• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA PERKEMBANGAN KONSEP DIRI REMAJA DALAM PENDAMPINGAN SUSTER PUTRI-PUTRI YESUS KRISTUS (PPYK) PAKEM (Studi Fenomenologi) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DINAMIKA PERKEMBANGAN KONSEP DIRI REMAJA DALAM PENDAMPINGAN SUSTER PUTRI-PUTRI YESUS KRISTUS (PPYK) PAKEM (Studi Fenomenologi) SKRIPSI"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

i

DINAMIKA PERKEMBANGAN KONSEP DIRI REMAJA DALAM PENDAMPINGAN SUSTER

PUTRI-PUTRI YESUS KRISTUS (PPYK) PAKEM (Studi Fenomenologi)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh: Veronika Lusia Buke

NIM : 141114053

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2018

(2)

ii

SKRIPSI

DINAMIKA PERKEMBANGAN KONSEP DIRI REMAJA

Figure 1

DALAM PENDAMPINGAN SUSTER PUTRI-PUTRI YESUS KRISTUS (PPYK) PAKEM

(Studi Fenomenologi)

Oleh :

Veronika Lusia Buke NIM : 141114053

Telah disetujui oleh :

Pembimbing,

(3)

iii

SKRIPSI

DINAMIKA PERKEMBANGAN KONSEP DIRI REMAJA DALAM PENDAMPINGAN SUSTER

PUTRI-PUTRI YESUS KRISTUS (PPYK) PAKEM (Studi Fenomenologi)

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Veronika Lusia Buke

141114053

Telah dipertahankan di depan panitia penguji Pada tanggal 26 Juli 2018

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji :

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Gendon Barus, M.Si ………..

Sekertaris : Juster Donal Sinaga, M.Pd ……….. Anggota I : Dr. MM Sri Hastuti, M.Si ……….. Anggota II : Ag. Krisna Indah M.S.Pd., M.A ……….. Anggota III : Prias Hayu Purbaning Tyas, M.Pd ………..

Yogyakarta, 26 Juli 2018

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

(4)

iv

MOTTO

“Zelo zelatus sum pro Domino Deo exercituum”

(Aku bekerja segiat-giatnya bagi Tuhan, Allah semesta alam) 1Raja-raja 19:10

“Buluh yang patah terkulai tidak akan dipatahkanNya dan sumbu yang

pudar nyalanya tidak akan dipadamkanNya, tetapi dengan setia Dia akan menyatakan hukum”

(5)

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini, saya persembahkan kembali kepada :

Allah Bapa Putra dan Roh Kudus yang telah menyertaiku dari awal sampai akhir dalam usaha dan kerja kerasku untuk menyelesaikan skripsi ini.

Suster Pimpinan Umun yang telah memberikan kesempatan belajar bagi saya untuk memperoleh pengetahuan yang nantinya dapat digunakan sebagai sarana

dalam karya pelayanan Perserikatan PPYK.

Para Suster anggota Perserikatan Putri-Putri Yesus Kristus (PPYK) yang dengan penuh pengertian dan kesabarannya membantu saya menjalankan tugas utama

saya di komunitas sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini dengan baik.

P. Blasius Seo Nena OCD yang telah mendukung saya dengan menyumbangkan pemikiran-pemikirannya sehingga saya dapat menemukan judul yang tepat sesuai

dengan kebutuhan untuk perkembangan misi Perserikatan PPYK.

Bapak dan ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang dengan setia memberikan pengajaran, membagikan pengetahuannya sehingga saya menemukan pemahaman-pemahaman baru dalam

memberikan pelayanan terkait dengan misi dari karya pelayanan Perserikatan PPYK.

Yang teristimewa, anak-anak asuhan Suster PPYK yang dengan rela hati membuka diri dengan mau berbagi pengalaman hidup bersama peneliti. Kalian adalah masa depan Gereja dan Bangsa, berjuanglah dan maknailah hidupmu saat

ini. Segala hal yang buruk tidak berarti akan menghancurkan hidupmu tetapi kamu akan menjadi pribadi yang kuat menghadapi tantangan jaman ketika engkau

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 26 Juli 2018 Penulis,

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Veronika Lusia Buke

Nomor Mahasiswa : 141114053

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma sebuah karya ilmiah yang berjudul:

DINAMIKA PERKEMBANGAN KONSEP DIRI REMAJA DALAM PENDAMPINGAN SUSTER

PUTRI-PUTRI YESUS KRISTUS (PPYK) PAKEM (Studi Fenomenologi)

Dengan demikian, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin kepada saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 26 Juli 2018 Yang menyatakan

(8)

viii

ABSTRAK Veronika Lusia Buke

DINAMIKA PERKEMBANGAN KONSEP DIRI REMAJA DALAM PENDAMPINGAN SUSTER

PUTRI-PUTRI YESUS KRISTUS (PPYK) PAKEM (Studi Fenomenologi)

Yogyakarta:

Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma

2018

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika perkembangan konsep diri remaja dalam pendampingan Suster Putri-putri Yesus Kristus (PPYK). Sebelum remaja ini hidup bersama dalam komunitas Suster PPYK mereka hidup bersama keluarga.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi fenomenologi. Subjek penelitian ini adalah tiga orang remaja (Ns, Mr, Hd) asuhan Suster PPYK, berusia 15-18 tahun yang telah tinggal di komunitas Suster PPYK selama 5-7 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terbuka, observasi dan studi dokumen subjek. Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber, yaitu suster pendamping dan keluarga subjek. Teknik dalam menganalisis data dilakukan dengan cara mereduksi data, memaparkan data, menarik kesimpulan dan memverifikasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan konsep diri Ns inkongruen ketika tinggal bersama keluarga yang artinya bahwa pandangan Ns tentang diri aktualnya sangat berbeda dengan diri idealnya. Konsep diri inkongruen Ns mengalami dinamika selama 5 tahun hidup dalam pendampingan Suster PPYK namun tidak berkembang. Mr memiliki konsep diri inkongruen ketika tinggal bersama keluarga. Konsep diri inkongruen yang dimiliki Mr mengalami dinamika selama 7 tahun hidup dalam pendampingan Suster PPYK. Konsep diri Mr berkembang menjadi kongruen yang artinya bahwa pandangan Mr tentang diri aktualnya sesuai atau sejalan dengan diri idealnya. Hd memiliki konsep diri inkongruen ketika tinggal bersama keluarga. Konsep diri inkongruen Hd berkembang menjadi kongruen ketika mengalami dinamika selama 6 tahun hidup dalam pendampingan Suster PPYK. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa remaja mengalami dinamika pembentukan konsep diri ketika tinggal dalam pendampingan Suster PPYK. Meskipun demikian, tidak semua remaja mengalami perkembangan konsep diri. Perkembangan konsep diri terjadi ketika remaja memiliki kemampuan kognitif untuk mengevaluasi dan memaknai setiap pengalaman dalam hidup bersama orang lain yang didampingi Suster PPYK. Kata Kunci : Konsep diri, dinamika konsep diri, perkembangan konsep diri, remaja.

(9)

ix ABSTRACT Veronika Lusia Buke

THE DYNAMIC OF SELF-CONCEPT DEVELOPMENT OF

ADOLESCENCE THAT IN CARE BY THE CHILDREN OF JESUS CHRIST (PPYK) SISTERS IN PAKEM

(A Phenomenology Study) Yogyakarta:

Guidance and Counseling Study Program Sanata Dharma University

2018

The aim of the study was to determine the dynamics of adolescent self-concept development that being mentored by the Children of Jesus Christ (PPYK) Sisters. These teenagers before they lived together in the community the PPYK sisters, they lived with their families.

This research is a descriptive qualitative research with phenomenological study approach. The subjects of this study were three teenagers (Ns, Mr, Hd) that in the care of PPYK Sister, aged 15-18 years who had lived in the PPYK Sister community for 5-7 years. Data collection was done using open interviews, observation and study of the subject documents. This study used triangulation of sources, namely companion nurses and subject families. The data analyzing technique was done by reducing data, exposing data, drawing conclusions and verifying.

