu dan liat. Gabungan

dari ketiga fraksi ini menentukan kelas tekstur tanah. Tekstur tanah adalah merupakan sifat fisik

tanah yang tidak banyak berubah walaupun proses pembentukan tanah berlangsung secara aktif.

Tanah yang berpasir atau berliat akan terus berpasir dan berliat pada jangka waktu yang lama

(Saidi, 2006).

Tanah yang bertekstur pasir mempuyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit

menyerap atau menahan air dan unsur hara, sehingga pada musim kemarau mudah kekurangan

air. Tanah yang mengandung debu lebih kuat menyerap air dibandingkan dengan tanah berpasir,

karena pori-porinya kecil. Daya meresapkan air perlahan-lahan, sehingga air lama diserap oleh

tanah, sedangkan tanah-tanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga

kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara lebih tinggi. Tanah-tanah yang

(20)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

halus. Tanah seperti ini pada umumnya mempunyai pergerakan air dan pertukaran lambat,

bersifat plastis dan lekat jika basah sehingga sukar diolah (Hasibuan, 2005).

Menurut Kartasapoetra (1990) berdasarkan pasir, debu, liat dibagi dalam 3 golongan atau

kelas dasar yaitu:

1. Tanah berpasir (sandy soil), yaitu tanah dimana kandungan pasirnya >70% yang bila

dalam keadaan lembab tanah berpasir terasa kasar dan tidak lekat. Termasuk juga dalam

hal ini yaitu tanah pasir dan tanah lempung berpasir (standy and loamy sand soil).

2. Tanah berlempung (loamy soil), merupakan tanah yang kandungan debu-liatnya relatif

sama, tidak terlalu lepas dan juga tidak terlalu lekat.

3. Tanah liat, yaitu tanah dengan kandungan liatnya >35%, dan biasanya tidak lebih kecil

dari 40 %. Tanah liat sangat lekat dan bila kering akan menjadi sangat keras.

Tipe-tipe tanah (pasir, debu, dan liat) dapat mengontrol laju infiltrasi. Sebagai contoh,

permukaan tanah yang berpasir secara umum memiliki laju infiltrasi yang tinggi dari pada

permukaan tanah liat. Kenyataannya pada beberapa pengamatan kapasitas infiltrasi pada fraksi

pasir adalah lebih besar dibandingkan dengan fraksi liat, hal ini memang dipengaruhi oleh karena

liatnya kaya akan pori yang halus tetapi miskin akan pori yang besar. Sebaliknya pasir miskin

akan pori halus namun kaya akan pori yang besar (Juanda et al, 2003).

Tanah liat banyak mengandung mineral liat motmorillonit dan illit, tanah ini ditunjukkan

oleh adanya lapisan permukaan tanah yang pecah-pecah. Semakin besar kandungan liat dan

semakin banyak bahan organik tanah semakin besar air yang mampu ditahan atau disimpan oleh

tanah. Banyaknya air yang tersimpan di dalam tanah juga dipengaruhi oleh kondisi profil tanah

(21)

(sedang-Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

cepat) memungkinkan air permukaan dapat masuk lebih dalam ke dalam tanah dan mengisi

pori-pori dan rongga-rongga yang ada jauh di dalam tanah (Moehansyah, 2006). Menurut Hasibuan

(2005) klasifikasi kelas tekstur tanah dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Kelas Tekstur Tanah

No Nama Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%)

1 Pasir 85 - 100 0 – 15 0 - 10

2 Lempeng liat berpasir 45 - 80 0 – 28 20 - 35

3 Pasir Berlempung 70 - 90 0 – 39 10 - 15

4 Lempung berpasir 43 – 80 0 - 50 0 - 20

5 Lempung 23 – 52 28 – 50 7 - 27

6 Lempung Berdebu 0 – 50 50 – 88 0 - 27

7 Debu 0 – 20 88 – 100 0 - 12

8 Lempung Liat berdebu 0 – 20 40 – 73 27 - 40

9 Lempung Berliat 20 – 45 15 – 53 27 - 40

10 Liat Berpasir 45 – 65 0 – 20 35 - 45

11 Liat Berdebu 0 – 20 40 – 60 40 - 60

12 Liat 0 – 45 0 – 40 40-100

(22)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Kerapatan Tanah (Bulk Density)

Bulk density adalah merupakan petunjuk kepadatan tanah. Semakin padat tanah semakin

tinggi nilai bulk density, hal ini menunjukkan semakin sulit tanah meneruskan air atau semakin

sulit penetrasi akar di dalam tanah. Bulk density termasuk pori-pori tanah dengan rumus sebagai

berikut:

Tanah- tanah yang berpori (porous) dan lepas pada umumnya mempunyai bulk density

yang rendah. Sifat ini menandakan adanya struktur tanah yang baik sedangkan tanah-tanah yang

padat, bulk densitynya lebih tinggi. Tanah- tanah berpasir dengan kandungan bahan organik yang

rendah mempunyai bulk density yang tinggi. Butir- butir pasir biasanya tersusun amat rapat dan

padat. Pada tanah yang bertekstur halus dengan kandungan bahan organik yang cukup tinggi

disifatkan dengan bulk density yang rendah. Dalam hal ini butir-butir halus tidak tersusun rapat

atau padat, sedangkan persentase bahan organik yang besar ini membantu pembentukan agregasi

tanah yang baik, sehingga keadaan tanah yang seluruhnya menjadi terbuka, porous dan

berstruktur remah (Hardjowigeno, 1989).

