• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 5 KONSEP PERANCANGAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

86

BAB 5

KONSEP PERANCANGAN

5.1 Konsep Zonasi Ruang Dalam

Penyusunan ruang didasarkan pada kebutuhan siswa dalam penggunaa setiap harinya. Pada alternatif zonasi 1 Konfigurasi didasarka pada fungsi ruang, ruang dengan penggunaan secara menetap setiap hari diletakkan di lantai bawah untuk kemudahan mobilitas anak. Sedangkan ruang dengan penggunaan periodik diletakkan di lantai 2 untuk memaksimalkan fungsi ruang terbuka. Pada alternatif 2 konfigurasi bangunan 1 lantai untuk memudahkan aksesibilitas dan mobilitas anak.

Gambar 5.1 Konsep Zonasi Alt.1Gambar 5.2 Konsep Zonasi Ruang Alt. 2 Sumber: Analisis Penulis, 2014 Sumber: Analisis Penulis, 2014

5.2 Konsep Tata Ruang Dalam

Konsep penyusunan tata ruang menggunakan konsep adaptable dimana dalam satu ruang dapat digunakan untuk beberapa kegiatan. Dari penyusunan zonasi diatas dapat dibuat gambaran denah. Denah disusun berdasarkan kedekatan fungsi ruang, frekuensi pemakaian dan kemudahan aksesibilitas. Jumlah kelas yang direncanakan berjumlah 6 kelas dengan ukuran yang sama untuk menampung maksimal 120 anak dengan berbagai kebutuhan khusus.

(2)

87 Gambar 5.3 Denah ruang dalam

Sumber. Analisis Penulis ,2014

Area lobby merupakan centra bangunan dimana lobby memisahkan antara zona publik dan zona privat. Pengunjung dan tamu yang tidak berkepentingan tidak diperkenankan untuk masuk ke dalam area pembelajaran dan hanya dapat menunggu di bagian lobby. Peletakkan auditorium diatas bangunan dikarenakan pemakaian Audiorium yang periodik dan didekatkan dengan adanya green roof. Pembuatan lantai 2 dimaksudkan sebagai sarana terapi dan melatih kerja sama anak untuk membantu temannya yang berkebutuhan khusus hingga terciptakan interaksi.

Gambar 5.4 Potongan Skematik ruang dalam Sumber. Analisis Penulis ,2014

(3)

88 Metode desain versabilitas digunakan sebagai alat untuk memultifungsikan fungsi ruang dan penyesuaian kebutuhan. Dengan penyusunan furniture dan area gerak yang luas maka funsi ruang dapat digunaka untuk beberapa kegiatan. Berikut beberapa ruang dengan penggunaan yang dapat dimodifikasi dengan metode versabilitas:

Tabel 5.1 Jenis Ruang dan Modifikasi Kegitan JENIS

RUANG KELAS

AREA

MULTIFUNGSI AUDITORIUM GREENROOF

MODIFIKASI KRGIATAN Fungsi individu Fungsi kelompok Area makan Area bermain Kegiatan berbaris Kegiatan berkumpul indoor Ruang Ekstrakulikuler Area bermain Kebun sekolah

Sumber. Analisis Penulis ,2014

Penyusunan ruang dibedakan berdasarkan tingkat privasi rendah ke tingkat privasi tinggi. dimana peletakan ruang dengan tingkat privasi tinggi diletakkan di bagian dalam bangunan sedangkan untuk tingkat privasi rendah dijadikan sebagai zona penghubung antara area luar dan area dalam (privat).

Gambar 5.5 Aksonometri fungsi ruang Sumber. Analisis Penulis ,2014

(4)

89 5.3 Konsep Pengolahan Ruang

5.3.1 Kurikulum dan Sistem Belajar

Kurikulum dan sistem pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan anak usia dini dan anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbatasan dimana kegiatan pembelajaran, kegiatan dan materi yang kemungkinakan ' dibedakan ' , diadaptasin untuk tiap individu . pembelajaran di luar ruangan sangat penting bagi perkembangan fisik, pengalaman sensorik dan pelatihan mobilitas.

