• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pendekatan Keterampilan Proses Dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri

Pendekatan keterampilan proses pada hakikatnya adalah suatu pengelolaan kegiatan belajar-mengajar yang berfokus pada pelibatan siswa secara aktif dan kreatif dengan dilandasi rasa tanggungjawab dalam proses pemerolehan hasil belajar. Peran guru dan siswa harus memiliki pandangan yang sama untuk menuju tujuan pembelajaran dalam keterlibatan mental, emosional, dan fisik sepenuhnya.

Kegiatan pendekatan keterampilan proses dapat membantu belajar cara mempelajari sesuatu (to learn how to learn). Dengan keterampilan tersebut, siswa dibekali peralatan memahami dan mengembangkan ide dan konsep yang belum diketahuinya.

Menurut Indrawati dalam Trianto (201: 134) menyatakan, “Suatu pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui pembelajaran yang termasuk rumpun pemprosesan informasi. Hal ini menekankan pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana cara-cara mengolah informasi”.

Dari penjelasan Indrawati, tampak bahwa pendekatan keterampilan proses dapat menciptakan pembelajaran yang lebih efektif untuk mendapatkan informasi. Pendekatan ini sangat penting diterapkan pada siswa, agar siswa memiliki keterampilan berfikir dan cara mengolah hingga menghasilkan suatu kreasi yang bermanfaat kelak. Oleh karena itu, dalam penelitian ini memfokuskan pada salah satu strategi yang selaras dengan pendekatan tersebut untuk kegiatan belajar mengajar, yaitu strategi pembelajaran inkuiri.

Menurut Gulo (Trianto, 2011: 135) menyatakan, “inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis,

(2)

sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri”.

Hal senada, juga diungkapkan oleh, Sanjaya (2011: 196) yang menyatakan bahwa, “strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu masalah yang dipertanyakan”.

Pengertian strategi pembelajaran inkuiri yang sedikit berbeda yaitu dari, Kourilsky dalam Hamalik (2011: 220) menyatakan “Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok siswa inkuiri ke dalam suatu isu atau mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan struktur kelompok”.

Dari pengertian strategi pembelajaran inkuiri yang dikemukakan para ahli, peneliti mengambil kesimpulan bahwa strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang mencakup seluruh kemampuan siswa dalam struktur kelompok melalui proses berfikir kritis, logis, analitis, dan sistematis untuk menemukan jawaban dari suatu masalah. Masalah yang akan dicari jawabannya tersebut harus kontekstual. Kontekstual dalam hal ini yaitu mengkaitkan konten mata pelajaran (isi, materi pelajaran) dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri oleh Sanjaya (2011: 196-197) adalah, sebagai berikut:

1. Menempatkan siswa sebagai subjek belajar

Artinya menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal dalam proses pembelajaran. Siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.

2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan

Hal ini diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab

(3)

antara guru dan siswa. Oleh sebab itu, kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.

3. Tujuan dari penggunaan inkuiri yaitu mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.

Sanjaya (2011: 199-201) mengungkapkan penggunaan strategi pembelajaran inkuiri terdapat prinsip yang harus diperhatikan oleh guru yaitu sebagai berikut:

a. Berorientasi pada pengembangan intelektual

Strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Pengembangan intelektual pada proses belajar disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa berdasarkan usia.

b. Prinsip interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antarsiswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan lingkungan.

c. Prinsip bertanya

Kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langah inkuiri sangat diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah itu bertanya hanya sekedar untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan berpendapat, atau bertanya untuk menguji.

d. Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think).

Dalam proses berpikir, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif melalui pengalaman nyata dalam pembelajaran.

(4)

e. Prinsip keterbukaan

Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, perlu adanya mencoba berbagai kemungkinan tersebut. Siswa perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya.

Untuk menciptakan kondisi yang demikian, peranan guru sangat menentukan keberhasilan strategi pembelajaran inkuiri. Guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Oleh karena itu, peran guru dalam strategi pembelajaran inkuiri (Trianto, 2011: 136) adalah sebagai berikut:

1. Motivator, memberi rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berpikir 2. Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan 3. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat 4. Administrator, bertanggungjawab seluruh kegiatan kelas

5. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan

6. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas 7. Rewarder, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.

Dalam menggunakan Strategi pembelajaran inkuiri diharapkan efektif, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut Sanjaya (2011: 197) strategi inkuiri akan efektif apabila:

a. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan.

b. Bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.

c. Proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu. d. Guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki

kemauan dan kemampuan berpikir.

e. Jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru.

(5)

f. Guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan metode yang berpusat pada siswa.