Partikel density adalah berat tanah kering persatuan volume partikel-partikel bagian

padat tanah, tidak termasuk volume pori-pori tanah. Untuk menentukan partikel density yang

diperhatikan adalah partikel-partikel bagian padat dari tanah adalah konstan, oleh karena itu

partikel density dari setiap jenis tanah adalah konstan, tidak bervariasi dengan jumlah ruang

(23)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Nilai dari partikel density kebanyakan tanah sebesar 2,65 gr/cm3. Perbedaan partikel

density diantara jenis-jenis tanah tidak begitu besar, kecuali terdapat variasi yang besar dalam hal

kandungan bahan organik ataupun komposisi mineral tanah. Persentase ruang pori-pori didalam

tanah dapat dihitung dari bulk density dapat dihitung dengan rumus:

Bahan Organik Tanah

Bahan organik mencakup semua bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan hewan,

baik yang hidup maupun yang telah mati, pada berbagai dekomposisi. Bahan organik tanah lebih

mengacu pada bahan (sisa jaringan tanaman/hewan) yang telah mengalami

perombakan/dekomposisi baik sebagian/seluruhnya, yang telah mengalami humifikasi maupun

yang belum (Khasanah dan Lusiana, 2004)

Kandungan bahan organik tanah terutama ditentukan oleh kesetimbangan antara laju

pelonggokan dengan laju dekomposisinya Kandungan bahan organik tanah sangat beragam,

berkisar antara 0,5% - 5,0% pada tanah-tanah mineral atau bahkan sampai 100% pada tanah

organik (Histosol). Faktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik tanah adalah: iklim,

vegetasi, topografi, waktu, bahan induk dan pertanaman (cropping). Sebaran vegetasi berkaitan

erat dengan pola tertentu dari agihan temperatur dan curah hujan. Pada wilayah yang curah hujan

rendah, maka vegetasi juga jarang sehingga akumulasi bahan organik juga rendah (Sutanto,

(24)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Tanah-tanah mineral pada umumnya mempunyai kandungan bahan organik sekitar 3% -

5%. Kandungan bahan organik pada satu jenis tanah yang sama berbeda dengan kedalaman tanah

yang berbeda. Semakin dalam suatu tanah semakin berkurang kandungan bahan organiknya,

demikian pula dengan pengolahan tanah, semakin sering tanah diolah, semakin berkurang

kandungan bahan organik tersebut (Hasibuan, 2005).Menurut Suriadi dan Nazam (2005) krireria

C-organik pada tanah dapat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Kandungan Bahan Organik Tanah

No Kandungan Bahan Organik Keterangan

1 <1% Sangat Rendah

2 1 - 2 % Rendah

3 2 - 3 % Sedang

4 3 - 5 % Tinggi

5 > 5 % Sangat Tinggi

Sumber: Suriadi dan Nazam (2005)

Bahan organik tanah mempunyai berbagai fungsi penting. Beberapa peranan bahan

organik dalam sifat fisika tanah adalah (1) meningkatkan kemampuan tanah, (2) merangsang

pembentukan granulasi butir-butir tanah dalam pembentukan agregat tanah dan strukutur tanah

yang mantap, dan (3) menurunkan sifat kohesi dan plastisitas tanah dan mengurangi sifat-sifat

buruk dari liat. Bahan organik tanah memajukan kebaikan struktur dan konsistensi tanah, dan

dengan demikian meningkatkan daya tanah dalam menyimpan air (Notohadiprawiro,

1998).

Infiltrasi

Infiltrasi adalah aliran masuk k edalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air

(25)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dikenal sebagai proses perkolasi. Laju maksimal

gerakan air masuk kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi. Ketika air hujan jatuh pada

permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik permukaan, sebagian atau seluruh air hujan

tersebut akan masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air

hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Laju

infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah

(Asdak, 1995).

Kapasitas infiltrasi pada fraksi pasir lebih besar dibandingkan dengan fraksi liat, hal ini

karena liat memang kaya akan pori halus sedangkan pasir kaya akan pori yang besar. Kapasitas

infiltrasi pada berbagai jenis tanah berbeda-beda, jenis tanah berpasir lebih besar kapasitas

infiltrasinya daripada tanah liat. Tanah liat aliran permukaannya lebih besar sehingga

kemampuan mengikis dan mengangkut partikel-partikel tanah jauh lebih banyak bila

dibandingkan dengan aliran permukaan pada tanah pasir (Kartasapoetra,1990).

Peranan kawasan hutan sebagai pengendali daur air dapat dilihat dari dua sudut

pandangan yaitu menyediakan air dengan konsep panen air (water harvesting) dan dengan

konsep menjamin penghasilan air (water yield). Jumlah air yang dapat dipanen tergantung pada

jumlah aliran permukaan (run off) yang dapat digunakan, sedangkan jumlah air yang dapat

dihasilkan tergantung pada debit air tanah. Kedua tujuan tersebut memerlukan perlakuan yang

berbeda. Untuk meningkatkan panenan air, infiltrasi dan perkolasi harus dikendalikan,

sedangkan untuk meningkatkan penghasilan air, infiltrasi dan perkolasi justru yang harus

(26)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

basah, karena konsep panen air akan membawa resiko besar, berupa peningkatan erosi dan juga

akan banyak memboroskan lahan untuk menampungnya (Suryatmojo, 2006).

Laju infiltrasi tanah sangat dipengaruhi oleh macam penggunaan lahan atau kerapatan

vegetasi penutup tanah yang berhubungan dengan ketebalan lapisan serasah tanah, intensitas

hujan, intersepsi hujan oleh kanopi tanaman dan dinamika struktur tanah. Dinamika struktur

tanah merupakan proses pembentukan dan penurunan pori makro yang sangat tergantung pada

tersedianya makanan (bahan organik) bagi cacing tanah berupa lapisan serasah tanah dan akar

yang mati. Kapasitas tanah dalam menyimpan air tergantung pada konduktifitas hidraulik jenuh

dan aliran lateral (Saidi, 2006).

Komposisi fisik tanah yang terdiri dari komponen padat, cair dan gas dalam tanah yang

menjadi dasar dalam membentuk sistem tiga fase yang kompleks. Mengukur jumlah setiap

komponen tanah dan parameter yang menggambarkan hubungan antar komponen : tekstur,

agregat dan struktur tanah, ruang pori, kerapatan isi, kadar air dan kapasitas menahan air. Konsep

dan pengertian dasar tentang reaksi permukaan, permukaan ganda, potensial air, dan kurva

karakteristik air tanah. Pemahaman dasar tentang proses-proses fisik dalam tanah seperti agregasi

dan deformasi tanah, aliran air jenuh dan tidak jenuh (kasus-kasus infiltrasi, penguapan atau

evaporasi dan drainase), difusi gas dalam tanah serta perambatan suhu (Campbell, 1985).