5.3.2 Pengelompokan Kelas dan Guru Pendamping

Pengelompokan kelas didasarkan pada Peraturan Daerah nomor 37 tahun 2012 Tentang penyelenggaraan Pendidikan Inklusi BAB III pasal 5 ayat (2) yang menetapkan bahwa pada sekolah inklusi harus mewadahi semua jenis difabilitas dan pada tiap ruang kelas hanya diperbolehkan terdapat 2 jenis difabilitas (maksimal terdiri dari 5 peserta didik dalam 1 kelas), Maka diterapkan kelas dengan cluster berdasarkan jenis kebutuhan khusus yang bervariasi anak dengan keterbatasan fisik dikelompokkan secara bersama untuk mendapatkan ruang kelas yang menstimulus perkembangan sensorik mereka dan terpisah dari anak autis yang cenderung membutuhkan stimulis sensorik yang rendah karena sifat anak autis yang susah untuk berkonsentrasi. Selanjutnya anak anak yang memiliki perilaku emosional yang agresif dipisahkan dari anak yang memiliki keterbatasan fisik.

Gambar 5.6 Pembagian Kelompok Kelas Sumber: Analisis Penulis, 2014

(5)

90 Seperti contohnya untuk anak tunarungu dengan tunanetra keduanya memiliki keterbatasan pada fisik namun untuk berpikir dan secara mental masih dapat bekerja secara normal. Sedangkan untuk anak Autis walaupun secara fisik tidak memiliki keterbatasan namun secara penangan harus lebih ditekankan pada pola pikir dan mental. Pembagian kelas-kelas berdasarkan cluster ini akan membantu untuk menyusun program ruang pada sekolah inklusi.

5.3.3 Konsep Pengaturan Ruang Kelas

Pengaturan ruang kelas dicerminkan pada pengaturan furniture kelas disesuikan dengan kebutuhan ruang dan mobilitas anak. Berikut adalah beberapa pengaturan tempat duduk yang sesuai dengan kebutuhan anak

a. Ruang kelas A (tunarungu dan tunadaksa)

Tabel 5.2 Skenario Ruang Kelas A

Sumber: Analisis Penulis, 2014 Penyusunan

Furniture Alasan

 Susunan berbentuk U memudahkan anak tuna rungu untuk memahami komunikasi dengan membaca gerak bibir lawan bicaranya.  Susunan furniture tidak kaku dan tidak

menghambat mobilitas anak tunadaksa.  Diperlukan space yang cukup luas untuk

penyusunan ini dalam 1 kelas.

 Meja persegi lebih flexibel dalam pengaturan, sehingga penyusunannya juga dapat berbentuk U

 Susunan furniture lebih mudah dijangkau oleh anak tuna daksa karena bentuk meja yang lebih kaku

 Lebih menghemat penggunaan space ruang

 Penggunaan space lebih hemat

 Susunan furniture mudah untuk mobilitas pengguna kursi roda

 Dapat digunakan untuk pembelajaran kelompok

(6)

91 b. Ruang kelas B (tunarungu dan tunanetra)

Tabel 5.3 Skenario Ruang Kelas B

Sumber: Analisis Penulis, 2014 c. Ruang kelas C (tunagrahita dan tuna laras)

Tabel 5.4 Skenario Ruang Kelas C Penyusunan

Furniture Alasan

 Sirkulasi mudah dan orientasi mudah dihapal oleh anak tunanetra

 Penggunaan meja persegi memungkinkan banyak modifikasi

 Cenderung menyulitkan untuk komunikasi bagi anak tunarungu

 Modifikasi penataan dari meja persegi. Menguntungkan untuk komunikasi bagi anak tuna rungu karena disusun berbentuk U  Pengaturan ini tidak menjadi masalah untuk

anak tunanetra

 Lebih menghemat penggunaan space ruang

 Modifikasi dari penataan meja persegi, anak dapat saling melihat tanpa menyulitkan orientasi bagi anak tunanetra