Dari teori strategi pembelajaran inkuiri, maka dapat dipahami bahwa pengetahuan yang dimiliki siswa sebaiknya bukan sejumlah fakta hasil dari mengingat saja. Akan tetapi, hasil dari proses menemukan sendiri menggunakan potensi yang dimilikinya melalui kegiatan aktif dalam pembelajaran. Menemukan yang dibahas di sini bukan menemukan hal baru yang belum diketahui orang lain, tetapi menemukan pengalaman baru oleh siswa sendiri. Siswa bekerja dalam struktur kelompok kecil. Dalam kelompok, siswa dapat mengembangkan kemampuan berbahasa melalui koordinasi saat percobaan, diskusi, dan presentasi hasil percobaan. Selain itu juga dapat mengembangkan sikap sosial melalui interaksi bekerja sama dalam kelompok. Dengan adanya aktivitas menemukan konsep, akan mengurangi ketergantungan siswa kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi dan melatih siswa memanfaatkan lingkungan sebagai sumber informasi. Strategi pembelajaran inkuiri mengarahkan pada berfikir tingkat tinggi yang meliputi pemahaman sains, terampil memperoleh dan menganalisis informasi, dan kreatif untuk menciptakan sesuatu. Dari proses berpikir tingkat tinggi melalui kegiatan belajar dengan melakukan akan membangun kaitan antara informasi baru dengan konsep dari pengalaman nyata yang ada dalam setruktur kognitif siswa sebagai dasar keingintahuan yang distimulus oleh pertanyaan-pertanyaan dari guru. Siswa akan menggunakan kemampuan alat indranya untuk mencari jawaban dari keingintahuannya. Namun demikian, untuk mengubah paradigma belajar sebagai proses berfikir daripada mengutamakan hasil belajar saja tampaknya bukan hal yang mudah. Padahal untuk menerapkan strategi pembelajaran inkuiri siswa diajak memecahkan suatu persoalan, bertanya dan menjawab pertanyaan ke dan dari guru. Sehingga dalam proses inkuiri guru harus benar-benar memahami dari segi bobot materi dan kemampuan siswa untuk menciptakan pembelajaran dengan penggunaan strategi inkuiri yang efektif.

Berdasarkan kajian teori strategi pembelajaran inkuiri, dapat disimpulkan bahwa strategi ini merupakan pengembangan dari pendekatan keterampilan proses sehingga orientasi pembelajaran berpusat pada siswa melalui aktivitas penemuan

(6)

dalam struktur kelompok. Untuk mengarahkan pada kegiatan penemuan disesuaikan tingkat perkembangan kognitif siswa berdasarkan usia dengan benda atau pengalaman konkret menuju pada pembelajaran bermakna.

Langkah-langkah Strategi Pembelajaran Inkuiri

Strategi pembelajaran inkuiri di dalamnya memuat tugas meneliti, tugas menyusun laporan (lisan/tulisan), tugas motorik , dan lain-lain. Penggunaan strategi pembelajaran inkuiri pada pembelajaran IPA untuk siswa SD dapat memberikan hasil yang baik apabila pengajar mengetahui langkah-langkah pelaksanaan strategi pembelajaran inkuiri. Seperti yang dijelaskan Hamalik (2011: 221), penggunaan strategi pembelajaran inkuiri dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dan merumuskan situasi yang menjadi fokus inkuiri secara jelas.

2. Mengajukan suatu pertanyaan tentang fakta

3. Merumuskan hipotesis untuk menjawab pertanyaan pada langkah-langkah pengumpulan informasi

4. Mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipotesis dan menguji setiap hipotesis dengan data yang telah dikumpulkan

5. Merumuskan jawaban atas pertanyaan pokok dan menyatakan jawaban sebagai proposisi tentang fakta. Jawaban itu mungkin merupakan sintesis antara hipotesis yang diajukan dan hasil-hasil dari hipotesis yang diuji dengan informasi yang terkumpul.

Berdasarkan langkah-langkah di atas diketahui bahwa strategi pembelajaran inkuiri mengkondisikan siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan jawaban atas pertanyaan pokok tentang fakta.

Sedangkan menurut Joyce dan Weil dalam Hidayati (2008: 6.10) ada 5 tahap pelaksanaan inkuiri yang berangkat dari fakta sampai terjadinya suatu teori.

1. Guru memberi permasalahan dan menjelaskan prosedur pelaksanaan penemuan kepada siswa

Guru harus menjelaskan tentang tujuan dan proses pelaksanaan penemuan dengan “yes and no questions”. Artinya pertanyaan hendaknya

(7)

disusun sedemikian rupa sehingga jawabannya hanya “ya” atau “tidak”. Maksudnya adalah agar siswa berpikir lebih teliti, dengan demikian menghindarkan siswa dari beban pemikiran, karena adanya pertanyaan-pertanyaan yang terbuka (open-ended) dari guru.

2. Verifikasi

Siswa mengumpulkan data atau informasi tentang peristiwa atau masalah yang telah mereka lihat atau alami, dengan mengajukan pertanyaan sedemikian rupa sehingga guru menjawab “ya” atau “tidak”. 3. Melakukan eksperimentasi

Eksperimen mempunyai dua fungsi yaitu eksplorasi dan menguji langsung. Eksplorasi adalah merubah sesuatu untuk melihat apa yang akan terjadi dan tidak perlu bimbingan teori atau hipotesis. Sedangkan menguji langsung, terjadi bila siswa melakukan uji coba teori atau hipotesis. Selanjutnya guru harus memperdalam proses inkuiri siswa dengan memperluas jenis-jenis informasi yang diperoleh tentang benda (objects), sifat (properties), kondisi (conditions), dan peristiwa (events).