Menurut Suryatmojo (2006) Faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi antara lain:

1.Karakteristik permukaan lahan

Karakteristik permukaan tanah yang mempengaruhi proses infiltrasi adalah kepadatan

(27)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Sifat dan jenis tanaman penutup tanah (tumbuhan mengurangi efek curah hujan, akar tumbuhan

akan menyebabkan struktur tanah gembur, dan diatas permukaan tanah mengurangi laju aliran.

2. Transmisi lapisan tanah

Sifat transmisi lapisan tanah tergantung pada lapisan-lapisan dalam tanah. Lapisan tanah

dibedakan atas 4 horizon adalah:

• Horizon A yang teratas sebagai bahan organik tanah

• Horizon B merupakan akumulasi dari bahan koloidal A ketebalan permeabilitas sangat

meneguhkan laju infiltrasi

Horizon C kadang-kadang disebut sub soil terbentuk dari pelapukan bahan induk

Horizon D merupakan bahan induk (beb rock).

Laju infiltrasi umumnya tergantung dari horizon A dan B, karena kapasitas infiltrasi C tidak akan

terpenuhi oleh laju infiltrasi, sedangkan D tidak tertembus air, sehingga sifat trasmisi lapisan

tanah dikelompokkan menjadi 2 fenomena yaitu:

Jika kapasitas perkolasi lebih besar dari kapasitas infiltrasi maka lapisan di bawah lapisan

permukaan tidak akan jenuh dan laju infiltrasi ditentukan oleh infiltrasi.

Jika kapasitas perkolasi lebih kecil dari kapasitas infiltrasi maka lapisan bawah akan jenuh air

dan laju infiltrasi ditentukan oleh laju perkolasi.

3. Pengatusan dari kapasitas penampungan

Pengatusan kapasitas penampungan porositas tanah akan menentukan kapasitas

penampungan untuk air infiltrasi, juga menahan aliran permukaan. Semakin besar porositas

(28)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

kadar air pada kondisi kapasitas lapang, dimana kandungan air dalam tanah maksimum yang

dapat ditahan oleh partikel tanah terhadap gaya tarik bumi.

Pengukuran Laju Infiltrasi

Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Menentukan beda volume air hujan buatan dengan volume air larian pada percobaan

laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan.

2. Menggunakan alat infiltrometer

3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dan data aliran hujan

Cara pengukuran laju infiltrasi dapat digolongkan kedalam 2 kelompok yaitu:

pengukuran dilapangan dan dengan analisis hidrograf. Alat-alat yang digunakan dalam

pengukuran laju infiltrasi tersebut adalah:

1. Single ring infiltrometer

2. Double ring infiltrometer

3. Rainfall simulator

Rainfall simulator pada dasarnya terdiri dari seperangkat alat pembuat hujan buatan, yang

terdiri dari pompa dan deretan pipa-pipa dengan nozzle yang dapat menyemprotkan air. Jumlah

air yang disemprotkan dapat sesuai dengan intensitas hujan buatan yang dikehendaki

(Harto,1993).

Single ring infiltrometer merupakan silinder baja atau bahan lain yang memiliki diameter

(29)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

single ring infiltrometer namun diameternya lebih besar dari single ring infiltrometer (Harto,

1993).

Alat infiltometer yang biasa digunakan adalah infiltrometer ganda (double ring

infiltrometer), yaitu satu infiltrometer silinder yang lebih besar diameternya. Pengukuran laju

infiltrasi hanya terhadap silinder yang kecil. Silinder yang lebih besar berfungsi sebagai

penyangga yang bersifat menurunkan efek batas yang timbul oleh adanya silinder (Asdak, 1995).

Pengukuran laju infiltrasi di Indonesia sering digunakan infiltrometer cincin ganda biasa

tetapi hanya bisa diterapkan pada tanah dengan laju infiltrasi yang lebih besar dari 1 x 10-7 m/s. Untuk tanah yang laju infiltrasinya lebih kecil dari angka ini belum tersedia metode

penentuannya. Infiltrometer cincin ganda dengan cincin dalam tertutup bisa digunakan untuk

pengukuran laju infiltrasi di lapangan yang mempunyai laju infiltrasi yang lebih kecil dari angka

tersebut. Standar ini menguraikan prosedur penggunaan infiltrometer cincin ganda dengan

cincin dalam tertutup untuk mengukur laju infiltrasi dari air melewati permukaan tanah lempung

berbutir halus yang mempunyai laju infiltrasi dalam kisaran 1 x 10-10 m/s sampai dengan 1 x 10-7 m/s. Apabila laju infiltrasi lebih besar daripada 1 x 10-7 m/s, harus diukur dengan menggunakan metode yang tercantum pada standar ASTM D 3385-88 (Suharto, 2006).

Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2007) metode pengujian bisa

digunakan pada endapan tanah alami lapisan tanah yang telah dipadat-ulang, tanah yang telah

mengalami perbaikan seperti tanah bentonit, dan campuran tanah dengan kapur. Selain

digunakan untuk mengukur laju infiltrasi di daerah yang relatif luas, metode ini berguna untuk

mengukur aliran air yang melewati bidang penghambat pembentuk kadar air pada lahan atau

(30)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

pada fasilitas pembuangan sampah, penguat dinding saluran dan reservoir, tirai pencegah

rembesan, dan tanah yang mengalami perbaikan dengan perkuatan seperti yang digunakan pada

(31)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

KONDISI UMUM LOKASI PENELITAN

Dasar Hukum, Letak dan Luas

Tahura Bukit Barisan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik

Indonesia No. 48 Tahun 1988 dengan luas ± 51.600 Ha. Tahura Bukit Barisan secara geografis

terletak pada 001’16” – 019’37” Lintang Utara dan 9812’16” dan 9841’00” Bujur Timur.