 Pengaturan furniture lebih menghemat penggunaan space ruang

Penyusunan

Furniture Alasan

 Sebaiknya penyusunan tempat duduk tidak diletakkan berhadapan agar anak dapat berkonsentrasi penuh dan tidak saling mengganggu secara emosional

(7)

92 Sumber: Analisis Penulis, 2014

d. Ruang kelas D (Autis dan Slow Learner)

Tabel 5.5 Skenario Ruang Kelas D

Sumber: Analisis Penulis, 2014

 Modifikasi penataan dari meja persegi yang tidak berhadapan namun jarak antar anak masih dekat untuk sebuah pembelajaran kelompok

Penyusunan

Furniture Alasan

 Anak autis cenderung sukar berkonsentrasi maka pengaturan tempat duduk

memungkinkan anak untuk berkonsentrasi penuh dengan meja belajarnya

 Anak slow learner akan mudah terpacu dalam pembelajaran saat melihat temannya

 Penyusunan ini cukup baik bagi anak autis karena fokus pandangan tetap pada meja belajar namun tetap dapat melihat teman lainnya untuk motivasi

(8)

93 5.4 Metode Versabilitas Dalam Penyusunan Ruang

Versabilitas merupakan dalah satu cabang dari metode fleksibilitas ruang yang dapat memungkinkan beberapa kegiatan dalam satu ruang sekaligus tanpa mengubah karakter dan ukuran ruang. Konsep ini didasarkan pada macam kegiatan, sifat kegiatan, pola kegiatan, karakteristik kegiatan dan karakteristik pengguna.

Gambar 5.7 Penerapan Metode Versabilitas Ruang Sumber: Analisis Penulis, 2014

Metode versabilitas diterapkan pada penyusunan furnitur kelas yang memungkinkan modifikasi fungsi dan ruangan yang mampu mengakomodasi mobilitas Anak berkebutuhan khusus.

5.4.1 Alternatif Penyusunan Ruang

Gambar 5.8 Alternatif Penyusunan Ruang 1 Sumber: Analisis Penulis, 2014

(9)

94 Ruang kelas diletakkan sejajar dengan luasan yang sama, diantara kelas terdapat ruang loker yang digunakan anak untuk menyimpan barang bawaanya yang tidak diperlukan di dalam kelas agar kelas tidak berantakan dan menyebabkan kecelakaan untuk anak lainnya. Selasar dilengkapi dengan sarana aksesibilitas berupa railing dan guiding line yang menuntun mereka di dalam kelas. fasilitas di dalam kelas terdapat amphiteater mini yang dapat digunakan sebagai alternatif tempat belajar dan bercerita. Dalam 1 kelas mampu menampung 20 orang anak dengan rincian 15 anak normal dan 5 anak berkebutuhan khusus. Maka dari itu penyusunan ruang diharapkan mampu mengakomodasi mobilitas anak berkebutuhan khusus sesuai karakteristik dan pengelompokan kelasnya.

Gambar 5.9 Alternatif Penyusunan Ruang 2 Sumber: Analisis Penulis, 2014

5.4.2 Suasana Kelas

Gambar 5.10 Contoh Penerapan Ruang Kelas Sumber:

(10)

95 Suasana ruang kelas yang diharapkan dapat menampung multi aktifitas dengan menggunakan fasilitas yang ada di dalamnya. Diharapkan setiap komponen bangunan menjadi stimultan dalam perkembangan anak. Di dalam ruang kelas anak dapat berinteraksi aktif dengan temannya tanpa terhalang keterbatasan. Ruang kelas dengan metode versabilitas diharapkan mampu menampung multi kegiatan meliputi : fungsi ruang individu, fungsi kelompok, area makan dan area bermain

Gambar 5.11 Contoh Penerapan Ruang Kelas

Sumber: http://tapclicklearn.com/manitoba/kindergarten/kindergarten-social-studies

5.4.3 Sirkulasi dalam Bangunan

Sikulasi menjadi unsure penting dalam bangunan karena melalui sirkulasi akan tercipta interaksi baik formal maupun informal. Kebutuhan yang berbeda antara anak normal dan anak berkebutuhan khusus menyebabkan perancangan sirkulasi koridor dalam ruang perlu diperhatikan untum memudahkan mobilitas anak. Lebar koridor diharapkan mampu meyediakan space yang cukup untuk anak tuna daksa dan anak lain jika berselisih.