The results of this study indicate that Ns was having incongruent self-concept when living with the family, it means that Ns's view of actual self is very different from the ideal self. The self-incongruent concept of Ns had a dynamic for 5 years being mentored by the PPYK Sister but did not yet develop. Mr. had an incongruent self-concept when living with the family. The self-incongruent concept owned by Mr. experienced dynamism for 7 years during living under the mentoring of the PPYK Sister. Mr had evolve her self-concept becomes congruent which means that Mr.'s view of her actual self is appropriate or in line with her ideal self. Hd had an incongruent self-concept when living with the family. The concept of self-incongruent that Hd had was developed to be congruent when experiencing the dynamics for 6 years of life under the mentoring of the PPYK Sister. From the results of this study it can be concluded that adolescents experience the dynamics of self-concept formation when living under the mentoring of the PPYK Sister. Even so, not all teenagers experience self-concept development. The development of self-concept occurs when adolescents have the cognitive ability to evaluate and interpret every experience in life with others who are accompanied by a PPYK Sister.

Keywords: self-concept, self-concept dynamics, self-concept development, adolescence.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Setia dan tekun bukanlah hal yang mudah dilakukan dalam usaha menemukan suatu pemahaman dari pemikiran-pemikiran ilmiah manusiawi. Oleh karena itu kata pertama yang ingin disampaikan adalah rasa syukur tak terhingga bagi Kemuliaan Allah yang memampuhkan penulis dalam pengerjaan skripsi ini. Allah telah menggunakan orang-orang yang bermurah hati memberikan perhatian mereka berupa dukungan, motivasi dengan berbagai cara mereka masing-masing. Oleh karena itu, pada tempat yang kedua ini ucapan terima kasih yang sedalamnya disampaikan kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Dr. Gendon Barus, M.Si., selaku Kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling yang memiliki kebesaran hati untuk mendukung dan mendorong semua mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi.

3. Dr. MM Sri Hastuti, M.Si, selaku dosen pembimbing dan juga menjadi motivator untuk bekerja dengan kesungguhan hati dan profesional dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak dan ibu Dosen yang bekerja pada Prodi. BK Universitas Sanata Dharma yang telah membekali dengan berbagai ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat.

5. Sr Theresia Wiji Kartini PPYK, selaku Pimpinan Umum Perserikatan PPYK yang telah memberikan kepercayaan tugas belajar pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

(11)

xi

6. Para Suster PPYK selaku pendamping anak asuhan yang telah memberikan kesempatan, tempat tinggal dan waktu sehingga mempermudah dalam pengambilan data penelitian ini.

7. Anak-anak asuhan Suster PPYK atas keterbukaan hatinya sehingga memperlancar kegiatan penelitian yang menghasilkan penulisan skripsi ini.

Ada banyak hal yang terasa masih kurang dalam penulisan skripsi ini dan yang menjadi keterbatasan peneliti sehingga masukan yang berupa saran dan kritik sangat diharapkan untuk menjadi perhatian peneliti. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 26 Juli 2018 Penulis

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN DAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

(13)

xiii

G. Batasan Istilah ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Kajian Teori ... 9

1. Hakikat Konsep Diri ... 9

2. Remaja... 18

3. Hakikat Suster PPYK ... 26

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 33

C. Kerangka Berpikir ... 35

BAB III METODE PENELITIAN... 38

A. Jenis Penelitian ... 38

B. Tempat dan Waktu Pemnelitian ... 39

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 39

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 40

E. Keabsahan Data ... 44

F. Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 47

A. Deskripsi Data ... 47

1. Tempat dan Jadwal Penelitian ... 47

2. Deskripsi Umum Subjek Penelitian ... 48

3. Deskripsi Data Wawancara ... 49

4. Deskripsi Data Observasi ... 58

5. Deskripsi Data Dokumentasi ... 65

(14)

xiv

1. Subjek dengan Inisial Ns ... 68

2. Subjek dengan Inisial Mr ... 71

3. Subjek dengan Inisial Hd ... 73

BAB V PENUTUP ... 76

A. Simpulan ... 76

B. Keterbatasan Penelitian ... 77

C. Saran ... 78

(15)

xv

DAFTAR TABEL

1. Kelompok Usia Anak Asuhan Suster PPYK ... 31

2. Jadwal Harian Anak Asuhan ... 32

3. Tugas Harian Anak Asuhan ... 32

4. Kegiatan Sore Anak Asuhan ... 32

5. Kegiatan Keterampilan Anak ... 33

6. Pedoman Observasi ... 41

7. Lembar Observasi ... 42

8. Daftar Pertanyaan Wawancara ... 43

9. Jadwal dan Tempat Penelitian ... 48

(16)

xvi

DAFTAR BAGAN

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 ... 81

a. Surat Pernyataan Subjek Ns ... 81

b. Surat Pernyataan Subjek Mr... 82

c. Surat Pernyataan Subjek Hd... 83

2. Lampiran 2 ... 84

a. Reduksi Data Wawancara Subjek Ns ... 84

b. Reduksi Data Wawancara Subjek Mr ... 87

c. Reduksi Data Wawancara Subjek Hd ... 90

3. Lampiran 3 ... 92

a. Lembar Observasi Subjek Ns ... 92

b. Lembar Observasi Subjek Mr ... 93

(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan defenisi istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Konsep diri merupakan gambaran seseorang tentang dirinya dalam seluruh pengalaman sosial yang dialami dan disadari oleh orang tersebut. Konsep diri mengarah pada sifat, sikap dan perilaku yang menggambarkan bagaimana kepribadian orang tersebut. Seorang psikolog terkenal berpendapat bahwa “Most of the ways of behaving which are adopted by the organism are those which are consistent with the concept of self” (Rogers (1951: 507). Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa perilaku individu dapat memberikan gambaran tentang konsep diri individu tersebut. Konsep diri terbentuk dari setiap pengalaman yang dialami dan yang disadari oleh individu. Realitas pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri individu cenderung menjadi masalah dalam kehidupan pribadi maupun sosial individu itu sendiri.

Suster Putri-Putri Yesus Kristus (PPYK) merupakan sebuah perserikatan yang memiliki keprihatinan dan kepedulian terhadap orang-orang yang memiliki masalah dalam kehidupannya. Salah satu karya pelayananan Suster PPYK adalah mendampingi setiap individu bermasalah khususnya bagi

(19)

2

mereka yang ditolak oleh keluarga dan tidak memiliki tempat untuk tinggal. Suster PPYK memberikan pendampingan dengan pelayanan yang penuh kasih berdasarkan semangat iman kristiani. Pelayanan yang tulus dan penuh kasih, menjadikan semua orang yang terasing menjadi saudara dan keluarga selayaknya tinggal di rumah sendiri. Mereka dipersiapkan untuk menjadi pribadi yang kuat dan mandiri agar dapat kembali hidup dalam lingkungan keluarga dan masyarakat sosial.

Peneliti terlibat langsung dalam kegiatan pendampingan kepada individu-individu bermasalah tersebut, menemukan ada banyak persoalan yang dialami dari setiap individu yang tinggal bersama Suster PPYK di kecamatan Pakem kabupaten Sleman. Ada dari antara mereka yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan seksual, hamil di luar pernikahan, putus sekolah, broken home. Mereka datang kepada Suster PPYK sebagai pilihan yang diambil dalam situasi tertekan oleh masalah yang dialami. Pasrah pada keadaan bahwa mereka hidup tidak bersama keluarga yang utuh yang seharusnya mendampingi mereka dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Pada umumnya mereka datang atas petunjuk dari orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah yang terjadi bukan kehendak dan petunjuk dari orang tua kandungnya.

Dampak dari setiap permasalahan sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan anak-anak. KDRT yang berawal dari ketidakharmonisan dalam hubungan orang tua dilampiaskan dengan perlakuan dan perkataan yang kasar terhadap anak. Anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi

(20)

3

yang pendendam, sulit memaafkan, kasar dalam perkataan maupun tindakannya. Bagi yang pernah mengalami pelecehan seksual cenderung menarik diri dari kebersamaan dan menjadi orang yang pemurung. Broken

home berakibat pada ketidakstabilan mental anak dalam masa perkembangannya. Perceraian yang terjadi pada orang tua membingungkan anak untuk memilih kepada siapa mereka harus berlindung (ayah atau ibu) dan akhirnya pasrah pada situasi dan hidup dalam kesedihan yang berkepanjangan. Remaja yang mengalami kehamilan sebagai akibat dari pergaulan bebas yang tidak terkontrol oleh orang tua harus menanggung malu dan minder dalam pergaulan dengan teman sebaya. Perasaan semakin tertekan ketika keluarga menolak kehadirannya yang dianggap pembawa aib dengan kehamilan yang terjadi di luar pernikahan. Putus sekolah sebagai akibat dari kemiskinan orang tua yang tidak mampu memfasilitasi biaya pendidikan membuat anak tidak memiliki motivasi untuk belajar.