Sedangkan secara administratif termasuk kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Provinsi

Sumatera Utara.

Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan, yang terletak diempat Kabupaten Sumatera

Utara, yaitu Deli Serdang, Karo, Langkat, dan Simalungun ini, secara geografis berada pada

ketinggian 500 - 1.100 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan curah hujan 3.000 - 4.000 per

tahun (Dinas Kehutanan, 2000).

Topografi

Pada umumnya keadaan topografi lapangan Tahura Bukit Barisan sebagian datar, curam,

dan berbukit-bukit. Di beberapa tempat terdapat pegunungan dan puncak tertinggi yaitu Gunung

Sibayak dengan ketinggian 1.430 sampai 2.200 m dpl.

Flora dan Fauna

Kawasan ini didominasi oleh jenis-jenis pohon pegunungan baik jenis lokal maupun yang

berasal dari luar. Beberapa jenis tersebut antara lain Pinus merkusii, Altingia exelsa, Schima

(32)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

(Alistonis scholaris), Aren (Arecca pinnata), Rotan (Calamus sp) dll. Jenis tanaman yang berasal

dari luar diantaranya Pinus caribeae, Pinus khasia, Pinus insularis, Eucaliptus sp, Agathis sp

dan lain-lain.

Fauna yang terdapat didalam kawasan ini antara lain Monyet (Macaca fascicularis),

Siamang (Hylobates syndactylus), Babi hutan (Sus vitatus), Trenggiling (Manis javanica), Ular

(Naja sp), Elang (Accipitdae sp), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) (Dinas

(33)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat danWaktu

Penelitian ini dilaksanakan di Tahura Bukit Barisan Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat

Rakyat, Kab. Karo Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2008

dan analisis tanah dilakukan di Laboratorium Central Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanah, air. Alat yang digunakan adalah Double ring

infiltrometer, Stopwatch, Pita ukur, Penggaris, Ember atau jerigen, Suunto clinometer,Ring

sample, Plastik, Tally sheet, Alat tulis, Kertas label, Kalkulator.

Prosedur Percobaan

Penentuan Tempat Pengukuran

Penentuan petak penelitian ini dilakukan dengan cara Purposive Sampling pada kawasan

berlereng dan dicari bagian yang datar untuk penempatan alatnya. Ukuran petak 20 m x 20 m

dengan ulangan sebanyak 10 kali pada kelerengan 25-40%.

Pemasangan Alat

Diletakkan salah satu cincin dan pastikan penampang cincin pada level datar. Dipasang

piringan tutup di atas cincin dan pastikan tepat di pusat cincin. Pukul tutup cincin dengan martil

sampai kedalaman tertentu sehingga dapat mencegah kebocoran air ke luar cincin. Diletakkan

(34)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Gambar 1. Double ring infiltrometer

Mempertahankan tinggi muka air

Dipasang jarum berujung runcing sebagai penanda muka air yang dapat terlihat.

Dilakukan pengukuran perubahan tinggi muka air, pasang mistar atau taraf meter satu buah di

dinding dalam cincin. Dituangkan air ke dalam cincin sampai muka air persis di ujung penggaris.

Dijaga tinggi muka air pada kedua cincin agar tetap sama untuk menghindari aliran antar cincin.

Pengukuran Infiltrasi

Penghitungan laju infiltrasi berdasarkan perubahan tinggi muka air mengikuti

langkah-langkah berikut. Dicatat posisi waktu pada saat mulai pengukuran pada t = 0, Diukur perubahan

tinggi muka air pada ruang antar cincin tiap selang waktu. Setelah perubahan tinggi muka air

dicatat, tambahkan air sampai mencapai penanda tinggi muka air. Selang waktu ditentukan,

umumnya tiap 1 menit pada 10 menit pertama, tiap 2 menit pada menit ke 10 sampai dengan

menit ke 20, tiap 5 sampai menit ke 60, selanjutnya tiap 10 menit sampai diperoleh laju yang

(35)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Pengambilan Sampel Tanah

a. Pengambilan Sampel Tanah Utuh untuk Analisis Bulk density

Dipilih lokasi yang akan diambil sampel tanahnya kemudian dibersihkan. Untuk

mengambil sampel tanah yang tidak terganggu digunakan dua buah ring sample. Ring sample

yang pertama diletakkan diatas permukaan tanah kemudian ditekan masuk kedalam tanah.

Kemudian ring yang kedua diletakkan tepat diatas ring yang pertama, kemudian ditekan sampai

batas permukaan tanah. Tanah disekitar ring dikorek dengan menggunakan parang sampai

kedalaman kurang lebih 15 cm. Diusahakan tidak terlalu dekat dengan ring agar tanah utuh

terambil.

Ring diangkat secara perlahan, kemudian persambungan ring atas dengan ring bawah dipotong

dengan menggunakan parang. Ring yang paling bawah diberi label sesuai dengan ulangannya

kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan diikat.

Untuk mengetahui bulk density dan juga persen porositasnya maka digunakan persamaan:

Contoh pengambilan sampel tanah tidak terganggu disajikan pada gambar 2 dengan

(36)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Gambar 2. Contoh pengambilan sampel tanah tidak terganggu

b. Pengambilan sampel tanah terganggu untuk analisis tekstur dan bahan organik tanah.

Contoh tanah terganggu diambil setelah pengukuran infiltrasi selesai dilakukan dari

dalam ring infiltrometer. Tanah diambil sebanyak 2 kg dengan kedalaman 0 – 20 cm dari setiap

ulangan yang dilakukan, kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label sampai dengan

ulangan. Contah tanah yang telah diambil dibersihkan dari daun-daunan, sisa-sisa tanaman, dan

kotoran lainnya. Tanah dikering udarakan dengan cara menghamparkan tanah pada tempat yang

terbuka yang tidak terkena sinar matahari langsung. Selanjutnya tanah diayak dan siap dianalisis

(37)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Analisis Tekstur Tanah

Tanah diayak dengan menggunakan ayakan 10 mesh dan dimasukkan ke dalam

erlemeyer 250 ml. Ditambahkan larutan natrium pirofosfat, dikocok dan dibiarkan 24 jam.