4. Guru meminta siswa untuk mengorganisir data dan menyusun suatu penjelasan

Artinya data tersebut setelah diorganisir kemudian dideskripsikan sehingga menjadi suatu paparan hasil temuannya.

5. Siswa diminta untuk menganalisis proses inkuiri

Dalam hal ini siswa boleh mengevaluasi tentang pertanyaan yang diajukan guru apakah efektif atau tidak, mungkin ada informasi penting tetapi siswa tidak tahu cara memperolehnya sehingga data/informasi tersebut tidak ditemukan. Analisis dari siswa ini penting karena menjadi dasar pelaksanaan inkuiri berikutnya, artinya guru harus memperbaiki kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang telah dilakukan.

Dari langkah-langkah yang disebutkan oleh Joyce dan Weil memberi penjelasan bahwa guru yang mengungkapkan permasalahan kepada siswa dengan menuntut jawaban sementara “ya” atau “tidak” dari suatu pertanyaan. Selain itu, pada bagian akhir langkah ini, siswa juga diminta untuk menganalisis proses

(8)

inkuiri supaya dapat menjadi dasar pelaksanaan inkuiri selanjutnya. Akan tetapi, untuk langkah-langkah lain secara garis besar sama dengan yang diungkapkan oleh Hamalik.

Langkah-langkah yang disebutkan Joyce dan Weil tidak jauh berbeda dengan yang diungkapkan oleh Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2011: 172) yang menyatakan, ada enam tahapan yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran dengan inkuiri, yaitu:

1. Menyajikan Pertanyaan atau Masalah

Pada tahapan menyajikan pertanyaan atau masalah, guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok.

2. Membuat Hipotesis

Pada tahapan membuat hipotesis guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam bentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.

3. Merancang Percobaan

Pada tahapan merancang percobaan guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.

4. Melakukan Percobaan Untuk Memperoleh Informasi

Pada tahapan ini guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan.

5. Mengumpulkan dan Menganalisis Data

Pada tahapan mengumpulkan dan menganalisis data guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.

(9)

6. Membuat Kesimpulan

Tahap terakhir adalah tahap membuat kesimpulan dimana guru membimbing siswa untuk menemukan jawaban atau kesimpulan yang paling tepat dari permasalahan yang diajukan berdasarkan analisis data sebelumnya.

Akan tetapi, Eggen dan Kauchak dalam penjelasan langkah-langkah menambahkan keterangan bahwa dalam kegiatan pembelajaran inkuiri dikerjakan dalam kelompok. Namun, berbeda dengan Joyce, pada akhir kegiatan inkuiri Eggen dan Kauchak memasukkan tahap membuat kesimpulan dari permasalahan dan analisis data berdasarkan percobaan yang telah dilakukan.

Sepaham dengan Eggen dan Kauchak, Gulo dalam Trianto (2011: 168) menyatakan, bahwa kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:

1. Mengajukan pertanyaaan atau permasalahan

Kegiatan inkuiri dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan. Untuk meyakinkan bahwa pertanyaan sudah jelas, pertanyaan tersebut dituliskan di papan tulis, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.

2. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan mengenai uji hipotesis yang mungkin terjadi. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.

3. Mengumpulkan data

Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik.

4. Analisis data

Siswa bertanggungjawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran „benar‟ atau „salah‟. Setelah

(10)

memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Bila ternyata hipotesis salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah dilakukannya.

5. Membuat kesimpulan

Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah membuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Secara umum langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri di atas memiliki kesamaan satu sama lain yaitu dimulai dari keingintahuan dari siswa, proses berfikir untuk menemukan jawaban dari pertanyaan melalui percobaan. Begitu juga dengan proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (2010: 201) dengan langkah-langkah yaitu sebagai berikut:

1. Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Keberhasilan strategi inkuiri sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah; tanpa kemauan dan kemampuan itu tidak mungkin proses pembelajaran berjalan dengan lancar.

2. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Dengan demikian, teka-teki yang menjadi masalah dalam berinkuiri adalah teka-teki yang mengandung konsep yang jelas yang harus dicari dan ditemukan.

3. Mengajukan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk

(11)

mengembangkan kemampuan berhipotesis pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang diajukan itu bersifat rasional dan logis.

4. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data adalah merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.

5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima atau ditolak sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Di samping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan gongnya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, oleh karena banyaknya data yang diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus terhadap masalah yang hendak

(12)

dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan kepada siswa data yang relevan. Berdasarkan langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh para ahli, peneliti mengadopsi dan memodifikasi langkah tersebut untuk dapat disajikan dalam strategi pembelajaran inkuiri, berikut langkah-langkah yang peneliti gunakan yaitu:

a. Identifikasi dan Merumuskan Masalah

 Siswa menyimak materi pembelajaran yang akan dibahas  Siswa mengidentifikasi masalah yang menjadi fokus inkuiri