Permasalahan ini semakin kompleks ketika individu-individu ini berada pada usia remaja. Mereka menginginkan kebebasan yang terungkap dalam perilakunya yang cenderung melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh Suster PPYK. Mereka berharap setiap keinginannya harus dipenuhi sehingga memilih untuk berbohong ketika keinginan itu tidak dipenuhi. Mereka menjadi malas untuk melakukan tugas dalam rutinitas harian karena tidak memiliki daya juang untuk hidupnya. Rendahnya motivasi dalam belajar baik di rumah maupun di sekolah sehingga prestasi akademik berada di bawah nilai rata-rata kelas. Lebih memilih menghabiskan waktu berkumpul dengan

(21)

4

teman di luar komunitas Suster PPYK sehingga terpengaruh menjadi perokok dan mengkonsumsi minuman keras.

Berdasarkan data masalah yang diperoleh pada tahun 2017 tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kepada remaja yang merupakan usia yang rentan dengan persoalan hidup. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan pemikiran, maka peneliti mengambil 3 orang remaja untuk dijadikan subjek dalam penelitian ini. Dari 18 remaja yang didampingi, peneliti memilih remaja yang paling lama tinggal dalam pendampingan dari Suster PPYK dengan usia yang tidak jauh berbeda. Seorang remaja putra berinisial Hd berusia 15 tahun dengan latar belakang keluarga broken home yang memberi dampak child abuse (kekerasan fisik) terjadi pada Hd. Hd tinggal bersama Suster PPYK selama 6 tahun sejak usia SD kelas 3 dan sekarang berada di jenjang pendidikan SMP kelas VIII. Seorang remaja putri berinisial Mr berusia 18 tahun yang mengalami child abuse (kekerasan fisik dan perkataan) pada waktu masih tinggal bersama keluarga om (saudara dari ayah). Mr tinggal bersama Suster PPYK selama 7 tahun dari kelas V SD dan sekarang berada di kelas XI SMK. Subjek yang ke 3 berinisial Ns, remaja putra berusia 18 tahun dengan latar belakang keluarga miskin yang memberi dampak rendahnya motivasi belajar pada Ns. Ns tinggal di komunitas Suster PPYK selama 5 tahun dari usia SMP kelas VIII dan sekarang berada di jenjang pendidikan SMK kelas XII.

Peneliti melakukan penelitian dengan pendekatan studi fenomenologi untuk mengungkap dinamika perkembangan konsep diri para remaja tersebut.

(22)

5

Bagaimana konsep diri yang mereka miliki dalam pengalaman hidupnya bersama orang lain yang juga memiliki permasalahan dan tinggal dalam satu komunitas yang didampingi Suster PPYK.

Peneliti berasumsi bahwa penelitian tentang konsep diri ini menjadi penting bagi remaja yang hidup di dunia moderen saat ini. Perkembangan teknologi yang kian pesat seakan membuka kesempatan luas bagi remaja untuk mengekspresikan diri dengan bebas. Budaya instan yang melemahkan daya juang akan berpengaruh buruk bagi perkembangan mental generasi penerus bangsa. Mengingat remaja yang dalam fase perkembangannya sangat labil perlu memiliki konsep diri yang kongruen untuk membantu dirinya berkembang optimal. Dengan demikian, remaja diharapkan mampu menghadapi tantangan jaman dunia moderen saat ini.

Para Suster PPYK yang dalam karya pelayanannya memberikan perhatian khusus bagi orang-orang yang bermasalah perlu memahami dinamika perkembangan konsep diri setiap individu yang dilayani. Dengan memahami perkembangan konsep diri mereka, diharapkan para Suster PPYK dapat memberikan support yang positif dalam tumbuh kembang anak-anak yang didampingi khususnya bagi anak-anak yang menginjak usia remaja. Para Suster PPYK sebagai pendamping dan juga pengganti orang tua adalah figur yang dapat memberikan kontribusi besar bagi pembentukan konsep diri remaja. Masih dapat dimungkinkan bahwa konsep diri remaja dapat diubah karena “self dapat berubah sebagai akibat kematangan biologi dan belajar” Rogers (Alwisol, 2009: 269).

(23)

6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, peneliti mengidentifikasikan beberapa masalah yang ditemukan di lapangan, yaitu:

1. Remaja menginginkan kebebasan yang terungkap dalam perilakunya yang cenderung melanggar peraturan yang telah ditetapkan.

2. Remaja beharap setiap keinginannya harus dipenuhi sehingga memilih untuk berbohong ketika keinginan itu tidak dipenuhi.

3. Remaja menjadi malas untuk melakukan tugas dalam rutinitas harian karena tidak memiliki daya juang untuk hidupnya.

4. Rendahnya motivasi dalam belajar baik di rumah maupun di sekolah sehingga prestasi akademik berada di bawah nilai rata-rata kelas.

5. Lebih memilih menghabiskan waktu berkumpul dengan teman di luar komunitas Suster PPYK sehingga terpengaruh menjadi perokok dan mengkonsumsi minuman keras.

C. Batasan Masalah

Dari sekian banyak permasalahan remaja yang telah diidentifikasi di atas, maka peneliti membuat batasan masalah yang akan diteliti adalah konsep diri remaja.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah ditentukan maka peneliti merumuskan masalah yang akan digali dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Seperti apa konsep diri dan perilaku subjek yang terbentuk dari

(24)

7

2. Bagaimana dinamika perkembangan konsep diri yang terjadi pada subjek? 3. Seperti apa konsep diri dan perilaku subjek yang terbentuk dari pengalaman hidup bersama orang lain dalam pendampingan Suster PPYK?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang dipaparkan dalam rumusan masalah di atas maka peneliti merumuskan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui konsep diri dan perilaku subjek yang terbentuk dari pengalaman hidup bersama keluarga.

2. Mengetahui dinamika perkembangan konsep diri yang terjadi pada subjek.

3. Mengetahui konsep diri dan perilaku subjek yang terbentuk dari pengalaman hidup bersama orang lain dalam pendampingan Suster PPYK.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis:

Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang dinamika perkembangan konsep diri remaja yang memiliki persoalan hidup pada masa lalunya agar dapat memberikan bimbingan dan konseling yang efektif bagi perkembangan remaja.

(25)

8 2. Manfaat praktis:

a. Bagi remaja yang tinggal dalam pendampingan para Suster PPYK, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan tentang pentingnya memiliki konsep diri yang kongruen.

b. Bagi para Suster PPYK, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat program pendampingan yang efektif dan efisien bagi remaja yang didampingi.

c. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan analisis, acuan dan pertimbangan dalam pengembangan penelitian tentang dinamika perkembangan konsep diri remaja.

G. Defenisi Operasional

1. Konsep diri merupakan gambaran diri individu, bagaimana individu mengetahui dan memahami dirinya dalam semua pengalaman hidup yang dialaminya.

2. Remaja merupakan usia dalam masa pertumbuhan manusia yang berada pada fase peralihan dari anak menuju dewasa.

3. Pendampingan merupakan suatu situasi hidup bersama yang diciptakan dengan tujuan untuk membantu perkembangan hidup orang lain menjadi lebih baik.

(26)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini dipaparkan mengenai kajian teori, kajian penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir peneliti.

A. Kajian Teori

1. Hakikat Konsep Diri

a. Pengertian konsep diri

Rogers (Cervone dan Pervin, 2011: 211) berpendapat bahwa “self adalah serangkaian persepsi teratur yang dimiliki oleh individu”. Rangkaian persepsi ini merupakan deskripsi dari pandangan individu terhadap dirinya sendiri. Pandangan tentang diri ini, oleh individu diadopsi dari setiap pengalaman interaksi sosial maupun dalam bidang pekerjaan atau aktivitas lainnya, yang kemudian diproses oleh kognitif sehingga membentuk suatu konsep diri yang teratur. “Rogers menggunakan istilah self untuk merujuk pada konsep diri yang disadari individu” (Cervone dan Pervin, 2011: 211). Harter (dalam Papalia dan Feldam, 2014: 272 ) mengatakan “konsep diri adalah gambaran keseluruhan dari kemampuan dan karakter khusus kita”. Karakter khusus individu meliputi karakter yang positif maupun karakter diri yang negatif. Gambaran diri ini merupakan konstruksi kognitif yang mengevaluasi pengalaman diri bagaimana individu memahami diri dan menuntun perilakunya. Pemahaman akan diri idividu memiliki aspek sosial, yaitu bagaimana individu melihat dirinya dengan menggabungkan pengalaman sosialnya.