Gambar 5.11 Sirkulasi Koridor Sumber: Analisis Penulis, 2014

(11)

96 Sirkulasi dalam bangunan dihubungkan

sengan adanya koridor yang langsung berhadapan dengan area innercourt. Koridor menjadi elemn penting dalam desain karena perlunya perhatian untuk sarana aksesibiltas untuk menuju ruang kelas. Sarana aksesbilita dilengkapi dengan adanya guiding line dan railing di sepanjang koridor.

Gambar 5.12 Contoh Penerapan Loker Sumber: design for disable children.pdf Konsep playful ditonjolkan dengan adanya permainan pada komponen bangunan seperti ceiling, dinding dan lantai. Masing masing komponen menjadi media belajar untuk anak. Adanya tempat duduk sebagai sarana interaksi anak dengan guru ataupun sesama anak. Perbedaan tekstur lantai dan dinding menjadi sarana untuk belajar anak mengenal perbedaan material secara tidak langsung. Dinding sebagai media horizontal menjadi sarana edukatif dan informative dengan informasi dan bentuk yang mengasah perkembangan kreatifitas anak.

Gambar 5.13 Contoh Penerapan Sirkulasi Sekolah Inklusi Sumber: design for disable children.pdf

(12)

97 5.5 Konsep Warna Bangunan

Suasana kelas juga akan dipengaruhi oleh unsure Warna dalam interior ruang. Pemberian warna yang tepat dapat memberikan pengaruh psikologis kepada manusia memberi mood yang tepat untuk mendukung interaksi dalam ruang.

Tabel 5.6 Warna dan Makna

No Warna

Makna

Positif Negatif

1 Merah

keberanian fisik, kekuatan, kehangatan, energy, kegembirann, dan stimulasi

Kecemasan,agresi, Kemarahan

2 Biru

ketenangan, logika, kesejukan, refleksi, sensitif

dan tenang.

Dingin, sikap acuh tak acuh, kemasaman, kurang emosi

3 Kuning

Kehangatan, Riang, Optimis, kepercayaan diri, ,

logis konsentrasi Irasionalitas, ketakutan,kecemasan 4 Oranye Semangat, optimisme, Energik, Antusiasme, hangat, menyenangkan. frustrasi,kesembronoan, ketidakdewasaan 5 Hijau Harmony, keseimbangan, penyegaran, pemulihan,

kesadaran lingkungan Kebosanan, kelemasan

6 Abu-abu

netralitas psikologis. walau begitu ia dapat diartikan Serius, bisa diandalkan

dan stabil

Kurang percaya diri, kelembaban, depresi, hibernasi, kekurangan

energi. 7 Violet visi, kemewahan, keaslian,

kebenaran, kualitas. introversi,dekadensi,penindasan, rendah diri. 8 Merah muda ketenangan fisik, memelihara, kehangatan, feminim, cinta, Inhibisi,kelemahanfisik. 9 Hitam

Elegan, glamor, keamanan, keselamatan emosional,

efisiensi, substansi.

(13)

98 10 Putih

Kebersihan, kesucian, kemurnian, kebersihan, kesederhanaan, efisiensi.

Sterility, dingin, hambatan, kemasaman, elitisme.

11 Cokelat

Keseriusan, kehangatan, Nature, membumi, kehandalan, dukungan.

Kurangnya humor, berat, kurangnya kecanggihan.

Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/14/11-makna-warna-untuk-personality-anda-457313.html

Pada elemen ruang, fungsi warna sangat penting untuk menghadirkan ekspresi

suasana ruang yang diinginkan. Warna yang cenderung digunakan untuk mengekspresikan ke aktifan anak didominasi oleh warna – warna cerah. Dalam perancangan sekolah inklusi dimana pengguna merupakan gabungan anak normal dengan anak berkebutuhan khusus maka perlu pemahaman tentang dampak warna yang dihasilkan terhadap masing masing anak.