Digoncang dengan menggunakan shaker selama 15 menit. Dipindahkan ke dalam silinder (gelas

ukur) volume 500 ml dan ditambahkan aquadest sampai batas garis. Dikocok 20 kali sebelum

dilakukan pambacaan dengan hidrometer, bila perlu dapat ditambahkan amil alkohol untuk

menghilangkan buih yang dapat mengganggu pembacaan. Ini dilakukan untuk pembacaan

pertama untuk liat dan debu. Dimasukkan hidrometer untuk pembacaan yang kedua untuk liat.

Dilakukan perhitungan :

Ditimbang 0,5 gr tanah dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml. Ditambahkan 5 ml

K2CrO7 1N ( dengan menggunakan pipet tetes) lalu digoncang dengan tangan. Ditambahkan 10

ml H2SO4 pekat dan digoncang 3-4 menit, selanjutnya didiamkan selama 30 menit. Ditambahkan

100 ml air suling dan 5 ml H3PO4 85% dan NaF 4% 2,5 ml. Kemudian ditambahkan 5 tetes

(38)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

dengan Fe(NH4)2 0,5 N dari buret hingga warna menjadi hijau terang. Dilakukan prosedur seperti

diatas tetapi sampel tanpa tanah, untuk mendapatkan volume titrasi Fe(NH4)2(SO4) 20,5 N untuk

mendapatkan blanko. Dihitung C-organik dengan menggunakan rumus :

C-organik = 5 ( 1- t/s )0,78

Keterangan : t = titrasi

s = blanko

Dihitung bahan organik dengan menggunakan rumus :

BO = C-organik x 1,724

Analisis Data

Dihitung besarnya laju infiltrasi (f) pada setiap ulangan dari data perubahan tinggi muka air

tiap selang waktu pengukuran dengan persamaan.

60

∆hc : perubahan tinggi muka air tiap selang waktu (cm),

∆t : selang waktu pengukuran (menit)

Pendugaan persamaan laju infiltrasi terhadap struktur tanah, tekstur tanah, kerapatan

tanah (bulk density), serta bahan organik tanah dapat diformulasikan dalam persamaan regresi

dengan menggunakan software SPSS Versi 15.0 sebagai berikut:

Y = f { a, bi, X1, X2, X3, X4,}

(39)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Y = Laju infiltrasi terhadap sifat tanah a = intersep

bi = slope garis kemiringan regresi

X1 = fraksi Liat

X2 = bulk densiity

X3 = porositas

X4 = bahan organik

Menurut Suryatmojo (2006) konstruksi cincin infiltrometer dapat disajikan pada gambar

3

Gambar 3. Konstruksi cincin infiltrometer

Keterangan gambar:

1. Cincin dalam 4. Taraf meter

2. Cincin luar 5. Tabung mariotte berskala

(40)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Untuk mempermudah pelaksanaan prosedur kerja dalam penelitian maka perlu dibuat

diagram alir yang dapat membantu penelitian di lapangan, salah satu contoh diagram alir adalah

seperti yang dinyatakan Suryatmojo (2006), yang disajikan pada gambar 4.

Mulai

(41)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

(42)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kapasitas infiltrasi merupakan batas maksimum kemampuan tanah dalam menyerap air.

Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah yang selalu diawali dengan

nilai yang tinggi dan berkurang hingga nilai yang tetap.Hasil pengukuran laju infiltrasi pada

kawasan berlereng terjadi variasi kapasitas infiltrasinya yaitu 1,2 cm/jam, 12 cm/jam, 2,4

cm/jam, 1,2 cm/jam, 6 cm/jam, 4,8 cm/jam, 4,8 cm/jam, 3,6 cm/jam, 2,4 cm/jam, 0,6 cm/jam

dengan waktu mencapai konstan secara berurutan adalah 100 menit, 110 menit, 20 menit, 25

menit, 30 menit, 30 menit, 30 menit, 70 menit, 30 menit, dan 70 menit (Lampiran 1).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju infiltrasi akan berkurang sejalan dengan

bertambahnya waktu, dapat dilihat pada hasil yang menunjukkan makin lama laju infiltrasinya

akan berkurang, Menurut Suripin (2002) hal ini disebabkan bahwa pada saat awal dimana tanah

tidak jenuh, infiltrasi terjadi pada umumnya akibat tarikan hisapan matriks dan gravitasi. Dengan

masuknya air lebih dalam dan makin dalamnya profil tanah yang basah, maka makin lemah

tarikan hisapan matriks. Sampai kedalaman tertentu tarikan hisapan matriks menjadi sangat kecil

(43)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Tabel 3. Data rataan infiltrasi pada setiap ulangan

Ulangan Rataan Laju Infiltrasi (cm/jam)

Untuk mempermudah melihat rata-rata laju infiltrasi pada setiap ulangan dapat disajikan

pada gambar 5.

Grafik Rata-rata Laju Infiltrasi Kawasan Berlereng

Menurut Lee (1990) kapasitas laju infiltrasi merupakan suatu sifat yang dinamis.