(27)

10

Hurlock (Hutagalung, 2007: 22) mengemukakan bahwa “konsep diri dapat dibagi menjadi dua aspek yaitu, (a) konsep diri sebenarnya yang merupakan konsep seseorang tentang dirinya dimana sebagian besar dirinya ditentukan oleh peran dan hubungannya dengan orang lain serta persepsinya tentang penilaian orang lain terhadap dirinya. (b) Konsep diri ideal yang merupakan gambaran seseorang mengenai keterampilan dan kepribadian yang didambakannya”.

Dari dua aspek konsep diri ini dapat dipahami bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang tentang kenyataan dirinya saat ini dan diri yang menjadi harapannya. Kenyataan diri meskipun berdasarkan penilaian orang lain tetap dipandang secara subjektif oleh individu. Sedangkan diri ideal adalah diri yang sangat diharapkan oleh individu yang biasanya mengarah kepada hal yang positif.

Santrock (2007: 183) berpendapat bahwa “konsep diri merujuk pada evaluasi yang menyangkut bidang-bidang tertentu dari diri”. Dalam bidang apa diri berperan maka pengalaman dari peran yang dijalani tersebut akan dievaluasi menjadi konsep diri individu. Individu membentuk konsep dirinya berdasarkan realitas pengalaman yang dialami. Pengalaman yang paling menonjol adalah pengalaman dalam hal apa atau dalam bidang apa individu berperan penting.

b. Aspek – aspek konsep diri

Menurut Rogers (Feist & Feist, 2008: 275), “konsep diri mencakup semua aspek keberadaan diri dan pengalaman seperti yang dipahami oleh kesadaran seorang individu”. Rogers merumuskan kembali semua aspek keberadaan diri individu menjadi dua subsistem konsep diri, yaitu:

(28)

11

1) Actual self

Actual self merupakan gambaran diri individu mengenai keberadaan

dirinya yang aktual dan yang disadari terjadi dalam semua pengalaman hidupnya. Diri aktual yang disadari individu mencakup semua aspek keberadaan diri dalam semua pengalaman diri yang dialami individu. Gambaran diri aktual ini termasuk bagaimana penilaian orang lain, meskipun demikian individu tetap menilainya secara subjektif. Penilaian subjektif ini berdasarkan kebenaran yang diyakini oleh individu sendiri. Penilaian subjektif individu belum tentu benar karena masih banyak pengalaman diri yang tidak disadari oleh individu atau disadari namun diabaikan.

Pengalaman diri yang dialami individu melibatkan semua aspek keberadaan diri individu. Bagaimana fisik merespon stimulus dari semua pengalaman sosial atau situasi yang terjadi di luar dirinya demikian pun akan mempengaruhi individu secara psikologis. Ketika pengalaman yang terbentuk menjadi konsep diri diaktualkan dalam perilaku individu akan menentukan nilai-nilai moral yang dimiliki individu. Demikianlah bahwa perilaku yang dimunculkan sebagai manifestasi konsep diri individu yang melibatkan semua aspek kedirian.

2) Ideal self

Setiap individu mendambakan diri yang ideal, diri yang diharapkan. Diri yang ideal yang menjadi harapan individu cenderung mengarah pada sesuatu yang positif. Diri yang ideal ini menjadi motivasi yang mendorong

(29)

12

individu untuk bertingkah laku sebagaimana diri yang diharapkan. Meskipun demikian, belum tentu diri ideal mampu diwujutkan oleh individu karena berbagai alasan situasi hidup individu itu sendiri.

Jika diri ideal pada kenyataan tidak kongruen dengan diri aktual maka cenderung menimbulkan konflik pada individu. Konflik diri yang terjadi diwarnai oleh rasa minder, tidak percaya diri, putus asah dan berbagai macam perasaan negatif lainnya. Perasaan-perasaan negatif ini tidak hanya berhenti pada rasa namun jika dibiarkan maka akan muncul perilaku individu yang merugikan diri sendiri. Perilaku negatif ini kemungkinan besar juga dapat menimbulkan keresahan dan konflik bagi orang lain karena pada kenyataan manusia adalah makluk sosial.

c. Tingkat kesadaran konsep diri

Gambaran diri individu dapat dipahami apabila individu berada dalam situasi diri yang sadar sehingga individu mampu mengadopsi pengalamannya menjadi sebuah konsep dirinya. Dalam buku Regers A

Theory of Therapy, Personality, and Interpersonal Relationships, as Developed in the Client Centered Framework, Feist menjelaskan pendapat

Rogers bahwa pengalaman yang disadari itu dapat dibedakan dalam tiga tingkatan kesadaran manusia, yaitu:

1) Pengalaman yang dialami di bawah ambang kesadaran dan bisa diabaikan atau disangkal.

Pengalaman yang diabaikan merupakan pengalaman yang tidak mampu diingat dengan baik oleh individu. Bukan dengan sengaja individu

(30)

13

mengabaikan pengalaman itu melainkan karena ketidakmampuan kognitif untuk mengingat semua peristiwa yang pernah dialami oleh individu. Sedangkan pengalaman yang disangkal adalah pengalaman yang tidak dikehendaki oleh individu, mungkin karena pengalaman itu menjadi aib atau tidak mengenakan. Individu berusaha melupakan pengalaman itu meskipun dampak dari pengalaman itu akan selalu mewarnai perilaku tanpa disadari oleh individu.

2) Pengalaman yang disimbolkan secara akurat dan diakui dengan bebas menjadi bagian dari konsep diri.

Pengalaman yang disimbolkan secara akurat ini biasanya pengalaman yang konsisten dengan konsep diri individu. Misalnya, individu menyadari bahwa diri mempunyai kemampuan dalam bidang memasak. Ketika orang lain menikmati masakannya, mereka akan memberi pujian bahwa masakannya itu enak dan semua menikmati dengan lahap. Individu akan menerima pengalaman ini dengan bebas karena dia menyadari bahwa memang demikian dirinya memiliki keahlian dalam memasak.

3) Pengalaman yang dipahami dalam bentuk terdistorsi.

Distorsi berarti mengacaukan atau mengganggu. Individu yang telah memiliki kematangan konsep diri bisa saja mengalami distorsi ketika muncul pengalaman baru yang menantang konsep diri yang telah ada. Konsep diri yang terdistorsi dengan pengalaman baru dapat membentuk konsep diri yang baru jika individu menghendaki. Pada dasarnya, pengalaman ini telah disimbolkan secara akurat dalam konsep diri individu,

(31)

14

namun karena pegalaman tersebut diungkapkan oleh orang yang tidak dipercaya oleh individu maka akan terjadi distorsi meskipun nantinya akan diakui oleh indivdu. Distorsi dialami individu dengan sikap yang meragukan pernyataan orang lain tentang diri individu.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

Alwisol dalam bukunya menjelaskan pendapat Rogers bahwa konsep diri terbentuk dari setiap pegalaman yang dihadapi atau dialami oleh individu. Orang lain yang berarti (Significant others) dalam kehidupan individu pun dapat mempengaruhi konsep diri individu. Konsep diri awal terbentuk dari kontak awal individu bersama ibu atau pengasuh.

1) Ibu atau pengasuh

Orang tua khususnya bagi ibu yang memiliki kodrat untuk melahirkan dan mengasuh bayi memiliki pengaruh yang besar dalam pembetukan konsep diri. Ibu adalah figur yang paling berarti dalam pembentukan konsep diri seorang individu. Ibu merupakan orang lain di luar diri individu yang paling pertama hadir dalam kehidupan individu. Pengalaman pertama kali yang diadopsi oleh individu adalah pengalaman ketika bersama ibu.