Gambar 5.14 Penggunaan Warna dalam Elemen Bangunan Sumber: analisis penulis, 2014

Anak dengan syndrome autis umumnya sangat terangsang dengan penggunaan warna, karena kecenderungan sifat yang mudah pecah dalam konsentrasi. Prinsip terpenting dalam penerapan warna dalam ruang maupun luar ruang adalah mengurangi kompleksitas warna yang mengakibatkan terpecahnya konsentrasi. Kompleksitas dapat ditemui ketika terlalu banyak pemakaian warna dalam satu ruang dan kontras warna yang berlebihan. Untuk

mencapai ruang kelas dengan suasana yang tenang dan memusatkan konsentrasi maka dipilih warna seperti warna merah muda, biru dan hijau sedangkan untuk merangsang aktifitas luar ruang yang aktif dan energik maka penggunaan warna untuk area bermain didominasi oleh warna merah, oranye, dan kuning.

(14)

99 5.6 Konsep Area Bermain

Kegiatan utama anak pada masa golden age adalah bermain dan mengambil pelajaran dari suasana bermain. Area bermain menjadi sangat penting karena seluruh interaksi antara anak normal dan anak berkebutuhan khusus terjadi pada area ini. Area bermain dalam taman kanak kanak ini terdiri dari taman edukasi dan area green roof. Dibagi atas 2 bagian yaitu bagian soft area dan bagian hard area. bagian hard area terdiri dari lapangan olahraga, lapangan bermain, area duduk dan sirkulasi. Sedangkan bagian soft area terdiri dari bukit- bukit dan kebun edukasi. Konsep area bermain dirancang aman untuk anak namun tidak membatasi ruang gerak anak.

Gambar 5.15 Konsep Area Bermain Sumber: analisis penulis, 2014

Gambar 5.16 Contoh Penerapan Hard Area Sumber: design for disable children

Hard area digunakan sebagai area bermain untuk merangsang kreatifitas dan fisik anak. Diberikan banyak pilihan permainan agar interaksi anak berlangsung dengan maksimal. Penggunaan warna dan material yang beragam sebagai sarana untuk mengenal berbagai material dan merangsang indera perasa anak. Pemanfaatan area ini dapat juga sebagai sarana belajar outdoor dan sarana komunikasi dan interaksi anak.

Gambar 5.17 Contoh Hard Area sebagai area interaksi

(15)

100 Contoh penerapan soft area:

Gambar 5.18 Contoh Penerapan Soft Area Sumber: design for disable children

Pada Soft area anak lebih bebas mengekspresikan dirinya dengan mengenal alam dan menjadikan alam sebagai area bermain mereka. Soft area bersifat lebih natural dengan penutup tanah berupa rerumputan dimana anak bebas berguling dan mengekspresikan kreativitas mereka. Pada area ini juga dimanfaat sebagai kebun sekolah sebagai sarana anak belajar mengenal tumbuhan dan lingkungannya.

Gambar

Gambar 5.3  Denah ruang dalam   Sumber. Analisis Penulis ,2014
Gambar 5.5  Aksonometri fungsi ruang   Sumber. Analisis Penulis ,2014
Gambar 5.6 Pembagian Kelompok Kelas   Sumber: Analisis Penulis, 2014
Tabel 5.2 Skenario Ruang Kelas A
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (5) dan Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Menurut Mustopadidjaja: Kebijakan adalah keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu sebagai keputusan atau untuk mencapai

ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem Nomor 5 Tahun 2011 tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem

Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan, serta mengetahui jumlah karyawan efektif bagi PT Ekanindya Karsa, terutama

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan lancar, dengan judul

Kala satu persalinan adalah permulaan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan serviks yang progresif yang diakhiri dengan pembukaan lengkap (10

Pada Program Kemitraan Masyarakat (PKM) ini, yang menjadi narasumber adalah peneliti sebagai dosen aktif di Program Studi Manajemen selaku ketua pengusul, dengan