 Siswa diarahkan pada suatu pertanyaan terkait dengan identifikasi masalah

 Guru bersama siswa merumuskan masalah dengan menyajikan pertanyaan

b. Merumuskan hipotesis

 Siswa dalam kelompok menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang telah dirumuskan

c. Merancang dan melakukan percobaan

 Siswa dalam kelompok menyimak rancangan percobaan  Siswa bersama kelompok melakukan percobaan

d. Analisis data

 Siswa menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh dari percobaan

 Siswa berdiskusi untuk mendeskripsikan hasil analisis data pada LKS e. Penyajian Hasil Percobaan

 Siswa mempresentasikan hasil percobaan dan kelompok lain menanggapi.

f. Merumuskan Kesimpulan dari Hasil Percobaan

 Guru bersama siswa merumuskan kesimpulan dari hasil percobaan Berdasarkan langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri, strategi pembelajaran inkuiri dalam penelitian ini memiliki karakteristik. Pertama, aspek

(13)

masalah yang dibahas dalam strategi pembelajaran inkuiri ini adalah masalah alam yang dianggap penting dan mengandung teka-teki jawaban pasti. Oleh karena itu, konsep-konsep masalah harus sudah dipahami oleh siswa, sehingga pengumpulan data untuk pembuktian terhadap hipotesis yang telah disusun. Permasalahan tersebut dapat berasal dari guru maupun siswa. Kedua, memiliki 1 jawaban sementara dari pertanyaan masalah“Ya” atau “Tidak” sebagai fokus untuk kegiatan inkuiri. Ketiga, kegiatan inkuiri dilakukan secara langsung, nyata, dengan menggunakan benda konkret sesuai dengan prosedur praktikum yang telah disediakan oleh guru. Keempat, hasil percobaan yang telah dilakukan dapat langsung menjawab permasalahan dan uji hipotesis, kemudian ditarik kesimpulan. 2.1.2 Hasil Belajar

Dimyati dan Mudjiono (2009: 20) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak bermanfaat bagi siswa dan guru. Menurut Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 201), ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sementara menurut Lindgren dalam Suprijono (2011: 7), hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Sedangkan menurut Sudjana (2011: 22), bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Senada dengan Lindgren dalam Sudjana (2011: 22) membagi tiga macam hasil belajar mengajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengarahan, dan (c) sikap dan cita-cita.

Dari pendapat yang dikemukakan oleh para tokoh mengenai hasil belajar, maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan tingkat perkembangan mental yang membentuk pola pemahaman, ditampilkan dengan sikap dan diwujudkan dengan perbuatan setelah menerima pengalaman belajarnya menuju kecakapan hidup.

Keberhasilan tingkat perkembangan dapat diukur dan dinilai berdasarkan evaluasi hasil belajar siswa. Nilai-nilai tersebut dapat dibandingkan dengan

(14)

nilai-nilai peserta lain atau dibandingkan dengan nilai-nilai standar tertentu. Evaluasi hasil belajar dimulai dengan mengukur apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan yang rumuskan. Kemudian guru akan memberikan penilaian terhadap siswa berdasarkan pengukuran dari kriteria tertentu.

Strategi pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang inovatif, sehingga fokus perhatian pembelajaran tidak hanya pada perolehan pengetahuan. Oleh karena itu, penilaian tidak cukup bila pada hasil belajar. Penilaian terhadap proses belajar juga sangat dibutuhkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa.

Hal tersebut sejalan dengan Sudjana (2011: 1) yang mengungkapkan bahwa lingkup sasaran penilaian mencakup tiga sasaran pokok, yakni (a) program pendidikan, (b) proses belajar mengajar, dan (c) hasil belajar. Penilaian program pendidikan atau penilaian kurikulum menyangkut penilaian terhadap tujuan pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan program, dan sarana pendidikan. Penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru-siswa, dan keterlaksanaan program belajar mengajar. Sedangkan penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka pendek dan hasil belajar jangka panjang. Dalam penelitian ini, pembahasan dibatasi pada penilaian hasil belajar dan penilaian proses belajar mengajar. Penilaian program pendidikan sama sekali tidak dibahas sebab penelitian ini hanya fokus pada strategi pembelajaran yaitu strategi pembelajaran inkuiri. Penilaian proses dan hasil belajar saling berkaitan satu sama lain sebab hasil merupakan akibat dari proses.

Menurut Arikunto (2009: 25) evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan kegiatan belajar yang dilaksanakan. Untuk memperoleh data evaluasi pembelajaran dalam penelitian perlu dilakukan kegiatan pengumpulan data dan pengukuran. Peneliti sering menggunakan beberapa macam cara (teknik) dan alat (instrumen) pengumpulan data agar dapat saling melengkapi, sehingga kelemahan yang terdapat pada salah satu alat pengumpul data dapat diatasi oleh alat pengumpul data yang lain.

(15)

Teknik pengukuran dibedakan menjadi dua yaitu tes dan nontes. 1. Tes

Tes merupakan metode pengukuran penelitian yang berfungsi untuk mengukur kemampuan seseorang (Poerwanti, 2011: 25). Adapun komponen atau kelengkapan sebuah tes menurut Arikunto (2009: 159) yaitu: (a) lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal tes, (b) lembar jawaban tes, (c) kunci jawaban tes, dan (d) pedoman penilaian. Dengan demikian, hasil pengukuran dengan menggunakan tes termasuk kategori data kuantitatif.