Kapasitas laju infiltrasi terbesar apabila curah hujan mulai ada dan menurun bila koloid tanah

mengembang dan mengurangi ukuran pori, penghambat gerakan air menuju jenuh dan kapasitas

(44)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Tahap awal dalam pembuatan model infiltrasi pada kawasan hutan berlereng adalah

memperhatikan parameter yang telah ditentukan yaitu dengan menggunakan sifat tanah yang

terdiri dari fraksi pasir, debu, liat, bulk density dan bahan organik. Dari komponen-komponen

tersebut dilakukan beberapa uji agar model yang diperolah benar-benar dapat dipergunakan,

salah satunya adalah dengan melakukan uji multikolinearitas, namun setelah dilakukan uji

multikolinearitas maka diperoleh hasil yang menyatakan terjadinya kolinearitas antara ketiga

komponen yaitu fraksi pasir, debu, dan liat. Untuk itu komponen yang digunakan sebagai

pewakil adalah fraksi liat karena dari ketiga komponen tersebut, fraksi liat merupakan komponen

yang mempunyai tingkat pengaruh yang paling tinggi terhadap model. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Sudarmanto (2005) yang menyatakan apabila ada hubungan yang linear diantara

variabel-variabel independen akan menimbulkan kesulitan dalam memisahkan pengaruh

masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya. Oleh karena itu kita harus

benar-benar dapat menyatakan bahwa tidak terjadi adanya hubungan linear diantara variabel-variabel

independen.

Selain uji multikolinearitas, juga dilakukan uji heteroskedastisitas yang menunjukkan

bahwa pada tingkat kepercayaan 90 % peubah bebas yang digunakan merupakan peubah yang

mempengaruhi atau layak digunakan dalam pembuatan model, sehingga peubah bebas yang

paling baik untuk menduga laju infiltrasi maksimum, minimum dan waktu untuk mencapai

konstan adalah fraksi liat, bulk density, porositas, dan bahan organik. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Sudarmanto (2005) yang menyatakan uji asumsi heteroskedastisitas dimaksudkan

(45)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

pengamatan. Apabila asumsi tidak terjadinya heteroskedastisitas ini tidak terpenuhi, maka

penaksir menjadi tidak lagi efisien baik dalam sampel

Hasil analisis regresi dengan menggunakan Software SPSS Versi 15.0 diperoleh hasil 3

persamaan untuk infiltrasi maksimum, infiltrasi minimum, dan waktu mencapai konstan. Adapun

persamaan yang dimaksud adalah:

Ymaks = - 162,574 – 2,583 X1 + 44,039 X2 + 92,404 X3 + 0,482X4

Ymaks : Laju infiltrasi maksimum (cm/jam).

Ymin : Laju infiltrasi minimum atau konstan (cm/jam)

Tkonstan : Waktu untuk mencapai konstan (menit)

X1 : Fraksi Liat (%)

X2 : Bulk density (gr/cm3)

X3 : Porositas (%)

X4 : Bahan Organik (%)

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi besarnya laju

infiltrasi adalah fraksi liat, bahan organik, bulk density, dan porositas tanah, dengan nilai

(46)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

minimum dan waktu untuk mencapai konstan adalah sebesar R2 = 0,567 pada Ymaksimum yang berarti 56 % variabel Ymaksimum dipengaruhi oleh fraksi liat, bulk density, porositas, dan bahan

organik tanah, sisanya 44% dipengaruhi oleh faktor lain selain parameter yang digunakan dalam

persamaan atau model, R2 = 0,162 pada Yminimum berarti 16% variabel Yminimum dipengaruhi oleh fraksi liat, bulk density, porositas dan bahan organik tanah, sisanya 84%

dipengaruhi oleh faktor selain parameter yang digunakan dalam persamaan atau model dan R2 = 0,760 untuk waktu mencapai konstan berarti 76% variabel Tkonstan dipengaruhi oleh fraksi liat,

bulk density, porositas, dan bahan organik tanah, sisanya 34% dipengaruhi oleh faktor lain selain

parameter yang digunakan dalam persamaan atau model.

Persamaan Yminimum merupakan model yang kurang baik sehingga tidak layak untuk

direkomendasikan karena mempunyai R2 yang sangat rendah. Sedangkan untuk persamaan Ymaksimum dan Tkonstan masih memungkinkan untuk dipergunakan karena mempunyai R2 yang cukup baik untuk mendukung persamaan tersebut untuk layak digunakan.

Analisis Sifat Tanah

Sifat fisika tanah merupakan sifat yang mudah dilihat di lapangan dan berpengaruh

terhadap ketersediaan air dan udara di dalam tanah juga berpengaruh pada proses infiltrasinya.

Sifat-sifat yang diamati antara lain adalah tekstur tanah, struktur tanah, bulk density dan bahan

(47)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Tabel 4. Persentase Pasir, Debu dan Liat pada Masing-masing Ulangan No Ulangan % Pasir % Debu % Liat Tekstur

Tekstur ditentukan dengan melihat perbandingan pasir, debu dan liat yang terdapat pada

tanah. Setelah diketahui persentasenya maka tekstur tanahnya ditentukan dengan menggunakan

segitiga USDA (United State Department of Agriculture) yang disajikan pada Gambar 5.

100

(48)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Tabel 4 menunjukkan persentase pasir, debu dan liat yang terdapat pada masing-masing

ulangan. Komponen utama penyusun tekstur tanah dilokasi penelitian adalah pasir berlempung,

karena 7 dari 10 ulangan menunjukkan pasir berlempung. Karena teksturnya didominasi oleh

pasir, maka tanah ini memiliki laju infiltrasi yang tinggi. Menurut Hasibuan (2005) tanah yang

bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil, sehingga sulit menyerap atau menahan

air dan unsur hara sehinggga pada musim kemarau mudah kekurangan air. Bila jumlah pasir

tidak terlalu banyak maka pengaruhya terhadap tanah akan baik. Hal ini disebabkan karena

cukup longgar, air akan mudah menyerap dan jumlahnya cukup dikandung tanah, udara tanah

mudah masuk ke dalam tanah.

Menurut Harto (1993) setiap jenis tanah memiliki karakteristik laju laju infiltrasi yang

berbeda-beda dan bervariasi dari yang sangat tinggi sampai sangat rendah. Umumnya jenis tanah

berpasir cenderung mempunyai laju infiltrasi tinggi. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan

kerapatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat suatu tanah,

maka makin kecil laju infiltrasinya, dan tanah yang banyak mengandung debu lebih kuat

memegang air dibandingkan dengan tanah berpasir karena pori-porinya kecil.