2) Significant others

Orang lain atau pribadi lain yang sangat berarti (Significant others) dalam kehidupan individu tentunya memiliki pengaruh bagi kehidupan individu tersebut. Significant others ini merupakan orang-orang dekat yang berkesan bagi individu dan kemungkinan besar mereka adalah orang dipercaya untuk saat ini. Pengalaman individu bersama mereka memiliki

(32)

15

kesan tersendiri yang mungkin akan selalu membekas dan pengalaman inilah yang akan membentuk konsep diri individu. Significant others ini bisa saja termasuk ayah yang menjadi figur terdekat individu, kemungkinan pacar, sahabat atau rekan kerja yang memiliki power dalam dunia kerja. 3) Pengalaman

Pengalaman merupakan peristiwa atau kejadian-kejadian di luar diri dan yang pernah dialami individu dalam kehidupanya. Tentunya setiap pengalaman bermakna dan memiliki kesan tesendiri bagi individu yang pernah mengalaminya. Tidak semua pengalaman diadopsi oleh individu dalam pembentukan konsep dirinya melainkan hanya peristiwa-peristiwa tertentu dan yang berkesan bagi dirinya. Peristiwa yang berkesan tidak selamanya semua hal yang positif, peristiwa negatif pun bisa menjadi kesan yang mungkin sulit untuk dilupakan oleh individu.

e. Perkembangan konsep diri

Santrok (2007: 21) mendefenisikan “Perkembangan sebagai suatu proses seumur hidup. Perkembangan menunjukan adanya suatu perubahan yang semakin meningkat sepanjang alur kehidupan manusia. Perkembangan nampak dalam perubahan yang terjadi pada individu secara psikologis. Perubahan sikap, pemikiran dan perasaan yang terjadi pada individu menunjukan bahwa individu tersebut berubah secara psikis. Perubahan yang terjadi dalam perkembangan psikologis ini tentu saja akan mempengaruhi pembentukan konsep diri individu.

(33)

16

Konsep diri berkembang sejalan dengan pertumbuhan biologis dan realitas pengalaman yang dihadapi individu. Konsep diri terbentuk dari hasil kontruksi kognitif yang mengadopsi dan memproses pengalaman yang terjadi dan yang dialami individu. Kemampuan konitif untuk memproses dan mengevaluasi pengalaman individu menentukan arah perkembangan konsep diri. Perkembangan konsep diri dimungkinkan dapat terdeteksi dari perubahan sikap dan perilaku individu.

Konsep diri mulai berkembang sejak awal masa pertumbuhan, dari masa bayi. Menurut Rogers (Feist & Feist, 2008: 274), “bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar-samar ketika satu porsi pengalaman mereka menjadi terpersonalkan dan terbedakan dalam kesadaran sebagai pengalaman ke-“aku”-an”. “Bayi mulai membedakan dan kemudian menginternalisasi pengalaman eksternal yang memuaskan aktualisasi diri bawaannya (Alwisol, 2010:270). Konsep diri tersebut mulai berubah ketika individu mengalami setiap pengalaman yang selau berbeda dalam situasi tertentu. Konsep diri akan berubah dan berkembang tergantung kehendak individu, apakah pengalaman itu akan diterima atau disangkal.

f. Dinamika konsep diri

Dinamika merupakan suatu situasi atau keadaan yang selalu berubah. Dinamika ini tidak menunjukan bahwa adanya suatu proses dalam situasi yang selalu berubah tetapi lebih menekankan ketidakstabilan situasi.

(34)

17

Dinamika mengarah pada sesuatu yang selalu bergerak tidak tetap dan berubah-ubah.

Dinamika konsep diri menunjukan bahwa gambaran diri individu itu bukan sesuatu yang statis tetapi berfluktuasi mengikuti proses kerja kognitif. Karena adanya suatu proses dalam perubahan konsep diri sehingga dikatakan adanya suatu dinamika pada konsep diri tersebut. Konsep diri berdinamika mengikuti proses kerja kognitif sehingga mengalami perkembangan dalam perubahannya.

Dalam buku Teori Kepribadian, Alwisol menuliskan teori Rogers yang menjelaskan bagaimana dinamika konsep diri yang terjadi pada seorang individiu. Rogers menjelaskan bahwa dinamika konsep diri seorang individu terjadi ketika individu mengalami situasi pengalaman penerimaan positif, konsistensi, salingsuai dan aktualisasi diri. Ketika individu berada pada situasi ini maka konsep diri awal yang dimiliki akan mengalami suatu dinamika. Dinamika konsep diri yang terjadi pada situasi tersebut kemungkinan dapat memberi dampak perubahan pada konsep diri awal yang dimiliki individu.

Pengalaman penerimaan positif yang dirasakan oleh individu memberikan kepuasan tersendiri bagi individu. Kepuasan yang dirasakan ini bisa jadi semakin menguatkan konsep diri yang telah ada dan kemungkinan, individu melakukan juga hal yang sama kepada orang lainnya. Individu bisa memberikan kepuasan bagi orang lain dengan sikap penerimaan positif karena pengalaman tersebut telah menguatkan dan membentuk konsep

(35)

18

dirinya. Sebaliknya, jika individu tidak mengalami pengalaman penerimaan positif maka yang terjadi adalah frustrasi. Konsep diri yang telah ada hanya mengalami fluktuasi dari situasi pengalaman tersebut.

Demikian juga, ketika individu berada dalam situasi pengalaman yang konsistensi, salingsuai dan dorongan untuk aktualisasi diri. Konsep diri yang telah dimiliki individu hanya akan berfluktuasi mengikuti situasi pengalaman yang terjadi. Misalnya, individu yang lebih sering berada dalam situasi pengalaman tanpa konflik (konsistensi) ketika mengalami konflik tidak akan mengubah apapun pada konsep dirinya. Distorsi akan terjadi pada konsep dirinya dan akan tampak fluktuasi (dinamika) konsep dirinya.

2. Remaja

a. Pengertian remaja

Santrock (2007: 20) mendefenisikan “Remaja sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional”. Pemahaman tentang remaja ini dijabarkan dengan mempertimbangkan konteks sosio-historis. Remaja yang disebut adolescence dalam bahasa Latin yang artinya "tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangang" mengalami perkembangan. Dalam perkembangan lebih lanjut, istilah

adolescence semakin meluas pengertiannya yang mencakup kematangan

mental, emosional, sosial, dan fisik. Dalam proses pencapaian kematangan ini, remaja mengalami fluktuasi emosi yang sangat tidak stabil. Emosi yang

(36)

19

tidak stabil ini menjadi sensitif terhadap pengalaman lingkungan atau dalam relasi antar pribadi.

Remaja yang berada dalam situasi ketidakstabilan emosi membutuhkan lingkungan yang positif untuk mendukung perkembangan mental. Disamping membutuhkan dukungan lingkungan yang positif, remaja pun perlu memotivasi dirinya menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Dalam proses penyesuaian diri inilah sering terjadi konflik yang menantang pembentukan kepribadian remaja.

b. Pertumbuhan fisik remaja

Dalam buku yang ditulis tentang Remaja, Santrock menjelaskan bahwa pertumbuhan yang berlangsung paling pesat terjadi pada masa remaja. Pertumbuhan ini tampak jelas terlihat dari perubahan-perubahan yang terjadi pada fisik seorang remaja. Pada remaja putri tampak mulai tumbuh rambut pada alat kelamin. Payudara mulai membesar dan pinggang mulai melebar. Remaja putri akan mengalami menstruasi pertada masa reproduktif seorang perempuan. Demikian pula pada remaja putra yang megalai mimpi basah untuk pertama kalinya sebagai pertanda kematangan seksualitas yang ulai berkembang. Sama seperti remaja putri, pada remaja putra pun mengalami pertumbuhan rambut pada bagian ketiak dan alat kelaminnya. Suara yang mulai berubah kedengaran bas menjadi bagian dari tanda adanya perubahan secara fisik pada remaja putra.

Perubahan-perubahan fisik akan mempengaruhi perkembangan psikologis remaja. Timbul banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul

(37)

20

dalam pemikiran remaja terkait dengan perubahan fisik yang terjadi. Perasaan lebih sensitif dari sebelumnya menjadi mudah terombang ambing oleh situasi yang terjadi di sekitarnya. Remaja mudah menjadi gelisah dan kadang merasa tidak nyaman dengan situasi dirinya. Perubahan yang terjadi dalam perkembangan psikologis ini sangat dimungkinkan adanya distorsi pengalaman yang akan membentuk konsep diri pada remaja.

c. Perkembangan kognitif sosial remaja

“Kognitif sosial merujuk pada cara yang digunakan individu untuk menyusun konsep yang bernalar mengenai dunia sosialnya atau orang-orang yang mereka amati dan terlibat dalam interaksi, relasi mereka dengan orang-orang, kelompok yang diikuti, cara bernalar mengenai dirinya sendiri mengenai orang lain.” Santrock (2007: 164)

Kognitif merupakan alam pemikiran yang menjadi bagian dari diri remaja. Kognitif menekankan pikiran-pikiran yang disadari oleh individu. Kognitif memproses informasi-informasi yang diterima dari semua pengalaman-pengalaman yang dialami oleh individu. Proses kerja kognitif akan menghasilkan pembentukan konsep diri pada individu.