Tes terdiri atas sejumlah soal yang harus dikerjakan siswa. Setiap soal dalam tes menghadapkan siswa pada suatu tugas dan menyediakan kondisi bagi siswa untuk menanggapi tugas atau soal tersebut.

Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya 3 macam tes (Arikunto, 2009: 33), yaitu:

1) Tes diagnostik

Tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.

2) Tes formatif

Tes formatif digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengetahui suatu program tertentu. Tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian.

3) Tes sumatif

Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program. Tes sumatif dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasa dilaksanakan pada akhir semester dan tengah semester.

Pada penelitian ini, tes berdasarkan segi kegunaan untuk mengukur siswa pada pokok bahasan perubahan lingkungan fisik yaitu dibatasi pada tes formatif.

Menurut Poerwanti (2008: 4-9), berdasarkan cara mengerjakannya, tes dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:

(16)

Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun jawabannya.

b. Tes Lisan

Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban semuanya dalam bentuk lisan. Tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, sehingga hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen penilaian lain.

c. Tes Unjuk Kerja

Pada tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.

Berdasarkan cara mengerjakannya, penelitian ini penggunaan tes dibatasi pada tes tertulis sebagai penilaian hasil belajar.

Sedangkan berdasarkan bentuk tes, menurut Arikunto (2009: 162) ada dua macam, yaitu:

a. Tes Subjektif

Tes subjektif pada umumnya disebut esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Ciri-ciri pertanyaannya didahului dengan kata-kata seperti; uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan, dan sebagainya (Arikunto 2009: 162). Tidak ada jawaban pasti terhadap tes bentuk uraian. Jawaban yang diperoleh sangat beranekaragam, antara satu siswa dengan siswa lain. Menghadapi situasi seperti ini, maka digunakan cara pemberian skor yang relatif (Arikunto, 2009: 230).

b. Tes Objektif

Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Macam-macam tes objektif antara lain:

1) Tes benar salah 2) Tes pilihan ganda 3) Tes menjodohkan 4) Tes isian singkat

(17)

Dalam penelitian ini tes objektif dibatasi pada tes pilihan ganda dan isian singkat. Oleh karena itu, pembahasan hanya pada tes pilihan ganda dan tes isian singkat.

1) Tes pilihan ganda

Tes pilihan ganda terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan jawaban terdiri atas satu jawaban benar dan beberapa pengecoh. Untuk tes yang diolah dengan komputer banyaknya option diusahakan 4 buah (Arikunto, 2009: 168). Cara mengolah skor dalam tes bentuk pilihan ganda ini digunakan rumus tanpa denda (Arikunto, 2009: 172) adalah:

Keterangan, S: skor yang diperoleh R: jawaban yang benar 2) Tes isian singkat

Tes isian singkat terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh siswa (Arikunto, 2009: 175). Bentuk jawaban ini berupa jawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Sebaiknya tiap soal diberi skor 2 (Arikunto, 2009: 228). Apabila jawabannya bervariasi, maka skor dapat dibuat bervariasi, misalnya jawaban tepat diberi skor 2, kurang tepat diberi skor 1 dan jawaban tidak tepat atau tidak diisi diberi skor 0.

Dari penjelasan mengenai macam-macam tes, penelitian ini menggunakan tes formatif untuk mengukur kemampuan siswa dengan pokok bahasan perubahan lingkungan fisik. Tes dilakukan secara tertulis dengan bentuk tes objektif berupa pilihan ganda dan isian singkat.

2. Nontes

Teknik pengukuran melalui nontes mengandung pengertian „tidak ada jawaban yang benar atau salah‟ yang digunakan untuk mengukur pendapat/opini, sikap, motivasi, kinerja, dan lain-lain. Respon yang diberikan oleh subjek

(18)

penelitian dapat diberi skor, tetapi skor tersebut tidak digunakan untuk memberi nilai benar atau salah. Teknik nontes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan psikomotor.

Ada beberapa macam teknik nontes (Poerwanti, 2008: 3.19-3.31) yaitu: a. Observasi

Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja atau aktivitas siswa dan kemajuan belajar siswa, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.

b. Wawancara

Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian siswa.

c. Angket

Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (Attitude Questionnaires).

d. Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja)

Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola, dan lain sebagainya.

e. Task Analysis (Analisis Tugas)

Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.

f. Checklists dan Rating Scales

Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan.

(19)

g. Portofolio

Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya siswa dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa.

h. Komposisi dan Presentasi

Siswa menulis dan menyajikan karyanya. i. Proyek Individu dan Kelompok

Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk individu maupun kelompok

Teknik pengukuran nontes yang peneliti gunakan sebagai penilaian proses belajar siswa dibatasi pada observasi aktivitas siswa yang meliputi percobaan, diskusi, dan presentasi; serta portofolio berupa LKS. Tujuannya supaya dalam setiap proses pembelajaran peneliti dapat mengamati dan mengukur perkembangan aktivitas siswa yang ada.

Alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas instrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau lembar observasi. Instrumen yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki siswa harus divalidasi terlebih dahulu, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Untuk membuat instrumen yang akan digunakan harus membuat kisi-kisi terlebih dahulu. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan sebagai pedoman menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Kisi-kisi soal tes menurut Wardani (2010: 3.5-3.6) meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar; indikator; proses berpikir yang meliputi: 1) pengetahuan/hafalan/ingatan (C1), 2) pemahaman (C2), 3) penerapan (C3), 4) analisis (C4), 5) penilaian (C5), dan 6)

(20)

menciptakan (C6); tingkat kesukaran soal yang meliputi: rendah, sedang, dan tinggi; dan bentuk instrumen.

Hasil dari pengukuran melalui teknik tes dan nontes tersebut digunakan sebagai dasar penilaian. Untuk memberikan penilaian juga didasarkan pada kriteria tertentu. Hal ini sejalan dengan Wardani (2010: 2.8) bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).

Di dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa melalui teknik tes maupun nontes yang diperoleh dari penilaian proses meliputi observasi aktivitas siswa saat percobaan, diskusi, dan presentasi serta dilengkapi dengan portofolio berupa LKS; dan penilaian hasil yang berupa tes tertulis yaitu tes formatif. Hasil belajar tersebut dibandingkan dengan kriteria tertentu yaitu KKM untuk

(21)

mengetahui nilai kompetensi yang dicapai siswa. Dengan kata lain, hasil belajar merupakan perolehan skor kompetensi yang dicapai siswa berdasarkan penilaian proses dan penilaian hasil belajar.

2.1.3 Mata Pelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).

Mata Pelajaran IPA di SD bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)

(22)

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi aspek-aspek berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Dari Permendiknas No. 22 Tahun 2006 mengenai mata pelajaran IPA, maka dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran IPA mempelajari fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dengan cara mencari tahu melalui pertanyaan kritis (apa, mengapa, dan bagaimana) dan dilakukan dengan cara sistematis untuk mengembangkan potensi siswa. Potensi siswa yang dikembangkan mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang nantinya

(23)

dapat digunakan sebagai bekal kecakapan hidup untuk menyesuaikan perubahan perkembangan IPTEK yang berkembang pesat di era globalisasi.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA untuk kelas IV disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA Kelas IV Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 10. Memahami perubahan

lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan

10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, dan gelombang air laut)

10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Dalam membuat penelitian perlu memperhatikan penelitian orang lain sebagai bahan kajian hasil penelitian yang relevan. Kajian hasil penelitian yang relevan dalam penelitian “Efektivitas Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV di SD Negeri Karangtengah 01” yaitu:

Fujiyanti, Feni (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Strategi Pembelajaran Inkuiri Terhadap Pemahaman Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Dalam Pembelajaran IPA Pada Pokok Bahasan Daur Air Terhadap Siswa Kelas V SD Negeri Pancasila Lembang-Bandung”, PGSD Bumi Siliwangi, FIP UPI. Hasil dari penelitian ini adalah perolehan persentase nilai pemahaman siswa

(24)

yang menggunakan strategi pembelajaran inkuiri lebih tinggi yaitu 74,50% dibandingkan dengan yang menggunakan strategi pembelajaran konvensional yaitu 71,25% diperoleh 𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =− 0,72 𝑑𝑎𝑛 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 =1,96, karena − 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 < 𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = −1,96 < −0,72 < 1,96, maka 𝐻𝑜 diterima sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pemahaman siswa. Sedangkan perolehan persentase keterampilan proses yang menggunakan strategi pembelajaran inkuiri tetap lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan strategi pembelajaran konvensional adalah 70,33% dan 57,50% diperoleh 𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = −2,49 dan 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 =1,96, karena − 𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < −𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = −2,49 < −1,96, maka 𝐻𝑜 ditolak dan berarti 𝐻1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam keterampilan proses sains. Dan sebagian besar siswa memberikan respon yang baik terhadap strategi pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan, kelebihan pada penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan dalam keterampilan proses. Sedangkan kekurangan dalam penelitian ini yaitu tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pemahaman siswa.

Puspitasari, Rikananda (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas III Melalui Penerapan Metode Guided Inquiry (Penelitian Tindakan Kelas). Menjelaskan bahwa hasil penelitian tindakan kelas ini dengan penerapan metode guided inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas IIISD Negeri Karangbangun. Pada siklus I siswa yang mendapat nilai minimal 60 ada 9 anak atau 47,37%, pada siklus II siswa yang mendapat nilai minimal 60 ada 10 anak atau 52,63% dari 19 siswa, dan siklus III siswa yang mendapat nilai minimal 60 ada 17 anak atau 89,47% dari 19 anak. Dari siklus I kemudian dilaksanakan siklus II prestasi siswa mengalami persentase kenaikan 5,26%; dari siklus II kemudian dilaksanakan siklus III mengalami persentase kenaikan 36,84%. Kelebihan dari penelitian ini adalah adanya kenaikan yang signifikan dari siklus II ke siklus III dengan selisih kenaikan 7 anak yang nilai minimalnya 60 atau kenaikan persentase prestasi belajar sebesar 36,84%. Kekurangan dari penelitian ini adalah kenaikan antara siklus I ke siklus II hanya sedikit, penambahan 1 anak saja yang mendapat nilai

(25)

minimal 60, hal ini terjadi karena siswa pada siklus I dan II masih membutuhkan penyesuaian terhadap metode yang baru diterapkan oleh guru dan siswa kelas III masih sangat membutuhkan perhatian dan bimbingan lebih lanjut dari guru sehingga siswa cenderung bermain-main bukan belajar tekun.