Cepat atau lambatnya suatu laju infiltrasi juga dipengaruhi oleh bulk density (Sutanto,

2005). Untuk mengetahui besarnya bulk density tanah, diambil sampel tanah yang tidak

terganggu dengan menggunakan ring sampel. Tanah diambil dari kedalaman kurang lebih 20 cm.

Kedalaman ini diperkirakan tanah yang diambil bukan serasah tumbuhan yang terdapat di

atasnya. Hasil analisis bulk density terhadap sampel tanah dan porositas disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Bulk density dan Porositas Tanah pada setiap Ulangan No Ulangan Bulk density tanah (gr/cm3) Porositas (%)

(49)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009.

Tanah di lokasi penelitian memiliki banyak ruang pori sehingga dapat dikatakan tanah

tersebut gembur. Hal ini dapat dilihat dari porositasnya yang berkisar antara 62,01% - 68,83 %.

Menurut Hasibuan (2005) pada tanah yang banyak mengandung pasir dijumpai lebih banyak

pori-pori kasar sehingga sukar menyimpan air. Dengan persentase total ruang porinya yang

tinggi maka laju infiltrasinya akan cepat. Air bergerak lebih cepat melalui pori-pori dan ruang

pori yang besar pada tanah berpasir dari pada melalui pori-pori yang kecil pada tanah liat.

Ketika kandungan bahan organik tanah rendah, akan berpengaruh signifikan dalam hal

kerentanan terhadap pergerakan fisik tanah.

Tanah hutan merupakan salah satu jenis tanah yang mengandung bahan organik yang

tinggi. Menurut Harto (1993) hutan memiliki peranan yang sangat penting dalam pengendalian

besar limpasan permukaan terutama dalam infiltrasi dan intersepsi. Hasil analisis menunjukkan

bahwa tanah di lokasi penelitian mempunyai –C-organik yang tinggi yaitu berkisar antara 6,55 –

13,25 karena menurut Suriadi dan Narzam (2005) kriteria C-organik (Tabel 2) apabila

mempunyai C-organik 13,28 maka tanah tersebut mempunyai C-organik yang tinggi. Hasil

analisis C-organik tanah disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisis Bahan Organik Pada Setiap Ulangan

No Ulangan C-Organik Bahan organik

(50)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009.

Menurut Harto (1993) keberadaan serasah hutan sangat menguntungkan karena serasah

merupakan bahan organik yang berasal dari tumbuhan yang telah mati, mengalami proses

dekomposisi yang akan berfungsi sebagai penahan tumbukan air hujan dan juga sebagai

penyaring. Apabila hujan turun maka butiran-butiran hujan akan menyebabkan tumbukan air

hujan pada muka tanah, sehingga butiran-butiran halus tanah akan lepas dan terbawa oleh aliran

air. Dengan adanya lapisan serasah maka tumbukan air hujan secara langsung dapat dikurangi

bahkan dapat dihentikan sama sekali. Butir-butir tanah halus yang terbawa oleh aliran air akan

tersaring.

Laju infiltrasi dapat dipertahankan jika porositas tanah tidak terganggu selama hujan

terjadi. Hal ini sesuai pernyataan Sutanto (2005) yang menyatakan fungsi serasah yaitu sebagai

tempat penyimpanan air untuk sementara dan secara berangsur-angsur melepaskan ke dalam

tanah bersama dengan bahan organik yang larut dan akan menaikkan kapasitas peresapan.

Dengan tingginya bahan organik maka akan meningkatkan kemantapan agregat tanah sehingga

meningkatkan daya serap air oleh tanah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tanah di lokasi penelitian termasuk jenis tanah

remah, yaitu terdiri dari agregat-agregat kecil berpori dan umumnya lunak. Widianto et al (2003)

yang menyatakan kondisi tanah hutan umumnya remah dan memiliki kapasitas infiltrasi yang

(51)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

menerus dari daun-daun, ranting, cabang yang berguguran sebagai serasah. Dengan

meningkatnya infiltrasi air tanah maka terjadi pengurangan limpasan permukaan, bahaya banjir

(52)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Diperoleh Model laju infiltrasi pada Kawasan Berlereng

1. Ymaks (cm/jam) =-162,574–2,583liat+ 44,093bulk density +92,404porositas + 0,482bo dengan R2

sebesar 0,567.

2. Ymin (cm/jam) = 352,933 –1,13liat –102,748bulk density – 197,174porositas + 2,106bo dengan R2

sebesar 0,162.

3. Tkonstan = 98385,652 – 20,215liat – 29171,7bulk density–55002,6porositas + 337,202bo dengan R2

sebesar 0,760.

Model pendugaan untuk Ymin tidak layak digunakan karena hanya mempunyai R2 sebesar 0,162.

Saran

Perlu dilaksanakan penelitian lanjutan untuk mendapatkan model pendugaan laju

(53)
(54)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2002. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Campbell, G.S. 1985. Soil Physics With Basic Transport Models For Soil – Plant System.

Department of Agronomy and Soils. Washington State University. Pullman, WA 99163,

USA

Dephutbun. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Dirjen Kehutanan Indonesia. Jakarta

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2007. Pengukuran Lapangan Laju Infiltrasi menggunakan Infiltrometer Cincin Ganda dengan Bagian dalam yang Tersumbat. Badan Penelitian dan Pengembangan Kimprasul. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air

Dinas Kehutanan Kabupaten Karo. 2000. Naskah Perencanaan Hutan Raya Bukit Barisan. Laporan Tidak Diterbitkan

Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Hardjowigeno, S. 1989. Ilmu Tanah. Pt.Medyatama Sarana Persada. Jakarta

Hasibuan, E. B. 2005. Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan

Juanda,D.J., Assa’ad. N dan Warsana. 2003. Kajian Laju Infiltrasi dan beberapa Sifat Fisik Tanah pada tiga Jenis Tanaman Pagar dalam Sistem Budidaya Lorong. Jurnal Ilmu

Tanah dan Lingkungan Vol 4 (1) (2003) pp 25-31 Fakultas Pertanian Universitas Jenderal

Soedirman Purwokerto.