Remaja mengalami perkembangan kognitif yang semakin meningkat dari masa sebelumnya yaitu masa anak-anak. Remaja sudah lebih mampu berpikir abstrak dari pemikiran anak-anak yang harus dijelaskan dengan contoh yang kongkrit. Remaja memiliki pemikiran-pemiran yang idealis terkait dengan harapannya.

Dalam masa tumbuh kembangnya, seorang remaja sudah mampuh memahami dirinya secara abstrak. Pemahaman diri merupakan gambaran kognitif remaja mengenai dirinya, dasar dan isi dari konsep diri remaja

(38)

21

(Santrok, 2007). Gambaran kognitif terbentuk berdasarkan pengalaman yang dialami oleh remaja. Semua pengalaman yang disadari oleh individu akan diproses dalam kognitif. Hasil dari proses kognitif akan mempresentasikan diri sebagaimana yang dipahami oleh individu. Pemahaman diri merupakan representasi kognitif terhadap pengalaman sosial yang dialami remaja. Harter (Santrock, 2007: 178) menjelaskan bahwa “pemahaman diri remaja memiliki sifat yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek diri”.

1) Aspek-aspek dari pemahaman diri remaja, adalah sebagai berikut: a). Abstrak dan idealistik

Individu yang berada pada masa remaja lebih sering menggunakan kata-kata yang abstrak untuk mengungkapkan diri. Remaja sudah mampu berpikir idealistik tentang dirinya dan segala yang menjadi harapan dan cita-citanya.

b). Diferensiasi

Remaja mulai menyadari bahwa dirinya memiliki beberapa karakteristik yang berbeda. Remaja mampu membedakan karakteristik dirinya dalam situasi pengalaman tertentu.

c). Fluktuasi diri

Oleh karena remaja itu memiliki kepribadian yang sangat labil, maka pemahaman dirinya pun sering berubah. Remaja mampu menyadari bahwa dirinya sering berubah.

(39)

22 d). Kontradiksi di dalam diri

Pemahaman diri yang selalu berubah menimbukan kontradiksi dalam diri remaja. Kontrakdiksi yang terjadi pada diri inilah yang menimbulkan kebingungan dan masalah tersediri bagi remaja.

e). Diri yang nyata versus diri yang ideal

Keadaan diri yang sesungguhnya dari seorang remaja cenderung memiliki perbedaan yang jauh dari diri ideal yang diinginkan. Diri yang nyata dari seorang remaja adalah keadaan atau situasi dirinya saat ini, sedangkan diri yang ideal adalah diri yang diharapkan. Diri yang diharapkan cenderung positif dengan semua idealisme yang dimiliki seorang remaja. Hal ini mungkin akan kontradiksi dengan kenyataan remaja saat ini.

f). Diri yang benar versus diri yang palsu

Sebuah penelitian menemukan bahwa remaja mampu membedakan antara diri yang palsu dan diri yang sebenarnya (Herter dan Lee, 1989 dalam Santrok). Oleh karena itu, remaja tahu kapan saatnya dia menunjukan diri yang benar dan kapan dia akan menunjukan dirinya yang palsu. Keinginan remaja untuk diakui dan dianggap baik sangat kuat dalam dirinya sehingga remaja lebih sering menunjukan dirinya yang palsu daripada yang sebenarnya. Dirinya yang benar akan sangat tampak ketika remaja ada bersama keluarga atau orang-orang terdekatnya kecuali dalam situasi pacaran.

(40)

23 g). Perbandingan sosial

Dalam masa perkembangannya, remaja sering membuat perbandingan sosial yaitu dengan cara membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Perbandingan yang seharusnya tidak bermakana bagi perkembangan remaja ini seringkali menjerumuskan remaja dalam situasi diri yang bukan dirinya sendiri.

h). Kesadaran Diri

Remaja memiliki kesadaran diri yang menolong dia untuk memahami dirinya sendiri. Kesadaran diri ini mengumpulkan semua pengalaman sosialnya untuk diproses dalam kognitif dan dipresentasikan dalam bentu pemahaman diri.

i). Perlindungan Diri

Remaja sadar betul akan karakteristik dirinya, baik yang positif maupun yang negatif. Kecenderungan untuk menampilkan diri yang positif

sebagai bentuk dari perlindungan dirinya dari karakteristik negatif diri. j). Ketidaksadaran

Remaja tahu dan memahami bahwa di dalam dirinya ada bagian dari diri yang tidak disadarinya.

k). Integrasi Diri

Remaja mampu mengintgrasikan dirinya dari bagian-bagian dirinya yang terpisah meskipun hal ini tidak mudah untuk dilakukan dalam situasi perkembangan dirinya yang masih labil. Integritas diri yang

(41)

24

dimaksudkan adalah bahwa pemahaman diri remaja berkembang semakin luas dengan menyatukan bagian-bagian diri yang terpisah. d. Perkembangan emosional remaja

Santrock (2007) menjelaskan bahwa emosi merupakan kondisi psikis yang normal dialami setiap orang. Emosi tidak selamanya negatif meskipun ketika mendengar kata emosi, semua orang akan mengasosiasikan dengan situasi perasaan yang negatif. Emosi merupakan ungkapan perasaan yang relatif yang memberi gambaran terkait situasi diri seseorang.

Pada masa remaja, emosi menjadi lebih meningkat dari masa sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masa pertumbuhan biologisnya. Pertumbuhan biologis yang mengarah pada kematangan seksual menimbulkan reaksi perasaan yang semakin bergejolak. Perasaan yang tidak menentu dan selalu berubah akan mempengaruhi frekuensi emosi yang semakin meningkat dan menjadi negatif.

e. Perkembangan sosial remaja

Santrock pun memberikan penjelasan bahwa, perkembangan sosial yang terjadi pada remaja terkait dengan perannya dalam kehidupan bersama orang lain. Relasi yang dibangun ketika berinteraksi dengan orang lain menghasilkan aneka pengalaman baru yang memotivasi remaja untuk belajar dari hal-hal baru yang sebelumnya tidak perna dialami. Dorongan untuk belajar dari pengalaman baru ini akan membawa perubahan dan pada hasilnya akan terjadi perkembangan dalam kehidupan sosial remaja.

(42)

25 f. Perkembangan moral remaja

Moral merupakan ajaran yang diterima umum tentang baik buruknya suatu perbuatan, sikap dan kewajiban. Ajaran ini berasal dari budaya masyarakat yang turut serta mempengaaruhi nilai-nilai hidup yang dimiliki individu. Nilai-nilai hidup diperoleh individu dari kehidupan bermasyarakat atau kehidupan sosial individu. Penilaian moral ditentukan pada sikap dan perilaku individu ketika berinteraksi bersama orang lain.

Perkembangan moral melibatkan pemikiran, perilaku, dan perasaan dalam mempertimbangkan mengenai benar dan salah, (Santrock, 2007: 301). Pemikiran moral menentukan tindakan dan mempengaruhi perasaan individu. Pemikiran moral yang melibatkan proses korja kognitif merupakan asimilasi dari setiap pengalaman sosial budaya individu. Pemikiran moral yang menetukan sikap individu akan mendapatkan penilaian moral dari masyarakat budaya sosial. Penilaian moral yang ditentukan oleh masyarakat mau tidak mau akan akan mempengaruhi prasaan individu. Penilaian moral yang positif terhadap akan menimbulkan perasaan puas dan bahagia sebaliknya penilaian moral yang negatif akan mendatangkan perasaan bersalah yang jika disadari oleh individu akan mendorong untuk berubah dari tidakan negatifnya.

Pemikiran moral yang melibatkan proses kerja kognitif dapat membentuk konsep diri individu. Konsep diri yang tergambar dalam perilaku atau tindakan akan dan mendapatkan penilaian moral akan

(43)

26

menggambarkan keperibadian seseorang. Dengan demikian, perkembangan moral berkaitan dengan perkembangan konsep diri seseorang.