Supatmi (2009) dalam penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Pendekatan Inquiry pada Siswa Kelas IV SD N Sekaran 01 Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Tahun Pelajaran 2009/2010” (PTK) PGSD UNNES. Menyimpulkan bahwa pendekatan Inquiry dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD N Sekaran 01 Semarang pada mata pelajaran IPA dengan skor pada siklus I mencapai tingkat ketuntasan indikator 58,3%, diperbaiki pada Siklus II mencapai 83%, dan kemudian dilanjut pada Siklus III mencapai 91,6%. Selain itu peneliti juga mengamati keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran IPA dengan pendekatan Inquiry. Hasilnya terjadi peningkatan keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran menggunakan pendekatan Inquiry dengan skor rata-rata keaktifan siswa pada siklus I mencapai 2.65, kemudian siklus II mencapai 3.03, dan siklus III mencapai 3,08. Berdasarkan kajian di atas, kelebihan pada penelitian ini yaitu walaupun fokus pada peningkatan hasil belajar, akan tetapi penelitian ini juga menyoroti tentang keaktifan siswa. Hal tersebut demikian karena dalam inkuiri ada proses menemukan sesuatu. Proses tersebut menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Keaktifan dalam pembelajaran inilah yang dapat membedakan antara sebelum dan sesudah menggunakan pendekatan inkuiri dalam proses pembelajaran. Sedangkan kekurangan dalam penelitian ini yaitu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan penelitian ini dan membutuhkan observer dari orang lain atau guru lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Dalimin (2011) dalam penelitian yang berjudul ”Penggunaan metode inkuiri untuk meningkatkan perhatian siswa pada pembelajaran IPA tentang gaya bagi siswa kelas V SD Negeri 2 Kuwarasan Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen Semester 2 Tahun Pelajaran 2010 / 2011” (PTK), PJJ S1 PGSD FKIP UKSW mengungkapkan bahwa ada peningkatan belajar setelah menggunakan metode inkuiri dari kondisi pra siklus (awal) ke siklus 1 dan dari siklus 1 ke siklus 2. Dilihat dari rata-rata kelas

(26)

menunjukkan prestasi belajar yang meningkat dari pra siklus, siklus 1 dan siklus 2. Dapat dijelaskan pada pra siklus hanya mencapai rata-rata kelas 59,56 dan tingkat ketuntasan 30,43%, kemudian pada siklus 1 nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 87,39 dengan tingkat ketuntasan 82,60%, dan pada siklus 2 mencapai nilai rata-rata kelas 91,73 dengan tingkat ketuntasan 95,65%. Masing-masing kenaikan antar siklus yaitu: dari pra siklus ke siklus 1 tingkat ketuntasan meningkat 52,17%. Sedangkan dari siklus 1 ke siklus 2 tingkat ketuntasan meningkat 13,05%. Ini berarti dari skor rata-rata kelas pada pra siklus tidak terjadi ketuntasan belajar, sedangkan pada siklus 1 dan siklus 2 terjadi ketuntasan belajar. Kelebihan dari penelitian ini yaitu terjadinya peningkatan yang signifikan dari rata-rata kelas dan persentase tingkat ketuntasan, baik dari prasiklus sampai pada siklus 2. Sedangkan kekurangan dari penelitian ini yaitu hanya gambaran skor saja yang dibahas, untuk refleksi terhadap pembelajaran inkuiri tidak diuraikan, sehingga pembaca kesulitan untuk mengevaluasi bagaimana sistem belajar mengajarnya.

Adryfan, Jimmy (2012) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas X di SMAK Bina Bakti 3 Bandung”. PE FPEB UPI. Studi Kuasi Eksperimen Non equivalent Pre Test dan Post Test Control Group Design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 berada di daerah penolakan 𝐻𝑜 dengan taraf kepercayaan 95% (𝛼=0,05) dengan hasil 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, 2,323>1,679 probabilitas Sg. (one-tailed) 0,000 artinya terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol sesudah diberikan perlakuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi antara siswa kelompok kontrol yang menggunakan metode konvensional dan siswa kelompok eksperimen yang menggunakan metode pembelajaran inkuiri. Berdasarkan penjelasan hasil penelitian, kelebihan pada penelitian ini yaitu memiliki pengaruh signifikan berdasarkan uji beda antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang baik yaitu 0,000. Sedangkan kekurangan penelitian ini yaitu cakupan metode konvensional yang sangat sempit.