Kartosapoetra, A.G. 1990. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk Merehabilitasinya. Bina Aksara. Jakarta

Khasanah, N dan B. Lusiana. 2004. Simulasi Limpasan Permukaan dan Kehilangan Tanah Pada

Berbagai Umur Kebun Kopi: Studi Kasus di

SumberJayaLampungBarat

(55)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Moehansyah, 2006. Kerawanan Bencana Banjir, Kekeringan dan Kebakaran di Kalimantan Selatan Ditinjau dari Biofisik dan Konservasi Lahannya. Pusat Penelitian Pengembangan Wilayah. Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin

Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Saidi, H. A. 2006. Fisika Tanah dan Lingkungan. Andalas University Press. Padang

Seyhan, E.F. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Penerjemah Ir. Sentot Subagyo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Staf Pengajar Jurusan Ilmu Tanah. 2008. Peranan Uji In Situ Laju Infiltrasi Dalam Pengelolaan DAS Grindulu- Pacitan. Kerjasama antara Jurusan Tanah FP-UGM dan Project Management Unit (PMU), Good Governance In Water Resource Management (GGWRM) Yogyakarta dan Pacitan.

[18 april 2008]

Sudarmanto, R.G. 2005. Analisis Regeresi Linear Ganda dengan SPSS. Graha Ilmu. Yogyakarta

Suharto, E. 2006. Kapasitas Simpanan Air Tanah Pada Sistem Tataguna Lahan LPP Tahura Raja Lelo Bengkulu. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Vol 8 No 1. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu

Suriadi, A dan Nazam. M. 2005. Penilaian Kualitas Tanah Berdasarkan Kandungan Bahan Organik (Kasus Di Kabupaten Bima). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat.

Suryatmojo, H. 2006. Peran Hutan Dalam Pengendalian Daur Air. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada.Yogyakartahttp;www.infiltrasi.hsuryatmojo[at]ugm.ac.id [18 April 2008]

Sutanto, R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Tarus. V. 2002. Penghijauan dan Persoalan Kekurangan Air. Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Nusa Cendana. Kupang

Widianto, S et al. 2003. Alih Guna Lahan Hutan menjadi lahan Pertanian: Apakah Fungsi Hidrologis Hutan dapat digantikan Sistem Kopi Monokultur

http;www.worldagroforestry.org/sea/Publications/Manuals/agrivita/6FungsiHidrologis.p df. [26 november 2008]

(56)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

(57)
(58)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Lampiran 2. Hasil Analisis Output Ymak

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

ymaks 1,7333 ,27297 10

fraksiliat ,9310 ,07063 10

bahanorganik 1,2166 ,11094 10

bulkdensity -,0553 ,02715 10

a Predictors: (Constant), porositas, bahanorganik, fraksiliat, bulkdensity b Dependent Variable: ymaks

ANOVA(b)

a Predictors: (Constant), porositas, bahanorganik, fraksiliat, bulkdensity b Dependent Variable: ymaks

Coefficients(a)

(59)
(60)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Lampiran 3. Hasil Analisis Output Ymin

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

ymin ,4473 ,38842 10

fraksiliat ,9310 ,07063 10

bahanorganik 1,2166 ,11094 10

bulkdensity -,0553 ,02715 10

a Predictors: (Constant), porositas, bahanorganik, fraksiliat, bulkdensity b Dependent Variable: ymin

ANOVA(b)

a Predictors: (Constant), porositas, bahanorganik, fraksiliat, bulkdensity b Dependent Variable: ymin

(61)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

bulkdensity -102,748 217,185 -7,183 -,473 ,656

porositas -197,174 411,045 -7,258 -,480 ,652

(62)

Dewi Sagita Ginting : Pendugaan Laju Infiltrasi Menggunakan Parameter Sifat Tanah Pada Kawasan Berlereng, 2009. USU Repository © 2009

Lampiran 4. Hasil analisis Output tkonstan

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

waktukonstan 56,5000 31,80234 10

fraksiliat ,9310 ,07063 10

bahanorganik 1,2166 ,11094 10

bulkdensity -,0553 ,02715 10

a Predictors: (Constant), porositas, bahanorganik, fraksiliat, bulkdensity b Dependent Variable: waktukonstan

ANOVA(b)

a Predictors: (Constant), porositas, bahanorganik, fraksiliat, bulkdensity b Dependent Variable: waktukonstan

Coefficients(a)

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Kelas Tekstur Tanah           No         Nama Tekstur
Tabel 2. Kriteria Kandungan Bahan Organik Tanah No Kandungan Bahan Organik
Gambar 1. Double ring infiltrometer
Gambar 2. Contoh pengambilan sampel tanah tidak terganggu
+6

Referensi

Dokumen terkait

 Membuat laporan stock kain mentah dan kain finish kepada bagian. PPC dan

Temperatur campuran beraspal panas merupakan satu-satunya faktor yang paling penting dalam pemadatan, disebabkan temperatur pada saat pemadatan sangat

Dalam skala ini tidak ada penilaian benar atau salah, jawaban yang paling baik adalah yang sesuai dengan diri anda.. Adapun pilihan jawaban yang tersedia yaitu: STS :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori dan implementasinya, terutama tentang model pemberdayaan UMKM yang tepat, bermanfaat

Menurut Dunham 1962 bahwa tekstur batugamping atau batuan karbonat dapat menggambarkan genesa pembentukannya, sehingga klasifikasi ini dianggap mempunyai tipe

Meskipun eksistensi sejarah sebagai ilmu masih dipertentangkan oleh sebagian ilmuan, namun tetap tidak dapat dipungkiri, bahwa sejarah telah memberikan sumbangan yang sangat

Ruang lingkup Kesepakatan Bersama ini meliputi pelaksanaan kegiatan bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat di wilayah Kabupaten Bantul.. 20