Bagaimana perkembangan moral yang terjadi pada remaja? Perkembangan moral yang terjadi pada remaja mengikuti seberapa besar perubahan atau perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja. Pada tahap remaja perkembangan kognitif individu megalami peningkatan yang besar dari tahap sebelumya atau anak-anak. Perkembangan kognitif remaja tampak dalam pemikiran yang abstrak, idealis dan kritis.

3. Hakikat Suster PPYK

a. Pemahaman tentang Suster PPYK

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), suster adalah wanita yang menjadi anggota perkumpulan kerohanian yang hidup di dalam biara; sedangkan biara adalah sebuah bangunan tempat tinggal orang-orang laki-laki atau perempuan yang mengkhususkan diri terhadap pelaksanaan ajaran agama di bawah pimpinan seorang ketua menurut aturan tarekatnya. PPYK merupakan singkatan dari Putri-Putri Yesus Kristus. PPYK adalah nama dari perkumpulan para suster yang seluruh hidupnya berpusat dan bersumber pada teladan hidup Yesus Kristus sendiri sebagai Guru dan Tuhan.

Suster PPYK merupakan sebuah Perserikatan Privat Kaum Beriman Kristiani, di bawah naungan Keuskupan Agung Semarang; dirintis pada tahun 1989 oleh Ibu Melania Sidik dan diakui keberadaannya oleh

(44)

27

Keuskupan Agung Semarang pada tahun 2004. Sebagai sebuah perserikatan Gerejani. Para Suster PPYK senantiasa berupaya bersama mengusahakan pembinaan hidup yang lebih sempurna. Hidup yang diharapkan menjadi lebih sempurna ini dijalani dengan menghayati ajaran-ajaran kristiani. Ajaran-ajaran-ajaran kristiani ini dihidupi dalam karya-karya kerasulan, yakni karya evangelisasi, karya kesalehan dan karya karitatif serta menjiwai kehidupan dunia dengan semangat kristiani.

b. Visi dan misi Suster PPYK

Visi dan misi yang dihayati dan dihidupi oleh para Suster PPYK tertuang dalam konstitusi perserikatan sebagai dasar dan pedoman setiap gerak langkah serta karya pelayanan para Suster, baik secara pribadi maupun bersama.

“Mempersembahkan hidup kepada Allah, sehingga kita boleh mengalami persatuan dengan-Nya dalam hidup ini, bukan hanya kelak sesudah kematian,” merupakan visi atau tujuan hidup para Suster PPYK.

“Senantiasa menyadari penyelenggaraan Ilahi dan berusaha hidup menghadirkan diri di hadirat-Nya, serta membantu sesama mengalami kasih Allah dan menghantarkan jiwa-jiwa kepada kesucian, melalui kesaksian hidup kita yang berdoa, bersaudara dan melayani siapapun dengan hati terbuka, seturut teladan Yesus Kristus,” menjadi misi dari para Suster di dalam menghayati dan menghidupi visi perserikatan.

Sebagaimana telah disampaikan di atas, karya pelayanan para Suster PPYK bersumber pada karya pelayanan Yesus Kristus sendiri yang

(45)

28

menjadikan semua orang adalah sahabat-Nya, terutama mereka yang miskin, tersingkir dan terutama mereka yang mengalami penolakan dalam hidupnya. Ciri khas karya pelayanan inilah yang diharapkan dapat menjadi sumbangsih bagi Gereja agar semakin banyak orang mengalami pengalaman kepenuhan cinta kasih Allah di dalam hidupnya.

c. Karya pelayanan

Dalam dunia modern saat ini peristiwa yang menjadi berita di televisi maupun radio, juga berita yang dapat kita baca dari surat kabar maupun berita online. Ada banyak anak-anak terutama bayi yang dibuang oleh orang tuanya, bayi yang dibunuh oleh orang tuanya atau juga kenakalan anak-anak atau remaja. Perlakuan yang tidak wajar ini pada akhirnya menjerumuskan mereka dalam pergaulan bebas, penggunaan obat-obatan terlarang, gaya hidup yang semakin hidonisme dan yang lebih ironis adalah melakukan tindakan bunuh diri akibat tekanan hidup yang dialami.

Peristiwa tersebut di atas keprihatinan bagi para Suster PPYK, yang menanggapi situasi jaman ini dengan memberikan diri menjadi sahabat serta menghadirkan kehangatan sebuah keluarga bagi anak-anak ataupun para remaja yang mengalami situasi tersebut. Karya pelayanan ini merupakan sumbangsih nyata para Suster PPYK sebagai bagian dari Gereja untuk dapat menghadirkan wajah Allah di dalam diri sesama, terutama dalam diri anak-anak dan para remaja. Dalam segala keterbatasan dan kerapuhan diri, para Suster hanya ingin hadir dan memberikan diri dalam pelayanan bagi anak-anak tersebut. Harapannya bahwa dengan

(46)

29

pelayanan ini, anak-anak dan remaja dapat mengalami situasi hidup yang lebih baik sehingga dapat bertumbuh dan berkembang optimal.

d. Bentuk pendampingan

Pendampingan merupakan sebuah cara yang dilakukan dengan menunjukan keterlibatan secara langsung pendamping dalam kehidupan orang yang didampingi. Pendampingan ini membutuhkan waktu dan kerelaan untuk berproses dan menerima keadaan diri sendiri dan orang lain. Ketika orang lain merasa nyaman dalam relasi pendampingan maka akan terjadi proses perubahan. Proses perubahan ini membutuhkan waktu yang tentunya tidak dapat diprediksi.

Pendampingan yang diberikan oleh para suster PPYK bukanlah sesuatu yang spektakuler namun hanyalah hal sederharna yang seringkali diabaikan orang. Berempati dengan bersikap ramah, menyapa dan meluangkan waktu untuk selalu bersama dalam setiap moment menjadi suasana yang sangat diharapkan bagi mereka yang merasa kesepian, terhina dan ditolak. Pendampingan yang diberikan tidak terbatas oleh waktu namun ketika pribadi dianggap mampu mandiri dapat kembali hidup dalam lingkungan keluarganya. Disampig itu mereka pun diberi motiavasi untuk tidak tergantung dengan orang lain tetapi mampu mandiri dengan pilihan pekerjaan yang dapat menopang kelanjutan hidup mereka. Untuk saat ini, belum ada model pendampingan yang terstruktur secara jelas dalam formasi pendampingan. Gambaran yang dapat dijelaskan di sini adalah sebagai berikut:

(47)

30

1) Terdapat 35 pribadi bermasalah yang didampingi oleh 5 Suster yang kesehariannya terlibat lagsung dalam pendampingan dengan tinggal dan hidup bersama asuhannya. Adapun tugas dan tanggung jawab para Suster ini, adalah:

a) Satu Suster Pimpinan Komunitas dengan tugas mengatur semua kebutuhan rumah tangga yang diperlukan.

b) Satu Suster yang mengurusi usaha (Produk jahe merah merapi) untuk biaya kelangsungan hidup semua anggota komunitas para suster maupun anak asuhan.

c) Satu suster bertanggung jawab untuk mengurusi kebun.

d) Dua Suster yang secara langsung terlibat dalam pendampigan dan administrasi anak asuhan.

2) Anak-anak asuhan ini terbagi dalam kelompok usia, sebagai berikut

Tabel 1

Kelompok Usia Anak Asuhan

No. Usia L/P Jumlah

1 Bayi 6 bulan L 1 orang

9 bulan L 1 orang

2 Balita 3 tahun L 1 orang

5 tahun L 2 orang

5 tahun P 1 orang

3 Anak 6 tahun L 1 orang

8 tahun L 1 orang

8 tahun P 1 orang

11 tahun L 1 orang

11 tahun P 1 orang

12 tahun P 1 orang

4 Remaja 15 tahun L 1 orang

P 2 orang

17 tahun P 1 orang

18 tahun L 6 orang

P 8 orang

5 Dewasa 35 tahun P 2 orang

40 tahun P 1 orang

(48)

31

3) Setiap pribadi yang sudah mampu mandiri diberi tanggung jawab untuk aktif dalam bidang usaha maupun tugas dalam rutinitas harian seperti, membersihkan rumah, memasak, mengurusi balita (memandikan dan menyiapkan makan).