(27)

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan penyajian deskripsi teoritik dapat disusun suatu kerangka berpikir untuk memperjelas arah dan maksud penelitian. Kerangka berpikir ini disusun berdasarkan variabel yang dipakai dalam penelitian yaitu, penggunaan strategi pembelajaran inkuiri terhadap hasil belajar.

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Efektivitas Antara Pembelajaran Konvensional Dan Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran IPA

SK 10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan

Pembelajaran Konvensional (Monoton)

Strategi Pembelajaran Inkuiri

Hasil belajar rendah

Hasil belajar tinggi Guru menggunakan metode

ceramah dan tanya jawab

Siswa pasif mendengarkan penjelasan dari guru

Penilaian Hasil Belajar

1. Identifikasi dan Merumuskan Masalah 2. Merumuskan Hipotesis 3. Merancang dan Melakukan

Percobaan 4. Analisis Data

5. Penyajian Hasil Percobaan 6. Merumuskan Kesimpulan

dari Hasil Percobaan

Penilaian Proses dan Penilaian Hasil Siswa aktif mengikuti kegiatan pembelajaran

(28)

Strategi pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena dalam pembelajaran tersebut menuntut siswa aktif, melatih siswa pada proses berpikir ilmiah secara sistematis. Proses berfikir dalam hal ini disesuaikan dengan perkembangan berpikir siswa SD yaitu operasional konkret sehingga memberi kesempatan pada siswa untuk menemukannya sendiri melalui aktivitas menggunakan benda-benda atau peristiwa nyata (manipulasi). Dengan demikian memberikan sumbangan terhadap perkembangan mentalnya dalam menggali potensi yang ada pada dirinya. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut yaitu menciptakan pembelajaran bermakna dan terpadu yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Dalam kegiatan inkuiri guru membentuk siswa dalam kerja kelompok kecil yang heterogen. Ini merupakan cara untuk merangsang diskusi, karena suatu perkumpulan dalam kelompok dapat mengembangkan pemikiran dan refleksi. Kegiatan inkuiri pada mata pelajaran IPA melibatkan siswa dalam mengidentifikasi dan merumuskan masalah dengan bimbingan guru, merumuskan hipotesis, merancang dan melaksanakan percobaan, analisis data, penyajian hasil percobaan, dan merumuskan kesimpulan dari hasil percobaan. Peran guru hanya sebagai motivator, fasilitator, dan pembimbing. Evaluasi hasil belajar yang hendak diukur mencakup penilaian proses dan penilaian hasil belajar. Sedangkan penilaian hasil belajar. Oleh karena itu, materi yang disampaikan oleh guru lebih mudah diterima karena belajar dengan mengamati dan melakukan langsung.

Sedangkan pada pembelajaran konvensional yang monoton dengan pembatasan pada metode ceramah dan tanya jawab. Pembelajaran dengan ceramah dan tanya jawab monoton menjadikan pembelajaran hanya berpusat pada guru. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru, siswa pasif saat pembelajaran. Evaluasi hasil belajarnya pun hanya terpaku pada tes formatif saja, tanpa adanya penilaian proses belajar siswa. Padahal pada KTSP dan standar proses menganjurkan supaya guru juga memperhatikan proses siswa dalam belajar, sehingga guru dapat memantau perkembangan siswa berdasarkan proses, bukan hanya berdasarkan hasil.

(29)

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis akan diuji di dalam penelitian dengan pengertian bahwa uji statistik selanjutnya yang akan membenarkan atau menolaknya. Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu: “Ada keefektifan penggunaan strategi pembelajaran inkuiri terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Karangtengah 01, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”.

Gambar

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA  Kelas IV Semester II
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Efektivitas Antara Pembelajaran  Konvensional Dan Pembelajaran Inkuiri

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh atas rumusan masalah adalah bahwa perusahaan tidak terbukti melakukan manajemen laba melalui income- increasing discretionary accruals pada periode

Smart card dengan chip, dan dengan pengaman smart card (sensor) digunakan pada saat sepeda motor akan dinyalakan, dan apabila smart card benar, maka sepeda motor sudah siap

game, gameplay serta desain user interface yang menarik dapat memberikan ketertarikan pengguna terhadap Budaya Indonesia yang dibuktikan dengan hasil kuesioner

Kemampuan Berpikir Analitis Siswa Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MTs NU Miftahul Falah Cendono Dawe Kudus Tahun Pelajaran 2016/2017 ”.

PC All-in-One dapat digunakan sebagai layar LCD dekstop standar dan dengan mengaktifkan Berbagi Perangkat, Anda dapat berbagi layar, keyboard, mouse, webcam*, dan tampilan layar

1. Pengaruh norma subyektif terhadap sikap personal wirausaha siswa SMK. Pengaruh norma subyektif terhadap persepsi kontrol perilaku wirausaha siswa. SMK. Pengaruh sikap personal,

Untuk mendukung penyelenggaraan praktikum dan praktik kerja, ada berbagai macam fasilitas pendukung yang digunakan oleh Laboratorium Perbankan Syari’ah, antara lain: ruang

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ PENCAPAIAN KOMPETENSI SISWA KELAS X PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK OTOMOTIF SMK BHINNEKA KARYA SURAKARTA PADA MATA PELAJARAN