4) Semua anak asuhan wajib untuk megikuti semua kegiatan maupun peraturan dalam hidup bersama, seperti:

a) Jadwal harian

Tabel 2 Jadwal Harian

Waktu Aktivitas

05.00 – 05.30 Bangun pagi, mandi, lakukan tugas pagi 05.30 – 05.45 Sarapan

05.45 – 06.00 Persiapan doa/ Ekaristi harian 06.00 – 06.30 Doa/Ekaristi harian

06.30 – 14.00 Sekolah 14.00 – 14.30 Makan siang 14.30 – 15.00 Istirahat siang

15.00 – 16.00 Tugas rutinitas harian, mandi 16.00 - 18.00 Les sore

17.30 – 18.00 Doa

18.00 – 19.00 Makan malam, cucipiring 19.00 – 21.00 Belajar 21.00 – 21.30 Doa malam 21.30 - Istrirahat b) Tugas harian : Tabel 3 Tugas Harian

No. Nama Tugas Pembagian

Kelompok

1 Masak I

2 Sapu pel lantai bawah II

3 Cuci piring III

(49)

32 c) Kegiatan sore

Tabel 4 Kegiatan Sore

No. Hari Nama Kegiatan

1 Senin Les privat

2 Selasa Ekstra di sekolah

3 Rabu Berkebun

4 Kamis Belajar terampil

5 Jumat Latihan koor

6 Sabtu Rekreasi

7 Minggu Belajar terampil

d) Keterampilan

Tabel 5 Keterampilan

No. Jenis keterampilan Kelompok petugas

1 Menjahit Dewasa/ibu-ibu

2 Merajut Orang tua

3 Produksi jahe Remaja putri

4 Berkebun Remaja putra

5 Katering kue basah Remaja

6 Katering nasi kotak/tumpeng Dewasa/ibu-ibu

7 Anyaman Orang tua

8 Suvenir (Rosario, gantungan kunci) Anak-anak

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Dari hasil penelusuran peneliti, sejauh ini banyak penelitian tentang konsep diri remaja yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Peneliti hanya memaparkan 3 jenis penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian saat ini, yaitu:

1. Penelitian yang ditulis oleh Maria Fatimah Assahhra (2005), dengan judul penelitian ‘Konsep Diri Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan’. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan subjek 1 orang remaja

(50)

33

putri berusia 17 tahun yang tinggal di panti asuhan Yos Sudarso Jl. Lapangan Tembak Marinir Cilandak Jakarta Selatan. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan tersebut memiliki konsep diri yang positif dimana konsep dirinya dipengaruhi oleh peranan faktor sosial dan pengalaman yang dialaminya dalam kehidupan di panti asuhan.

2. Penelitian yang ditulis oleh Sartana, (2013) dengan judul “Konsep diri remaja Jawa saat bersama teman”. Jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan grounded theory menggunakan subjek penelitian remaja etnis jawa, dua perempuan dan satu laki-laki. Penelitian diambil dengan wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian menunjukan konsep diri remaja jawa bersifat jamak, mereka merasa memiliki banyak diri dan menafsirkan dirinya sebagai interdependen hirarkhis. Dalam arti, subjek melihat dirinya saling terhubung dengan orang lain. Dalam hubungan tersebut mereka menempatkan dirinya lebih rendah, setara atau lebih tinggi dibanding orang yang dihadapi. Saat bersama teman subjek tidak berpikir tentang fisik, mereka merasa tampil sebagai dirinya yang apa adanya. Dalam aspek sosial, subjek merasa setara, diterima, saling mengerti dan percaya. Dalam aspek moral, subjek berusaha menjadi teman yang baik dengan berusaha menjaga perasaan teman. Pandangan diri demikian menyebabkan subjek cenderung mengalami perasaan positif dan merasa betah melewatkan waktu bersama teman dengan melakukan banyak aktivitas bersama.

(51)

34

3. Penelitian yang ditulis oleh Mulita Eka Santy (2012), yang berjuul “Pengaruh Pola Asuh Autoritatif dan Konsep Diri Terhadap Subjective

Well-Being pada Remaja. Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah ada

pengaruh pola asuh autoritatif dan konsep diri terhadap subjective

well-being pada remaja. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMAN 1

Bantul, Yogyakarta kelas X yang berjumlah 115 siswa terdiri dari 50 siswa laki-laki dan 65 siswa perempuan. Pengumpulan data dengan tiga skala yaitu, skala bagian A (subjective well-being), skala bagian B (pola asuh autoritatif), skala bagian C (skala konsep diri). Data diolah dengan metode analisis regresi menggunakan program SPSS. Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh yang signifikan pada pola asuh autoritatif dan konsep diri dengan subjective well-being pada remaja.

Pilihan peneliti menggunakan studi fenomenologi didasari pada pertimbangan bahwa dengan studi ini, peneliti dapat menggali konsep diri yang dimiliki oleh subjek saat ini sehingga nantinya dapat ditindaklanjuti untuk pengembangan program pendampingan kepada remaja yang tinggal bersama para Suster PPYK.

C. Kerangka Pikir

Rogers memberi pernyataan, bahwa pada umumnya perilaku seseorang konsisten dengan konsep dirinya. Pernyataan Rogers ini berangkat dari pengalamannya sendiri dalam memberi terapi pada setiap klien yang ditanganinya. Rogers menemukan bahwa individu yang mengalami persoalan

(52)

35

ketika kenyataan dari pengalaman yang dialami tidak kongruen dengan konsep diri yang dimilikinya. Pengalaman ini mengarah pada ketika individu melihat kenyataan dirinya (actual self) yang tidak konsisten atau tidak sejalan dengan apa yang menjadi harapannya (ideal self).

Konsep diri terbentuk dari semua pengalaman yang terjadi dan yang dialami oleh individu. Konsep diri awal terbentuk dari pengalaman indvidu dalam berinteraksi dengan ibu pada awal usia satu tahun ketika kesadaran mulai berkembang pada fase tersebut. Tidak semua pengalaman sepanjang kehidupan individu diadopsi untuk membentuk konsep dirinya. Namun semua pengalaman yang berkesan dengan significant others akan sangat berpengaruh bagi pembentukan konsep diri individu.

Konsep diri terdiri dari dari dua aspek, yaitu actual self dan ideal self. Apabila terjadi perbedaan yang signifikan antara actual self dan ideal self memungkinkan akan timbul masalah tersendiri bagi individu.

Peneliti akan menggali konsep diri remaja bermasalah yang didampingi oleh para Suster PPYK. Peneliti ingin mengetahui pengalaman apa saja yang terjadi dalam kehidupan subjek. Siapa sajakah pribadi-pribadi yang memiliki pengaruh dalam kehidupan subjek. Mengapa masalah itu terjadi dalam kehidupan subjek. Seperti apa konsep diri yang dibawa subjek ketika datang kepada Suster PPYK. Dan bagaimana konsep diri yang dimiliki subjek setelah didampingi oleh para Suster PPYK.

(53)

36

Bagan 1

Kerangka Berpikir Peneliti

P eng ala m an ibu Significant others Ideal Self Con ce p t Sel f Actual self P erila ku

(54)

37

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dipaparkan tentang jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, keabsahan data, teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi fenomenologi. “Fenomenologi merupakan pandangan berfikir yang menekankan kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interprestasi-interprestasi dunia.” Husserl (Moleong, 2008: 15).

Peneliti menggunakan pendekatan studi fenomenologi ini dengan tujuan menggali secara mendalam pengalaman hidup subjek dan bagaimana subjek menginterprestasikan pengalaman dari konsep diri yang dimiliki. Sejauh mana remaja menyadari dan memahami semua pengalaman hidup yang terjadi hingga membentuk konsep diri yang dimilikinya saat ini. Apakah remaja sungguh paham akan dinamika perkembangan konsep diri yang terjadi pada dirinya. Apakah remaja menyadari bahwa konsep diri yang dimiliki konsisten dengan perilaku hidupnya sehari-hari.

Peneliti menanggalkan penilaian terhadap semua pengetahuan peneliti terhadap subjek dan murni berusaha memahami subjek dari semua pengalaman terungkap oleh subjek. Hal ini dimaksudkan agar peneliti lebih fokus pada apa yang menjadi tujuan daripada penelitian ini.

Gambar

Tabel 2  Jadwal Harian
Tabel 4  Kegiatan Sore
Tabel 6 Pedoman Observasi

Referensi

Dokumen terkait